Anda di halaman 1dari 81

GAMBARAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Tesis

Oleh:
dr. Dewi Puspitasari

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


GAMBARAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Tesis
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai
Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher

Oleh:
dr. Dewi Puspitasari

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


Medan, Mei 2011

Tesis dengan judul

GAMBARAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING


DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Hafni, Sp.THT-KL (K)


NIP: 19560911 198403 2 001

Anggota

dr.Rizalina A. Asnir,Sp.THT-KL(K) dr. Adlin Adnan,Sp.THT-KL


NIP: 19610716 198803 2 001 NIP: 140 202 219

Diketahui oleh
Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof. dr. Abdul Rachman Saragih,Sp.THT-KL(K) dr. T.Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL


NIP: 19471130 198003 1 001 NIP: 19790620 200212 2 003

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat, karunia dan

hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu tugas dan

syarat untuk mencapai gelar Magister dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat

diselesaikan. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Sjahril Pasaribu, Dr, dr, Sp.A (K),

DTM&H, dan mantan rektor Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, dr, Sp.A (K), DTM&H

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan

Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Gontar

Alamsyah, dr, Sp.PD-KGEH yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini.

Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Kepala Departemen

THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan,

bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK

USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL sebagai Ketua Program

Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam

Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan sehingga

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum

lainnya.

Yang terhormat dr. Hafni, Sp. THT-KL(K) sebagai ketua pembimbing tesis,

dr.Rizalina A.Asnir, Sp. THT-KL(K) dan dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL sebagai anggota

pembimbing tesis, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis Magister ini. Penulis mengucapkan

terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang

telah diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-guru

di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. Ramsi Lutan, dr.

Sp.THT-KL (K); dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL (K); Prof. Askaroellah Aboet, dr,

Sp.THT-KL (K); Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K); dr. Muzakkir

Zamzam, Sp.THT-KL (K); dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL; dr. T. Sofia Hanum,

Sp.THT-KL (K); Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K); dr. Linda I Adenin, Sp.THT-

KL; dr. Hafni, Sp.THT-KL (K); dr. Ida Sjailandrawati Harahap, Sp.THT-KL; dr. Adlin

Adnan, Sp.THT-KL; dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL;

dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT-KL; dr. Harry Agustaf A, Sp.THT-KL; dr. Farhat,

Sp.THT-KL; dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL; dr. Ashri

Yudhistira, Sp.THT-KL; dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL, dr.H.R.Yusa Herwanto,

Sp.THT-KL, dr.M. Pahala Hanafi Hrp, Sp.THT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes,

Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu dan pengetahuan di bidang THT-KL

yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.

Yang terhormat dr. Putri C. Eyanoer, MSEpid, PhD yang telah banyak membantu

saya di bidang metodologi penelitian dalam pengolahan data tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


Yang Mulia Ayahanda H.M. Nasir Syarbaini, SE dan Ibunda Hj. Sri Maya dengan

segala daya upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih

saying semenjak kecil sehingga penulis dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada

kedua orang tua, agama, bangsa dan Negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah

SWT, ampunilah dosa kedua orang tua penulis serta sayangilah mereka sebagaimana

mereka menyayangi penulis sewaktu kecil. Terimakasih juga penulis tujukan kepada

kakak-kakak penulis Rini Hariyani, Devi Juliastuti,SH,Sp.CN, Dahlia Triyanti,SE dan

Syafina Khairiah, MSI,Ak yang telah memberikan dorongan semangat selama penulis

menjalani pendidikan ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta Magister Kedokteran Ilmu Kesehatan

THT-Bedah Kepala dan Leher yang telah bersama-sama, baik dalam suka maupun dalam

duka, saling membantu sehingga terjalin persaudaraan yang erat, dengan harapan teman-

teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah selalu

memberkahi kita semua.

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis menjadi

amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu melimpahkan rahmat dan

hidayahNya kepada kita semua.

Medan, Mei 2011

Dewi Puspitasari

Universitas Sumatera Utara


GAMBARAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Abstrak

Pendahuluan: Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang berpotensi tinggi


mengadakan metastasis regional ke kelenjar limfe servikal maupun metastase jauh.
Sekitar 90% pasien KNF menunjukkan keganasan nodus limfe servikal. Di antara
berbagai jenis kanker kepala leher, KNF merupakan salah satu jenis dengan prognosis
buruk karena posisi tumor berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur
penting lainnya. Selain itu, diagnosis dini sulit ditegakkan karena gejala yang tidak
khas dan pemeriksaan nasofaring yang sulit. Untuk seluruh keganasan kepala dan
leher di Indonesia, hampir 60% merupakan karsinoma nasofaring. Berdasarkan data
kanker pada Depkes 2007, KNF termasuk 10 jenis kanker terbanyak di Indonesia pada
tahun 2004-2006 dan terus mengalami peningkatan jumlah penderita selama periode
tersebut.
Tujuan: Untuk memperoleh data mengenai gambaran penderita karsinoma nasofaring
di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari
rekam medis penderita baru karsinoma nasofaring berdasarkan pemeriksaan
histopatologi jaringan yang datang ke RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan
Januari 2006-Desember 2010.
Hasil: Penderita karsinoma nasofaring paling banyak ditemukan pada laki-laki(73.1%),
kelompok umur 51-60 tahun(26.5%), suku Batak (57.1%), bekerja sebagai petani
(27.8%), keluhan utama berupa benjolan di leher (71%), tipe histologi non-
keratinizing squamous cell carcinoma (46.6%) dan penderita pada stadium klinis IV
(45.1%).

Kata Kunci : gambaran, karsinoma nasofaring, deskriptif, penderita

Universitas Sumatera Utara


DESCRIPTION OF PATIENTS WITH NASOPHARYNGEAL CARCINOMA IN
RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN IN 2006-2010

Abstract
Introduction: Nasopharynx carcinoma is a carcinoma that is highly potential to obtain
regional metastases to cervical lymph nodes or distant metastases. About 90%,
nasopharynx carcinoma patients show cervical lymph node malignancy. Typically,
nasopharyngeal carcinoma carries a poor prognosis because of its proximity to skull base
and other vital structures. Beside that, early diagnosis was difficult because the subtlety of
its symptoms and the difficult nature of the examination, especially for primary care
physicians. In order to entire head and neck cancer in Indonesia, almost 60% of
nasopharynx carcinoma. Based on data from Depkes in 2007, nasopharynx carcinoma
including 10 types of most cancer in Indonesia in 2004-2006 and is constantly increasing
the number of patients in the period.
Objective: In order to obtain data about the description nasopharynx carcinoma patients
in RSUP H.Adam Malik Medan in 2006-2010.
Method: This study is descriptive by using secondary data from medical record of new
patients with the nasopharynx carcinoma based on histopathological that come to RSUP
H. Adam Malik Medan in January 2006-December 2010.
Result: Patients with nasopharynx carcinoma in January 2006-December 2010 are 335
patients. They are most prevalent in men (73.1%), age group 51-60 years (26.5%), Batak
ethnic group (57.1%), working as a farmer (27.8%), with the main complaint in the form
of lump in the neck (71%), non-ceratinizing squamous cell carcinoma (46.6%) and
patients on stage IV (45.%).

Keywords : description, nasopharyngeal carcinoma, descriptive, patients

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1. Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan tahun

Tabel 4.1.2. Distribusi frekuensi menurut umur pada KNF

Tabel 4.1.3. Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada KNF

Tabel 4.1.4. Distribusi frekuensi menurut suku bangsa pada KNF

Tabel 4.1.5. Distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF

Tabel 4.1.6. Distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF

Tabel 4.1.7. Distribusi frekuensi menurut histopatologi pada KNF

Tabel 4.1.8. Distribusi frekuensi menurut stadium pada KNF

Tabel 4.1.9. Distribusi frekuensi menurut terapi pada KNF

Tabel 4.2.1. Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis

Tabel 4.2.2. Frekuensi umur berdasarkan stadium klinis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penatalaksanaan KNF menurut NCCN 2010

Gambar 2. Kerangka konsep

Gambar 5.1. Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan tahun

Gambar 5.2. Distribusi frekuensi kelompok umur penderita per tahun

Gambar 5.3. Distribusi kelompok umur penderita KNF selama tahun 2006-2010

Gambar 5.4. Distribusi frekuensi jenis kelamin penderita KNF per tahun

Gambar 5.5. Distribusi frekuensi jenis kelamin penderita KNF selama tahun 2006-2010

Gambar 5.6. Distribusi frekuensi suku bangsa penderita KNF tahun 2006-2010

Gambar 5.7. Distribusi frekuensi menurut pekerjaan penderita KNF

Gambar 5.8. Distribusi frekuensi keluhan utama penderita KNF per tahun

Gambar 5.9. Distribusi frekuensi keluhan utama periode 2006-2010

Gambar 5.10. Distribusi frekuensi jenis histopatologi per tahun

Gambar 5.11. Frekuensi jenis histopatologi penderita KNF periode 2006-2010

Gambar 5.12. Distribusi frekuensi menurut stadium pada KNF setiap tahunnya

Gambar 5.13. Distribusi stadium KNF selama lima tahun (2006-2010)

Gambar 5.14. Distribusi frekuensi terapi pada KNF setiap tahunnya

Gambar 5.15. Distribusi frekuensi terapi KNF periode 2006-2010

Gambar 5.16. Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis pada penderita KNF

Gambar 5.17. Frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis pada penderita KNF

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Abstrak ii

Abstract iii

Daftar Tabel iv

Daftar Gambar v

Daftar Isi vi

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang …………………...........…………………… 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................. 3

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. 4

Bab 2. Tinjauan pustaka

2.1. Anatomi Nasofaring................................................................ 5

2.2. Epidemiologi............................................................................ 5

2.3. Etiologi.................................................................................... 7

2.4. Gejala Klinis 9

2.5. Diagnosis 12

2.6. Histopatologi ............................................................................ 14

2.7. Stadium..................................................................................... 16

2.8. Penatalaksanaan.............................................................................. 17

2.9. Prognosis........................................................................................ 17

Kerangka Konseptual ............................................................................... 18

Bab 3. Metode penelitian

3.1. Jenis Penelitian.............................................................................

19

Universitas Sumatera Utara


3.2. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................

19

3.3. Populasi dan Sampel 19

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel Penelitian .......................................................... 19

3.4.2. Definisi Operasional Variabel............................................ 20

3.5. Kerangka Penelitian.......................................................................... 21

3.6. Bahan dan Alat Penelitian.............................................................. 21

3.7. Cara Kerja

3.7.1. Persiapan........................................................................... 21

3.7.2. Pengumpulan Data........................................................... 22

3.8. Analisa Data .............................................................................. 22

Bab 4. Hasil penelitian

4.1. Hasil Statistik Deskriptif

4.1.1. Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan tahun ..... 23

4.1.2. Distribusi frekuensi menurut umur berdasarkan KNF ........ 23

4.1.3. Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin berdasarkan KNF 24

4.1.4. Distribusi frekuensi menurut suku bangsa berdasarkan KNF.. 25

4.1.5. Distribusi frekuensi menurut pekerjaan berdasarkan KNF 25

4.1.6. Distribusi frekuensi menurut keluhan utama berdasarkan

KNF....................................................................................... 26

4.1.7. Distribusi frekuensi menurut histopatologi berdasarkan KNF 26

4.1.8. Distribusi frekuensi menurut stadium berdasarkan KNF ... 27

4.1.9. Distribusi frekuensi terapi berdasarkan KNF 27

4.2. Hasil Statistik Analitik

Universitas Sumatera Utara


xiii

4.2.1. Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis ........... 28

4.2.2. Frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis.......... 28

Bab 5. Pembahasan

5.1. Statistik Deskriptif

5.1.1. Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan tahun ..... 29

5.1.2. Distribusi frekuensi menurut umur pada KNF ........ 30

5.1.3. Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada KNF 33

5.1.4. Distribusi frekuensi menurut suku bangsa pada KNF.. 35

5.1.5. Distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF ... 36

5.1.6. Distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF 37

5.1.7. Distribusi frekuensi menurut histopatologi pada KNF 39

5.1.8. Distribusi frekuensi menurut stadium pada KNF ... 41

5.1.9. Distribusi frekuensi menurut terapi pada KNF 43

5.2. Statistik Analitik

5.2.1. Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis ............ 45

5.2.2. Frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis.......... 46

Bab 6. Kesimpulan dan saran 47

Daftar Pustaka 49

Lampiran 55

Universitas Sumatera Utara


GAMBARAN PENDERITA KARSINOMA NASOFARING
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2006-2010

Abstrak

Pendahuluan: Karsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang berpotensi tinggi


mengadakan metastasis regional ke kelenjar limfe servikal maupun metastase jauh.
Sekitar 90% pasien KNF menunjukkan keganasan nodus limfe servikal. Di antara
berbagai jenis kanker kepala leher, KNF merupakan salah satu jenis dengan prognosis
buruk karena posisi tumor berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur
penting lainnya. Selain itu, diagnosis dini sulit ditegakkan karena gejala yang tidak
khas dan pemeriksaan nasofaring yang sulit. Untuk seluruh keganasan kepala dan
leher di Indonesia, hampir 60% merupakan karsinoma nasofaring. Berdasarkan data
kanker pada Depkes 2007, KNF termasuk 10 jenis kanker terbanyak di Indonesia pada
tahun 2004-2006 dan terus mengalami peningkatan jumlah penderita selama periode
tersebut.
Tujuan: Untuk memperoleh data mengenai gambaran penderita karsinoma nasofaring
di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006-2010.
Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder dari
rekam medis penderita baru karsinoma nasofaring berdasarkan pemeriksaan
histopatologi jaringan yang datang ke RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan
Januari 2006-Desember 2010.
Hasil: Penderita karsinoma nasofaring paling banyak ditemukan pada laki-laki(73.1%),
kelompok umur 51-60 tahun(26.5%), suku Batak (57.1%), bekerja sebagai petani
(27.8%), keluhan utama berupa benjolan di leher (71%), tipe histologi non-
keratinizing squamous cell carcinoma (46.6%) dan penderita pada stadium klinis IV
(45.1%).

Kata Kunci : gambaran, karsinoma nasofaring, deskriptif, penderita

Universitas Sumatera Utara


DESCRIPTION OF PATIENTS WITH NASOPHARYNGEAL CARCINOMA IN
RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN IN 2006-2010

Abstract
Introduction: Nasopharynx carcinoma is a carcinoma that is highly potential to obtain
regional metastases to cervical lymph nodes or distant metastases. About 90%,
nasopharynx carcinoma patients show cervical lymph node malignancy. Typically,
nasopharyngeal carcinoma carries a poor prognosis because of its proximity to skull base
and other vital structures. Beside that, early diagnosis was difficult because the subtlety of
its symptoms and the difficult nature of the examination, especially for primary care
physicians. In order to entire head and neck cancer in Indonesia, almost 60% of
nasopharynx carcinoma. Based on data from Depkes in 2007, nasopharynx carcinoma
including 10 types of most cancer in Indonesia in 2004-2006 and is constantly increasing
the number of patients in the period.
Objective: In order to obtain data about the description nasopharynx carcinoma patients
in RSUP H.Adam Malik Medan in 2006-2010.
Method: This study is descriptive by using secondary data from medical record of new
patients with the nasopharynx carcinoma based on histopathological that come to RSUP
H. Adam Malik Medan in January 2006-December 2010.
Result: Patients with nasopharynx carcinoma in January 2006-December 2010 are 335
patients. They are most prevalent in men (73.1%), age group 51-60 years (26.5%), Batak
ethnic group (57.1%), working as a farmer (27.8%), with the main complaint in the form
of lump in the neck (71%), non-ceratinizing squamous cell carcinoma (46.6%) and
patients on stage IV (45.%).

Keywords : description, nasopharyngeal carcinoma, descriptive, patients

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Karsinoma nasofaring (KNF) pertama kali dilaporkan secara terpisah oleh Regaud

dan Schminke pada tahun 1921 (Wei & Sham, 2005; Brennan, 2006). KNF sering berawal

dari fossa Rosenmuller, dan dapat meluas kedalam atau keluar dari dinding lateral

dan/atau posterosuperior ke dasar otak atau ke palatum, kavum nasi atau orofaring

(Brennan, 2006).

KNF berpotensi tinggi mengadakan metastasis regional ke kelenjar limfe servikal

maupun metastase jauh. Sekitar 90 % pasien KNF menunjukkan keganasan nodus limfe

servikal. Sebagian besar penderita KNF datang pada stadium lanjut (III dan IV) bahkan

sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Diantara berbagai jenis kanker

kepala leher, KNF merupakan salah satu jenis dengan prognosis buruk karena posisi tumor

berdekatan dengan dasar tengkorak dan berbagai struktur penting lainnya. Selain itu,

diagnosis dini sulit ditegakkan karena gejala yang tidak khas dan pemeriksaan nasofaring

yang sulit. Hal ini merupakan kendala yang dihadapi sehingga memberikan hasil

penanganan yang tidak memuaskan (Mulyarjo, 2002; Jeyakumar et al, 2006; Brennan,

2006).

Distribusi KNF memiliki ras/etnik dan geografi yang khusus dimana insiden KNF

yang paling tinggi pada etnik Cina di sekitar propinsi Guangdong, selain itu juga daerah

Asia Selatan, Afrika utara, Timur Tengah dan populasi Eskimo di Alaska (Chang &

Adami, 2006; Plant, 2009). KNF relatif jarang pada populasi kulit putih (Plant, 2009).

Pada daerah endemik insiden meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncak pada

Universitas Sumatera Utara


dekade IV dan dekade V. KNF lebih sering dijumpai pada pria dengan perbandingan pria

dan wanita 3 : 1 (Cottrill & Nutting, 2003; Ganguly et al. 2003).

Di Cina Selatan dan Utara penyakit ini endemik dengan angka insiden meningkat

menjadi 50 per 100.000 penduduk (Cottrill dan Nutting, 2003). Insiden di Thailand pada

suku Thai 3 per 100.000 penduduk, sedangkan pada turunan Cina 10 per 100.000

penduduk (McDermott AL, Dutt SN & Watkinson JC, 2001). Insidensi turunan Cina di

Los Angeles adalah 6,5 kasus per 100.000 laki-laki, sedangkan insidensi turunan Cina di

Singapura 18,1 kasus per 100.000 penduduk pada laki-laki (Sun et al, 2005; Lo et

al,2007). Distribusi ras/etnik dan geografi yang khusus ini memberi kesan bahwa faktor

lingkungan dan genetik turut berperan dalam terjadinya KNF (Pua et al, 2008).

Untuk seluruh keganasan kepala dan leher di Indonesia, hampir 60 % merupakan

karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh karsinoma hidung dan sinus paranasal, laring,

sedangkan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam persentase rendah (Roezin,

1995). Data kanker pada Depkes (2007), KNF termasuk 10 jenis kanker terbanyak di

Indonesia pada tahun 2004-2006 dan terus mengalami peningkatan jumlah penderita

selama periode tersebut, dimana pada tahun 2004 dijumpai 1.039 penderita dari 25.055

seluruh penderita keganasan (proporsi 4,15 %) dan pada tahun 2006 meningkat menjadi

1.633 penderita dari 31.155 seluruh penderita (proporsi 5,24 %). Tan (2010) melaporkan

bahwa insidensi KNF di Indonesia mengalami peningkatan menjadi ~6 per 100.000

penduduk setiap tahunnya dengan rata-rata 12.000 kasus baru per tahun.

RSU Wahidin dan RSU Dadi di Makassar selama periode 10 tahun (1990-1999)

ditemukan 274 kasus KNF dari 570 kasus keganasan kepala dan leher (Kuhuwael, 2006).

Laporan di RS dr.Kariadi antara tahun 1996-2000 dijumpai penderita KNF sebanyak 270

kasus (Yuyun, 2000). Di Bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati

511 penderita baru KNF (Roezin, 1995).

Universitas Sumatera Utara


Di RSUP H. Adam Malik pada tahun 1998-2002 ditemukan 130 penderita KNF

dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan leher (Lutan, 2003), sedangkan selama Januari

1991 sampai April 1996 didapatkan 94 kasus KNF dari 160 kasus tumor ganas (Adnan,

1996).

Berdasarkan paparan di atas diketahui bahwa penderita KNF cukup tinggi di

Indonesia. Oleh karenanya, penulis ingin melakukan penelitian tentang gambaran

penderita KNF di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP H.Adam Malik

Medan tahun 2006 – 2010?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran penderita KNF di RSUP H.Adam Malik Medan tahun 2006 -

2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi menurut umur pada KNF di RSUP H. Adam

Malik Medan.

b. Mengetahui distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada KNF di RSUP H.

Adam Malik Medan.

c. Mengetahui distribusi frekuensi menurut suku bangsa pada KNF di RSUP H.

Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


17

d. Mengetahui distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF di RSUP H.Adam

Malik Medan.

e. Mengetehui distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF di RSUP H.

Adam Malik Medan.

f. Mengetahui distribusi frekuensi menurut jenis histopatologi nasofaring pada KNF

di RSUP H.Adam Malik Medan.

g. Mengetahui distribusi frekuensi stadium pada KNF di RSUP H.Adam Malik.

h. Mengetahui distribusi frekuensi terapi pada KNF di RSUP H.Adam Malik

Medan

i. Mengetahui distribusi jenis kelamin berdasarkan stadium KNF.

j. Mengetahui distribusi umur berdasarkan stadium KNF.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat antara lain :

a. Manfaat Bagi Institusi

Sebagai bahan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data penderita

KNF yang lebih informatif

b. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu dan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan KNF.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid yang dilapisi epitel

pseudostratified columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous

(Cottrill & Nutting, 2003; Wei, 2006). Tumor nasofaring mudah meluas ke fosa serebri

media melalui 2 titik lemah yaitu, foramen laserum dan ovale (Cotrril &Nutting, 2003).

Sistem limfatik dari atap dan dinding posterior nasofaring berjalan ke arah

anteroposterior dan bergabung pada garis tengah. Pada dinding lateral, terutama di daerah

tuba Eustachius paling kaya akan pembuluh limfe. Aliran limfenya juga berjalan ke arah

anteroposterior dan bermuara ke kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling

proksimal dari masing-masing sisi rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, dimana

rantai kelenjar ini terletak di bawah otot sternokleidomastoideus pada tiap prosesus

mastoid. Beberapa kelenjar dari rantai jugular letaknya sangat dekat dengan saraf-saraf

kranial terakhir, yaitu saraf IX,X,XI,XII (Cottrill & Nutting,2003).

2.2. Epidemiologi

Insiden KNF yang paling tinggi adalah pada etnik Cina di sekitar propinsi

Guangdong yaitu 20-30 kasus per 100.000 penduduk laki-laki dan 15-20 kasus per

100.000 penduduk wanita (Wei WI & Kwong DLW, 2010), selain itu juga daerah Asia

Selatan, Afrika utara, Timur Tengah dan populasi Eskimo di Alaska (Chang dan Adami,

2006; Plant, 2009). KNF relatif jarang pada populasi kulit putih, insidensi di Inggris 0,3

per 1.000.000 penduduk pada usia 0-14 tahun (Brennan, 2006), sedangkan di Amerika

Serikat 0,75 per 100.000 penduduk (Plant, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Keturunan generasi pertama emigrasi dari Cina Selatan ke daerah mengalami

penurunan insidens KNF menjadi 5 per 100.000. Insidensi turunan Cina di Negara Barat

lebih rendah dibandingkan turunan Cina di Asia. Insidensi turunan Cina di Los Angeles

adalah 6,5 kasus per 100.000 laki-laki, sedangkan insidensi turunan Cina di Singapura

18.1 kasus per 100.000 penduduk pada laki-laki (Sun et al, 2005; Lo et al,2007).

Distribusi ras/etnik dan geografi yang khusus ini memberi kesan bahwa faktor lingkungan

dan genetik turut berperan dalam terjadinya KNF (Pua et al, 2008).

Penelitian case series Roezin (1996) selama periode 10 bulan mendapatkan insiden

tertinggi pada kelompok umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun masing-masing sebesar

25.92% di RSCM Jakarta. Penelitian case series Muyassaroh et al (1999) di RSUP dr.

Kariadi Semarang mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 40-49 tahun dan

50-59 tahun masing-masing sebesar 24.8% dari 141 kasus.

Hasil yang berbeda didapat oleh Hadi dan Kusuma (1999) di RSUD dr. Soetomo

Surabaya mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu 39

(30.23%) diikuti kelompok umur 41-50 tahun yaitu 31 dari 129 kasus (24.03%). Penelitian

lain di RSUP H. Adam Malik Medan, seperti penelitian case series oleh Lutan (2003)

mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 40-49 tahun sebanyak 40% dari 130

kasus. Di kepustakaan disebutkan umur penderita bervariasi mulai kurang dari 10 tahun

hingga lebih 80 tahun, dengan puncak insiden pada usia 40-50 tahun (Lee, 2003) ataupun

40-60 tahun (Thompson, 2005).

Ditemukan kecendrungan penderita KNF laki-laki lebih banyak dari wanita.

Insiden KNF di Malaysia Juli 2007 sampai Februari 2008 antara laki-laki dengan wanita

berbanding 3 : 1 (Pua et al,2008). Secara case series, di RSUP dr. M. Djamil Padang dan

RSUD Dr. Achmad Muchtar Bukittinggi selama tahun 2006-2008 ditemukan 45 kasus

Universitas Sumatera Utara


KNF dengan 32 kasus laki-laki dan 13 kasus wanita dengan kelompok umur tersering

pada umur 51-60 tahun (Yenita,2009).

2.3. Etiologi

Penyebab pasti dan spesifik KNF sampai saat ini masih belum diketahui, namun faktor

genetik dan lingkungan, seperti infeksi Epstein Barr virus dan konsumsi ikan asin

diyakini sebagai penyebab (Zou, 2007). Beberapa faktor yang dianggap berpengaruh

terhadap KNF :

 Faktor Genetik

berdasarkan fakta-fakta seperti terdapat perbedaan frekuensi yang nyata diantara

beberapa kelompok etnik, adanya peningkatan risiko pada keluarga penderita KNF dan

masih tingginya risiko KNF emigran Cina di daerah yang insiden KNF nya sangat

rendah (Jia WH et al, 2004).

Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan

dengan kejadian KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA).

Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46

(Cottrill dan Nutting, 2003). Penelitian di Medan menemukan alel gen yang potensial

sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah alel gen HLA-

DRB1*08 (Munir D, 2007).

 Faktor Lingkungan

Infeksi virus Epstein-Barr (VEB)

Virus ini pertama kali ditemukan oleh Epstein dan Barr pada tahun 1964 dalam

biakan sel limfoblas dari penderita limfoma Burkitt. Virus ini merupakan virus DNA

yang diklasifikasikan sebagai anggota family virus Herpes (Herpesviridae) dapat

berreplikasi pada sel epitel orofaring dan kelenjar parotis, kemudian menyebar lewat

Universitas Sumatera Utara


ludah dan menular melalui berciuman. Melalui tempat replikasinya di orofaring, EBV

dapat menginfeksi limfosit B (Setiamika M, 2010).

Faktor Makanan

Beberapa penelitian epidemiologik dan laboratorium menyokong hipotesa yang

menyebutkan bahwa konsumsi dini ikan asin menyebabkan KNF di Cina Selatan dan

Hongkong. Suatu studi kasus kontrol menunjukkan bahwa konsumsi ikan asin yang

sering sebelum usia 10 tahun yang berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya

KNF (Ahmad, 2002; Cottrill & Nutting, 2003; Wei, 2006).

Zat nitrosamin juga didapati pada makanan yang dikonsumsi masyarakat Tunisia,

Cina Selatan, dan Greenland dimana angka kejadian KNF cukup tinggi. Nitrosamin

banyak dijumpai pada bahan makanan yang diawetkan dengan cara pengasinan seperti

ikan asin ataupun dengan cara pengasapan. Pada proses pengasinan atau pengeringan

ikan dengan pemanasan sinar matahari, ekstrak ikan asin membentuk nitrosamin dan

beberapa volatile nitrosamin (Ahmad, 2002).

Sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup.

Faktor lingkungan lain yang mempunyai risiko terhadap KNF adalah merokok,

terpapar bahan dari industri seperti formaldehid, asap kayu bakar, asap dupa, tetapi

hubungan yang jelas antara zat-zat tersebut dengan KNF belum dapat dijelaskan.

Penelitian matching case control di Semarang dilaporkan paparan formaldehid

berbentuk uap dan asap yang terhirup berpeluang terbesar terhadap terjadinya KNF

(Nolodewo A, Yuslam, dan Muyassaroh, 2007). Perokok berat berisiko 2-4 kali

dibanding yang tidak merokok. Konsumsi alkohol yang tinggi tidak menunjukkan

risiko pada masyarakat Cina, walaupun di Amerika Serikat menunjukkan adanya

hubungan (Plant, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.4. Gejala Klinis

Dikarenakan kaya akan suplai limfatik dan area yang sulit diperiksa, maka metastasis

servikal sering dijumpai pada tampilan awal. Seperti keganasan kepala dan leher lainnya,

tidak ada hubungan antara ukuran tumor primer dengan kelenjar limfe servikal. Tanda dan

gejala awal KNF tidak khas dan tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit

untuk diperiksa. Sehingga KNF sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan

keganasan kepala leher lainnya (Plant, 2009).

Penderita KNF sering mengalami satu atau lebih dari 4 kelompok gejala yaitu gejala

hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial, dan pembesaran kelenjar limfe leher (Wei, WI

dan Kwong DL, 2010).

2.4.1. Gejala Hidung

 Epistaksis

Gejala ini timbul akibat permukaan tumor rapuh sehingga iritasi ringan dapat

terjadi perdarahan (Cottrill dan Nutting, 2003).

 Hidung sumbat

Gejala ini akibat pertumbuhan massa tumor yang menutup koana, infiltrasi tumor

dapat terjadi ke mukosa kavum nasi, dan massa tumor dapat menonjol kedalam

kavum nasi.

2.4.2. Gejala Telinga

Gejala ini disebabkan perluasan tumor ke latero-posterior sampai ruang

paranasofaringeal sehingga terjadi gangguan pada fungsi tuba Eustachius (Wei, WI

dan Kwong DL, 2010).

 Gangguan pendengaran

 Tinnitus

Universitas Sumatera Utara


 Nyeri telinga / Otalgia

Bila dijumpai gejala otalgia, maka tumor sudah menginfiltrasi daerah parafaring

dan mendestruksi basis kranii. Nyeri yang hebat pada telinga dapat juga terjadi

akibat infiltrasi tumor pada n.glossofaringeus.

 Otitis media serosa sampai perforasi membran timpani

Disfungsi tuba Eustachius dari infiltrasi ke m.levator veli palatini menyebabkan

terjadi otitis media serosa pada 40 % penderita (Plant, 2009).

2.4.3. Gejala Neurologis

 Sindroma Petrosfenoidal

Akibat penjalaran tumor primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale

sepanjang fosa kranii medial sehingga mengenai saraf kranial anterior berturut-

turut yaitu saraf VI, III, IV, sedangkan saraf II paling akhir mengalami gangguan.

Dapat pula menyebabkan parese saraf V. Parese saraf II menyebabkan gangguan

visus, parese saraf III menimbulkan ptosis, dan parese saraf III, IV, dan VI

menyebabkan keluhan diplopia karena saraf-saraf tersebut berperan dalam

pergerakan bola mata, dan saraf V (trigeminus) dengan keluhan rasa kebas di pipi

dan wajah yang biasanya unilateral. Apabila semua saraf grup anterior (n. II – n.

VI) terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal unilateral, oftalmoplegi

unilateral, serta gejala nyeri kepala hebat yang timbul akibat penekanan tumor

pada duramater (Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad, 2002)

 Sindroma Parafaring

Gejala ini timbul akibat gangguan saraf kranial grup posterior (n. IX, X, XI dan

XII) karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh ke belakang masuk

ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus. Manifestasi

kelumpuhan ialah : nervus IX : kesulitan menelan karena hemiparese m.

Universitas Sumatera Utara


konstriktor faringeus superior, nervus X : gangguan motorik berupa afoni, disfoni,

disfagia dan spasme esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri daerah laring dan

faring, dyspnoe dan hipersalivasi. nervus XI : kelumpuhan atau atrofi m. trapezius,

sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle, nervus XII : hemiparese

dan atrofi sebelah lidah, nervus VII dan nervus VIII jarang terkena KNF karena

letaknya agak tinggi (Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad, 2002).

2.4.4. Limfadenopati servikal

Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi dengan

dokter, sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar leher baik

unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher ini merupakan penyebaran

terdekat secara limfogen dari KNF. Pembesaran kelenjar yang agak khas akibat

metastasis adalah lokasi pada ujung prosesus mastoideus di belakang angulus

mandibula yaitu kelenjar jugulodigastrik dan kelenjar servikal posterior (atas dan

tengah), kemudian diikuti kelenjar servikal tengah. Penelitian di Hongkong

mendapatkan sebagian besar penderita KNF (74.5%) datang berobat dengan keluhan

benjolan di leher, dan paling banyak bilateral sebesar 50% (Lee et al, 1997),

sedangkan di Taiwan mendapatkan 64 dari 83 penderita KNF dengan pembesaran

kelenjar leher (Liu et al,2003). Dari enam sentra di Malaysia keluhan utama adalah

bengkak di leher (42%), hidung sumbat (30%), keluhan telinga (11%), sakit kepala

(5%), saraf kranial (6 %), dll (6%) (Pua et al, 2008). Tumor biasa teraba keras, tidak

nyeri, dapat terfiksir atau mudah digerakkan (Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting,

2003; Thompson, 2005)

2.4.5. Gejala Metastasis Jauh

Metastasis jauh dari KNF dapat secara limfogen atau hematogen, yang dapat

mengenai spina vertebra torakolumbar, femur, hati, paru, ginjal dan limpa.

Universitas Sumatera Utara


Metastasis jauh dari KNF terutama ditemukan di tulang, paru-paru, hepar dan

kelenjar getah bening supraklavikular. Metastasis sejauh ini menunjukkan prognosa

yang sangat buruk, biasanya 90% meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis

ditegakkan (Chiesa & De Paoli, 2001).

2.5. Diagnosis

2.5.1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita KNF. Gejalanya sangat

bervariasi antara satu pasien dengan pasien yang lain (Munir, 2009).

2.5.2. Pemeriksaan

2.5.2.1. Rinoskopi Posterior

2.5.2.2. Endoskopi

a. Nasofaringoskopi kaku (Rigid nasopharyngoscopy).

b. Nasofaringoskopi lentur (Flexible nasopharyngoscopy)

2.5.2.3. Biopsi Nasofaring

Biopsi dilakukan melalui tuntunan nasofaringoskopi kaku. Forseps biopsi harus

selalu dimasukkan seiring dengan endoskopi agar dapat melakukan biopsi tumor

dengan pandangan langsung (Wei, 2006)

2.5.2.4. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat kecurigaan adanya tumor di daerah

nasofaring, menentukan lokasi tumor yang dapat membantu dalam melakukan

biopsi yang tepat dan menentukan luas penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya

(Her, 2001).

Foto polos nasofaring dan dasar tengkorak

Universitas Sumatera Utara


CT scan nasofaring, pada KNF yang tumbuh endofitik/submukosa dapat dideteksi

dengan CT scan (Her,2001). Pemeriksaan ini dapat juga mengetahui penyebaran

tumor ke jaringan sekitarnya yang belum terlalu luas, dan juga dapat mendeteksi

erosi basis kranii dan penjalaran perineural melalui foramen ovale sebagai jalur

utama perluasan ke intrakranial. CT scan dilakukan tanpa zat kontras atau bila

diperlukan dapat digunakan zat kontras bila terdapat kesulitan dalam menentukan

batas tumor atau untuk menilai kelenjar limfe dan pembuluh darah. Selain itu,

dapat pula menilai kekambuhan tumor setelah pengobatam, adanya metastasis, dan

juga akibat komplikasi paska radioterapi seperti nekrosis lobus temporal dan atrofi

kelenjar hipofise (Wei dan Sham, 2005).

Magnetic Resonance Imaging lebih baik dari CT dalam memperlihatkan jaringan

lunak nasofaring superfisial atau dalam dan untuk membedakan tumor dengan

jaringan lunak. MRI juga lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring

dan kelenjar leher dalam. Akan tetapi MRI kemampuannya terbatas dalam detail

tulang dan CT harus dilakukan bila status dasar tengkorak tidak dapat ditentukan

dengan jelas oleh MRI (Cottrill dan Nutting 2003; Wei dan Sham, 2005).

Positron Emission Tomography (PET), merupakan pemeriksaan yang paling

sensitif untuk menilai adanya tumor residual atau rekuren pada KNF (Wei dan

Sham, 2005).

2.5.2.5. Pemeriksaan Patologi Anatomi

a. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi mutlak dilakukan

b. Pemeriksaan Imunohistokimia

Universitas Sumatera Utara


Merupakan teknik deteksi antigen dalam jaringan yang melibatkan deteksi

substansi kimia spesifik dalam jaringan dengan menggunakan derivat antibodi

terhadap substans. (Sudiana, 2005)

c. Pemeriksaan Serologi

d. Polimerase Chain Reaction (PCR) (Zachreni, 1999).

2.6. Histopatologi

KNF merupakan kanker sel skuamus yang berasal dari epitel yang melapisi

nasofaring. Menurut WHO (1979) KNF diklasifikasikan dalam 3 tipe yaitu :

 Tipe I. Karsinoma sel skuamosa keratinisasi

Tipe ini berisiko rendah untuk terjadi metastasis, namun mempunyai angka survival

yang rendah dibandingkan tipe non-keratinizing (Plant, 2009).

 Tipe II. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi

 Tipe III. Karsinoma tidak berdiferensiasi (undifferentiated carcinoma)

Merupakan tipe yang paling sering dijumpai dan hampir dijumpai pada KNF di daerah

endemik (Plant, 2009).

2.7. Stadium

Dibeberapa daerah non-endemik menggunakan sistem stadium TNM berdasarkan

AJCC/UICC (American Joint Committee on Cancer/ International Union Against Cancer).

Cara penentuan stadium KNF menurut AJCC/UICC edisi ke-6 tahun 2002, yaitu (Brennan,

2006) :

Tumor primer (T)

Tx : tumor primer tidak dapat ditemukan

To : tidak ada bukti tumor primer

Tis : karsinoma in situ

Universitas Sumatera Utara


Nasofaring

T1 : tumor terbatas di nasofaring

T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau kavum nasi

o T2a : tanpa perluasan ke parafaring

o T2b : dengan perluasan ke parafaring

T3 : tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 : tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial,

fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang mastikator

Kelenjar limfe regional (N)

Nx : pembesaran kelenjar limfe regional tidak dapat ditemukan

N0 : tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional

N1 : metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa

supraklavikular

N2 : metastasis kelenjar limfe bilateral, ukuran ≤ 6 cm, terletak di atas fossa

supraklavikular

N3 : metastasis kelenjar limfe

o N3a : ukuran > 6 cm

o N3b : meluas ke fossa supraklavikular

Metastasis Jauh (M)

Mx : metastasis jauh tidak dapat ditemukan

Mo : tidak dijumpai metastasis jauh

M1 : dijumpai metastasis jauh

Universitas Sumatera Utara


Stadium KNF

Stadium T N M

I T1 No Mo

II A T 2a No Mo

II B T 1-2a N1 Mo

III T 1-2b N2 Mo

T3 N0 Mo

IV A T4 N 0-2 Mo

IV B semua T N3 Mo

IV C semua T Semua N M1

Database 2007-2008 di Malaysia pada kasus baru KNF dijumpai 47 % stadium IV,

28 % stadium III, 21 % stadium II, dan hanya 4 % stadium I. (Pua et al, 2008). Di RSUP

HAM periode Desember 2006 sampai September 2007 dari 24 penderita KNF dijumpai

41,1 % stadium III, stadium IV sebanyak 29,1 %, dan hanya 4,2 % dan 25 % dengan

stadium I dan II (Zahara, 2007).

2.8. Penatalaksanaan

Lokasi anatomi dan kecendrungan dijumpai pada stadium lanjut menyebabkan

tindakan reseksi bedah jarang dilakukan pada KNF (Brennan, 2006; Plant, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Penatalaksanaan KNF menurut NCCN 2010

2.9. Prognosis

Penelitian pada 2.678 pasien yang diterapi di 5 pusat onkologi Hongkong, dengan

analisis multivariat menunjukkan stadium merupakan faktor yang sangat berperan

untuk harapan hidup (survival). Pada penelitian ini, KNF yang diterapi antara 1996

dan 2000 mempunyai 5-year disease-spesific survival adalah 92 % untuk stadium I,

87 % untuk stadium II, 79 % untuk stadium III, dan 65 % untuk stadium IV (Plant,

2009).

Universitas Sumatera Utara


31

KERANGKA KONSEP

Epitel Nasofaring

Infeksi Epstein Barr Virus


HLA

Sosial Ekonomi
Suku/Ras
Genetik Pekerjaan Paparan bahan industri

Rokok
Faktor Makanan :
 Konsumsi ikan
asin Karsinoma Nasofaring Jenis
(mengandung Kelamin
nitrosamine)

Stadium Keluhan Utama Tipe Histopatologi

Terapi

: Variabel penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan mulai Januari 2011-Maret

2011.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita baru karsinoma

nasofaring (KNF) berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan yang datang ke

RSUP H. Adam Malik Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah total populasi.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti : umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, keluhan

utama, histopatologi, stadium dan terapi.

Universitas Sumatera Utara


3.4.2. Definisi Operasional Variabel

 Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel

yang melapisi nasofaring, yang ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan

histopatologi jaringan.

 Umur adalah usia yang dihitung dalam tahun dan menurut ulang tahun

terakhir sesuai yang tertulis di rekam medis.

 Jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang tertulis di

rekam medis.

 Suku bangsa adalah suatu masyarakat dengan budaya, bahasa, agama, dll

yang tertulis di rekam medis

 Tipe histopatologi adalah jenis dari suatu tumor yang sediaanya diambil dari

jaringan biopsi yang dilihat di bawah mikroskop oleh ahli patologi anatomi

sesuai dengan yang tertulis di rekam medis yang tipenya menurut kriteria

WHO. :

Tipe 1 : keratinizing squamous cell carcinoma

Tipe 2 : differentiated non keratinizing carcinoma

Tipe 3 : undifferentiated carcinoma

 Stadium tumor : penentuan stadium penyakit yang tertulis di rekam medis

berdasarkan klasifikasi AJCC 2002

Stadium dini : Stadium I dan II

Stadium lanjut : Stadium III dan IV

Universitas Sumatera Utara


3.5. Kerangka Penelitian
Karsinoma
nasofaring

Rekam Medis

 Umur
 Jenis Kelamin
 Suku
 Pekerjaan
 Keluhan Utama
 Histopatologi
 Stadium
 Terapi

3.6. Bahan dan Alat Penelitian

3.6.1. Rekam medis penderita

3.7. Cara Kerja

3.7.1. Persiapan

Mencatat nama dan nomor rekam medis penderita KNF yang datang ke poliklinik

dan yang dirawat di Departemen/SMF THT-KL FK USU/RSUP H.Adam Malik

Medan mulai Januari 2006 sampai Desember 2010 dan menghubungi Instalasi

Rekam Medis RSUP H.Adam Malik Medan.

3.7.2. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari pencatatan

rekam medis penderita KNF di RSUP H.Adam Malik Medan mulai Januari 2006 –

Desember 2010.

Universitas Sumatera Utara


3.8. Analisa Data

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data

yang diperoleh disajikan secara statistik untuk mengetahui presentase penderita

karsinoma nasofaring berdasarkan umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan, keluhan

utama, histopatologi dan stadium.

Data yang diperoleh akan diolah dengan SPSS versi 15. Dilakukan analisa

data untuk melihat kebermaknaan antara jenis kelamin dan umur berdasarkan

stadium klinis dilakukan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan bila p<0.05.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Data seluruh penderita baru karsinoma nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam

Malik Medan mulai Januari 2006-Desember 2010 yang terkumpul sebanyak 335 orang

akan dijabarkan di bawah ini.

4.1. Hasil Statistik Deskriptif

4.1.1. Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan tahun

Tahun N (%)
2006 43 12.8
2007 44 13.1
2008 93 27.8
2009 88 26.5
2010 67 20.6
Total 335 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa frekuensi tertinggi dijumpai pada tahun

2008 diikuti tahun 2009 sebesar 93 penderita (27.8%) dan 88 penderita (26.5%),

sedangkan terendah pada tahun 2006 sebesar 43 penderita (12.8%).

4.1.2 Distribusi frekuensi menurut umur pada KNF

Tabel 4.1.2 Distribusi frekuensi menurut umur pada KNF

TAHUN TOTAL
Umur 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
<11-20 0 (0) 2 (4.5) 1 (1.1) 4 (4.5) 5 (7.5) 12 (3.6)
21-30 3 (7.1) 4 (9.1) 7 (7.5) 5 (5.7) 2 (3.0) 21 (6.3)
31-40 6 (13.9) 6 (13.6) 17 (18.3) 18 (20.4) 12 (17.9) 59 (17.6)
41-50 6 (13.9) 8 (18.2) 21 (22.6) 29 (33.0) 24 (35.8) 88 (26.3)
51-60 15 (34.9) 11 (25.0) 33 (35.5) 13 (14.8) 17 (25.4) 89 (26.5)
>60 13 (30.2) 13 (29.6) 14 (15.0) 19 (21.6) 7 (10.4) 66 (19.7)

Universitas Sumatera Utara


Total 43(100) 44(100) 93(100) 88(100) 67 (100) 335 (100)

Distribusi frekuensi tertinggi sejak tahun 2006-2010 terdapat pada kelompok umur

51-60 tahun sebanyak 89 penderita (26.5%) dan diikuti 41-50 tahun 88 penderita

(26.35%), sedangkan yang terendah pada kelompok umur <11-20 tahun sebanyak 12

penderita (3.6%). Usia termuda adalah 12 tahun dan tertua berusia 88 tahun dengan umur

rerata 48.2 tahun dan median 48 tahun.

Distribusi kelompok umur 51-60 tahun merupakan frekuensi yang terbanyak pada

tahun 2006 dan 2008. Hal ini berbeda dengan tahun 2007 dimana kelompok umur yang

terbanyak adalah > 60 tahun, sedangkan tahun 2009 dan 2010 adalah pada kelompok

umur 41-50 tahun.

4.1.3. Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada KNF

Tabel 4.1.3 Distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada KNF

TAHUN TOTAL
Jenis 2006 2007 2008 2009 2010
Kelamin n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Laki-laki 25 (58.1) 33 (75.0) 64 (68.8) 67 (76.1) 56 (83.6) 245 (73.1)
Perempuan 18 (41.9) 11 (25.0) 29 (31.2) 21 (23.9) 11 (16.4) 90 (26.9)
Total 43(100) 44(100) 93 (100) 88(100) 67(100) 335(100)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap tahunnya jenis kelamin laki-laki lebih

banyak dijumpai dibandingkan perempuan dengan frekuensi sebesar 245 penderita

(73,1%), sedangkan perempuan 90 penderita (26,9%) dengan perbandingan 2.7 : 1.

Universitas Sumatera Utara


4.1.4 Distribusi frekuensi menurut suku bangsa pada KNF

Tabel 4.1.4. Distribusi frekuensi menurut suku bangsa pada KNF

TAHUN TOTAL
Suku bangsa 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Batak 22 (51.2) 29 (65.9) 51 (54.8) 48 (54.5) 41 (61.2) 191 (57.1)
Aceh 8 (18.5) 3 (6.8) 7 (7.6) 13 (14.8) 11 (16.4) 42 (12.5)
Melayu 3 (7.0) 4 (9.1) 8 (8.6) 13 (14.8) 6 (9.0) 34 (10.1)
Jawa 7 (16.3) 8 (18.2) 23 (24.7) 13 (14.8) 7 (10.4) 58 (17.3)
Minang 3 (7.0) 0 (0) 4 (4.3) 1 (1.1) 2 (3.0) 10 (3.0)
Total 43(100) 44(100) 93(100) 88 (100) 67 (100) 335(100)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa frekuensi penderita berdasarkan

suku tercatat tertinggi adalah Batak 57.1% dan terendah adalah Minang 3.0%.

4.1.5 Distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF

Tabel 4.1.5. Distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF

TAHUN TOTAL
Pekerjaan 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
PNS 3 (7.0) 2 (4.5) 13 (13.9) 16 (18.2) 12 (17.9) 46 (13.7)
Wiraswasta 14 (32.6) 10 (22.7) 23 (24.7) 19 (21.6) 9 (13.4) 75 (22.4)
Ibu rumah tangga 12 (27.9) 7 (16.0) 14 (15.1) 22 (25.0) 10 (14.9) 65 (19.4)
Petani 12 (27.9) 18 (40.9) 28 (30.1) 21 (23.9) 14 (20.9) 93 (27.8)
Nelayan 1 (2.3) 2 (4.5) 9 (9.7) 6 (6.8) 16 (23.9) 34 (10.1)
Tidak bekerja 1 (2.3) 5 (11.4) 6 (6.5) 4 (4.5) 6 (9.0) 22 (6.6)
Total 43(100) 44(100) 93 (100) 88(100) 67(100) 335(100)

Frekuensi pekerjaan penderita KNF tercatat, terbanyak adalah petani dengan 93

penderita (27.8%) diikuti wiraswasta sebanyak 75 penderita (22.4%).

Universitas Sumatera Utara


4.1.6. Distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF

Tabel 4.1.6. Distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF

TAHUN TOTAL
Keluhan Utama 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Benjolan di leher 31 (72.0) 33 (75.0) 67 (72.0) 60 (68.1) 47 (70.1) 238(71.0)
Keluhan Hidung 9 (23.3) 9 (20.4) 10 (10.8) 21 (23.9) 17 (25.4) 66(19.7)
Keluhan telinga 0 (0) 1 (2.3) 7 (7.5) 2 (2.3) 1 (1.5) 11 (3.3)
Keluhan neurologis 3 (4.7) 1 (2.3) 9 (9.7) 5 (5.7) 2 (3.0) 20 (6.0)
Metastase jauh 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Total 43 (100) 44(100) 93(100) 88(100) 67(100) 335(100)

Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa setiap tahunnya benjolan di leher

merupakan keluhan utama tersering dijumpai sebesar 71.0%. Keluhan hidung sebesar

19.7% terdiri dari hidung sumbat 16.7% dan hidung berdarah 3.0%.

4.1.7. Distribusi frekuensi menurut histopatologi (WHO) pada KNF

Tabel 4.1.7. Distribusi frekuensi menurut histopatologi (WHO) pada KNF

TAHUN TOTAL
Histopatologi 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Tipe I 18 (41.9) 7 (15.9) 28 (30.1) 12 (13.6) 10 (15.0) 75 (22.4)
Tipe II 18 (41.9) 21 (47.7) 50 (53.8) 46 (52.3) 21 (31.3) 156 (46.6)
Tipe III 7 (16.2) 16 (36.4) 15 (16.1) 30 (34.1) 36 (53.7) 104 (31.0)
Total 43(100) 44(100) 93(100) 88(100) 67(100) 335(100)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa proporsi histopatologi tipe II

merupakan tipe tersering yang ditemukan sebanyak 156 kasus (46.6%), diikuti tipe III

sebanyak 104 kasus (31.0%).

Universitas Sumatera Utara


4.1.8. Distribusi frekuensi stadium pada KNF

Tabel 4.1.8. Distribusi frekuensi stadium pada KNF

TAHUN TOTAL
Stadium 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n ( %) n (%) n (%) n (%)
I 0 (0) 0 (0) 1 (1.1) 1 (1.1) 0 (0) 2 (0.6)
II 6 (13.9) 6 (13.6) 25 (26.8) 10(11.3) 9 (13.5) 56 (16.7)
III 18 (41.9) 16 (36.4) 33 (35.5) 38(43.2) 21 (31.3) 126(37.6)
IV 19 (44.2) 22 (50) 34 (36.6) 39(44.4) 37 (45.2) 151(45.1)
Total 43(100) 44(100) 93(100) 88(100) 67(100) 335(100)

Pada tabel di atas diketahui bahwa setiap tahunnya stadium lanjut merupakan

frekuensi stadium yang terbanyak, dan selama periode 5 tahun stadium lanjut dijumpai

sebesar 82.7% yang terdiri dari stadium IV sebesar 45.1% dan stadium III sebesar 37.%,

sedangkan stadium dini sebesar 17.3 %.

4.1.9. Distribusi frekuensi terapi pada KNF

Tabel 4.1.9. Distribusi frekuensi terapi pada KNF

TAHUN TOTAL
Terapi 2006 2007 2008 2009 2010
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Radioterapi 0 (0) 0 (0) 18 (19.4) 17 (19.3) 12 (17.9) 47 (14.0)
Kemoterapi 33 (76.7) 19 (43.2) 32 (34.4) 12 (13.6) 24 (35.8) 120 (35.8)
Radioterapi+ 0 (0) 0 14 (15.1) 43 (48.9) 20 (29.9) 77 (23.0)
kemoterapi
10 (23.3) 25 (56.8) 29 (31.2) 16 (18.2) 11 (16.4) 91 (27.2)
Terapi (-)
Total 43 (100) 44(100) 93(100) 88(100) 67(100) 335(100)

Pada tabel di atas tampak penderita KNF paling banyak mendapat kemoterapi

sebesar 120 penderita (35.8%) sedangkan paling sedikit mendapat radioterapi sebanyak

47 penderita (14%).

Universitas Sumatera Utara


4.2. Hasil Statistik Analitik

4.2.1. Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis

Jenis kelamin berdasarkan stadium klinis penderita KNF di RSUP H. Adam Malik

Medan tahun 2006-2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2.1. Distribusi frekuensi jenis kelamin penderita KNF berdasarkan stadium klinis

Jenis Kelamin Jumlah


Stadium Laki-laki Perempuan
Stadium dini 32 (54.2%) 27 (45.8%) 59 (100%)
Stadium lanjut 213 (77.2%) 63 (22.8%) 276 (100%)
df=1 p=0.750

Berdasarkan tabel 4.2.1. dapat dilihat bahwa penderita KNF 58 orang stadium dini dengan

jenis kelamin laki-laki 32 penderita dan perempuan 27 penderita. Dari 277 penderita

stadium lanjut, laki-laki sebesar 213 penderita dan perempuan sebesar 64 penderita.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p=0.750

berarti secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara jenis kelamin berdasarkan

stadium klinis.

4.2.2. Frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis

Tabel 4.2.2. Distribusi frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis

Umur Jumlah
Stadium  48 tahun >48 tahun
Stadium dini 24 (40.7%) 35 (59.3%) 59 (100%)
Stadium lanjut 139 (50.3) 137 (49.7%) 276 (100%)
df=1 p=0.177

Universitas Sumatera Utara


Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p=0.177

berarti secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur berdasarkan

stadium klinis.

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik didapatkan data

penderita KNF selama 5 tahun terakhir (2006-2010) sebanyak 335 penderita yang akan

dijabarkan di bawah ini.

5.1. Statistik Deskriptif

5.1.1. Distribusi frekuensi jumlah penderita KNF berdasarkan tahun.

Gambar 5.1. Distribusi frekuensi penderita KNF berdasarkan tahun.

Dari gambar di atas tampak frekuensi penderita KNF dari tahun 2007-2010

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006. Frekuensi penderita KNF mengalami

peningkatan sebesar dua kali lipat pada tahun 2008 dan 2009 dibandingkan tahun 2006.

Universitas Sumatera Utara


Hal ini hampir sama dengan Hutagalung et al (1996) yang melaporkan

peningkatan jumlah pasien KNF tahun 1995 dibandingkan tahun 1991 sebesar 29% di

RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Muyassaroh et al (1999) di RSUP dr. Kariadi Semarang

terjadi peningkatan dari 40 penderita KNF tahun 1996 menjadi 54 penderita pada tahun

1998. Cao et al (2011) melaporkan terjadi peningkatan insidensi KNF di Propinsi

Guangdong dengan angka insiden 14.02/100.000 penduduk per tahun pada tahun 1970

menjadi 17.02/100.000 penduduk per tahun pada tahun 1999, dimana terjadi peningkatan

21.40% pada 30 tahun terakhir.

Pada gambar di atas tampak frekuensi tertinggi pada tahun 2008. Menurut peneliti,

salah satu yang mempengaruhinya adalah program simposium deteksi dini KNF di

Sumatera Utara yang membuka wacana tenaga medis, paramedis dan masyarakat

sehingga lebih peduli bila dijumpai gejala-gejala KNF untuk diperiksakan ke Rumah

Sakit sentra.

5.1.2. Distribusi frekuensi kelompok umur pada KNF

Distribusi frekuensi menurut umur penderita KNF di RSUP H. Adam Malik

Medan sejak Januari 2006-Desember 2010 dapat dilihat pada gambar 5.2.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.2. Distribusi frekuensi kelompok umur penderita per tahun

Pada gambar 5.2 terlihat bahwa setiap tahunnya memiliki variasi untuk kelompok

umur terbanyak.

Gambar di atas menunjukkan bahwa kelompok umur 41-50 tahun terus meningkat

dari tahun 2006 sampai 2010. Sedangkan kelompok umur >60 tahun mengalami

penurunan tahun 2010 dibandingkan tahun 2006 sebesar 46.2%. Hal ini sesuai dengan

data BPS, yang menunjukkan komposisi penduduk Indonesia pada kelompok umur 15-64

tahun pada tahun 2007 sebesar 65.05% dan pada tahun 2008 sebesar 67.67%; sedangkan

kelompok umur ≥65 tahun pada tahun 2008 sebesar 5.10% menurun dibandingkan tahun

2007 (Depkes, 2007). Dari kepustakaan dinyatakan bahwa umur penderita bervariasi

mulai dari kurang 10 hingga 80 tahun, dengan puncak insiden pada umur 40-50 tahun

ataupun 40-60 tahun (Lee, 2003; Thompson. 2005).

Pada penelitian ini didapatkan umur termuda adalah 12 tahun dan tertua umur 88

tahun . Hal ini sesuai dengan penelitian case series Hsien et al (2009) pada Rumah Sakit

Raja Isteri Pangiran Anak Saleha (RIPAS) Brunei Darusalam mayoritas dijumpai pada

usia termuda 12 tahun dan tertua 83 tahun. Berbeda dengan penelitian cross sectional

Kartika (2010) di RSUP dr.Kariadi Semarang dilaporkan umur termuda 14 tahun dan

tertua pada umur 65 tahun.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.3. Distribusi kelompok umur penderita KNF selama tahun 2006-2010.
Berdasarkan gambar 5.3. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi penderita KNF

terdapat pada kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 89 penderita (26.5%), diikuti 41-50

tahun sebanyak 88 penderita (26.3%) dan terendah pada kelompok umur <11-20 tahun.

Hal ini sesuai dengan penelitian lain di Indonesia, yaitu Hadi dan Kusuma (1999)

di RSU dr.Soetomo Surabaya mendapatkan kelompok terbanyak pada umur 51-60 tahun

sebanyak 39 penderita pada 129 penderita KNF. Penelitian case series Yenita dan Asri

(2008) di Sumatera Barat selama periode 2006-2008 melaporkan paling sering terdapat

pada kelompok umur 51-60 tahun yaitu sebesar 17 penderita (37.8%) dari 45 penderita .

Sedangkan di luar negeri, dijumpai hal yang sama oleh Pua et al (2008) terhadap 225

kasus baru KNF pada beberapa sentra di Malaysia terbanyak pada kelompok usia 51-60

tahun sebesar 28%.

Keganasan didapatkan pada usia tua (lebih dari 40 tahun) karena sistem imunitas

dan mekanisme perbaikan DNA yang mengalami mutasi (DNA repair) sudah kurang

berfungsi dengan baik. Mekanisme perbaikan DNA dibutuhkan guna memperbaiki

rangkaian asam amino pada kode genetik DNA yang mengalami mutasi. Jika mekanisme

Universitas Sumatera Utara


perbaikan DNA ini mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya maka mutasi gen

DNA yang sudah terjadi akan menyebabkan pertumbuhan sel tidak terkendali

(Soehartono et al, 2007). Berdasarkan penelitian para ahli disimpulkan bahwa suatu

karsinogenesis merupakan proses yang berlangsung sangat lama. Suatu proses

transformasi sel sendiri dapat berlangsung lama, karena di dalam sel kanker telah

terakumulasi banyak mutasi. Selain itu, dibutuhkan sejumlah banyak pembelahan sel

untuk menjadikan suatu tumor menjadi manifes dari satu sel yang mengalami

transformasi. Tergantung dari frekuensi pembelahannya hal ini dapat berlangsung 5-10

tahun. Dengan demikian tumor tersebut telah ada jauh sebelum kita dapat

mendiagnosisnya (Bostman, 1996). Infeksi EBV sebagai salah satu faktor risiko KNF

memiliki masa laten untuk mempertahankan episom EBV dalam epitel nasofaring yang

terinfeksi, sekitar 20-25 tahun tanpa gejala. Hal ini menyebabkan infeksi EBV

menyediakan kumpulan sel target pada nasofaring yang rentan terhadap paparan

karsinogen lingkungan serta perubahan genetik selanjutnya pada onkogen dan gen

suppressor tumor yang berperan dalam transformasi keganasan menjadi KNF (Richardson,

2005).

5.1.3 Distribusi frekuensi jenis kelamin penderita KNF

Distribusi frekuensi jenis kelamin pada penderita KNF dapat dilihat pada gambar

5.4.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.4. Distribusi frekuensi jenis kelamin penderita KNF per tahun

Gambar di atas menunjukkan bahwa setiap tahunnya, jenis kelamin laki-laki lebih

banyak dijumpai dibandingkan perempuan. Frekuensi jenis kelamin laki-laki tahun 2007

sampai 2010 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006, sedangkan jenis kelamin

perempuan semakin menurun pada tahun 2010.

Gambar 5.5. Distribusi frekuensi jenis kelamin penderita KNF selama tahun 2006-2010

Universitas Sumatera Utara


Pada gambar 5.5. menunjukkan bahwa selama periode lima tahun, jenis kelamin

laki-laki lebih banyak dijumpai sebesar 73.1% dibandingkan perempuan dengan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2.7:1.

Hasil ini sesuai dengan penelitian lain di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu oleh

Lutan (2003) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 2.3:1, Henny (2006)

2.4:1, Nasution (2007) 2.69:1, Harahap (2009) 2.5:1 dan Siregar (2010) 2.7:1. Penelitian

di sentra lain di Indonesia mendapatkan hasil yang hampir sama yaitu Hutagalung et al

(1996) di RSUP dr.Sardjito Yogyakarta 2.47:1, Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD

dr.Soetomo Surabaya 2.1:1, Masrin (2005) di RSCM dengan 2.5:1, Yenita dan Asri

(2008) di Sumatera Barat 2.5:1, Sofyan (2010) di RS dr.Hasan Sadikin Bandung 2:1.

Laki-laki lebih banyak menderita KNF dibandingkan perempuan dilaporkan pada

hampir semua penelitian, hal ini diduga ada hubungannya dengan kebiasaan hidup serta

pekerjaan yang menyebabkan laki-laki sering kontak dengan karsinogen penyebab KNF.

Paparan uap, asap debu dan gas kimia di tempat kerja meningkatkan risiko KNF 2-6 kali.

Sementara paparan formaldehid di tempat kerja meningkatkan risiko KNF 2-4 kali.

Peningkatan risiko juga terjadi pada pekerja yang menghirup uap kayu, dan risiko

meningkat 2 kali pada pekerja yang terpapar panas industri dan produk pembakaran

(Chang dan Adami, 2006). Risiko juga meningkat pada peminum alkohol dengan OR 2.9;

95% CI, 1.2-6.9 (Vaughan et al, 1996). Selain itu, hormon testosteron yang dominan pada

laki-laki di curigai mengakibatkan penurunan respon imun dan survaillance tumor

sehingga laki-laki lebih rentan terhadap infeksi EBV dan kanker (Munir,2009).

5.1.4. Distribusi frekuensi menurut suku bangsa pada KNF

Distribusi frekuensi suku bangsa tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar 5.6.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.6. Distribusi frekuensi suku bangsa penderita KNF tahun 2006-2010

Suku Batak merupakan kelompok yang terbanyak sebesar 57.1% dapat dilihat

pada gambar di atas, diikuti suku Jawa sebesar 12.5% dan terendah dijumpai pada suku

Minang sebesar 3%.

Pada hampir semua penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan mendapatkan hasil

yang sama seperti seperti Lutan (2003) mendapatkan angka 43.1% pada suku Batak,

Aliandri (2007) mendapatkan 51.9% penderita suku Batak, Zahara (2007) mendapatkan

penderita suku Batak sebesar 54.2%. Harahap (2009) 42.9% dan Astuty (2010) sebesar

44.4%. Sama halnya dengan Nurhalisah (2009) di RSU dr.Pirngadi Medan melaporkan

54.5% penderita KNF suku Batak. Sebagai perbandingan dengan hasil penelitian di sentra

lain di Indonesia seperti Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo Surabaya

mendapatkan suku terbanyak adalah suku Jawa (73.6%) dan Punagi (2007) di Makassar

mendapatkan angka 46.7% pada suku Bugis, diikuti Makassar sebesar 26.7%.

Indonesia termasuk kelompok Malaya Polinesia dari ras Mongoloid mempunyai

kekerapan yang cukup tinggi (Roezin, 1995; Chew, 1997). Perbedaan yang didapat pada

penelitian ini dibandingkan sentra lain mungkin dipengaruhi lokasi rumah sakit dan suku

Universitas Sumatera Utara


terbanyak di daerah tersebut. Pada suku Batak telah ditemukan alel gen yang potensial

sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF yaitu alel gen HLA-DRB*08 (Munir, 2007)

5.1.5 Distribusi frekuensi menurut pekerjaan pada KNF

Gambar 5.7. Distribusi frekuensi menurut pekerjaan penderita KNF

Berdasarkan gambar 5.7. dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi pekerjaan

penderita yang tercatat, tertinggi adalah petani 27.8% dan terendah pada yang tidak

bekerja sebesar 6.6%.

Hasil ini hampir sama dengan penelitian lain di RSUP H.Adam Malik Medan

yaitu Astuty (2010) dengan pekerjaan terbanyak sebagai petani sebesar 28.8%, Siregar

(2010) sebesar 29.4%. Hal ini mungkin disebabkan petani/buruh lebih sering terpapar

dengan zat karsinogen, seperti insektisida, bezopyrenen, benzo-anthrancene, gas kimia,

asap industri, serbuk kayu dan beberapa ekstrak tumbuhan (Ahmad, 2002).

5.1.6. Distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF

Universitas Sumatera Utara


Distribusi frekuensi menurut keluhan utama pada KNF setiap tahunnya selama

tahun 2006-2010 dapat dilihat pada gambar 5.8.

Gambar 5.8. Distribusi frekuensi keluhan utama penderita KNF per tahun

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi keluhan

utama tertinggi pada tiap tahun adalah benjolan di leher. Keluhan hidung tahun 2006 ke

tahun 2008 mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2008 ke 2010 mengalami

peningkatan. Sebaliknya keluhan telinga dan gejala neurologis mengalami kenaikan pada

tahun 2008 dan menurun dari tahun 2008 ke 2010.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.9. Distribusi keluhan utama periode 2006-2010

Berdasarkan gambar 5.9 tampak bahwa selama lima tahun benjolan di leher

merupakan keluhan yang tersering mendorong penderita berobat sebesar 71%, diikuti

keluhan hidung sebesar 19.7% berupa hidung sumbat dan hidung berdarah, gejala

neurologis 6%, keluhan telinga 3% dan keluhan metastase jauh tidak dijumpai.

Hal ini sesuai dengan penelitian lain di Medan oleh Nurhalisah (2009) di RSU

dr.Pirngadi masing-masing sebesar 88.9% dari 108 penderita. Penelitian di sentra lain

oleh Hadi dan Kusuma (1999) di Surabaya sebesar 51.16% dari 129 penderita dan

Muyassaroh et al(1999) di Semarang melaporkan benjolan di leher sebesar 68.1% dari

141 penderita.Penelitian lain oleh Lee et al (1997) di Hongkong benjolan di leher sebesar

75.8% dari 4768 penderita, Pua et al (2008) di Malaysia benjolan di leher sebesar 42 %

diikuti hidung sumbat 30% dari 225 penderita.

Banyaknya pasien datang dengan keluhan utama benjolan di leher disebabkan

karena penderita lebih banyak mencari pengobatan setelah merasakan adanya benjolan di

leher dan mengganggu aktivitas, sedangkan gejala lain seperti hidung sumbat ataupun

sakit kepala dianggap hal biasa dan merupakan gejala penyakit lain.

5.1.7. Distribusi frekuensi menurut tipe histopatologi penderita KNF

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.10. Distribusi frekuensi jenis histopatologi per tahun

Pada gambar di atas dilihat tipe II mengalami peningkatan frekuensi dari tahun

2006 sampai 2009 dan mengalami penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar

54.3%. Tipe III mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2006 ke 2010 sebesar

37.5%. Sebaliknya terjadi penurunan frekuensi tipe I dari tahun 2006 ke 2010 sebesar

26.9%.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.11. Frekuensi jenis histopatologi penderita KNF periode 2006-2010

Frekuensi jenis histopatologi selama lima tahun pada gambar 5.11 tampak tipe II

merupakan jenis yang tersering sebesar 46.6%, diikuti tipe III sebesar 31% dan terendah

adalah tipe I sebesar 22.4%.

Hal ini sama dengan penelitian lain di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu

Harahap (2009) sebesar 50%, Hidayat (2009) sebesar 63.6%. Berbeda dengan Aliandri

(2007) mendapatkan WHO tipe 3 yang terbanyak (54.4%), diikuti WHO tipe 2 (41.8%)

dan WHO tipe 1 (3.8%). Zahara (2007) mendapatkan jenis histopatologi terbanyak WHO

tipe 3 (58.3%), diikuti WHO tipe 2 (37.5%) dan WHO tipe 1 (4.2%). Nasution (2007)

mendapatkan WHO tipe 3 yang terbanyak (38.6%), diikuti WHO tipe 2 (33.3%) dan

WHO tipe 1 (28.1%). Delfitri M (2007) mendapatkan WHO tipe 3 sebesar 54.6%, diikuti

WHO tipe 1 (29.1%) dan WHO tipe 2 (16.4%).

Dalam kepustakaan distribusi jenis histopatologi adalah WHO tipe 1 (10%), WHO

tipe 2 (20%) dan WHO tipe 3 (70%) (Lin, 2007). Di Amerika Utara didapati WHO tipe 1

(25%), WHO tipe 2 (12%) dan WHO tipe 3 (63%). Sementara itu distribusi histopatologi

di Cina Selatan WHO tipe 1 (3%), WHO tipe 2 (2%), dan WHO tipe 3 (95%) (Wei dan

Sham, 2005; Wei, 2006). Erkal et al. (2001) di Turki mendapatkan WHO tipe 1 (35%),

WHO tipe 2 (20%) dan WHO tipe 3 (61%) dari 155 penderita KNF. WHO tipe 2 dan 3

paling banyak dijumpai di daerah endemik KNF, seperti di Cina Selatan, Asia Tenggara

dan Afrika Utara. Sementara WHO tipe 1 lebih sering dijumpai di Eropa dengan

prognosis yang lebih buruk (Licitra et al. 2003; Guigay et al. 2006).

5.1.8 Distribusi frekuensi stadium pada KNF

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.12. Distribusi frekuensi menurut stadium pada KNF setiap tahunnya

Berdasarkan gambar 5.12. terlihat bahwa frekuensi setiap tahunnya stadium lanjut

yaitu stadium III dan IV selalu lebih banyak dijumpai dibandingkan stadium dini

(Stadium I dan II).

Pada gambar di atas tampak bahwa frekuensi stadium IV mengalami penurunan

13.4% pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2007, sebaliknya stadium II mengalami

peningkatan sebesar 13.2% pada tahun 2008 dibanding tahun 2007, hal ini mungkin

disebabkan pengaruh Simposium Upaya Deteksi Dini KNF di Sumatera Utara, sehingga

bila dijumpai gejala dan tanda dini mendorong pasien, paramedis dan medis untuk

merujuk ke Rumah Sakit sentra.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.13. Distribusi stadium KNF selama lima tahun (2006-2010)

Pada gambar 5.13. tampak bahwa stadium lanjut sebesar 82.7% merupakan frekuensi

tersering selama periode lima tahun yaitu stadium IV sebesar 45.1% dan stadium III

sebesar 37.6%. Sedangkan stadium dini hanya sebesar 17.3% yang terdiri dari stadium I

dan II masing –masing sebesar 16.7% dan 0.7%.

Penelitian lain di Medan, Nasution (2007) stadium lanjut sebesar 99%, Zahara (2007)

70.8%, Harahap (2009) 89.3% dan Nurhalisah (2009) 82.4%.

Diagnosis dini sulit dilakukan karena tanda dan gejala awal KNF tidak khas dan

tidak spesifik, dan nasofaring merupakan area yang sulit untuk diperiksa. Sehingga KNF

sering didiagnosa saat stadium lanjut dibandingkan keganasan kepala leher lainnya (Plant,

2009).

5.1.9. Distribusi frekuensi terapi pada KNF

Distribusi frekuensi terapi pada KNF setiap tahunnya selama tahun 2006-2010

dapat dilihat pada gambar 5.14.

Universitas Sumatera Utara


Gambar. 5.14. Distribusi frekuensi terapi berdasarkan KNF setiap tahun

Pada gambar di atas tampak pemberian kemoterapi dominan pada tahun 2006

dibandingkan radioterapi maupun radio+kemoterapi dan terus mengalami penurunan pada

tahun 2009. Sebaliknya pemberian terapi kombinasi yaitu radio+kemoterapi semakin

meningkat setiap tahunnya, terutama pada tahun 2009. Hal ini mungkin disebabkan

radioterapi mulai kembali efektif sejak tahun 2008. Sehingga pemberian radioterapi

tunggal tampak mulai meningkat sejak tahun 2008.

Pada tahun 2007 tampak bahwa penderita tidak mendapatkan terapi, hal ini

dikarenakan banyak pasien yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) setelah dilakukan

biopsi dan tidak kontrol kembali untuk mendapatkan terapi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5.15. Distribusi frekuensi terapi periode 2006-2010

Pada gambar 5.15 terlihat bahwa kemoterapi merupakan terapi yang sering

diberikan selama periode 2006-2010 sebesar 35.8% diikuti pemberian kombinasi terapi

(radio+kemoterapi) sebesar 23%, radioterapi sebesar 14% sedangkan penderita yang

tidak mendapat terapi yang dikarenakan PAPS sebesar 1.2%.

Berdasarkan kepustakaan, lokasi anatomi dan kecendrungan dijumpai pada

stadium lanjut menyebabkan tindakan reseksi bedah jarang dilakukan pada KNF

(Brennan, 2006; Plant, 2009). KNF memiliki sensitivitas tinggi terhadap radiasi maupun

kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya (Wei, 2006; Lin, 2006; Guigay

et al. 2006). Pada pasien KNF stadium dini (stadium I dan II), terapi pilihan adalah

radioterapi definitif. Pada KNF stadium lanjut (stadium III dan IV) pemberian kemoterapi

dikombinasikan dengan radioterapi merupakan pilihan, walau masih kontroversial sebab

masih didapati perbedaan-perbedaan dalam laporan studi di literatur (Licitra et al. 2003;

Lin, 2006).

Universitas Sumatera Utara


5.2. Statistik Analitik

5.2.1. Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis pada penderita KNF

Gambar 5.16 Frekuensi jenis kelamin berdasarkan stadium klinis pada penderita KNF

Dari gambar 5.16 dapat diketahui bahwa frekuensi tertinggi penderita KNF

stadium dini dan stadium lanjut adalah laki-laki sebesar 9.6% dan 63.6%. Hasil analisis

statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p>0.05 berarti secara statistik

tidak ada perbedaan bermakna antara jenis kelamin berdasarkan stadium.

Hal ini serupa pada penelitian Nurhalisah (2009) di RSU dr.Pirngadi yang

mendapatkan p=0.932. Namun berbeda dengan Lee et al (1997) yang mendapatkan

p<0.001 antara jenis kelamin dengan stadium dengan OR 0.819, CI 0.760-0.883 pada

4768 penderita KNF yang menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin bermakna

terhadap stadium klinis walaupun perbedaan yang ada sangat minimal.

Universitas Sumatera Utara


5.2.2. Frekuensi umur berdasarkan stadium klinis

Gambar 5.17. Frekuensi kelompok umur berdasarkan stadium klinis pada penderita KNF

Dari gambar di atas tampak bahwa frekuensi penderita KNF stadium dini paling

tinggi pada kelompok umur >48 tahun sebes ar 59.5%. Sedangkan stadium lanjut antara

kelompok umur 48 tahun dan>48 tahun hanya berbeda sedikit yaitu 0.6%.

Analisa statistik dengan uji chi-square diperoleh p=0.177 sehingga secara statistik

tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur dengan stadium.

Hasil ini hampir sama dengan penelitian case series oleh Nurhalisah (2009)

diperoleh kelompok umur stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >50 tahun

sebesar 52.6% dan stadium lanjut 52.8%.

Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan data yang diperoleh berupa data

sekunder dari rekam medis, sehingga bias informasi tidak dapat dihindari, dimana peneliti

hanya bergantung pada apa yang telah tertera di dalam rekam medis.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita KNF mulai Januari 2006-

Desember 2010 didapatkan 335 penderita, dapat diambil kesimp ulan sebagai berikut :

6.1.1. Distribusi frekuensi penderita KNF menurut kelompok umur terdapat pada

kelompok umur 51-60 tahun sebanyak 89 penderita (26.5%) sedangkan

terendah pada kelompok umur <11-20 tahun sebanyak 12 penderita (3.6%),

dengan median 48 tahun dan mean 48.2 tahun

6.1.2. Distribusi frekuensi penderita KNF terbanyak dijumpai pada jenis kelamin

laki-laki sebanyak 245 penderita (73.1%) dengan perbandingan laki-laki

dengan perempuan adalah 2.7:1.

6.1.3. Distribusi frekuensi menurut suku bangsa berdasarkan KNF dijumpai

terbanyak pada suku Batak sebanyak 191 penderita (57.1%).

6.1.4. Distribusi penderita menurut pekerjaan berdasarkan KNF dijumpai bahwa

penderita KNF selama lima tahun merupakan petani sebanyak 93 penderita

(27.8%).

6.1.5. Distribusi frekuensi keluhan utama penderita KNF terbanyak adalah benjolan

di leher sebanyak 238 penderita (71%).

6.1.6. Distribusi frekuensi jenis histopatologi penderita KNF selama lima tahun

(2006-2010) adalah tipe II sebanyak 156 penderita (46.6%), tipe III sebesar

104 penderita (31%) dan tipe I sebanyak 75 penderita (22.4%).

Universitas Sumatera Utara


6.1.7. Distribusi frekuensi stadium klinis penderita KNF terbanyak adalah stadium

IV sebesar 151 penderita (45.1%) dan terendah pada stadium I yaitu 2

penderita (0.6%).

6.1.8. Distribusi frekuensi terapi pada penderita KNF terbanyak mendapatkan

kemoterapi sebesar 35.8%.

6.1.9. Tidak ada perbedaan bermakna antara jenis kelamin berdasarkan stadium

klinis penderita KNF.

6.1.10. Tidak dijumpai perbedaan bermakna antara umur berdasarkan stadium klinis

penderita KNF.

6.2. Saran

6.2.1. Diharapkan peningkatan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis dan

medis mengenai gejala dini KNF sehingga stadium dini lebih cepat terdeteksi

yang akan memberikan prognosa yang lebih baik.

6.2.2. Perlunya dilakukan kelengkapan data pasien sehingga dapat diperoleh

informasi yang bermanfaat misalnya yang berhubungan dengan faktor-faktor

predisposisi KNF, pemantauan hasil terapi,dll.

6.2.3. Melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan KNF sehingga

selanjutnya akan memberikan terapi dan prognosa yang lebih baik bagi

penderita KNF.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A. 2002. Diagnosis dan tindakan operatif pada penatalaksanaan karsinoma

nasofaring. Di dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan

Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif. Jakarta: FK-UI: 1-13.

Adnan A. 1996. Beberapa aspek karsinoma nasofaring di bagian THT FK USU/RSUP H.

Adam Malik. Tesis. Medan: FK USU

Aliandri. 2007. Efek samping hematologis pemberian kemoterapi pada penderita

karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan, Tesis, Medan: FK USU

Astuty SJ. 2010. Hubungan LMP-1 dengan berbagai stadium tumor dan jenis

histopatologi pada KNF. Tesis, Medan: FK USU

Bostman FT. 1996. Aspek-aspek fundamental kanker. Di dalam: Van de CJH, Bostman

FT, Wagener DJ. Onkologi, ed.5:3-230.

Brennan B. 2006. Nasopharyngeal carcinoma. Orph J Rare Dis (1):23

Cao Su-Mei, Simons MJ & Qian CN. 2011. The prevalence and prevention of

nasopharyngeal carcinoma in China. Chin J Cancer (30): 114-8

Chang ET dan Adami HO. 2006. The enigmatic epidemiology of NPC. Cancer

Epidemiol Biomarkers Prev (15): 1765-77.

Chiesa F & De Paoli F. 2001. Distant metastasis from nasopharyngeal cancer. ORL

(63):214-6.

Cho WC. 2007. Nasopharyngeal Carcinoma: Molecular biomarker discovery and

progress. Molecular Cancer (6): 1-9

Cottrill CP, Nutting CM. 2003. Tumours of The Nasopharynx. Di dalam Evans PHR,

Montgomery PQ, Gullane PJ (ed). Principles and practice of Head and Neck

Oncology.UK :Martin-Dunitz:473-81

Universitas Sumatera Utara


Departemen Kesehatan. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : 60

Ganguly NK, Satyanarayana K, Srivastava VK et al. 2003. Epidemiological and

etiological factors associated with nasopharyngeal carcinoma. ICMR Bulletin (33): 9

Guigay J, Temam S, Bourhi J. 2006. Nasopharyngeal carcinoma and therapeutic

management: the place of chemotherapy. Annals of Oncology (17): 304-7

Hadi W, Kusuma H. 1999. Aspek klinis dan histopatologi karsinoma nasofaring

(tinjauan 29 kasus) Di dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah KONAS XII Perhati,

Soepardjo H et al (ed) Semarang:Balai penerbit Universitas Diponegoro:1001-2

Harahap MPH, 2009. Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor pada karsinoma

nasofaring. Tesis, Medan: FK USU.

Henny F. 2006. Ekspresi Protein Mutan p53 pada Karsinoma Nasofaring. Tesis,

Medan:FK USU,

Her C. 2001. Nasopharyngeal cancer and the Southeast Asian patient. American Family

Physician (63)no.9: 1776-80

Hsien YC, Abdullah MS, Telesinghe PU, Ramasamy R. 2009. Nasopharyngeal

carcinoma in Brunei Darussalam: low incidence among the Chinese and an

evaluation of Antobodies to EBV antigens as biomarkers. Singapore Med J

50(4):371-6.

Hutagalung M, Tjakra IGM, Dhaeng Y. 1996. Tinjauan Lima Besar Tumor Ganas THT

di RSUP dr. Sardjito Selama Lima Tahun (1991-1995). Kumpulan Naskah Ilmiah

PIT Perhati, Malang: 952-63.

Jeyakumar A, Brickman TM & Doerr T. 2006. Review of nasopharyngeal carcinoma.

Ear, Nose and Throat Journal 85 (3): 168-184.

Kartika CF. 2010. Hubungan antara klasifikasi histopatologis dengan respon kemoradiasi

berdasarkan gambaran CT scan pada penderita KNF. Artikel Karya Tulis Ilmiah:8-10

Universitas Sumatera Utara


Kuhuwael FG,2006. Penatalaksanaan Keganasan Kepala dan Leher. Dexa Medica 19 (3)

Jia WH, Feng BJ, Xu ZL, Zhang XS, Huang P, Suang LX. 2004. Familial risk and

clustering of nasopharyngeal carcinoma in Guangdong, China. Cancer 101(2): 363-9.

Lee AWM, Foo W, Law SCK, et al 1997. Nasopharyngeal carcinoma presenting

symptoms and duration before diagnosis, HKMJ vol.3(4):355-61

Licitra L, Bernier J, Cvitkovic E, 2003. Cancer of the nasopharynx. Critical Reviews in

Oncology/Hematology (45): 199-214

Lin JC, Jan JS, Hsu CY, et al. 2003. Outpatient weekly neoadjuvant chemotherapy

followed by radiotherapy for advanced nasopharyngeal carcinoma: High Complete

response and low toxicity rates. Brit J Cancer (88): 187-94.

Liu MT, Hsieh CY, Chang TH, et al. 2003. Prognostic factors affecting the outcome of

nasopharyngeal carcinoma. Taiwan: Jpn J Clin Oncol vol.33(10):501-8

Lo S, Lee N, Karimi S, et al. 2007. Nasopharynx, squamous cell carcinoma. In:

eMedicine from WebMD [online].

Available at www.emedicine.com/radio/topic551.htm. Accessed March 14,

Lutan R. 2003. Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring. Di dalam :

Kumpulan Naskah KONAS XIII. Bali :16.

McDermott AL, Dutt SN, Watkinson JC. 2001. The aetiology of nasopharyngeal

carcinoma. Clin Otolaryngoly 26: 82-92.

Mulyarjo. (2002). Diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Di dalam:

Fakultas Kedokteran UNAIR, Mulyarjo S. Soedjak, Wisnubroto S, Harmadji R.

Hasanusi & Artono (ed). Perkembangan terkini diagnosis dan penatalaksanaan tumor

ganas THT-KL. Surabaya: PERHATI.

Universitas Sumatera Utara


Munir D, 2007. Asosiasi Antara Alel Gen HLA-DRB1 dan HLA-DQB1 dengan

Kerentanan timbulnya karsinoma nasofaring pada suku Batak. Disertasi, Medan:

Sekolah Pascasarjana USU

Munir D. 2009. Karsinoma Nasofaring, Medan:USU Press: 85-93.

Muyassaroh, Samsudin, Soetedjo. 1999. Kelainan neurologik pada Karsinoma

Nasofaring di SMF Kesehatan THT RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998.

Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional Perhati. Semarang:1132-40

Nasution II. 2007. Hubungan merokok dengan karsinoma nasofaring. Tesis, Medan: FK

USU

Nolodewo A, Yuslam, Muyassaroh. 2007. Paparan formaldehid sebagai faktor risiko

kanker nasofaring. Cermin Dunia Kedokteran (155): 96-9.

Nurhalisah H. 2009. Karakteristik penderita KNF yang dirawat inap di RSU dr.Pirngadi

Medan tahun 2005-2007, Skripsi, FKM USU.

Plant RL. 2009. Neoplasms of the Nasopharynx. Di dalam: Snow JB, Wackym PA,

Ballenger’s Ororhinolaryngology Head and Neck Surgery 17

Pua KC. 2008. Nasopharyngeal Carcinoma Database. Med J Malaysia (63): 59-62

Punagi AQ. 2007. Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR) dan

Latent Membrane Protein (LMP-1) pada karsinoma nasofaring.

Otorhinolaryngologica Indonesiana, Vol. XXXVII (4): 31-6

Richardson CD. 2005. Viruses and Cancer. Di dalam: The basic science of oncology. 4th

ed, Singapore:The Mc-Graw Hill Companies Inc:100-20

Roezin A. 1995. Deteksi dan pencegahan karsinoma nasofaring. Di dalam: Pencegahan

dan Deteksi Dini Penyakit Kanker. Perhimpunan Onkologi Indonesia:274-88.

Roezin A. 1996. Faktor predisposisi kanker nasofaring. Kumpulan Naskah Ilmiah PIT

PERHATI, Malang: 833-9.

Universitas Sumatera Utara


Setiamika M. 2010. Defensin sebagai Reseptor Imun Alamiah Infeksi EBV pada

Karsinoma Nasofaring. Di dalam :Buku Abstrak Kongres Nasional PERHATI-KL

XV, Makassar:FK UNHAS: 42

Siregar SM 2010. Hubungan EBNA-1 pada KNF di RSUP H.Adam Malik Medan, Tesis,

Medan: FK USU

Sudiana IK. 2005. teknologi ilmu jaringan dan immunohistokimia. Jakarta: Agung Seto:

36-40.

Sudyartono T, Wiratno. 1996. Manifestasi klinik sebagai dasar diagnosis karsinoma

nasofaring’. umpulan Naskah Ilmiah PIT PERHATI, Malang: 841-59.

Sun LM, Epplein M, Li CI, Vaughan TL, Weiss NS 2005. Trends in the incidence rates

of nasopharyngeal carcinoma among Chinese Americans living in Los Angeles

County and the San Francisco metropolitan area, 1992–2002. Am J Epidemiol

162:1174-8.

Tan BI. 2010.Treatment of nasopharyngeal carcinoma in Indonesia: Looking into the

Mirror. Dalam Buku Abstrak Kongres Nasional PERHATI-KL XV, Makassar : FK

UNHAS:7

Thompson LDR. 2005. Nasopharyngeal carcinoma. Ear Nose and Throat Journal (84):

404-5.

Vaughan TL, Shapiro JA, Burt RD, et al. 1996. Nasopharyngeal Cancer in a Low-Risk

Population:Definiting Risk Factors by Histological type. In: Cancer Epidemiology,

USA :587-93

Wei WI & Sham JST. 2005. Nasopharyngeal Carcinoma, Lancet 365: 2041-54.

Wei WI, 2006. Nasopharyngeal Cancer. Didalam : Bailey BJ, Johnson JT. Head and

Neck Surgery Otolaryngology, 4th ed, vol.2, USA: Lippincott Williams dan Wilkins.

hlm.657-71

Universitas Sumatera Utara


Wei WI & Kwong DLW, 2010. Current management strategy of nasopharyngeal

carcinoma. clinical and experimental otorhinolaryngology 3 (1):1-12.

Yenita dan Asri A. 2009. Studi retrospektif karsinoma nasofaring di sumaterea barat:

reevaluasi subtipe histopatologi berdasarkan klasifikasi who, penelitian pendahuluan.

Padang :FK UNAND

Yuyun M, 2000. Survival rate penderita karsinoma nasofaring di RSUP dr. Kariadi

Semarang periode Januari 1996-Desember 2000).

Zachreni I, 1999. Hubungan Virus Epstein-Barr dengan Karsinoma Nasofaring secara

imunohistokimia, Tesis, Medan: FK- USU.

Zahara D. 2007. Ekspresi Epidermal Growth Factor Receptor pada Karsinoma

Nasofaring. Tesis. Medan: FK USU.

Zou X et al., 2007. The Progress on genetic analysis of nasopharyngeal carcinoma.

China: Hindawi Publishing Corporation.

Universitas Sumatera Utara


PERSONALIA PENELITIAN

1. Peneliti Utama

Nama : dr. Dewi Puspitasari

NIP : -

Gol/Pangkat : -

Jabatan : PPDS THT-KL FK USU ( Asisten Ahli)

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu disediakan : 12 jam / minggu

2. Anggota Peneliti / Pembimbing

A. Nama : dr. Hafni, Sp.THT-KL (K)

Nip : 19560911 198403 2 001

Gol/Pangkat : IV b / Pembina Tk I

Jabatan : Ketua Divisi Onkologi

Departemen THT-KL FK USU/RSUP HAM

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu disediakan : 5 jam / minggu

Universitas Sumatera Utara


B. Nama : dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K)

NIP : 19610716 198803 2 001

Gol/Pangkat : IV b / Pembina Tk I

Jabatan : Staf Divisi Onkologi

Staf Divisi Rinologi-Alergi Imunologi

THT-KL FK USU/RSUP HAM

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu disediakan : 5 jam / minggu

C. Nama : dr. Adlin Adnan

NIP : 140 202 219

Gol/Pangkat : IVa / Pembina

Jabatan : Ketua Divisi Neurotologi

Departemen THT-KL FK USU/RSUP HAM

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL

Waktu disediakan : 5 jam / minggu

D. Konsultan Metodologi Penelitian : dr. Putri C. Eyanoer, MSEpid. PhD

Universitas Sumatera Utara


DATA PENELITIAN

                       
NO THN MR  NAMA JK UM SK PK KU ST PA T
  
1 2006 11‐87‐71  L 1 70 1 1 1 4 1 2
2 27‐95‐45  RG 2 65 1 4 4 5 3 3
3 28‐43‐92  SH 1 40 1 2 1 4 3 2
4 28‐45‐52  OR 2 64 1 4 1 4 2 3
5 29‐08‐28  MB 1 59 2 4 2 5 2 3
6 29‐28‐92  AS 1 59 1 1 2 5 1 2
7 29‐49‐32  RML 1 57 1 4 1 4 1 2
8 29‐53‐51  MRH 1 59 1 4 1 4 2 2
9 29‐60‐68  D 1 64 1 2 1 3 1
10 29‐63‐96  SLT 1 60 1 2 1 5 2 2
11 29‐99‐45  MAF 1 66 2 5 1 6 1 2
12 30‐15‐91  N 2 54 1 3 2 3 2 2
13 30‐21‐76  MC 1 80 3 1 4 5 1 2
14 30‐29‐59  MH 2 54 1 3 2 4 1
15 30‐36‐72  SL 2 51 4 3 1 3 2
16 30‐44‐78  AKL 2 22 2 6 1 4 1 2
17 30‐46‐42  AN 2 65 1 4 1 4 2 2
18 30‐47‐98  BHR 1 51 1 2 2 4 2 2
19 30‐53‐23  RSG 2 45 1 3 1 4 2 3
20 30‐57‐28  MS 1 26 3 2 1 6 2 3
21 30‐59‐86  SR 2 41 4 3 2 4 2 2
22 30‐62‐99  US 2 59 2 3 2 6 1 2
23 30‐66‐27  RSL 1 43 4 4 2 4 2 2
24 30‐75‐54  HZ 1 53 2 2 1 3 2 2
25 30‐77‐33  AMN 2 35 3 2 1 6 2 2
26 30‐83‐58  TMR 2 69 1 3 1 4 1 2
27 30‐84‐03  PRG 1 52 1 4 1 5 1 2
28 30‐84‐07  SU 2 88 1 3 4 5 3 2
29 30‐84‐47  HY 2 32 5 3 1 6 3
30 31‐00‐60  YS 1 42 4 2 1 5 2 2
31 31‐06‐66  TR 1 26 1 2 1 4 2
32 31‐12‐22  MUS 1 68 5 4 1 6 1 2
33 31‐14‐94  LG 2 54 4 3 1 4 1 2
34 31‐18‐75  MSN 2 52 1 3 1 4 1 2
35 31‐28‐34  JLT 1 50 1 2 1 4 3 2
36 31‐37‐02  MP 1 38 1 2 2 5 3 2
37 31‐37‐23  RA 2 57 1 4 1 6 1 2

Universitas Sumatera Utara


38 31‐38‐87  TZ 1 64 2 2 1 6 2
39 31‐39‐20  SA 2 70 2 3 1 4 1
40 31‐41‐66  SYM 1 42 5 2 1 6 1
41 31‐48‐76  NGT 1 62 4 2 1 3 1 2
42 31‐51‐72  PND 1 38 4 4 1 3 2
43 31‐53‐21  MY 1 35 2 4 1 6 3
NO THN MR  NAMA JK UM SK PK KU ST PA T
1 2007 31‐47‐18  AJ 1 71 2 4 1 6 2
2 31‐90‐15  MRT 1 55 1 2 2 5 2
3 32‐07‐83  AGST 2 29 1 3 1 6 2
4 32‐12‐86  MRS 1 68 1 4 1 6 3
5 32‐20‐54  PNM 1 19 4 6 1 4 2 2
6 32‐34‐41  FRD 1 24 1 6 1 4 2
7 32‐41‐36  SRY 1 17 3 6 1 5 1
8 32‐58‐12  RHN 2 49 3 3 2 4 2
9 32‐66‐72  SS 1 51 1 4 2 3 1
10 32‐69‐61  SDM 1 61 4 2 4 5 2
11 32‐82‐38  PJ 1 64 4 4 1 4 3
12 32‐92‐18  CS 1 69 1 4 1 6 3
13 32‐92‐77  RDS 1 37 1 2 1 5 2
14 32‐92‐96  ISM 1 51 2 4 1 6 3
15 33‐03‐92  AH 1 45 1 4 2 4 1
16 33‐08‐97  ARS 1 21 1 6 1 6 2
17 33‐20‐07  RG 1 42 1 4 1 6 3
18 33‐27‐67  ZS 2 42 1 3 1 3 3
19 33‐28‐12  MRM 1 61 1 4 1 3 3 2
20 33‐31‐26  KV 1 39 1 4 2 5 3 3
21 33‐33‐47  JML 1 57 3 5 2 5 2 2
22 33‐55‐54  RAF 1 46 2 4 1 6 2 2
23 33‐60‐64  LR 2 28 1 7 1 4 2 2
24 33‐61‐41  RM 2 68 1 3 1 5 2
25 33‐62‐98  OTH 1 57 1 2 1 4 3 2
26 33‐67‐42  PRL 1 47 1 2 1 3 3 2
27 33‐69‐10  KS 1 62 1 1 2 5 3 3
28 33‐69‐35  LGM 1 69 4 1 1 6 3 2
29 33‐86‐57  TRT 2 52 1 4 2 3 2 3
30 33‐99‐88  PNRN 1 51 4 2 1 4 2 2
31 34‐01‐74  ZN 1 53 1 2 1 4 3
32 34‐02‐84  RS 2 71 1 4 1 4 2 2
33 34‐07‐55  ROI 2 57 1 3 1 4 1 2
34 34‐07‐74  KA 1 51 4 5 4 4 2 2
35 34‐10‐47  YM 1 35 4 4 1 6 1

Universitas Sumatera Utara


36 34‐21‐27  SYH 1 65 3 4 1 4 2 2
37 34‐21‐28  RPR 2 57 1 3 1 5 3
38 34‐29‐23  HKK 1 63 1 4 1 3 3
39 34‐33‐22  HU 1 65 1 4 1 4 1 2
40 34‐35‐49  KRSG 1 39 1 2 1 4 3
41 34‐41‐64  NRS 2 43 1 2 1 4 1 2
42 34‐42‐20  MSL 1 49 4 4 1 5 2
43 34‐43‐02  ARL 2 36 1 3 1 6 2
44 34‐46‐26  ALN 1 31 1 2 2 5 2 2
NO THN MR  NAMA JK UM SK PK KU PA T
2008    ST
1 29‐55‐29  JMN 1 42 5 1 2 4 1
2 33‐16‐67  HTM 1 42 1 4 1 4 1 2
3 33‐77‐54  JA 1 66 1 4 2 4 2
4 34‐47‐98  HR 2 31 3 3 1 6 1 2
5 34‐61‐39  YTN 2 59 4 3 1 3 3 2
6 34‐63‐39  ES 1 30 4 2 2 4 2 2
7 34‐67‐49  SD 1 52 1 2 1 6 1
8 34‐67‐59  NR 1 72 1 4 1 4 2
9 34‐76‐94  SRYT 2 33 2 3 1 2 1
10 34‐85‐07  Z 1 51 4 2 1 3 1 2
11 34‐86‐00  RMS 2 67 1 3 1 4 2 2
12 34‐89‐59  WH 1 49 1 5 1 4 2 2
13 34‐91‐56  PLJ 1 51 1 4 1 4 2
14 34‐92‐16  NRK 2 57 1 2 1 6 3 2
15 35‐00‐76  T 2 53 4 3 1 4 2 2
16 35‐01‐03  JS 1 53 1 1 1 4 2 2
17 35‐03‐74  AS 2 45 1 2 2 4 3 2
18 35‐07‐05  WRS 1 42 4 2 4 5 1 2
19 35‐08‐29  SYF 1 45 1 2 1 4 2 2
20 35‐10‐81  RHM 2 52 3 3 1 6 2
21 35‐18‐35  MA 2 56 1 4 1 5 3 2
22 35‐18‐85  GNW 1 52 4 2 1 3 2
23 35‐20‐50  ZK 1 43 5 2 1 3 2 2
24 35‐22‐08  J 1 60 4 4 1 3 3 2
25 35‐27‐12  US 1 46 2 2 1 4 2 2
26 35‐34‐77  ALM 1 58 4 2 1 4 2
27 35‐43‐30  RF 1 17 2 6 1 5 2 5
28 35‐50‐37  ALMD 1 40 1 2 4 5 1 2
29 35‐58‐69  yurniati 2 65 1 2 2 3 1 2
30 35‐60‐26  TM 2 53 4 3 1 6 2 2
31 35‐65‐42  ZL 1 44 1 2 4 5 2

Universitas Sumatera Utara


32 35‐67‐90  MRSL 2 39 1 4 3 4 2 2
33 35‐73‐19  FTR 2 24 1 6 3 5 1
34 35‐74‐94  KG 1 50 1 1 2 1 2 3
35 35‐77‐57  IRQ 2 33 4 4 2 4 3
36 35‐80‐71  MRL 1 62 1 2 4 5 2
37 35‐83‐05  RML 1 70 3 2 1 6 1
38 35‐93‐32  PR 1 44 1 2 1 4 2 2
39 35‐95‐72  MRO 1 55 4 2 1 5 1
40 35‐98‐24  AT 1 51 1 4 1 6 1
41 36‐00‐46  PNMN 1 66 4 2 1 3 2
42 36‐02‐43  SMP 1 81 4 4 1 5 1 2
43 36‐04‐36  MSR 2 46 3 3 1 4 2
44 36‐05‐33  ANT 1 55 3 5 1 4 1 2
45 36‐11‐43  ISK 1 31 4 4 3 4 1 2
46 36‐13‐48  SNR 1 36 4 4 4 3 2
47 36‐13‐50  DHN 2 66 1 1 1 3 1
48 36‐29‐33  PNY 2 59 4 3 2 3 1
49 36‐31‐80  TGS 2 44 1 1 1 3 1
50 36‐32‐69  STN 2 55 4 3 1 4 2 4
51 36‐44‐80  SAM 2 51 1 4 1 5 2 1
52 36‐50‐02  HJ 1 67 4 4 1 3 1 1
53 36‐53‐74  SJ 1 48 1 4 1 4 2 1
54 36‐57‐12  PG 1 73 1 4 1 5 1 2
55 36‐63‐62  RSD 1 36 1 5 1 4 1
56 36‐70‐28  ST 2 48 1 3 1-L 4 3 1
57 36‐76‐52  EP 1 49 1 4 4 5 3 2
58 36‐76‐89  IN 2 38 1 3 1 6 2 2
59 36‐84‐24  SHT 1 36 1 1 3 5 2
60 36‐85‐31  KSL 1 47 1 7 1 6 1
61 36‐93‐52  JST 1 53 1 2 4 5 3 3
62 36‐93‐55  SRD 1 52 4 4 2 5 2 3
63 36‐94‐65  SSG 1 74 1 1 3 3 2 1
64 36‐95‐19  BD 1 54 1 1 1 3 3 3
65 36‐95‐63  RR 1 24 1 7 1 6 1
66 36‐99‐87  SSR 1 36 1 5 1 6 3 1
67 37‐00‐11  MP 2 55 1 1 1 3 2 2
68 37‐01‐85  TSM 1 47 1 4 1 3 1 2
69 37‐04‐24  JSR 1 52 1 4 1 4 2 3
70 37‐06‐39  EMD 1 52 4 5 4 4 2 1
71 37‐12‐54  TU 2 67 1 4 1 4 2 2
72 37‐15‐69  BDN 1 38 1 6 1 5 2
73 37‐23‐02  MNS 1 44 3 5 1 3 2 1

Universitas Sumatera Utara


74 37‐33‐31  BRN 1 55 1 4 1 3 2 1
75 37‐34‐06  SRL 1 35 3 5 1 3 1 3
76 37‐34‐19  SSN 1 52 1 1 1 4 3 1
77 37‐41‐20  JL 1 57 1 4 4 5 2 1
78 37‐41‐76  SGM 1 56 4 5 3 3 1 1
79 37‐43‐27  MSD 2 37 1 3 1 4 3 3
80 37‐45‐94  MST 2 44 5 3 3 6 2 1
81 37‐46‐56  YS 1 47 2 4 1 3 2 1
82 37‐46‐87  HS 1 37 2 4 1 6 2 1
83 37‐49‐94  RH 2 21 2 7 1 4 3 1
84 37‐51‐66  IMR 1 34 5 4 1 3 2 1
85 37‐54‐28  JH 1 30 1 5 1 5 2
86 37‐58‐48  JND 1 26 2 1 1 2 2 1
87 37‐59‐57  PRS 1 59 1 1 1 3 1
88 37‐64‐87  BST 1 59 1 1 1 5 2 3
89 37‐65‐99  TRS 2 59 1 4 2 5 2 3
90 37‐65‐97  MHA 1 40 1 2 1 4 2 3
91 37‐68‐08  SHRA 1 59 3 4 1 4 2 3
92 37‐75‐19  NH 2 24 4 2 1 4 2 3
93 37‐95‐58  SNRM 1 52 4 2 1-B 4 3 2
NO THN MR  NAMA Jenis UM Suku Pekerjaan Keluhan PA T
   Kelamin Utama ST
2009   
1 37‐01‐11  DHL 2 43 3 3 1 5 3 3
2 37‐54‐57  Hidayat 1 52 2 2 1 3 2 3
3 37‐76‐70  RDW 1 50 1 4 1 4 2 1
4 37‐78‐85  YH 1 28 1 2 1 7 1
5 37‐78‐90  KSMN 1 47 2 5 1 5 1 2
6 37‐85‐61  MHS 1 62 2 2 1 4 2 2
7 37‐89‐62  SPT 2 32 1 7 1 6 3
8 37‐92‐52  SK 1 78 4 2 1 4 2 3
9 37‐92‐66  SW 1 70 3 1 1 6 3 3
10 37‐95‐08  RD 1 48 2 5 1 4 2
11 37‐99‐14  SBH 1 37 5 7 1 3 2 1
12 38‐00‐63  ADM 1 24 1 6 1 6 3 2
13 38‐02‐30  MPS 1 54 1 2 1 4 2
14 38‐02‐33  SGD 1 35 4 4 1 6 2 2
15 38‐02‐70  SRHY 2 47 2 3 1 6 3 3
16 38‐03‐07  KMS 2 45 2 4 1 4 2
17 38‐03‐78  PT 1 51 1 1 1 4 2 3
18 38‐09‐92  AMZ 1 50 3 2 1 4 2 3
19 38‐14‐39  SR 2 52 2 3 1 4 2 1

Universitas Sumatera Utara


20 38‐15‐15  MBR 2 51 1 3 1 3 2 1
21 38‐19‐10  EE 2 18 1 4 1 7 3
22 38‐19‐73  TRN 2 32 1 3 1 6 2
23 38‐25‐76  ARP 1 39 3 4 1 4 3
24 38‐28‐58  ABD 1 41 3 4 1 5 2 3
25 38‐32‐90  SSM 1 50 1 4 1 4 2 3
26 38‐36‐32  BGN 1 55 2 3 1 4 2 3
27 38‐39‐87  SGT 1 40 4 2 1 6 3
28 38‐41‐81  LN 2 38 3 3 1 6 3 3
29 38‐42‐75  SHR 1 55 3 4 2 5 3 3
30 38‐44‐16  YMN 1 54 3 5 2 1 2 1
31 38‐45‐92  DM 1 64 1 4 1 5 3 3
32 38‐46‐32  SUD 1 45 4 2 1 4 2 1
33 38‐49‐46  SRT 2 66 4 3 1 4 2 3
34 38‐54‐44  AZP 1 46 1 2 2 4 1 1
35 38‐54‐72  TG 1 53 4 4 1 4 3 1
36 38‐57‐29  SPRT 2 46 4 3 2 4 2
37 38‐65‐23  BDO 1 48 1 2 2 4 2
38 38‐91‐12  PSG 1 50 1 2 4 5 2 1
39 38‐94‐72  SNDR 1 46 4 2 1 6 2 3
40 38‐98‐64  JM 1 26 2 5 1 6 2 3
41 39‐03‐14  LMB 2 31 1 3 1 6 3 3
42 39‐03‐33  RIS 1 43 3 2 1 4 3 3
43 39‐12‐00  RSMB 1 64 1 1 1 4 2 3
44 39‐12‐06  RMI 2 35 1 1 2 4 2 3
45 39‐12‐51  BA 1 59 1 2 2 4 3 4
46 39‐16‐81  DG 1 40 1 2 4 5 1 2
47 39‐29‐44  AB 1 36 1 2 1 3 2 1
48 39‐36‐89  KSN 1 34 1 5 1 4 2 1
49 39‐41‐92  TA 1 37 1 5 1 4 3 3
50 39‐55‐95  SA 1 46 1 2 1 5 1
51 39‐56‐11  HT 1 46 1 1 3 5 3 3
52 39‐58‐11  BS 1 43 1 4 1 4 1 3
53 39‐64‐60  LYS 2 43 1 3 2 4 2 3
54 39‐81‐54  SST 1 64 1 1 2 5 3 3
55 39‐82‐38  STM 2 30 1 7 1 6 2
56 39‐90‐59  MG 2 61 1 3 1 4 2 1
57 39‐95‐82  GG 1 81 1 4 2 3 2
58 39‐97‐73  PP 2 62 1 3 1 6 2 1
59 40‐04‐52  PF 1 17 2 6 1 4 2 3
60 40‐06‐35  TD 1 42 4 2 1 6 2 3
61 40‐11‐52  APTT 1 37 1 4 2 4 2 2

Universitas Sumatera Utara


62 40‐15‐75  AP 1 42 1 5 4 5 3 3
63 40‐22‐66  SL 1 43 1 5 2 4 2
64 40‐22‐15  MRLM 1 43 3 4 1 4 3 2
65 40‐22‐16  SB 1 53 1 2 1 6 3 3
66 40‐28‐64  RMLN 1 43 1 4 1 4 3 3
67 40‐30‐33  DNM 1 53 1 5 1 4 3 3
68 40‐37‐37  UM 1 62 2 4 1 4 2 1
69 40‐40‐92  MLY 1 62 4 1 2 5 3 3
70 40‐43‐38  DST 1 66 1 2 5 3 3
71 40‐56‐91  KSM 1 70 2 4 4 5 3 3
72 40‐61‐71  SYR 1 59 1 4 1 4 2 3
73 40‐67‐61  ATN 1 30 1 2 1 6 2 3
74 40‐78‐47  SSTM 1 66 1 2 3 3 2 3
75 40‐81‐33  RSM 1 61 3 2 2 4 1 2
76 40‐86‐44  RLMH 2 66 1 3 2 2 2
77 40‐88‐35  SG 1 60 1 2 1 4 1 3
78 40‐97‐80  ASNL 1 32 1 4 1 3 1 1
79 41‐01‐46  SBD 1 32 1 4 1 3 1 1
80 41‐06‐17  MRD 1 12 3 6 1 6 2 3
81 41‐15‐06  KMN 1 43 1 4 1 6 3 3
82 41‐17‐32  SPR 1 12 4 2 2 5 3 2
83 41‐18‐86  NK 2 61 1 3 2 5 3 3
84 41‐28‐51  RMH 2 62 4 3 2 4 1 2
85 41‐30‐09  KLW 1 43 1 2 1 3 3 3
86 41‐30‐37  ABDN 2 49 2 3 2 4 1 2
87 41‐33‐55  MSRT 1 44 1 4 2 4 2 3
88 41‐45‐11  BDM 1 33 3 2 4 5 2 1
NO THN MR  NAMA JK UM SK PK KU St PA T
1 2010 35‐97‐00  SMIN 1 62 2 1 4 4 1
2 40‐02‐08  ESM 1 45 1 1 1 4 3 2
3 41‐06‐66  AUS 1 62 3 2 1 6 3 1
4 41‐17‐10  RN 2 39 1 3 1 6 1 1
5 41‐22‐31  SNR 2 28 4 3 2 4 1
6 41‐44‐74  RGND 1 57 1 5 1 6 1 4
7 41‐53‐59  EST 1 12 4 8 1 6 3 2
8 41‐60‐61  AM 1 44 2 5 2 5 3 2
9 41‐73‐05  PID 1 32 4 5 4 6 2 1
10 41‐73‐16  M 1 40 2 5 2 6 3 3
11 41‐74‐30  TD 1 18 2 8 1 3 1
12 41‐78‐53  DH 1 45 3 1 1 6 2 3
13 41‐81‐34  ESS 1 45 2 3 2 4 3 1
14 41‐81‐99  TSR 1 38 1 4 1 4 2 3

Universitas Sumatera Utara


15 41‐82‐89  MSP 1 67 1 4 1 6 1 1
16 41‐83‐51  KD 1 41 1 4 1 6 3 1
17 41‐88‐06  VR 2 42 1 3 1 6 1 1
18 41‐98‐79  MRM 1 70 4 1 1 4 2 3
19 42‐02‐41  MPS 1 55 1 5 1 7 2 2
20 42‐08‐68  SST 1 52 1 4 1 5 3 3
21 42‐10‐18  AT 1 58 1 1 1 2 2 2
22 42‐14‐55  KMR 1 59 1 1 1 4 1 2
23 42‐17‐32  FT 1 43 1 1 3 3 3 2
24 42‐28‐62  RSM 1 43 3 2 2 4 3 3
25 42‐28‐67  KSW 1 24 2 7 2 2 2 1
26 42‐28‐69  SK 1 44 1 5 2 5 2 3
27 42‐32‐70  PM 1 49 1 1 1 6 3 2
28 42‐38‐38  SB 1 58 5 5 1 4 2 2
29 42‐46‐08  NR 1 40 3 5 1 6 3 3
30 42‐57‐03  ASG 1 54 1 2 1 6 3 2
31 42‐74‐09  FM 1 33 1 4 1 6 3 3
32 42‐85‐26  ASB 1 45 3 2 2 5 3 2
33 42‐77‐58  NM 2 57 1 1 1 3 3 3
34 42‐97‐99  MB 1 50 1 5 1 4 3 3
35 43‐13‐87  ASR 1 56 1 5 2 5 3 2
36 43‐16‐11  SN 1 40 1 2 2 3 2 1
37 43‐27‐35  MH 1 19 1 6 1 3 1 2
38 43‐32‐04  SDR 1 45 1 5 1 7 3 1
39 43‐35‐65  ATP 1 42 1 4 1 6 3 2
40 43‐43‐00  DRK 1 71 5 4 1 4 3 3
41 43‐43‐93  SYT 1 39 4 5 1 6 3 2
42 43‐52‐83  DWU 2 20 2 2 2 4 3 2
43 43‐58‐77  RPS 1 53 1 5 1 4 3 1
44 43‐63‐63  IW 1 19 4 8 1 4 2 2
45 43‐65‐44  TNG 1 50 1 1 1 4 1 2
46 43‐76‐53  HC 1 50 1 2 1 5 2 2
47 43‐76‐54  OMR 1 46 2 4 1 5 3 3
48 43‐81‐60  AS 1 57 1 5 1 4 2 1
49 43‐89‐25  JGR 1 54 1 4 2 5 2
50 43‐90‐53  RSP 2 44 1 3 1 6 3 2
51 43‐92‐07  MK 1 46 3 4 2 4 2
52 43‐96‐13  KH 1 34 2 5 2 5 2 2
53 44‐13‐31  DS 1 49 1 4 1 6 3 2
54 44‐14‐09  SIM 1 56 4 4 2 5 3 2
55 44‐25‐31  KSHM 2 38 1 3 1 6 3 3
56 44‐39‐55  TN 2 39 1 3 1 6 2

Universitas Sumatera Utara


57 44‐39‐84  PHT 1 48 1 4 1 5 2
58 44‐40‐35  SSM 2 47 1 3 1 6 3
59 44‐51‐97  JN 2 31 1 3 1 4 3 3
60 44‐57‐81  LS 1 48 1 3 1 4 3
61 44‐65‐76  HS 1 59 2 4 1 6 2 3
62 44‐67‐33  SSRT 1 70 1 1 2 2 3 3
63 44‐70‐80  HG 1 61 1 2 2 4 2
64 44‐72‐34  AST 1 59 1 5 1 5 3 3
65 44‐97‐90  AL 1 60 2 2 1 4 3   
66 45‐03‐05  SSH 2 55 1 1 1 3 2 2
67 45‐10‐29  SP 1 48 1 6 1 6 3 3
 

JK 1 . Laki-laki
2. Perempuan
SK 1, Batak 3. Melayu 5. Minang
2. Aceh 4. Jawa
PD 1. 3.
(pendidikan) SD SMA 5. tidak sekolah
2.
SMP 4. Akademi/PT
PK(pekerjaan) 1. PNS/POLRI 4. Petani
2. Peg.swasta/wiraswasta 5. Nelayan
3. IRT 6. tidak bekerja
KU(kel.utama 1. benjolan di leher 4. saraf kranial
2. keluhan hidung 5. metastase jauh
3. keluhan telinga
Stadium(2006) 1. Std I Std I = 1
Std II =
2. Std Iia 2,3
3. Stad Iib Std III= 4
4. Std III Std IV = 5,6,7
5. Std Iva
6. Std IV b
7. Std IV c Terapi 1. radioterapi
PA 1. keratinizing 2. kemoterapi
2. non-keratizining 3 radiokemoterapi
3. undifferentiated

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai