Anda di halaman 1dari 204

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D

FOK-1 (rs2228570) DAN KADAR VITAMIN D PLASMA


TERHADAP PROLIFERASI SEL (Ki-67)
PADA KANKER PAYUDARA

TESIS

Oleh :
ASTRID SISKA PRATIWI
NIM: 147008007

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D
FOK-1 (rs2228570) DAN KADAR VITAMIN D PLASMA
TERHADAP PROLIFERASI SEL (Ki-67)
PADA KANKER PAYUDARA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik
Dalam Program Studi Magister (S2) Biomedik pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh :
ASTRID SISKA PRATIWI
NIM: 147008007

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN ORIGINALITAS

Judul Tesis

“HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D


FOK-1 (rs2228570) DAN KADAR VITAMIN D PLASMA
TERHADAP PROLIFERASI SEL (Ki-67)
PADA KANKER PAYUDARA”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar master Biomedik pada Program Studi Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil

karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika

penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini

bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik penulis

yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku.

Medan, 20 Agustus 2018

Penulis

i
Universitas Sumatera Utara
Astrid Siska Pratiwi

Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570)


Dan Kadar Vitamin D Plasma Terhadap Proliferasi Sel (Ki-67)
Pada Kanker Payudara
Abstrak:

Pendahuluan: Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan serius


pada wanita. Dalam aktivitasnya reseptor vitamin D bersama ligannya vitamin D
berperan di dalam kanker payudara. Fok-1 merupakan salah satu polimorfisme
reseptor vitamin D pada area start codon di exon 2, yaitu adanya konversi basa
(C>T) sehingga menghasilkan produk protein dengan panjang yang berbeda.
Perubahan pada reseptor vitamin D dapat menyebabkan perubahan sinyal seluler
oleh vitamin D yang dapat mempengaruhi progresivitas dari sel tumor yang
dinilai berdasarkan proliferasi sel Ki-67 pada kanker payudara
Tujuan: untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-
1(rs2228570) dan kadar vitamin D plasma terhadap proliferasi sel (Ki-67) pada
kanker payudara
Metode: sampel darah diambil dari 50 orang pasien kanker payudara kasus baru
dan belum pernah menjalani kemoterapi sejak Oktober 2017 hingga Februari 2018
di RSUP H. Adam Malik Medan. Isolasi DNA dan amplifikasi gen diperiksa
dengan teknik PCR. Polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 diperiksa dengan
teknil PCR-RFLP. Kadar 25(OH)D diperiksa menggunakan teknik ELISA.
Hubungan antar variabel diuji dengan Fisher exact (p<0,05).
Hasil: frekuensi genotipe dan alel RVD Fok-1 adalah CC (42%), CT (42%), TT
(16%). Jumlah alel C (63%) dan alel T (37%). Rerata kadar vitamin D pada
subjek penelitian adalah sebesar 28,16 (27,93(±8,69)) ng/ml. Frekuensi subjek
penelitian berdasarkan kategori defisiensi (14%), insufisiensi (38%) dan sufisiensi
(48%). Rerata indeks proliferasi sel (Ki-67) sebesar 21,7(±14,48)%, dengan
frekuensi masing-masing kelompok grade +/-(18%); Grade 1+ (50%); grade
2+(30%), grade 3+ (2%). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga
variabel : (1) Polimorfisme Fok-1 dengan kadar 25(OH)D (p=0,139); (2) Kadar
25(OH)D dengan indeks proliferasi imunohistokimia Ki-67 (p=0,082); (3)
Polimorfisme Fok-1 dengan indeks proliferasi imunohistokimia Ki-67 ( p=0,285)
Kesimpulan: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara polimorfisme gen
reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan kadar vitamin D plasma terhadap
proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara

Kata Kunci: Kanker Payudara, Polimorfisme RVD-Fok-1, Vitamin D, Proliferasi


Sel, Ki-67

ii
Universitas Sumatera Utara
Association of Vitamin D Receptor Gene Polymorphism Fok-1 (rs2228570)
and Vitamin D Plasma Levels to Proliferation of
Breast Cancer Cell (Ki-67)

Abstract:

Introduction: Breast cancer is one of the serious health problems in women. In its
activity vitamin D receptor along with its vitamin D ligand plays a role in breast
cancer. Fok-1 is one of the vitamin D receptor polymorphisms in start codon area
in exon 2, the conversion of bases (C> T) to produce a protein product of different
lengths. Changes in vitamin D receptors may cause cellular changes by vitamin D
that may affect the progression of tumor cells measured by cell prolifereation (Ki-
67) in breast cancer
Objective: to determine the association of vitamin D receptor gene polymorphism
Fok-1 (rs2228570) and plasma vitamin D levels to proliferation ) of breast cancer
cell (Ki-67)
Methods: blood samples taken from 50 new cases of breast cancer patients and
have not had chemotherapy since October 2017 to February 2018 at RSUP H.
Adam Malik Medan. DNA isolation and gene amplification were examined by
PCR technique. The polymorphism of the vitamin D receptor gene Fok-1 was
examined by PCR-RFLP technique. Levels of 25(OH)D were examined using
ELISA techniques. Relationships between variables were tested with Fisher exact
(p <0.05).
Results: genotypic frequency and RVD Fok-1 alleles were CC (42%), CT (42%),
TT (16%). Number of C allele (63%) and T allele (37%). The mean vitamin D
level in the study was 28.16 (27.93 (± 8.69)) ng/ml. Frequency of study subjects by
category of deficiency (14%), insufficiency (38%) and sufisiensi (48%). The mean
value of cell proliferation (Ki-67) was 21,7 (± 14,48)%, with frequency of each
group: Grade +/- (18%); Grade 1+ (50%); grade 2+ (30%), grade 3+ (2%).
There was no significant relationship between the three variables: (1) Fok-1
polymorphism with levels of 25(OH)D (p=0.139); (2) 25(OH)D levels with
immunohistochemical expression of Ki-67 (p=0.082); (3) Fok-1 polymorphism
with cell proliferation (Ki-67) (p 0.285)
Conclusion: there is no significant association of vitamin D receptor gene
polymorphism Fok-1 (rs2228570) and plasma vitamin D levels to proliferation )
of breast cancer cell (Ki-67)

Keywords: Breast Cancer, VDR Polymorphism- Fok-1, Vitamin D, Cell


Proliferation, Ki-67

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan ridhoNya sehingga tesis yang berjudul “Hubungan Polimorfisme

Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan Kadar Vitamin D Plasma

Terhadap Proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker Payudara” dapat terselesaikan.

Ribuan kata terimakasih dengan tulus penulis sampaikan kepada orang-

orang yang telah berjasa membantu, mendukung serta membimbing penulis :

1. Yang terhormat Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Ilmu Biomedik di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Yang terhormat Dr.dr.Aldy Safruddin Rambe,Sp.S (K), selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Magister Ilmu Biomedik di

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3. Yang terhormat Dr.med.dr. Yahwardiah Siregar, selaku Ketua Program Studi

Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan

pembimbing pertama dalam penelitian ini yang telah memberikan saran dan

pemahaman yang jelas kepada penulis, membantu serta sepenuh hati

membimbing penulis untuk menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini

iv
Universitas Sumatera Utara
4. Yang terhormat Dr. dr. Kamal Basri Siregar, M.Ked (Surg), Sp.B, K(Onk),

FINACS selaku pembimbing Kedua yang dengan penuh perhatian, kesabaran

dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk hingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini

5. Yang terhormat Dr.rer.Medic.dr.M.Ichwan,M.Sc sebagai sekretaris Program

Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam hal

administrasi serta masukan-masukan yang sangat membantu peneliti dalam

memahami alur penyelesaian dari tesis ini

6. Yang terhormat Dr.rer.physiol.dr.Septelia Inawati Wanandi selaku penguji

pertama yang memberikan masukan serta bimbingan atas penyempurnaan

tesis ini.

7. Yang terhormat dr.Betty,M.Ked(PA),Sp.PA selaku penguji kedua yang

memberikan masukan serta bimbingan atas penyempurnaan tesis ini.

8. Yang terhormat dr.Putri C. Eyanoer, Ms.Epi, PhD sebagai konsultan statistik

dan metodologi penelitian yang telah banyak memberikan masukan dan

bimbingan terhadap analisis data dari hasil penelitian hingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini.

9. Yang terhormat dr. Ginanda Putra Siregar, Sp.U selaku Kepala Laboratorium

Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan izin peneliti untuk melakukan penelitian di lab tersebut

10. Yang tersayang Kak Mardiyah Nst dan Kak Lavarina Winda sebagai laboran

di Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara yang telah banyak

v
Universitas Sumatera Utara
memberikan waktunya untuk mengarahkan dan mendampingi penulis dalam

melaksanakan penelitian di lab dengan penuh perhatian dan kesabaran.

11. Yang terhormat seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan

12. Secara khusus terimakasih yang tak terhingga penulis persembahkan atas

perhatian, dukungan baik moral maupun materil kepada ibunda terkasih

Harnining Tiyastuti dan semangat jarak jauh dari almarhum bapak tercinta

Drs. Sutara Madianto serta seluruh keluarga yang selalu memberi semangat

dan motivasi penulis untuk menyelesaikan penelitian dan tesis ini

13. Terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh anggota “Breast Cancer Team”

kak ika, kak ira, tante sansan, pak zaki yang bersama-sama dengan tekat yang

kuat menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada

semua teman-teman BIOMEDIK 2014 yang memberi kritik dan saran yang

selalu membangun.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat

membantu penulis dalam penyempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis ucapkan

terimakasih.

Medan, 20 Agustus 2018


Penulis

Astrid Siska Pratiwi

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Astrid Siska Pratiwi


Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 04 September 1992
Agama : Islam
Alamat : Jln. Beringin Psr.VII Tembung Gg. Pisang No.5
Tlp. : 082274437663
Nama Orang Tua : (Alm) Drs. Sutara Madianto
Harnining Tiastuti
E-mail : astridsiska92@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN:
SD Swasta Sabilina : Tahun 1998 - Tahun 2004
SMP Negeri 12 Medan : Tahun 2004 - Tahun 2007
SMU Negeri 18 Medan : Tahun 2007 – Tahun 2010
S1 Biologi Universitas Negeri Medan : Tahun 2010 – Tahun 2014

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
Abstrak. .............................................................................................. i
Abstract. ............................................................................................. ii
Kata Pengantar. ................................................................................. iii
Daftar Riwayat Hidup. ...................................................................... vi
Daftar Isi. ........................................................................................... vii
Daftar Tabel. ...................................................................................... x
Daftar Gambar................................................................................... xii
Daftar Lampiran. ............................................................................... xiv
Daftar Singkatan. ............................................................................... xv

Bab I Pendahuluan. ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 8
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................. 8
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................. 9
1.4 Hipotesis Penelitian ........................................................... 9
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ....................................................... 11


2.1 Anatomi Payudara .............................................................. 11
2.2. Kanker Payudara ............................................................... 12
2.2.1 Definisi Kanker Payudara........................................... 12
2.2.2 Epidemiologi Kanker Payudara.................................. 12
2.2.3 Faktor Risiko Kanker Payudara.............................. .. 17
2.2.4 Patofisiologi Kanker Payudara.................................. 20
2.2.5 Tanda dan Gejala Klinis Kanker Payudara............... 31
2.2.6 Jenis dan Tipe Kanker Payudara.............................. . 32
2.2.7 Klasifikasi Stadium Kanker Payudara....................... 33
2.2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Kanker Payudara.......... 36
2.2.9 Penanganan Kanker Payudara................................... 40
2.3. Vitamin D .......................................................................... 43
2.3.1 Struktur, Sumber dan Metabolisme Vitamin D ........ 43
2.4 Reseptor Vitamin D ........................................................... 48
2.4.1 Hubungan Struktur dan Fungsi DNA Binding
Domain pada Reseptor Vitamin D ......................... 50
2.4.2 Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D ................... 52
2.5. Aktivitas Biologi Vitamin D. ............................................. 55

viii
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Peran dan Hubungan Vitamin D terhadap Kanker
Payudara................................................................... 57
2.5.2 Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin
D (Fok-1) terhadap Kadar Vitamin D........................ 64
2.5.3 Pengaruh Polimorfisme Fok-1 terhadap Kanker
Payudara. ........................................................................... 65
2.6. Marker Proliferasi Sel (Ki-67) ............................................ 66
2.6.1. Biologi Dari Ki-67 ................................................... 66
2.6.2. Ki-67 pada Kanker Payudara .................................... 68
2.6.3. Hubungan Vitamin D Terhadap Ki-67 ...................... 71
2.6. Kerangka Teori .................................................................. 72
2.7. Kerangka Konsep .............................................................. 73

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ........................................ 74


3.1 Desain Penelitian .............................................................. 74
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................. 74
3.2.1 Lokasi Penelitian ..................................................... 74
3.2.2 Waktu Penelitian ..................................................... 74
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian......................................... 75
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................... 75
3.3.2 Sampel Penelitian..................................................... 75
3.3.2.1 Kriteria Inklusi ............................................ 75
3.3.3 Besar Sampel Penelitian ........................................... 75
3.3.4 Metode Pemilihan Sampel ........................................ 76
3.4 Variabel Penelitian ............................................................ 77
3.5 Definisi Operasional .......................................................... 77
3.6 Metode Penelitian .............................................................. 80
3.6.1 Alur Penelitian .......................................................... 80
3.6.2 Isolasi DNA ............................................................... 80
3.6.3 Amplifikasi Isolat DNA dengan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction) .................................. 82
3.6.4. Visualisasi Hasil PCR dengan Elektroforesis Gel
Agarose .................................................................... 84
3.6.5. Digesti Amplifikat DNA dengan Enzim Restriksi ..... 85
3.6.6. Visualisasi Hasil RFLP dengan Elktroforesis Gel
Agarose .................................................................... 87
3.6.7. Pemeriksaan Kadar Vitamin D Plasma 25(OH)D .... 89
3.6.8. Prosedur penilaian Proliferasi Sel (Ki-67) dengan
Metode Imunohistokimia ........................................ 92
3.6.9. Kerangka Operasional .............................................. 95
3.7 Analisis Data........................................................................ 98

BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................................... 99


4.1. Hasil Penelitian. .................................................................. 99
4.2. Karakteristik Subjek Penelitian. .......................................... 100
4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Faktor
Risiko . ................................................................... 100

ix
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan
Histopatologi dan Klinis Kanker Payudara . ........... 102
4.3. Pemeriksaan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1
(rs2228570). ....................................................................... 104
4.3.1. Gambaran Elektroforesis Produk PCR dan RFLP. ... 104
4.3.2. Analisis Distribusi Frekuensi Genotipe dan Alel
Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570) pada
Kanker Payudara. ................................................... 106
4.3.3. Hardy-Weinberg Equilibrium (HWE). ..................... 107
4.4. Distribusi Frekuensi dan Rerata Kadar 25(OH)D pada
Kanker Payudara. ............................................................... 108
4.5. Distribusi Frekuensi Proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker
Payudara. ............................................................................ 109
4.6. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1
(rs2228570) Dengan Kadar 25(OH)D Plasma pada
Kanker Payudara. ............................................................... 111
4.7. Hubungan Kadar 25(OH)D Dengan Proliferasi Sel
(Ki-67) pada Kanker Payudara. ........................................... 112
4.8. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1
(rs2228570) dengan Proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker
Payudara. ........................................................................... 114

BAB V PEMBAHASAN. ................................................................... 116


5.1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan faktor
risiko pada kanker payudara ............................................... 116
5.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan
Histopatologi dan Klinis Pada Kanker Payudara. ................ 120
5.3. Distribusi Frekuensi Genotipe Dan Alel Gen Reseptor
Vitamin D Fok-1 pada Kanker Payudara. ............................ 122
5.4. Distribusi Frekuensi dan Rerata Kadar 25(OH)D pada
Kanker Payudara. ............................................................... 124
5.5. Distribusi Frekuensi Proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker
Payudara. .......................................................................... 129
5.6. Hubungan Antara Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin
D (Fok-1) Terhadap Kadar 25(OH)D pada Kanker
Payudara. ............................................................................ 131
5.7. Hubungan Kadar 25(OH)D Terhadap Proliferasi Sel
(Ki-67) pada Kanker Payudara. ........................................... 134
5.8. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D
(Fok-1) dengan Proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker
Payudara. ............................................................................ 137

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................. 138


6.1. Kesimpulan . ....................................................................... 138
6.2. Saran Penelitian .................................................................. 139

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 141

x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Estimasi Insiden dan Mortalitas Kanker Payudara
Berdasarkan Negara di Kawasan Asia Tenggara, 2012 ......... 14
Tabel 2.2 Kasus Baru dan Kematian Akibat Kanker Payudara
di RS Kanker Dharmais Tahun 2010-2015.............................. 15
Tabel 2.3 Prevalensi Dan Estimasi Jumlah Penderita Kanker
Payudara Menurut Provinsi Tahun 2013 ............................... 16
Tabel 2.4 Faktor- Faktor Risiko Penyebab Kanker Payudara ................ 18
Tabel 2.5 Klasifikasi Kanker Payudara Berdasarkan Subtipe
Molekuler Berdasarkan Konsensus St Gallen 2013.............. 33
Tabel 2.6 Klasifikasi TNM Berdasarkan AJCC 2017 ............................ 34
Tabel 2.7 Pengelompokan Stadium Kanker Payudara Berdasarkan
AJCC 2017 ......................................................................... 36
Tabel 2.8 Kadar Vitamin D .................................................................. 48
Tabel 2.9 Ekspresi Reseptor Vitamin D di berbagai Jaringan. .............. 50
Tabel 3.1 Perhitungan Besar Sampel ................................................... 76
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik subjek Penelitian
Berdasarkan Faktor Risiko pada Kanker Payudara (N=50). .. 101
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan Histopatologi dan Klinis pada Kanker
Payudara (N=50). ................................................................. 103
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel gen
Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570) pada Kanker
Payudara (N=50). ................................................................. 107
Tabel 4.4 Hardy-Weinberg Equilibrium (HWE) Polimorfisme
Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570) pada Kanker
Payudara (N=50). ................................................................ 107
Tabel 4.5 Rerata Kadar 25(OH)D Pada Kanker Payudara (N=50). ....... 108
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kadar 25(OH)D pada Kanker
Payudara (N=50). ................................................................. 108
Tabel 4.7 Distribusi proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker Payudara
(N=50)................................................................................ 109
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Proliferasi Sel (Ki-67) Berdasarkan
Cut Off Point Pada Kanker Payudara (N =50) .................... 110
Tabel 4.9 Hubungan Antara Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin
D Fok-1 (Rs228570) Dengan Kadar 25(Oh)D Plasma Pada
Kanker Payudara (N=50)...................................................... 111
Tabel 4.10 Nilai Rata-rata Kadar 25(OH)D pada Varian Genotipe
Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (N=50). ....... 112

xi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 Hubungan Kadar 25(OH)D Dengan Proliferasi Sel
(Ki-67) Pada Kanker Payudara (N=50). ............................. 113
Tabel 4.12 Hubungan Kadar 25(OH)D Dengan Proliferasi Sel (Ki-67)
Berdasarkan Cut Off Point Pada Kanker Payudara (N=50) . 113

Tabel 4.13 Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D


Fok-1 (rs2228570) dengan proliferasi Sel (Ki-67) pada
Kanker Payudara (N=50). ................................................... 114
Tabel 4.14 Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1
(rs2228570) Dengan Proliferasi Sel (Ki-67) Berdasarkan
Cut Off Point Pada Kanker Payudara (N=50) ..................... 115
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Genotipe Gen Reseptor Vitamin D
Fok-1 (rs2228570) di Beberapa Negara. ............................... 123

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Payudara Manusia .............................................. 12
Gambar 2.2 Dua Tahapan Utama dari Mutasi yang dapat Mengawali
Perkembangan Kanker ...................................................... 21
Gambar 2.3 Model Multi-Step Karsinogenesis pada Kanker Payudara . 22
Gambar 2.4 Jalur PI3K/Akt/Mtor......................................................... 24
Gambar 2.5 Keterlibatan cMyc dalam Mempengaruhi Progresifitas
Kanker ............................................................................. 25
Gambar 2.6 Siklus Sel dan Implikasinya Terhadap Genetik pada
Kanker ............................................................................. 26
Gambar 2.7 Peran BRCA1 dan BRCA2 di dalam Repair DNA ............... 27
Gambar 2.8 Sinyal Estrogen Terhadap Perkembangan Kanker ............. 29
Gambar 2.9 Hubungan HIF1α dan VEGF Dalam Proses Angiogenesis 31
Gambar 2.10 Struktur Vitamin D2 dan Vitamin D3 ............................. 43
Gambar 2.11 Metabolisme Vitamin D ................................................. 45
Gambar 2.12 Struktur Fungsional Reseptor Vitamin D ........................ 49
Gambar 2.13 Skematik Asam Amino dari Reseptor Vitamin D
manusia berdasarkan mutasinya secara alami ................ 51
Gambar 2.14 Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D ......................... 53
Gambar 2.15 Posisi Polimorfisme gen Reseptor Vitamin D Fok-1........ 54
Gambar 2.16 Aktivitas 1α,25(OH)2D3 Dalam Memediasi
Regulasi Transkripsi ........................................................ 55
Gambar 2.17 Jalur Target Signaling 1α,25(OH)2D3 Terhadap Kanker. 58
Gambar 2.18 Peranan Kalsitriol Terhadap Sintesis Estrogen pada
Sel Kanker Payudara ...................................................... 63
Gambar 2.19 mRNA Ki76 ................................................................... 67
Gambar 2.20 Ekspresi Ki-67 pada Siklus Sel........................................ 68
Gambar 2.21 Peran Ki-67 Sebagai Target Molekul Dalam Diagnosis
Kanker. .......................................................................... 69
Gambar 2.22 Skema Kerangka Teori.................................................... 72
Gambar 2.23 Skema Kerangka Konsep ................................................ 73
Gambar 3.1 Skema Kerangka Operasional ......................................... 96
Gambar 4.1. Elektroforesis Produk PCR gen Reseptor Vitamin D Fok-1. 104
Gambar 4.2 Elektroforesis Produk RFLP gen Reseptor Vitamin D Fok-1. 105
Gambar 4.3 Proliferasi Sel Ki-67 Pada Kanker Payudara (A) Ki-67+1
(Intensitas Lemah); (B) Ki-67+2 (Intensitas Sedang);
(C) Ki-67+3 (Intensitas Kuat) ......................................... 110

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Persetujuan Komisi Etik. .................................................. 159
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik. .............................................................................. 160
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari Direktorat Jendral Pelayanan
Kesehatan RSUP H. Adam Malik. ................................... 161
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kedokteran USU. ............................................................ 162
Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian.................................. 163
Lampiran 6. Informed Consent. ............................................................ 166
Lampiran 7. Formulir Status Penelitian Pasien. .................................... 169
Lampiran 8. Output SPSS Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan Faktor Risiko. .............................................. 171
Lampiran 9. Output SPSS Distribusi Frekuensi, Polimorfisme Fok-1,
Vitamin D, Ekspresi Ki-67, serta Rerata Kadar Vitamin
D dan rerata Ekspresi Ki-67. ............................................ 173
Lampiran 10. Output Analisis Data Penelitian (SPSS, dan HWE)......... 175
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian. ................................................. 181

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN

AJCC : American Joint Comitte on Cancer


Akt : Protein Kinase B
APC : Adenomatous Polyposis Coli; regulator that control beta-
catenin concentration
BAX : Bcl-2 Associated X Protein as a Pro-apoptotic
Bcl-2 : B-cell Lymphoma as an Anti-apoptotic
BRCA1/BRCA2 : Breast Cancer Genes 1 and 2
CBP : CREB Binding Protein
CCND1 : Gene Code Cyclin D1
CDK : Cyclin Dependent Kinase
CDKN1A : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor A
c-Myc : Protooncogen
COX2 : Cyclooxygenase-2
CTE : Carboxy Terminal Extention
CYP24A1 :24-Ohase
CYP27B1 :1α-Ohase
CYP2R1 : 25-Ohase
DBD : DNA Binding Domain
DBP : Vitamin D Binding Protein
DP1 : Transcription Factor DP1
DRIPs : Vitamin D Receptor Interacting Protein
EGF : Epidermal Growth Factor
EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor
ER : Estrogen Receptor
ERBB2/ HER2 : Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 /
Proto Oncogen
ERK : Extracellular Signal Regulated Kinase
GPCRs : G Protein Coupled Receptor
HATs : Histone Acetyltransferase
HDAC : Histone Deacetylase
HIF-1 : Hipoxia Induced Factor 1
IGF-1 : Insulin like Growth Factor 1
IGFBP3 : Insulin- Like Growth Factor Binding Protein 3
IHC : Immuno Histo Chemistry
LBD : Ligand Binding Domain
MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase
mTOR : Mechanistic Target Of Rapamycin
NcoA62-SKIP : Nuclear co Activator-62kDa/Ski-Interacting
Protein
NF-kβ : Nuclear Factor-Kappa Beta

xv
Universitas Sumatera Utara
p15 : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 2B encoded by
CDKN2B gene as a tumor suppressor
p21 : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 1A encoded by
CDKN1A gene
p27 : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 1B encoded by
CDKN1B gene
p53 : Tumor Suppressor p53
PARG : Poly ADP-Ribose Glycohidrolase
PBAF SWI/ SNF : Poly-bromo And SWI-2 Related Gene 1 Associated
Factor
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
PI3K : Phosphatidylinositol-3-Kinase
PKA : Protein Kinase A
PKC : Protein Kinase C
pRB : Retinoblastoma
PTEN : Phosphatase and Tensin Homolog (tumor suppressor)
PTH : Parathyroid Hormone
Raf : Rapidly Accelerated Fibrosarcoma
Ras : Single subunit small GTPase
RNA Pol II : RNA Polymerase II
RTK : Receptor Tyrosine Kinase
RVD : Reseptor Vitamin D
RXR : Retinoid Acic Receptor
SKP2 : S-Phase Kinase Associated Protein 2
SMADs : Intraceluler Protein that transduce signal from
TGF beta to the nucleus where they actiate downstream
gene transcription
SNPs : Single Nucleotide Polymorphisms
SOC : Store Operated Ca2+
SPP1 : Secreted Phosphoprotein 1
SRCs : Steroid Receptor Coactivator
TCF1 : Transcription Factor1
TERT : Telomerase Reverse Transcriptase
TF2B : Transcription Factor 2B
TGFβ : Transforming Growth Factor Beta
TNBC : Triple Negative Breast Cancer
VDIR : VDR Interacting Receptor
VDR : Vitamin D Receptor
VDREs : Vitamin D Respone Element
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
WINAC : Chromatin Remodeling Complex
Wnt : Protooncogene

xvi
Universitas Sumatera Utara
xvii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius dan

paling sering dijumpai pada wanita. Lebih dari 1,5 juta wanita di seluruh dunia

menderita kanker payudara. Terbukti pada tahun 2015, sekitar 570.000 wanita

mengalami kematian akibat kanker payudara (WHO, 2015).

Berdasarkan data survei America Cancer Society terhitung pada 1 Januari

2016 lebih dari 3,5 juta wanita Amerika hidup sebagai penderita kanker payudara,

dan pada tahun 2017 terdapat 252.710 kasus baru invasive breast cancer dan

63.410 kasus baru in situ breast carcinoma. Tercatat sebanyak 40.610 wanita

Amerika mengalami kematian yang diakibatkan oleh kanker payudara (American

Cancer Society, 2017).

Berdasarkan data dari WHO, kanker payudara dijumpai pada wanita baik

di negara maju maupun negara yang sedang berkembang (WHO, 2013). Angka

kematian akibat kanker payudara di negara berkembang relatif lebih tinggi bila

dibandingkan dengan angka kematian di negara maju. Sebagai perbandingan

insiden kanker payudara di Eropa mencapai 90 per 100.000 wanita per tahun

sedangkan insiden di Negara Afrika 30 per 100.000 wanita per tahun. Namun

angka kematiaan dari keduanya relatif sama yaitu 15 per 100.000 wanita per tahun

(Ferlay et al., 2015).

Berdasarkan data GLOBOCAN (2012) kanker payudara merupakan jenis

kanker paling utama yang diderita wanita Indonesia dengan persentase insiden

Universitas Sumatera Utara


kanker payudara (30,5%) dan kematian (21,5%). Selain itu, berdasarkan Data

Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2013 prevalensi

kanker payudara menempati urutan kedua (0,5%) setelah kanker serviks (0,8%).

Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan wilayah dengan prevalensi kanker payudara

tertinggi yaitu sebesar (2,4%) dan prevalensi di Sumatera Utara sebesar 0,4%

(2.682 jiwa) (Kemenkes, 2015). RSUP H.Adam Malik Medan mencatat dari tahun

2011 sampai 2015 terdapat 1.356 pasien kanker payudara yang telah ditangani

dengan rata-rata 600 kasus baru pertahunnya.

Terdapat beberapa faktor risiko yang turut berperan dalam mencetuskan

dan meningkatkan terjadinya kanker payudara. Beberapa diantaranya yaitu faktor

usia, faktor hormonal endogen dan eksogen, faktor reproduksi, riwayat kanker

pada keluarga, paparan radiasi, obesitas, faktor diet, peningkatan densitas

payudara, serta genetik seperti BRCA1/ BRCA2 (Green, 2016; National Breast

And Ovarian Cancer Center, 2009; Oemiati et al,. 2011). Henderson dan

Fiegelson berpendapat bahwa gen-gen yang terlibat dalam metabolisme hormon

steroid dan transportasinya dapat berperan bersamaan untuk meningkatkan risiko

kanker payudara. Variasi gen-gen ini memungkinkan adanya modifikasi risiko

kanker payudara melalui hubungan antara gen dengan gen atau hubungan antara

gen dengan faktor lingkungan (Henderson & Fiegelson et al,. 2000).

Dalam perkembangannya, vitamin D yang tidak hanya berfungsi sebagai

vitamin saja, vitamin D juga berstatus sebagai hormon dengan efek sistemik yang

luas pada penyakit kanker. Vitamin D dan analognya mampu bertindak sebagai

onkoprotektif melalui berbagai mekanisme kerja seperti: anti-inflamasi, anti-

proliferasi, pro-diferensiasi, menghambat angiogenesis dan metastasis, pro-

Universitas Sumatera Utara


apoptosis, meregulasi ekspresi mRNA dan memodulasi signaling Hedgehog

(Merchan et al,. 2017; Feldman et al,. 2014; Ingraham et al,. 2008; Narvaez et al,.

2014; Voulo et al,. 2012).

Terdapat banyak penelitian kasus-kontrol yang mengaitkan peranan

vitamin D terhadap kanker payudara. Kadar vitamin D pada kelompok sehat

diketahui lebih tinggi (17,83 ng/mL) bila dibandingkan dengan kelompok kasus

(9,13 ng/mL) (Elsoud et al., 2016). Di dalam hasil penelitiannya Imtiaz et al.

menjelaskan bahwa (95,6%) pasien kanker payudara mengalami defisiensi

vitamin D. Selain itu kadar serum vitamin D pada kanker payudara dengan

stadium III (8,49 ng/mL) serta IV (9,86 ng/mL) lebih rendah dibandingkan pasien

dengan stadium I (12,75 ng/mL) (Imtiaz et al., 2012).

Dalam aktivitas kerjanya bentuk aktif dari vitamin D (1α,25-

dihydroxyvitamin D3) dimediasi oleh reseptor vitamin D (RVD). RVD merupakan

anggota dari kelompok hormon steroid dari reseptor nuklear yang dapat bertindak

sebagai faktor transkripsi. Aktivasi RVD oleh ligannya (1α,25-dihydroxyvitamin

D3) menghasilkan heterodimerisasi dengan Reseptor Retinoid X (RXR). Bersama

dengan koaktivator, korepresor dan berbagai protein inti, reseptor kompleks

beserta ligannya ini menginduksi atau merepresi gen target (Pike et al., 2010;

Welsh et al., 2003).

RVD berperan dalam proses pertumbuhan dan diferensiasi sel pada

jaringan normal maupun jaringan kanker payudara. RVD diekspresikan pada sel-

sel epitel, stromal dan sel-sel imun dari glandula mamae. Bahkan RVD juga

ditemukan di nukleus pada beberapa kasus karsinoma infiltrasi, hal ini

Universitas Sumatera Utara


memastikan bahwa ekspresi RVD juga terdapat pada sampel jaringan kanker

payudara. (Ditsch et al., 2012).

Variasi genetik pada RVD berupa polimorfisme mampu mempengaruhi

aktivitas terhadap ligannya (1,25dihydroxyvytamin D) (Alimirah et al., 2011).

Gen RVD memiliki beberapa polimorfisme (Single Nucleotide Polymorphisms

(SNPs)) yang telah diidentifikasi serta diketahui memiliki pengaruh yang berbeda-

beda terhadap peningkatan risiko kanker payudara. Beberapa diantaranya seperti

Fok-1, Cdx2, Bsm1, Taq1, Apa1 dan Poly(A) (Yang et al., 2014; McCullough et

al,.2009).

Fok-1 merupakan polimorfisme RVD pada area start codon di exon 2,

yaitu adanya konversi basa cytosine (C) menjadi timin (T) (ACG > ATG) (Gross

et al.,1996). Pada polimorfisme Fok-1, terdapat 2 potensi lokasi dimulainya

translasi (ATG). Konversi C menjadi T (C > T) berpengaruh terhadap panjang dan

pendeknya produk protein RVD yang dihasilkan. Kehadiran polimorfisme Fok-1

menyebabkan terbentuknya produk protein yang lebih panjang yaitu 427 asam

amino (alel f, untuk nukleotida T). Ketidakhadiran polimorfisme Fok-1

menyebabkan terbentuknya protein RVD yang lebih pendek yaitu 424 asam amino

(alel F, untuk nukleotida C). Hal ini disebabkan karena individu yang memiliki

polimorfisme Fok-1 (alel f, untuk nukleotida T) akan memulai inisiasi translasi

pada start codon yang pertama, sebaliknya apabila tidak ditemukan polimorfisme

Fok-1 (alel F, untuk nukleotida C) akan memulai inisiasi translasi pada posisi

ATG yang kedua (Colombini et al., 2014; Li et al., 2007; Whitfield et al., 2001).

Penting untuk diketahui bahwa perubahan jumlah asam amino pada RVD ini

mempengaruhi fungsinya (Arai et al., 1997), yaitu polimorfisme gen RVD Fok-1

Universitas Sumatera Utara


dengan asam amino yang lebih pendek (424 asam amino) diketahui memiliki sifat

yang lebih aktif dan efisien sebagai faktor transkripsi pada gen target bila

dibandingkan RVD Fok-1 dengan asam amino yang lebih panjang (427 asam

amino) (Uitterlinden et al., 2004; McCullough et al., 2009; Chen et al., 2005).

Penelitian mengenai polimorfisme gen RVD Fok-1 yang dihubungkan

terhadap risiko kanker payudara sudah dilakukan sejak 1999 sampai 2016 di

berbagai populasi dan masih menunjukkan hasil yang berbeda (Curran et al.,

1999; Shaikh et al,. 2016). Banyak penelitian kasus-kontrol dengan jumlah

sampel terbatas hingga besar telah dilakukan pada populasi Eropa maupun

campuran (seperti ras Kaukasian, wanita Amerika Latin, wanita Jerman, Afrika-

Amerika (Hispanic dan non-Hispanic, wanita Spanyol) namun tidak menunjukkan

adanya hubungan yang signifikan antara polimorfisme RVD Fok-1 terhadap

peningkatan risiko kanker payudara (Anderson et al., 2011; McCullough et al.,

2009; Ingles et al., 2000; Guy et al., 2004; Brethorton et al., 2001; Abbas et al.,

2008; John et al., 2007; Engel et al., 2012; Rollison et al., 2012; Fuhrman et al.,

2013). Penelitian meta-analisis yang menghimpun 21 hasil penelitian mengenai

hubungan polimorfisme RVD (Apa1, Taq1, Bsm1 dan Fok-1) terhadap risiko

kanker payudara pada ras Kaucasian oleh Yang et al. dengan jumlah kasus 38,151

wanita yang menderita kanker payudara dan kontrol 47,546 wanita normal

menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan (Yang et al., 2014). Begitu juga pada

populasi Asia (Iran) tidak menunjukkan adanya hubungan tersebut, bahkan pada

kelompok pasien laki-laki dengan kanker payudara (Shahbazi et al., 2013;

Kizildag et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


Namun sebaliknya beberapa penelitian menunjukkan polimorfisme Fok-1

berhubungan erat terhadap peningkatan risiko kanker payudara (Alimirah et al.,

2011; Zhang et al., 2014). Penelitian yang dilakukan pada populasi Kaukasian

dengan jumlah 1234 kasus dan 1676 kontrol menunjukkan bahwa wanita dengan

genotipe ff dapat meningkatkan risiko kanker payudara (OR= 1,34) bila

dibandingkan dengan mereka yang memiliki genotipe FF (Chen et al., 2005).

Senada dengan penelitian Sinnnote et al., (2008) pada populasi orang Kanada

dengan 718 kasus dan 1596 kontrol dan Mckay et al., (2009) pada populasi Eropa

yang tergabung dalam National Cancer Institute Breast and Prostate Cancer

Cohort Consortium dengan jumlah kasus kanker payudara >6300 dan kontrol

8100. Pada populasi campuran (Afrika-Amerika) dengan jumlah sampel 232 dan

control 349 menunjukkan bahwa wanita dengan fenotif ff memiliki risiko terkena

kanker payudara (1,9 kali) dibandingkan pada jenis polimorfisme lainnya (Mishra

et al., 2013). Selain itu hasil penelitian lain yang dilakukan pada wanita Mesir

memperlihatkan bahwa wanita dengan polimorfisme RVD FokI varian genotipe Ff

memiliki peningkatan risiko kanker payudara yang signifikan (Elsoud et al.,

2016).

Variasi genetik pada gen RVD dapat mempengaruhi aktivitasnya terhadap

ligan (1,25dihydroxyvytamin D). Perubahan aktivitas ini dapat mempengaruhi

aktivitas seluler vitamin D salah satunya sebagai anti proliferasi sel (Alimirah et

al., 2011). Proliferasi merupakan salah satu kunci utama untuk mengetahui

progresifitas dari sel tumor (Urruticoechea et al., 2005). Protein Ki-67 merupakan

marker selular untuk proliferasi sel kanker termasuk kanker payudara. Ki-67

merupakan protein nuklear yang diekspresikan pada sel yang berproliferasi selama

Universitas Sumatera Utara


fase G1 menuju fase M pada siklus sel, namun tidak terdeteksi pada sel yang tidak

berproliferasi. Ekspresi Ki-67 di deteksi dengan imunohistokimia dan merupakan

indikator yang terpercaya untuk status proliferasi pada sel kanker (Dowsett et al.,

2011).

Berkaitan dengan peran Vitamin D sebagai anti proliferasi, terdapat

beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara serum vitamin D

terhadap ekspresi Ki-67 pada berbagai jenis penyakit kanker. Ekspresi Ki-67

berkaitan erat dengan pertumbuhan dan invasi dari kanker payudara: positif Ki-67

pada kanker payudara lebih aktif tumbuh, lebih agresif dalam berinvasi dan

bermetastasis. Cheang et al., (2009) mengintegrasikan ekspresi Ki-67 sebagai

sebuah faktor prognosis terhadap tipe molekular dan mereka menunjukkan bahwa

pasien kanker payudara Luminal B yang positif nodus limfa aksila (ER dan/atau

PR positif, HER-2 positif dengan sel positif Ki-67 ≥14%) memiliki 10 tahun free

survival rate berulang yang lebih buruk (64% vs 47%) dan overall survival rate

yang lebih buruk (74% vs 59%) ketika dibandingkan dengan pasien kanker

payudara Luminal B (ER dan/atau PR positif, HER2 negatif, dan ekspresi Ki-67

<14%). Pada kanker payudara setiap penurunan satu unit kadar vitamin D

meningkatkan proliferasi tumor payudara sebanyak 5% dan hal ini mendukung

hipotesis bahwa vitamin D menekan proliferasi dari sel tumor payudara (Clark et

al., 2014). Penelitian eksperimental secara in vivo dan in vitro menggunakan

model tikus MMTV-PyMT yang diperfusi dengan 25(OH)D atau 1,25(OH)2D

eksogen menunjukkan bahwa kedua metabolit ini mampu menghambat proliferasi

sel secara signifikan yang ditunjukkan melalui penurunan ekspresi Ki-67 pada

tumor (Rossdeutscher et al., 2015). Pada pasien kanker kolon, ekspresi Ki-67

Universitas Sumatera Utara


paling sedikit 50% dari seluruh sel, kadar vitamin D rata-rata 6,27ng/mL, namun

sebaliknya pasien dengan ekspresi Ki-67 lebih rendah dari 50% dari seluruh sel,

memiliki kadar vitamin D dua kali lipat 13,42ng/mL (Juniku-Shkolollia et al.,

2015).

Berdasarkan uraian sebelumnya peneliti melihat adanya hubungan antara

polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan kadar vitamin D

plasma terhadap proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara, namun hasil

penelitian- penelitiam sebelumnya masih menunjukkan perbedaan. Penelitian dan

informasi mengenai hal ini di Asia masih sedikit dan di Indonesia belum

diperoleh, oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai

polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok1 dan kaitannya dengan kadar vitamin D

plasma serta proliferasi sel (Ki-67) pada pasien kanker payudara.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalahnya adalah: Apakah

terdapat hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan

kadar vitamin D plasma terhadap proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen

reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan kadar vitamin D plasma terhadap

proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara

Universitas Sumatera Utara


1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik subyek penelitian berdasarkan faktor risiko (usia

terdiagnosa, usia menarche, status menopause, usia menopause, usia

kehamilan pertama, riwayat menyusui, penggunaan kontrasepsi hormonal,

riwayat kanker payudara pada keluarga, Indeks Massa Tubuh) dan

karakteristik subyek penelitian berdasarkan histopatologi dan klinis (Stadium,

grading histologi, dan tipe kanker payudara)

2. Mengetahui distribusi frekuensi polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1

pada penderita kanker payudara

3. Mengetahui distribusi frekuensi dan rerata kadar 25(OH)D pada pendeita

kanker payudara

4. Mengetahui distribusi frekuensi proliferasi sel (Ki-67) pada penderita kanker

payudara

5. Menganalisa hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 terhadap

kadar 25(OH)D pada penderita kanker payudara

6. Menganalisa hubungan kadar 25(OH)D terhadap ekspresi imunohistokimia

Ki-67 pada penderita kanker payudara

7. Menganalisa hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1

(rs2228570) terhadap proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara

1.4. Hipotesis Penelitian

Ha: Ada hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan

kadar vitamin D plasma terhadap proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara

Universitas Sumatera Utara


1.5.Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara polimorfisme gen

RVD Fok-1 terhadap kadar vitamin D dan proliferasi sel Ki-67 pada kanker

payudara

2. Sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai polimorfisme gen RVD Fok-1

terhadap proliferasi sel Ki-67

3. Apabila terbukti adanya hubungan antara polimorfisme gen RVD terhadap

kadar vitamin D dan ekspresi Ki-67 sebagai marker proliferasi sel pada, hal

ini dapat menjadi pertimbangan untuk klinisi agar melakukan pemeriksaan

berkala kadar vitamin D pada pasien kanker payudara.

10

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Payudara

Jaringan payudara pada manusia terdiri dari glandula (sekretori) dan

jaringan adipose (lemak), serta ditopang oleh sebuah rangka untuk payudara

disebut ligament Coopers. Setiap payudara terdiri dari 15 - 20 lobulus yang terdiri

dari 10-100 alveoli dengan diameter 0,12mm. Masing-masing kelenjar

tubuloalveolar memiliki saluran ke puting susu yang disebut duktus laktiferus.

Setiap lobules terdiri dari sel asini yang terdiri dari sel-sel epitel kubus dan sel

mioepitel yang terletak di antara sel epitel dan membrane basalis. Saluran dan

lobules payudara dikelilingi oleh jaringan penghubung yang terdiri dari pembuluh

darah dan pembuluh limfatik, saraf, adipose, dan jaringan ikat yang mensuplai

nutrisi. Sistem aliran darah payudara terutama berasal dari cabang anterior (a

perforantes anterior) dan posterior dari ateri mamari interna (60%) dan cabang

mamari lateral dari arteri torak lateral (30%). Jaringan kelenjar payudara sendiri

dipersarafi oleh saraf simpatik. Aliran limfe dari payudara sekitar 75% menuju ke

aksila dan sisanya menuju ke kelenjar parasternal dan interpektoralis (Hassiotou

& Geddes, 2012). Anatomi payudara normal akan dipaparkan pada Gambar 2.1.

11

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Anatomi payudara manusia (Ali et al., 2002).

2.2. Kanker Payudara

2.2.1. Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang

dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya. Kanker payudara dimulai

ketika sel-sel pada payudara tumbuh dengan tidak terkontrol. Sel-sel tersebut

terkadang membentuk tumor yang dapat dilihat pada sinar-X atau terlihat seperti

gumpalan. Tumor tersebut dikatakan kanker jika sel-selnya dapat tumbuh dengan

menyerang dan mengelilingi jaringan atau menyebar (metastasis) ke berbagai area

di dalam tubuh (American Cancer Society, 2017).

2.2.2. Epidemiologi Kanker Payudara

Permasalahan global mengenai kanker terus berkembang dan meningkat

secara luas akibat penuaan dan pertumbuhan populasi di dunia yang diiringi

12

Universitas Sumatera Utara


dengan perubahan gaya hidup berupa perilaku yang dapat memicu terjadinya

kanker di negara-negara yang sedang berkembang (Jemal et al., 2011).

WHO memiliki sebuah lembaga khusus yang menyediakan informasi

mengenai estimasi sementara terhadap insiden, mortalitas, dan prevalensi dari

berbagai jenis kanker yang menghimpun 184 negara di dunia termasuk Indonesia.

Lembaga yang bernama International Agency for Research of Cancer (IARC)

melaporkan data estimasi tersebut dalam GLOBOCAN.

Berdasarkan GLOBOCAN (2012) kanker payudara merupakan jenis

kanker kedua yang paling banyak diderita oleh wanita diseluruh dunia dengan

estimasi mencapai 1,7 juta kasus kanker baru (25% dari seluruh total kanker). Bila

dibandingkan dengan negara yang sudah lebih maju (794.000 kasus) insiden

kanker payudara lebih banyak ditemui pada negara yang baru dan sedang

berkembang (883.000 kasus). Selain itu pada tahun 2012 kanker payudara

menduduki ranking ke-5 sebagai penyakit penyebab kematian dari seluruh

kematian yang diakibatkan oleh kanker (522.000 kematian) dan bersamaan

dengan itu kanker payudara sekaligus menjadi penyebab kematian paling utama

pada wanita pada negara yang perkembangannya masih rendah (320.000

kematian; 14,3% dari total kematian) (GLOBOCAN, 2012).

Setiap tahunnya The American Cancer Society juga melakukan survei

dalam mengestimasi jumlah kasus kanker baru dan kematian yang akan terjadi di

Amerika Serikat termasuk kanker payudara. Jumlah estimasi kasus baru kanker

payudara pada wanita meningkat sebesar 1% dari tahun 2016-2017 (246.660

menjadi 252.710 wanita) dan kematian yang akan terjai akibat kanker payudara

dari tahun 2016-2017 sebesar 14% (40.450 menjadi 40.610 kematian) (Siegel et

13

Universitas Sumatera Utara


al., 2016; Siegel et al., 2017). Data insiden dan kematian akibat kaner payudara di

kawasan Asia Tenggara dipaparkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Estimasi insiden dan mortalitas kanker payudara di beberapa negara
kawasan Asia Tenggara

Insiden Mortalitas
Negara di Kawasan
Kasus ASR Kasus ASR
Asia Tenggara
107.545 34,8 43.003 14,1
Brunai 83 48,6 18 11,3
Kamboja 1.255 19,3 585 9,3
Indonesia 48.998 40,3 19.750 16,6
Laos 472 19,0 222 9,3
Malaysia 5.410 38,7 2.572 18,9
Myanmar 5.648 22,1 2.792 11,3
Filipina 18.327 47,0 6.621 17,8
Singapore 2.524 65,7 628 15,5
Thailand 13.653 29,3 5.092 11,0
Timor-Leste 108 32,6 52 16,4
Vietnam 11.067 23,0 4.671 9,9
Keterangan : ASR, Age Standardised rate/ 100,000
Sumber: (GLOBOCAN, 2012)

Data lain menyebutkan bahwa kanker payudara menjadi penyebab

kematian terbesar ke-4 pada wanita di kawasan Asia-Pasifik, dan diprediksi

menjadi penyebab kematian yang utama pada beberapa negara Asia seperti

Indonesia (Youlden et al., 2014)

Kanker payudara menempati urutan pertama penyakit kanker yang

ditangani oleh Instalasi Deteksi Dini dan Promosi kesehatan RS Kanker Dharmais

dengan jumlah kasus baru dan kematian yang terus meningkat dari tahun ketahun.

Jumlah kasus baru dan jumlah kematian akibat kanker payudara di RS Kanker

Dharmais dari tahun 2010-2015 dipaparkan pada Tabel 2.2.

14

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Kasus baru dan kematian akibat kanker payudara di RS Kanker
Dharmais Tahun 2010-2015

Jumlah
Jumlah Kasus
Tahun Kematian
Baru (jiwa)
(jiwa)
2010 711 93
2011 769 120
2012 809 150
2013 819 217
2014 1.290 227
2015 1.114 241
Sumber: (Kemenkes, 2016)

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 Kementerian Kesehatan RI melaporkan

angka prevalensi yang cukup tinggi untuk kanker payudara di Indonesia yang

menempati urutan kedua kanker terbanyak dengan prevalensi 0,5%. Prevalensi

tertinggi terdapat pada provinsi DI Yogyakarta sebesar 0,24%. Prevalensi kanker

payudara di Sumatera Utara sebesar 0,04% (Kemenkes, 2015). Data prevalensi

penderita kankermpayudara di berbagai Provinsi di Indonesia dipaparkan pada

Tabel 2.3.

15

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.3. Prevalensi dan estimasi jumlah penderita kanker payudara menurut
provinsi Tahun 2013

Estimasi Jumlah
No Provinsi Prevalensi (%)
Absolut
1 Aceh 0,08 1.869
2 Sumatera Utara 0,04 2.682
3 Sumatera Barat 0,09 2.285
4 Riau 0,03 894
5 Jambi 0,06 977
6 Sumatera selatan 0,02 772
7 Bengkulu 0,08 705
8 Lampung 0,03 1.148
9 Kep Bangka Belitung 0,03 194
10 Kep Riau 0,04 378
11 DKI Jakarta 0,08 3.946
12 Jawa Barat 0,03 6.701
13 Jawa Tengah 0,07 11.511
14 DI Yogyakarta 0,24 4.325
15 Jawa Timur 0,05 9.688
16 Banten 0,04 2.252
17 Bali 0,06 1.233
18 Nusa Tenggara Barat 0,02 479
19 Nusa tenggara Timur 0,05 1.252
20 Kalimantan Barat 0,02 441
21 Kalimantan Tengah 0,01 112
22 Kalimantan Selatan 0,07 1.328
23 Kalimantan Timur 0,1 1.879
24 Sulawesi Utara 0,03 346
25 Sulawesi Tengah 0,03 408
26 Sulawesi Selatan 0,07 2.975
27 Sulawesi Tenggara 0,05 590
28 Gorontalo 0,02 111
29 Sulawesi Barat 0,03 188
30 Maluku 0,02 165
31 Maluku Utara 0,04 218
32 Papua Barat 0,02 80
33 Papua 0,03 466
INDONESIA 0,05 61.682
Sumber: (Kemenkes, 2015)

16

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Faktor Risiko Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan penyakit yang multifaktorial dan kompleks.

Sekitar satu sampai tiga wanita menopause menderita kanker payudara

diakibatkan oleh faktor perilaku hidup yang berubah seperti obesitas pada wanita

menopause, kurangnya aktivitas fisik, menggunakan kombinasi hormon estrogen

dan progestin, konsumsi alkohol dan tidak menyusui. Terdapat beberapa faktor

risiko yang berkaitan dengan paparan hormon terhadap jaringan payudara

sepanjang hidup (menstruasi dini, terlambat menopause, obesitas). Peranan

hormon dalam mempengaruhi peningkatan risiko kanker payudara melalui

peningkatan proliferasi sel, peningkatan kerusakan DNA, dan juga memicu

pertumbuhan sel kanker. Selain itu waktu antara menstruasi dan juga kehamilan

pertama memiliki pengaruh terhadap peningkatan risiko kanker payudara (Tamimi

et al., 2016; Barnard et al., 2015; Abdulkareem, 2013; Dall et al,. 2017). Terdapat

berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan seseorang berisiko beberapa kali

lipat untuk terkena kanker payudara bila dibandingkan dengan individu yang tidak

memiliki faktor tersebut seperti faktor genetik (BRCA1, BRCA2, p53 dan PTEN)

(Turnbull & Rahman, 2008). Beberapa faktor risiko terjadinya kanker payudara

pada wanita dipaparkan pada Tabel 2.4.

17

Universitas Sumatera Utara


Tabel. 2.4. Faktor- faktor Risiko Penyebab Kanker Payudara

No Kategori Faktor Risiko


1. Riwayat keluarga dan - Jenis kelamin (wanita)
Karakteristik Personal - Usia (<65 tahun vs >65– 80 tahun)
- Riwayar Keluarga
- Predisposisi Genetik (mutasi BRCA1 dan
BRCA2)
- Riwayat Kanker Payudara Personal
(awal menderita <40 tahun)
- DCIS dan LCIS
- Benign breast disease
- Densitas Payudara
- Tinggi Badan (lebih tinggi)
- Siklus Menstruasi (usia menstruasi <12
tahun)
- Densitas Mineral Tulang
- Kadar hormon endogen
2. Faktor Reproduksi - Kehamilan
- Fertility Drugs
- Menyusui (tidak pernah menyusui)
- Penggunaan alat Kontrasepsi
- Terapi hormonal
3. Obesitas, Aktivitas - Penambahan berat badan setelah
Fisik dan Diet menopause
- Merokok
- Konsumsi Alkohol
- Konsumsi tinggi lemak
3. Faktor Lingkungan - Paparan radiasi
dan risiko lain - Paparan Diethylstilbestrol (DES)
- Bahan kimia industri, polutan
lingkungan seperti dichlorodiphenyl-
trichloroethane atau DDT)
- Shift Kerja Malam
Sumber: (American Cancer Society, 2017)

Menjadi seorang wanita merupakan faktor paling berisiko untuk menderita

kanker payudara. Meskipun pria dapat menderita kanker payudara, namun sel-sel

payudara wanita selalu berubah dan bertumbuh akibat pengaruh hormon estrogen

dan progesteron. Di negara berkembang 99% penderita kanker payudara adalah

wanita, hanya sekitar 5-15% pria yang menderita kanker payudara. Meskipun

18

Universitas Sumatera Utara


demikian prognosis pada pria jauh lebih buruk dibandingkan wanita (Lakhsmi et

al., 2012).

Usia berpengaruh terhadap peningkatan risiko kanker payudara. Umumnya

ditemukan pada wanita usia menopause dan secara signifikan frekuensinya rendah

pada wanita <45 tahun. Berdasarkan analisa terdapat peningkatan risiko kanker

payudara pada wanita dengan rentang usia 40-59 tahun dan secara drastis

menurun pada wanita 70 tahun atau lebih (Kaminska et al., 2015).

Wanita yang memiliki riwayat kanker payudara pada keluarganya

(terutama keluarga kandung) memiliki peningkatan risiko terjadinya kanker

payudara. Bila dibandingkan wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit pada

keluarganya, wanita yang memiliki satu riwayat kanker payudara pada

keluarganya (first degree relative) memiliki risiko kanker payudara 2 kali lebih

tinggi dan 3- 4 kali lebih berisiko pada wanita yang memiliki lebih dari satu (first

degree relative) (American Cancer Society, 2017).

Perubahan genetik pada gen BRCA1 dan BRCA2 menyebabkan terjadinya

kanker payudara pada sekitar 5%-10% wanita, 5%-20% pada pria, dan 15%-20%

pada familial kanker payudara (Turnbull & Rahman, 2008).

Densitas payudara merupakan indikator mammografi dari sejumlah

glandula dan jaringan penghubung ke jaringan lemak. Bila dibandingkan wanita

yang memiliki densitas payudara 11%-25%, wanita dengan 26%-50% atau lebih

dari 50% memiliki risiko terkena kanker payudara 1,6-2,3 kali lebih tinggi (Harris

et al., 2011).

Gadis yang mestruasi <11 tahun memiliki risiko 20% lebih tinggi bila

dibandingkan dengan yang memulai pada usia 13 tahun. Selain itu, wanita yang

19

Universitas Sumatera Utara


mengalami menopause pada usia 55 tahun atau lebih memiliki risiko 12% lebih

tinggi bila dibandingkan dengan wanita yang manepause pada usia 50 tahun

hingga 54 tahun. Peningkatan ini terjadi dimungkinkan karena lamanya paparan

hormon reproduksi. (Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast

Cancer, 2012; Anderson et al., 2014)

2.2.4. Patofisiologi Kanker Payudara

Umumnya kanker diawali dari perubahan sel-sel normal menjadi sel

kanker yang melibatkan progresi akumulasi genetik dan perubahan epigenetik

gen-gen yang mengontrol pembelahan sel, perlekatan sel, dan apoptosis sel

tersebut. Seiring berjalannya waktu, sel-sel tumor yang baru terbentuk dapat

berubah menjadi kanker diakibatkan adanya perubahan yang bersifat multiple,

yaitu perubahan yang terjadi setidaknya pada onkogen, kehilangan dua atau lebih

gen-gen tumor suppressor dan kehilangan kontrol mekanisme repair DNA pada

sel. Selanjutnya untuk dapat bermetastasis sel-sel kanker memanipulasi molekul

perlekatan dan integrin serta menghancurkan lapisan basal untuk masuk ke dalam

matriks ekstraselular. Selanjutnya sel-sel kanker menskresikan metalloproteinase

dan kolagenase untuk mendegradasi matriks ekstraselular supaya menjadi pintu

masuk sel kanker ke aliran limfa dan pembuluh darah untuk beredar dan

menyebar ke organ lain (Awada et al., 2001). Tahapan klasik tumorgenesis

dijelaskan pada Gambar 2.2.

20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Dua tahapan utama dari mutasi yang dapat mengawali
perkembangan kanker (Kastan et al., 2004).

Selanjutnya pada kanker payudara secara klasik proses tumorgenesis

dijelaskan melalui model multi-step progression yang diawali dengan proses

transformasi sel-sel normal menjasi sel atipik dan karsinoma insitu (step1) dan

dapat berkembang menjadi karsinoma invasif (step2) serta dapat menyebar ke

organ lain/ bermetastasis (step3) (Kenemans et al., 2003; Beckmann et al., 1997).

Multistep terbentuk dan berkembangnya kanker payudara dijelaskan pada Gambar

2.3.

21

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3. Model Multi-Step karsinogenesis pada kanker payudara

(Beckmann et al., 1997)

Gen-gen yang berkontribusi dalam proses karsinogenesis payudara:


a. Onkogen
 ErbB2
Gen ErbB2 (yang juga diiketahui sebagai HER2 atau neu) merupakan

glikoprotein transmembran dengan 185-kDa yang merupakan anggota dari

Epidermal Growth Factor Receptor Superfamily. ErbB2 merupakan reseptor

tirosin kinase. EGFR family pada mamalia terdiri atas empat reseptor (EGFR,

ErbB2, ErbB3 dan ErbB4). ErbB2 merupakan satu-satunya keluarga EGFR yang

tidak memiliki ligan. Hal ini dibuktikan dengan struktur unik domain

ekstraselulernya, yang tidak menguntungkan untuk ligannya. Sejak diketahui

22

Universitas Sumatera Utara


bahwa ErbB2 memiliki domain ekstraselular yang selalu memiliki konformasi

yang terbuka, ErbB2 memungkinkan berikatan dengan semua jenis reseptor

ErbB. Perlekatan ErbB2 dengan reseptor ErbB lainnya menyebabkan peningkatan

potensi signal dimerisasi reseptor sehingga dapat meningkatkan afinitas ligan,

meningkatkan signal molekul lain serta menurunkan laju internalisasi reseptor.

ErbB2 berperan penting dalam perkembangan sel menjadi malignan pada

manusia. Gen ErbB2 teramplifikasi atau overekspresi sekitar 30% pada kanker

payudara manusia dan berbagai kanker lainnya. Overekspresi gen ini

menyebabkan gangguan kontrol normal dari sel yang menyebabkan peningkatan

agresifitas sel tumor. Pasien kanker payudara yang mengalami overekspresi gen

ini memiliki laju survival yang lebih rendah bila dibandingkan dengan . Selain itu

overekspresi ErbB2 meningkatkan metastasis kanker payudara (Tan & Yu, 2013).

 Jalur PI3K/Akt/mTOR

Mekanisme Phosphoinositide 3 kinase (PI3K/Akt) target rampamicyn

(mTOR) berperan dalam mengawali pertumbuhan sel dan proliferasi sel-sel tumor

dan berperan secara signifikan dalam resisten endokrin pada kanker payudara

(Paplomata et al., 2014). PI3K akan berinteraksi dengan domain intraselular dari

Receptor Tyrosine Kinase yang selanjutnya akan diteruskan oleh mTOR

kompleks untuk memaksimalkan aktivitas Akt. Akt merupakan efektor utama dari

jalur ini. Akt bertugas menghambat beberapa protein yang berperan sebagai

inhibitor siklus sel seperti p27 dan p21 serta meningkatkan protein c-Myc &

cyclin D1 yang menyebabkan proliferasi selular. Akt ini juga memperngaruhi

protein anti apoptotik seperti Bcl-2 family sehingga membatasi proses apoptosis

23

Universitas Sumatera Utara


sel. Aktivasi berlebihan dari PI3K/Akt/mTor pathway berkontribusi terhadap

perkembangan dan progresi dari kanker payudara (Samar et al. 2011; Hennessy,

2005). Jalur signaling PI3K/Akt/mTOR digambarkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Jalur PI3K/Akt/mTOR (Paplomata et al., 2014)

 cMYC

cMYC merupakan regulator kunci dari pertumbuhan sel, proliferasi,

metabolism, diferensiasi dan apoptosis sel. Deregulasi cMYC berkontribusi

terhadap pembentukan dan progresi kanker payudara serta berhubungan dengan

outcome yang buruk. Overekspresi cMYC menyebabkan agrisifitas kanker

payudara meningkat (Xu et al., 2010). Berbagai mekanisme deregulasi cMYC

yang terlibat dalam mengakibatkan kehilangan kemampuan tumor supresor serta

aktivasi jalur oncogenic tersaji pada Gambar 2.5.

24

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.5 Keterlibatan cMyc dalam mempengaruhi progresifitas kanker
(Tansey, 2014)

 CCND1( mengkode cyclin D1)

Umumnya penyebab utama yang mendasarnya terjadinya kanker adalah

kehilangan kontrol serta regulasi siklus sel. Siklus sel terdiri dari beberapa fase

yaitu, fase G1 (Growth), fase S (Replikasi DNA), fase G2 (Pertumbuhan dan

persiapan mitosis), fase M (Mitosis). Cyclin-dependent kinases merupakan

keluarga dari protein treonin atau serin kinase yang mengontrol siklus sel. Cyclin

merupakan regulator subunit dari CDK yang berfungsi sebagai checkpoint kinase

yang merupakan protein spesifik pengatur siklus sel. Dalam proses siklus sel

Cyclin akan berikatan dengan Cyclin dependent kinase. Kompleks ini akan

mengawali terjadinya siklus sel dari fase istirahat (G0) menuju fase pertumbuhan

(G1), melalui fase replikasi DNA (S) dan akhirnya menuju fase mitosis (M).

CCND1 yang merupakan oncogene yang mengkode cyclin D1 ditemukan

overekspresi lebih dari 50% pada kanker payudara manusia dan menyebabkan

25

Universitas Sumatera Utara


kanker mamae pada mencit transgenik. Disregulasi dari ekspresi gen cyclin D1

ataupun fungsinya berkontribusi dalam menyebabkan kehilangan fungsi normal

siklus sel dalam tumorigenesis (Velasco-Velazquez et al., 2011;

Mohammadizadeh et al., 2013). Penelitian berpendapat bahwa cyclin D1

mungkin secara langsung menyebabkan maturasi dan diferensiasi dari sel-sel

tumor (Mohammadizadeh et al., 2013). Cyclin–dependent kinase inhibitor (CKI),

merupakan protein yang dapat menghambat aktivitas Cdk dengan cara mengikat

Cdk atau kompleks cyclin- Cdk. Cyclin–dependent kinase inhibitor terdiri dari

dua kelompok protein yaitu INK4 (p15, p16, p18, dan p19) dan CIP/KIP (p21,

p27, p57). Mutasi pada gen-gen ini yang mengawali terjadinya pembentukan

tumor. Siklus sel dan pengaruhnya terhadap kanker digambarkan pada Gambar

2.6.

Gambar 2.6. Siklus sel dan implikasinya terhadap genetik pada kanker
(Eric, 2017)

26

Universitas Sumatera Utara


b. Gen Tumor Supressor
 BRCA1 dan BRCA2

Sebagai tumorsupesor gen BRCA1/ BRCA2 bertindak sebagai faktor yang

memelihara stabilitas genomik, dan DNA repair, serta mengontrol siklus sel,

transkripsi dan berfungsi dalam diferensiasi terminal dari sel epitel payudara.

Mutasi dapat berupa insersi, delesi, frameshift, substitusi basa (Kenemans et al.,

2003). Jika terjadi mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 ini maka DNA yang

rusak tidak bisa diperbaiki, dan menyebabkan risiko terjadinya kanker. Dalam

proses perbaikan kerusakan DNA BRCA1 akan berinteraksi dengan beberapa

protein lain seperti RAD51, RAD50, BRCA2. BRCA1 juga berinteraksi dengan

beberapa cyclin, CDK yang akan mengaktivasi CDK inhibitor. P21WAF1 dan

p53 yang terlibat dalam siklus sel terutama pada fase “check point” (Malumbres

et al., 2001; Celik et al., 2015). Keterlibatan gen BRCA1 dan BRCA2 di dalam

repair DNA dijelaskan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Keterlibatan gen BRCA1 dan BRCA2 di dalam Repair DNA
(Arnold et al., 2017)

27

Universitas Sumatera Utara


 P53

Protein p53 yang dikodekan oleh gen tumorsupresor TP53 merupakan

stress marker pada sel manusia. Mutasi p53 pada kanker payudara berhubungan

dengan agresifitas penyakit dan kegagalan pasien untuk bertahan. Diperkirakan

sekitar 50% kanker payudara terjadi salah satunya akibat mutasi gen p53

(Walerych et al. 2012).

c. Gen Apoptosis

Disregulasi atau kegagalan mekanisme apoptosis pada sel-sel normal dapat

memicu karsinogenesis dengan menciptakan kondisi lingkungan genetik yang

tidak stabil dan mengakumulasi mutasi gen, menyebabkan kegagalan sistem imun

dalam mengeliminasi kerusakan, menyebabkan ketidak patuhan pada check point

di dalam siklus sel untuk menginduksi apoptosis, memfasilitasi faktor

pertumbuhan dan ketahanan sel untuk tetap hidup hingga dapat bertahan untuk

bisa bermetastasis, serta menciptakan sel yang resisten terhadap obat anti kanker

dan radiasi. Pada kanker payudara dilaporkan terjadi overekspresi dari Bcl-2

(protein antiapoptosis) sebanyak 40-80% dan hal ini berhubungan dengan

resistensi kemoterapi (Nahta et al. 2003).

d. Reseptor Steroid

Reseptor estrogen (ERα dan ERβ) merupakan reseptor faktor pertumbuhan

yang digunakan dalam karsinogenesis payudara yang bergantung pada hormon.

Estrogen berperan sebagai inisiator tumor dengan cara merusak DNA secara

langsung dengan menginduksi aktfitas mitosis dari sel-sel yang mengalami

kerusakan DNA, estrogen menyebabkan fenotif malignan (Kenemans et al.,

2003). Reseptor estrogen meregulasi ekspresi gen melalui dua cara estrogen-

28

Universitas Sumatera Utara


dependen dan estrogen-independet yang menyebabkan aktivasi transkripsi seperti

kontrol siklus sel. Proses ini menyebabkan proliferasi sel. Overekspresi dari ERα

lebih banyak ditemukan pada kanker payudara pada stadium awal (Hayashi et al.,

2003; Cullen et al., 2001), sedangkan ERβ lebih sedikit dan dapat ditemukan

pada sel normal maupun jaringan kelenjar mamae yang ganas (Cullen et al.,

2001). Sinyal estrogen terhadap perkembangan kanker dijelaskan pada Gambar

2.8.

Gambar 2.8 Sinyal estrogen terhadap perkembangan kanker


(Zhou et al., 2014)

e. Gen Invasi Dan Molekul Adhesi

Invasi, sel perlekatan dan homing dari sel-sel tumor merupakan tahap

penting dalam proses metastasis dari sel kanker. Beberapa gen-gen yang berperan

dalam proses ini seperti N-CAM, integrin, E-Cadherin, cathepsinD, CD44, NME1

dan metaloprotease (Kenemans et al., 2003).

29

Universitas Sumatera Utara


f. Gen Angiogenesis

Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang

berperan penting dalam pertumbuhan tumor dan seberapa jauh sel kanker

bermetastasis. Penelitian laboratorium menjelaskan bahwa angiogenesis berperan

penting pada perkembangan kanker payudara, invasi dan metastasis.

Angiogenesis mengakibatkan transformasi mamae yang mengalami hiperplasia

menjadi kanker ganas. Hypoxia merupakan kunci utama dalam menginduksi

angiogenesis. Hypoxia-inducible factor (HIF-1 dan HIF-2, subunit α dan β)

berperan dalam meningkatkan progresi jaringan payudara normal menjadi

hyperplasia menjadi ductal carcinoma in situ menjadi invasive ductal carcinoma.

HIF1-α berasosiasi dengan estrogen reseptor dan VEGF (Bos et al., 2001). VEGF

dan PDGF akan menginisiasi sinyal yang menghasilkan beberapa respon selular

seperti: survival, mitogenesis, migrasi, proliferasi dan differensiasi. Aktivitas

VEGF akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular sehingga

menyebabkan perpindahan progenitor endothelial cell dari sumsum tulang ke

sirkulasi perifer (Board et al., 2005). Penelitian menunjukkan overekspresi dari

VEGFR berhubungan secara positif terhadap Her-2 positif dan berhubungan

secara negatif pada ekspresi ER/PR. VEGFR mungkin dapat menjadi biomarker

yang baru pada kanker payudara (Siregar, 2016). Hubungan HIF1α dan VEGF

pada proses angiogenesis dijelaskan pada Gambar 2.9.

30

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.9. Hubungan HIF1-α dan VEGF dalam proses angiogenesis
(Rahimi, 2012)

2.2.5. Tanda dan Gejala Klinis Kanker Payudara

Mengetahui keadaan payudara yang terlihat dan terasa normal merupakan

bagian terpenting dari kesehatan payudara. Mengetahui kanker payudara sejak

dini mampu memberikan kesempatan besar untuk bisa sembuh dan mendapatkan

kesuksesan dalam pengobatan. Gejala kanker payudara yang paling umum adalah

benjolan dan massa baru. Masa yang keras dan tidak menyakitkan serta memiliki

tepi yang tidak beraturan lebih mungkin menjadi kanker, namun begitu kanker

payudara bisa saja lunak atau membulat. Mereka bahkan bisa menjadi sangat

menyakitkan. Gejala lain yang mungkin muncul meliputi:


-
Pembengkakan seluruh atau sebagian payudara (bahkan jika tidak ada

benjolan yang jelas dirasakan


-
Iritasi kulit (terkadang terlihat seperti kulit jeruk)
-
Nyeri payudara atau putting

31

Universitas Sumatera Utara


-
Nipple retraction (memutar ke dalam)
-
Kemerahan, penebalan putting atau kulit payudara
-
Nipple discharge (selain ASI)

Terkadang kanker payudara dapat menyebar ke nodus limfa dibawah

lengan atau disekitar ketiak dan dapat menyebabkan pembengkakan disana,

bahkan sebelum tumor asli di payudara cukup besar untuk dirasakan (American

Cancer Society, 2017).

2.2.6. Tipe Kanker Payudara

Tipe kanker payudara berdasarkan lokasi origin tumor sebagai berikut :

1. Ductal carsinoma in situ

Merupakan kanker preinvasif dimana sel-sel kanker hanya terdapat atau

terbatas di dalam membrane basal duktus. DCIS dikategorikan sebagai grade

rendah, sedang dan tinggi berdasarkan kombinasi antara morfologi sel,

arsitektur dan ada atau tidaknya nekrosis. DCIS yang tinggi memiliki nukleus

pleomorfik, tidak beraturan, kontur inti yang tidak teratur, kromatin kasar,

nukleolus menonjol dan laju mitosis tinggi (Barnes et al., 2012).

2. Lobular carcinoma in situ

Juga disebut lobular neoplasia. Sel terlihat seperti sel kanker yang tumbuh pada

lobus kelenjar payudara namun pertumbuhannya tidak menembus dinding lobulus

3. Invasive (infiltrating) ductal carcinoma

Terminologi invasive ductal carcinoma, no otherwise specified (NOS) (2003)

terlah berubah menjadi invasive carcinoma of no special type (NST) (2012).

Kelompok kanker payudara ini terdiri dari semua tumor tanpa ciri pembeda

32

Universitas Sumatera Utara


spesifik yang menjadi ciri kategori kanker payudara lainnya. Merupakan tipe

yang paling sering, pertumbuhan sel dimulai dari duktus, menembus dinding

duktus dan berkembang hingga ke jaringan lemak dari payudara

4. Invasive (infiltrating) lobular carcinoma

Pertumbuhan sel dimulai dari lobus payudara dan menyebar kebagian

payudara yang lain (Kemenkes RI, 2010). Sel-sel berukuran kecil,

monomorfik dan kurang kohesi, dengan inti bulat atau seperti telur dan

memiliki sitoplasma yang tipis. Lumen intrasitiplasma terdiri dari mucin

(Reed et al., 2015).

Kanker payudara juga dibedakan berdasarkan subtipe molekuler/

oncotype. Dari subtipe ini dapat diketahui prognosis dan juga menentukan rencana

pengobatan (Dai et al. 2015). Klasifikasi kanker payudara berdasarkan subtipe

molekuler sesuai dengan konsensus St Gallen 2013 tersaji pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Klasifikasi kanker payudara berdasarkan subtipe molekuler berdasarkan


konsensus St Gallen 2013

Subtipe Molekuler ER PR Her2 Ki-67


Luminal A + ≥20% - <20%
Luminal B-Like ( Her2-negatif) + <20% _ ≥20%
Luminal B-Like ( Her2-Positif) + Any + Any
Her-2 positif - - + Any
Triple negatif - - - Any
Sumber : (Fulawka et al., 2017)

33

Universitas Sumatera Utara


2.2.7. Klasifikasi Stadium Kanker Payudara

Klasifikasi stadium kanker payudara berdasarkan American Joint Comitte

on Cancer (AJCC) 2017 tersaji pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Klasifikasi TNM berdasarkan AJCC 2017

Kategori T (Tumor)
TX Tumor primer tidak bisa diperiksa
T0 Tumor primer tidak terbukti
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) = ductal carcinoma in situ
Tis ( Paget) Paget’s disease pada puting payudara tidak dihubungkan dengan
karsinoma invasif atau karsinoam insitu (DCIS) yang bersala dari parenkim
payudara. karsinoma pada jaringan parenkim payudara yang dihubungkan dengan
paget disease dikategorikan berdasarkan ukuran dan karakteristik dari parenkim
disease meskipun keberadaan paget disease masih diperhatikan.
T1 Tumor ≤20 mm pada dimensi terbesar
T1mi Tumor ≤1 mm pada dimensi terbesar
T1a Tumor > 1 mm tetapi ≤5 mm pada dimensi terbesar
T1b Tumor > 5 mm tetapi ≤ 10mm pada dimensi terbesar
T1c Tumor > 10 mm tetapi ≤ 20mm pada dimensi terbesar
T2 Tumor > 20 mm tetapi ≤ 50mm pada dimensi terbesar
T3 Tumor > 50 mm pada dimensi terbesar
T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada dan/atau
kulit (Ulserasi atau nodul makroskopis), hanya invasi kedermis tidak termasuk T4
T4a Ekstensi ke dinding dada, invasi atau perlekatan pada otot
pectoralis dan tidak invasi ke struktur dinding dada tidak
dikategorikan sebagai T4.
T4b ulserasi dan/atau satelite nodul makroskopis ipsilateral
dan/atau edema (termasuk peau d’orange) dari kulit yang
tidak ditemukan kriteria untuk karsinoma inflamatory.
T4c Gabungan T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)- kriteria klinis


cNx KGB regional tak dapat dinilai (mis.: sudah diangkat)
cN0 Tak ada metastasis KGB regional (Dengan imaging atau pemeriksaan
klinis)
cN1 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level I dan II yang masih dapat
digerakkan
cN1mi Mikrometastasis ( kira-kira 200sel, >0,2 mm < 2
mm)
cN2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted, atau
KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* jika tidak
terdapat metastasis KGB aksila secara klinis.
cN2a Metastatis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir satu
sama lain (matted ) atau terfiksir pada struktur lain
cN2b Metastasis hanya pada KGB mamaria interna jika tidak
tertdapat metastase pada KGB aksila.
cN3 Metastatis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria interna yang
terdekteksi secara klinis* dan jika terdapat metastasis KGB aksila
secara klinis; atau metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral

34

Universitas Sumatera Utara


dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna
cN3a Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral
cN3b Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB
aksila
cN3c Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)- kriteria patologi


pNx KGB regional tak dapat dinilai (mis.: sudah diangkat)
pN0 Tak ada metastasis KGB regional atau hanya ITCs
pN0 (i+) Hanya ITCs ( kelompok sel malignan yang tidak
lebih besar dari 0,2mm) pada KGB regoinal
pN0 (mol+) terdapat molekul positif denga RT-PCR, ITCs tidak
ditemukan
pN1 Mikrometastasis atau metastasis pada 1-3KGB aksila dan /atau secara
klinis negatif mikrometastase KGB mamaria interna atau
makrometastase dengan biopsi sentinel
pN1mi Mikrometastasis ( kira-kira 200sel, >0,2 mm < 2
mm)
pN1a Metastasis pada1 -3 KGB aksila, paling sedikit 1
metastase lebih besar dari 2mm
pN1b Metastasis KGB mamaria interna dengan sentinel
node biopsy tidak termasuk ITCs
pN1c kombinasi pN1a dan pN1b
pN2 Metastasis pada 4-9 KGB aksila atau positif pada KGB mamaria
interna dengan imaging jika tidak terdapat metastasis KGB aksila
secara klinis.
pN2a metastasis pada 4 -9 KGB aksila paling sedikit 1
deposit tumor lebih besar dari 2mm
N2b Metastasis hanya pada KGB mamaria interna
yang terdekteksi secara klinis dengan atau tanpa
konfirmasi secara mikroskopis, dengan secara
patologi tidak terdapat metastasis KGB aksila secara
klinis.
pN3 Metatstasis pada 10 atau lebih KGB Aksila atau pada KGB
infraklavikula (Aksila level III atau Positif KGb mamaria interna
dengan imaging pada 1 atau lebih positif KGB aksila level I,II atau
lebih dari III KGB aksila dan mikrometastasis dan makrometastasis
dengan sentinel biopsi jika secara klinis tidak ditemukan metastasis
pada KGB mamaria interna ipsilateral atau KGB supraklavikula
ipsilateral.
pN3a Metastasis pada 10 atau lebih KGB aksila (paling sedikit 1
deposit tumor lebih besar dari 2mm)atau metastasis pada
infraklavikula ( KGB aksila level III) a
pN3b pN1a atau pN2a jika ada cN2b( KGB mamaria interna positif
dengan imaging) atau pN2a jika ada pN1b
pN3c Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral

Metastasis Jauh (M)


Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 Tak ada metastasis jauh
cM0(i+) Tidak ada bukti klinis atau radiografi metastasis jauh jika tumor sel
atau deposit sel tidak lebih besar dari 0,2mm yang dideteksi secra
mikroskopis atau dengan teknik molekuler pada sirkulasi darah, sum-
sum tulang atau jaringan nodus non regional pada pasien tanpa gejala
atau tanda dari metastasis

35

Universitas Sumatera Utara


cM1 Terdapat Metastasis jauh yang dideteksi secara klinis dan radiogarfi
pM1 Apapun secara histologi yang membuktikan metastase jauh pada organ, atau

Sumber: (Menen & Thesome, 2018)

Tabel 2.7. Pembagian Stadium Kanker Payudara Berdasarkan AJCC 2017

No Stadium TNM
1 Stadium 0 Tis,N0,M0
2 Stadium IA T1, N0,M0
Stadium IB T0/T1, N1mi,M0
3 Stadium IIA T0/T1,N1,M0 atau T2,N0,M0
Stadium IIB T2,N1,M0 atau T3,N0,M0
4 Stadium IIIA T0-T2,N2,M0 atau T3,N1/N2,M0
Stadium IIIB T4, N0-N2,M0
Stadium IIIC Semua T,N3,M0
5 Stadium IV Semua T,semua N, M1
Sumber: (Menen & Thesome, 2018)

2.2.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Kanker Payudara

Standar Baku Emas kanker payudara yaitu dengan pemeriksaan

histopatologi, dengan ini diketahui jenis histologinya (tipe), subtipenya dan

gradingnya. Namun, terdapat beberapa cara lain yang dapat mengarahkan

diagnosa kepada kanker payudara; mulai dari pemeriksaan fisik yang disertai

dengan analisis riwayat penyakit dan faktor-faktor resiko.

a. Mamografi

Sebuah mammogram merupakan gambaran X-ray dari payudara. Tehnik

ini dapat menemukan masa tumor yang sangat kecil yang sukar/tidak teraba secara

pemeriksaan fisik. Program mamografi berdampak kepada hasil terapi dan

mortalitas serta morbiditas yang semakin rendah. Mamografi pada wanita di usia

50-65 tahun dan wanita usia 35-65 tahun menunjukkan penurunan mortalitas

36

Universitas Sumatera Utara


kanker payudara 70% dan 50% dan terjadi penurunan mortalits 30-40%.

Diagnosis imaging mamografi, mempunyai kriteria tersendiri untuk kecurigaan

kanker payudara, yang dibagi dalam tanda- tanda mayor dan tanda minor.

Ketepatan mamografi saaat ini dapat mencapai 85-95% pada tumor yang

teraba. Pada wanita muda, dibawah 35 tahun tidak dianjurkan oleh karena

kepadatan jaringan payudara sehingga sukar menilai tanda mayor dan minor untuk

keganasan itu (Ramli, 2015; Nounou et al., 2015).

b. Ultrasonografi

Penggunaan ultrasonografi; dapat membedakan lesi padat (solid) atau lesi

kistik atau variasi antara keduanya (campuran). Pada pemeriksaan ultrasonografi

ini sulit membedakan lesi jinak atau ganas, namun dapat membuat kecurigaan

ganas apabila:

1. Bentuk lesi yang irreguler (poly murph) yang kadang disertai gambaran

spekular

2. Ekostruktur tidak homogen

3. Terdapat bayangan (acoustic shadow) dibawah nodul

Sedangkan lesi jinak memberi gambaran :

1. Nodul bisa hipo atau hiper berbentuk bulat atau oval dengan struktur yang

teratur dan homogen,

2. Bayangan hiperehoik dibawah nodul disertai dua kali bayangan hipoehoik

dikedua samping nodul,

3. Jaringan lemak sub kutis masih normal.

37

Universitas Sumatera Utara


Kombinasi mamografi dan ultrasonografi dikatakan dapat meningkatkan

akurasi ketepatan pemeriksaan (Ramli, 2015).

c. MRI (Magnetic Resanance Imaging)

Keterbatasan akurasi mamografi pada pemeriksaan payudara wanita usia

lebih muda yang lebih (padat) dapat diatasi dengan menggunakan MRI. Dengan

MRI ini dapat ditemukan lesi-lesi yang kecil pada payudara yang densitasnya

tinggi (usia muda) (Nounou et al., 2015).

d. Sitologi

 Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)/ Biopsi Jarum Halus.

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sitologi dimana sampel yang

diperiksa diambil dengan aspirasi jarum halus. Yang dinilai dari sitologi ini adalah

sitoplasma dan inti sel. Ketepatan pemeriksaan sitology ini 89-95%. Biopsi jarum

ini dapat pula dilakukan dengan “core needle biopsy“ untuk mengambil spesimen

jaringan.

Apabila pemeriksaan klinis curiga ganas, pemeriksaan mamografi juga

menyatakan adanya keganasan dan cytology juga menyatakan keganasan,maka

nilai ketiga pemeriksaan ini sama dengan gold standard. Jadi apabila Triple

diagnosis positif; berarti terapi dapat dilakukan. Apabila salah satu faktor dalam

triple diagnostik tidak menunjukan keganasan, diagnosa histopatologi perlu

ditegakkan dengan menghunakan (Frozen section) (Ramli, 2015).

38

Universitas Sumatera Utara


e. Imunohistokimia

Imunohistokimia merupakan istilah yang mencakup banyak metode untuk

penentuan konstituen pada jaringan (antigen) dengan menggunakan antigen

spesifik yang dapat divisualisasikan melalui pewarnaan. Secara umum prinsip

kerja untuk mencari antigen dengan tekhnik imunohistokimia terdiri dari dua

tahap yaitu perlekatan antibodi utama ke antigen yang diinginkan, kedua

mendeteksi ikatan antigen antibodi. Ikatan antigen antibody dapat divisualisasikan

dengan menggunakan enzim Horseradish Peroxidase (HRP) dan Alkaline

Phospatase (AP) dan chromogen yang berbeda-beda. Secara garis besar prosedur

pemeriksaannya dilalui dengan tahapan: (1) persiapan slide (fiksasi spesimen dan

proses jaringang) dan tahapan yang harus dilalui adalah (pengambilan antigen,

memblok peroksidase endogen, inkubasi antibodi primer, revealing dan

pewarnaan serta pemasangan serta penyimpanan slide); (2) interpretasi dan

kuantifikasi dari hasil yang diekspresikan. Interpretasi ekspresi imunohistokimia

secara umum bersifat kualitatif dengan subjektifitas yang tinggi. Namun seiring

peningkatan akan kebutuhan hasil IHC dalam menentukan keputusan diagnostik

berdasarkan ada atau tidaknya partikel molekular pada sel yang ingin dijumpai

dikembangkan beberapa macam metode untuk menentukan ekspresi kompartemen

sel dengan imunohistikimia. Salah satunya dengan metode semi-kuantitatif yang

di dasarkan pada score intensitas pewarnaan dengan persentase populasi sel yang

positif terwarnai. Selain itu terdapat metode kuantitatif dengan perkiraan ekspresi

melalui imunostaining Ki-67 (MIB-1) yang menghitung secara sederhana

kuantitas dari sel-sel normal dan sel-sel neoplastik. Metode dengan hasil yang

konsisten dan relevan (de Matos et al., 2010).

39

Universitas Sumatera Utara


2.2.9. Penanganan Kanker Payudara

Prinsip pengobatan kanker payudara terdiri dari :

1. Pembedahan

Pembedahan payudara merupakan tindakan awal yang dilakukan dalam

menangani kanker payudara lokal. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan tanda

tumor jinak maka operasi diselesaikan, namun jika hasil menunjukan tumor ganas

operasi dilanjutkan dengan tindakan bedah kuratif. Terdapat beberapa jenis

pembedahan pada kanker payudara seperti mastektomi (mastektomi radikal

modifikasi, mastektomi radikal klasik, mastektomi dengan teknik onkoplastik,

mastektomi simple, mastektomi subkutan), Breast Conserving Therapy (BCT)

yang merupakan pembedahan dengan mempertahankan bentuk payudara, dengan

atau tanpa dibarengi rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan adalah lumpektomi

disertai diseksi kelenjar getah bening (Nounou et al., 2015); Ganesh et al,. 2010).

2. Radioterapi

Setelah operasi umumnya diikuti dengan pemberian terapi adjuvant untuk

mempercepat proses recovery sekaligus meminimalisir metastasis. Sel-sel kanker

yang tidak dapat diangkat secara keseluruhan dengan pembedahan dapat diatasi

dengan radiasi. Radioterapi merupakan suatu proses yang melibatkan paparan

radiasi tinggi terhadap sel kanker. Umumnya radioterapi dikombinasikan dengan

kemoterapi. Terdapat beberapa efek samping radioterapi seperti rasa tidak

nyaman, kemerahan, panas, berair pada bagian payudara (Nounou et al., 2015;

Sjamsuhidajat et al., 2004; Ganesh et al., 2010).

40

Universitas Sumatera Utara


3. Kemoterapi

Tidak semua penderita kanker payudara membutuhkan kemo, namun ada

situasi yang mengharuskan mereka melakukannya. Kemoterapi dianjurkan

dilakukan saat:

a. Setelah operasi (kemoterapi adjuvant) ; yang bertujuan untuk membunuh sel-

sel kanker yang mungkin bersembunyi atau tidak ditemukan saat operasi

meskipun sudah dites dengan pencitraan. Sebab jika sel-sel ini lepas dan

tumbuh, sel-se akan berkembang pada bagian yubuh yang lain. Kemoterapi

adjuvant dapat menurunkan risiko terjadinya kanker payudara kembali.

b. Sebelum operasi (kemoterapi neoadjuvant): digunakan untuk mengecilkan

masa tumor agar dapat dihilangkan dari tubuh dengan mengurasi bekas

sayatan operasi sekaligus membunuh banyak sel kanker serta member

informasi kepada dokter bagaimana kanker tersebut memberikan respon

terhadap pengobatan.

c. Untuk penderita kanker yang sudah stadium lanjut: bertujuan pengobatan

utama bagi penderita kanker dengan metastasis. Beberapa jenis obat adjuvant

dan neoadjuvan yang digunakan adalah: anthracyclines (doxorubicin,

epirubicin), taxanes (paclitaxel, decotaxel), 5-fluorouracil,

cycliphospophamide, carboplatin) (American Cancer Society, 2018).

Terdapat beberapa biomarker yang dapat digunakan untuk menilai respon

kemoterapi diantaranya kadar Tumor infiltrating Lymphocytes yang tinggi

menandakan respon kemoterapi neoadjuvan yang baik (Siregar, 2017) serta

peningkatan ekspresi caspase 3 secara signifikan sesudah kemoterapi pada pasien

Triple negative (Siregar et al., 2017).

41

Universitas Sumatera Utara


4. Hormonal

Terapi hormonal diberikan setelah pasien diketahui status reseptor

hormonalnya (ER+/-, PR+/-) dan diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi.

Terapi hormon diberikan sebagai adjuvan kepada pasien setelah menopause yang

uji reseptor estrogen positif dan pada pemeriksaan histopatologi ditemukan

kelenjar aksila berisi metastasis. Obat yang dipakai adalah antiestrogen

tamoksifen atau inhibitor aromatase. Terapi hormon dapat digunakan untuk

mengecilkan ukuran tumor dan sangat efisien digunakan pada pasien dengan

locally advance atau metastasis (Sjamsuhidajat et al., 2004; Nounou et al., 2015).

5. Targeting Therapy

Kanker payudara merupakan kelompok penyakit heterogen, targeting

terapy merupakan terapi spesifik terhadap molekul yang terlibat dalam

patogenesis kanker payudara. Molekul-molekul tersebut berperan dalam proses

pertumbuhan sel, migrasi, invasi, metastasis, apoptosis, progresivitas siklus sel

dan angiogenesis. Agen terapetik yang sudah diterima antara lain :

- Trastuzumab & Lapatinib : menghambat HER2

- Bevacizumab : Menghambat VEGF

Agen lain yang sedang dalam uji preklinis dan klinis antara lain:

- Inhibitor EGFR

- Inhibitor EGFR & HER2

- Inhibitor VEGF/VEGFR

- Agen yang berhubungan dengan signaling pathway PI3K/AKT/mTOR

dan RAS/MEK/ERK

42

Universitas Sumatera Utara


- Inhibitor Poly ADP Ribose polimerase
-
Inhibitor matrix metalloprotein (Radha et al., 2011; Mohamed et al.

2013).
-

2.3.Vitamin D

2.3.1. Struktur, Sumber dan Metabolisme Vitamin D

Vitamin D merupakan sebuah prekursor hormon yang hadir dalam dua

bentuk. Ergocalciferol (Vitamin D2) yang berasal dari tumbuhan dan beberapa

jenis ikan dan Cholecalciferol (Vitamin D3) yang disintesis di dalam kulit dengan

bantuan sinar matahari. Manusia dapat memenuhi kebutuhannya terhadap Vitamin

D dengan cara mengkonsumsi berbagai jenis makanan atau berjemur di bawah

sinar matahari (Kulie et al., 2009). Struktur vitamin D2 dan vitamin D3 dijelaskan

pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Struktur Vitamin D2 dan Vitamin D3 (Holick, 2003)

43

Universitas Sumatera Utara


Sintesis fotokemikal dari vitamin D3 (cholecalciferol) terjadi didalam kulit

dimana provitamin D3 (7-dehidrokolesyetol) dikonversi menjadi previtamin D3

(pre-D3) akibat respon terhadap paparan radiasi sinar UV B (dengan panjang

spectrum 290-315 nm) dari cahaya matahari (Holick, 2007). Vitamin D3 diperoleh

dari isomerisasi pre-vitamin D3 di dalam lapisan basal epidermis atau absorbsi

intestinal dari sumber makanan yang mengandung vitamin D secara alami

maupun makanan fortifikasi dan suplemen. Vitamin D2 dan D3 di dalam aliran

darah akan berikatan dengan Vitamin D Binding Protein (DBP) dan

ditransportasikan ke dalam hepar. Vitamin D3 kemudian mengalami 25-

hidroksilasi oleh enzim sitokrom P450 yang terdapat di hepar 25-hidroksilase (25-

Ohase) (CYP2R1, CYP2D11 dan CYP2D25) untuk membentuk 25-

hydroxycholecalciferol (25(OH)D3) atau calcidiol. Calcidiol merupakan bentuk

utama yang bersirkulasi di dalam darah. Selanjutnya 25-hydroxycholecalciferol

(25(OH)D3) akan dibawa oleh DBP menuju ke ginjal. Di dalam ginjal, 25(OH)D3

yang membentuk kompleks dengan DBP akan difiltrasi melalui glomerulus dan di

reabsorbsi di dalam tubulus proximal oleh reseptor Endositik Megalin (LDL

reseptor superfamily). Selanjutnya di dalam tubulus proximal 25(OH)D3

mengalami 1,25-hidroksilasi pada posisi 1α oleh enzim sitokrmo 450 25-

hydroxyvitraminD3-1α-hydroxilase (1 α-Ohase) (CYP27B1). Hasilnya adalah

bentuk aktif secosteroid yaitu 1α,25(OH)2D3 (Kalsitriol) yang memiliki berbagai

efek berbeda pada berbagai target jaringan (Jeon & Shin, 2018; Christakos et al.,

2010).

Di dalam ginjal selain memproduksi 1,25(OH)2D3, juga diproduksi 24,25-

dihydroxyvitaminD3 (24,25(OH2D3) dengan bantuan enzim 24-hydroxilase (24-

44

Universitas Sumatera Utara


Ohase). 24,25(OH)2D3 relatif inaktif bila dibandingkan dengan 25(OH)D3 dan

1,25(OH)2D3. 24-Ohase membatasi jumlah 1,25(OH)2D3 di jaringan target melalui

dua mekanisme yaitu dengan mempercepat laju katabolisme 1α,25(OH)2D3

menjadi 1α.24.25(OH)2D3 (asam calcitroid) dan degradasi 25(OH)D3 yang tersedia

melalui hidroksilasi oleh 25-hydroxyvitamin D 24-hydroxylase (24-Ohase) yang

dikodekan oleh gen CYP24A1 menjadi 24.25(OH)D3 untuk diekskresikan

sehingga mengurangi jumlah 25(OH)D3 yang tersedia untuk proses 1α-

hydroksilasi (Deeb et al., 2007; Bikle, 2014). Metabolisme vitamin D dijelaskan

pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Metabolisme Vitamin D (Jeon & Shin, 2018)

Bentuk aktif Vitamin D (1α,25(OH)2D3) memiliki pengaruh yang sangat

luas sehingga membutuhkan sistem regulasi yang baik. Secara klasik regulasi

hormonal dari metabolisme vitamin D terjadi melalui:

45

Universitas Sumatera Utara


1. Mekanisme negative feedback.

Kalsitriol selain sebagai hormon ternyata mampu melakukan self

regulation dengan cara mempengaruhi transkripsi pada gen target. Enzim yang

menginaktifasi bentuk aktif vitamin D “CYP24A1” merupakan target

transkripsional yang sangat kuat dari kompleks vitamin D-RVD-RXR. Bagian

promoter dari CYP24A1 memiliki dua VDREs pada posisi 150 dan 250-bp bagian

upstream dari posisi awal transkripsi yang menyebabkan induksi kuat terhadap

CYP24A1 oleh Kalsitriol. Selain itu Kalsitriol dapat meningkatkan ekspresi

CYP24A1 dengan menarik histon H4 acetyltransferase dan RNA polymerase II

menuju posisi 50 sampai 70-bp bagian downstream dari gen CYP24A1 manusia.

Selanjutnya Kalsitriol dapat menghambat transkripsi dari CYP27B1 di ginjal

melalui serangkaian mekanisme kompleks yang melibatkan modifikasi epigenetic

pada bagian promoternya (Jeon & Shin, 2018).

2. Regulasi metabolisme vitamin D dipengaruhi oleh dua hormon.

Hormon paratiroid (PTH) dan fibroblast growth factor-23 (FGF-23) yang

keduanya berperan penting dalam mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat.

Kadar kalsium yang rendah menstimulasi yang diekspresikan di permukaan sel-

sel paratiroid menyebabkan sekresi hormon paratiroid. PTH menstimulasi

ekspresi CYP27B1 di ginjal dengan melibatkan mekanisme cAMP-dependent

transcription atau upregulasi dari nuclear orphan receptor NR4A2- dependent

transcription, menyebabkan peningkatan produksi Kalsitriol. Meskipun

peningkatan Kalsitriol dapat meregulasi degradasinya sendiri dengan menginduksi

ekspresi CYP24A1, ternyata PTH dapat mempertahankan kadar Kalsitriol dengan

46

Universitas Sumatera Utara


menginduksi degradasi dari mRNA CYP24A1 melalui aktivasi jalur cAMP-PKA di

ginjal. Hasilnya kadar kalsium yang tinggi oleh induksi Kalsitriol yang

dipertahankan dapat meregulasi secara negatif sekresi dari PTH melalui ikatannya

dengan CaSRs di dalam kelenjar paratiroid sebagai mekanisme feedback negatif.

FGF-23 yang disekresikan oleh osteoblas dan osteosit dalam merespon tingginya

kadar serum fosfat dan kadar Kalsitriol. FGF-23 memfasilitasi ekskresi fosfat

dengan menghambat ekspresi dari sodium-phosphate cotransporter 2 (NPT2)

yang berlokasi di membrane apikal dari tubulus proximal ginjal dengan berikatan

pada FGF receptor-Klotho complexes di membran sel. Selain itu, FGF-23 dapat

mereduksi kadar serum Kalsitriol dengan menghambat ekspresi CYP27B1,

sebaliknya menstimulasi ekspresi CYP24A1 di ginjal (Jeon & Shin, 2018).

Selain di dalam ginjal, produksi 1α,25(OH)2D3 ditemukan pada ≥10 organ

ekstrarenal yang memiliki enzim 1α hydroxylase seperti kolon, sel dendritik, sel

endotel, otak manusia, payudara, sel pancreas, kelenjar paratiroid, plasenta,

prostat dan kulit. Konsekuensinya jaringan ini dapat memproduksi sendiri bentuk

aktif dari Vitamin D yang dapat digunakan untuk proses biologi jaringan tersebut

(Norman, 2008).

Konsentrasi 25(OH)D3 di dalam darah merupakan indikator klinis

ketersediaan dan aksi vitamin D di dalam tubuh, sebaliknya 1α,25(OH)2D3 tidak

begitu baik digunakan sebagai indikator klinis konsentrasi vitamin D dalam tubuh

bila tidak dalam kondisi tertentu yang spesifik (misalnya gagal ginjal dan

gangguan hati, hipoparatiroid dan malabsorbsi) (Voulo et al., 2012). 25(OH)D3

merupakan bentuk vitamin D yang bersirkulasi dengan waktu paruh 2-3 minggu

dibandingkan dengan 1α,25(OH)2D3 yang hanya 4 jam. Konsentrasi 25(OH)D3

47

Universitas Sumatera Utara


dalam sirkulasi 1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan 1α,25(OH)2D3

dikarenakan regulasinya yang dipengaruhi secara ketat oleh PTH, kalsium, dan

fosfat sehingga 1α,25(OH)2D3 tidak merefleksikan ketersediaan vitamin D dalam

tubuh akibatnya tidak ditekomendasikan sebagai materi monitoring status vitamin

D seseorang (Holick et al., 2011). Kategori status vitamin D seseorang disajikan

pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Kadar Vitamin D


Status Vitamin D 25(OH)D dalam (ng/mL)

Defisiensi ≤ 20ng/mL

Insufisiensi 21-29 ng/mL

Sufisiensi ≥ 30 ng/mL

Sumber: (Holick et al. 2011)

2.4. Reseptor Vitamin D

Aksi biologis dari 1,25(OH)2D3 dimediasi oleh RVD yang berada di

dalam inti sel (Norman, 2008). RVD merupakan protein reseptor yang berikatan

dengan bentuk aktif vitamin D secara selektif dan afinitas yang tinggi (Haussler et

al., 2011).

Lokasi gen yang mengkode reseptor vitamin D yaitu 12q13.11; terletak di

disepanjang lengan (q) dari kromosom 12 pada posisi 13.11. Terdiri dari bagian

promoter dan regulator. Gen ini memiliki 9 exon dan 3 intron dengan panjang

kira-kira 75kb. Bagian non coding pada 5”UTR terdiri dari exon 1a,1b dan 1c,

sedangkan exon 2-9 mengkode bagian struktural dari reseptor vitamin D. Exon 2

mengandung 2 coding sequence yaitu kodon inisiasi translasi, dan N terminal dari

DNA binding Zn++ finger module. Exon 3 mengkode second DNA-binding zinc

module. Exon 4-6 berkelompok, exon 4 dan 5 mengkode bagian hinge antara DNA

48

Universitas Sumatera Utara


dengan bagian ikatan steroid pada reseptor, Exon 6 mengkode bagian pertama dari

steroid binding domain. Terakhir exon 7-9 berkelompok mengkode ujung

terminal C dari reseptor vitamin D (Uitterlinden et al., 2004; Miyamoto et al.,

1997).

RVD terbentuk dari 427 asam amino dengan ukuran 50 kDa. Struktur

protein RVD memiliki 3 bagian yakni sebuah N-terminal dual zinc finger DNA

Binding Domain (DBD), sebuah C-terminal Ligand Binding Domain (LBD) dan

wilayah yang tidak berstruktur yang menghubungkan 2 domain penting dari

protein ini secara bersamaan (hinge domain). DBD akan berinteraksi langsung

dengan DNA respon element, sedangkan LBD secara dimer akan berikatan dengan

reseptor retinoid, LBD juga merupakan tempat dimana vitamin D akan berikatan

dan tempat terjadinya proses fosforilisasi. DBD dan LBD akan dihubungkan oleh

hinge domain, hinge domain juga merupakan perluasan carboxy-terminal

extention (CTE) dari DBD yang memiliki peran penting dalam aktivitas

transkripsional (Haussler et al., 2013; Christakos et al., 2016; Pike et al., 2010).

Struktur fungsional reseptor vitamin D digambarkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Struktur Fungsional Reseptor Vitamin D (Orlov et al., 2012;


Haussler et al., 2013)

49

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penelitian dengan mengukur kelimpahan mRNA gen reseptor

vitamin D diketahui bahwa RVD diekspresikan pada berbagai jaringan tersaji pada

Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Ekspresi Reseptor Vitamin D Di Berbagai Jaringan

Jaringan
Adrenal Paru-paru Jantung
Appendix Nodus limfatik Ginjal
Sumsum tulang Ovarium Hepar
Otak Pancreas Payudara
Kolon Prostat Testis
Duodenum Kelenjar saliva Kelenjar tiroid
Endometrium Kulit Kantung urin
Esofagus Usus halus Sel-sel imun (B dan T)
Adiposa Limpa Kantung empedu
Lambung
Sumber :(Fagerberg, et al., 2014; Holick, 2007).

2.4.1. Hubungan Struktur dan Fungsi DNA-Binding Domain pada Reseptor

Vitamin D

Reseptor vitamin D merupakan faktor transkripsi yang sangat bergantung

pada 1,25(OH)2D3 untuk mengontrol ekspresi gen dengan heterodimerisasi

terhadap RXR dan berhubungan khusus dengan VDREs pada gen target. Fungsi

domain dari hVDR (humanVDR) berpengaruh terhadap aksinya yang meliputi

hormonal ligand binding, heterodimerisasi, DNA binding/nuclear localization dan

aktivitas transkripsional. Secara alamiah terdapat 18 point mutation pada hRVD

dimana bila lima dari perubahan genetic ini menyebabkan mutasi nonsense (X)

50

Universitas Sumatera Utara


atau framshift (f) yang menjelaskan adanya stop codon yang premature di dalam

reseptor sehingga menyebabkan RVD yang truncated yang mengurangi kapasitas

perlekatan baik hormon, DNA binding/ heterodimerisasi bahkan mengganggu

stabilitas mRNA (Haussler et al., 1998).

Gambar.2.13 Skematik Asam Amino Reseptor Vitamin D Manusia


Berdasarkan Mutasinya Secara Alami (Haussler et al., 1998)

Dalam hal ini DNA binding domain dari RVD memiliki bentuk yang detail.

DNA binding domain RVD terdiri dari dua zinc finger dan sebuah C-terminal

extension (CTE), dan pada setiap C-terminal terdiri sebuah struktur α-helix. Pada

struktur zinc finger yang pertama mengambil peran dalam membentuk sebuah

dimer 9-cis RXR, di sisi lain juga berperan dalam ikatan dengan VDRE. Pada

struktur zinc finger kedua mengambil peran penting dalam struktur homodimer

RVD dengan bagian downstream dari pasangan RVD yang membentuk jembatan

penghubung dengan DNA binding Domain. T-box dari CTE berperan dalam

perlekatan heterodimerisasi dan heterodimer-VDRE. Unligan RVD dapat

berikatan dengan respon elemen sebagai homodimer dan saat berikatan dengan

ligan RVD akan berheterodimerisasi dengan RXR untuk memainkan peranannya.

Saat 1,25(OH)2D3 mengaktifkan signalingnya maka heterodimer RVD-RXR akan

51

Universitas Sumatera Utara


berikatan pada DR3-type VDRE dan ER9-type VDRE yang secara langsung

menyebabkan transaktivasi gen sekaligus heterodimer RVD-RXR juga dapat

berikatan dengan DR3-liked nVDRE yang secara langsung menyebabkan represi

gen target. Sehingga saat berikatan dengan 1,25(OH)2D3, RVD dapat melakukan

transaktivasi dan transrepresi gen target sesuai dengan motif perlekatan DNA nya.

Sehingga dalam hal ini perubahan/mutasi dari asam amino pada DNA binding

domain dari RVD dapat menurunkan kemampuannya untuk berikatan dengan

VDRE atau nVDRE. Dan pada akhirnya dapat menggangu aktivitas transkripsi

dari RVD dan ligannya pada gen target (Wan et al., 2015).

2.4.2. Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D

Polimorfisme merupakan variasi di dalam sekuensi DNA yang terjadi di

dalam sebuah populasi dengan frekuensi 1% atau lebih. SNPs merupakan contoh

termudah dari polimorfisme yang sering dijumpai pada setiap 1000 pasang basa di

dalam genom manusia dan ditemukan pada area coding pada gen, daerah yang

menjadi perlekatan microRNA yang berperan dalam ekspresi gen/protein.

Meskipun demikian SNPs dapat terjadi pada sekuensi koding, intron, atau wilayah

intergenik (Karki et al., 2015). Reseptor vitamin D telah diketahui memiliki

beberapa jenis SNPs, diantaranya Cdx2, Fok1, Bsm1, Tru9I, EcoRV, ApaI, TaqI,

BgII, poly(A). Bsm1 yang berhubungan erat dengan polimorfisme Apa1, Taq1, dan

polyA. Polimorfisme ini menghasilkan perbedaan wilayah non coding sehingga

tidak merubah struktur dari protein. Selain itu terdapat polimorfisme pada start

codon yaitu Fok-1 yang berpengruh terhadap penambahan panjang atau

52

Universitas Sumatera Utara


pemendekan produk protein dari reseptor vitamin D (McCullough et al., 2009;

Yang et al., 2014; Li et al., 2007).

Gambar 2.14. Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D (Colagar et al., 2015)

Polimorfisme Fok-1 (rs2228570) merupakan polimorfisme yang berlokasi

pada posisi 10 bp bagian upstream area coding 5’ dari exon 2 pada bagian DNA

Binding Domain. Polimorfisme ini menghasilkan posisi inisiasi translasi yang

berbeda pada reseptor vitamin D. Adanya konversi basa cytosine (C) menjadi

timin (T) pada posisi start codon (ACG → ATG) menghasilkan variasi protein

reseptor vitamin D dengan jumlah asam amino yang lebih panjang atau lebih

pendek. Genotipe dari Fok-1 dianalogikan dengan huruf kecil (alel f, untuk

nukleotida T) yang menyatakan kehadiran posisi restriksi dan dengan huruf besar

(alel F, untuk nukleotida C) yang menyatakan ketidakhadiran posisi restriksi dari

polimorfisme Fok-1. Kehadiran polimorfisme Fok-1 (alel f, untuk nukleotida T)

menyebabkan inisiasi terjadi pada sekuens ATG yang pertama maka akan

menghasilkan produk RVD dengan protein yang lebih panjang yaitu 427 asam

53

Universitas Sumatera Utara


amino. Ketidakhadiran polimorfisme Fok-1 (alel F, untuk nukleotida C)

menyebabkan inisiasi translasi akan terjadi pada posisi ATG yang kedua sehingga

menghasilkan protein reseptor vitamin D yang lebih pendek yaitu 424 asam amino

pada bagian NH2 terminus. (Colombini et al., 2014). Dan hanya polimorfisme ini

yang diketahui mampu menghasilkan produk protein RVD yang berbeda

(Whitfield et al. 2001).

Gambar 2.15. Posisi Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1


(Whitfield et al. 2001)

Penting untuk diketahui bahwa protein RVD yang lebih pendek memiliki

peranan sebagai aktivator transkipsional yang lebih efektif bila dibandingkan

dengan varian lainnya pada gen target vitamin D (Arai et al., 1997). Jurutka et al.

mengidentifikasi bahwa varian VDRFF memiliki afinitas yang kuat untuk

berikatan pada faktor transkripsi IIB yang mengindikasikan mekanisme yang

membedakan pengaruh kedua varian terhadap aktivitas percepatan transkripsi

(Jurutka et al., 2000). Letak polimorfisme Fok-1 berbeda dengan polimorfisme

gen reseptor vitamin D lainnya, sehingga merupakan satu-satunya yang diketahui

tidak memiliki linkage disequilibrium (LD) dengan polimorfisme lainnya

(Uitterlinden et al., 2004).

54

Universitas Sumatera Utara


2.5. Aktivitas Biologis Vitamin D

Aktivitas biologi vitamin D terjadi melalui dua jalur yaitu jalur genomik

dan non-genomik. Untuk menimbulkan efek genomik vitamin D akan berikatan

dengan RVD yang terdapat di dalam nukleus sel sedangkan untuk memberikan

efek non-genomik vitamin D akan melakukan mekanismenya melalui caveola

yang terdapat pada membrane sel dan merupakan aksi respon cepat (Voulo et al.,

2012). Aktivitas 1α,25(OH)2D3 di jelaskan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.16 Aktivitas 1α,25(OH)2D3 Memediasi Regulasi Transkripsi


(Deeb et al., 2007)

Aktivitas klasik/genomik dari 1α,25(OH)2D3 dimediasi melalui perlekatan

dengan kompleks RVD dan ligannya 9-cis- reseptor asam retinoid (RXR) yang

akan menempati posisi spesifik pada untai DNA yaitu vitamin D response element

(VDREs). Dalam aktivitasnya terdapat berbagai macam jenis gen yang berespon

terhadap Vitamin D. Proses aktivasi transkripsi yang melibatkan co-aktivator,

coaktivator reseptor steroid (SRCs), nuclear coactivator-62-kDa-Ski-interacting

55

Universitas Sumatera Utara


protein (NcoA62-SKIP) dan histon acetiltransferase (HATs), CREB binding

protein (CBP)-p 300 dan polybromo- dan SWI-2-related gene 1 associated factor

(PBAF- SNF) menyebabkan aktivasi aselitasi histon untuk menekan kromatin.

Selain itu, perlekatan dari vitamin D receptor- interacting protein 205 (DRIP205)

ke fungsi aktivasi 2 (AF2) dari RVD (dan RXR) menarik sebuah mediator

kompleks yang berisi receptor interacting protein (DRIPs) agar menjadi jembatan

penghubung antara kompleks VDR-RXR-NcoA652-SKIP-DRIP205 dengan faktor

transkripsi 2B (TF2B) dan RNA polimerase II (RNA Pol II) untuk menginisiasi

proses transkripsi. Kehadiran dari kompleks multiprotein tersebut memfasilitasi

peningkatan transkripsi gen - gen seperti CDKN1A (yang mengkode cyclin-

dependent kinase inhibitor p21), CYP24A1 (yang mengkode 24-Ohase) dan SPP1

(yang mengkode osteopontin) (Voulo et al., 2012).

Selanjutnya mekanisme represi transkripsi juga melibatkan heterodimer

RVD-XRX yang berasosiasi dengan VDR- interacting receptor (VDIR) dan

berikatan pada E-box-type negative VDREs (nVDREs), diasosiasi oleh HAT co-

activator dan pengambilan co-repressor histon deasetilasi (HDAC). Selanjutnya

faktor transkripsi William Sindrom Transcription Factor (WSTF) meningkatkan

laju represi gen dengan membentuk interaksi multifungsional dengan ATP-

dependent chromatin-remodelling complex (WINAC) dan kromatin (Fujiki et al.

2005). Hal ini mengawali terjadinya represi gen seperti CYP27B1 (yang

mengkodekan 1α-Ohase) dan PTH (yang mengkodekan hormon paratiroid).

Sedangkan, efek non-genomik terjadi dengan cara 1α,25(OH)2D3

berinteraksi dengan caveolae yang terdapat pada permukaan sel yang

mengaktifkan cascade Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK)-extracellular

56

Universitas Sumatera Utara


signal regulated kinase (ERK) 1 dan 2, melalui fosforilasi (P) dan aktivasi Raf

oleh protein kinase C (PKC) oleh adanya influx Ca2+ melalui saluran store-

operated Ca2+ (SOC). Sinyal pada mekanisme non genomik ini sangatlah cepat

karena tidak bergantung pada proses transkripsi ataupun secara tidak langsung

mempengaruhi transkripsi melalui komunikasi silang dengan sinyal interselular

yang lain. Selanjutnya, 1α,25(OH)2D3 akan menstimulasi influx Ca2+ melalui

SOC pada sel-sel otot dengan yang menstimulasi sistem messenger Ca2+ seperti

PKC. PKC yang diaktivasi dapat memfosforilasi RVD. 1α,25(OH)2D3 berikatan

dengan G-protein coupled receptor (GPCRs) yang mengaktivasi jalur

phospolipase Cγ(PLCγ), Ras, phosphatidylinositol 2-kinase (PI3K) dan protein

kinase A (PKA), dan menginduksi signal MAPK-ERK1 dan 2. Aktivasi Raf-

MAPK-ERK mungkin mengambil bagian didalam jalur silang pada jalur klasik

RVD untuk memodulasi ekspresi gen (Deeb et al., 2007)

2.5.1. Peran dan Hubungan Vitamin D terhadap Kanker Payudara

Beberapa dekade terakhir penelitian mengenai Vitamin D menunjukkan

adanya peranan ekstraskeletal baru dari hormon ini yang menunjukkan fungsinya

di dalam pembentukan, peningkatan dan prognosis dari beberapa penyakit kronis

seperti kardiovaskular, diabetes mellitus dan kanker. Beberapa hasil penelitian

mendukung adanya hubungan antara vitamin D dan kanker: (1) kadar vitamin D

yang rendah dalam sirkulasi berhubungan dengan peningkatan risiko dari

perkembangan kanker, (2) intake vitamin D yang tinggi berhubungan dengan

reduksi risiko kanker, (3) agresifitas kanker lebih rendah pada saat musim panas

ketika produksi vitamin D lebih tinggi, (4) polimorfisme dari gen-gen dang

57

Universitas Sumatera Utara


mengkode protein yang dibituhkan dalam jalur signal vitamin D berpengaruh

terhadap peningkatan risiko dari perkembangan kanker. Penelitian klinis, preklinis

maupun penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peranan vitamin D dan

reseptornya sebagai oncoprotektif, meskipun peranan tersebut lemah saat kanker

sudah pada stadium lanjut. Peranan viamin D sebagai oncoprotektif melalui

kerjanya dalam memodulasi inflamasi, proliferasi sel, dferensiasi sel,

angiogenesis, invasi dan metastasis, apoptosis, regulasi ekspresi miRNA dan

memodulasi jalur signaling Hedgehog (Merchan et al., 2016; Feldman et al.,

2014; Ingraham et al., 2008; Narvaez et al., 2014; Voulo et al., 2012). Jalur

signaling 1α,25(OH)2D3 dijelaskan pada Gambar 2.15.

Gambar 2.17. Jalur Target Signaling 1α,25(OH)2D3 Terhadap Kanker


(Deeb et al., 2007)

58

Universitas Sumatera Utara


Peran vitamin D dalam mempengaruhi proses vital dari pembentukan

penyakit kanker yang melibatkan berbagai gen-gen target melalui berbagai jalur,

seperti:

1. Efek Anti Proliferasi

Aktivitas anti proliferasi vitamin D terhadap sel kanker dilakukan dengan

cara meningkatkan ekspresi Cyclin Dependent Kinase (CDK) Inhibitor seperti p21

dan p27, serta menurunkan aktivitas CDK yang menyebabkan terjadinya

deposforilasi protein retinoblas (Rb) dan menghentikan siklus sel pada fase

G0/G1. Selain itu vitamin D juga menghambat signal mitogen oleh faktor

pertumbuhan seperti IGF-1 dengan cara meningkatkan ekspresi dari IGF binding

protein2 (IGFBP3) dan epidermal growth factor (EGF), maupun dengan

meningkatkan ekspresi faktor inhibitor pertumbuhan misalnya Transforming

Growth Factorβ (TGF-β). Vitamin D juga memodulasi jalur kinase intraselular

seperti p38, MAPK, ERK, dan PI3K serta menekan MYC yang bertindak sebagai

proto-oncogen. Selanjutnya vitamin D dan analognya mampu menghambat

tingginya aktivitas telomerase pada sel-sel kanker manusia dengan menurunkan

ekspresi mRNA Telomerase Reserve Transcriptase (TERT). Selain itu induksi

miR-498 oleh vitamin D berakibat pada downregulasi dari mRNA TERT pada

berbagai jenis sel kanker (Feldman et al., 2014).

2. Menstimulasi Diferensiasi Sel

Vitamin D berpotensi merubah fenotipe beberap sel-sel malignan,

meningktkan maturasi dan diferensiasi sel. Beberapa hasil penelitian yang

membuktikan hal tersebut seperti peningkatan marker-marker diferensiasi pada

59

Universitas Sumatera Utara


sel-sel kanker payudara seperti protein adhesi, casein dan droplet lemak. Selain itu

meningkatkan ekspresi prostat-specific antigen (PSA), bone morphogenetic

protein 6 (BMP6) dan E-cadherin paa sel-sel kanker prostat. Viamin D mampu

menginduksi diferensiasi sel-sel myeloid leukemia menjadi monosit dan makrofag

yang merupakan pemeriksaan pertama dari pengaruh vitamin D sebagai anti

kanker. Selain itu menginduksi diferensiasi biomarker sel-sel epitel kolon pada sel

malignan kolon. Kalsitriol meregulasi molekul-molekul yang berimplikasi

didalam cascade pro-diferensiasi seperti JUN N-terminal kinase, β-catenin,

Nuclear Factor-Κβ(NF- κβ) dan PI3K. Kalsitriol juga mengontrol aktivitas faktor

transkripsi seperti CCAAT/ enhancer-binding protein (C/EBP) dan kompleks

protein activator-1 (Merchan et al., 2016).

3. Menginduksi Apoptosis

Vitamin D memiliki peranan dalam menginduksi apoptosis beberapa jenis

sel kanker. Seperti penelitian yang dilakukan pada tikus (Vdr)-null, menunjukkan

adanya perlambatan apoptosis pada epitel mamae dan hal ini sekaligus

menekankan adanya fungsi fisiologis vitamin D terhadap perkembangan normal

kelenjar mamae tikus tersebut. Selain itu vitamin D juga menstimulasi apoptosis

berbagai macam sel kanker melalui mekanisme spesifik meliputi aktivasi

mekanisme atau jalur intrinsik apoptosis melalui supresi gen anti-apoptosis seperti

Bcl-2 dan menstimulas gen pro-apoptosis seperti Bax (Feldman et al., 2014).

60

Universitas Sumatera Utara


4. Efek Anti-inflamasi

Proses inflamasi berkontribusi di dalam pembenukan dan perkembangan

berbagai jenis kanker. Kalsitriol menunjukkan peranannya sebagai anti-inflamasi

melalui beberapa mekanisme. Kalsitriol menghambat sintesis prostaglandin

(dengan cara menekan ekspresi cyclooxygenase 2 (COX2)) dan signaling

prostaglanding (dengan meningkatkan ekspresi enzim katabolic 15-

hydroxyprostaglandin dehydrogenase dan menurunkan ekspresi reseptor

prostaglandin). Kalsitriol juga menekan signalin p38 stress kinase melalui

upregulasi MAPK phosphatase 5 (DUSP10) dan selanjutnya menghambat

produksi sitokin pro-inflamasi. Selain itu vitamin D juga menghambat signaling

NF- κβ (Feldman et al., 2014).

5. Menghambat Invasi Dan Metastasis

Penelitian mengenai vitamin D menyimpulkan bahwa Kalsitriol dapat

meregulasi ekspresi molekul-molekul yang berperan dalam proses metastasis dan

invasi sel-sel tumor. Kalsitriol berpotensi meningkatkan ekspresi tumor-supressor

gen yaitu E-cadherin, yang berkorelasi negatif dengan potensi metastasis. Selain

itu vitamin D juga berperan dalam menekan ekspresi dari molekul-molekul yang

terlibat dalam proses metastasis seperti tenascin C, β4 integrin dan α6 integrin.

Kalsitriol melakukan regulasi negatif terhadap molekul-molekul yang berperan

dalam metastasis lainnya seperti NF- κβ dan STAT3 yang memediasi Epithelial-

mesenchymal transition (EMT) oleh aktivasi gen TWIST dan juga sitokin seperti

IL-6 dan IL-1.Pada sel kanker pankreas analog kalsitriol (MART-10) dan kalsitriol

itu sendiri mengganggu EMT dengan cara menurunkan ekspresi Slug, Snail dan

61

Universitas Sumatera Utara


Vimentin yang secara keseluruhan menyebabkan penurunan migrasi dan invasi

sel-sel tumor. Selain itu kalsitriol juga berpotensi meregulasi sistem aktivasi

Matrix metalloproteinase (MMPS) dan plasminogen dengan cara menekan

aktivitas MMP9 dan meningkatkan inhibisi ekspresi metalloproteinase 1 (TIMP1)

pada jaringan (Merchan et al., 2016).

6. Menghambat Angiogenesis

Vitamin D berperan dalam menghambat angiogenesis dengan cara

menekan ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) melalui represi

transkripsi dari Hypoxia Inducible Factor 1 alpha (HIF1A) dan IL-8 sebagai

pengatur yang bergantung pada NF- κβ. Selain itu peningkatkan ekspresi faktor-

faktor pro-angiogenik seperti HIF1α, VEGF, angiopoietin 1 dan Platelet Derived

Growth Factor (PDGF) pada sel tumor mencit dengan Vdr-null menjelaskan

adanya regulasi molekul-molekul ini oleh kalsitriol-RVD. Selain itu kalsitriol

memiliki aksi langsung sebagai anti proliferasi pada sel-sel endotelial tumor.

Selain itu secara tidak langsung vitamin D menekan COX2 yang menghasilkan

prostaglandin E2 (PGE) yang merupakan penyebab angiogenesis dengan cara

meningkatkan sintesis HIF1α didalam sel kanker (Feldman et al., 2014).

7. Menghambat Sintesis dan Signal Estrogen

Kalsitriol data menghambat sintesis dan aktivitas biologis estrogen yang

merupakan stimulator utama pertumbuhan sel kanker payudara. Kalsitriol

menekan jalur estrogen dengan merepresi ekspesi gen yang mengkode enzim

aromatase (CYP19A1) yang merupakan enzim pengkatalis sintesis estrogen dari

62

Universitas Sumatera Utara


prekursor androgen. Ovarium prinsipnya merupakan tempat penghasil estrogen

yang bersirkulasi pada wanita premenopause. Namun pada manusia terdapat

beberapa jaringan termasuk payudara yang juga dapat menghasilkan estrogen

secara lokal akibat diekspresikannya aromatase. Akibatnya sintesis estrogen

secaara lokal merupakan sumber estrogen yang bersirkulasi pada wanita

menopause. Aromatase ditemukan lebih tinggi pada sel kanker payudara

dibandingkan sel payudara normal. Kalsitriol mampu menurunkan ekspresi

aromatase pada sel kanker payudara manusia (ER+ dan ER-) melalui mekanisme

represi langsung oleh kalsitriol terhadap trnskripsi aromatase melalui promoter II

pada VDREs. Selain itu supresi ekspresi aromatase secara tidak langsung di

pengaruhi oleh penurunan PGE2 oleh kalsitriol. Selain mengakibatkan

downregulasi terhadap hormon estrogen, kalsitriol juga langsung merepresi

transkripsi reseptor Eα pada bagian promoter, sehingga keduanya bekerja untuk

menurunkan stimumalasi proliferasi dari sel kanker payudara (Krishnan et al.,

2010). Peran kalsitriol dalam sintesis estrogen pada sel kanker payudara

dijelaskan pada Gambar 2.16.

Gambar 2.18. Peran Kalsitriol Dalam Sintesis Estrogen Pada Sel Kanker
Payudara (Krishnan et al., 2010)

63

Universitas Sumatera Utara


Peranan vitamin D terlihat sangat besar terhadap pertumbuhan dan

perkembangan sel kanker melalui berbagai mekanisme. Terdapat banyak hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D berhubungan secara

signifikan terhadap peningkatan risiko munculnya sel kanker payudara. Park et al.

melaporkan bahwa pada wanita Korea (populasi Asia) kadar vitamin D pada

kelompok kasus lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dalam hal

ini disimpulkan bahwa vitamin D memberikan efek protektif terhadap

peningkatan risiko kanker payudara (Park et al., 2015).

Palmieri et al. mencoba membandingkan kadar serum vitamin D pada

keseluruhan kelompok kasus, dengan membedakan kelompok stadium awal dan

stadium lanjut dari penyakit kanker payudara. Hasil yang didapatkan adalah kadar

serum pada penerita kanker payudara dengan stadium lanjut lebih rendah bila

dibandingkan pada penderita stadium awal (Palmieri et al., 2006).

Penurunan kadar vitamin D juga terbukti berpengaruh terhadap parameter

klinikopatologi penderita kanker payudara. Kadar vitamin D (<32 ng/mL)

ditemukan pada kelompok kasus dengan progrosis yang buruk, stadium yang

tinggi, positif nodal, dan ukuran tumor yang besar. Hal ini menyimpulkan bahwa

penurunan kadar vitamin D mampu meningkatkan progresifitas kanker payudara

untuk bermetastasis (Thanasitthichai et al., 2015).

2.5.2. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D (Fok-1) Terhadap

Kadar Vitamin D 25(OH)D

Pada kasus kanker payudara belum ditemukan hubungan dan pengaruh

polimorfisme Fok-1 terhadap intake dan kadar vitamin D dalam darah

64

Universitas Sumatera Utara


(McCullough et al., 2009; Abbas et al., 2008; Guy et al., 2004). Namun pada

penyakit TB terdapat hubungan yang signifikan antara polimorfisme Fok-1 dan

kadar 25(OH)D3 dalam darah. Individu yang memiliki kada vitamin D normal

(>20 ng/mL) memiliki genotipe VDRff (Park et al., 2015). Selain itu penelitian

pada pria yang mengalami kanker prostat menunjukkan adanya hubungan antara

varian VDRff dan kadar 25(OH)D3 yang rendah meningkatkan risiko kanker

prostat (Li et al., 2007).

2.5.3. Hubungan Gen Reseptor Vitamin D (Fok-1) Terhadap Kanker

Payudara

Alimirah et al. dalam penelitian in vitro menjelaskan dengan baik

mengenai fungsi polimorfisme Fok-1 terhadap peningkatan risiko terjadinya

kanker payudara pada manusia. Penelitian yang menggunakan kultur sel kanker

payudara manusia (MCF-7) menunjukkan bahwa overekspresi VDRFF

menghasilkan protein RVD dengan 0.4kDA lebih pendek dibandingkan varian

VDRff dan hal ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya. Selain itu

ditemukan adanya perbedaan kemampuan 1,25(OH)D3 dalam menghamat

pertumbuhan sel pada kedua varian yang berbeda. Kemampuan daya hambat

1,25(OH)D3 terhadap pertumbuhan sel pada sel yang mengalami overekspresi

VDRFF lebih besar bila dibandingkan kemampuan menghambat pada varian

VDRff. VDRFF juga efektif menekan signaling yang dimediasi oleh reseptor

estrogen. Diketahui bahwa pertumbuhan kanker payudara pada ER positif

bergantung pada estrogen dan kemampuan 1,25(OH)D3 dalam melakukan

downregulasi ERα. Ekspresi protein ERα paling besar di downregulasi pada

65

Universitas Sumatera Utara


varian VDRFF (62%) bila dibandingkan varian lain. Selain itu overekspresi VDRff

pada kultur sel menunjukkan upegulasi dari beberapa gen-gen pro-inflamasi

(COX-2, IL-8, CCL2) dan juga gen supresor apoptosis BIRC-3/cIAP2

dibandingkan pada varian VDRFF (Alimirah et al., 2011).

2.6. Marker Proliferasi Sel (Ki-67)

2.6.1. Biologi dari Ki-67

Proliferasi sel yang tidak terkontrol merupakan awal atau pertanda adanya

malignansi. Ki-67 merupakan marker dari proliferasi sel dan overekspresi pada

banyak kanker payudara (Santiesteban, et al., 2010).

Ki-67 merupakan antigen yang mulanya diidentifikasi oleh Gerdes et al.

pada awal 1980an dengan menggunakan sebuah tikus antibody monoclonal yang

diberi antigen nuklear dari sel lymphoma Hodgkin. Protein non-histon ini dinamai

sesuai dengan lokasi peneliti, Ki untuk universitas Kiel Jerman, dan 67 yang

menunjukkan nomor klon pada sumur plate ke 86 (Gerdes et al., 1983). Tidak

diekspresikannya Ki-67 pada fase diam sel dan terekspresikannya Ki-67 pada

jaringan yang berproliferasi menjadikannya sebagai marker proliferasi yang

potensial (Van Dierendonck et al.,1989).

Lokus gen utuh dari protein Ki-67 berada pada kromosom 10 lengan q

(10q25). Gen Ki-67 terdiri dari 15 exon dan 14 intron. Pada bagian intron berisi

gandaan yang homolog dari “Alu-repeats”. Exon 13 pada bagian tengah dari gen

ini berisi 16 segmen homolog yang disebut Ki-67 repeats, dan diantara elemen

yang berulang ini terdapat sebuah sekuen dengan 22 asam amino disebut Ki-67

motif. Dua isoform protein Ki-67 yang dihasilkan dari alternatif splicing mRNA

66

Universitas Sumatera Utara


dengan berat molekul 345 dan 395 KDa telah berhasil diidentifikasi. Kedua varian

mRNA ini disebut sebagai tipe panjang dan tipe pendek yang ditentukan oleh

kehadiran atau ketidak hadiran exon 7. Protein tersebut umumnya ditemukan pada

bagian korteks nukleolar dan di dalam komponen padat fibrillar dari nucleolus

selama proses interfase. Selama mitosis protein ini berasosiasi pada bagian tepi

dari kromosom yang dipadatkan (Ntzeros et al., 2015).

Gambar.2.19. mRNA Ki-67 (Ntzeros et al., 2015)

Ekspresi Ki-67 bervariasi pada keseluruhan siklus sel. Penelitian

menunjukkan bahwa kadar Ki-67 rendah selama fase G1 dan pada fase awal S

terjadi peningkatan hingga mencapai puncaknya pada fase mitosis. Penurunan

secara tajam dari ekspresinya dimulai pada fase anaphase dan telofase dan tidak

diekspresikan pada fase G0 (Sobecki et al., 2017). Secara seluler kemunculan dan

lokasi dari protein Ki-67 pada siklus sel tidaklah homogen. Pada tahap awal G1,

protein ini ditemukan umumnya dengan pewarnaan yang lemah dengan ciri-ciri

khusus yaitu protein diekspresikan disepanjang karyoplasma sel. Kemudian

selama fase G1 akhir protein ini semakin memadat di dalam granul perinukleolar

yang luas Selama fase S dan G2, umumnya protein ini ditemukan berasosiasi

dengan area nukleolar didalam foci yang luas maupun dengan beberapa area

heterokromatin. Ketika membrane nucleus membelah saat tahap awal mitosis, Ki-

67 muncul dengan ekspresi yang intens dan berhubungan dengan bagian

67

Universitas Sumatera Utara


permukaan dari kromosom yang memadat di dalam sitoplasma. Dan ekspresinya

secara cepat menghilang pada anaphase dan telofase (Li et al., 2015).

Gambar. 2.20. Ekspresi Ki-67 pada Siklus Sel (Takahashi et al., 2016)

Jaringan payudara sehat dapat mengekspresikan Ki-67 dalam kadar yang

rendah (<3%). Beberapa hasil investigasi menunjukkan bahwa eksprei reseptor

steroid dan antigen Ki-67 dideteksi di dalam kumpulan sel-sel yang berproliferasi

pada epitelium payudara manusia sehat dengan Ki-67 diekspresikan secara khusus

pada sel-sel ER negatif. Sel-sel ER positif tidak berproliferasi pada jaringan

payudara manusia sehat. Terdapat sebuah korelasi antara ekspresi Ki-67 dan

densitas payudara maupun pada lesi pre-kanker (Zhou et al., 2009; Harvey et al.,

2008).

2.6.2. Proliferasi Sel (Ki-67) pada Kanker Payudara

Ekspresi Ki-67 sangat terkait dengan proliferasi dan pertumbuhan sel

tumor, dan secara luas telah digunakan dalam pemeriksaan patologi rutin sebagai

marker proliferasi dan alat diagnosis. Ki-67 merupakan indikator prognostik dan

68

Universitas Sumatera Utara


prediktif untuk penilaian proliferasi sel yang dibiopsi dari pasien kanker (Li et al.,

2015).

Gambar 2.21. Peran Ki-67 Sebagai Target Molekul Dalam Diagnosis


Kanker (Li et al., 2015)

Telah banyak penelitian yang menunjukkan adanya korelasi yang

signifikan antara ekspresi Ki-67 pada sel-sel tumor dan hasil klinis pada analisis

univariat maupun multivariat (Kotzoglou et al., 2013). Ekspresi Ki-67

berhubungan dengan beberapa parameter histopatologi tumor pada penyakit

kanker payudara, namun korelasi yang paling kuat didapatkan apabila

dipasangkan dengan grading tumor payudara (p<0,001). Selain itu eskpresi Ki-67

merupakan parameter prognosis yang independen dari overall survival (OS) (Ki-

67 (26-35%); HR= 1,71; p=0.017; Ki-67 (36-45%; HR= 2.05; p=0.011; Ki-67

(>45%); HR= 2.06; p=0.002) dan disease free survival (DFS) (Ki-67: > 45%;

HR= 1.96; p=0.001) (Inwald et al., 2013).

Selain itu ekspresi Ki-67 berhubungan dengan metastasis yang lebih awal

pada system saraf pusat (Ishihara et al., 2013). Pada Triple Negative Breast

69

Universitas Sumatera Utara


Cancer (TNBC) ekspresi Ki-67 dapat digunakan untuk mengklasifikasikan TNBC

kedalam dua tipe, dengan prognosis yang berbeda (Keam et al., 2011). Ekspresi

gen Ki-67 pada pasien kanker payudara setelah di kemoterapi dengan neoadjuvant

dapat dijadikan prognosis dari penyakit yang berulang dan kematian (Tanei et al.,

2011). Angka prognosis dari ekspresi Ki-67 juga terdapat pada sampel tumor yang

didapatkan melalui fine needle aspirate dengan akurasi yang dapat dibandingkan

dengan keakurasian bila di evaluasi dengan histopatologi (Konofaos et al., 2013).

Apoptosis atau kematian sel yang terprogram merupakan penyemimbang

utama dari pertumbuhan sel menuju proliferasi dan secara konsisten berhubungan

secara positif dengan ekspresi Ki-67 (Lipponen, 1999). Bcl-2 merupakan protein

antiapoptosis diketahui memiliki hubungan yang berlawanan dengan kadar Ki-67

(Bottini et al., 2001), Oncogene p53 secara frekuensi bermutasi atau overekspresi

pada kanker payudara dan kedua perubahan ini menunjukkan laju proliferasi yang

tinggi dan diketahui berdasarkan Ki-67 yang diekspresikan (Pietilainen et al.,

1996). Terdapat hubungan antara Ki-67 dan ekspresi Her2, dan hasilnya

menunjukkan adanya korelasi yang positif (Elkablawy et al., 2016).

Ekspresi Ki-67 ditentukan dengan memeriksa KI-67 labeling index (LI),

menggunakan antibody monoklona MIB-1. Ki-67 labelling index dapat digunakan

setelah jaringan melalalui proses formalin, parafin dan embedding dan setelah

dipanaskan dengan antigen retrival (Awadelkarim et al., 2012).

Sel yang mengekspresikan Ki-67 terlihat berwarna coklat pada inti sel.

Penilaian aktivitas proliferasi Ki-67 dibuat berdasarkan analisis persentase sel

tumor yang terpulas positif dihitung pada minimal 500 sel pada perbesaran 400X.

perhitungan dilakukan pada lima lapangan pandang yang menunjukkan

70

Universitas Sumatera Utara


pewarnaan dengan densitas terpadat (hot spot) menggunakan mikroskop elektrik

dengan perbesaran 400X [HPF: field diameter 0,50 mm, field area 0,274 mm]

(Darmayani et al., 2018). Ekspresi Ki-67 dinilai dalam bentuk aktivitas proliferasi

(indeks) yang diberi skor sebagai berikut:

1. Grade0 (negatif)
2. Grade+/-(1-5%)
3. Grade1+ (6-25%)
4. Grade2+ (26-50%)
5. Grade3+ (≥50%) (Bartos, et al. 2012)

2.6.3. Hubungan Vitamin D terhadap Proliferasi Sel (Ki-67)

Peningkatan kadar vitamin D dapat menekan proliferasi dari sel-sel tumor

payudara. Hal ini dibuktikan oleh Clark et al. yang menjelaskan adanya hubungan

yang berlawanan antara kadar vitamin D dengan ekspresi Ki-67 yaitu setiap

penurunan satu unit kadar vitamin D menyebabkan peningktan odd rasio sebanyak

5% pada sel tumor dengan laju proliferasi tinggi (Ki-67 > 10%) (Clark et al.,

2014).

Selain itu terdapat hubungan antara suplementasi 1,25(OH)D terhadap

penurunan imunoekspresi Ki-67. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien pre-

dan post- suplementasi vitamin D memiliki perbedaan imunoekspresi Ki-67 secara

signifikan yaitu median pre (15,7%) dan median post (10,2%) (Urata et al., 2014).

71

Universitas Sumatera Utara


2.7.Kerangka Teori
Polimorfisme Gen
RVD-Fok-1 pada
Exon II yaitu adanya
7-dehydrocholesterol konversi basa C/T pada
area start kodon (ACG /
UVB + Enzim DHRC-7 ATG)

Vitamin D3 & Vitamin D2


 Mempengaruhi
Enzim 25-hidroksilase kemampuan
25(OH)D transaktivasi reseptor
vitamin D sebagai
faktor transkripsi
Enzim 1α hidroksilase  Varian dengan 427
asam amino kurang
1,25 (OH)2D Reseptor Vitamin D efektif berinteraksi
dengan faktor
transkripsi (TFIIB)
dan memiliki
Mekanisme Genomik aktivitas transkripsi
dan non genomik yang lebih rendah
pada gen target

Regulasi Transkripsi gen  Menginduksi dan


merepresi gen target

Efek Antikanker :
1. Proliferasi
2. Differensiasi
3. Apoptosis Meningkatkan proliferasi
4. Inflamasi sel (Ki-67)
5. Invasi dan metastasis
6. Angiogenesis
7. Sintesis & sinyal estrogen

Gambar 2.22. Skema Kerangka teori

72

Universitas Sumatera Utara


2.8.Kerangka Konsep

Polimorfisme Gen Reseptor


Vitamin D Fok-1

Proliferasi Sel (Ki-67)

Kadar Vitamin D

Keterangan :
: Variabel bebas
: Variabel terikat

Gambar 2.23. Skema Kerangka Konsep

73

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jenis analitik

observasional, yaitu peneliti hanya melakukan observasi atau pengukuran variabel

pada satu saat tertentu (satu kali) (Sastroasmoro et al., 2014).

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

1. Pengambilan data rwkam medic dan wawancara dilakukan di Poliklinik Rawat

Jalan Bedah Onkologi RSUP H.Adam Malik, Medan,

2. Pengambilan sampel darah pasien kanker payudara dilakukan di

Laboratorium Patologi Klinik RSUP H.Adam Malik, Medan.

3. Analisis polimorfisme reseptor vitamin D (Fok-1) yang diawali dengan isolasi

DNA, amplifikasi DNA, digesti enzim restriksi serta pemeriksaan kadar

vitamin D (25(OH)D) plasma dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Pemeriksaan imunohistokimia Ki-67 dilakukan di Laboratorium Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2017 - Agustus 2018 yang

Lama penelitian terhitung mulai dari pengajuan judul, penelusuran kepustakaan,

penyusunan dan pembacaan proposal, pengumpulan dan pengolahan data,

74

Universitas Sumatera Utara


penyusunan dan pembacaan hasil. Pengumpulan sampel penelitian berlangsung

selama 5 bulan terhitung sejak Oktober 2017 – Maret 2018.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

1. Populasi target pada penelitian ini yaitu wanita yang terdiagnosis kanker

payudara di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

2. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah wanita yang berobat ke rawat

jalan di instalasi bedah onkologi dan baru terdiagnosis sebagai kanker

payudara secara histopatologi

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi terjangkau yang

memenuhi kriteria inklusi

3.3.2.1. Kriteria Inklusi

1. Wanita penderita kanker payudara yang baru terdiagnosa secara histopatologi

2. Pasien kanker payudara yang belum mendapatkan kemoterapi

3. Pasien kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani

informed consent

3.3.3. Besar Sampel Penelitian

Besar sampel ditentukan berdasarkan jenis penelitian cross sectional:

Zα2 × P × Q
𝑛=
d2

75

Universitas Sumatera Utara


Zα = tingkat kepercayaan (1,96; CI 95%)
Q = 1-P
d = tingkat kepercayaan absolut yang diinginkan (0,14)
P = proporsi dari penelitian terdahulu
a. Proporsi varian Fok-1 pada penderita kanker payudara
b. Proporsi kadar vitamin D pada penderita kanker payudara
c. Proporsi ekspresi Ki-67 pada penderita kanker payudara

Tabel 3.1. Perhitungan Besar Sampel

Variabel Proporsi Jumlah Sampel


Polimorfisme a. CC (FF) 0.885 45
Fok-1 (Chen et b. CT (Ff) 0.959 49
al. 2005) c. TT (ff) 0.542 28
a. Defisiensi
0.849 43
Kadar (≤ 20ng/mL)
25(OH)D b. Insufisiensi
0.835 43
(Hatse et al. (21-29 ng/mL)
2012) c. Suffisiensi
0.885 45
(≥30ng/mL)
a. Overekspresi
Ekspresi Ki-67 0.942 48
(≥14%)
(Al-Sarraf et al.
b. Ekspresi
2015) 0.936 48
(<14%)

Berdasarkan perhitungan besar sampel dari masing-masing variabel maka

besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 orang.

3.3.4. Metode Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel penelitian menggunakan prinsip non-probability

sampling dengan teknik consecutive sampling yaitu sampel yang memenuhi

kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian hingga jumlah sampel yang

diperlukan terpenuhi.

76

Universitas Sumatera Utara


3.4.Variabel Penelitian

1. Variabel Independen :

a. Gen reseptor vitamin D (varian (FokI)

b. Kadar 25(OH)D plasma

2. Variabel Dependent:

a. Proliferasi sel (Ki-67)

3.5.Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur
1 Usia Usia saat Kuisioner Wawancara 1. ≤ 40 th Ordinal
pasien 2. >40, <50 th
terdiagnosa 3. ≥ 50 th
kanker (Sun et al., 2015)
payudara
2 Usia Usia pasien Kuisioner Wawancara 1. ≤ 13 tahun Ordinal
menarche saat pertama 2. > 13 tahun
kalimendapat (Kamath et al., 2013)
menstruasi
3 Status Pasien masih Kuisioner Wawancara 1. Belum Menopause Nominal
menopause atau tidak 2. Menopause
lagi (Surakasula et al.,
mengalami 2014)
menstruasi
4 Usia Usia pasien Kuisioner Wawancara 1. < 45 tahun Ordinal
Menopause saat terakhir 2. ≥ 45 tahun
menstruasi (Surakasula et al.,
2014)
5 Usia saat Usia pasien Kuisioner Wawancara 1. < 20 tahun Ordinal
kehamilan saat 2. ≥ 20 tahun
pertama mengandung 3. Tidak pernah hamil
anak pertama (Khalis et al., 2018)
6 Riwayat Lamanya Kuisioner Wawancara 1. ≤ 11 bulan Ordinal
menyusui masa 2. ≥ 11 bulan
menyusui 3. Tidak menyusui
dimulai dari (Khalis et al., 2018)
kehamilan
pertama
hingga
terakhir
7 Penggunaan Ada tidaknya Kuisioner Wawancara 1. Ya Nominal
kontrasepsi pasien 2. Tidak
hormonal menggunaka (Surakasula et al.,
n kontrasepsi 2014)
hormonal
8 Riwayat Ada tidaknya Kuisioner Wawancara 1. Ada Nominal

77

Universitas Sumatera Utara


kanker anggota 2. Tidak
payudara pada keluarga (Surakasula et al.,
keluarga dalam satu 2014)
keturunan
yang
menderita
kanker
payudara
9 Indeks Masa Korelasi Timbangan Mengikuti protocol Indeks Masa Ordinal
Tubuh antara berat dan pita pemeriksaan berat Tubuh (kg/m2):
badan dan ukur badan dan tinggi 1. (Severe thinness)
tinggi badan badan <17,0
dengan 2. (Underweight)
menggunaka 17,0- 18,4
n rumus BB 3. (Normal) 18,5- 25
(Kg)/TB 4. (Pre-obese) 25,1-
(cm)2 27
5. (Obese) >27,0
(Damayanti et al.,
2017)
10 Stadium Derajat Penilaian Menilai TNM Stadium: Ordinal
Kanker progresifitas fisik dan berdasarkan AJCC A) Early Breast
Payudara kanker imaging Cancer (EBC)
payudara - Stadium I
- Stadium IIA
- Stadium IIB
B) Locally Advance
Breast Cancer
(LABC)
- Stadium IIIA
- Stadium IIIB
- Stadium IIIC
C) Metastatic Breast
Cancer (MBC)
- Stadium IV
11 Grading Penanda Rekam Mencatat data 1. Grade I Ordinal
Histologi diferensiasi medis pemeriksaan 2. Grade II
sel di dalam histopatologi melalui 3. Grade III
tumor rekam medis (Elston & Ellis, 1991)
12 Tipe Kanker Melihat Rekam Mencatat data Tipe kanker payudara: Ordinal
Payudara polimorfisme medik pemeriksaan 1. Ductal Carcinoma
gen RVD histopatologi melalui In Situ
dengan rekam medis 2. Lobular Carcinoma
tekhnik PCR- In Situ
RFLP pada 3. Invasive Ductal
genom carcinoma
dengan 4. Invasive Lobular
menggunaka Carcinoma
n enzim (Makki, 2015)
pemotong
(restriction
enzyme) Fok-
1
13 Kadar Kadar ELISA-kit Protokol ELISA kit Nilai kadar vitamin Ordinal
Vitamin D 25(OH)D dengan menggunakan D
Vitamin D 25(OH) vitamin D 1. Defisiensi :
dalam Elisa Kit ≤ 20ng/mL
plasma 2. Insufisiensi : 21-

78

Universitas Sumatera Utara


29ng/mL
3. Suffisiensi :
≥ 30 ng/mL
(Holick et al. (2011)
14 Polimorfisme Melihat PCR- Ekspresi polimorfisme Terbentuknya tiga Nominal
gen Fok-1 polimorfisme RFLP gen RVD Fok-1 pada fragmen dengan
(rs2228570) gen RVD PCR-RFLP panjang basa :
dengan 1. Homozigot CC
tekhnik PCR- menghasilkan pita
RFLP pada pada 265bp
genom 2. Heterozigot CT
dengan meghasilkan pita
menggunaka pada 265 bp, 196bp
n enzim dan 69bp
pemotong 3. Homozigot TT
(restriction menghasilkan pita
enzyme) Fok- pada 196bp, dan 69bp
1 (Annamaneni et al.
(2011)
15 Proliferasi sel Penilaian Review Hasil pulasan - Kategori indeks Ordinal
( Ki-67) protein Ki-67 ulang oleh imunohistokimia Ki- proliferasi sel:
yang terpulas dua 67 adalah tampilan 1. Grade0 (negatif)
berwarna observer pulasan warna coklat 2. Grade +/-
coklat (spesialis pada inti sel epitel (1-5%)
dengan patologi yang dinyatakan 3. Grade 1+
pengecatan anatomi) dengan : Negatif : bila (6-25%)
Immuno tidak berhasil 4. Grade 2+
Histo menampilkan warna (26-50%)
Chemistry coklat, dimana saat 5. Grade3+ (≥50%)
Staining proses yang sama (Bartos, et al. 2012)
(IHC) dari kontrol (+)
blok paraffin menampilkan warna - Cut Off Point
specimen coklat dengan 14%
biopsy tumor pewarnan kromogen 1. <14%
primer DAB 2. ≥14%
Positif: bila terlihat
tampilan pulasan (Goldhrisch, et al.,
warna coklat pada inti 2011)
sel epitel tumor
dengan menggunakan
mikroskop cahaya
perbesaran 400x pada
seluruh sel yang
terwarnai dan pada
saat yang sama kontrol
(+) juga menampilkan
warna yang sama

79

Universitas Sumatera Utara


3.6.Metode Penelitian

3.6.1. Alur Penelitian

1. Meminta persetujuan ethical clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

2. Meminta izin pelaksanaan penelitian kepada Direktur Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik untuk dapat melakukan penelitian (Poliklinik

Onkologi, Rawat Inap Bedah Onkologi, Divisi Patologi Klinik, Divisi Patologi

Anatomi, Pelayanan Rekam Medik)

3. Meminta izin penelitian kepada Kepala Laboratorium Terpadu Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian di

Laboratorium Biomolekuler dan Laboratorium Imunologi

4. Menyeleksi dan memita persetujuan pada setiap sampel penelitian yang sesuai

dengan kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian ini di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik.

3.6.2. Isolasi DNA

Alat dan Bahan :

Alat yang digunakan dalam proses isolasi DNA dari darah yaitu:

microcentrifuge tube 1,5mL, Pipet-Lite XLS 100 µl -1000µl, pipette tips 1000µl,

alat centrifuge Biofuge Pico Heraeus, alat Centrifuge 5430 Eppendorf, alat Vortex

V-1 plus Biosan, gunting, tissue, kulkas 4ᵒC dan -20ᵒC.

Bahan yang digunakan dalam proses isolasi DNA dari darah yaitu: 3cc

darah, Kit Isolasi DNA sampel whole blood dari Wizard® Genomic DNA

Purification Kit, Promega, Ethanol 70%, isopropanol.

80

Universitas Sumatera Utara


Prosedur kerja:

1. Dipersiapkan microcentrifuge tube 1,5 mL yang diberi label sesuai nomor

sampel pada bagian tutup tabung

2. Disentrifius darah dalam tabung EDTA dengan kecepatan 3500rpm selama 10

menit, kemudian memisahkan plasma dari bufficoat dan memasukkannya ke

dalam microcentrifuge tube

3. Disimpan tabung berisi plasma kedalam kaltis -80ᵒC

4. Diambil 400 µl bufficoat dengan menggunakan ujung tips biru yang sudah

terpotong dan memasukannya ke dalam microcentrifuge tube 1,5mL yang

baru

5. Ditambahkan 900 µl Cell Lysis Solution kedalam tabung tersebut, kemudian

memvortex tabung hingga tercampur merata ± 20 detik… (A)

6. Diinkubasi campuran di dalam kulkas 4ᵒC selama 10 menit…(B)

7. Disentrifugasi hasil inkubasi selama 3 menit dengan kecepatan 13.000rpm.(C)

8. Dibuang supernatant…(D)

9. Diulangi langkah A s/d D ± 3-5 kali, sampai larutan jernih

10. Selanjutnya pellet yang tersisa divortex sampai terbongkar

11. Ditambahkan 300 µl Nuclei Lysis Solution

12. Dibolak-balikkan tabung sampai cairan viscous

13. Ditambahkan 100 µl Protein Precipitation Solution, selanjutnya memvortex

kembali ±1 menit

14. Disentrifius larutan selama 3 menit dengan kecepatan 13.000 rpm

15. Diambil supernatant dan memindahkannya kedalam microcentrifuge tube

1,5mL yang baru dan telah berisi 300 µl isopropanol

81

Universitas Sumatera Utara


16. Dibolak-balikkan tabung (akan terlihat benang-benang DNA)

17. Disentrifius kembali selama 1 menit dengan kecepatan 13.000rpm

18. Dibuang supernatant dan menyisahkan pellet DNA

19. Selanjutnya Ditambahkan 300 µl Etanol 70% kedalam tabung

20. Disentrifius kembali selama 1 menit dengan kecepatan 13.000 rpm

21. Dibuang supernatant dan menyisahkan pellet DNA

22. Dikeringkan pellet DNA dengn cara meletakkan tabung dalam keadaan

terbalik diatas tissue selama 1 jam

23. Ditambahkan 100 µl DNA Rehydration Solution dan menyimpan DNA pada

4ᵒC selama 1 malam

24. Keesokan harinya DNA disimpan kedalam kulkas -20ᵒC

3.6.3. Amplifikasi Isolat DNA dengan metode PCR (Polymerase Chain

Reaction)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam proses PCR yaitu : microcentrifuge tube 1,5

mL, PCR Tubes with Flat Caps 0,2 mL, Finnpipette Thermoscientific 5-50µl,

Pipet-Lite XLS 0.5-10µl, 10-100µl, 100-1000µl, pipette tips 1000µl, 20-200 µl,

0.5-10 µl, alat PCR Applied Biosystems Veriti 96 well Thermal Cycler,

multichannel reagent reservoirs, PCR plate cooler.

Bahan yang digunakan dalam proses PCR yaitu: DNA, Go Taq® Green

Master Mix (Promega,USA), nucleus free water, TE Buffer, Primer Fok-1 by

Integrated DNA Technologies:

82

Universitas Sumatera Utara


Sequence Fok-1 F 5’-AGC TGG CCC TGG CAC TGA CTC TGC TCT-3’;

Sequence Fok-1 R 5’-ATG GAA ACA CCT TGC TTC TTC TCC CTC- 3’

(Annamaneni et al. 2011)).

Prosedur Kerja:

1. Tabung PCR disusun dan dilabel sebanyak jumlah sampel pada PCR plate

cooler yang sebelumnya sudah dimasukkan kedalam freezer.

2. Dibuat mix solution untuk reaksi PCR yang volumenya disesuaikan dengan

banyaknya sampel yang akan diperiksa. Mix solution terdiri dari 1 µl Primer

Reverse dan 1 µl Primer Forward dengan konsentrasi masing masing 10 µM,

Go Taq® Green Master Mix yang berisi reaction buffer pH 8,5, masing-

masing 400 µM dATP, dGTP, dCTP, dTPP, 3mM MgCl2, Taq DNA

polymerase dan loading dye (Promega, USA) serta Nuclease Free Water.

Adapun perhitungan untuk total volume mix solution setiap sampel DNA

sebagai berikut:

a. GoTaq mastermix 12,5 µl


b. Nucleus free water 8,5 µl
c. Primer Reverse 1 µl
d. Primer Forward 1 µl +
Mix Solution 23 µl
3. Didistribusikan 23 µl mix solution kedalam masing-masing tabung PCR dan

Ditambahkan sebanyak 2 µl DNA dari sampel yang ada.

a. Mix Solution 23 µl
b. DNA masing-masing sampel 2 µl +
c. Volume total per tabung PCR 25 µl

Disediakan satu tabung PCR sebagai kontrol negatif yang hanya berisi mix
solution tanpa ditambah DNA

83

Universitas Sumatera Utara


4. Diletakkan tabung PCR ke dalam Thermal Cycler dan mengatur program

untuk dijalankan PCR berdasarkan (Annamaneni, et al., 2011) :

Initial
94ºC 5 menit
Denaturation
Denaturation 94ºC 45 detik 35
Anneling 60ºC 45 detik siklus
Extension 72ºC 45 detik
Final extension 72ºC 5 menit

5. Dielektroforesis hasil amplifikasi (PCR) menggunakan agar 2% dan diperoleh

pita DNA pada 265bp.

3.6.4. Visualisasi Hasil PCR dengan Elektroforesa Gel Agarosa

Alat dan Bahan:

Alat yang digunakan dalam proses ini yaitu: timbangan digital, gelas ukur,

microwave, Alumunium foil, Gel Casting Tray, Gel Comb, Gel Documentation,

Power Supply (Bio Rad), alat Elektroforesis, Pipet-Lite XLS 0.5-10µl, pipette tips

0.5-10 µl.

Bahan yang digunakan dalam proses ini yaitu: Produk PCR, Agarose-

Molecular Biology Grade (Invitrogen by life technologies), Aquadest, 50X TAE

Buffer (Bio Rad), Ethidium Bromida, DNA Leader 100bp.

Prosedur Kerja:

1. Dibuat larutan TAE Buffer 1X sebanyak 1000mL. TAE Buffer yang tersedia

adalah TAE 50X. Untuk membuat TAE 1X membutuhkan campuran sebanyak

20mL TAE 50X ditambah 980mL aquadest.

2. Diatur posisi gel casting tray dan well comb dengan tepat.

84

Universitas Sumatera Utara


3. Dibuat agarose 2% Untuk kapasitas casting tray 130 mL diperlukan campuran

2,6gr agarose ditambah TAE Buffer 1X hingga 130mL.

4. Dipanaskan larutan menggunakan microwave hingga larutan mendidih dan

larutan terlihat bening serta tidak terlihat gelembung udara.

5. Didinginkan agarose hingga ±60ᵒC.

6. Ditambahkan 1µL Ethidium Bromida kedalam larutan agarose

7. Dituangkan agarose kedalam casting tray secara perlahan agar tidak

membentuk gelembung udara pada agarose

8. Diangkat well comb setelah agarose memadat, sehingga terbentuk sumur

untuk meletakkan produk PCR.

9. Diletakkan gel di dalam tank elektroforesis dengan benar, serta menambahkan

TAE Buffer 1X hingga agarose terendam seluruhnya.

10. Dimasukkan 5 µL DNA Ladder kedalam sumur pertama, kemudian

dimasukkan 7 µL kontrol negatif pada sumur kedua, dan memasukkan 7 µL

masing-masing produk PCR kedalam sumur selanjutnya.

11. Alat elektroforesis dinyalakan dan diatur waktu selama 60 menit serta

tegangan sebesar 80 Volt, kemudian “Run”

12. Setelah waktunya selesai selanjutnya alat elektroforesis dimatikan “Stop Run”

dan agarrose dikeluarkan serta dimasukkan kedalam alat Gel Documentation

(UV reader, Uvitec), dan diperoleh visualisasi pita DNA pada 265bp.

3.6.5. Digesti Amplifikat DNA dengan Enzim Restriksi

Alat yang digunakan dalam proses PCR-RFLP yaitu : microcentrifuge

tube 1,5 mL, PCR Tubes with Flat Caps 0,2 mL, Finnpipette Thermoscientific 5-

85

Universitas Sumatera Utara


50µl, Pipet-Lite XLS 0.5-10µl, 10-100µl, 100-1000µl, pipette tips 1000µl, 20-

200 µl, 0.5-10 µl, multichannel reagent reservoirs, PCR plate cooler, styrofom,

water bath.

Bahan yang digunakan dalam proses PCR-RFLP yaitu: DNA Produk PCR,

Enzim restriksi FastDigest Fok-1 (Thermo Scientific)

Prosedur Kerja:

Untuk melihat adanya polimorfisme pada produk PCR maka dilakukan tahap

selanjutnya yaitu: RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dengan

menggunakan enzim restriksi endonuklease dan produk PCR yang sudah

diperoleh dari tahap sebelumnya. Sekuensi yang dikenali oleh enzim ini sebagai

restriction site adalah:

1. Dibuat campuran reaksi RFLP untuk setiap tabung sampel yang volumenya

disesuaikan dengan banyaknya sampel yang akan diperiksa sebagai berikut:

a. FD Buffer 1µL
b. Enzim FastDigest Fok-1 0,5 µL
c. N.F water 3,5 µL+
Total campuran reaksi RFLP 5 µL

2. Tabung PCR disusun dan dilabel sebanyak jumlah sampel pada PCR plate
cooler yang sebelumnya sudah dimasukkan kedalam freezer
3. Dimasukkan seluruh campuran ke dalam satu buah microcentrifuge tube 1,5
mL kemudian divortex dan disentrifuse ±30 detik

86

Universitas Sumatera Utara


4. Didistribusikan sebanyak 5 µL campuran reaksi RFLP kedalam masing
masing tabung PCR serta ditambahkan 5 µL produk PCR dari masing masing
sampel kedalamnya.
a. Campuran reaksi RFLP 5 µL
b. Produk PCR 5 µL+
Total volume untuk RFLP 10 µL

5. Disusun tabung campuran reaksi RFLP tersebut ke Styrofoam dan diinkubasi


di dalam water bath dengan suhu 37ᵒC selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan
elektroforesis untuk memvisualisasikan hasil RFLP.

3.6.6. Visualisasi Hasil RFLP dengan Elektroforesa Gel Agarosa

Alat dan Bahan:

Alat yang digunakan dalam proses ini yaitu: timbangan digital, gelas ukur,

microwave, Alumunium foil, Gel Casting Tray, Gel Comb, Gel Documentation,

Power Supply (Bio Rad), alat Elektroforesis, Pipet-Lite XLS 0.5-10µl, pipette tips

0.5-10 µl.

Bahan yang digunakan dalam proses ini yaitu: Produk PCR, Agarose-

Molecular Biology Grade (Invitrogen by life technologies), Aquadest, 50X TAE

Buffer (Bio Rad), Ethidium Bromida, DNA Leader 25bp, loading dye.

Prosedur Kerja:

1. Dibuat larutan TAE Buffer 1X sebanyak 1000mL. TAE Buffer yang tersedia

adalah TAE 50X. Untuk membuat TAE 1X membutuhkan campuran sebanyak

20mL TAE 50X ditambah 980mL aquadest. (Membuat TAE Buffer 1X

disesuaikan dengan banyaknya volume yang dibutuhkan)

2. Diatur posisi gel casting tray dan well comb dengan tepat.

87

Universitas Sumatera Utara


3. Dibuat agarose 4%. Untuk kapasitas casting tray 120 mL diperlukan campuran

4,8gr agarose ditambah TAE Buffer 1X hingga 120mL.

4. Dipanaskan larutan menggunakan microwave hingga larutan mendidih dan

larutan terlihat bening serta tidak terlihat gelembung udara.

5. Segera ditambahkan 1,5µL Ethidium Bromida kedalam larutan agarose

6. Sesegera mungkin dituangkan agarose kedalam casting tray secara perlahan

agar tidak membentuk gelembung udara pada agarose

7. Diangkat well comb setelah agarose memadat, sehingga terbentuk sumur

untuk meletakkan produk RFLP.

8. Diletakkan gel di dalam tank elektroforesis dengan benar, serta ditambahkan

TAE Buffer 1X hingga agarose terendam seluruhnya.

9. Dimasukkan seluruh produk RFLP-PCR ke dalam masing-masing sumur

dengan urutan sebagai berikut :

10. Comb pertama : Marker DNA (5 µL DNA Ladder + loading dye 2 µL)

11. Comb kedua : 5 µL Uncut (produk PCR tanpa enzim restriksi Fok-1)

12. Comb ketiga : 10 µL Produk RFLP-PCR sampel 1, dan seterusnya hingga

seluruh sampel

13. Dinyalakan alat elektroforesis dan mengatur waktu selama 70 menit serta

tegangan sebesar 100 Volt, kemudian “Run”

14. Setelah waktunya selesai selanjutnya mematikan alat elektroforesis “Stop

Run” dan mengeluarkan agarrose serta dimasukkan kedalam alat Gel

Documentation (UV reader, Uvitec), dan diperoleh visualisasi pita DNA

homozigot CC akan menghasilkan 1 pita berukuran 265 bp, homozigot TT

88

Universitas Sumatera Utara


akan menghasilkan 2 pita (196 bp dan 69 bp), sedangkan untuk heterozigot TC

menghasilkan 3 pita ( 265 bp, 196 bp, 69 bp).

3.6.7. Pemeriksaan Kadar Vitamin D Plasma 25(OH)D

Alat dan Bahan :

Alat yang digunakan dalam prosedur Elisa yaitu: gelas kaca/tabung kaca,

multichannel pipette, sentrifuge, vortex, microcentrifuge tube 1,5mL, Pipet-Lite

XLS 10-100µl, 100-1000µl, pipette tips 1000µl, 20-200 µl, alat centrifuge Biofuge

Pico Heraeus, alat Vortex V-1 plus Biosan, multichannel reagent reservoirs,

microplate reader.

Bahan yang digunakan dalam prosedur Elisa yaitu: Human 25-

Hydroxyvitamin D (25(OH)D) (DBC, USA) yang terdiri dari (Anti-25(OD)D

Antibody Coated Break-Apart Well MIcroplate; 25(OH)D-Biotin Conjugate

Concentrate; Streptavidin-HRP Conjugate Concentrate; 25(OH)D Calibrators;

Control; Incubation Buffer; Assay Buffer; Wash Buffer Concentrate; TMB

Substrate; Stoping Solution), Aquabidest steril, 2cc sampel darah .

Prosedur Kerja:

A) Persiapan sampel

Sampel yang digunakan adalah darah vena pasien baru kanker payudara

sebanyak 3cc. Sampel darah yang sebelumnya telah didapatkan kemudian

disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500rpm untuk memisahkan

plasma dari sel-sel darah. Plasma yang telah terpisah kemudian diambil dan

dimasukkan kedalam microcentrifuge tube 1,5mL dan disimpan di dalam Kaltis

89

Universitas Sumatera Utara


dengan suhu -80ᵒC untuk digunakan dalam pemeriksaan kadar vitamin D plasma

menggunakan metode ELISA.

B) Pemeriksaan kadar Vitamin D

Pemeriksaan kadar 25(OH)D menggunakan metode ELISA. Hasil

pemeriksaan dalam satuan ng/mL. Defisiensi vitamin D dinyatakan bila kadar

25(OH)D serum ≤ 20ng/mL; Insufisiensi 20-29 ng/mL ; dan Optimal ≥30ng/mL

(Holick et al. 2011).

1. Dimasukkan 25 µL larutan kalibrator, kontrol (Low dan High) dan sampel

plasma yang akan diperiksa kedalam sumur (well) menggunakan mikropipet

ujung tips kuning, dan selalu mengganti mikropipet dengan yang baru untuk

setiap sampel yang digunakan.

2. Dimasukkan 150 µL larutan Incubation Buffer kedalam masing –masing well

menggunakan multichannel pipette, kemudian tepuk atau ketuk microplate

dengan perlahan selama 10 detik untuk mencampurkan isi di dalam well.

3. Ditutup semua dengan microplate dark lid dan dilapisi dengan aluminium foil

dan diinkubasi selama 60 menit diruang gelap pada suhu ruang (tanpa

shaking).

4. Selama inkubasi berjalan, disiapkan wash solution 10X untuk 96 sumur

(30mL Wash Buffer + 270 mL Aquabidest steril).

5. Selama inkubasi disiapkan larutan konjugat untuk 96 well (12,3 mL Assay

Buffer + 123µL 25(OH)D-Biotin Conjugate Concentrate + 123µL

Streptavidin-HRP Conjugate Concentrate) lalu diletakkan dalam gelas/tabung

90

Universitas Sumatera Utara


kaca yang bertutup rapat kemudian divortex untuk homogenisasi dan disimpan

pada tempat yang gelap.

6. Microplate dicuci dengan menggunakan alat automatic strip washer yang

telah dialiri larutan pencuci (Wash Buffer). Setiap sumur dicuci dengan Wash

Buffer sebanyak 300µL untuk 3 kali pencucian.

7. Ditambahkan 150µL Working Conjugate Solution yang telah dipersiapkan

sebelumnya ke dalam setiap well menggunakan multichannel pipette,

kemudian tepuk atau ketuk microplate secara perlahan dengan tangan selama

10 detik untuk mencampurkan larutan didalam setiap well.

8. Ditutup microplate dengan microplate dark lid dan dilapisi dengan aluminium

foil kemudian diinkubasi selama 30 menit diruang gelap pada suhu ruang

(tanpa shaking).

9. Dicuci kembali microplate menggunakan alat automatic strip washer yang

telah dialiri larutan pencuci (Wash Buffer). Setiap sumur dicuci dengan Wash

Buffer sebanyak 300µL untuk 3 kali pencucian.

10. Ditambahkan 150µL TMB Substrate kedalam setiap well menggunakan

multichannel pipette kemudian tepuk atau ketuk microplate secara perlahan

dengan tangan selama 10 detik untuk mencampurkan larutan didalam setiap

well

11. Ditutup kembali microplate dengan microplate dark lid dan dilapisi dengan

aluminium foil kemudian diinkubasi selama 10-15 menit diruang gelap pada

suhu ruang (tanpa shaking).

91

Universitas Sumatera Utara


12. Ditambahkan 50 µL Stopping Solution kedalam setiap well dan campurkan

seluruhnya dengan hentakan atau ketukan perlahan-lahan menggunakan

tangan selama 10 detik untuk mencampurkan isi well dengan tepat.

13. Diukur absorbansi masing-masing well (disarankan 0-20 menit setelah

ditambahkan Stopping Solution) dengan menggunakan Microplate Reader

pada panjang gelombang 450nm.

3.6.8. Prosedur Penilaian Proliferasi Sel (Ki-67) Dengan Metode

Imunohistokimia

Alat dan Bahan:

Alat yang digunakan dalam penentuan Ekspresi Ki-67 yaitu: mikrotom,

waterbath, hot plate, freezer, inkubator, staining jar, rak kaca, kaca objek, rak

inkubasi, pap pen, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, timer, gelas

erlenmeyer, gelas beker, tabung sentrifuge, microwave, thermolyte stirrer, entelan

dan mikroskop cahaya.

Bahan yang digunakan yaitu: Formalin buffer 10%, alkohol 95%, 80%,

70%, alkohol absolut, xylol, H2O2 0,5% dalam methanol, Phosphat Buffer Saline

(PBS), parafin cair, envision, Chromogen Diamino Benzidine (DAB), Lithium

Carbonat jenuh, Tris EBTA, Hematoxylin, aqua destilata, antibodi Ki-67 (Anti-

Human Ki-67 [EP5](BioGenex).

Hasil pulasan imunohistokimia Ki-67 adalah tampilan pulasan berwarna

coklat pada inti sel epitel yang dinyatakan dengan :

92

Universitas Sumatera Utara


Negatif (-): apabila tidak memperlihatkan adanya warna cokelat pada inti sel,

dimana saat proses yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan

pewarnaan kromogen DAB.

Positif (+): apabila memperlihatkan adanya warna cokelat pada inti sel

dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400X pada 5 lokasi lapangan

pandang dan pada saat yang sama kontrol (+) juga menampilkan warna yang

sama.

Prosedur Kerja:

1. Preparasi setelah memotong jaringan (sediaan/slide): sediaan dipanaskan di

dalam microwave high level selama 5 menit

2. Diakukan deparafinasi dengan xylol I, xylol II, dan xylol III masing-masing

selama 5 menit

3. Dicuci dengan air mengalir selama 5 menit

4. Selanjutnya blocking peroksidase endogen (H2O2 0.5% dalam methanol)

selama 30 menit

5. Dicuci kembali dengan air mengalir selama 5 menit

6. Diberi Tris EDTA untuk pretreatment di dalam microwave:

 Cook I : power level tinggi selama 5 menit

 Cook II : power level medium selama 5 menit

 Lalu di didinginkan selama kurang lebih 45 menit

7. Dicuci dengan phosphate buffered saline (PBS) pH 7.4 selanjutnya

membatasi jaringan dengan Pap-Pen

8. Blocking aktivitas nonspesifik dengan serum normal selama 20 menit

93

Universitas Sumatera Utara


9. Diinkubasi sediaan dengan antibody primer Ki-67 selama 1 malam di dalam

suhu 4ᵒC (dalam kulkas)

10. Dicuci kembali dengan PBS pH 7.4

11. Selanjutnya diinkubasi dengan Envision selama 30 menit

12. Dicuci dengan PBS pH 7.4 –Twin 20 lalu PBS masing-masing selama 5

menit

13. Selanjutnya sediaan diberi chromogen 3,3’diaminobenzidine (DAB) agar

berwarna selama lebih kurang 5 menit

14. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir

15. Dilakukan counter stain dengan Hematoxylin Lilie Mayers

16. Dicuci dengan air mengalir

17. Dilakukan tacha bluing dengan Lithium Carbonate jenuh (5% dalam

aquadest) selama 1-2 menit

18. Dicuci dengan air mengalir

19. Didehidrasi dengan alcohol bertingkat 80%, 96%, alcohol absolute I dan II

masing-masing 5 menit

20. Dilakukan clearing (Xylol I, Xylol II, Xylol III) masing-masing selama 5

menit

21. Ditutup dengan Entellan dan cover glass

22. Dilakukan penilaian gambaran imunohistokimia dengan mikroskop

94

Universitas Sumatera Utara


3.6.9. Kerangka Operasional

Penelitian ini diawali dengan meminta persetujuan dari Majelis Komisi

Etik Penelitian (Ethical Clearance) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara. Selanjutnya melakukan permohonan izin penelitian dan pengambilan data

sampel di RSUP H. Adam Malik Medan Sumatera Utara. Selanjutnya meminta

persetujuan dari Kepala Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara untuk melakukan penelitian di Laboratorium Terpadu.

Pasien baru suspek kanker payudara yang datang ke poli onkologi RSUP

H. Adam Malik Medan akan di anamnesa dan diperiksa secara klinis secara

radiologis untuk menentukan karakteristik klinisnya. Pasien akan dijadwalkan

biopsy (insisional biopsy ataupun mastektomi) pada minggu berikutnya. Hasil

histopatologi selesai satu minggu setelah pelaksanaan biopsy di minggu

sebelumnya. Untuk 1 pasien membutuhkan waktu selama 2-3 minggu untuk

mendapatkan kepastian diagnosis kanker payudara. Apabila hasil histopatologi

positif kanker payudara maka pasien dimasukkan berdasarkan kriteria inklusi.

Berdasarkan kriteria inklusi penelitian, selanjutnya ditetapkan subjek penelitian

yang sebelumnya telah dijelaskan dan menandatangani informed consent.

Melakukan wawancara mengenai data karakteristik subjek penelitian yang

meliputi (usia terdiagnosis, usia menarche, status menopause, usia menopause,

usia saat kehamilan pertama, riwayat menyusui, riwayat penggunaan kontrasepsi,

riwayat kanker payudara pada keluarga, serta mengukur indeks masa tubuh.

Selanjutnya dilakukan pengambilan darah sebanyak 3cc dan memisahkan plasma

untuk penentuan kadar 25(OH)D plasma melalui metode ELISA. Bufficoat

sebagai sumber DNA subjek diisolasi dan diukur konsentrasinya. DNA yang

95

Universitas Sumatera Utara


memiliki konsentrasi yang cukup selajutnya diamplifikasi dengan metode PCR

yang pada tahap akhir akan dipotong menggunakan enzim restriksi Fok-1

menggunakan metode PCR-RFLP. Hasil RFLP divisualisasikan dengan gel doc

dan seluruh data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji statistic yang sesuai.

Selanjutnya untuk data proliferasi sel yang dinilai berdasarkan ekspresi

imunohistokimia Ki67 diperoleh dari hasil pemeriksaan imunohistokimia di

Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

untuk dilakukan proses review ulang oleh dua orang Dokter Spesialis Patologi

Anatomi sebagai observer.

96

Universitas Sumatera Utara


Meminta persetujuan Majelis Komisi Etik Penelitian (Ethical Clearance)

Meminta izin penelitian kepada Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan

Meminta izin penelitian kepada Kepala Laboratorium Terpadu Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Menentukan Populasi Penelitian


Berdasarkan
kriteria Inklusi
Menentukan Sampel Penelitian

Meminta Persetujuan dari Subject Penelitian dengan mengisi Informed consent

Melakukan wawancara
Melakukan kepada subyek dan Melakukan
pengambilan sampel review ulang
pencatatan rekam medik
darah sebanyak 3cc untuk data karakteristik ekspresi
subyek penelitian imunohistokimia
Ki-67

Melakukan pemisahan sampel darah (Plasma +


Bufficoat) di Lab. Terpadu
Melakukan
pemeriksaan
Plasma: disimpan Bufficoat: langsung
ekspresi Ki-67
sementara di dalam mengisolasi DNA
dengan metode
Kaltis (-80ᵒC) untuk kemudian DNA yang
IHC oleh 2 orang
digunakan saat ELISA telah diisolasi disimpan
observer, Sp.PA
sementara di dalam
freezer (-20ᵒC)
Melakukan
pemeriksaan kadar Melakukan PCR dan
vitamin D dengan memeriksa polimorfisme
metode ELISA gen reseptor vitamin D
Fok-1dengan metode PCR-
RFLP

Analisis Data

Gambar 3.1. Skema Kerangka Operasional

97

Universitas Sumatera Utara


3.7.Analisis Data

Data dianalisis secara statistik secara komputerisasi. Analisis data

dilakukan melalui analisis univariat dan analisa bivariate. Analisis univariat

digunakan untuk mendeskripsikan distribusi frekuesi masing-masing variabel

(dependen dan independen). Sedangkan analisis bivariate digunakan untuk

menguji hubungan polimorfisme gen reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan

kadar Vitamin D plasma terhadap proliferasi sel Ki-67 pada kanker payudara. Uji

tersebut dilakukan dengan menggunakan uji Chi-square jika memenuhi syarat

atau Fisher Exact jika tidak memenuhi syarat. Batas kemaknaan yang ditetapkan

adalah sebesar 5% sehingga adanya hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin

D Fok-1 dan kadar plasma vitamin D terhadap ekspresi Ki-67 dinyatakan

bermakna jika nilai p<0.05. untuk menilai perbedaan rerata kadar vitamin D pada

kelompok polimorfisme Fok-1 digunakan uji ANOVA dengan batas kemaknaan

5%.

Uji statistik untuk mengetahui apakah terdapat polimorfisme pada gen

reseptor vitamin D pada populasi penelitian dilakukan perhitungan dengan

menggunakan asas Hardy-Weinberg (Hardy-Weinberg Equilibrium) digunakan

alat test online (web tool HWE Tesing Calculator). Interpretasinya adalah jika di

dapat nilai p>0.05 berarti terdapat polimorfisme pada populasi penelitian atau

sesuai dengan asas Hardy-Weinberg Equilibrium.

98

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian menggunakan metode cross sectional dengan jenis

observasional analitik, yang bertujuan untuk menganalisis hubungan polimorfisme

gen reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570) dan kadar vitamin D plasma terhadap

proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara. Penelitian ini telah mendapatkan

persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Sebanyak 50 pasien wanita yang baru didiagnosa

menderita kanker payudara serta belum pernah menerima tindakan kemoterapi

terlibat di dalam penelitian ini. Pasien yang terlibat adalah pasien yang

mengunjungi Poliklinik Bedah Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan terhitung

sejak Oktober 2017 - Maret 2018.

Seluruh subjek penelitian dipilih secara consecutive sampling dan telah

memenuhi kriteria inklusi penelitian serta bersedia secara sukarela mengikuti

penelitian dengan menandatangani pernyataan persetujuan (Informed concent)

yang sebelumnya telah dijelaskan mengenai tujuan, manfaat, prosedur, serta risiko

dari penelitian ini.

Penelitian ini terdiri dari pengambilan sampel darah pasien sebanyak 3cc,

isolasi DNA, pemeriksaan polimorfisme gen dengan metode PCR-RFLP dan

divisualisasikan dengan elektroforesis serta pemeriksaan kadar Vitamin D dari

sampel plasma darah yang semuanya telah dilakukan di Laboratorium Terpadu

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selain itu pemeriksaan kembali/

99

Universitas Sumatera Utara


review ulang imunohistokimia Ki-67 dilakukan oleh dua orang observer (dokter

patologi anatomi) di Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Sumatera Utara.

4.2. Karakteristik Subjek Penelitian

4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Faktor Risiko

Sebanyak 50 orang subjek yang ikut dalam penelitian ini merupakan

wanita yang baru didiagnosa menderita kanker payudara dan belum pernah

menerima tindakan kemoterapi di Polikilinik Bedah Onkologi Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Karakteristik subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan faktor risiko

dan data histopatologi. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan faktor risiko

terdiri dari usia saat terdiagnosa, usia menarche, status menopause, usia saat

menopause, usia kehamilan anak pertama, riwayat menyusui, riwayat penggunaan

kontrasepsi hormonal, riwayat kanker payudara pada keluarga, dan indek masa

tubuh. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan faktor risiko tersaji pada Tabel

4.1.

100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan
Faktor Risiko Pada Kanker Payudara (N=50)

Karakteristik Penelitian Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia Terdiagnosa
≤ 40 tahun 8 16%
>40, <50 tahun 20 40%
≥ 50 tahun 22 44%
Usia menarche
≤ 13tahun 29 58%
>13 tahun 21 42%
Status menopause
Belum menopause 26 52%
Menopause 24 48%
Usia menopause
< 45 tahun 4 8%
≥45 tahun 20 92%
Usia kehamilan anak pertama
<20 tahun 10 20%
≥20 tahun 33 66%
Tidak pernah hamil 7 14%
Riwayat menyusui
<11 bulan 17 34%
≥11bulan 22 44%
Tidak menyusui 11 22%
Penggunaan kontrasepsi hormonal
Ya 24 48%
Tidak 26 52%
Riwayat kanker payudara dalam
keluarga
Ada 9 18%
Tidak ada 41 82%
Indeks Masa Tubuh (kg/m2 )
< 17,0 (Severe thinness) 1 2%
17,0- 18,4 (Underweight) 1 2%
18,5- 25 (Normal) 22 44%
25,1- 27 (Pre-obese) 8 16%
>27,0 (Obese) 18 36%
 Data karakteristik subjek penelitian merupakan data kelompok milik bersama
dengan peneliti lain (Ika Waraztuty, Melya Susanti, Ira Astuti, Zakirullah)

Berdasarkan Tabel 4.1. dipaparkan karakteristik subjek penelitian

berdasarkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.

Pada kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ditemukan bahwa

penderita kanker payudara dalam penelitian ini paling banyak memiliki usia > 40

101

Universitas Sumatera Utara


tahun (44%) saat terdiagnosa dan hanya 16% memiliki usia dibawah 40 tahun.

Selain itu 58% subjek penelitian mengalami menarche pada usia ≤13 tahun.

Terdapat 48% subjek penelitian yang sudah mengalami menopause dan 92%

mereka mengalami menopause pada usia ≥ 45 tahun. Pada penelitian ini diperoleh

bahwa sebanyak 82% subjek penelitian tidak memiliki riwayat atau sejarah

penyakit kanker payudara pada keluarganya.

Pada kelompok faktor risiko yang masih dapat dimodifikasi diketahui

bahwa dari keseluruhan sampel lebih dari setengah jumlah subjek penelitian

(66%) mengalami kehamilan penuh yang pertama pada usia ≥20 tahun dan

terdapat 14% subjek penelitian yang belum pernah hamil. Sebanyak 44% subjek

penelitian memiliki riwayat menyusui selama ≥11 bulan dan selebihnya kurang

dari 11 bulan bahkan tidak pernah menyusui. Selain itu terdapat 52% subjek

penelitian tidak memilih untuk menggunakan kontrasepsi hormonal dan.

Berdasarkan hasil penelitian 44% subjek penelitian memiliki indeks masa tubuh

normal yaitu diantara 18,5-25 kg/m2 dan 36% diantaranya memiliki indeks masa

tubuh >27,0 kg/m2.

4.2.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Histopatologi dan Klinis

pada Kanker Payudara

Karakterisitik subjek penelitian berdasarkan histopatologi kanker

payudara terdiri dari stadium, grade, tipe kanker payudara. Karakteristik subjek

penelitian berdasarkan histopatologi kanker payudara tersaji pada Tabel 4.2.

102

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan
Histopatologi Dan Klinis Pada Kanker Payudara (N=50)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)


(n)
Stadium
Early Breast Cancer (EBC)
IIA 4 8%
IIB 7 14%
Locally Advance Breast Cancer (LABC)
IIIA 7 14%
IIIB 17 34%
Metastatic Breast Cancer (MBC)
IV 15 30%
Grade
I 8 16%
II 26 52%
III 16 32%
Tipe kanker payudara
Karsinoma duktal invasif 48 96%
Karsinoma lobular invasif 2 4%
 Data karakteristik subjek penelitian merupakan data kelompok milik bersama
dengan peneliti lain (Ika Waraztuty, Melya Susanti, Ira Astuti, Zakirullah)

Berdasarkan Tabel 4.2. dipaparkan hasil penelitian berupa karakteristik

subjek penelitian berdasarkan histopatologi dan klinis pada kanker payudara.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa subjek penelitian datang pertama

kali untuk memeriksakan dirinya pada saat mereka berada pada stadium Locally

Advance Breast Cancer (LABC) IIIB (34%) selanjutnya 30% datang dengan

stadium Metastatic Breast Cancer (MBC) IV. Dan hanya 8% yang datang dengan

stadium Early Breast cancer (EBC) IIA. Selain itu 50% subjek penelitian

terdiagnosa kanker payudara pada grade II, 34% pada grade III, dan 16% dengan

grade I. Hampir seluruh subjek penelitian (96%) memiliki tipe kanker payudara

karsinoma duktal invasif.

103

Universitas Sumatera Utara


4.3. Pemeriksaan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570)

4.3.1. Gambaran Elektroforesis Produk PCR dan RFLP

Pemeriksaan genotip polimorfisme gen reseptor vitamin D (RVD) Fok-1

pada pasien kanker payudara di Poliklinik Bedah Onkologi RSUP Haji Adam

Malik Medan yang baru didiagnosa dan belum pernah mengalami tindakan

kemoterapi dilakukan dengan teknik PCR-RFLP pada DNA yang sudah diisolasi.

Tahapannya diawali dengan isolasi DNA, dilanjutkan dengan melakukan

PCR yang bertujuan untuk mengamplifikasi gen reseptor vitamin D Fok-1.

Selanjutnya produk PCR divisualisasikan melalui elektroforesis dan membentuk

pita DNA. Gambaran elektroforesis produk PCR akan terlihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Elektroforesis Produk PCR Gen Reseptor Vitamin D Fok-1

Gambar 4.1. menyajikan visualisasi hasil elektroforesis dari gen reseptor

vitamin D Fok-1 dengan pita DNA pada posisi 265bp. Dalam proses ini digunakan

100bp DNA Step Ladder yang diletakkan pada posisi sumur gel agarose pertama,

dilanjutkan dengan kontrol negatif pada sumur gel agarose kedua, dan dilanjutkan

dengan mengisi produk PCR dari sampel pada posisi sumur selanjutnya. Dari

104

Universitas Sumatera Utara


hasil penelitian pada semua subjek terbentuk pita DNA pada posisi 265bp yang

berada di antara step ladder 200-300bp, sehingga dapat diketahui bahwa semua

sampel DNA teramplifikasi dengan baik.

Tahapan selanjutnya yaitu proses RFLP (Restriction Fragment Length

Polymorphism), yang pada prinsipnya memberikan enzim restriksi pada produk

PCR dengan menggunakan enzim FastDigest Fok-1. Selanjutnya gambaran

elektroforesis hasil RFLP produk PCR genotip gen reseptor vitamin D Fok-1

tampak pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Elektroforesis produk RFLP gen reseptor vitamin D Fok-1

Gambar 4.2. menjelaskan apabila terdapat polimorfisme gen reseptor

vitamin D Fok-1 maka visualisasi gen RVD pada DNA sampel akan menunjukkan

adanya potongan menjadi dua sepanjang 196bp dan 69bp. Subjek penelitian

dengan genotipe homozigot dominan CC (FF) akan memberikan gambaran hasil

elektroforesis dengan pita tunggal pada posisi 265bp. Sementara subjek yang

105

Universitas Sumatera Utara


memiliki genotipe homozigot resesif TT (ff) akan memberikan gambaran hasil

elektroforesis pita DNA yang keseluruhannya terpotong pada 196bp dan 69bp.

Pada subjek penelitian yang memiliki genotipe heterozigot CT (Ff), maka pita

DNA yang akan terlihat sebagian terpotong dan sebagian tidak oleh enzim

restriksi. Sehingga yang tampak pada hasil elektroforesis adalah tiga jenis pita

dengan panjang yang berbeda yaitu 265bp, 196bp, dan 69bp.

Pada elektroforesis produk RFLP ini, digunakan ladder step dengan

kelipatan 25bp (25-300bp) yang diletakkan pada sumur gel agarose pertama.

Selanjutnya pada sumur gel agarose kedua diisi dengan produk PCR uncut.

Produk PCR uncut merupakan produk PCR tanpa enzim restriksi sehingga hanya

akan membentuk satu pita tunggal dengan panjang 265bp. Pada sumur gel agarose

yang ketiga diisi dengan produk RFLP dari sampel. Dari hasil penelitian

ditemukan ketiga jenis genotipe yaitu CC (FF), CT (Ff), dan TT (ff).

4.3.2. Analisis Distribusi Frekuensi Genotipe dan Alel Gen Reseptor

Vitamin D Fok-1 (rs2228570) pada Kanker Payudara

Pada penelitian ini, distribusi genotipe dari gen reseptor vitamin D Fok-1

untuk seluruh sampel adalah 21 orang (42%) memiliki genotipe CC (FF), 21

orang (42%) memiliki genotipe CT (Ff), dan 8 orang (16%) memiliki genotipe TT

(ff). Distribusi frekuensi alel gen reseptor vitamin D Fok-1 untuk seluruh sampel

pada penelitian ini adalah 63 alel (63%) merupakan alel C (F) dan 37 alel (37%)

merupakan alel T (f). Perbandingan frekuensi genotipe pada penelitian ini

disajikan pada Tabel 4.3

106

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Genotipe Dan Frekuensi Alel Gen Reseptor
Vitamin D Fok-1 (rs2228570) Pada Kanker Payudara (N=50)

Genotipe/ Alel
Frekuensi (n) Persentase (%)
Genotipe
CC 21 42
CT 21 42
TT 8 16
Alel
C 63 63
T 37 37

4.3.3. Hardy-Weinberg Equilibrium (HWE)

Hardy-Weinberg Equilibrium merupakan suatu konsep matematis untuk

memprediksi sejauh mana frekuensi gen akan diturunkan dari satu generasi

kegenerasi dengan frekuensi alel dan genotip pada populasi akan tetap konstan.

Untuk membuktikan bahwa gen Fok-1 (rs2228570) merupakan suatu

polimorfisme pada populasi yang diteliti maka dilakukan perhitungan HWE ini.

Perhitungan tersebut melalui Perhitungan Hardy-Weinberg Equilibrium (HWE)

polimorfisme gen Fok-1 menggunakan kalkulator HWE pada link berikut

https://www.researchgate.net/ (Michael H. Court 2005-2008). Nilai p pada hukum

Hardy-Winberg Equilibrium (HWE) yang disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Hardy-Weinberg Equilibrium (HWE) Polimorfisme Gen Reseptor


Vitamin D Fok-1 (rs2228570) Pada Kanker Payudara (N =50)

Genotipe Expected Observed

CC 19,8 21

CT 23,3 21

TT 6,8 8

X2= 0,491 p =0,483

107

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4. menunjukkan nilai p yang diperoleh (p = 0,483) sehingga dapat

disimpulkan bahwa varian gen Fok-1 (rs2228570) adalah suatu polimorfisme

karena sesuai dengan hukum Hardy-Winberg Equilibrium (HWE) yaitu (p> 0,05).

4.4. Distribusi Frekuensi dan Rerata Kadar 25(OH)D pada Kanker

Payudara

Vitamin D dinyatakan defesiensi bila kadar 25(OH)D ≤20ng/ml ;

Insufisiensi 21-29ng/ml; dan suffisien ≥30ng/ml. Distribusi frekuensi dan rata-rata

kadar 25(OH)D pada subjek penelitian ini disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Rerata Kadar 25(OH)D pada Kanker Payudara (N =50)


Kadar N Min Maks Rerata (95%;CI)
25(OH)D 50 9,05 52,90 27,93(±8,69)

Berdasarkan Tabel 4.5. diketahui bahwa rata-rata kadar 25(OH)D pada

seluruh subjek dalam penelitian ini masuk kedalam kategori insufisiensi

(27,93ng/ml). Selanjutnya distribusi frekuensi kadar 25(OH)D disajikan pada

tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Kadar 25(OH)D Pada Kanker Payudara (N =50)
Kadar 25(OH)D Frekuensi Persentase (%)
(n)
≤20ng/ml
7 14
( Defisiensi )
21-29ng/ml
19 38
( Insufisiensi)
≥30ng/ml
24 48
( Sufisiensi)
Total 50 100

108

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.6. diketahui bahwa pada seluruh subjek penelitian

hanya 14% saja yang memiliki kadar 25(OH)D defisiensi dan umumnya subjek

penelitian memiliki range kadar 25(OH)D dari insufisiensi (38%) hingga

sufisiensi (48%).

4.5. Distribusi Frekuensi Proliferasi Sel ( Ki-67 ) pada Kanker Payudara

Proliferasi sel (Ki-67) dinyatakan dalam persentase sel tumor yang

terpulas positif pada keseluruhan sel dengan perbesaran 400X dan dinilai dalam

bentuk indeks proliferasi yang diberi skor sebagai berikut : selanjutnya

dikategorikan kedalam beberapa grade. Grade 0 (negatif); Grade +/-(1-5%);

Grade 1+ (6-25%); Grade 2+ (26-50%); Grade 3+ (≥50%). Distribusi frekuensi

proliferasi sel Ki-67 untuk seluruh sampel disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Proliferasi Sel (Ki-67) Pada Kanker Payudara
(N=50)
Ekspresi Ki-67 Frekuensi (n) Persentase (%) Rata-rata
proliferasi sel
(Ki-67) (%)
Grade 0 (negatif) 0 0
Grade +/- (1-5%) 9 18
Grade 1+ (6-25%) 25 50
21,7 (±14,48)
Grade 2+ (26-50%) 15 30
Grade 3+ (≥50%) 1 2
Total 50 100

Berdasarkan Tabel 4.7 paling banyak (50%) subjek penelitian memiliki

persentase proliferasi sel ( Ki-67) (Grade 1; 6-25%). Rata-rata proliferasi sel (Ki-

67) pada seluruh subjek penelitian adalah 21,7%. Selanjutnya distribusi frekuensi

proliferasi Sel (Ki-67) berdasarkan Cut Off Point 14 % pada kanker payudara

disajikan pada Tabel 4.8

109

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Proliferasi Sel (Ki-67) Berdasarkan Cut Off Point
Pada Kanker Payudara (N =50)

Ki67Cut Off Point Frekuensi Persentase


(14%) (n) (%)
<14% 18 36
≥14% 32 64

Berdasarkan Tabel 4.8 sebanyak 64% subjek penelitian memiliki Ki-67

dengan kategori overekspresi (≥14%).

Gambar 4.3. dibawah ini menunjukkan gambaran imunohistokimia Ki-67

dengan berbagai kategori. Penentuan score pada gambar dibawah ini di dasarkan

pada penentuan populasi (%) sel yang positif terwarnai serta intensitas warna sel-

sel yang terwarnai.

(A). Ki-67 Positif 1 (Lemah) (B). Ki-67 Positif 2 (Sedang)

(C). Ki-67 Positif 3 (Kuat)

Gambar 4.3. Proliferasi sel Ki-67 pada Kanker Payudara (A) Ki-67 +1 (intensitas
Lemah); (B) Ki-67+2 (Intensitas Sedang); (C) Ki-67 +3 (Intensitas Kuat)

110

Universitas Sumatera Utara


4.6. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570)

dengan Kadar 25(OH)D Plasma Pada Kanker Payudara

Untuk menganalisa apakah terdapat hubungan antara polimorfisme gen

reseptor vitamin D Fok-1 dan kadar 25(OH)D pada pasien kanker payudara yang

menjadi subjek penelitian digunakan uji statistik, namun terlebih dahulu dilakukan

uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk.didapatkan p=0,117 (p> 0,05) yang

berarti bahwa data kadar 25(OH)D tersebut berdistribusi normal, sehingga uji

staistik yang digunakan adalah Chi-square. Setelah pengujian didapatkan hasil

yang tidak memenuhi syarat uji Chi-square. sehingga dilakukan uji alternatif Chi-

square yaitu uji Fisher Exact. Hubungan antara keduanya disajikan pada Tabel

4.9.

Tabel 4.9. Hubungan Antara Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1


(rs2228570) Dengan Kadar 25(OH)D Plasma Pada Kanker Payudara
(N =50)

Kadar 25(OH)D
Defisiensi Insufisiensi Suffisiensi Total P*
≤20ng/ml 21-29ng/ml ≥30ng/ml

(n) 3 7 11 21
CC
(%) 6 14 22 42
Polimorfisme (n) 1 11 9 21
CT
Fok-1 (%) 2 22 18 42
1 8 0,139
(n) 3 4
TT
(%) 6 2 8 16
(n) 7 19 24 50
Total
(%) 14 38 48 100
*Uji Fisher Exact

Berdasarkan Tabel 4.9. setelah dianalisa dengan menggunakan uji Fisher

Exact di dapatkan nilai p= 0,139 yang berarti tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 terhadap kadar

vitamin D plasma pada kanker payudara. Nilai rata-rata kadar 25(OH)D pada

111

Universitas Sumatera Utara


setiap varian genotipe pada polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 disajikan

pada Tabel 4.10

Tabel 4.10. Nilai Rata-Rata Kadar 25(OH)D Pada Varian Genotipe Polimorfisme
Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (N =50)

Varian Rata-Rata ng/mL


Frekuensi (n) p
genotipe (mean ± SD)
CC 21 27,73 ± 1,64
CT 21 29,44 ± 1,88 0,395
TT 8 24,49 ± 4,06

Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh

pada nilai rata-rata kadar 25(OH)D setiap varian genotipe pada polimorfisme gen

reseptor vitamin D Fok-1 (rs2228570). Nilai rata-rata kadar vitamin D yang

paling tinggi didapatkan pada varian genotipe CT (Ff) (29,44 ng/mL ± 1,88),

kemudian diikuti varian CC (FF) (27,73 ng/mL ± 1,64), dan yang paling rendah

pada varian TT (ff) (24,49 ng/mL ± 4,06). Selain itu tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara kelompok rerata kadar vitamin D pada genotipe polimorfisme

Fok-1 (p = 0, 395).

4.7. Hubungan Kadar 25(OH)D dengan Proliferasi sel (Ki-67) pada Kanker

Payudara

Berdasarkan analisa statistik dengan menggunakan uji Fisher Exact

didapatkan nilai p= 0,082 yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara kadar 25(OH)D dengan proliferasi sel (Ki-67) pada grade yang berbeda

pada kanker payudara. Hubungan kadar 25(OH)D dan proliferasi sel Ki-67 tersaji

pada Tabel 4.11.

112

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11. Hubungan Kadar 25(OH)D Dengan Proliferasi Sel (Ki-67) Pada
Kanker Payudara (N =50)

Proliferasi Sel (Ki-67)


Grade 0 Grade +/- Grade 1 Grade 2 Grade 3 Total P*
(negatif) (1-5%) (6-25%) (26-50%) (≥50%)

Defisiensi (n) 0 0 5 1 1 7
≤20ng/ml (%) 0 0 10 2 2 14
Kadar Insufisiensi (n) 0 3 12 4 0 19
25(OH)D 21-29ng/ml (%) 0 6 24 8 0 38
6 10 0 24 0,082
Suffisiensi (n) 0 8
≥30ng/ml (%) 0 12 16 20 0 48
(n) 0 9 25 15 1 50
Total
(%) 0 18 50 30 1 100
*Uji Fisher Exact

Berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa tidak mutlak kadar 25(OH)D

yang mempengaruhi grade proliferasi sel (Ki-67). Terbukti bahwa meskipun

terdapat 20% subjek penelitian yang memiliki kadar 25(OH)D sufisiensi mereka

justru memiliki grade Ki-67 yang tertinggi (26-50%). Selanjutnya hubungan kadar

25(OH)D dengan proliferasi sel (Ki-67) berdasarkan Cut Off Point 14 % pada

kanker payudara tersaji pada Tabel 4.12

Tabel 4.12. Hubungan Kadar 25(OH)D Dengan Proliferasi Sel (Ki-67)


Berdasarkan Cut Off Point Pada Kanker Payudara (N =50)

Proliferasi Sel p*
Cut Off Point
Total
(14%)
<14% ≥14%
Defisiensi (n) 3 4 7
≤20ng/ml (%) 6 8 14
Kadar Insufisiensi (n) 6 13 19
25(OH)D 21-29ng/ml (%) 12 26 38
0,852
Suffisiensi (n) 9 15 24
≥30ng/ml (%) 18 30 48
(n) 18 32 50
Total
(%) 36 64 100

113

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.12 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

antara kadar 25(OH)D dengan proliferasi sel (Ki-67) berdasarkan Cut Off Point 14

% pada kanker payudara (p=0,852)

4.8.Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570)

dengan Proliferasi sel (Ki-67) Pada Kanker Payudara

Untuk menganalisa apakah terdapat hubungan antara polimorfisme gen

reseptor vitamin D Fok-1 dan proliferasi sel (Ki-67) pada subjek penelitian

digunakan uji Chi-square. Namun, setelah pengujian didapatkan hasil yang tidak

memenuhi syarat uji Chi-square, sehingga dilakukan uji alternatif yaitu uji Fisher

Exact. Berdasarkan analisa statistik diperoleh nilai (p= 0,285), yang berarti tidak

terdapat hubungan yang signifikan antara polimorfisme gen reseptor vitamin D

Fok-1 dengan proliferasi sel (Ki-67) pada kanker payudara. Hubungan

polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 dengan proliferasi sel (Ki-67) tersaji

pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (s2228570)


Dengan Proliferasi Sel (Ki-67) Pada Kanker Payudara (N=50)

Proliferasi sel (Ki-67)


Grade 0 Grade +/- Grade 1 Grade 2 Grade 3 P*
(negatif) (1-5%) (6-25%) (26-50%) (≥50%)

(n) 0 3 9 9 0
CC
(%) 0 6 18 18 0
Polimorfisme (n) 0 4 13 4 0
CT
Fok-1 (%) 0 8 26 8 0
2 2 1 0,285
(n) 0 3
TT
(%) 0 4 6 4 2
(n) 0 9 25 15 1
Total
(%) 0 18 50 30 2
*Uji Fisher Exact

114

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa hanya terdapat 1(2%) subjek

penelitian yang memiliki proliferasi sel (Ki-67) ≥50% dan ia memiliki varian

genotipe TT (ff). Selain itu pada penelitian ini 26% subjek penelitian dengan

varian genotipe CT (Ff) memiliki grade proliferasi sel (Ki-67) 6-25%. Selanjutnya

hubungan polimorfisme gen reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570) dengan

proliferasi sel (Ki-67) berdasarkan Cut Off Point 14 % pada kanker payudara

tersaji pada Tabel 4.14

Tabel 4.14. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 (rs2228570)


Dengan Proliferasi Sel (Ki-67) Berdasarkan Cut Off Point Pada
Kanker Payudara (N =50)

Proliferasi Sel
Cut Off Point
Total P*
(14%)
<14% ≥14%
(n) 7 14 21
CC
(%) 14 28 42
Polimorfisme (n) 7 14 21
CT
FOK-1 (%) 14 28 42
0,683
(n) 4 4 8
TT
(%) 8 8 16
(n) 18 32 50
Total
(%) 36 64 100

Berdasarkan Tabel 4.14 Berdasarkan analisa statistik diperoleh nilai

(p=0,683), yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 dengan proliferasi sel (Ki-67)

berdasarkan Cut Off Point 14 % pada kanker payudara.

115

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Faktor Risiko Pada

Kanker Payudara

Penelitian ini menghimpun subjek penelitian dengan rentang usia 31 tahun

hingga 86 tahun. Frekuensi terbanyak ditemukan pada usia ≥50 tahun (44%) dan

paling sedikit ditemukan pada usia ≤40 tahun (16%). Meskipun demikian

berdasarkan hasil penelitian ini terdapat wanita yang sudah menderita kanker

payudara pada usia muda (31 tahun). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Zou et al. pada populasi China bahwa insiden kanker payudara rendah pada

rentang usia < 30 tahun tetapi kemudian meningkat dengan cepat pada rentang

usia 50- 55 tahun (Zou et al., 2017). Namun berbeda pada penelitian yang

dilakukan Eugenio et al. yang menyatakan bahwa kasus paling banyak

terdiagnosa pada pasien kanker payudara di Brazil dengan usia < 40 tahun dengan

rata-rata berusia 34 tahun (Eugeni et al., 2016).

Midlife merupakan suatu periode kehidupan ketika prevalensi dari

berbagai faktor risiko terjadinya penyakit meningkat tajam dalam mempengaruhi

laju insidensi penyakit salah satunya kanker payudara. Usia merekam durasi

paparan dari akumulasi berbagai macam faktor risiko penyebab kanker. Terdapat

sembilan tanda penuaan yang menjadi penanda terjadinya kanker diantaranya:

ketidakstabilan genomic, perubahan epigenetic, pemendekan telomer, kehilangan

kemampuan proteostatis, deregulasi nutrient sensing, disfungsi mitokondria,

penuaan sel (cellular senescence), kelelahan sel-sel punca, perubahan komunikasi

antar sel (López-Otín et al., 2013). Proses yang multifaktorial dalam perubahan

116

Universitas Sumatera Utara


sel-sel normal menjadi sel kanker (termasuk akumulasi kerusakan DNA , mutasi

onkogen, kegagalan repair DNA serta sistem regulasi pertumbuhan sel)

berpengaruh sebagai pencetus kanker (Vijg & Suh, 2013; Hanahan et al., 2011).

Usia sangat mempengaruhi kadar vitamin D di dalam tubuh seseorang, hal

tersebut dapat terjadi dikarenakan:

1. Penurunan produksi 1,25(OH)2D di ginjal akibat penuaan ginjal

Pada usia tua terjadi penurunan fungsi ginjal yaitu adanya penurunan

aktivitas enzim 1α-hidroksilase di ginjal yang mengkonversi 25(OH)D menjadi

1,25(OH)2D. selain itu Glomerular Function Rate (GFR) berpengaruh terhadap

kadar vitamin D. penurunan GFR <50mL/min berpengaruh terhadap penurunan

produksi 1,25(OH)2D (Gallagher, 2013).

2. Defisiensi substrat vitamin D

Usia mempengaruhi metabolisme vitamin D, karena kurangnya atau

terbatasnya suplai substrat untuk pembentukan 25(OH)D dan 1,25(OH)2D.

Terjadi penurunan konsentrasi 7-dehydrocholesterol di dalam epidermis pada usia

tua. Selain itu terjadi penurunan respon kulit terhadap paparan UV menyebabkan

terjadinya penurunan 50% pembentukan previtamin D3 (Gallagher, 2013).

Keterbatasan pergerakan di usia tua menyebabkan kurangnya paparan sinar

matahari. Selain itu kurannya asupan sumber vitamin D akibat penurunan nafsu

makan pada usia tua berisiko terhadap defisiensi vitamin D pada usia tua

(Boucher, 2012).

Pada penelitian ini didapatkan indek masa tubuh subjek penelitian paling

banyak pada batas normal18,5-25 kg/m2 yaitu sebanyak (44%). Hasil penelitian

ini sama dengan hasil penelitian Damayanti et al. yang mendapatkan hasil yang

117

Universitas Sumatera Utara


bahwa hampir seluruh penderita kanker payudara dari subjek penelitianya

memiliki indeks masa tubuh yang normal (Damayanti et al., 2017). Obesitas

bukan hanya merupakan faktor risiko independen terhadap terjadinya kanker

payudara pada wanita yang sudah menopause, namun juga pada wanita dengan

(ER+/PR+). Banyak penelitian menunjukkan bahwa obesitas yang ditentukan

berdasarkan indeks masa tubuh berhubungan dengan outcome dari kanker

payudara. Kematian akibat obesitas pada kanker payudara ditingkatkan setiap kali

terjadi peningkatan satu unit indeks massa tubuh pada pre-dan pos menopause

yaitu sekitar 8-29% (Chan et al., 2015; Picon-ruiz et al., 2017). Peningkatan risiko

kanker payudara yang berkaitan dengan obesitas dapat dihubungkan dengan

beberapa faktor lainnya seperti rendahnya konsentrasi Sex Hormone-Binding

Globulin (SHBG) yang meningkatkan jumlah hormon steroid bebas, memicu

peningkatkan ekspresi aromatase yang sekaligus menyebabkan sintesis estrogen;

selain itu terjadi peningkatan sekresi leptin oleh jaringan adipose (White Adipose

Tissue/ WAT) yang menstimulasi proliferasi sel; rendahnya konsentrasi

adiponektin (yang merupakan adipokin yang dapat menghambat proliferasi sel

dan angiogenesis serta mampu menginduksi apoptosis); obesitas mampu

meningkatkan konsentrasi insulin dalam darah yang menginduksi pelepasan faktor

pertumbuhan (IGF-1) yang dapat menstimulasi proliferasi sel (Gonzales et al.,

2018).

Terdapat beberapa hal yang yang menyebabkan obesitas mampu

mempengaruhi kadar vitamin D di dalam tubuh seseorang, diantaranya:

1. Perubahan kebiasaan hidup pada orang obesitas mempengaruhi kadar vitamin

D. Kuragnya aktivitas diluar ruangan, perubahan gaya busana, dan kurangnya

118

Universitas Sumatera Utara


paparan sinar matahari menyebabkan terjadi penurunan paparan sinar

matahari (Vanlint, 2013).

2. Konsentrasi Vitamin D Binding protein (VDBP) dan albumi di dalam serum

berpengaruh terhadap kadar 25(OH)D yang diakibatkan adanya variasi genetic

VDBP yang menyebabkan perbedaan afinitas perlekatan dari VDBP. Selain itu

laju metabolisme 25(OH)D pada orang obesitas lebih cepat dan waktu-

paruhnya lebih singkat (Walsh et al., 2017).

3. Volumetric dilution dari 25(OH)D pada orang obesitas jauh lebih besar.

25(OH)D terdistribusi di serum, jaringan lemak, otot, hepar, dan organ lain,

dan semua kompartemen ini meningkat pada orang obesitas. Sehingga

berpengaruh terhadap kadar 25(OH)D pada orang obesitas bila dibandingkan

orang dengan berat normal (Walsh et al., 2017).

4. Sel adiposit mengekspresikan enzim 1α-hydroxylase dan 24-hydroxylase. Pada

orang obesitas terjadi perubahan aktivitas enzim ini sehingga dapat

mempengaruhi kadar 25(OH)D (Walsh et al., 2017).

Berkaitan dengan polimorfisme gen RVD Fok-1 terhadap obesitas

ditemukan hubungan yang signifikan antara keduanya (Ruiz-Ojeda et al., 2018)

diketahui individu dengan varian CC (FF) secara signifikan berhubungan terhadap

penurunan ketebalan kulit seseorang, penurunan % total lemak tubuh, dan

penurunan lingkar pinggang (Bienertova-Vasku et al., 2017). Selain itu seseorang

dengan alel T(f) berhubungan terhadap peningkatan fat-free mass (Roth et al.,

2004).

119

Universitas Sumatera Utara


5.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Histopatologi Dan Klinis

Pada Kanker Payudara

Pada penelitian ini (48%) subjek penelitian didiagnosa pada stadium lanjut

Locally Advance Breast Cancer (IIIA dan IIIB), (30%) subjek penelitian

didiagnosa dengan metastasis Metastatic Breast Cancer (IV) dan hanya (22%)

subjek penelitian dengan stadium awal Early Breast Cancer (IIA dan IIB). Hasil

penelitian ini sejalan dengan Maffuz-Aziz et al. yang menemukan bahwa paling

banyak subjek penelitian didiagnosa pada stadium Locally Advanced Stages (IIB,

IIIA, IIIB, dan IIIC) (Maffuz-Aziz et al., 2017). Berbeda hasil dengan populasi

wanita di Amerika Serikat yang pada umumnya pasien kanker payudara

terdiagnosa pada stadium awal (stadium I) (Iqbal et al., 2015). Permasalahan

kanker payudara di Indonesia adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk

melakukan deteksi dini, sehingga 60-70% penderita datang dalam stadium III-IV

(stadium lanjut) sehingga sudah sulit untuk diatasi (Kemenkes, 2016).

Kadar vitamin D secara signifikan berhubungan dengan progresifitas

kanker payudara. Diketahui bahwa pasien kanker payudara dengan stadium awal

memiliki kadar vitamin D yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pasien

stadium lanjut atau yang sudah metastasis (Janbabai et al., 2016). Berkaitan

dengan polimorfisme gen RVD Fok-1 diketahui bahwa seseorang dengan alel T(f)

secara signifikan berhubungan terhadap peningkatan stadium tumor (Yiallourou et

al., 2014).

Grade pada tumor merupakan salah satu informasi penting untuk

menegakkan diagnosa, menentukan jenis terapi serta prognosis pada kanker

120

Universitas Sumatera Utara


payudara. Grade pada tumor mengindikasikan bagaimana sel-sel terlihat dan

menjelaskan bagaimana kecepatan dari kanker untuk tumbuh dan berkembang

serta menyebar. Grade pada tumor dibagi menjadi tiga kategori (grade I, II dan

III) (American Cancer Society, 2018). Pada penelitian ini (52%) subjek penelitian

memiliki grade II. Sejalan dengan penelitian lainnya bahwa subjek penelitian pada

awal diagnosa memiliki grade II (Nguyen et al., 2016; Wei, et al., 2014).

Kadar vitamin D secara signifikan juga berhubungan dengan grading pada

kanker payudara. Kadar vitamin D yang rendah secara signifikan berhubungan

terbalik terhadap peningkatan grade baik pada wanita pos-menopause, pre-

menopause dan triple negative (Janbabai et al., 2016). Berkaitan dengan

polimorfisme gen RVD Fok-1 diketahui bahwa seseorang dengan alel T(f) secara

signifikan berhubungan terhadap peningkatan grading tumor (Yiallourou et al.,

2014).

Pada penelitian ini (96%) subjek penelitian memiliki tipe karsinoma duktal

invasif. Lebih dari 80% kanker payudara adalah invasif atau infiltrasi yang artinya

sel kanker mampu menembus dan merusak dinding kelenjar atau duktus sehingga

sel-sel kanker dapat tumbuh dan menyebar di jaringan payudara (America Cancer

Society, 2017). Sejalan dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa paling

banyak subjek penelitiannya memiliki tipe invasive ductal carcinoma (Nguyen et

al., 2016; Maffuz-Aziz et al., 2017).

121

Universitas Sumatera Utara


5.3. Distribusi Frekuensi Genotipe Dan Alel Gen Reseptor Vitamin D Fok-1

Pada Kanker Payudara

Pada penelitian ini DNA yang digunakan untuk pemeriksaan polimorfisme

gen RVD Fok-1 tidak berasal dari jaringan payudara melainkan sel darah putih

(Buffy coat). Isolasi DNA dengan menggunakan Buffy coat dikarenakan beberapa

alasan yaitu:

 Dari berbagai literatur, kecenderungan penelitian menggunakan buffy coat

sebagai sumber DNA. Salah satu alasannya adalah buffycoat dapat digunakan

dalam waktu jangka panjang sebagai sumber DNA, dapat disimpang hingga 9

tahun pada suhu -80ᵒC dan menyediakan materi DNA yang sangat banyak

untuk kepentingan penelitian genome wide association, analisis berulang serta

digunakan dalam metode SNPs (Mychaleckyj et al., 2011).

 Keterbatasan sampel jaringan di lapangan. Sebagian jaringan payudara pasien

dalam penelitian ini hanyak mencukupi untuk diagnostik saja dan tidak

tersedia untuk digunakan sebagai materi dalam penelitian

Distribusi frekuensi genotipe dari gen reseptor vitamin D Fok-1 untuk

seluruh sampel pada penelitian ini adalah 42% memiliki genotipe CC (FF), 42%

memiliki genotipe CT (Ff), 16% memiliki genotipe TT (ff). Persentase frekuensi

alel dalam penelitian ini yaitu 63% alel C (F) dan 37% alel T (f), terdapat

perbedaan distribusi frekuensi genotipe pada berbagai hasil penelitian di beberapa

negara yang berbeda dan tersaji dalam Tabel 5.1.

122

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Genotipe Gen Reseptor Vitamin D Fok-1
(rs2228570) Di Beberapa Negara
Frek.Genotipe n/(%) Frek. Alel n/(%)
Penelitian Negara N
CC CT TT C T
Talaneh et al., Iran 95 16 8 71 40 150
2017 (16,84) (8,42) (74,73) (21,05) (78,94)
Bhanushali et Indian 143 85 51 7 221 65
al., 2009 (59,44) (35,66) (4,8) (77,27) (22,72)
Mishra et al., Amerika 232 95 110 27 300 164
2013 (40,94) (47,41) (11,63) (64,65) (35,34)
Chen et al,. Turki 1234 440 587 207 1467 1001
2005 (35,65) (47,56) (16,77) (59,44) (40,55)
Abbas et al., Jerman 1390 566 606 218 1738 1042
2008 (40,71) (43,59) (15,68) (62,51) (37,48)
Rollison et al., US. 2317 662 807 268 2131 1343
2012 Southwest (28,57) (34,7) (11,56) (61,34) (38,65)
Rashid et al., Pakistan 463 284 159 20 727 199
2015 (61,33) (34,34) (4,31) (78,50) (21,49
Sinnote et al., Kanada 859 290 411 158 991 727
2008 (33,76) (47,84) (18,39) (57,68) (42,31)
BrethertonWatt UK 241 86 116 39 288 194
et al., 2001 (35,68) (48,13) (16,18) (59,75) (40,24)
Curran et al., Australia 135 40 74 21 154 116
1999 (29,62) (58,81) (15,55) (57,03) (42,96)
Penelitian ini Indonesia 50 21 (42) 21 (42) 8 (16) 63 (63) 37(37)
2018

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat digambarkan bagaimana variasi distribusi

frekuensi genotipe serta alel dari polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 di

berbagai egara di belahan dunia. di egara-negara Eropa (Amerika, Jernam,

Us.Southwest, Kanada, Australia) varian genotipe heterozigot CT (Ff) paling

banyak dijumpai pada populasi penelitian. Sedangkan di Negara Asia seperti

(Indian, Pakistan, Indonesia) varian genotipe CC (FF) paling banyak dijumpai

pada populasi penelitian. Dan berdasarkan Tabel diatas ditemukan bahwa

distribusi frekuensi genotipe TT (ff) paling sedikit dijumpai dan hanya pada

penelitian Talaneh et al. pada populasi Iran yang menyebutkan bahwa varian

genotipe TT (ff) paling banyak dijumpai. Perbedaan hasil yang ditemukan dari

123

Universitas Sumatera Utara


berbagai penelitian terdahulu menjelaskan bahwa genotipe dari reseptor vitamin D

didasarkan pada perbedaan etnik (Uitterlinden et al., 2004).

Variasi dalam urutan DNA yang terjadi dalam populasi dengan frekuensi

1% atau lebih tinggi disebut sebagai polimorfisme. Insiden yang lebih tinggi

dalam populasi menunjukkan bahwa polimorfisme terjadi secara alami, dengan

memberi efek netral atau menguntungkan. SNP mencontohkan polimorfisme yang

paling umum, diduga muncul setiap 1.000 pasangan basa di genom manusia, dan

biasanya ditemukan di daerah yang mengapit gen penyandi protein daerah yang

dikenal penting untuk mengikat dan pengaturan ekspresi microRNA dalam

mengatur ekspresi gen / protein. Namun, SNPs juga bisa terjadi dalam daerah

coding, intron, atau di wilayah intergenik. SNPs digunakan sebagai tanda tangan

genetik dalam populasi untuk mempelajari kecenderungan untuk sifat-sifat

tertentu, termasuk penyakit (Karki et al., 2015). Pada penelitian ini keseimbangan

Hardy Weinberg menunjukkan hasil p>0,483. Hal ini menunjukkan bahwa

populasi pada penelitian ini memiliki genotipe yang sesuai dengan keseimbangan

Hardy-Weinberg.

5.4. Distribusi Frekuensi Dan Rerata Kadar 25(OH)D Pada Kanker

Payudara

Penelitian ini menjadikan kadar 25(OH)D sebagai penentu kadar vitamin

D di dalam plasma pada subjek penelitian dikarenakan:

a. Waktu paruh 25(OH)D lebih lama dibandingkan bentuk aktifnya (2-3

minggu);

124

Universitas Sumatera Utara


b. Kadar 25(OH)D lebih direkomendasikan sebagai bahan untuk memonitoring

status vitamin D seseorang

c. Keterbatasan penelitian dalam menyediakan kit untuk memeriksa bentuk aktif

vitamin D serta berdasarkan literatur sebelumnya penelitian lain menggunakan

25(OH)D dalam mengaitkan hubungan kadar vitamin D dan polimorfisme gen

RVD Fok-1.

Pada penelitian ini didapatkan frekuensi paling banyak ditemukan pada

kelompok sufisiensi (cukup) yaitu sebesar (48%), kemudian (38%) masuk dalam

kategori insufisiensi dan yang paling sedikit (14%) masuk kedalam kategori

defisiensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa 86% subjek dalam penelitian ini

memiliki kadar vitamin D sufisiensi dan insufisiensi. Rata-rata kadar vitamin D

pada seluruh subjek penelitian ini masuk dalam kategori insufisiensi

(27,93ng/ml). Berbeda dengan penelitian Alco et al. yang menyatakan bahwa

dalam sampel penelitiannya 70% memiliki kadar vitamin D defisiensi dan

insufisiensi (Alco et al., 2014). Selain itu penelitian oleh Basharat et al.

menunjukkan bahwa subjek penelitian yang paling banyak memiliki status kadar

vitamin D defisiensi di temukan pada kelompok kasus (92%) dibandingkan pada

kelompok kontrol (63%) (Basharat et al., 2014).

Telah banyak penelitian yang menguji hubungan antara kadar vitamin D

dan risiko kanker payudara, yang secara umum menunjukkan adanya hubungan

yang berkebalikan (Atoum & Alzoughool, 2017). Prevalensi insufisiensi vitamin

D pada berbagai populasi kanker payudara yang berbeda telah banyak dilaporkan

pada penelitian sebelumnya. Vitamin D insufisiensi terlihat sebanyak 95,6%

penderita kanker payudara di India (Imtiaz et al., 2012). Di United States 50- 70%

125

Universitas Sumatera Utara


penderita kanker payudaramengalami insufisiensi vitamin D (Khan & Fabian,

2010). Di Saudi Arabia 60% dan di China 96% penderita kanker payudara

mengalami insufisiensi vitamin D (Yousef et al., 2013; Chen et al., 2013). Hasil

penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hatse et al.

yang menghimpun 1800 pasien kanker payudara dengan stadium awal dan

mendapatkan rata-rata kadar vitamin D insufisiensi (Hatse et al., 2012).

Perbedaan kadar vitamin D pada berbagai penelitian yang sebelumnya

dapat disebabkan oleh banyak faktor. Gaya hidup yang meliputi etnik dan gaya

berbusana, kebiasaan makan yang kurang komposisi Vitamin D serta aktivitas

diluar ruangan. Selain itu musim, letak geografis, penggunaan sunscreen juga

berpengaruh terhadap produksi vitamin D dari kulit (Alco et al., 2014).

Dari 50 subjek penelitian yang dihimpun di dalam penelitian ini terdapat

24 orang subjek penelitian memiliki kadar 25(OH)D tinggi/ sufisiensi (26,90 –

52,90 ng/mL) dan hanya 7 orang subjek penelitian yang memiliki kadar 25(OH)D

rendah/ defisiensi (9,05-19,20 ng/mL). Ketidakseimbangan proporsi ini

mempengaruhi keseluruhan rata-rata kadara vitamin D, sehingga kadar vitamin D

cenderung menjadi sufisiensi. Sehingga perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai

hubungan kadar vitamin D terhadap faktor lain seperti (aktivitas fisik diluar

ruangan, paparan sinar matahari, asupan nutrisi yang mengandung vitamin D,

warna kulit serta pemakaian sunscreen). Terdapat beberapa kemungkinan

sehingga kadar vitamin D pada subjek penelitian tinggi diantaranya:

126

Universitas Sumatera Utara


1. Faktor diet

Sumber vitamin D secara alami ditemukan pada berbagai jenis makanan.

Di Indonesia sumber makanan yang mengandung vitamin D mudah di dapatkan.

Sumber makanan hewani yang mengandung vitamin D dan dikonsumsi olah

wanita Indonesia seperti telur, sosis, ikan kembung, margarine, buah-buahan

sumber vitamin D (jeruk), dan sayuran (bayam) (Yosephin et al., 2016).

2. Faktor Paparan Sinar Matahari

Sumber utama kadar vitamin D di dalam tubuh adalah paparan sinar

matahari. Indonesia merupakan Negara tropis dengan dua musim (kemarau, dan

hujan). Hal ini menyebabkan Indonesia memperoleh sinar matahari yang cukup

sepanjang tahun sehingga mempengaruhi status vitamin D. Letak geografis

Sumatera Utara, berada di garis lintang 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur

Timur (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014) dengan rata-rata suhu ± 320C (900F)

memiliki paparan UVB yang efisien untuk penyerapan dan menghasilkan jumlah

vitamin D yang cukup (Sari et al., 2017), berbeda dengan daerah dengan

ketinggian yang tinggi dengan sudut sinar matahari yang miring sehingga

menghasilkan produksi vitamin D yang rendah. Ada hubungan antara faktor

geografi seperti garis lintang, ketebalan awan, total ozon, permukaan dan

ketinggian suatu daerah dengan produksi vitamin D di kulit (Engelsen, 2010).

3. CYPs

Tiga tahapan utama dalam metabolisme vitamin D, 25-hidroksilasi, 1α-

hidroksilasi dan 24-hidroksilasi yang keseluruhannya dimediasi oleh aktivitas

enzim-enzim cytochrome P450. Lokasi enzim-enzim ini berada di retikulum

127

Universitas Sumatera Utara


endoplasma (CYP2R1) atau di dalam mitokondria (CYP27A1, CYP27B1, dan

CYP24A1).

 25-hydroxylase (CYP2R1, CYP27A1)

Berperan penting dalam proses pembentukan vitamin D menjadi bentuk

aktif. CYP2R1 berperan dalam menghidroksilasi vitamin D3 pada c-25, proses ini

terjadi di hati. Selain CYP2R1 ada beberapa sitokrom lain di hati yang terlibat

dalam metabolisme vitamin D. Sitokrom tersebut antara lain CYP2J3, CYP2J2,

CYP3A4, CYP27A1 (Jones et al. 2014). CYP27A1 terlibat dalam 25-hidroksilasi,

namun percobaan pada binatang menunjukkan gangguan pada CYP27A1

mengurangi pembentukan asam empedu namun tidak mempengaruhi kadar

25(OH)D3 dalam plasma. CYP2R1 adalah sitokrom yang terlibat dalam 25-

hidroksilasi pada vitamin D3 dan vitamin D2, perubahan pada basa nukleotida ini

tidak merubah ekspresi mRNA, namun menyebabkan penurunan aktivitas enzim

25-hydroxylase sehingga menyebabkan jumlah 25(OH)D3 yang terbentuk menjadi

berkurang. Padahal 25(OH)D3 adalah substrat untuk pembentukan vitamin D

yang aktif. Hal ini menjelaskan kenapa terjadi penurunan kadar vitamin D plasma

pada polimorfisme gen CYP2R1 (Lafi et al., 2015).

 25-hydroxyvitamin D-1α-hydroxylase (CYP27B1)

CYP27B1 berperan dalam hidroksilasi 25(OH)D menjadi bentuk aktif

vitamin D 1,25(OH)D. Peningkatan aktivitas enzim ini meningkatkan kadar

bentuk aktif vitamin D pada spesifik jaringan lokal. Adanya SNPs (A129T dan

V374A) pada enzim ini menyebabkan penurunan aktivitas CYP27B1. Namun

128

Universitas Sumatera Utara


berbedan dengan SNP lain (V166L) yang justru meningkatkan aktivitas CYP27B1

saat 25(OH)D tinggi kadarnya. Hal ini menjelaskan bahwa variasi genetik dari

CYP27B1 mempengaruhi aktivitasnya sebagai salah satu enzim yang meregulasi

konsentrasi vitamin D dalam bentuk aktif (Jacobs et al., 2013).

 24-Hydroxylase (CYP24A1)

CYP24A1 merupakan enzim kunci yang berperan dalam mengatur

sirkulasi dan konsentrasi selular dari bentuk aktif vitamin D 1,25(OH)D.

CYP24A1 menghidroksilasi 1,25(OH)D pada posisi c24 untuk membentuk

1,24,25(OH)D yang merupakan metabolit yang lebih rendah aktivitasnya

dibandingkan 1,25(OH)D dengan RVD, selain itu merupakan bentuk rombakan

sebagai produk ekskresi. Lemahnya aktivitas CYP24A1 menyebabkan

meningkatan konsentrasi 1,25(OH)D pada jaringan. CYP24A1 juga

menghidroksilasi 25(OH)D untuk dikatabolisme sehingga dapat membatasi

pembentukan vitamin D dalam bentuk aktif (Jacobs et al., 2013).

5.5. Distribusi Frekuensi proliferasi sel (Ki-67) Pada Kanker Payudara

Pada penelitian ini 50% subjek penelitian memiliki proliferasi sel (Ki-

67) pada kategori Grade1+ (6-25%). Selanjutnya 30% subjek penelitian memiliki

proliferasi sel (Ki-67) pada Grade 2+ (26-50%), 18% memiliki proliferasi sel (Ki-

67) sebesar 1-5%. Dan hanya 2% saja yang memiliki proliferasi sel (Ki-67) lebih

besar dari 50%. Rata-rata nilai Ki-67 pada penelitian ini adalah 21,7%. Hasil

penelitian ini berbeda dengan penelitian lain yang mendapatkan frekuensi

terbanyak subjek penelitiannya memeiliki indeks proliferasi imunohistokimia Ki-

129

Universitas Sumatera Utara


67 ≥25% (populasi Saudi Arabia, Libya, dan Nigeria) (Elkablawvy et al., 2016;

Ermiah et al., 2012; Agboola et al., 2013).

Selain itu setelah ekspresi Ki67 dikelompokkan berdasarkan Cut Off

Point 14 % , hasil yang diperoleh 64% subjek penelitian memiliki overekspresii

Ki67 (≥14%). Penelitian menyebutkan bahwa score Ki67 yang tinggi berkaitan

dengan progression-free survival yang lebih pendek bila dibandingkan kelompok

pasien yang memiliki ekspresi Ki67 yang rendah (Niikura et al., 2014).

Berdasarkan hubungan antara Ki67 dan kanker payudara diketahui

bahwa proliferasi indeks yang tinggi pada Ki67 secara signifikan berhubungan

dengan buruknya prognosis beberapa parameter clinicopathological seperti usia,

grade tumor yang tinggi, dan metastasis pada nodus limfatik (Ermiah et al., 2012;

Haroon et al., 2013). Selain itu tingginya Ki67 merupakan risiko terhadap

peningkatan terhadap kekambuhan serta kelangsungan hidup pada early breast

cancer (de Azambuja et al., 2007). Hal ini sejalan dengan hipotesis bahwa secara

prinsip biologi pada sel kanker, ketika sel-sel memiliki laju proliferasi yang tinggi

maka laju diferensiasinya akan berkurang (Pathmanathan & Balleine, 2013).

Ki-67 diketahui berperan penting dalam proliferasi sel. Dan saat ini

selain diketahui dapat mengontrol proliferasi sel secara langsung Ki-67 juga

berperan dalam mengatur heterokromatin dalam proliferasi sel. Downregulasi Ki-

67 dapat menurunkan laju pertumbuhan sel tumor. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa selain berpengaruh terhadap proliferasi sel, Ki-67 juga dapat menginisiasi

terjadinya tumorigenesis (Sobecki et al., 2017).

Perbedaan penentuan cutoff point dapat mempengaruhi angka persentase

Ki-67. Terlepas dari data yang konsisten pada Ki-67 sebagai penanda prognostik

130

Universitas Sumatera Utara


pada kanker payudara dini, perannya dalam manajemen kanker payudara masih

belum pasti. Seperti yang ditunjukkan oleh Urruticoechea et al. yang

mendapatkan bahwa 17 dari 18 studi yang melibatkan lebih dari 200 pasien

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara Ki-67 dan

prognosis kanker payudara, hal ini menyediakan bukti kuat untuk hubungan

biologi antar keduanya, tetapi cutoff untuk membedakan "Ki-67 tinggi" dan "Ki-

67 rendah" sangat bervariasi mulai dari 1% sampai 28,6%, dengan demikian

sangat membatasi kegunaan klinisnya (Urruticoechea et al., 2005; Dowsett et al.,

2011).

5.6. Hubungan Antara Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D (Fok-1)

Dengan Kadar 25(OH)D Pada Kanker Payudara

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan

antara polimorfisme Fok-1 terhadap kadar vitamin D (p=0,139). Perbedaan rerata

kadar vitamin D pada varian genotipe yang berbeda juga tidak jauh berbeda yaitu

29,44(± 1,88)ng/mL untuk varian CT (Ff) dan 24,49(± 4,06)ng/mL untuk varian

TT (ff). Pada penelitian ini rerata kadar vitamin D paling tinggi terdapat pada

kelompok varian CT (Ff).

Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Mohseni et al.

yang menyatakan bahwa subjek penelitian dengan varian ff/Ff secara signifikan

memiliki kadar 25(OH)D lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang

memiliki varian FF. Mereka berpendapat bahwa jalur signaling RVD mungkin

mampu mengontrol kadar 25(OH)D yang diberikan secara oral dibandingkan

vitamin D yang dihasilkan oleh sistesis pada kulit (Mohseni et al., 2017).

131

Universitas Sumatera Utara


Penelitian lain juga menyebutkan terdapat hubungan yang signifikan antara

polimorfisme Fok-1 dan 25(OH)D, laki-laki penderita kanker prostat dengan

kadar 25(OH)D yang rendah serta memiliki varian ff memiliki peningkatan risiko

kanker prostat 2.5 kali bila dibandingkan dengan laki-laki dengan kadar 25(OH)D

medium dengan varian genotipe FF dan Ff (Li et al., 2007). Penelitian lain juga

menjelaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara Fok-1 dan kaner

payudara, dan tidak juga pada 25(OH)D (Abbas et al., 2008), namun Guy et al.

menemukan bahwa polimorfisme Fok-1 mampu memodulasi peningkatan risiko

kanker payudara dari genotipe RVD yang berbeda (bb/LL ; genotipe Bsm1: alel b;

poly(A): alel L) yang dengan caranya menguasai satu atau lebih alel F yang

bersamaan dengan genotipe bb/LL dalam meningkatkan risiko kanker payudara

(Guy et al., 2004).

Polimorfisme Fok-1 merupakan satu-satunya polimorfisme reseptor

vitamin D yang mempengaruhi produk protein yang dibentuk (Colombini et al.

2014). Penting untuk diketahui bahwa protein RVD yang lebih pendek memiliki

peranan sebagai aktivator transkipsional yang lebih efektif bila dibandingkan

denan varian lainnya pada gen target vitamin D (Arai et al. 1997). Jurutka et al.

mengidentifikasi bahwa varian VDRFF memiliki afinitas yang kuat untuk

berikatan pada faktor transkripsi IIB yang mengindikasikan mekanisme yang

membedakan pengaruh kedua varian terhadap aktivitas percepatan transkripsi

(Jurutka et al. 2000). Kemampuan ini mungkin berkaitan dengan pengaruh RVD

beserta ligannya dalam mengaktivasi dan merepresi beberapa gen yang mengatur

kadar vitamin D di dalam tubuh. Salah satu gen yang diaktivasi adalah CYP24A1

yang menghode enzim 24-hidrosilase. Enzim ini berfungsi untuk

132

Universitas Sumatera Utara


mengkatabolisme vitamin D. Selain itu kompleks vitamin D mampu merepresi

gen CYP27B1 yang mengkode 1α hidroksilase yang bertanggung jawab

mengubah vitamin D menjadi bentuk yang aktif (Deeb et al., 2007). Penelitian

menemukan adanya perbedaan kemampuan 1,25(OH)D3 dalam menghamat

pertumbuhan sel pada kedua varian yang berbeda. Kemampuan daya hambat

1,25(OH)D3 terhadap pertumbuhan sel pada sel yang mengalami overekspresi

VDRFF lebih besar bila dibandingkan kemampuan menghambat pada varian

VDRff. Selain adanya hasil yang berbeda dalam proses penghambatan

pertumbuhan sel kanker, perbedaan hasil juga di tunjukkan pada gen-gen

pengkode enzim yang meregulasi kadar vitamin D (CYP24A1). Penelitian

menunjukkan bahwa sel-sel yang memiliki ekspresi RVD CC/FF mampu

menginduksi pembentukan mRNA dari CYP24A1 1.8 kali lebih tinggi

dibandingkan sel dengan varian ff setelah di beri perlakuan 1,25(OH)D3. Hal ini

mengindikasikan bahwa RVD memainkan peranan penting di dalam memediasi

1,25(OH)D3 untuk menghambat pertumbuhan sel serta mengatur ekspresi gen-gen

yang terlibat di dalam metabolisme vitamin D (Alimirah et al., 2011).

Genotipe Fok-1 mempengaruhi kapasitas transaktivasinya tergantung pada

gen targetnta. Hal ini terlihat dalam penelitian yang menemukan bahwa bentuk

RVD yang panjang dan pendek memiliki interaksi yang berbeda dengan VDRE’s

pada gen target yang juga berbeda. Interaksi spesifik pada gen target antara RVD

dan VDRE juga dimungkinkan karena adanya SNPs di dalam recognition element.

SNP dengan frekuensi yang rendah pada populasi Amerika-Afrika di bagian

VDRE dari promoter CYP24A1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan

kemampuan RVD untuk berikatan dan menginduksi ekspresi dari gen tersebut. Hal

133

Universitas Sumatera Utara


ini memungkinkan bahwa adanya SNPs VDRE juga dapat memberikan pengaruh

transaktivasi yang berbeda pada spesifik gen target (O’Neill et al., 2013).

5.7. Hubungan Kadar 25(OH)D Dengan Proliferasi Sel (Ki-67) Pada Kanker

Payudara

Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara

antara kadar 25(OH)D dengan proliferasi sel (Ki-67) ( p= 0,082). Di dalam hasil

penelitian diketahui bahwa tidak mutlak kadar 25(OH)D yang mempengaruhi

ekspresi imunohistokimi Ki-67. Terbukti bahwa meskipun terdapat 20% subjek

penelitian yang memiliki kadar 25(OH)D sufisiensi mereka justru memiliki

proliferasi sel (Ki-67) yang tertinggi (26-50%). Dan pada penelitian ini

kecenderungan subjek penelitian dengan kelompok overekspresi Ki-67 justru

memiliki kadar vitamin D yang insufisi-sufisiensi. Penelitian ini sejalan dengan

Kermani et al. yang tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara

kadar 25(OH)D terhadap ekspresi Ki-67 (Kermani et al., 2011).

Pada pasien kanker kolon, eksprei Ki-67 paling sedikit 50% dari seluruh

sel, kadar vitamin D rata-rata 6.27ng/mL, namun sebaliknya pasien dengan

ekspresi Ki-67 lebih rendah dari 50% dari seluruh sel, memiliki kadar vitamin D

dua kali lipat 13.42ng/mL (Juniku-Shkolollia et al., 2015). Penelitian meta

analisis yang menghimpun 12.155 pasien menunjukkan bahwa Ki-67 positif

berhubungan terhadap risiko berkembangnya kanker dan memperburuk survival

rate pada pasien yang baru terdiagnosa kanker payudara (de Azambuja et al.,

2007). Penelitian lain yang melakukan suplementasi Kalsitriol pada wanita yang

sudah menopause menunjukkan penurunan indeks proliferasi dari Ki-67 (Urata et

134

Universitas Sumatera Utara


al., 2014). Penelitian lain menyebutkan bahwa pada penderita kanker payudara

dengan kadar 25(OH)D defisiensi dan insufisiensi secara signifikan berhubungan

dengan tingginya proliferasi index dari Ki-67. Untuk setiap penurunan satu unit

kadar vitamin D maka akan meningkatkan proliferasi tumorpayudara sebesar 5%

(Clark et al., 2014).

Pada penelitian ini rata-rata kadar vitamin D 27,93ng/mL. Berdasarkan

peneitian Mohr et al. kadar ini belum mencukupi untuk memberikan efek

perlindungan dalam menurunkan risiko terjadinya kanker payudara (47ng/mL)

(Mohr et al., 2011).

Proliferasi sel yang tidak terkontrol merupakan salah satu karakteristik

dari sel-sel kanker. Untuk menentukan indeks proliferasi dapat menggunakan

metode imunohistokimia Ki-67. Ki-67 merupakan marker proliferasi sel yang

terdapat pada semua fase siklus sel kecuali fase G0. Ki-67 juga merupakan faktor

prognosis pada kanker payudara yang berperan dalam menentukan managemen

dari kanker payudara tersebut (Dowsett et al., 2011; Nishimura et al., 2010).

Vitamin D terbukti mampu bertindak sebagai anti-proliferasi dan prodiferensiasi

baik dalam keadaan sel normal maupun ganas. Anti-proliferasi vitamin D

dimediasi oleh beberapa mekanisme termasuk pengaturan faktor pertumbuhan,

siklus sel. Vitamin D meningkatkan ekspresi protein insulin-like growth factor

(IGF)-binding protein 3 dan cyclin-dependent kinase (CDK) inhibitor, p21 dan

p27, serta menghambat ekspresi CDK2, menyebabkan penghambatan sel IGF-1-

dan IGF-2- yang berperan menstimulasi proliferasi dan perkembangan siklus sel.

Sebagai tambahan, Kalsitriol menghambat jalur Wnt/β-catenin dengan

menurunkan pembentukan faktor transkripsi 4-β-catenin, (TCF4-β)-catenin

135

Universitas Sumatera Utara


kompleks atau meningkatkan ekspresi antagonis Wnt, Dickkopf-1 (DKK-1). Selain

itu, vitamin D juga mengaktifkan faktor transkripsi forkhead box O3/4

(FoxO3/4), yang memicu transkripsi gen-gen target yang terlibat dalam

penghentian siklus sel dan anti-proliferasi, dengan menginduksi deasetilasi dan

defosforilasi dalam sel neuroblastoma. Vitamin D juga terbukti menghambat

aktivitas telomerase dengan mengurangi ekspresi telomerase reverse transcriptase

(TERT) melalui microRNA-49892 dan menginduksi ekspresi transforming growth

factor β (TGFβ), serta reseptornya, yang menyebabkan penghambatan

pertumbuhan sel. Induksi diferensiasi oleh vitamin D dikaitkan dengan sifat anti-

proliferasi dan pengaturan beragam jalur sinyal intraseluler, seperti

phosphatidylinositol 3 kinase/AKT, MAPK, NF-kB, dan Ca2 + signaling (Joen &

Shin, 2018).

Di dalam penelitian ini status kadar vitamin D yang rata-rata sufisiensi

justru memiliki ekspresi Ki-67 yang tinggi. Hal ini di mungkinkan oleh faktor lain

yang terlibat dalam metabolisme 25(OH)D menjadi bentuk aktif yang merupakan

ligan dari RVD sbagai faktor transaktivasi untuk gen target yang spesifik dalam

peranannya sebagai anti proliferasi. Hubungan yang tidak signifikan antara kadar

vitamin D dan Ki-67 pada penelitian ini menunjukkan bahwa vitamin D bukanlah

satu-satunya faktor utama yang mempengaruhi proliferasi sel (Ki-67). Sehingga

perlu dilakukan penelitian lain yang mengeksplor peranan vitamin D langsung

kepada gen targetnya.

136

Universitas Sumatera Utara


5.8. Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D (Fok-1) Dengan

Proliferasi sel (Ki-67) Pada Kanker Payudara

Proliferasi merupakan salah satu kunci utama untuk mengetahui

progresifitas dari sel tumor (Urruticoechea et al., 2005). Protein Ki-67 merupakan

indikator yang terpercaya untuk status proliferasi pada sel kanker (Scholzen et al.,

2000). Dalam aktivitas kerjanya bentuk aktif dari vitamin D (1α,25-

dihydroxyvitamin D3) dimediasi oleh reseptor vitamin D (RVD). Perubahan pada

reseptor vitamin D dapat menyebabkan perubahan sinyal seluler yang diakibatkan

oleh vitamin D dan dapat mempengaruhi progresivitas dari sel tumor pada kanker

payudara (Elsoud et al., 2016; Alimirah et al., 2011).

Belum ada penelitian yang langsung menghubungkan polimorfisme Fok-1

dengan ekspresi Ki-67. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak adanya

hubungan antara polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 terhadap proliferasi

sel (Ki-67) pada kanker payudara (p=0,285). Pada penelitian ini subjek dengan

varian CT (Ff) dan CC (FF) justru memiliki index proliferasi yang lebih tinggi

dibandingkan subjek yang memiliki varian TT (ff). Hasil penelitian ini sangat

berbeda dengan penelitian pada populasi orang Eropa menyebutkan kemampuan

vitamin D sebagai antiproliferasi justru tidak difasilitasi/dimediasi dengan baik

pada wanita yang memiliki varian genotipe ff (Chen et al., 2005). Selain itu

berkaitan dengan pengaruh polimorfisme gen Fok-1 terhadap proliferasi sel

kanker ditemukan bahwa varian FF mampu memfasilitasi vitamin D sebagai

antiproliferasi melalui mekanisme signal estrogen sebagai pro-proliferasi sel

kanker dengan cara menurunkan ekspresi ERα bila dibandingkan dengan varian ff.

Alimirah et al. juga menjelaskan bahwa pada sel kanker yang memiliki

137

Universitas Sumatera Utara


overekspresi ff menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA BIRC-3 yang

merupakan gen anti-apoptosis pada sel kanker (Alimirah et al., 2011).

Perbedaan hasil ini dapat diakibatkan karena Fok-1 merupakan

polimorfisme RVD yang tidak mempengaruhi ekspresi RVD bahkan kadar protein

RVD melainkan mempengaruhi transaktivasi RVD yang juga sangat bergantung

pada spesifik gen targetnya. Selain itu terhadap faktor lain yang terlibat seperti

adanya SNP pada VDRE yang juga memungkinkan terjadinya perbedaan aktivitas

transkripsional dari vitamin D dan reseptornya dalam mempengaruhi proliferasi

sel (O’Neill et al., 2013). Selain itu perubahan/mutasi dari asam amino pada DNA

binding domain dari RVD dapat menurunkan kemampuannya untuk berikatan

dengan VDRE atau nVDRE. Dan pada akhirnya dapat menggangu aktivitas

transkripsi dari RVD dan ligannya pada gen target (Wan et al., 2015). Interaksi

yang berbeda ini menyebabkan pengaruh yang berbeda pada setiap individu.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa polimorfisme Fok-1 bukan merupakan

faktor tunggal dalam kejadian kanker payudara terutama dalam hal proliferasi sel.

138

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan faktor risiko antara lain usia

terdiagnosis paling banyak pada usia ≥50 tahun (44%), usia menarche ≤13

tahun (58%), belum menopause (52%), usia menopause ≥ 45 tahun (87,5%),

usia kehamilan anak pertama ≥20 tahun (66%), riwayat menyusui ≥11 bulan

(44%), tidak menggunakan kontrasepsi (52%), tidak ada riwayat kanker

payudara pada keluarga (82%), IMT dengan kategori Normal (44%),

berdasarkan Histopatologi dan klinis antara lain stadium IIIB (34%), Grade II

(52%), tipe karsinoma duktal invasif (96%))

2. Berdasarkan varian genotipe gen Fok-1 ditemukan varian polimorfisme Fok-1

genotipe CC/FF sebanyak 21 orang (42%), CT/Ff 21 orang (42%), TT/ff 8

orang (16%). Diperoleh jumlah alel C/F (63%) dan alel T/f (37%)

3. Rata-rata kadar vitamin D pada seluruh subjek penelitian adalah (27,93 ng/ml).

Subjek yang termasuk kedalam status defisiensi sebanyak 7 orang (14%),

insufisiensi sebanyak 19 orang (38%) dan sufisiensi sebanyak 24 orang (48%)

4. Berdasarkan proliferasi sel (Ki-67) didapatkan rerata indeks proliferasi (Ki-67)

sebesar (21,7%). Terdapat 9 orang (18%) dengan Grade +/-, 25 orang (50%)

dengan Grade 1+, 15 orang (30%) dengan Grade 2+, dan 1 orang (2%)

dengan Grade 3+

5. Tidak terdapat hubungan polimorfisme Fok-1 dengan kadar 25(OH)D pada

pasien kanker payudara yang menjadi subjek penelitian (p=0,139).

139

Universitas Sumatera Utara


6. Tidak terdapat hubungan antara kadar 25(OH)D dengan proliferasi sel (Ki-67)

pada pasien kanker payudara yang menjadi subjek penelitian (p=0,082).

7. Tidak terdapat hubungan antara polimorfisme Fok-1 dengan proliferasi sel

(Ki-67) pada pasien kanker payudara yang menjadi subjek penelitian

(p=0,285)

6.2 Saran penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan genotipe Fok-1 pada jaringan kanker

payudara, perlu dilakukan isolasi DNA langsung dari jaringan kanker

payudara.

2. Untuk mengetahui pengaruh polimorfisme Fok-1 terhadapproliferasi sel (Ki-

67) pada tingkat molekul, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap ekspresi gen

target Vitamin D dan reseptor vitamin D serta signalingnya

3. Melakukan penelitian lanjutan untuk mencari tahu mengapa kadar vitamin D

sufisiensi namun ekspresi Ki-67 tinggi serta faktor apa saja yang

menyebabkan kadar vitamin D pada populasi yang diteliti sufisiensi (diet,

paparan sinar matahari, peranan CYP: CYP27B1 dan CYP24A1)

140

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

[CGHFBC] Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer. 2012.


Menarche, menopause, and breast cancer risk: individual participant meta-
analysis, including 118 964 women with breast cancer from 117
epidemiological studies. The Lancet Oncology. 13(11): 1141–1151.
Abbas, S., Nieters, A., Linseisen, J., Slanger, T., Kropp, S., Mutschelknauss, E. J.
et al. 2008. Vitamin D Receptor Gene Polymorphisms And Haplotypes
And Postmenopausal Breast Cancer Risk. Breast Cancer Res. 10(3): 1-11
Abdulkareem, I. H. 2013. Aetio-Pathogenesis Of Breast Cancer. Review. Nigerian
Medical Journal. 54(6) : 371-375
Agboola, A.O., Banjo, A.A., Anunobi, C.C., Salami, B., Agboola, M.D., Musa,
A.A., Nolan, C.C. et al. 2013. Cell Proliferation (KI-67) Expression Is
Associated with Poorer Prognosis in Nigerian Compared to British Breast
Cancer Women. ISRN Oncol. 675051
Alco, G., Igdem, S., Dincer, M., Ozmen, V., Saglams, Selamoglu, D., et al. 2014.
Vitamin D Level In Patients With Breast Cancer : Importance Of Dressing
Style. Asian Pac J Cancer Prev. 15(3): 1357-1362.
Ali, S. and Coombes, R. C. 2002. Endocrine Responsive Breast Cancer And
Strategies For Combating Resistance. Review. Nature. 21: 101-115
Alimirah, F., Peng, X., Murillo, G., Mehta, R. G. 2011. Functional Significance
Of Vitamin D Receptor Foki Polymorphism In Human Breast Cancer
Cells. Public Library Of Science One. 6(1): E16024
Al-Sarraf, F. S., Hussien, I. A. 2015. Evaluation Of The Proliferation Marker Ki-
67 As A Prognostic Factor In Patients With Breast Carcinoma. Fac Med
Baghdad. 57(2): 151-155
American Cancer Society. 2017. Breast Cancer Signs and Symptoms. [Disitasi 20
juni 2018]; Available: https://www.cancer.org/cancer/breast-
cancer/about/breast-cancer-signs-and-symptoms.html.
American Cancer Society. 2018. Breast cancer grade. [Disitasi 20 jun 2018];
Available: https://www.cancer.org/cancer/breast-cancer/understanding-a-
breast-cancer-diagnosis/breast-cancer-grades.html
American Cancer Society. 2018. Chemotherapy for Breast Cancer. . [Disitasi 20
jun 2018]; Available: https://www.cancer.org/cancer/breast-
cancer/treatment/chemotherapy-for-breast-cancer.html
American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figure 2017-2018. Atlanta:
American Cancer Society, Inc. 2017. [Disitasi 8 Juni 2018]; Available:
https://www.cancer.org/research/cancer-facts-statistics/all-cancer-facts-
figures/cancer-facts-figures-2018.html

141

Universitas Sumatera Utara


Anderson, K.N, Schwab, R.B., Martinez, M.E. 2014. Reproductive risk factors
and breast cancer subtypes: a review of the literature. Breast Cancer Res
Treat. 144: 1-10.
Anderson, L.N., Cotterchio, M., Cole, D. E. C., Knight, J.A. 2011. Vitamin D-
Related Genetic Variants, Interactions With Vitamin D Exposure, And
Breast Cancer Risk Among Caucasian Women In Ontario. Cancer
Epidemiol Biomrker Prev. 20(8):1708-1717
Annamaneni, S., Bindu, K.H., Reddy, K.P., Vishnupriya, S. 2011. Association of
Vitamin D Receptor Gene Start Codon (Fok-1) Polymorphisms With High
Myopia. Oman J Ophthalmol. 4(2): 54-62
Arai, H., Miyamoto, K.I., Taketani, Y., Yamamoto, H., Iemori, Y., Morrite, K. et
al. 1997. A Vitamin D Receptor Gene Polymorphisms In The Translation
Initiation Codon: Effect On Protein Activity And Relation To
Boneminerale Density In Japanese Women. Journal Of Bone And
Minerale Research. 12(6): 915-921
Arnold, M. A., Goggins, M. The Role of BRCA1 and BRCA2 in DNA Repair.
[Disitasi 20 juni 2018]; Available:
http://journals.cambridge.org/fulltext_content/ERM/ERM3_14/S14623994
0100309Xsup004.htm.
Atoum, M. and Alzoughool, F. 2017. Vitamin D and breast cancer: Latest
Evidence and Future steps. Breast Cancer (Auckl). 11
Awada, A., Piccart, M. J. 2001. New Biological Approaches To The Treatment
Cancer, With A Focus On Breast Cancer. Medscape. www.medscape.com
Awadelkarim, K. D., Mariani-Costantini, R., Osman, I., Barberis, M. C. 2012. Ki-
67 Labeling index in Primary Invasive Breast Cancer from Sudanese
Patients: A Pilot Study. ISRN Pathology.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.2014. https://sumut.bps.go.id/
Barnard, M.E., Boeke, C.E. and Tamimi, R.M. 2016. Established Breast Cancer
Risk Factors and Risk of Intrinsic Tumor Subtypes. Biochim Biophys Acta.
1856(1): 73-85
Barnes, N.P., Ooi, J.L., Yarnold, J.R., Bundred, N.J. 2012. Ductal Carcinoma in
situ of Breast. BMJ. 344:e797
Bartos, V., Adamicova, K., Kullova, M., Pec, M. 2012. Immunohistochemical
Evaluation of Proli-ferative Activity (Ki-67 Index) in Different
Histological Types of Cutaneus Basal Cell Carcinoma. Section Cellular
and Molecular Biology. 67: 610-15
Basharat, I., Zia, N., Murad, F., Malik, A.Z., Mahmood, N. 2014. Vitamin D
deficiency as a risk factor of breast cancer. Journal of Rawalpindi Medical
College (JRMC). 18(2):199-201

142

Universitas Sumatera Utara


Beckmann, M. W., Niederacher, D., Schnurch, H.G., Guesterson, B.A., Bender,
H.G. 1997. Multistep Carcinogenesis Of Breast Cancer And Tumor
Heterogeneity. Review. J Mol Med. 75: 429-439
Bhanushali, A.A., Laipal, N., Kulkarni, S.S., Chavan, S.S., Baqadi, S.S, Das, B.R.
2009. Frequency of Fok-1 and Taq1 Polymorphism of Vitamin D Reseptor
Gene in Indian Population and Its Association With 25-hydroxyvitamin D
level. Indian J Hum Genet. 15(3): 108-113
Bikle, D.D. 2014. Vitamin D Metabolism, Mechanism of Action, and Clinical
Applications. Chem Biol. 21(3): 319-329
Bienertova-Vasku, J., Zlamal, F., Pohorala, A., Mikes, O., Goldbergova-Pavkova,
M., Novak, J., et al. 2017. Allelic variants in Vitamin D receptor gene are
associated with adiposity measures in the central-European population.
BMC Med Genet. 18(1): 90
Board, R. and Jayson, G.C. 2005. Platelet-Derived Growth Factor Receptor
(PDGFR): A Target for Anticancer Therapeutics. Drug Resist Update.
8(12): 75-83
Bos, R., Zhong, H., Hanrahan, C.F., et al. 2001. Level Of Hypoxia Inducible
Factor-1 Alpha Dring Breast Carcinogenesis. J Natl Cancer Inst. 93: 309-
314
Bottini, A., Berruti, A., Bersiga, A., Brizzi, M.P., Bruzzi, P., Aguggini, S., et al.
2001. Relationship Between Tumour Shrinkage And Reduction In Ki-67
Expression After Primary Chemotherapy In Human Breast Cancer. Br J
Cancer. 85(8): 1106-1112
Boucher, B., J. 2012. The problems of vitamin D insufficiency in older people.
Aging Dis. 3(4): 313-329
Bretherton-Watt, D., Wilson, R.G., Mansi, J.L., Thomas, V., Colston, K.W. 2001.
Vitamin D Receptor Gene Polymorphisms are Associated with Breast
Cancer Risk in A UK Caucasian Population. British Journal of Cancer.
85(2): 171-175
Celik A., Acar, M., Erkul, C. M., Gunduz, E., Gunduz, M. 2015. Relationship Of
Breast Cancer With Ovarian Cancer, A Concise Review Of Molecular
Pathology Of Breast Cancer. [Disitasi 8 Maret 2017]. Available:
http://www.intechopen.com/books/ a concise review of molecular
pathology of breast cancer/ Relationship of breast cancer with ovarian
cancer.
Chan, D.S. and Norat, T. 2015. Obesity and breast cancer: not only a risk factor
of the disease. Curr Treat Options Oncol. 16(5): 2
Cheang, M.C.U., Chia, S.K., Voduc, D., Gao, D., Leung, S., Snider, J. et al. 2009.
Ki-67 Index, HER2 Status, and Prognosis of Patients With Luminal B
Breast Cancer. J Natl Cancer Inst. 101(10): 736-750

143

Universitas Sumatera Utara


Chen, P., Li, M., Gu, X., Liu, Y., Li, X., Li, C. et al. 2013. Higher Blood
25(OH)D Level May Reduce the Breast Cancer Risk: Evidence from a
Chinese Population Based Case-Control Study and Meta-Analysis of the
Observational Studies. PLoS One. 8(1): e49312.
Chen, W.Y., Bertone-Johnson, E.R., Hunter, D.J., Willett, W.C., and Hankinson,
S.E. 2005. Associations Between Polymorphisms In The Vitamin D
ReceptorAnd Breast Cancer Risk. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 14:
2335-2339
Christakos, S., Ajibade, D.V., Dhawan, P., Fehner, A.J., Mady, L.J. 2010.
Vitamin D: Metabolism. Endocrinol Metab Clin North Am. 39(2): 243-253
Christakos, S., Puneet, D., Annemieke, V., Lieve, V. and Geert, C. 2016. Vitamin
D : Metabolism, Molecular Mechanism Of Action And Pleiotropic Effect.
Physiol Rev. 96: 365-408
Clark, A.S., Chen, J., Kapoor, S., Friedman, C., Mies, C., Esserman, L., et al.
2014. Pretreatment Vitamin D Level and Response to Neoadjuvant
Chemotherapy in Woman with Breast Cancer on The I-SPY Trial (CA16B
150007/150015/ ACRIN6657). Cancer Medicine. 3(3): 693-701
Colagar, A., H., Firouzjah, H.,M., Halalkhor, S. 2015. Vitamin D receptor
Poly(A) microsatellite polymorphism and 25-Hydroxyvitamin D
serumlevel: Association with suspectibility to breast cancer. Journal of
Breast Cancer. 18(2): 119-125
Colombini, A., Brayda-Bruno, M., Lombardi, G., Croiset, S.J., Vrech, V.,
Maione, V. et al. 2014. Fok-1 Polymorphism In The Vitamin D Receptor
Gene (VDR) And Its Association With Lumbar Spine Pathologies In The
Italian Population: A Case Control Study. PLOS ONE. 9(5): e97027.
Cullen, R., Maguire, T.M., McDermott, E.W., Hill, A.D., O’Higgins, N.J., Duffy,
M.J. 2001. Studies On Oestrogen Receptor-alpha and –beta mRNA In
Breast Cancer. Eur J Cancer. 37:1118–22
Curran, J.E., Vaughan, T., Lea, R.A., Weinstein, S.R., Morrison, N.A., Griffiths,
L.R. 1999. Association of A Vitamin D Receptor Polymorphism with
Sporadic Breast Cancer Development. Int. J. Cancer. 83: 723-726
Dai, X., Li, T., Bai, Z., Yang, Y., Liu, X., Zhan, J. et al. 2015. Breast Cancer
Intrinsic Subtype Classification, Clinical Use and Future Trends. Am J
Cancer Res. 5(10): 2929-43
Dall, G.V. and Britt, K.L. 2017. Estrogen Effect on the Mammary Gland in Early
and Late Life and Breast Cancer Risk. Front Oncol. 7: 110
Damayanti, A.Y., Indarto, D., Wasita, B., Ardyanto, T.D. 2017. Indeks massa
tubuhn, asupan vitamin D, dan serum 25-hydroxyvitamin D pada pasien
kanker payudara. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 14(2): 56-63

144

Universitas Sumatera Utara


Darmayani, P.,R., Susraini, A., Moestikaningsih. 2018. Indeks mitosis dan indeks
proliferasi Ki-67 lebih tinggi pada karsinoma sel basal tipe agresif
dibandingkan tipe non agresif. Majalah Patologi. 27(1)
de Azambuja, E., Cardoso, F., de Castro, G. Jr., Colozza, M., Mano, M.S.,
Durbecq, V. et al. 2007. Ki-67 as prognostic marker in early breast cancer:
a meta-analysis of published studies involving 12,155 patients. Br J
Cancer. 96(10):1504-13
de Matos, L.L., Trufelli, D.C., de Matos M.G.C., da Silvia, M.A. 2010.
Imunohistochemistry as an Important Tool in Biomarkers Detection and
Clinical Prakcite. Biomark Insight. 5: 9-20
Deeb, K.K., Trump, D.L., Johnson, C.S. 2007. Vitamin D Signalling Pathways In
Cancer: Potential For Anticancer Therapeutics. Nat Rev Cancer. 7:684-
700.
Ditsch, N., Toth, B., Mayr, D., Lenhard, D., Gallwas, J., Weissenbacher, T. et al.
2012. The Association between Vitamin D Receptor Expression and
Prolonged Overall Survival in Breast Cancer. J Hystochem Cytochem.
60(12): 121-129
Divisi Bedah Onkologi. 2013. RSUP H Adam Malik Medan
Dowsett, M., Nielsen, T.O., A’Hern, R., Barlett ,J., Coombes ,R.C., Cuzick, J. et
al. 2011. Assessment of Ki-67 in breast cancer: recommendations from the
international Ki-67 in Breast Cancer Working Group. J Natl Cancer Inst.
103(22): 1656-1664
Edge, S.B., Compton, C.C. 2010. The American Joint Committee on Cancer: the
7th edition of the AJCC Cancer Staging Manual And The Future of TNM.
Ann Surg Oncol. 17(6):1471-4
Elkablawvy, M.A., Albasri, A.M., Mohammed, R.A., Hussainy, A.S., Nouh,
M.M., Alhujaily, A.S. 2016. Ki-67 expression in breast cancer- Correlation
with prognostic marker and clinicopathological parameters in Saudi
patients. Saudi Med J. 37(2): 137–141.
Elsoud, M.R.A., Siyam, A.H.A., Demian, S.R., Mersal, B.H. 2016. Study Of
Relationship Between Vitamin D Receptor Gene Polymorphism
Expression (Bsm-1 & Fok-1), Serum Levels Of Vitamin D And The Risk
Of Breast Cancer In Egyptian Females, Correlation With The
Clinicopathological Features Of The Disease. International Journal Of
Basic And Applied Medical Sciences. 6(2) : 89-99
Elston, C.,W, Ellis, I. 1991. Pathological prognostic factor in breast cancer, the
value of histopatological grade in breast cancer: Experience from a large
study with long term follow up. Histopatology. 19 : 403-401

Engel, L.S., Orlow, I., Sima, C.S., Satagopan, J., Mujumdar, U., Roy, P. et al.
2012. Vitamin D Receptor Gene Haplotypes and Polymorphisms and Risk

145

Universitas Sumatera Utara


of Breast Cancer: A Nested Case-Control Study. Cancer Epidemiology,
Biomarkers & Prevention. 21(10): 1856-1867.
Engelsen, O. 2010. The relationship between ultraviolet radiation exposure and
vitamin D status. Nutrient. 2: 428-495
Eric, W. 2017. Introduction to Neoplasia. McMaster Pathophysiology. Review.
[Disitasi 20 jun 2018]; Available: http://www.pathophys.org.
Ermiah, E., Buhmeida, A., Abdalla, F., Khaled, B.R., Salem, N., Pyrhönen, S. et
al. 2012. Prognostic value of proliferation markers: immunohistochemical
ki-67 expression and cytometric s-phase fraction of women with breast
cancer in libya. J Cancer. 3:421-31.
Eugenio, D.S.G., Souza, J.A., Chojniak, R., Bitencourt, A.G.V, Graziano, L.,
Souza, E.F. 2016. Breast cancer features in women under the age of 40
years. Rev. Assoc Med Bras. 62(8): 755-761
Fagerberg, L., Hallstrom, B.M., Oksvold, P., Kampf, C., Djureinovic, D.,
Odeberg, J. et al. 2014. Analysis of the human tissue-specific expression
by genome-wide integration of transcriptomics and antybody-based
proteomics. Mol Cell Proteomics. 13(2): 397-406
Feldman, D., Krishnan, A.V., Swami, S., Giovannucci, E., Feldman, B.J. 2014.
The Role Of Vitamin D In Reducing Cancer Risk And Progression.
Review. Nature Review Cancer
Ferlay, J., Soerjomtaram, I., Dikshit, R., Eser, S., Mather, C., Rebelo, M., et al.
2015. Cancer Incidence And Mortality Worldwide: Source, Methods And
Major Patterns In GLOBOCAN 2012. International Journal Of Cancer.
1;136(5):E359-386
Fuhrman, B.J., Freedman, M., Bhatti, P., Doody, M.M., Fu, Y.P., Chang, S.C., et
al. 2013. Sunlight, Polymorphisms of Vitamin D-related Genes and Risk
of Breast Cancer. Anticancer Res. 33(2): 543-551
Fujiki, R. et al. 2005. Ligand-induced transrepression by VDR through
association of WSTF with acetylated histones. EMBO J. 24, 3881–3894
Fulawka, L. and Halon, A. 2017. Ki-67 evaluation in breast cancer: The daily
diagnostic practice. Indian journal of pathology & microbilogy. 6(2): 177-
184
Gallagher, J.,C. 2013. Vitamin D and Aging. Endocrinol Metab Clin North Am.
42(2):319-332
Ganesh, S.N., Dave, S., Sharma, K.K. 2010. Various Type And Management Of
Breast Cancer : An Overview. Journal of Advanced Pharmaceutical
Technology and Research. 1(2) : 109-126
Gerdes, J., Schwab, U., Lemke, H., Stein, H. 1983. Production Of A Mouse
Monoclonal Antibody Eactive With A Human Nuclear Antigen Associated
With Cell Proliferation.Int J Cancer. 31(1): 13-20

146

Universitas Sumatera Utara


GLOBOCAN. 2012. Estimated Cancer Incidence, Mortality And Prevalence
Worldwide In 2012. International Agency For Research On Cancer. WHO.
2012. [Disitasi 5 Feb 2017]; Available From:
Http://Globocan.Iarc.Fr/Default.Aspx
Goldhrisch A, Wood WC, Coates AS, Gelber RD, Thurlimann A, Senn HJ, et al.
2011. Strategies for subtypes-dealing with the diversity of breast cancer:
highlights of the St Gallen International Expert Consensus of the Primary
Therapy of Early Breast Cancer 2011. Ann Oncol. 22(8): 1736-1747
González-González, A., Mediavilla, M.D., Sánchez-Barceló, E.J. 2018.
Melatonin: A Molecule for Reducing Breast Cancer Risk. Molecules.
23(2). pii: E336
Green, V.L. 2016. Mammographic Breast Density And Breast Cancer Risk:
Implications Of The Breast Density Legislation For Health Care
Practitioners. Clin Obstet Gynecol. 59(2):419-138
Gross, C., Eccleshal, T.R., Malloy, P.J., Villa, M.L., Marcus, R., Fieldman, D.
1996. The Presence Of Polymorphism At The Translation Initiation Site
Of The Vitamin D Receptor Gene Is Associated With Low Bone Minerale
Density In Postmenopausal Mexican-American Women. Journal Of Bone
And Mineral Research. 11(12): 1850-1855
Guy, M., Lowe, L.C., Watt, D.B., Mansi, J.L., Peckitt, C., Bliss, J. et al. 2004.
Vitamin D Receptor Gene Polymorphisms And Breast Cancer Risk.
Clinical Cancer Research. 10(16): 5472-5481
Hanahan, D. and Weinberg, R. 2011. Hallmarks of cancer: the next generation.
Cell. 144:646–74
Haroon, S., Hashmi, A.A., Khurshid, A., Kanpurwala, M.A., Mujtuba, S., Malik,
B., Faridi, N. 2013. Ki67 index in breast cancer: correlation with other
prognostic markers and potential in pakistani patients. Asian Pac J Cancer
Prev. 14(7):4353-8.
Harris, H.R., Tamimi, R.M., Willett, W.C., Hankinson, S.E., Michels, K.B. 2011.
Body Size Across the Life Course, Mammographic Density, and Risk of
Breast Cancer. Am J Epidemiol. 174(8): 909-918
Harvey, J.A., Santen, R.J., Petroni, G.R., Bovjerg, V.E., Smolkin, M.E., Sheriff,
F.S. et al. 2008. Histologic Changes In The Breast With Menopausal
Hormone Therapy Use; Correlation With Breast Density, Estrogen
Receptor, Progesterone Receptor, And Proliferation Index. Menopause.
15(1): 67-73
Hassiotou, F., and Geddes, D. 2012. Anatomy of The Human Mammary Gland:
Current Sttus of Knowledge. Review. Clinical Anatomy. 00: 000-000
Hatse, S., Lambrechts, D., Verstuyf, A., Smeets, A., Brouwers, B., Vandope, T.,
et al. 2012. Vitamin D Status Of Breast Cancer Diagnosis: Correlation
With Tumour Characteristics, Disease Outcome, And Genetics

147

Universitas Sumatera Utara


Determinants Of Witamin D Insufficiency. Carcinogenesis. 33(7): 1319-
1326
Haussler, M.,R., Whitfield, G.,K., Haussler, C.,A., Hsieh, J.,C., Thompson, P.,D
et al. 1998. The nuclear vitamin D receptor: Biological and Molecular
Regulatory Properties Revealed. Review. Journal of Bone and Mineral
Researc. 13(3)
Haussler, M.,R., Jurutka, P.,W., Mizwicki, M., Norman, A.,W. 2011. Vitamin D
Receptor (VDR) mediated action of 1α-25(OH)2D3: genomic and
nongenomic mechanisms best practice and research. Clinical
Endocrinology and Metabolism. 25(4): 543-559
Haussler, M.R., Whitfield, G.K., Kaneko, I., Haussler, C.A., Hsieh, D., Hsieh,
J.C. et al. 2013. Molecular Mechanisms of Vitamin D action. Calcif Tissue
Int. 92: 77-98
Hayashi, S.I., Eguchi, H., Tanimoto, K. et al. 2003. The Expression And Function
Of Estrogen Receptor Alpha And Beta In Human Breast Cancer And Its
Clinical Application. Endocr Relat Cancer. 10:193–202
Henderson, B.E., Feigelson, H.S. 2000. Hormonal Carcinogenesis.
Carcinogenesis. 21(3): 427–33
Hennessy, B.T. 2005. Exploiting The PI3K/AKT Pathway For Cancer Drug
Discovery. Nat Rev Drug Discovery. 4(12): 988-1004
Holick, M.F. 2003. Vitamin D: A Millenium Perspective. Journal of Cellular
Biochemistry. 88: 296-307
Holick, M.F. 2007. Vitamin D Deficiency. New England Journal Of Medicine.
357: 266-81
Holick, M.F., Neil, C.B., Heike, A.B., Catherine, M.G., David, A.H., Robert,
P.H., et al. 2011. Evaluation, Treatment And Prevention Of Vitamin D
Deficiency: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. The Jounal
of Clinical Endocrinology & Metabolism. 96 (7). 1911-1930
Imtiaz, S., Neelam, S., Muhammad, A. 2012. Vitamin D Deficiency In Newly
Diagnosed Breast Cancer Patient. Indian Journal Endocrinology And
Metabolism. 16(3): 409-413
Ingles, S.A., Garcia, D.G., Wang., Nieters, A., Henderson, B.E., Kolonel, L.N. et
al. 2000. Vitamin D Receptor Genotype and Breast Cancer in Latinas
United States). Cancer Causes and Control. 11: 25-30
Ingraham, B.A., Ragdon, B., Nohe, A. 2008. Molecular Basis Of The Potential Of
Vitamin D To Prevent Cancer. Review. Current Medical Research and
Opinion. 24(1): 139-149
Inwald, E.C., Klinkhammer-Schalke, M., Hofstadter, F., Zeman, F., Koller, M.,
Gerstenhauer, M. et al. 2013. Ki-67 Is A Prognostic Parameter In Breast
Cancer Patients: Results Of A Large Population- Based Cohort Of A
Cancer Registry. Breast Cancer Res Tret. 139: 539-552

148

Universitas Sumatera Utara


Iqbal, J., Ginsburg, O., Rochon, PA., Sun, P., Narod, SA. 2015. Differences in
breast cancer stage at diagnosis and cancer specific survival by race and
ethnicity in the united states. JAMA. 313(2): 165-173
Ishihara, M., Mukai, H., Nagai, S., Onozawa, M., Nihei, K., Shimada, T. et al.
2013. Retrospective Analysis Of Risk Factor For Central Nervous System
Metastases In Operable Breast Cancer: Effects Of Biologic Subtype And
Ki-67 Overexpression On Survival. Oncology. 84: 135-140
Jacobs, E.,T., Pelt, C.,V., Forster, R.,E., Zaidi, W., Hibler, E.,A., Gallingan, M.A.
et al., 2013. CYP24A1 and CYP27B1 polymorphisms modulate vitamin D
metabolism in colon cancer cells. Cancer Res. 73(8): 2563-2573
Janbabai, G., Shekarriz, R., Hassanzadeh, H., Aarabi, M., Borhani, S.S. 2016. A
survey on the relationship between serum 25-hydroxyvitamin D level and
tumor characteristics in patients with breast cancer. Int J Hematol Oncol
Stem Cell Res. 10(1): 30-6
Jemal, A.D.V.M., Bray, F., Center, M.M., Ferlay, J., Ward, E. et al. 2011. Global
Cancer Statistics. CA CANCER J CLIN. 61(2) : 69-90
Jeon, S.M. and Shin, E.A. 2018. Exploring vitamin D metabolism and function in
cancer. Experimental& molecular medicine. 50: 20
John, E.M., Schwartz, G.G., Koo, J., Wang, W., Ingles, S.A. 2007. Sun Exposure,
Vitamin D Receptor Gene Polymorphisms And Breast Cancer Risk In A
Multirthnic Population. American Journal Of Epidemiology. 166(12):
1409-1419
Jones, G., Prosser, D.E., Kaufmann, M. 2014. Cytochrome P450-mediated
metabolism of vitamin D. Journal of Lipid Research. 55
Juniku-Shkolollia, Manxhuka-Kerliu, S., Ahmetaj, H., Khare, V., Sekaj, S. 2015.
Expression of Immunohistochemical Markers Of Progression In Pre-
Cancerous and Cancerous Human Colon: Correlation with Serum Vitamin
D Levels. Anticancer Research. 35: 1513-1520
Jurutka, P.W., Remus, L.S., Whitfield, G.K., Thompson, P.D., Hsieh, J.C., et al.
2000. The polymorphic N Terminus In Human Vitamin D Receptor
Isoforms Influences Transcriptional Activity By Modulating Interaction
With Transcription Factor IIB. Mol Endocrinol. 14: 401-420
Kamath, R., Mahajan, K.S., Ashok, L., Sanal, T.S. 2013. A study on risk factors
of breast cancer among patients attending the tertiary care hospital, in
udupi district. Indian J Community Med. 38(2):95-9
Kaminska, M., Ciszewski, T., Miotta, P. 2015. Breast cancer risk factor.
Menopause Review. Prz Menopauzalny. 14(3): 196-202

Karki R., Pandya D., Elston RC., Ferlini C. 2015. Defining “mutation” and
“polymorphism” in the era of personal genomics. BMC Medical
Genomics. 8:37

149

Universitas Sumatera Utara


Kastan, M.B., Bartek, J. 2004. Cell Cycle Checkpoints And Cancer. Nature. 432:
316- 323
Keam, B., Im, S.A., Lee, K.H., Han, S.W., Oh, D.Y., Kim, J.H., et al. 2011. Ki-67
Can Be Used For Futher Classification Of Triple Negative Breast Cancer
Into Two Subtypes With Different Respone And Prognosis. Breast cancer
Researc. 13(2): R22
Kemenkes RI. 2010. Acuan Pedoman Praktik Klinis KANKER Payudara.
Available: http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf
Kemenkes RI. 2015. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI- Stop
Kanker. [Disitasi 5 Feb 2017]; Available: http://www.depkes.go.id
Kemenkes RI. 2016. Kanker payudara. [Disitasi 5 Feb 2017]. Available:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara
Kenemans, P., Bosman, A. 2003. Breast Cancer And Post-Menopausal Hormone
Therapy. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab. 17:123–37
Kermanil, I.A., Kojidil HT., Gharamalekil JV., Sanaat Z., Ziaeil JE., Esfahanil A.
et al. 2011. Association of Serum Level of 25 Hydroxy-Vitamin D with
Prognostic Factors for Breast Cancer. Asian Pacific Journal of Cancer
Prevention. 2
Khalis, M., Charbotel, B., Chajes,V., Rinaldi, S., Moskal, A., Biessy, C. et al.
2018. Menstrual and reproductive factors and risk of breast cancer: A
case-control study in the Fez region, Morocco. PLoS ONE. 13(1):
e0191333.
Khan, Q.J. and Fabian, C.J. 2010. How I Treat Vitamin D Deficiency. J ONcol
Pract. 6(2): 97-101
Kizildag, S., Gulsu, E., Bagci, O., Yuksel, E., Canda, T. 2011. Vitamin D
Receptor Gene Polymorphisms And Male Breast Cancer Risk In Turkish
Population. Journal Of BOUN. 16(4): 640-645
Konofaos, P., Kontzoglou, K., Parakeva, P., Kittas, C., Margari, N., Giaxnaki, E.,
et al. 2013. The Role Of Thinprep Cytology In The Investigation of Ki-67
index, p53 and Her-2 Detection In Fine-Needle Aspirates Of Breast
Tumours. J BOUN. 18(2): 352-8
Kontzoglou, K., Palla, V., Karaolanis, G., Karaiskos, L., Alexiou, L., Pateras, L.
et al. 2013. Correlation Between Ki-67 And Breast Cancer Prognosis.
Oncology. 84: 219-225
Krishnan, A.V., Swami, S., Feldman, D. 2010. Vitamin D And Breast Cancer:
Inhibition Of Estrogen Synthesis And Signaling. J Steroid Biochem Mol
Biol. 121(1-2):343–348
Kulie, T., Groff, A., Redmer, J., Hounsbell, J., Scbrager, S. 2009. Vitamin D: An
Evidence-Based Review. Review. JABFM. 22(6): 698-706

150

Universitas Sumatera Utara


Lafi, Z.,M., Irshaid, Y.M., El-Khateeb, M., Aljouni, K.M., Hyassat, D. 2015.
Association of rs7041 and rs4588 polymorphisms of vitamin D binding
protein and the rs10741657 polymorphism of CYP2R1 with Vitamin D
status among Jordanian patients. Genet Test Mol Biomarkers. 19(11): 629-
36
Lakshmi, R., Athira, R., Mary, J.T., Vijayalakshmi, S. 2012. Breast Cancer Risk
Factors: Preventable and Non-Preventable. IRJP. 3(10): 48-52
Li, H., Stampfer, M.J., Hoilis, J.B.W., Mucci, L.A., Gaziano, J.M., Hunter, D., et
al. 2007. A Prospective Study Of Plasma Vitamin D Metabolites, Vitamin
D Receptor Polymorphisms And Prostate Cancer. Plos Medicine. 4(3)
Li, L.T., Jiang, G., Chen, Q., Zheng, JN. 2015. Ki-67 is a promising molecular
target un the diagnosis of cancer (Review). Molecular Medicine Reports.
11: 1566-1572
Lipponen, P. 1999. Apoptosis In Breast Cancer: Relationship With Other
Pathological Parameters. Endocr Relat Cancer. 6(1): 13-16
López-Otín, C., Blasco, M.A., Partridge, L., Serrano, M., Kroemer, G. 2013. The
hallmarks of aging. Cell. 153(6):1194–217
Maffuz-Aziz, A., Labastida-Almendaro, S., Espejo-Fonseca, A., Rodriguez-
Cuevas, S. 2017. Clinical and pathological features of breast cancer in a
population of Mexico. Cirugia y Cirujanos. 85(3): 201-207
Makki. 2015. Diversity of Breast Carcinoma; Histological Subtype and clinical
relevance. Clinical Medicine Insight. Pathology 8 : 23-31
Malumbres, M., Barbacid, M. 2001. To Cycle Or Not To Cycle: A Critical
Decision In Cancer. Nat Rev Cancer. 1:222-231.
McCullough, M.L., Bostick, R.M., Mayo, T.L. 2009. Vitamin D Gene Pathway
Polymorphism And Risk Of Colorectal, Breast And Prostate Cancer.
Annual Review Of Nutrition. 29: 111-132
Mckay, J.D., Mccullough, M.L., Ziegler, R.G., Kraft, P., Saltzman, B.S., Riboli.
E. et al. 2009. Vitamin D Receptor Polymorphisms And Breast Cancer
Risk Result From The National Center Institute Breast And Prostate
Cancercohort Consortium. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 18(1):
297-305
Menen, R.,S. and Teshome, M. 2018. Chapter 2 Invasive Breast Cancer. In: The
MD Anderson Surgical Oncology Handbook. Sixth Edition, ed. Fieg BE
and Ching CD, Wolter Kluwer, Philadelphia, 81-85
Merchan, B.B., Morcillo, S., Martin- Nunez, G., Tinahones. F.J., Macias-
Gonzales, M. 2017. The Role Of Vitamin D And VDR In Carcinogenesis:
Through Epidemiology And Basic Sciences. Review. Journal of Steroid
Biochemistry & Molecular Biology. 167:203-218
Michael, H. Court (2005-2008). A simple calculator to determine whether
observed genotype frequencies are consistent with Hardy-Weinberg

151

Universitas Sumatera Utara


equilibrium Χ 2 = Χ 2 test P value = 1. [Disitasi 20 jun 2018]; Available:
https://www.researchgate.net/
Mishra, D.K., Wu, Y., Sarkissyan, M., Sarkissyan, S., Chen, Z., Shang, X. et al.
2013. D Receptor Gene Polymorphisms And Prognosis Of Breast Cancer
Among African-American And Hispanic Women. Public Library Of
Science One. 8(3): E57967
Miyamoto, K.I., Robert, A.K., Hironori, Y., Yutaka, T., Eri, N., Sawako, T., et al.
1997. Structural Organization Of The Human Vitamin D Reseceptor
Chromosomal Gene And Its Promoter. Journal of Molecular
Endocrinology. 11 (8) : 1165-1179
Mohammadizadeh, F., Hani, M., Bagheri, M. 2013. role of cyclin D1 in breast
carcinoma. Journal of Research in Medical Science: The Official Journal
of Isfahan University of Medical Sciences. 18(12)
Mohamed, A., Krajewski, K., Cakar, B., Ma, C.X. 2013. Review. Targeted
Therapy for Breast Cancer. Am J Pathol. 183: 1096-1112
Mohr, S.B., Gorham, E.D., Alcaraz, J.E. et al. 2011. Serum 25-hydroxyvitamin D
and prevention of breast cancer: pooled analysis. Anticancer Res.
31:2939–2948.
Mohseni, H., Hosseini, S.A., Amani, R., Ekrami, A., Ahmadzadeh, A., Latifi,
S.M. et al. 2017. Circulating 25-Hydroxy Vitamin D Relative to Vitamin
D Receptor Polymorphism after Vitamin D3 Supplementation in Breast
Cancer Women: A Randomized, Double-Blind Controlled Clinical Trial.
Asian Pac J Cancer Prev. 18(7): 1953–1959.
Mychaleckyj, J.C., Farber, E., A., Chmielewski, J., Artale, J., Light, L., S.,
Bowden, D.,W. et al. 2011. Buffy coat specimens remain viable as a DNA
source for highly multiplexed genome-wide genetic test after long term
storage. J Transl Med. 9: 91
Nahta, R. and Esteva, F.J. 2003. Bcl-2 Antisense Oligonucleotide: A Potential
Novel Strategy For The Treatment Of Breast Cancer. Journal Oncology.
30(16): 143-149
Narvaez, C.J., Matthews, D., LaPorta, E., Simmons, K.M., Beaudin, S., Welsh, J.
2014. The Impact Of Vitamin D In Breast Cancer, Genomics, Pathways,
Metabolism. Review. Frontiers in Physiology. 5(213): 1-10
National Breast And Ovarian Cancer Centre. 2009. Breast Cancer Risk Factors: A
Review Of The Evidence. National Breast And Ovarian Cancer Centre,
Surry Hills, NSW
Nguyen, J., Le, Q.H., Doung, B.H., Sun, P., Pham, H.T., Ta, V.T. et al. 2016. A
Matched Case-Control Study of Risk Factor for Breast Cancer Risk in
Vietnam. International Journal of Breast Cancer. Article ID 7164623

152

Universitas Sumatera Utara


Niikura, N., Masuda, S., Kumaki, N., Xiaoyan, T., Terada, M., Terao, M. et al.
2014. Prognostic Significance of the Ki-67 Scoring Categories in Breast
Cancer Subgroups. Clinical Breast Cancer. 14(5): 323-29
Nishimura, R., Osakom T., Okumura, Y., Hayashi. M., Toyozumi. Y., Arima, N.
2010. Ki-67 as a prognostic marker according to breast cancer subtype and
a predictor of recurrence time in primary breast cancer. Exp Ther Med.
1(5):747-754.
Norman, A.W. 2008. From vitamin D to hormone D: Fundamentals Of The
Vitamin D Endocrine System Essential For Good Health. The American
Journal of Clinical Nutrition. 88(2): 491-499
Nounou, M.I., Elamrawi, F., Ahmed, N., Abdelraouf, K., et al. 2015. Breast
Cancer: Conventional Diagnosis and Treatment Modalities and Recent
Patents and Technologies. Breast Cancer: Basic and Clinical Research.
9(S2): 17-34
Ntzeros, K., Stanier, P., Mazis, D., Kritikos, N., Rozis, M., Anasidis, E., et al.
2015. MKi-67 (marker of proliferation Li-67). Atlas of genetics and
cytogenetics in oncology and Haematology. 19(2): 105-116
Oemiati, R., Rahajeng, E., Kristanto, A.Y. 2011. Prevalensi Tumor Dan Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhinya Di Indonesia. Bul Penelit Kesehat. 39(4):
190 – 204
O’Neill, V., Asani, F., F., Jefffery, Y., J., Saccone, D.,S., Bornman, L. 2013.
Vitamin D Receptor Gene Expression and Function in A South African
Population: Ethnicity, Vitamin D and Fok1. PLoS ONE. 8(6): e67663
Orlov, L., Rochel, N., Moras, D., Klaholz, B.P. 2012. Structure of The Full
Human RXR/VDR Nuclear Receptor Heterodimer Complex With Its DR3
target DNA. EMBO J. 31(2): 291-300
Palmieri, C., MacGregor, T., Girgis, S., Vigushin, D. 2006. Serum 25-
hydroxyvitamin D levels in early and advanced breast cancer. J Clin
Pathol. 59: 1334-6
Paplomata, E., O’Regan, R. 2014. The PI3K/Akt/mtor Pathway In Breast Cancer:
Targets, Trial And Biomarkers. The Adv Med Oncol. 6(4): 154-166
Park, S., Lee, D.H., Jeon, J.Y., Ryu, J., Kim, S., Kim, J.Y. et al. 2015. Serum 25-
hydroxyvitamin D Deficiency And Increased Risk Of Breast Cancer
Among Korean Women: A Case-Control Study. Breast cancer Res Treat.
152: 147-154.
Pathmanathan, N. and Balleine, R.L. 2013. Review Ki67 and proliferation in
breast cancer. J Clin Pathol. 66(6):512-6.
Picon-Ruiz, M., Morata-Tarifa, C., Valle-Goffin, J.J., Friedman, E.R.,
Slingerland. J.M. 2017. Obesity and adverse breast cancer risk and
outcome: Mechanistic insights and strategies for intervention. CA Cancer
J Clin. 67(5):378-397

153

Universitas Sumatera Utara


Pietilainen, T., Lipponen, P., Aaltomaa, S., Eskelinen, M., Kosma, V.M.,
Syrjanen, K. 1996. The important prognostic value of KI-67 Expression
As Determined By Image Analysis In Breast Cancer. J Cancer Res Clin
Oncol. 122(11): 687-692
Pike, J.W., Meyer, M.B. 2010. The Vitamin D Receptor: New Paradigm For The
Regulation Of Gene Expression By 1,25-Dihydroxyvitamin D3.
Endocrinol Metab Clin North Am. 39(2): 255-269
Radha, M., Aqil, F., Gupta, G.C. 2011. Promising Molekular Targeted Therapies
In Breast Cancer. Indian Journal of Pharmacology. 43(3): 236-245
Rahimi, N. 2012. The Ubiquitin-Proteasome System Meets Angiogenesis. Review.
Mol Cancer Ther. 11(3): 538-48
Ramli, M. 2015. Update Breast Cancer Management Diagnostic And Treatment.
Majalah kedokteran andalas. 38(1)
Rashid, M.U., Muzaffar, M., Khanm F.A., Kabisch, M., Muhammad, N., Faiz, S.,
et al. 2015. Association between the BsmI Polymorphism in the Vitamin D
Receptor Gene and Breast Cancer Risk: Results from a Pakistani Case-
Control Study. PLoS ONE. 10(10): e0141562
Reed, A.E.M., Kutasovic, J.R., Lakhani, S.R., Simpson, P.T. 2015. Invasive
lobular carcinoma of the breast: morphology, biomarkers and ‘omics.
Breast Cancer Research. 17:12
Rollison, D.E., Code, A.L., Tung, K.H., Sattery, M.L., Bumgartner, K.B., Byers,
T. et al. 2012. Vitamin D Intake, Vitamin D Receptor Polymorphisms, and
Breast Cancer Risk Among Women Living in The Southwestwern U.S.
Breast Cancer Res Treat. 132(2): 683-691
Rossdeutscher, L., Li, J., Luco, A.L., Fadhil, L., Ochietti, B., Camirand, A. et al.
2015. Chemoprevention Activity of 25-Hydroxyvitamin D in The MMTV-
PyMT Mouse Model of Breast Cancer. Cancer Prev Res. 8(2): 1-9
Roth, S., M., Zmuda, J., M., Cauley, J.,A., Shea, P., R., Ferrell, R.E. 2004.
Vitamin D receptor genotype is associated with fat-free mass and
sarcopenia in elderly men. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 59(1): 10
Samar, A. and Ayman, A. H. 2011. Sinyal Transduction Pathways In Breast
Cancer- Drug Target And Challenges. Breast Cancer-carcinogenesis, cell
growth and signaling pathways. In Tech. [Disitasi 20 jun 2018]; Available:
: http:// www.intechopen.com/books/ Breast Cancer-carcinogenesis, cell
growth and signaling pathways./ signal transduction pathways in breast
cancer- drug target and challenges.
Santiesteban, M., Reynolds, C., Barr Fritcher, E.G., Frost, M.H., Vierkant, R.A.,
Anderson, S.S. et al. 2010. Ki-67: a time-varying biomarker of risk of
breast cancer in atypical hyperplasia. Breast Cncer Res Treat. 121(2): 431-
437

154

Universitas Sumatera Utara


Sari, D., K., Tala, Z.,Z., Lestari, S., Hutagalung, S.,V., Ganie, R., A.Harum, D., S.
2017. Analysis of lifestyle, knowledge, attitude, and knowledge of women
aged 20-50 years old with vitamin D deficiency-Insufficiency in North
Sumatera, Indonesia. Advances in Health Sciences Research. 1: 222-228
Sastroasmoro, S. and Sofyan, I. 2014. Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Sagung Seto. Jakarta: 130-144
Scholzen, T. and Gerdes, J. 2000. The Ki-67 Protein: From The Known And The
Unknown. Journal of Cellular Physiology. 182: 311-322
Shahbazi, S., Alavi, S., Majiidzadehm, A.K., GhaffarPour, M., Soleimani, A.,
Mabdian, R. 2013. Bsm1 but Not Fok-1 of VDR Gene Is Contributed In
Breast Cancer. Medical Oncology. 30(1): 393
Shaikh, F., Baig, S., Jamal, Q. 2016. Do VDR Gene Polymorphisms Contribute to
Breast Cancer? Mini Review. Asian Pac J Canceer Prev. 17(2): 479-483
Siegel, R.L., Miller, K.D., Jemal, A. Cancer Statistic 2016. CA CANCER J CLIN.
2016 Feb. 66(1) : 7-30
Siegel, R.L., Miller, K.D., Jemal, A. Cancer Statistic. 2017. CA CANCER J CLIN.
2017 Feb. 67(1) : 7-30
Sinotte, M., Rousseau, F., Ayotte, P., Dewailly, E., Diorio, C., Giguere, Y. et al.
2008. Vitamin D Receptor Polymorphisms (Fok-1, Bsm1) And Breast
Cancer Risk: Association Replication In Two Case-Control Studies Within
French Canadian Population. Endocrine Relate Cancer. 15:975-983
Siregar, K.,B. 2016. VEGFR Overexpression As A Promising Predictive And
Prognostic Biomarker For Breast Cancer. JUMMEC. 19(2)
Siregar, K.,B., Pane, J., Siburian, R. 2017. Correlation between tumor infiltrating
lymphosites and pathological response in locally advanced breast cancer
hospital. Case Report in Oncology. 10: 699-705
Siregar, K.,B., Manuaba, T.,W., Lubis, N.,H.,D., Sembiring, R.,J. 2017. Caspase 3
as prognostic marker for triple negative breast cancer chemotherapy. Asian
Journal of Pharmaceutical and clinical research. 10(11): 304
Sjamsuhidajat, R. dan Wim, J. 2004. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta. EGC
Sobecki, M., Mrouj, K., Colinge, J., Gerbe, F., Jay, P., Krasinska, L. et al. 2017.
Cell-cycle Regulation Accounts for Variability in Ki-67 Expression Level.
Cancer Res. 77(10)
Sun, J., Chen, C., Wei, W., Zheng, H., Yuan, J., Tu, Y.I. et al. 2015. Associations
and indications of Ki-67 expression with clinicopathological parameters
and molecular subtypes in invasive breast cancer: A population-based
study. Oncol Lett. 10(3):1741-1748
Surakasula, A., Nagarjunapu, G.C., Raghavaiah, K.V. 2014. A comparative study
of pre- and post-menopausal breast cancer: Risk factors, presentation,
characteristics and management. J Res Pharm Pract. 3(1):12-8

155

Universitas Sumatera Utara


Takahashi, Y., Fukui, T., Kishimoto, M., Suzuki, R., Mitsuyama, T., Sumimoto,
K. et al. 2016. Phosphorylation of Smad 2/3 At The Specific Linker
Threonine Residue Indicate Slow Cycling Esophageal Stem Like Cells
Before Re-Entry To The Cell Cycle. Diseases of the esophagus. 00: 1-8
Talaneh, S., Ghorbani, A., Bhakshaiesh, T.,O., Jafari, B. 2017. Fok1 and Bsm1
Polymorphisms of VDR Gene and Breast Cancer Risk. Multidiciplinary
Cancer Investigation. 1(1)
Tamimi, R.M., Spiegelman, D., Smith-Warner, S.A., Wang, M., Pazaris,
M.,Willett, W.C. et al. 2016. Population Attributable Risk of Modifiable
and Nonmodifiable Breast Cancer Risk Factor in Postmenopausal Breast
Cancer. Am J Epidemiol. 184(12): 884-893
Tan, M. and Yu, D. 2013. Molecular mechanisms of ErbB2-Mediated Breast
Cancer Chemoresistance. Madame Curie Bioscience Database. Bookshelf.
Corresponding Author: The University of Texas M.D. Anderson Cancer
Center, Houston, Texas 77030. [Disitasi 20 jun 2018]; Available:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK6194/
Tanei, T., Shimomura, A., Shimazu, K., Nakayama, T., Kim, S.J., Iwamoto, T., et
al. 2011. Prognostic significance of KI-67 index after neoadjuvant
chemotherapy in breast cancer. EJSO. 37(2): 155-161
Tansey, W.WP. 2014. Mammalian MYC Protein and Cancer. Review. New
Journal of Science
Thanasitthichai, S., Chaiwerawattana, A., Prasitthipayong, A. 2015. Association
of Vitamin D Level with Clinicopathological Features in Breast Cancer.
Asian Pac J Cancer Prev. 16(12):4881-3.
Turnbull, C. and Rahman, N. 2008. Genetic Predisposition to Breast Cancer: Past,
Present, and Fitire. Annu Rev Genomics Hum Genet. 9: 321-45
Uitterlinden, A.G., Fang, Y., Meuss, J.B.J., Pols, H.A.P., Leeuwen, J.P.T.M.
2004. Genetics And Biology Of Vitamin D Receptor Polymorphisms.
Review. Gene. 338(2): 143-156
Urata, Y.N., de Lyra, E.C., Katayama, M.L.H., Basso, R.A., de Assis, P.E.Z.,
Cardoso, A.P.T., et al. 2014. Calcitriol Supplementation Effect On Ki-67
Expression And Transcriptional Profil Of Breast Cancer Specimens From
Post-Menopausal Patients. Clinical Nutition. 33: 136-142
Urruticoechea, A., Smith, I.E., Dowsett, M. 2005. Proliferation Marker Ki-67 in
Early Breast Cancer. J Clin Oncol. 23: 7212-7220
van Dierendonck, J.H., Kejizer, R., Vandevelde, C.J., Cornelisse, C.J. 1989.
Nuclear Distribution Of The Ki-67 Antigen During The Cell Cycle:
Comparison With Growth Fraction In Human Breast Cancer Cells. Cancer
Res. 49(11): 2999-3006
Vanlint, S. 2013. Vitamin D and Obesity. Nutrients. 5(3): 949-956

156

Universitas Sumatera Utara


Velasco-Velazquez, M.A., Li, Z., Casimiro, M., Loro, E., Homsi, N., Pestell, R.G.
2011. Examining the role of cyclin D1 in breast cancer. Future oncol. 7(6):
753-65
Vijg, J. and Suh, Y. 2013. Genome instability and aging. Annu Rev Physiol.
75(1):645-68
Voulo, L., Somma, C.D., Faggiano, A., Colao, A. 2012. Vitamin D and Cancer.
Review. Endocrinology. 3(58): 1-13
Walerych, D., Napoli, M., Collavin, L., DelSal, G. 2012. The Rebel Angel:
Mutant P53 As The Driving Oncogene In Breast Cancer. Carcinogenesis.
33(11): 2007-2017
Walsh, J., S., Bowles, S., Evans, A., L. 2017. Vitamin D in obesity. Review. Curr
Opin Endocrinol Diabetes Obes. 24: 00
Wan, L.,Y., Zhang, Y.,Q., Chen, M.,D., Liu, C.,B., Wu, J.,F. 2015. Relationship
of Structure and Function of DNA-Binding Domain in Vitamin D
Receptor. Review. Molecules. 20: 12389-12399
Wei, J.T., Huang, W.H., Du, C.W., Qiu, S.Q., Wei, X.L., Liu, J. et al. 2014.
Clinicopathological features and prognostic factors of young breast
cancers in eastern Guangdong of china. Scientific Report. 4: 5360
Welsh, J., Wietzke, J.A., Zinser, G.M., Byrne, B., Smith, K., Narvaez, C.J. 2003.
Vitamin D-3 Receptor as Target for Breast Cancer Prevention. The
Journal of Nutrition. 133:S2425
Whitfield, G.K., Remus, L.S., Jurutka, P.W., Zitzer, H., Oza, A.K. et al. 2001.
Functionally Relevant Polymorphisms In The Human Nuclear Vitamin D
Receptor Gene. Mol Cell Endocrinol. 177: 145-159
WHO. 2013. Breast Cancer: Prevention and Control. [Disitasi 20 juni 2018];
Available:
http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index1.html
WHO . 2015. Breast Cancer, World Health Organization. [Disitasi 20 juni 2018];
Available:http://www.who.int/cancer/prevention/diagnosis-
screening/breast-cancer/en/
Xu, J., Chen, Y., Olopade, O.L. 2010. MYC and Breast Cancer. Gene& Cancer.
1(6)
Yang, B., Liu, S., Yang, X., Wang, Y., Zhao, X., Zheng, D. et al. 2014. Current
Evidence on The Four Polymorphisms of VDR and Breast Cancer Risk in
Caucasian Women. Meta Gene. 2: 41-49
Yiallourou, A.,L., Ekonomou, E., Tsamadias, V., Nastos, K., Karapanos, K.,
Papaconstantinou, I. 2014. Association of Fok1 and Pvull polymorphisms
with breast cancer staging and survival among Caucasian women: a
prospective study. J BUON. 19(3): 633-42

157

Universitas Sumatera Utara


Yosephin, B., Anwar, F., Riyadi, H., Khomsan, A., Elly, N. 2016. Food sources of
vitamin D and its deficiency in worker women. 4 th Asian Academic
Society International Conference (AASIC)
Youlden, D.R., Cramb, S.M., Yip, C.H., Baade, P.D. 2014. Incidence And
Mortality Of Female Breast Cancer In The Asia- Pacific Region. Cancer
Biol Med. 11: 101-115
Yousef, F.M., Jacobs, E.T., Kang, P.T., Hakim, I.A., Going, S., Yousef, J.M. et al.
2013. Vitamin D status and breast cancer in Saudi Arabian women: case
control study. Am J Clin Nutr. 98(1):105-10
Zhang, K. and Song, L. 2014. Association Between Vitamin D Receptor Gene
Polymorphisms And Breast Cancer Risk: A Meta-Analysis Of 39 Studies.
PLOS ONE. 9(4): e96125
Zhou, C.J., Zhang, Q.H., Zhang, T.G., Sun, S.Z., Li, H., Wang, Y. et al. 2009.
Expression of ER, Ki-67 And Cyclin D1 In The Pre-Cancerous Breast Of
Cjinese Patients. Pathol Oncol Res. x 15(2): 153-158
Zou, T.T., Zheng ,R.S., Zeng, H.M., Zhang, S.W., Chen, W.Q. 2017. Female
breast cancer incidence and mortality in China, 2013. Thoracic Cancer. 8:
214-218

158

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Persetujuan Komisi Etik

159

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Medan

160

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari Direktorat Jendral Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

161

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Surat Izin Penelitian di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kedokteran USU

162

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian

163

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
No.Telp./ HP :
No. CM :

Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai


penelitian yang berjudul ” Hubungan Antara Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin
D Fok-1 Terhadap Kadar Vitamin D Plasma Dan Ekspresi Imunohistokimia Ki-67
Pada Kanker Payudara “ dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko
yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan
sukarela menjadi subjek penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan
yang dibuat peneliti. Jika sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak
melanjutkan mengikuti penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.
Yang menyatakan, Peneliti,

(...............................) (Astrid Siska Pratiwi)

Saksi,

(...............................)

164

Universitas Sumatera Utara


KEMENTERIANRISET, TEKNOLOGI dan DIKTI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jl. Dr. Mansur No. 5 Medan 20155 - INDONESIA
Telp. +61-8210555; Fax. +62-8216264

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)
Untuk bahan tersimpan dan penggunaannya di masa mendatang

Jika bahan (sampel) yang digunakan dalam penelitian ini masih bersisa hingga
penelitiannya sudah selesai, maka: (silahkan diberi tanda  pada pilihan berikut).
Saya berharap bahan tersebut dimusnahkan segera.

Saya berharap bahan tersebut dimusnahkan setelah ....tahun.

Saya mengizinkan bahan tersebut disimpan dalam waktu tak


terbatas

Jika bahan tersebut disimpan, maka:


Saya menyetujui bahan tersebut disimpan dan digunakan untuk
penelitian mendatang dengan ruang lingkup yang sama dengan penelitian
ini, yaitu penelitian yang berjudul : Hubungan Antara Polimorfisme Gen
Reseptor Vitamin D Fok-1 Terhadap Kadar Vitamin D Plasma Dan
Ekspresi Imunohistokimia Ki-67 Pada Kanker Payudara

Saya menyetujui bahan tersebut disimpan dan digunakan untuk


penelitian mendatang yang ruang lingkupnya berbeda dengan
penelitian ini tetapi disetujui oleh Komisi Etik Kesehatan/Kedokteran

Saya menyetujui bahan tersebut disimpan dan digunakan untuk


penelitian mendatang kecuali penelitian
mengenai.............................................................

Kemudian:
Saya ingin identitas saya tidak disertakan pada bahan tersebut.

Saya ingin identitas saya tetap disertakan pada bahan tersebut.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :

165

Universitas Sumatera Utara


Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
No.Telp./ HP :

Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya


mengenai penelitian yang berjudul “: Hubungan Antara Polimorfisme Gen
Reseptor Vitamin D Fok-1 Terhadap Kadar Vitamin D Plasma Dan Ekspresi
Imunohistokimia Ki-67 Pada Kanker Payudara “ dan setelah saya diberi
kesempatan bertanya serta jawaban yang diberikan telah saya pahami, dengan
ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela dan mengizinkan
bahan (sampel) saya disimpan dengan cara dan ditujukan untuk hal seperti
ketentuan diatas.
Medan, Agustus 2017
Peneliti Yang menyatakan

(Astrid Siska Pratiwi)


(.............................)
Saksi

(..............................)

CATATAN:

Jika subjek penelitian buta huruf, maka seorang saksi menyampaikan


penjelasan kepada subjek tersebut dan subjek membubuhkan cap
jempolnya serta saksi menandatangani informed consent nya.

Saya yang bertandatangan dibawah ini telah menjelaskan dan menjadi


saksi atas subjek penelitian diatas dan juga telah memberi kesempatan
kepada subjek untuk bertanya. Saya menyatakan bahwa subjek tersebut
telah menyetujui hal-hal diatas tanpa dipaksa siapapun.

Medan, Agustus 2017

(Nama dan T.tangan saksi) (Cap jempol subjek)

166

Universitas Sumatera Utara


PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN:
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

AssalammualaikumWr. Wb.

Selama pagi/ siang Ibu/ Saudari

Nama saya Astrid Siska Pratiwi, akan melakukan penelitian dengan judul: “Hubungan
Antara Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Fok-1 Terhadap Kadar Vitamin D
Plasma Dan Ekspresi Imunohistokimia Ki-67 Pada Kanker Payudara “. Penelitin ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara variasi gen reseptor vitamin D terhadap kadar
vitamin D dalam darah dan kemunculan Ki-67 pada jaringan payudara sebagai molekul
penanda adanya pembelahan sel.

Vitamin D merupakan vitamin yang juga berstatus sebagai hormon. Kerja


vitamin D sangat luas di dalam tubuh, tidak hanya berperan dalam mengatur kadar
kalsium untuk pertumbuhan tulang dan gigi, vitamin D juga berperan pada berbagai
jenis penyakit dan salah satunya kanker payudara. Vitamin D di dalam tubuh hanya
dapat bekerja apabila berikatan dengan reseptornya. Variasi genetik dari reseptor
vitamin D diketahui mempengaruhi aktivitas kerjanya saat berikatan dengan vitamin D,
sehingga kadar vitamin D diteliti bersama dengan reseptornya.

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan mengenai adanya


hubungan antara variasi genetik reseptor vitamin D terhadap kadar vitamin D dan
hubungannya dengan ekspresi Ki-67 pada kanker payudara. Selain itu informasi yang
didapatkan mengenai kadar vitamin D dalam darah dapat menjadi dasar pertimbangan
bagi Ibu/Saudari apakah harus mendapatkan tambahan asupan vitamin D atau tidak,
baik secara alami (papaan sinar matahari) maupun melalui makanan dan suplementasi.

Jika Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia mengikuti penelitian ini maka akan
dilakukan wawancara dan pengambilan darah vena sebanyak ½ sendok teh dan hanya 1
kali. Selanjutnya dari darah tersebut akan diperiksa kadar vitamin D. pemeriksaan yang
dilakukan umumnya tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Ibu/Sauari,
namun apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh tidakan dan
perlakuan di dalam penelitian ini, maka Ibu/ Saudari dapat menghubungi saya melalui
alamat dibawah ini.

167

Universitas Sumatera Utara


Selain itu saya juga ingin memohon izin dari Ibu/ Saudari agar kiranya data- data
pribadi maupun fisik yang ada pada saya dapat disimpan dan dipergunakan dengan baik
oleh saya sendiri maupun oleh penelitian lain dalam rangka melanjutkan penelitian yang
terkait khususnya dalam bidang genetik.

Ibu/ Saudari sekalian berhak untuk menyatakan keberatan pada penelitian


tertentu yang tidak diharapkan atau tidak diinginkan. Sementara ini data dan bahan
yang ada hanya akan digunakan pada penelitian saya, namun apabila nantinya hasil
penelitian tersebut perlu disampaikan, maka saya akan memberitahukan Ibu/Saudari.
Penting untuk diketahui bahwa tidak ada sedikitpun data dan bahan tersebut akan
dikomersilkan dan penelitian selanjutnya yang menggunakan bahan dan data tersebut
tetap akan diawasi dan dinilai oleh Komisi Etik Penelitian.

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Ibu/Saudari dalam penelitian ini


karena selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk orang lain. Selama
penelitian ini, Ibu/Saudari tidak dibebankan biaya apapun. Semua data/ keterangan dari
Ibu/ Saudari bersifat rahasia, tidak diketahui orang lain. Apabila keberatan, Ibu/Saudari
bebas untuk menolak mengikuti penelitian ini, dan jika keberatan untuk penggunaan
dimasa mendatang, Ibu/Saudari dapat menghubungi saya:

Nama : Astrid Siska Pratiwi


Alamat rumah : Jln. Beringin Gg.Pisang No.5 Psr. VII Tembung, Percut
Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara, 20371
Hp : 082274437663

Apabila terdapat hal-hal yang masih kurang jelas atau terdapat hal yang ingin ditanyakan
silahkan Ibu/Saudari sekalian mengajukan pertanyaan. Apakah ada yang mau
ditanyakan?

Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini maka Ibu/Saudari dapat
mengisi lembar persetujuan (Informed Consent)
Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita
semua.

Medan, Agustus 2017

Peneliti,
Astrid Siska Pratiwi

168

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. Formulir Status Penelitian Pasien

HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D


FOK-1 (rs2228570) DAN KADAR VITAMIN D PLASMA
TERHADAP PROLIFERASI SEL (Ki-67)
PADA KANKER PAYUDARA

FORMULIR STATUS PENELITIAN PASIEN

I. IDENTITAS
No.CM : ................................................................................
Nama : .................................................................................
Initial : ................................................................................
Tempat/tgl Lahir :..............................................................................
Agama : ................................................................................
Suku : ................................................................................
Status Perkawinan : 1. Menikah 2. Belum Menikah
Pendidikan : 1. SD 2.SMP 3. SMA 4. S1 5.S2
Pekerjaan : ..................................................................................
Alamat/ Hp : ..................................................................................
...................................................................................
BB/TB : ............kg/ ................. cm
Lingkar Pinggang :..........cm
Lingkar Pinngul :...........cm

169

Universitas Sumatera Utara


II. DATA FAKTOR RISIKO
1. Usia saat terdiagnosis .............th
kanker payudara
2. Usia Menarch .............th

3. Status Menopause 1. Sudah


2. Belum
4. Usia Menopause ...........th
5. Usia Saat kehamilan pertama ...........th

6. Jumlah Anak ..........orang

7. Lama masa menyusui ..........bulan/ tahun

8. Penggunaan kontrasepsi 1. Ada (Jenis :........................................)


hormonal 2. Tidak

9. Riwayat kanker payudara 1. Ada ( Siapa?.....................................)


dalam keluarga 2. Tidak
10. Riwayat kanker lain dalam 1. Ada ( Kanker Apa?.........................)
Keluarga 2. Tidak

III. DATA HISTOPATOLOGI

1. Stadium

2. Grading Histologi

3. KI-67

170

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8. Output SPSS Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan
Faktor Risiko
Usia Terdiagnosa
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
<= 40 8 16.0 16.0 16.0
40-49 20 40.0 40.0 56.0
Valid
>= 50 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Usia Menarche Kategorik


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
< =13 29 58.0 58.0 58.0
Valid > 13 21 42.0 42.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Status Menopause
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Belum 26 52.0 52.0 52.0
Valid Sudah 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Usia Menopause
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 26 52.0 52.0 52.0
<45 4 8.0 8.0 60.0
Valid
>=45 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Usia Kehamilan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak Hamil 7 14.0 14.0 14.0
< 20 Tahun 10 20.0 20.0 34.0
Valid
> 20 Tahun 33 66.0 66.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Lama Menyusui
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
0 11 22.0 22.0 22.0
< 11 Bulan 17 34.0 34.0 56.0
Valid >= 11 Bulan 22 44.0 44.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

171

Universitas Sumatera Utara


Penggunaan Kontrasepsi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak 26 52.0 52.0 52.0
Valid Ada 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Riwayat Kanker Payudara


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Tidak Ada 41 82.0 82.0 82.0
Valid Ada 9 18.0 18.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

BMI
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
< 17 1 2.0 2.0 2.0
17-18.4 1 2.0 2.0 4.0
18.5-25 22 44.0 44.0 48.0
Valid 25.1-27 8 16.0 16.0 64.0
>27 18 36.0 36.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

172

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 9. Output SPSS Distribusi Frekuensi, Polimorfisme Fok-1,
Vitamin D, Ekspresi Ki-67, serta rerata kadar vitamin D dan
ekspresi Ki-67

Polimorfisme FOK-1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
CC/FF 21 42.0 42.0 42.0
CT/Ff 21 42.0 42.0 84.0
Valid
TT/ ff 8 16.0 16.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Vitamin D
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
<= 20 7 14.0 14.0 14.0
21-29 19 38.0 38.0 52.0
Valid
>= 30 24 48.0 48.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Ki-67 grade baru


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
1%-5% 9 18.0 18.0 18.0
6%-25% 25 50.0 50.0 68.0
Valid 26%-50% 15 30.0 30.0 98.0
>=50% 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

Proliferasi Sel Berdasarkan Cut Off Point (14%)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
<14% 18 36.0 36.0 36.0
Valid >14% 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

173

Universitas Sumatera Utara


Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KI-67 50 5.00 55.00 21.7000 14.48469
vit D numerik 50 9.05 52.90 27.9350 8.69124
Valid N (listwise) 50

174

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 10. Output Analisis Data Penelitian (SPSS, dan HWE)

Crosstabs Polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 dengan kadar


25(OH)D

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Polimorfisme FOK-1 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
* Vitamin D

Polimorfisme FOK-1 * Vitamin D Crosstabulation


Vitamin D Total
<= 20 21-29 >= 30
Count 3 7 11 21
CC/
Expected Count 2.9 8.0 10.1 21.0
FF
% of Total 6.0% 14.0% 22.0% 42.0%
Count 1 11 9 21
Polimorfisme
CT/ Ff Expected Count 2.9 8.0 10.1 21.0
FOK-1
% of Total 2.0% 22.0% 18.0% 42.0%
Count 3 1 4 8
TT/ ff Expected Count 1.1 3.0 3.8 8.0
% of Total 6.0% 2.0% 8.0% 16.0%
Count 7 19 24 50
Total Expected Count 7.0 19.0 24.0 50.0
% of Total 14.0% 38.0% 48.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Point
(2-sided) (2-sided) Sig. (1- Probability
sided)
Pearson Chi-Square 7.276a 4 .122 .119
Likelihood Ratio 7.087 4 .131 .166
Fisher's Exact Test 6.583 .139
Linear-by-Linear .505b 1 .477 .497 .284 .084
Association
N of Valid Cases 50
a. 5 cells (55.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
1.12.
b. The standardized statistic is -.710.

175

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs kadar 25(OH)D dengan ekspresi imunohistokimia Ki-67

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Vitamin D * Ki-67 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
grade baru

Vitamin D * Ki-67 grade baru Crosstabulation


Ki-67 grade baru Total
1%-5% 6%-25% 26%-50% >=50%
Count 0 5 1 1 7
<= 20 Expected Count 1.3 3.5 2.1 .1 7.0
% of Total 0.0% 10.0% 2.0% 2.0% 14.0%
Count 3 12 4 0 19
Vitamin
21-29 Expected Count 3.4 9.5 5.7 .4 19.0
D
% of Total 6.0% 24.0% 8.0% 0.0% 38.0%
Count 6 8 10 0 24
>= 30 Expected Count 4.3 12.0 7.2 .5 24.0
% of Total 12.0% 16.0% 20.0% 0.0% 48.0%
Count 9 25 15 1 50
Total Expected Count 9.0 25.0 15.0 1.0 50.0
% of Total 18.0% 50.0% 30.0% 2.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Point
(2-sided) (2-sided) Sig. (1- Probability
sided)
Pearson Chi- 12.914a 6 .044 .035
Square
Likelihood Ratio 12.027 6 .061 .064
Fisher's Exact Test 9.864 .082
Linear-by-Linear .215b 1 .643 .690 .372 .096
Association
N of Valid Cases 50
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14.
b. The standardized statistic is -.464.

176

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs kadar 25(OH)D dengan ekspresi imunohistokimia Ki-
67Berdasarkan Cutt Off Point (14%)

Vitamin D * Proliferasi Sel Crosstabulation


Proliferasi Sel Total
<14% >=14%
Count 3 4 7
Expected 2.5 4.5 7.0
<= 20
Count
% of Total 6.0% 8.0% 14.0%
Count 6 13 19
Vitamin Expected 6.8 12.2 19.0
21-29
D Count
% of Total 12.0% 26.0% 38.0%
Count 9 15 24
Expected 8.6 15.4 24.0
>= 30
Count
% of Total 18.0% 30.0% 48.0%
Count 18 32 50
Expected 18.0 32.0 50.0
Total
Count
% of Total 36.0% 64.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Exact Sig. Exact Point
Sig. (2- (2-sided) Sig. (1- Probability
sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .327 2 .849 .852
Likelihood Ratio .327 2 .849 .852
Fisher's Exact Test .458 .852
b
Linear-by-Linear .002 1 .961 1.000 .558 .161
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2.52.
b. The standardized statistic is .049.

177

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs Polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 dengan ekspresi
imunohistokimia Ki-67

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Polimorfisme FOK-1 * 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
Ki-67 grade baru

Polimorfisme FOK-1 * Ki-67 grade baru Crosstabulation


Ki-67 grade baru Total
1%-5% 6%-25% 26%- >=50%
50%
Count 3 9 9 0 21
CC/
Expected Count 3.8 10.5 6.3 .4 21.0
FF
% of Total 6.0% 18.0% 18.0% 0.0% 42.0%
Count 4 13 4 0 21
Polimorfis CT/
Expected Count 3.8 10.5 6.3 .4 21.0
me FOK-1 Ff
% of Total 8.0% 26.0% 8.0% 0.0% 42.0%
Count 2 3 2 1 8
TT/ ff Expected Count 1.4 4.0 2.4 .2 8.0
% of Total 4.0% 6.0% 4.0% 2.0% 16.0%
Count 9 25 15 1 50
Total Expected Count 9.0 25.0 15.0 1.0 50.0
% of Total 18.0% 50.0% 30.0% 2.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Exact Sig. Exact Sig. Point
Sig. (2- (2-sided) (1-sided) Probability
sided)
Pearson Chi- 8.765a 6 .187 .181
Square
Likelihood Ratio 7.154 6 .307 .358
Fisher's Exact Test 7.031 .285
Linear-by-Linear .264b 1 .607 .691 .354 .093
Association
N of Valid Cases 50
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .16.
b. The standardized statistic is -.514.

178

Universitas Sumatera Utara


Crosstabs Polimorfisme gen reseptor vitamin D Fok-1 dengan Proliferasi Sel
(Ki-67) Berdasarkan Cut Off Point (14%)

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Polimorfisme 50 100.0% 0 0.0% 50 100.0%
FOK-1 *
Proliferasi Sel

Polimorfisme FOK-1 * Proliferasi Sel Crosstabulation


Proliferasi Sel Total
<14% >=14%
Count 7 14 21
CC % of 14.0% 28.0% 42.0%
Total
Count 7 14 21
Polimorfisme
CT % of 14.0% 28.0% 42.0%
FOK-1
Total
Count 4 4 8
TT % of 8.0% 8.0% 16.0%
Total
Count 18 32 50
Total % of 36.0% 64.0% 100.0%
Total

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Exact Sig. Exact Sig. Point
Sig. (2- (2-sided) (1-sided) Probability
sided)

Pearson Chi-Square .810a 2 .667 .789


Likelihood Ratio .784 2 .676 .789
Fisher's Exact Test .900 .683
Linear-by-Linear .469c 1 .494 .545 .314 .127
Association
McNemar-Bowker . . .b
Test
N of Valid Cases 50
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.88.
b. Computed only for a PxP table, where P must be greater than 1.
c. The standardized statistic is -.685.

179

Universitas Sumatera Utara


Hardy-Weinberg Equilibrium (HWE)

180

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 11. Dokumentasi Saat Penelitian
a. Isolasi DNA

Sampel darah yang dibawa ke lab Disentrifugasi untuk


memisahkan plasma dan sel darah

Plasma yang sudah Dipisahkan Disimpan di Dalam Kaltis-80ᵒC

Reagen Isolasi DNA Tahap Awal isolasi

DNA yang sudah terisolasi

181

Universitas Sumatera Utara


b. Proses PCR

Tahap persiapan sampel DNA, reagen, dan primer

Memasukkan sampel ke dalam thermal cycler Pengaturan suhu anneling

182

Universitas Sumatera Utara


c. PCR-RFLP

persiapan sampel produk PCR Persiapan enzim FastDigest Fok-1

Waterbath produk PCR+ Enzim Persiapan proses


Elektroforesis produk RFLP

Elektroforesis Produk RFLP dengan DNA Ladder 25bp

183

Universitas Sumatera Utara


d. ELISA

Persiapan sampel Plasma di suhu ruang Persiapan Kit ELISA

Tahapan Washing secara otomatis Hasil ELISA yang akan di


baca

184

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai