Anda di halaman 1dari 84

TESIS

PERBANDINGAN PENURUNAN KADAR TROMBOKSAN A2


SETELAH PEMBERIAN THIAMIN INTRAVENA DAN NaCl
0,9% INTRAVENA PADA PASIEN YANG MENJALANI
PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI UMUM

Oleh :
dr. Boy Olifu Elniko Ginting
NIM : 167114008

Pembimbing :
Dr.dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An, KAKV
dr. Qadri Fauzi Tanjung, Sp.An, KAKV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN/KSM ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis:
PENGARUH THIAMIN INTRAVENA DAN NaCl 0,9% TERHADAP
KADAR TROMBOKSAN A2 PADA PASIEN YANG
MENJALANI PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI UMUM
Nama Mahasiswa : Boy Olifu Elniko Ginting
NIM : 167114008
Program : Program Pendidikan Dokter Spesialis
Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Akhyar H. Nasution, Sp. An, KAKV dr. Qadri Fauzi Tanjung, Sp.An, KAKV
NIP. 196007011987021002 NIP. 197111132001121002

Ketua Departemen Ketua Program Studi


Anestesiologi dan Terapi Intensif Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK USU – RSUP H. Adam Malik Medan FK USU – RSUP H. Adam Malik
Medan

Dr. dr. Akhyar H. Nasution, Sp. An, KAKV Prof.dr.Achsanuddin Hanafie, Sp. An,KIC, KAO
NIP. 196007011987021002 NIP. 195208261981021001

Dekan
Fakultas Kedokteran USU Ketua TKP PPDS FK USU

Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) Dr. dr. Muhammad Rusda. M.Ked(OG), Sp.OG(K)
NIP. 196605241992031002 NIP. 196805202002121002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Telah diuji pada tanggal : 22 Juni 2021
Penguji Proposal Tesis :

Penguji I Penguji II

dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An, KAP, KMN Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO
NIP. 195208261981021001

Penguji III

dr. Luwih Bisono SpAn, KAR


NIP. 19730817 201412 1002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ketua Program Studi


Anestesiologi dan Terapi Intensif Anestesiologi dan Terapi Intensif
FK USU – RSUP H. Adam Malik Medan FK USU – RSUP H. Adam Malik Medan

Dr. dr. Akhyar H. Nasution, Sp. An, KAKV Prof.dr.Achsanuddin Hanafie, Sp. An,KIC, KAO
NIP. 196007011987021002 NIP. 195208261981021001

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah
S.W.T karena berkat rahmat dan karunia-Nya telah memberikan akal budi, hikmat dan
pemikiran, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif di Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara yang saya cintai dan
banggakan.
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun penyampaian bahasanya. Meskipun demikian,
besar harapan dan keinginan saya agar kiranya tulisan ini dapat memberi manfaat dan
perbendaharaan dalam penelitian di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera utara/RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya
tentang:

“PERBANDINGAN PENURUNAN KADAR TROMBOKSAN A2


SETELAH PEMBERIAN THIAMIN INTRAVENA DAN NaCl 0,9%
INTRAVENA PADA PASIEN YANG MENJALANI PEMBEDAHAN
DENGAN ANESTESI UMUM“

Dengan penulisan tesis ini, maka pada kesempatan ini pula dengan diiringi rasa
tulus dan ikhlas, ijinkan saya mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya,
tunangan saya dan keluarga saya. Dan juga ucapan terima kasih dan penghargaan kepada
yang terhormat: DR. dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV dan dr. Qadri Fauzi Tanjung,
Sp.An, KAKV atas kesediaannya sebagai pembimbing penelitian saya ini, yang walaupun
di tengah kesibukannya masih dapat meluangkan waktu dan dengan penuh perhatian serta
kesabaran, memberikan bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada
saya dalam menyelesaikan tulisan ini.
Dan dengan berakhirnya pula masa Pendidikan Dokter Spesialis saya di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, maka pada kesempatan yang
berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar–besarnya kepada :
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, DR. Muryanto
Amin S.Sos, Msi, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr.
Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU,
Dr. dr. Akhyar H. Nasution, Sp.An, KAKV, Kepala SMF Anestesiologi dan Terapi
Intensif RSUP HAM, dr. Yutu Solihat, Sp.An, KAKV, dan Kepala Program Studi
Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU, Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC.
KAO, Koordinator Magister Anestesiologi dan Terapi Intensif dr. Asmin
Lubis,DAF,Sp.An, KAP, KMN dr. Tasrif Hamdi, M.Ked(An), SpAn, KMN sebagai
Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU, dan dr. Cut Meliza
Zainumi, M.Ked(An), Sp.An sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi
Intensif FK USU, terima kasih karena telah memberikan izin, kesempatan, ilmu dan
pengajarannya kepada saya dalam mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis di bidang
Anestesiologi dan Terapi Intensif hingga selesai.
Yang terhormat guru – guru saya di jajaran Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan : dr. A. Sani P. Nasution, Sp.An.
KIC; Sp.An, KAO; Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC, KAO; Dr. dr. Akhyar
H. Nasution, Sp.An, KAKV; dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An, KAP, KMN; dr. Qadri F.
Tanjung, Sp.An, KAKV; dr. Hasanul Arifin Sp.An, KAP, KIC; Dr. dr. Nazaruddin Umar,
Sp.An. KNA; dr. Ade Veronica HY, Sp.An, KIC; dr. Yutu Solihat, Sp.An, KAKV; dr.
Soejat Harto, Sp.An, KAP; dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An; dr Tumbur, Sp.An; dr.
Walman Sitohang, Sp.An; Kol. (CKM) Purn. dr. Tjahaya Indra Utama, Sp.An; Dr. dr.
Dadik W. Wijaya, Sp.An, KAO; dr. M. Ihsan, Sp.An, KMN; dr. Andriamuri P. Lubis,
Sp.An, M.Ked(An), KIC; dr. Ade Winata, Sp.An, KIC; dr. Rommy F Nadeak, Sp.An,
KIC; dr. Rr. Shinta Irina, Sp.An, KNA; dr. Cut Meliza Zainumi, M.Ked(An), Sp.An; dr.
Fadli Armi Lubis, M.Ked(An), Sp.An; dr. Raka Jati P. M.Ked(An) Sp.An; dr. Tasrif
Hamdi, M.Ked(An), SpAn, KMN; dr. Bastian Lubis M.Ked(An) Sp.An, KIC; DR. dr.
Wulan Fadine M.Ked(An) Sp.An; dr. A. Yafiz Hasbi M.Ked(An) Sp.An; dr. M Arshad
M.Ked (An) Sp.An, dr. Luwih Bisono, Sp.An, KAR; dr. Chrismas G Bangun M.Ked(An)
Sp.An, KNA; saya ucapkan terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan
bimbingannya selama ini dalam bidang Magister Anestesiologi dan Terapi Intensif
sehingga semakin menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab saya terhadap
pasien serta pengajaran dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang
kiranya sangat bermanfaat bagi saya di kemudian hari.
Yang tercinta teman–teman seangkatan Program Pendidikan Dokter Spesialis
Anestesiologi dan Terapi Intensif yang tidak dapat saya sebut satu-persatu, yang telah
bersama-sama baik duka maupun suka, saling membantu sehingga terjalin rasa

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


persaudaraan yang erat dengan harapan teman–teman lebih giat lagi sehingga dapat
menyelesaikan studi ini.
Kepada orang tua saya, tunangan saya, seluruh teman–teman, rekan–rekan dan
kerabat, handaitaulan, keluarga besar, pasien–pasien yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu yang senantiasa memberikan peran serta, dukungan moril dan
materil selama menjalani pendidikan, dari lubuk hati yang dalam saya ucapkan terima
kasih.
Dan akhirnya perkenankanlah saya dalam kesempatan yang tertulis ini
memohon maaf atas segala kekurangan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang saya cintai.
Semoga segala bimbingan, bantuan, dorongan, petunjuk, arahan dan kerjasama
yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat berkah serta
balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Medan, 13 Juni 2021


Penulis

dr. Boy Olifu Elniko Ginting,M.Ked(An)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Pendahuluan: Thiamin adalah kofaktor penting untuk piruvat dehidrogenase;


yang memfasilitasi konversi piruvat menjadi asetil-KoA, Defisiensi thiamin
menyebabkan beberapa sindrom klasik termasuk beri-beri basah/wet beriberi
(gagal jantung), beri-beri kering/dry beriberi (neuropati perifer), ensefalopati
Wernicke, psikosis Korsakoff, dan beri-beri gastrointestinal. Tromboksan A2
(TxA2) termasuk dalam famili lemak yang disebut eikosanoid, merupakan
metabolit asam arakidonat yang dihasilkan oleh 3 enzim penting yaitu fosfolipase
A2, siklooksigenase-1 (COX-1)/siklooksigenase-2 (COX-2) dan tromboksan A2
sintetase (TXAS). TxA2 dilepaskan oleh trombosit dan sejumlah sel lainnya
seperti makrofag, neutrofil dan sel endotel. TxA2 memiliki sifat protrombotik
karena menstimulasi aktivitas trombosit dan agregasi trombosit.

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh thiamin injeksi dalam menurunkan kadar


tromboksan A2 dibandingkan NaCl 0,9% pada pasien yang menjalani
pembedahan dengan anestesi umum.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan desain double blind
randomized controlled trial (RCT). Penelitian ini melibatkan 38 orang sampel,
dan dikelompokan menjadi 2 kelompok, kelompok thiamin dan kelompok nacl 0,9
% kemudian dilakukan pengambilan darah sebanyak 6 ml pre dan post pemberian
intervensi masing-masing sebanyak 1 ml setiap kelompok kemudian di cek kadar
tromboksan.

Hasil: Pada kelompok thiamin didapatkan nilai kadar trombosan sebelum 53,48 ±
72,49 dibandingkan dengan kadar tromboksan sesudah 32,49 ± 20,97 dengan
selisih didapatkan mean -26,16. Namun secara statistik didapatkan nilai P = 0,573
(P> 0,05)

Kesimpulan: Terdapat pengaruh pemberian thiamin dalam menurunkan kadar


tromboksan pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum,
namun secara statistik tidak didapatkan hubungan yang signifikan

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Introduction: Thiamin is an important cofactor for pyruvate dehydrogenase;


Thiamin deficiency causes several classic syndromes including wet beriberi (heart
failure), dry beriberi (peripheral neuropathy), Wernicke's encephalopathy,
Korsakoff's psychosis, and beriberi. gastrointestinal. Thromboxane A2 (TxA2)
belongs to a family of fats called eicosanoids, is a metabolite of arachidonic acid
produced by 3 important enzymes, namely phospholipase A2, cyclooxygenase-1
(COX-1)/cyclooxygenase-2 (COX-2) and thromboxane A2 synthetase (TXAS).
TxA2 is released by platelets and a number of other cells such as macrophages,
neutrophils and endothelial cells. TxA2 has prothrombotic properties because it
stimulates platelet activity and platelet aggregation.

Objective: To determine the effect of thiamin injection in reducing thromboxane


A2 levels compared to 0.9% NaCl in patients undergoing surgery under general
anesthesia.

Methods: This study is a clinical trial study with a double-blind randomized


controlled trial (RCT) design. This study involved 38 samples, and were grouped
into 2 groups, the thiamin group and the 0.9% nacl group, then 6 ml of blood was
taken before and after the intervention, 1 ml each for each group and then
checked for thromboxane levels.

Results: In the thiamin group, the thromboxane level before was 53.48 ± 72.49
compared to the thromboxane level after 32.49 ± 20.97 with a mean difference of
-26.16. However, statistically, the value of P = 0.573 (P> 0.05)

Conclusion: There is an effect of thiamin administration in reducing thromboxane


levels in patients undergoing surgery under general anesthesia, but there is no
statistically significant relationship.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................5
1.3 Hipotesis ...................................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................6
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................................6
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................6
1.5.1 Manfaat Pendidikan ........................................................................6
1.5.2 Manfaat Penelitian ..........................................................................7
1.5.3 Manfaat Pelayanan .........................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................8


2.1 Thiamin ( vitamin B1) ..............................................................................8
2.1.1.Mekanisme Kerja Thiamin ...........................................................10
2.1.2.Farmakologi Thiamin ...................................................................14
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Thiamin ....................15
2.2.Defisiensi Thiamin..................................................................................18
2.2.1.Diagnosis Defisiensi Thiamin ......................................................21
2.2.2.Tatalaksana Defisiensi Thiamin ...................................................23
2.3.Tromboksan A2 ......................................................................................27
2.3.1.Peran Molekul dan Biologis Tromboksan A2 ..............................27

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.2.Pengaruh Thiamin pada Kadar Tromboksan Pasca Pembedahan 31
2.4. Kerangka Konsep...................................................................................38
2.5.Kerangka Teori .......................................................................................39

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................40


3.1.Desain Penelitian ....................................................................................40
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................40
3.3.Populasi dan Sampel Penelitian ..............................................................40
3.4.Cara Pemilihan Sampel...........................................................................40
3.5.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..................................................................41
3.5.1.Kriteria Inklusi ..............................................................................41
3.5.2.Kriteria Eksklusi ...........................................................................41
3.5.3.Kriteria Drop Out..........................................................................41
3.6.Besar Sampel ..........................................................................................41
3.7.Prosedur Kerja ........................................................................................42
3.8.Etika Penelitian .......................................................................................44
3.9.Definisi Operasional ...............................................................................44
3.10.Analisis Data .........................................................................................45
3.11.Alur Penelitian ......................................................................................46

BAB IV HASIL PENELITIAN ...........................................................................47


4.1 Karakteristik Sampel ..............................................................................47
4.2 Hubungan Nilai Kadar Tromboksan Sebelum, Sesudah Intervensi
Thiamin Dan Nacl 0,9 % .........................................................................49

BAB V PEMBAHASAN ......................................................................................51


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................54
6.1 Kesimpulan .............................................................................................54
6.2 Saran .......................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................55


LAMPIRAN .........................................................................................................59

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Recommended Daily Allowance (RDA) thiamin ............................. 10


Tabel 2.2. Mutasi genetik yang mempengaruhi metabolisme thiamin ............. 16
Tabel 2.3. Faktor risiko defisiensi thiamin........................................................ 17
Tabel 2.4. Pengaruh obat-obatan dan agen antithiamin .................................... 18
Tabel 2.5. Manifestasi klinis defisiensi thiamin................................................ 22
Tabel 2.6. Perkiraan kebutuhan rata-rata thiamin dan asupan yang
direkomendasikan ............................................................................ 27
Tabel 2.4. Pengaruh obat-obatan dan agen antithiamin .................................... 17
Tabel 2.5. Manifestasi klinis defisiensi thiamin................................................ 21
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Kelompok Intervensi Thiamin ...................... 47
Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Kelompok Intervensi Nacl 0,9% ................... 48
Tabel 4.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Pada Kedua Kelompok .... 49
Tabel 4.4 Hubungan Nilai Kadar Tromboksan Sebelum, Sesudah
Intervensi Thiamin Dan Nacl 0,9 % ................................................. 50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Thiamin dan turunan fosfatnya .......................................................... 8


Gambar 2.2. Peran thiamin dalam metabolisme glukosa ...................................... 11
Gambar 2.3. Mekanisme biokimia vitamin B1 (thiamin) ..................................... 12
Gambar 2.4. Reaksi metabolik thiamin................................................................. 13
Gambar 2.5. Peran thiamin dalam jalur metabolisme sel eukariotik .................... 14
Gambar 2.6. Jalur apoptosis sel akibat defisiensi thiamin ................................... 19
Gambar 2.7. Peran thiamin ................................................................................... 20
Gambar 2.8. Ekspresi dan fungsi reseptor tromboksan A2 .................................. 29
Gambar 2.9. Jalur tromboksan dalam menginduksi proses inflamasi................... 30
Gambar 2.10. Jalur aktivasi dan inhibisi trombosit ................................................ 31
Gambar 2.11. Mekanisme aksi thiamin dalam jalur asam arakidonat .................... 37
Gambar 2.12. Kerangka konsep .............................................................................. 38
Gambar 2.13. Kerangka Teori................................................................................. 39
Gambar 3.1. Alur penelitian .................................................................................. 46

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

α-KGDH : α-ketoglutarat dehidrogenase


AC : Adenil siklase
ASA : American Society of Anesthesiologist
BURP : Backward, upward, rightward, pressure
CABG : Coronary Artery Bypass Surgery
COX-2 : Siklooksigenase-2
EAR : Estimated Average Requirement
ELISA : Enzyme linked immunosorbent assay
ETT : Endotracheal tube
FiO2 : Fraction of inspired oxygen
GABA : Asam gamma-aminobutirat
GPCR : G-protein coupled receptor
GTPase : Guanosine triphosphate hydrolase
HAM : Haji Adam Malik
IPPV : Tekanan ventilasi positif intermiten
LEMON : Look, Evaluate, Mallampati, Obstruction, Neck
LOX-5 : Lipooksigenase-5
LPS : Lipopolisakarida
MAC : Minimum alveolar concentration
MACCE : Major adverse cardiac and cerebrovascular events
NaCl : Natrium klorida
NADH : Nicotinamide adenine dinucleotide
NADPH : Nicotinamide adenin dinucleotide phosphate
NIBP : Noninvasive arterial blood pressure
PAR : Protease-activated membrane receptor
PDH : Piruvat dehidrogenase
PLC : Fosfolipase C
PPP : Jalur pentosa fosfat
RCT : Randomized controlled trial
RDA : Recommended Daily Allowance

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RDI : Recommended Daily Intake
ROS : Reactive Oxygen Species
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SG : Sleeve gastrectomy
SPSS : Statistical Package for Social Science
SSP : Sistem saraf pusat
TCA : Tricarboxylic acid
TP : Reseptor tromboksan
TPP : Thiamin pirofosfat
TxA2 : Tromboksan A2
TXA-M : Urinary thromboxane metabolites
TXAS : Tromboksan A2 sintetase
WKS : Wernicke-Korsakoff

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thiamin adalah kofaktor penting untuk piruvat dehidrogenase; yang

memfasilitasi konversi piruvat menjadi asetil-KoA.1 Kebutuhan harian thiamin

yang direkomendasikan pada orang dewasa adalah 1,1–1,2 mg / hari.2 Tubuh tidak

dapat mensintesis thiamin dan hanya dapat menyimpan 30 mg thiamin,

kebanyakan pada otot rangka, jantung, otak, hati, dan ginjal.1 Thiamin adalah

vitamin yang larut dalam air yang berperan dalam beberapa proses biologis,

terutama dalam metabolisme glukosa.3

Peran thiamin pada pasien yang sakit kritis sudah banyak diteliti, dan

prevalensi defisiensi thiamin ditemukan meningkat pada pasien dengan luka

bakar, operasi besar, syok septik, penyakit ginjal stadium akhir, dan gagal jantung.

Kekurangan vitamin ini merupakan masalah kritis karena sulit terdiagnosis dan

dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Angka kematian

mendekati 20% pada pasien yang tidak diobati atau tidak dirawat secara adekuat,

dan hingga 85% pasien yang selamat dapat mengalami sekuele kondisi neurologis

yang tidak dapat disembuhkan.3

Defisiensi thiamin menyebabkan beberapa sindrom klasik termasuk beri-

beri basah/wet beriberi (gagal jantung), beri-beri kering/dry beriberi (neuropati

perifer), ensefalopati Wernicke, psikosis Korsakoff, dan beri-beri gastrointestinal.

Beri-beri basah menggambarkan rangkaian kejadian yang dimulai dengan

vasodilatasi perifer dan akhirnya menyebabkan gagal jantung dengan curah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

jantung tinggi. Beri-beri basah kadang-kadang muncul sebagai penyakit fulminan

(beri-beri Shoshin) yang ditandai dengan kegagalan pada sistem kardiovaskular.1

Penelitian oleh Weisner menunjukkan dari 192 negara anggota WHO, 56

diantaranya melakukan 234,2 juta prosedur bedah setiap tahunnya di seluruh

dunia (95% CI 187,2–281,2). Meskipun angka kematian dan komplikasi setelah

pembedahan sulit untuk dibandingkan karena kisaran kasus yang sangat beragam,

morbiditas mayor menjadi komplikasi pada 3–16% dari semua prosedur bedah

rawat inap di negara maju, dengan kecacatan permanen atau tingkat kematian

sekitar 0,4-0, 8%.4 Prosedur pembedahan memiliki peran dalam tatalaksana

berbagai macam penyakit dalam meringankan kondisi penyakit tertentu. Tingkat

operasi nasional di Selandia Baru termasuk yang paling rendah dari semua negara

berpenghasilan tinggi bahkan ketika termasuk perkiraan operasi dari sektor swasta

(6.270 per 100.000 pada tahun 2012), meminimalkan kemungkinan operasi yang

tidak diperlukan. Kebutuhan pembedahan berkisar dari 447.554 di Oseania hingga

72.919.681 di Asia Selatan. Wilayah dengan jumlah kebutuhan operasi terbesar

juga merupakan wilayah dengan populasi terbesar yaitu: Asia Selatan (72.919.681

operasi; 1.613.194.931 jiwa), Asia Timur (57.821.123 operasi; 1.397.940.667

jiwa), dan Asia Tenggara (25.794.258 operasi; 610.448.769 jiwa).5 Total

mortalitas perioperatif menurun dari waktu ke waktu, dari 10603 per juta sebelum

tahun 1970-an, menjadi 4.533 per juta (4.405-4.664) pada 1970 sampai 80-an, dan

1176 per juta (1.148-1.205) pada 1990-an – 2000-an (p <0 ,0001).6

Selama proses pembedahan, berbagai agen anestesi berperan dalam

kelancaran proses pembedahan. Agen inhalasi anestesi atau propofol biasanya

digunakan untuk mempertahankan anestesi umum. Propofol dan sevoflurane telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

dipelajari untuk mengungkapkan efeknya pada hemostasis. Telah

didokumentasikan bahwa propofol menghambat agregasi platelet yang diinduksi

oleh mediator pro-inflamasi seperti asam lisofosfat, faktor pengaktif platelet, dan

tromboksan A2.7

Penelitian oleh Lubis et al., 2021, tiamin juga berperan dalam mengatur

keseimbangan MMP-9 dan TIMP-1 sebagai enzim yang mengatur proses

proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis sel. Adanya peran tiamin dalam menekan

respon stres metabolik dengan cara meningkatkan kadar COMT telah dilaporkan

oleh Nasution et al. 2020, namun menurut pnelitian Hamdi et al., 2021 pada

pasien kanker pemberian tiamin justru akan menyebabkan penurunan kadar

COMT.43

Tromboksan A2 (TxA2) termasuk dalam famili lemak yang disebut

eikosanoid, merupakan metabolit asam arakidonat yang dihasilkan oleh 3 enzim

penting yaitu fosfolipase A2, siklooksigenase-1 (COX-1)/siklooksigenase-2

(COX-2) dan tromboksan A2 sintetase (TXAS). TxA2 dilepaskan oleh trombosit

dan sejumlah sel lainnya seperti makrofag, neutrofil dan sel endotel. TxA2

memiliki sifat protrombotik karena menstimulasi aktivitas trombosit dan agregasi

trombosit. TxA2 juga disebut sebagai vasokonstriktor serta teraktivasi saat adanya

inflamasi dan cedera jaringan, seperti saat pembedahan. Peran TxA2 meningkat

pada patogenesis infark miokard, stroke, aterosklerosis dan asma bronkial.

Peningkatan aktivitas TxA2 juga memiliki implikasi terhadap hipertensi

pulmonal, cedera ginjal dan hepar, alergi, angiogenesis serta metastasis sel

kanker.7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Penelitian oleh Tang et al menunjukkan bahwa prevalensi defisiensi

thiamin yang sangat tinggi (25,7%) pada pasien pasca operasi sleeve gastrectomy

(SG) dimana mayoritas terjadi pada orang Afrika-Amerika (66,7%) dengan indeks

massa tubuh pra operasi yang lebih tinggi (P = 0,026) memiliki kejadian episode

mual berulang (59,3%) dan muntah (44,4%) yang lebih tinggi pada kurun waktu 2

tahun pasca operasi.8 Perkiraan defisiensi thiamin pada pasien sepsis berkisar

dari 10% hingga 70%.2 Pasien coronary artery bypass surgery (CABG) telah

terbukti mengalami penurunan vitamin B kompleks seperti B6, B12, dan thiamin,

yang penting untuk fungsi mitokondria.9 Penelitian oleh Moskowitz et al

menunjukkan bahwa thiamin memiliki risiko alergi yang sangat rendah pada

pemberian thiamin sebagai infus selama 15-30 menit.2

Benfothiamine, suatu bentuk aktif dari thiamine, memiliki efek protektif

terhadap penyakit neurodegeneratif dengan cara menurunkan stress oksidatif dan

inflamasi. Margaux et al, pada tahun 2020, melakukan penelitian terhadap

pengaruh dibenzoylthiamine sebagai antioksidan dan antiinflamasi pada pasien

dengan stress dan neurodegenrasi.12

Kondisi rangsangan inflamasi akut, seperti pembedahan atau bypass

kardiopulmoner, tingkat ekspresi siklo-oksigenase-2 dapat meningkat secara

dramatis dan meningkatkan sintesis TXA2, seperti prosedur CABG yang dapat

meningkatkan proses inflamasi dan pergantian trombosit, sehingga menyebabkan

peningkatan dari TXA2 dengan menginduksi siklo-oksigenase-2 (COX-2).

Penelitian oleh Liu menunjukkan urinary thromboxane metabolites (TXA-M) 24

jam pasca-CABG pada pasien dengan major adverse cardiac and cerebrovascular

events (MACCE) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

MACCE (11,101 vs 8,849 pg / mg kreatin, P = 0,007).10 Penelitian oleh Shoeb

menunjukkan bahwa benfothiamin mencegah ekspresi sitokin inflamasi dan

kemokin yang bergantung pada NF-κB yang diinduksi lipopolisakarida (LPS)

dalam makrofag. Peningkatan COX-2, lipooksigenase-5 (LOX-5), TXB sintase,

dan sintase PGI2 secara signifikan diturunkan dengan adanya benfothiamine

masing-masing sebesar 50, 95, 95, dan 90%.11

Proses pembedahan mencakup berbagai hal baik positif maupun negatif

Dampak positif pembedahan yaitu penyelesaian maupun tatalaksana terbaik untuk

kondisi patologis yang sedang dihadapi pasien. Namun, di sisi lain, dampak

negative pembedahan juga tidak dapat dihindarkan, seperti yang dijelaskan bahwa

beberapa dampak negatif akibat proses pembedahan yaitu peningkatan inflamasi

dimana proses ini meningkatkan salah satu penanda inflamasi yaitu TxA2.

Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas dari pemberian thiamin untuk

menekan inflamasi dan terbukti efektif dalam menurunkan kadar tromboksan

akibat proses inflamasi yang salah satunya diinduksi oleh proses pembedahan

seperti pada penelitian Shoeb, dkk.11 Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

mengangkat topik tentang “Perbandingan Penurunan Kadar Tromboksan A2

Setelah Pemberian Thiamin Intravena dan Nacl 0,9% Intravena Pada Pasien Yang

Menjalani Pembedahan Dengan Anestesi Umum”

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada Penurunan Kadar Tromboksan A2 Setelah Pemberian

Thiamin Intravena dibandingkan Nacl 0,9% Intravena Pada Pasien Yang

Menjalani Pembedahan Dengan Anestesi Umum ?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

1.3 Hipotesis

Ada penurunan Kadar Tromboksan A2 Setelah Pemberian Thiamin

Intravena dibandingkan Nacl 0,9% Intravena Pada Pasien Yang Menjalani

Pembedahan Dengan Anestesi Umum

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Penurunan Kadar Tromboksan A2 Setelah Pemberian

Thiamin Intravena dibandingkan Nacl 0,9% Intravena Pada Pasien Yang

Menjalani Pembedahan Dengan Anestesi Umum

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menilai penurunan kadar tromboksan A2 setelah pemberian thiamin

injeksi paska operasi.

2. Untuk menilai penurunan kadar tromboksan A2 setelah pemberian Nacl 0,9%

paska operasi.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru

tentang efektifitas pemberian thiamin injeksi terhadap kadar tromboksan A2 pada

pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

1.5.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan dasar penelitian untuk

peneliti-peneliti berikutnya yang berniat meneliti efektivitas thiamin injeksi

terhadap kadar tromboksan A2 pada pasien yang menjalani pembedahan dengan

anestesi umum guna meningkatkan tingkat kepercayaan dan keakuratan penelitian

ini.

1.5.3 Manfaat Pelayanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman tatalaksana yang

diperbaharui dan akurat tentang penggunaan thiamin injeksi terhadap kadar

tromboksan A2 pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum

untuk meningkatkan hasil akhir yang memuaskan dan sempurna bagi pasien

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thiamin ( vitamin B1)

Thiamin (vitamin B1) adalah mikronutrien esensial yang turunan fosfatnya

memainkan peran penting dalam sejumlah proses seluler. Kadar thiamin yang

disimpan dalam tubuh seorang yang sehat adalah sebanyak 30-50 mg. Khusus

pada populasi dengan penyakit kritis, thiamin pirofosfat (TPP, turunan thiamin)

adalah kofaktor yang diperlukan untuk enzim metabolik termasuk piruvat

dehidrogenase dan transketolase. Piruvat dehidrogenase (PDH) adalah pemain

kunci dalam respirasi aerobik, yang tanpanya respirasi aerobik mitokondria tidak

dapat terjadi dan produksi energi sel bergeser ke mekanisme anaerobik.

Transketolase adalah enzim dalam jalur pentosa fosfat yang memungkinkan

pembentukan antioksidan seluler yang utama. Aktivitas piruvat dehidrogenase dan

transketolase secara substansial berkurang dalam keadaan kekurangan thiamin,

yang dapat mengakibatkan kegagalan bioenergi, spesies oksigen reaktif berlebih,

dan berpotensi kematian sel melalui apoptosis.2

Gambar 2.1. Thiamin dan turunan fosfatnya.12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Thiamin pirofosfat, suatu metabolit, bertindak sebagai koenzim untuk

pembentukan transketolase, yang mengubah heksosa dan pentose. Dalam dosis

tinggi, zat ini secara pasif diserap dalam saluran pencernaan, dalam dosis kecil

dengan transporter carrier- mediated, dan difosforilasi dalam proses ini. Setelah

diserap, diangkut bersama dengan protein plasma (terutama albumin) dan eritrosit

kemudian disimpan terutama di otot rangka, tetapi juga di jantung, hati, ginjal dan

otak. Cadangan vitamin B1organik total, terutama sebagai thiamin pirofosfat,

kira-kira 30 mg, dengan waktu paruh 9-18 hari. Kuota harian adalah 1,2mg untuk

pria dan 1,1mg untuk wanita, lebih besar pada pria karena pengeluaran energi

yang lebih besar. Kebutuhan thiamin meningkat 10% pada saat kehamilan dan

menyusui. Sumber utama vitamin ini adalah daging babi, daging sapi, sayuran,

semua biji-bijian dan kacang-kacangan. Penting untuk diingat bahwa vitamin B1

bersifat fotosensitif, didenaturasi oleh panas dan dirusak pada pH> 8. Teh, kopi,

ikan mentah, makanan laut mengandung thiaminase yang dapat merusak vitamin,

sehingga asupan makanan yang banyak dapat mengurangi cadangan organik

nutrisi ini. Ekskresi thiamin dan metabolitnya pada dasarnya melalui urin.13

Thiamin diserap kembali di jejunum proksimal dengan dukungan sistem transpor

aktif. Cadangan thiamin dalam tubuh hanya berjumlah 30 mg dan habis dalam 20

hari jika asupan oral tidak adekuat. Penyebab kekurangan vitamin B1 adalah

muntah terus menerus, makanan dengan kandungan vitamin B1 rendah, atau

kebutuhan vitamin B yang meningkat.14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Tabel 2.1. Recommended Daily Allowance (RDA) Thiamin.15

Thiamin terdegradasi oleh sinar ultraviolet serta dengan pengawetan,

penyimpanan, pengeringan, pencairan, iradiasi sinar gamma, dan pasteurisasi atau

pemasakan yang lama (suhu> 120_C) makanan. Ini dihilangkan dengan

penggilingan biji-bijian atau dengan pengolahan air kapur alkali pada jagung.

Penggilingan atau pemolesan menghilangkan inti biji-bijian, terutama scutellum

dan kuman, yang jauh lebih kaya akan thiamin daripada endosperm bertepung

putih yang tersisa.16

2.1.1. Mekanisme Kerja Thiamin

Setelah diserap ke dalam darah, enzim thiamin diphosphotransferase

mengubah thiamin dari bentuk provitamin menjadi bentuk aktifnya, thiamin

pirofosfat (TPP). Reaksi ini membutuhkan magnesium sebagai kofaktor. TPP

adalah koenzim yang digunakan untuk metabolisme energi. Ini adalah komponen

penting dari tiga reaksi berikut: TPP adalah kofaktor dalam subunit E1 dari

kompleks piruvat dehidrogenase (PDH). Subunit E1 secara khusus mengubah

piruvat menjadi hidroksietil-TPP dan karbon dioksida. Sementara itu, kompleks

PDH sebagai dekarboksilat piruvat mengubahnya menjadi asetil-KoA dan juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

menghasilkan nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) secara bersamaan.

NADH nantinya dapat diubah menjadi ATP, sumber energi untuk sel. Asetil-KoA

yang dihasilkan kemudian dapat masuk ke Siklus Asam Sitrat untuk menghasilkan

ATP tambahan. Dengan demikian, kompleks PDH, yang membutuhkan thiamin

sebagai kofaktor, memiliki peran penting dalam memperoleh energi dari

metabolisme karbohidrat. Selain itu, fungsi kompleks PDH sangat penting dalam

produksi asetilkolin (neurotransmitter) dan mielin.17

Gambar 2.2. Peran thiamin dalam metabolisme glukosa.18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Gambar 2.3. Mekanisme biokimia vitamin B1 (thiamin).19

TPP juga digunakan dalam siklus asam sitrat sebagai kofaktor dalam

reaksi alfa-ketoglutarat dehidrogenase dimana alfa-ketoglutaratat dekarboksilasi

membentuk suksinil-KoA. Reaksi ini penting dalam propagasi siklus asam sitrat,

yang menghasilkan energi. Reaksi ini juga berperan dalam menjaga kadar

glutamat, aspartat, dan asam gamma-aminobutirat (GABA). GABA adalah

penghambat neurotransmitter di otak yang mencegah eksitasi berlebihan neuron,

sehingga mencegah delirium.17

TPP dibutuhkan sebagai kofaktor pada jalur pentosa fosfat (PPP),

khususnya pada reaksi transketolase. PPP terjadi di dalam sitosol sel sebagai jalur

alternatif dalam katabolisme karbohidrat, dan tujuannya adalah untuk

menghasilkan nicotinamide adenin dinucleotide phosphate (NADPH) dan ribosa-

5-fosfat. NADPH kemudian dapat menjadi faktor dalam beberapa jalur biokimia

seperti steroid, asam lemak, asam amino, neurotransmitter, dan sintesis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

glutathione. Sintesis glutathione sangat penting karena glutathione dapat

mengurangi stres oksidatif dan kerusakan sel akibat radikal bebas. Sementara itu,

ribosa-5-fosfat merupakan blok pembangun esensial dalam asam nukleat. Namun,

jika asam nukleat tidak diperlukan dalam sel, maka ribosa-5-fosfat dapat

memasuki fase non-oksidatif PPP di mana transketolase dan TPP diperlukan

untuk membantu mengubah ribosa-5-fosfat kembali menjadi zat antara glikolisis

(seperti glukosa -6-fosfat). Dalam reaksi ini, TPP diperlukan sebagai kofaktor

untuk menstabilkan perantara karbanion dua karbon. Berdasarkan perannya dalam

reaksi ini, terlihat bahwa thiamin, dalam bentuk TPP, sangat penting untuk

produksi energi, viabilitas sel, dan fungsi saraf yang adekuat.17

Gambar 2.4. Reaksi metabolik thiamin.12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Gambar 2.5. Peran thiamin dalam jalur metabolisme sel eukariotik.12

2.1.2. Farmakologi Thiamin

Thiamin diabsorbsi di proksimal usus halus. Thiamin diabsorbsi melalui

proses pasif yang memungkinkan dosis oral dapat diabsorbsi dan digunakan

dengan maksimal. Setelah pemberian secara intravena, thiamin mencapai

konsentrasi plasma puncak dalam 2 menit, dengan konsentrasi puncak thiamin

difosfat (bentuk thiamin yang paling aktif) dalam 2-6 jam dan dapat bertahan

hingga 12 jam. Pada pemberian thiamin oral, penyerapan yang hampir selesai

dapat dijumpai pada 40 menit pasca pemberian, dengan kadar puncak thiamin

dicapai pada 20 dan 120 menit serta kembali ke baseline dalam 12 jam. Waktu

paruh thiamin dalam plasma yaitu ≤ 96 menit. Penelitian yang membandingkan

pemberian thiamin secara oral dan intramuskular dengan dosis yang sama

menunjukkan bahwa pemberian secara oral mampu memberikan konsentrasi yang

sama seperti pemberian parenteral.20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Thiamin

Asupan makanan mentah dengan kandungan thiaminase tinggi (seperti

krustasea, kecambah, mikroorganisme, dan beberapa ikan) dapat berkontribusi

atau bahkan menjadi penyebab langsung defisiensi thiamin. Thiaminase juga

bersifat termolabil, dan aktivitas memasak makanan ini juga mempengaruhi risiko

defisiensi thiamin. Selain itu, konsumsi minuman seperti kopi, teh, dan minuman

lain yang kaya tanin juga berkontribusi terhadap defisiensi thiamin. Di sisi lain,

konsumsi jus dari buah jeruk meningkatkan penyerapan thiamin karena

kandungan asam sitrat dan askorbat. Penyerapan thiamin dari makanan terjadi di

seluruh usus halus, terutama di jejunum, tergantung pada pH media. Penyerapan

sangat menurun dengan adanya pH basa, dan terjadi dalam bentuk pasif dan aktif.

Absorpsi pasif terjadi ketika thiamin dalam jumlah besar di dalam lumen usus,

sedangkan absorpsi aktif terjadi ketika thiamin dalam jumlah kecil. Alkoholisme

merupakan salah satu faktor terpenting yang menyebabkan penurunan penyerapan

thiamin karena alkohol menghambat transpor aktif vitamin hingga 50%, bahkan

pada pasien dengan status gizi yang baik.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Tabel 2.2. Mutasi genetik yang mempengaruhi metabolisme thiamin.21

Semua pasien dengan malnutrisi atau risiko nutrisi merupakan kandidat potensial

untuk defisiensi thiamin, terlepas dari etiologi malnutrisi. Selain itu, pasien

malnutrisi atau pasien puasa lama yang akan diberi makan secara artifisial dapat

mengalami sindrom refeeding. Selama refeeding, peningkatan suplai glukosa

menyebabkan peningkatan sekresi insulin dan penurunan sekresi glukagon,

sehingga merangsang sintesis glikogen, lemak, dan protein, dengan akibat

masuknya fosfat, kalium, dan magnesium ke dalam media intraseluler, sedangkan

serum konsentrasi sangat berkurang. Metabolisme meningkat seiring dengan

deplesi thiamin, yang berfungsi sebagai kofaktor reaksi enzimatik.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Tabel 2.3. Faktor risiko defisiensi thiamin.3

Penyebab defisiensi thiamin antara lain penggunaan furosemid diuretik,

adanya penyakit ginjal kronis pada hemodialisis, diabetes mellitus dengan

peningkatan ekskresi thiamin melalui urin, neoplasma ganas, sindrom

imunodefisiensi acquired, hiperemesis gravidarum, dan penyakit serta

pembedahan saluran cerna, termasuk operasi bariatrik. Operasi bariatrik

meningkatkan risiko defisiensi thiamin melalui beberapa mekanisme, termasuk

asupan vitamin yang lebih rendah, prevalensi muntah pasca operasi yang lebih

tinggi, dan gangguan absorpsi, terutama pada pasien yang telah menjalani operasi

bypass lambung Roux-en-Y. Pada pasien ini, bypass dilakukan pada usus halus,

lokasi utama untuk absorpsi thiamin, dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan

merupakan penyebab signifikan defisiensi thiamin. Selain itu, obesitas saja dapat

meningkatkan risiko defisiensi thiamin. Secara umum, pasien ini mengonsumsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

makanan yang kurang sayuran dan kaya gula sederhana serta makanan olahan,

yang merupakan sumber thiamin yang rendah. Faktor risiko utama dan terpenting

untuk defisiensi thiamin adalah alkoholisme. Ada beberapa mekanisme yang

terkait dengan asupan alkohol dan defisiensi thiamin.3

Tabel 2.4. Pengaruh obat-obatan dan agen antithiamin.16

2.2. Defisiensi Thiamin

Pada defisiensi thiamin, piruvat mengalami metabolisme anaerobik dan

diubah menjadi laktat. Jika asam laktat menumpuk, asidosis laktat dapat terjadi.1

Asidosis dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan siklus Krebs adalah dasar

patofisiologis utama dari manifestasi klinis defisiensi thiamin.22 Thiamin

pirofosfat adalah bentuk aktif dari thiamin dan berfungsi sebagai kofaktor untuk

beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi. Enzim-enzim ini

termasuk dehidrogenase piruvat mitokondria, kompleks dehidrogenase a-

ketoglutarat, dan transketolase sitosol, yang semuanya berpartisipasi dalam

katabolisme karbohidrat dan semuanya menunjukkan penurunan aktivitas selama

defisiensi thiamin. Kompleks piruvat dehidrogenase adalah enzim utama dalam

siklus Krebs yang mengkatalisis dekarboksilasi oksidatif piruvat untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

membentuk asetil-koenzim A (asetil-KoA), yang masuk ke dalam siklus Krebs

(asam sitrat atau asam trikarboksilat). Enzim rate-limiting siklus Krebs, a-

ketoglutarat dehidrogenase, mengkatalisis dekarboksilasi oksidatif a-ketoglutarat

menjadi suksinil-KoA. Fungsi transketolase di jalur pentosa fosfat, jalur alternatif

untuk oksidasi glukosa. Kekurangan thiamin menyebabkan penurunan aktivitas

enzim ini, yang berbeda untuk enzim yang berbeda, dan menunjukkan

ketergantungan tipe sel yang kuat.15

Gambar 2.6. Jalur apoptosis sel akibat defisiensi thiamin.15

Vitamin sangat diperlukan untuk fungsi metabolisme dan kekurangannya

dapat menyebabkan beberapa manifestasi klinis. Defisiensi vitamin B1

menampilkan empat bentuk klasik: refleks sensorik-motorik dan nyeri atau tidak

nyeri polineuropati simetris, sebagian besar mengenai tungkai distal; vasodilatasi

perifer, retensi natrium dan air, mengakibatkan curah jantung yang tinggi, edema,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

dan disfungsi ventrikel bilateral (beri-beri basah kronis); Beri-beri basah akut

terkait dengan cedera miokard dan syok peredaran darah (Shoshin beri-beri) dan

ensefalopati Wernicke, yang ditandai dengan tiga tanda klinis: disfungsi motorik

mata, ataksia, kebingungan mental, terkait dengan sindrom amnestik, gangguan

belajar dan confabulation (Korsakoff).13

Akumulasi laktat menyebabkan asidosis laktat, dan penurunan pH otak

dapat berkontribusi pada timbulnya manifestasi neurologis yang menyertai

defisiensi thiamin. Selain itu, penurunan aktivitas enzim menyebabkan penurunan

sintesis neurotransmitter, seperti asetilkolin dan asam γ -aminobutirat, yang

selanjutnya dapat memperburuk fungsi otak.3

Gambar 2.7. Peran thiamin.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

2.2.1. Diagnosis Defisiensi Thiamin

Diagnosis defisiensi thiamin dapat dilakukan melalui uji fungsional enzim

untuk aktivitas transketolase, diukur sebelum dan sesudah penambahan thiamin

pirofosfat. Nilai stimulasi yang lebih besar dari 25% setelah penambahan

pirofosfat (koefisien aktivitas 1,25) dianggap normal.13 Pendekatan terbaik untuk

menentukan status nutrisi thiamin seseorang adalah melalui metode tidak

langsung, seperti evaluasi aktivitas transketolase dalam eritrosit atau penentuan

konsentrasi ester thiamin difosfat dalam eritrosit melalui kromatografi cair kinerja

tinggi.3

Sindrom Wernicke-Korsakoff (WKS) dan beri-beri adalah dua komplikasi

yang umumnya muncul akibat defisiensi thiamin, meskipun kedua sindrom ini

jarang terjadi secara bersamaan. WKS mempengaruhi sistem saraf pusat, yang

melibatkan otak dan sumsum tulang belakang. Penyebab terseringnya adalah

penyalahgunaan alkohol, terlihat bersamaan dengan gizi buruk, tetapi dapat

muncul pada individu yang berisiko kekurangan thiamin. Beri beri adalah

kelainan lain yang disebabkan oleh defisiensi thiamin. Ini paling sering muncul

pada orang yang menyalahgunakan alkohol tetapi juga dapat disebabkan oleh

etiologi lain yang mengakibatkan defisiensi thiamin.17 Studi postmortem telah

menunjukkan bahwa prevalensi ensefalopati Wernicke, salah satu ciri klinis

defisiensi thiamin, di antara pasien dengan alkoholisme bervariasi dari 12,5%

hingga 35%, sedangkan prevalensi ensefalopati ini pada populasi umum adalah

1,5%.3

Beri-beri basah ditandai dengan gejala jantung, insufisiensi jantung

disertai takikardia, insufisiensi jantung kanan dan gejala pernapasan, edema

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

vasodilatasi, dan hipertensi. Beri-beri kering lebih sering daripada beri-beri basah.

Gejalanya adalah neuritis, neuropati, terutama pada ekstremitas bawah, dan nyeri

otot disertai atrofi dan paraplegia. Beri-beri cerebral adalah bentuk khusus beri-

beri kering yang berhubungan dengan defisiensi thiamin akut yang parah. Hal ini

mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dan sumsum tulang belakang dan

mengakibatkan sindrom Wernicke-Korsakoff. Masalah ataksia dan okulomotor

adalah gejala lebih lanjut. Pada tahap yang parah, koma mungkin terjadi. Jika

diobati secara dini, prognosis beri-beri merupakan prognosis yang baik tetapi

mortalitas masih berkisar antara 10 dan 20%. Meskipun pengobatan dimulai lebih

awal, remisi total jarang terjadi karena perubahan kognitif tidak dapat dipulihkan

dalam banyak kasus.14 Selain itu, defisiensi thiamin pada pasien syok septik yang

dirawat di unit perawatan intensif bisa mencapai 70%.3

Tabel 2.5. Manifestasi klinis defisiensi thiamin.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

2.2.2. Tatalaksana Defisiensi Thiamin

Orang yang berisiko mengalami defisiensi thiamin atau individu yang

mengalami defisiensi thiamin non-emergensi dapat diinstruksikan untuk

mengonsumsi 50 mg thiamin setiap hari atau dapat diberi suntikan 50 hingga 100

mg thiamin tiga hingga empat kali sehari. Suplemen thiamin oral dapat

dikonsumsi dengan atau tanpa makanan karena asupan makanan tidak

mempengaruhi penyerapan vitamin B1. Suplementasi thiamin tidak beracun,

bahkan jika berlebihan. Pada individu yang menerima suplementasi Vitamin B1,

efek samping yang paling sering dilaporkan termasuk sensasi hangat, urtikaria,

pruritus, angioedema, diaphoresis, sianosis, dan anafilaksis.17

Kekurangan thiamin sering dikaitkan dengan kekurangan vitamin B

kompleks lainnya, dan beberapa terapi vitamin yang larut dalam air hingga 5

sampai 10 kali kebutuhan harian yang direkomendasikan biasanya dianjurkan

selama beberapa minggu. Regimen ini harus diikuti dengan diet bergizi yang

memenuhi 1 hingga 2 kali kebutuhan harian yang direkomendasikan. Magnesium,

kofaktor untuk transketolase, harus diberikan sebagai magnesium sulfat (1 sampai

2 ml larutan 50% intramuskular) dengan thiamin untuk memperbaiki resistensi

thiamin dan hipomagnesemia yang sering menyertai. Pemulihan dari defisit

neurologis seringkali tidak lengkap pada beri-beri. Beberapa kesalahan

metabolisme bawaan menanggapi dosis farmakologis thiamin (5 sampai 20 mg /

hari).15

Manajemen yang tepat dari shoshin beri-beri wajib dilakukan karena

suplementasi thiamin menyebabkan pemulihan yang cepat sementara pada kasus

yang tidak diobati dapat berakibat fatal.21 Thiamin yang diberikan secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

parenteral, bahkan dengan dosis hingga 500 mg tiga kali sehari, aman, dapat

ditoleransi dengan baik, dan telah menjadi pengobatan andalan untuk Ensefalopati

Wernicke selama beberapa dekade.2

Untuk pengobatan sindrom Wernicke-Korsakoff pada pasien dengan

alkoholisme, defisiensi thiamin harus diobati dengan 500 sampai 1500 mg per

hari, 2 atau 3 dosis, melalui injeksi intramuskular atau jalur intravena selama 5

hari. Setelah periode awal ini, rekomendasinya adalah dosis oral 300 mg per hari

selama 1-2 minggu, diikuti dengan 100 mg setiap hari untuk dosis pemeliharaan.

Beberapa penulis merekomendasikan bahwa penggantian thiamin dengan dosis

tinggi secara intravena harus dipertahankan untuk periode yang lebih lama hingga

2 minggu- 1 bulan. Namun, sebagian besar rekomendasi menyarankan periode

penggantian parenteral awal hingga 1 minggu atau sampai gejala membaik.

Setelah memulai penggantian, manifestasi okulat dan ataksia biasanya berkurang

dalam beberapa jam atau hari, tetapi kebingungan mental membutuhkan waktu 2

atau 3 minggu untuk membaik. Pasien tanpa alkoholisme yang memiliki diagnosis

sindrom Wernicke-Korsakoff memerlukan dosis thiamin yang lebih rendah

daripada pasien dengan alkoholisme, dengan dosis 100-300 mg per hari sudah

cukup untuk mendapatkan respons klinis, tetapi juga diperlukan penggantian

parenteral pada hari-hari awal.3

Pengobatan beri-beri basah meliputi suplementasi thiamin yang disertai

dengan dukungan hemodinamik. Dosis yang dianjurkan untuk pengobatan beri-

beri basah biasanya kecil dan dapat diberikan secara oral. Secara keseluruhan,

dosis 100-300 mg per hari sudah cukup untuk memperbaiki gejala. Pada Shoshin

beri-beri, ketika pasien sakit parah, pemberian parenteral mungkin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

direkomendasikan untuk pengobatan awal, diikuti dengan pemberian oral.

Beberapa peneliti merekomendasikan thiamin dosis tinggi, tetapi sebagian besar

menyarankan 100- 300 mg per hari dalam kasus ini. Penggantian thiamin harus

dipertahankan untuk waktu yang lama dan sampai faktor risiko defisiensi thiamin

hilang. Suplementasi thiamin juga diindikasikan untuk pencegahan dan

pengobatan sindrom refeeding, dengan dosis oral yang direkomendasikan 100-300

mg per hari.3

Penggunaan thiamin harus digunakan dengan hati-hati pada individu

dengan gangguan ginjal, terutama pada bayi prematur, untuk menghindari

penumpukan aluminium dan keracunan aluminium berikutnya.17 Namun,

pemberian thiamin parenteral untuk tujuan terapeutik dapat menyebabkan

komplikasi yang parah seperti anafilaksis dan henti jantung paru, meskipun

frekuensi kejadian ini jarang terjadi. Thiamin parenteral harus diencerkan dalam

100 mL larutan saline dan diinfuskan selama 30 menit untuk menurunkan risiko

efek samping.3

2.2.2.1. Tatalaksana Defisiensi Thiamin Pasca Pembedahan

Suplementasi thiamin 1,1 mg / hari untuk wanita dan 1,2-1,5 mg / hari

untuk pria diperlukan untuk menghindari defisiensi. Pada tahap awal neuropati,

20-30 mg / hari diperlukan untuk kesembuhan total pasien. Selama pengobatan

kekurangan vitamin B1, suplementasi tambahan dengan semua vitamin lain dari

kelompok B adalah penting. Oleh karena itu, pasien bedah bariatrik pada dasarnya

harus dirawat dengan suplemen vitamin B untuk menghindari komplikasi. Pasca

pembedahan bariatrik, pasien sebaiknya mendapat supplemnetasi thiamin sebagai

bagian dari terapi multivitamin rutin dengan dosis 12-50 mg, 2 kali/hari, secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

oral. Pasien yang menjalani pembedahan bariatric atau gastrektomi dengan

muntah yang berkepanjangan atau adanya gejala neurologis sebaiknya

memperoleh thiamine parenteral dosis tinggi (500 mg/intravena, 3 kali/hari) serta

vitamin B kompleks lainya (500 mg vitamin B6 secara intravena, 4 mg riboflavin

secara intravena dan 150 mg niasin secara intravena, 3 kali/hari) dan vitamin C

(500 mg secara intravena/hari) selama 3 hari.14,16

Supplementasi thiamine pasca pembedahan saluran cerna disarankan tidak

diberikan secara oral karena adanya gangguan absorbsi thiamin. Pemberian secara

intervena merupakan pilihan terbaik dan harus dipertimbangkan untuk pasien

yang dirawat di rumah sakit. Pasien dengan gejala ringan sebaiknya diberikan

injeksi thiamine 100 mg selama 7-14 hari. Untuk pasien dengan defisiensi thiamin

berat, seperti ensefalopati Wernicke, dosis yang direkomendasikan yaitu >100 mg

secara intravena untuk beberapa hari, diikuti dengan pemberian secara

intramuskular atau oral dosis tinggi hingga adanya perbaikan gejala. Dosis yang

direkomendasikan untuk defisiensi thiamin berat yaitu 500 mg secara intravena 3

kali sehari selama 3-5 hari diikuti oleh 250 mg/hari untuk periode yang sama atau

hingga perbaikan klinis. Pemberian secara intramuscular sebaiknya

dipertimbangkan hanya pada pasien yang tidak memiliki akses intravena dan

dalam kondisi darurat. Dosis thiamin 250 mg intramuskular selama 3-5 hari

direkomendasikan untuk pasien ensefalopati Wernicke akibat alkoholisme dan

ensefalopati Wernicke pasca pembedahan bariatrik.23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Tabel 2.6. Perkiraan kebutuhan rata-rata thiamin (Estimated Average


Requirement/EAR) dan asupan yang direkomendasikan (Recommended Dietary
Intake/RDI).16

2.3. Tromboksan A2

Tromboksan A2 (TxA2) merupakan bagian dari famili lipid, dikenal

sebagai eikosanoid yang merupakan metabolit asam arakidonat yang dihasilkan

dari berbagai mekanisme kerja 3 enzim yaitu fosfolipase A2, siklooksigenase

(COX)-1/COX-2 dan sintetase TxA2 (TXAS). TxA2 awalnya diketahui

dihasilkan oleh trombosit, namun sekarang TxA2 dilepaskan oleh berbagai sel

lainnya, seperti makrofag, neutrofil dan sel endotel. TxA2 memiliki efek

protrombotik dengan menstimulasi aktivasi dan agregasi trombosit. TxA2 juga

merupakan vasokonstriktor dan aktif saat adanya cedera jaringan dan inflamasi.

Peningkatan aktivitas TxA2 dapat dijumpai pada patogenesis infark miokardium,

stroke, aterosklerosis, asma bronkial, hipertensi paru, cedera ginjal dan hepar,

alergi, angiogenesis, serta metastasis sel kanker.24

2.3.1. Peran Molekul dan Biologis Tromboksan A2

Trombosit dikenal sebagai penghasil utama TxA2 yang berikatan dengan

reseptor tromboksan (TP) untuk memulai kaskade pensinyalan yang meregulasi

gangguan pada sitoskeleton, adhesi trombosit, vesicle trafficking dan respon

aktivasi trombosit lainnya. Reseptor tromboksan/prostaglandin telah terbukti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

meregulasi efektor host, termasuk fosfolipase C (PLC), guanosine triphosphate

hydrolase (GTPase) dan adenil siklase (AC).25

Reseptor TP merupakan G-protein coupled receptor (GPCR) yang

didistribusikan secara luas di berbagai jaringan. Selain trombosit, reseptor TP juga

dapat dijumpai pada sel endotel, sel otot polos, sel mesangial glomerulus, miosit

jantung dan banyak sel lainnya. Reseptor TP awalnya diklon dari plasenta

manusia yang memiliki struktur primer asam amino sebanyak 343 dan dikenal

sebagai α-isoform, sedangkan sekuen genetik lain diklon dari endotel yang

tersusun atas 407 asam amino yang disebut sebagai β-isoform. Kedua isoform

diekspresikan di hampir semua jaringan, tetapi hanya α-isoform diekspresikan di

trombosit. TP tidak hanya mengaktivasi TxA2, tetapi juga isoprostane, yang

merupakan produk katalis peroksidasi asam arakidonat tanpa aktivitas langsung

pada enzim COX.24,25,26

Beberapa mekanisme pensinyalan selular dan regulasi diaktivasi melalui

TP. Telah dilaporkan bahwa reactive oxygen species (ROS)-dependent

upregulation ekspresi TP dapat meningkatkan respon TxA2/iosprostane.

Mekanisme ini dapat secara signifikan berkontribusi pada aktivasi trombosit dan

atherotrombosis beberapa kasus klinis yang berhubungan dengan peningkatan

stress oksidatif, seperti hiperkolesterolemia, obesitas, diabetes mellitus tipe 2 dan

pembedahan.24,25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Gambar 2.8. Ekspresi dan fungsi reseptor tromboksan A2.26

TxA2 merupakan produk utama metabolisme asam arakidonat pada

trombosit dan sebagai respon terhadap berbagai stimulus, TxA2 diproduksi

melalui aktivitas COX dan tromboksan sintetase (TXS). Aspirin dosis rendah

menghambat produksi TxA2 trombosit melalui inaktivasi permanen aktivitas

COX dari enzim prostaglandin G/H-sintase, serta telah terbukti meliki efek

kardioprotektif. Banyak sel dan jaringan menghasilkan TxA2 sebagai respon

terhadap sinyal proinflamasi dan stress oksidatif, seperti bekerja secara autokrin

atau parakin. Reseptor TP diaktivasi tidak hanya oleh TxA2, tetapi juga oleh

PGD2, PGE2, PGF2α, PGH2, PG, endoperoksidase dan isoprostane.26

Dengan berikatan dengan reseptor TP, molekul ini mengaktivasi kaskade

pensinyalan yang meregulasi aktivasi sel endotel (seperti ekspresi molekul

adhesi), kontraksi sel pembuluh darah otot polos (vascular smooth muscle

cell/VSMC) dan agregasi trombosit, sehingga memicu progresifitas lesi

aterosklerotik. Reseptor TP juga diekspresi pada jenis sel lainnya yang terlibat

dalam proses atherotrombosis, seperti VSMC, makrofag dan monosit.26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Gambar 2.9. Jalur tromboksan dalam menginduksi proses inflamasi.26

Enzim COX-1 pada trombosit mengkonversi asam arakidonat menjadi

endoperoksidase prostaglandin yang berismoer dengan TxA2. TxA2 berdifusi dari

trombosit dan berikatan dengan 7 reseptor transmembran pada permukaan

trombosit, memberi sinyal yang akhirnya mengaktivasi fosfolipase C.

Diasilgliserol juga mengaktivasi protein kinase C yang bertranslokasi pada

membran plasma trombosit dan memicu aktivasi GpIIb/IIIa yang merupakan

kompleks membrane biomolekul terhadap trombosit dan megakariosit. Dengan

adanya aktivasi GpIIb/IIIa, agregasi trombosit dan sekresi granul trombosit dapat

terjadi. Trombosit yang tidak dapat menghasilkan TxA2 dapat diaktivasi melalui

jalur ADP-dependent dan thrombin-dependent. Agregasi trombosit dapat diinisiasi

melalui 2 reseptor ADP yang saling berinteraksi oelh ADP yang dilepaskan oleh

trombosit atau sumber ekstra trombosit seperti sel darah merah atau adanya

aspirin. Trombin bekerja pada beberapa protease-activated membrane receptor

(PAR) sepsifik yang mensinyal aktivasi fosfolipase C dan agregasi trombosit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

ireversibel serta pelepasan reaksi yang tidak bergantung pada metabolisme asam

arakidonat.27

Gambar 2.10. Jalur aktivasi dan inhibisi trombosit.27

2.3.2. Pengaruh Thiamin pada Kadar Tromboksan Pasca Pembedahan

Beberapa penelitian menemukan kejadian beri-beri pasca prosedur operasi

bariatrik sekitar 15,5%. Sebagian besar pasien yang mengalami defisiensi thiamin

dalam 1-3 bulan pasca operasi disebabkan oleh hyperemesis.14 Pembedahan

lambung dikaitkan dengan berbagai gangguan nutrisi, termasuk anemia

pernisiosa, anemia defisiensi besi, penyakit mineral tulang, sindrom

postvagotomy, hipoglikemia hiperinsulinemia, malnutrisi, malabsorpsi, dan

insufisiensi eksokrin fungsional pankreas. Kekurangan vitamin yang larut dalam

lemak (A, D, E, K) dan vitamin yang larut dalam air (kelompok vitamin B, C)

dapat dikaitkan dengan asupan yang tidak adekuat, diare, pertumbuhan bakteri

usus halus yang berlebihan, atau malabsorpsi. Malabsorpsi besi, tembaga, seng,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

magnesium, atau kalsium dapat disebabkan oleh akhlorhidria pasca gastrektomi,

penurunan kelarutan garam makanan atau trace element, atau absorbsi mineral

yang tidak adekuat pada permukaan duodenum setelah operasi bypass.

Kekurangan beberapa vitamin grup B dapat terjadi bersamaan setelah operasi

lambung dan dapat berkontribusi pada polineuropati, yang bermanifestasi sebagai

paresthesia, nyeri neuritik, kehilangan sensorik, gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot, pengecilan otot, atau hilangnya refleks.16

Peningkatan laktat, penanda metabolisme anaerobik, biasanya terlihat

setelah operasi jantung mayor dan beberapa penelitian telah menemukan

hubungan antara peningkatan kadar laktat pasca operasi dengan peningkatan

morbiditas dan mortalitas. Peningkatan laktat juga dikaitkan dengan hasil yang

buruk pada penyakit kritis seperti sepsis. Penurunan metabolisme aerobik juga

didukung oleh hubungan antara konsumsi oksigen yang rendah dan hasil yang

buruk pada keadaan kritis termasuk sepsis, operasi berisiko tinggi, dan pasien

pasca-serangan jantung.28

Metabolisme aerobik terjadi ketika piruvat memasuki mitokondria melalui

dekarboksilasi piruvat menjadi asetilkoenzim A. Proses masuknya ke dalam

mitokondria (dan siklus asam trikarboksilat [tricarboxylic acid/TCA]) difasilitasi

oleh enzim piruvat dehidrogenase (PDH). Aktivitas PDH yang menurun dapat

menyebabkan pergeseran menuju metabolisme anaerobik dan berpotensi berperan

dalam perubahan metabolik, yaitu peningkatan laktat yang terlihat pada pasien

yang menjalani coronary artery bypass surgery (CABG) dengan bypass

kardiopulmoner. Thiamin (vitamin B1) adalah faktor pendukung penting untuk

fungsi PDH. Dengan tidak adanya thiamin, konversi piruvat menjadi asetil-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

koenzim A dihambat, sehingga konsumsi oksigen seluler menurun dan terjadi

produksi laktat.28

Thiamin adalah vitamin larut air yang penting untuk fungsi mitokondria

dan seluler, bertindak sebagai kofaktor untuk kompleks dehidrogenase piruvat

(PDH) dan untuk α-ketoglutarat dehidrogenase (α-KGDH). α-KGDH adalah

enzim utama dalam sintesis serta produksi neurotransmitter dan glutathione

peroksidase. Thiamin sangat penting untuk sintesis mitokondria ATP.

Pengurangan ATP di otak menyebabkan produksi metabolit beracun yang

berhubungan dengan halusinasi, delusi, dan delirium. Defisiensi thiamin

dilaporkan pada 20% pasien dengan sepsis di ICU dan 25% pasien setelah

gastrektomi.29

Penelitian oleh Andersen et al menunjukkan tidak adanya perbedaan

dalam kadar laktat pasca operasi atau temuan klinis antara pasien yang menerima

thiamin atau plasebo. Konsumsi oksigen pasca operasi meningkat secara

signifikan di antara pasien yang menerima thiamin.28 Pada penelitian yang menilai

efektivitas thiamin dalam mencegah delirium pada pasien pasca operasi

gastrointestinal menunjukkan tingkat kejadian delirium dari waktu ke waktu

secara signifikan lebih rendah pada kelompok thiamin dibandingkan kelompok

plasebo pada hari ke-1 (8,3% vs 25%) dan hari ke-2 (4,2% vs. 20,8%; odds ratio:

0,16).29

Defisiensi thiamin mungkin berperan dalam penyakit kardiovaskular

kronis, dan terapi diuretik kronis dapat meningkatkan kehilangan thiamin,

sehingga memperburuk konsentrasi pasca operasi yang sering dilaporkan.

Konsentrasi thiamin dan laktat setelah operasi jantung berhubungan terbalik, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

peningkatan konsentrasi laktat dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan

mortalitas. Penanda penurunan perfusi jaringan dan distribusi oksigen ini menjadi

perhatian substansial dan terkait dengan durasi penggunaan ventilasi mekanis

yang berkepanjangan, perawatan intensif dan durasi rawat inap, serta peningkatan

morbiditas dan mortalitas. Kadar thiamin setelah operasi jantung umumnya

menurun dan tetap rendah hingga 6 jam pasca operasi.30

Hasil penelitian pada kelompok pasien yang menjalani bypass

kardiopulmoner yang mendapat 200 mg thiamin intravena 2 kali sehari selama 3

hari, menunjukkan bahwa pemberian injeksi thiamin dosis tinggi secara intravena

pada beberapa kelompok pasien yang menjalani operasi jantung pada perioperatif

dapat meningkatkan fungsi kardiovaskular dan hasil akhir klinis yang lebih baik.30

Penelitian oleh Silvah et al menunjukkan bahwa kekurangan thiamin

dan/atau vitamin B12 berhubungan dengan 40% kasus neuropati setelah operasi

bariatrik.13 Beri-beri bariatrik dapat terjadi dalam 1-3 bulan pertama pasca operasi.

Untuk meminimalkan risiko konsekuensi yang parah, perlu dilakukan penggantian

thiamin segera jika dicurigai secara klinis mengalami defisiensi thiamine.

Penelitian oleh Stroh menunjukkan sebagian besar pasien mengalami gejala beri-

beri kering dengan neuritis perifer, ataksia, dan paraplegia mengalami

progresifitas gejala sekitar 4-12 minggu pasca operasi.14

Penelitian oleh Elias menunjukkan bahwa kasus sindrom defisiensi

thiamin menyebabkan disfungsi jantung berlebihan, ketidakstabilan metabolik,

dan gangguan hemodinamik pada pasien yang menjalanai operasi transplantasi

ginjal. Suatu laporan kasus pada anak laki-laki berusia 14 tahun yang menjalani

transplantasi ginjal serta diterapi dengan peritoneal dialisis dan mendapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

suplementasi thiamin. Pasca transplantasi, pasien mengalami hiperglikemia, laktat

asidosis dan ketidakstabilan hemodinamik meskipun dengan resusitasi volume

dan inotropik. Kondisi pasien membaik setelah dilakukan pemberian thiamin IV.

Defisiensi thiamin fungsional harus dianggap sebagai penyebab potensial

ketidakstabilan hemodinamik awal pasca-transplantasi.31

Inhalasi anestesi atau propofol biasanya digunakan untuk mempertahankan

anestesi umum. Propofol dan sevoflurane memiliki efek pada hemostasis yaitu

dengan menghambat agregasi platelet yang diinduksi oleh mediator pro-inflamasi

seperti asam lisofosfat, faktor pengaktif platelet, dan tromboksan A2. Hirakata et

al membuktikan bahwa propofol konsentrasi rendah (7,1 µg/ml) meningkatkan

agregasi trombosit in vitro, sedangkan propofol konsentrasi tinggi (17,8 µg/ml)

menekan agregasi trombosit. Enzim COX-1 menginduksi sintesis TxA2 pada

trombosit.7,32 TxA2 adalah prostaglandin yang berhubungan dengan trombosis.33

TxA2 juga telah terbukti memainkan peran utama dalam trombosis,

vasokonstriksi, proliferasi sel otot polos pembuluh darah, dan regulasi imunitas.34

TxA2 adalah mediator lipid yang tidak stabil secara kimiawi yang terlibat dalam

beberapa proses patofisiologis, termasuk hemostasis primer, aterotrombosis,

peradangan, dan kanker. Pada trombosit manusia, TXA2 adalah turunan asam

arakidonat utama melalui jalur siklooksigenase (COX) -1.35 Sementara, dalam

kondisi rangsangan inflamasi akut, seperti pembedahan atau bypass

kardiopulmoner, tingkat ekspresi siklo-oksigenase-2 (COX-2) dapat meningkat

secara drastis dan meningkatkan sintesis TXA2. Prosedur pembedahan dapat

meningkatkan proses inflamasi dan pergantian trombosit yang menyebabkan

peningkatan dari TXA2 dengan induksi COX-2. Kadar urinary thromboxane

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

metabolites (TXA-M) 24 jam pasca CABG pada pasien dengan major adverse

cardiac and cerebrovascular events (MACCE) secara signifikan lebih tinggi

dibandingkan pasien tanpa MACCE. Kadar TXA-M 24 jam pasca CABG secara

signifikan lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa MACCE (11,101 vs 8,849 pg/

mg).10

Thiamin dapat mengurangi nyeri inflamasi dengan menurunkan inflamasi

dengan mediasi melalui regulasi jalur asam arakidonat di makrofag, sehingga

menghambat ekspresi enzim COX-2, lipooksigenase-2, tromboksan B sintase dan

prostasiklin sintase serta faktor transkripsi faktor nuklir kappa (NF-kβ).36

Penelitian oleh Lubis et al., 2021, tiamin juga berperan dalam mengatur

keseimbangan MMP-9 dan TIMP-1 sebagai enzim yang mengatur proses

proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis sel. Adanya peran tiamin dalam menekan

respon stres metabolik dengan cara meningkatkan kadar COMT telah dilaporkan

oleh Nasution et al. 2020, namun menurut pnelitian Hamdi et al., 2021 pada

pasien kanker pemberian tiamin justru akan menyebabkan penurunan kadar

COMT43.

Selain itu, thiamine juga berperan dalam menekan stress oksidatif.

Gangguan keseimbangan oksidan dan antioksidan menyebabkan terjadinya stress

oksidatif yang diikuti olek oksidasi komponen sel dan aktivasi jalur pensinyalan

sitoplasma dan nuklear. Thiamine merupakan prekursor sintesis thiamin pirofosfat

yang merupakan kofator sejumlah enzim yang terlibat dalam metabolisme sel dan

juga melindungi jaringan dan kerusakan akibat stress oksidatif dengan

menurunkan NADP+. Peningkatan kadar thiamine dapat meningkatkan aktivitas

gluthathione peroksidase (GPx) yang merupakan komponen utama sistem

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

antioksidan. Pembedahan mayor terutama laparotomi berhubungan dengan

peningkatan stress oksidatif, maka dengan adanya defisiensi thiamine dapat

menyebabkan penurunan GPx dan meningkatkan kerusakan protein.37,38

Gambar 2.11. Mekanisme aksi thiamin dalam jalur asam arakidonat.11

Benfothiamin merupakan salah satu turunan vitamin B1 larut lemak,

terbukti berfungsi sebagai salah satu antioksidan yang paling efektif. Penelitian

oleh Shoeb menunjukkan bahwa benfothiamin mencegah ekspresi sitokin

inflamasi dan kemokin yang bergantung pada NF-κB yang diinduksi

lipopolysaccharide (LPS) dalam makrofag. Selain itu, benfothiamin mencegah

pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) yang diinduksi LPS dan kematian

makrofag secara in vitro. LPS menginduksi peningkatan sekitar 6 kali lipat pada

COX-2, > 3 kali lipat pada LOX-5, 3 kali lipat pada sintase TXB, dan 2,5 kali

lipat pada ekspresi sintase PGI2 pada makrofag. Peningkatan COX-2, LOX-5,

TXB sintase, dan sintase PGI2 secara signifikan diturunkan dengan adanya

benfothiamine masing-masing sebesar 50, 95, 95, dan 90%. Pada makrofag yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

diobati dengan benfothiamin diikuti dengan pengobatan LPS, peningkatan tingkat

mRNA dari COX-2, LOX-5, dan TXB sintase secara signifikan (60 sampai 90%)

menurun.11

2.4. Kerangka Konsep

Injeksi Tiamin
Kadar tromboksan pasca
pembedahan dengan
anestesi umum
NaCl 0,9%

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.12. Kerangka konsep.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

2.5. Kerangka Teori


Tindakan Anestesi

Stress Respon

Tindakan pembedahan
Aktivasi HPA Axis

Peningkatan Kortisol

Peningkatan
Katekolamin Release

Simpatis Parasimpatis

Fight or flight response

Thiamine
Peningkatan
metabolisme Thromboksan A2 Leukotrien

Hipoglikemi Peningkatan ATP melalui


percepatan Siklus Kreb

Asam arakhidonat

Produksi ATP
menurun Meningkatnya
Toxin Dopamin Apoptosis Cell

Gambar 2.13. Kerangka Teori.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis dengan desain double blind

randomized controlled trial (RCT) . Pada penelitian ini dijumpai kelompok

kontrol dan intervensi yang dinilai sebelum dan sesudah intervensi untuk menilai

perbandingan efektivitas thiamin dan NaCl 0,9% terhadap kadar tromboksan.39

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Bedah Pusat (IBP), Kamar Bedah

Emergensi (KBE) dan ruang pemulihan pasca bedah Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM). Penelitian ini mulai dilakukan setelah

terbitnya ethical clearance dan Surat Ijin Penelitian dari komite etik RSUP HAM-

FK USU.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menjalani pembedahan

mayor dengan anestesi umum. Sampel penelitian ini adalah sebagain dari populasi

penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Cara Pemilihan Sampel

Subjek penelitian diambil dengan teknik consecutive sampling hingga

jumlah subjek penelitian terpenuhi.

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Subjek penelitian berusia 18-65 tahun.

2. Subjek penelitian dengan status fisik I-II berdasarkan American Society

of Anesthesiologist (ASA).

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Subjek penelitian menolak untuk menandatangani informed consent.

2. Alergi terhadap obat anestesi umum dan thiamin.

3. Obesitas.

4. Subjek penelitian dengan kadar thiamin < 2,5 µg/dL preoperasi 44

5. Subjek penelitian yang mengonsumsi obat immunomodulator.

6. Durasi pembedahan <2 jam dan > 6 jam.

7. Subjek penelitian telah mengkonsumsi thiamin secara rutin.

3.5.3. Kriteria Drop Out

1. Subjek penelitian yang mengalami kegawat daruratan selama pembedahan.

3.6. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus analitik komparatif numerik

(2 rerata) tidak berpasangan dua kelompok. Besar sampel penelitian dihitung

berdasarkan rumus:

[ ]
[ ( ) ]

n1 = Jumlah subjek yang mendapat tiamin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

n2 = Jumlah subjek yang mendapat kontrol

= Kesalahan tipe satu, ditetapkan 5%, hipotesis satu arah

Zα = Nilai standar 5% hipotesis satu arah, yaitu 1,64

= Kesalahan tipe dua, ditetapkan 20%

Zα = Nilai standar 20% yaitu 0,84

x1-x2 = Selisih minimal skor kadar COMT dianggap bermakna pada subjek

yang diberikan perlakuan dan kontrol, ditetapkan sebesar 1.37

(preliminary survey).43

s = Simpangan baku gabungan skor kadar COMT berdasarkan

kepustakaan = 1,13 (preliminary survey).43

[ ]
[ ( ) ]= 8.18 ≈ 8 atau digenapkan menjadi n = 10

sampel

Berdasarkan rumus di atas didapatkan bahwa jumlah sampel pada setiap

kelompok berjumlah 10 sampel, sehingga total sampel kelompok perlakuan dan

kontrol menjadi 20 sampel.

3.7. Prosedur Kerja

1. Setelah memperoleh persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara dan RSUP HAM, dilakukan pengambilan

sampel penelitian di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

2. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan

randomisasi berdasarkan tabel yang telah diacak dengan komputerisasi

(randomizer.org). Lalu dijelaskan mengenai tujuan, keuntungan, kerugian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

dan prosedur penelitian serta diminta untuk menandatangani informed

consent apabila bersedia mengikuti penelitian.

3. Pencatatan identitas berupa jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, grade

ASA dan jenis pembedahan subjek penelitian.

4. Sebelum dilakukan intervensi, dilakukan pengambilan sampel darah, dari

vena mediana cubiti, diambil sebanyak 6 ml dan dimasukkan ke dalam

tabung vakum berisi EDTA untuk selanjutnya dikirim ke laboratorium.

5. Pemberian intervensi dilakukan 2 jam sebelum pembedahan. Subjek

penelitian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok thiamin dan kontrol

(NaCl 0,9%). Subjek penelitian pada kelompok thiamin diberikan 100 mg

(1 ml) injeksi thiamin intravena, sedangkan kelompok kontrol diberikan 1

ml injeksi NaCl 0,9% secara intravena. Pembagian kelompok subjek

penelitian dan intervensi dilakukan secara double blind.

6. Saat tiba di ruang operasi, dilakukan pemasangan alat monitoring standar

yaitu elektroda monitor pada dada, noninvasive arterial blood pressure

(NIBP), oksimeter dan kateter urin. Oksigen diberikan melalui nasal kanul

sebesar 3 liter/menit dan jalur intravena dipastikan lancar.

7. Untuk memulai proses anestesi umum, diberikan premedikasi midazolam

0,07-0,15 mg/kgBB, fentanil 2-5 µg/kgBB. Induksi dilakukan dengan

pemberian propofol 2-2,5 mg/kgBB. Selanjutnya dilakukan relaksasi

dengan pemberian rocurronium 0,6-1,2 mg/kgBB.

8. Patensi jalan nafas dipertahankan dengan insersi selang endotrakeal (ETT).

Ukuran diameter ETT yang digunakan yaitu nomor 7,5 untuk pria dan

nomor 7 untuk wanita. Kemudian, hubungkan ETT dengan mesin anestesi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

9. Anestesi dipertahankan hingga akhir pembedahan dengan minimum

alveolar concentration (MAC) isoflurane 1,0-1,5 volume%. Analgetik

intraoperatif diberikan injeksi fentanil 0,5-1,5 mg/kgBB.

10. Pemberian kembali thiamine atau NaCl 0,9% dilakukan 2 jam pasca

pembedahan dimulai.

11. Enam jam setelah pemberian thiamine atau NaCl 0,9% yang kedua,

dilakukan pengambilan darah kembali sebagai hasil kadar tromboksan

posttest.

12. Seluruh data penelitian dikumpulkan, dicatat, ditabulasi pada Microsoft

Excel dan kemudian dianalisis secara statistik.

3.8. Etika Penelitian

Untuk izin penelitian, persetujuan diperoleh dari subjek penelitian dan

Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang akan

melakukan penilaian kelayakan proposal penelitian.

3.9. Definisi Operasional

1. Thiamin (Ikapharmindo®)

a. Definisi : Obat intervensi yang diberikan kepada sampel

sebagai obat perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol. Thiamine

diberikan secara intravena sebesar 1 ml (100 mg).

b. Skala ukur : Nominal

2. Natrium klorida 0,9% (Wida®)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

a. Definisi : Obat intervensi yang diberikan kepada sampel

sebagai obat perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol. NaCl

0,9% diberikan secara intravena sebesar 1 ml.

b. Skala ukur : Nominal

3. Tromboksan A2

a. Definisi : Aktivator trombosit poten yang produksinya

meningkat dengan adanya inflamasi dan stress oksidatif.

b. Alat ukur : Pemeriksaan laboratorium menggunakan metode

enzyme linked immunosorbent assay kit (ELISA) (Abicam®).

c. Hasil ukur : Kadar tromboksan dalam pg/ml

d. Skala ukur : Rasio

4. Pembedahan mayor

a. Definisi : Prosedur pembedahan invasif yang melibatkan

prosedur reseksi ekstensif, adanya risiko perdarahan dan

membutuhkan anestesi umum.

b. Skala ukur : Nominal

3.10. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer

yaitu SPSS (Statistical Package for Social Science). Data demografi disusun

dalam tabel distribusi frekuensi. Analisis data multivariat untuk menguji

perbandingan kadar tromboksan kedua kelompok menggunakan uji Mann-

Whitney karena data tidak berdistribusi normal, sedangkan untuk menguji

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

perbandingan kadar tromboksan A2 menggunakan uji Wilcoxon untuk data tidak

berdistribusi normal. Data dinilai signifikan apabila nilai p< 0,05.

3.11. Alur Penelitian

Populasi Penelitian
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Sampel

Randomisasi

Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar Tromboksan A2 dan Thiamine

Pemberian Perlakuan 2 jam sebelum pembedahan

Kelompok thiamin 100mg sebanyak 1 cc Kelompok kontrol (NaCl 0,9%) sebanyak 1 cc

Anestesi umum Anestesi umum

Pembedahan Pembedahan

Pemberian thiamin 100mg sebanyak 1 cc 2 jam setelah insisi Pemberian NaCl 0,9% 1 cc 2 jam setelah insisi

Pengambilan sampel darah 6 jam paska Pengambilan sampel darah 6 jam paska
pemberian perlakuan kedua pemberian perlakuan kedua

Pengumpulan, pencatatan dan tabulasi Pengumpulan, pencatatan dan tabulasi


data penelitian data penelitian

Analisis statistik

Gambar 3.1 Alur Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2021 di Rumah

sakit umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Penelitian merupakan penelitian uji

klinis dengan desain double blind randomized controlled trial (RCT). Pada

penelitian ini dijumpai kelompok kontrol dan intervensi yang dinilai sebelum dan

sesudah intervensi untuk menilai perbandingan efektivitas thiamin dan NaCl 0,9%

terhadap kadar tromboksan. Sampel penelitian adalah pasien berusia 18-65 tahun

yang menjalani operasi elektif di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.1 Karakteristik Sampel

Penelitian ini diikuti oleh 38 sampel yang terdiri dari 19 sampel thiamin

dan 19 sampel Nacl 0,9 % telah memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik sampel

penelitian ditampilkan dalam bentuk frekuensi, rerata dengan simpangan baku,

dan median dengan nilai minimum dan maksimum serta dilakukan uji normalitas

ditampilkan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Kelompok Intervensi Thiamin

Karakteristik Thiamin NaCl 0,9 % Nilai p

Jenis kelamin (n, %)


Laki – Laki 6 (31,6%) 6 (31,6%) 0,01
Perempuan 13 (68,4%) 13 (68,4%)
2
BMI (kg/m ) 23.163 ±2.666 23.05 ±2.551 0,01
Usia (tahun) 40,94 ± 13,34 43,44 ± 11,03 0,02

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Tabel 4.1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel kelompok intervensi

thiamin dengan kelompok Nacl 0,9 % memiliki jumlah sampel yang sama dimana

laki laki 6 (31,6%) dan perempuan (68,4) dengan nilai P = 0,01 dimana terdapat

perbedaan bermakna antar 2 kelompok. Nilai rerata BMI kelompok thiamin

23.163 ±2.666 dibandingkan dengan NaCl 0,9 % 23.05 ±2.551 didapatkan nilai p

= 0,01 secara statistik dikatakan terdapat perbedaan bermakna antar kelompok.

Usia subjek penelitian yaitu 40,94 ± 13,34 tahun dibandingkan kelompok NaCl

0,9 % 43,44 ± 11,03dengan nilai p = 0,02 berbeda bermakna antara kedua

kelompok.

Tabel 4.2 Perbandingan Kadar Tromboksan Antar Kelompok

Kadar Tromboksan Thiamine NaCl 0,9% Nilai p


(ng/ml)
Sebelum
Mean ± SD 53,48 ± 72,49 41,75 ± 43,88 0,01
Sesudah
Mean ± SD 32,49 ± 20,97 36,33 ± 33,29 0,01

Tabel 4.2 menunjukan bahwa kadar tromboksan sebelum diberikan intervensi

lebih tinggi dari pada Nacl 0,9 % yaitu 53,48 ± 72,49 : 41,75 ± 43,88 dimana nilai

P = 0,01 dapat di artikan bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kedua

kelompok. Hal ini juga dijumpai pada kadar tromboksan sesudah yaitu 32,49 ±

20,97: 36,33 ± 33,29 dengan nilai P = 0,01 berbeda bermakna antara kedua

kelompok.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Tabel 4.3 Perbandingan Kadar Thiamin Antar Kelompok

Kadar Thiamine Thiamine NaCl 0,9% Nilai p


Sebelum
Mean ± SD 7,99 ± 5,27 5,03 ± 2,292 0,03
Sesudah
Mean ± SD 8,87 ± 6,927 4,44 ± 1,982 0,02

Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata kadar thiamine 7,99 ± 5,27

sebelum dibandingkan dengan kadar thiamine sebelum pemberian Nacl 0,9%

5,03 ± 2,292 didapatkan nilai p = 0,03 didapatkan perbedaan bermakna antar

kelompok ,Nilai rerata kadar thiamine sesudah 8,59 ± 6,850 dibandingkan dengan

nilai kadar thiamine pada kelompok Nacl 0,9% 4,44 ± 1,982 dengan nilai p =

0,02 dapat disimpulkan didapatkan perbedaan bermakna antar kelompok

4.2 Hubungan Nilai Kadar Tromboksan Sebelum, Sesudah Intervensi

Thiamin Dan Nacl 0,9 %

Tabel dibawah memperlihatkan bahwa nilai kadar tromboksan sebelum

perlakuan 41,75 ± 43,88 dan dibandingkan dengan kadar tromboksan sesudah

perlakukan pada kelompok NaCl 0,9% 36,33 ± 33,29 didapatkan nilai P=0,295 >

0,05, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Tabel 4.4 Hubungan Nilai Kadar Tromboksan Sebelum, Sesudah Intervensi


Thiamin Dan Nacl 0,9 %

Kadar Trombosan (ng/ml) Nacl 0,9 % Thiamin Nilai P


Sebelum
Mean ±SD 41,75 ± 43,88 53,48 ± 72,49 0,286

Median (min-maks) 24,32 (8,77-147,7) 29,59 (5,59-324)


Sesudah
Mean ±SD 36,33 ± 33,29 32,49 ± 20,97 0,285
Median (min-maks) 33,29 (12,12-79,50) 27,87 ( 10,54 -86,37)
Selisih
Mean ±SD -3,60 ± 41,35 -26,16 ± 68,69 0,171
Medi an (min-maks) -5,65(-183,42 -136,58) -10,44 (-183,42-136,58)

Nilai P 0,295 0,573

Hasil serupa juga dijumpai pada kelompok thiamin sebelum 53,48 ± 72,49

dan sesudah 32,49 ± 20,97 dengan nilai P = 0,573 > 0,05. Nilai rerata kadar

tromboksan pada kelompok pemberian thiamin sebelum dan sesudah dijumpain

penurunan kadar tromboksan walau tidak signifikan secara stastistik (mean=

53,48 : 32,49)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

PEMBAHASAN

Thiamin adalah kofaktor penting untuk piruvat dehidrogenase; yang

memfasilitasi konversi piruvat menjadi asetil-KoA.1 Kebutuhan harian thiamin

yang direkomendasikan pada orang dewasa adalah 1,1–1,2 mg / hari.2 Tubuh tidak

dapat mensintesis thiamin dan hanya dapat menyimpan 30 mg thiamin,

kebanyakan pada otot rangka, jantung, otak, hati, dan ginjal.1 Thiamin adalah

vitamin yang larut dalam air yang berperan dalam beberapa proses biologis,

terutama dalam metabolisme glukosa.3

Defisiensi thiamin menyebabkan beberapa sindrom klasik termasuk beri-

beri basah/wet beriberi (gagal jantung), beri-beri kering/dry beriberi (neuropati

perifer), ensefalopati Wernicke, psikosis Korsakoff, dan beri-beri gastrointestinal.

Beri-beri basah menggambarkan rangkaian kejadian yang dimulai dengan

vasodilatasi perifer dan akhirnya menyebabkan gagal jantung dengan curah

jantung tinggi. Beri-beri basah kadang-kadang muncul sebagai penyakit fulminan

(beri-beri Shoshin) yang ditandai dengan kegagalan pada sistem kardiovaskular.1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nasution et al pada tahun 2019

yang meneliti Pengaruh Pemberian Tiamin Terhadap Kadar Enzim Catechol-O-

Methyltransferase (COMT) dan Skor Amsterdam Preoperative Anxiety and

Information Scale (APAIS) pada Pasien Ansietas Preoperatif, didapatkan

peningkatan kadar enzim COMT dan penurunan dari skor APAIS pada kelompok

yang diberikan thiamin dibandingkan dengan kontrolnya. Hal ini sejalan dengan

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

penelitian ini dimana thiamin lebih menurunkan kadar tromboksan dibandingkan

pemberian NaCl 0,9 %.43

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brinkman et al pada tahun

2018, yang meneliti produksi thromboksan A2 pada pasien yang menjalani

operasi mayor pada abdominal, menemukan bahwa terjadi peningkatan produksi

thromboksan A2 dan memuncak setelah 30 menit setelah operasi dimulai.2

Tromboksan A2 (TxA2) termasuk dalam famili lemak yang disebut

eikosanoid, merupakan metabolit asam arakidonat yang dihasilkan oleh 3 enzim

penting yaitu fosfolipase A2, siklooksigenase-1 (COX-1)/siklooksigenase-2

(COX-2) dan tromboksan A2 sintetase (TXAS). TxA2 dilepaskan oleh trombosit

dan sejumlah sel lainnya seperti makrofag, neutrofil dan sel endotel. TxA2

memiliki sifat protrombotik karena menstimulasi aktivitas trombosit dan agregasi

trombosit. TxA2 juga disebut sebagai vasokonstriktor serta teraktivasi saat adanya

inflamasi dan cedera jaringan, seperti saat pembedahan.

Pada penelitian ini didapatkan induksi thiamin berpengaruh dalam

penurunan kadar tromboksan A2 walau tidak secara signifikan, Penelitian yang

dilakukan oleh Sayema Ainan 2017 pada hewan uji berupa tikus yang diberikan

thiamin dan didapatkan terjadi penurunan kadar tromboksan.

Kondisi lain terjadi pada saat pembedahan, tingkat ekspresi siklo-

oksigenase-2 dapat meningkat secara dramatis dan meningkatkan sintesis TXA2,

dan pergantian trombosit, dengan menginduksi siklo-oksigenase-2 (COX-2).

Penelitian oleh Liu menunjukkan urinary thromboxane metabolites (TXA-M) 24

jam pasca-CABG pada pasien dengan major adverse cardiac and cerebrovascular

events (MACCE) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

MACCE (11,101 vs 8,849 pg / mg kreatin, P = 0,007).10 Penelitian oleh Shoeb

menunjukkan bahwa benfothiamin mencegah ekspresi sitokin inflamasi dan

kemokin yang bergantung pada NF-κB yang diinduksi lipopolisakarida (LPS)

dalam makrofag. Peningkatan COX-2, lipooksigenase-5 (LOX-5), TXB sintase,

dan sintase PGI2 secara signifikan diturunkan dengan adanya benfothiamine

masing-masing sebesar 50, 95, 95, dan 90%.11

Keterbatasan yang dapat dijumpai pada penelitian ini antara lain : dosis

thiamin yang digunakan kurang sehingga hasil yang diinginkan tidak tercapai,

atau terjadi bias saat pemberian thiamin kesampel dan kondisi pasien yang tidak

sama sehingga menimbulkan perbedaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Terdapat penurunan Tromboksan A2 yang lebih besar pada pemberian

thiamin intravena dibandingkan NaCl 0,9% intravena, namun secara

statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan

2. Terdapat penurunan tromboksan A2 pada pemberian thiamin intravena,

namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan

3. Terdapat penurunan tromboksan A2 pada pemberian NaCl 0,9% intravena,

namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang signifikan

6.2 Saran

1. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan ada penelitian lebih lanjut

mengenai dosis pemberian thiamin terhadap kadar tromboksan

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah sampel

yang lebih besar untuk mengkonfirmasi kesimpulan penelitian ini.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi

kadar tromboksan agar diperoleh hasil yang lebih valid.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

1. Edriss H, Nugent K. Thiamine deficiency: an important consideration in


critically ill patients. Elsevier. 2018: 1-29.
2. Brinkmann A, Seeling W, Wolf CF, Kneitinger E, Schonberger C, Vogt N,
Orend KH, Buchler M, Radermacher P, Georgieff M. Vasopressor hormone
response following mesenteric traction during major abdominal surgery. Acta
anaesthesiologica scandinavica. 1998 Sep;42(8):948-56.
3. Moskowitz A, Donnino MW. Thiamine (vitamin B1) in septic shock: a
targeted therapy. J Thorac Dis 2020;12(Suppl 1): S78-S83
4. Polegato BF, Pereira AG, Azevedo PS et al. Role of thiamin in health and
disease. Nutrition in Clinical Practive. 2019; 1-7.
5. Weiser TG, Regenbogen SE, Thompson KD, et al. An estimation of the global
volume of surgery: a modeling strategy based on available data. Lancet. 2008;
372: 139-44.
6. Rose J, Weiser TG, Hider P, et al. Estimated need for surgery worldwide
based on prevalence of disease: implications for public health planning of
surgical services. Lancet Glob Health. 2015; 27(3): 13-20.
7. Bainbridge D, Martin J, Arango M, et al. Perioperative and anaesthetic-related
mortality in developed and developing countries: a systematic review and
meta-analysis. Lancet. 2012; 380: 1075–81
8. Koo BW, Na HS, Jeon YT, et al. The influence of propofol and sevoflurane on
hemostasis: a rotational thromboelastographic study. Anesth Pain Med. 2014;
9: 292-297.
9. Tang L, Alsulaim HA, Canner JK, et al. Prevalence and predictors of
postoperative thiamine deficiency after vertical sleeve gastrectomy. Surgery
for Obesity and Related Disease. 2018; 14(7): 943-950.
10. Kulik A, Ruel M, Jneid H, et al. Secondary prevention after coronary artery
bypass graft surgery. Circulation. 2015; 927-965.
11. Liu H, Xu Z, Sun C, et al. Perioperative urinary thromboxane metabolites and
outcome of coronary artery bypass grafting: a nested case-control study. BMJ
Open 2018; 8: e021219.

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

12. Shoeb M, Ramana KV. Anti-inflammatory effects of benfothiamine are


mediated through the regulation of the arachidonic acid pathway in
macrophages. Free Radical Biology and Medicine. 2012; 52(1): 182-190.
13. Sambon M, Gorlova A, Demelenne A, Alhama-Riba J, Coumans B, Lakaye B,
Wins P, Fillet M, Anthony DC, Strekalova T, Bettendorff L.
Dibenzoylthiamine Has Powerful Antioxidant and Anti-Inflammatory
Properties in Cultured Cells and in Mouse Models of Stress and
Neurodegeneration. Biomedicines. 2020; 8(9):361.
https://doi.org/10.3390/biomedicines8090361
14. Tylicki A, Lotowski Z, Siemieniuk M, et al. Thiamine and selected thiamine
antivitamins–biological activity and methods of synthesis. Bioscience Reports.
2018; 38: 1-23.
15. Silva JH, Carvalho BM, Oeiras CR, et al. Severe thiamine deficiency
following bariatric surgery Case Report. International Journal of Nutrology.
2011; 4(1): 20-22.
16. Stroh C, Meyer F, Manger T. Beriberi, a Severe Complication after Metabolic
Surgery – Review of the Literature. Obes Facts. 2014; 7: 246-252.
17. Valevski AF. Thiamine (Vitamin B1). Journal of Evidence-Based
Complementary & Alternative Medicine. 2011; 16(1): 12-20.
18. Wilson RB. Pathophysiology, prevention, and treatment of beriberi after
gastric surgery. Nutrition ReviewsVR.2020: 1–15
19. Martel JL, Kerndt CC, Franklin DS. Vitamin B1 (Thiamine). StatPearls. 2020.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482360/ [Accessed on
6 Oktober 2020].
20. Andersen LW. Thiamine and lactate in cardiac surgery. Aarhus University.
2016: 1-39.
21. Ospina CAC, Nava-Mesa MO. B Vitamins in the nervous system: Current
knowledge of the biochemical modes of action and synergies of thiamine,
pyridoxine, and cobalamin. CNS Neurosci Ther. 2020; 26: 5–13.
22. Aleguas A. Thiamine. Critical Care Toxicology. 2017: 2993-7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

23. Dhir S, Tarasenko M, Napoli E, et al. Neurological, psychiatric and


biochemical aspects of thiamine deficiency in children and adults. Front.
Psychiatry. 2019; 10:207. doi: 10.3389/fpsyt.2019.00207.
24. Dabar G, Harmouche C, Habr B, et al. Shoshin beriberi in critically-ill
patients: case series. Nutr J 2015; 14: 51.
25. Pacei F, Tesone A, Laudi N, et al. The relevance of thiamine evaluation in a
practical setting. Nutrients. 2020; 12: 1-17.
26. Rucker D, Dhamoon AS. Physiology, Thromboxane A2. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539817/ [Accessed: 28th September
2020].
27. Ting HJ, Murad JP, Espinosa EVP, et al. Thromboxane A2 receptor: biology
and function of a peculiar receptor that remains resistant for therapeutic
targeting. Journal of Cardiovascular Pharmacology and Therapeutics. 2012;
17(3): 248-59.
28. Davi G, Santilli F, Vazzana N. Thromboxane receptors antagonists and/or
synthase inhibitors in Antiplatelet agents. Berlin: Springer-Verlag. 2012: 263-
7
29. Field TS, Castellanos M, Weksler BB, Benavente OR. Antiplatelet therapy for
secondary prevention of stroke. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B978032329544400061X
[Accessed: 28th September 2020].
30. Andersen LW, Holmberg MJ, Berg KM, et al. Thiamine as an adjunctive
therapy in cardiac surgery: a randomized, double-blind, placebo-controlled,
phase II trial. Critical Care. 2016; 20: 92.
31. Moslemi R, Khalili H, Mohammadi M, et al. Thiamine for prevention of
postoperative delirium in patients undergoing gastrointestinal surgery: a
randomized clinical trial. J Res Pharm Parct. 2020; 9(1): 30-35.
32. Wenger S, Litton E. Thiamine–essential post cardiopulmonary bypass?.
Journal of Cardiothoracic and Vascular Anesthesia. 2020; 34: 601-602.
33. Elias IM, Sinclair G, Hansen TDB. Acute shoshin beriberi syndrome
immediately post-kidney transplant with rapid recovery after thiamine

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

administration. Journal of the International Pediatric Transplant Association.


2019; 23(5).
34. Meara JG, Leather AJM, Hagander L, et al. Global Surgery 2030: evidence
and solutions for achieving health, welfare, and economic development.
Lancet 2015; 386: 569–624.
35. Jukic M, Carev M, Karanovic N, et al. Anesthesiology and intensive medicine
for students. Split. 2015: 1-206.
36. Matsunobu T, Okuno T, Yokoyama C, et al. Thromboxane a synthase –
independent production of 12- hydroxyheptadecatrienoic acid, a BLT2 ligand.
Journal of Lipid Research. 2013; 54: 2979-2987.
37. Patrono C, Rocca B. Measurement of thromboxane biosynthesis in health and
disease. Front. Pharmacol. 2019; 10: 1244.
38. Ainan S, Begum N, Ali T. Analgesic effects of thiamine in male long evans
rats. J Bangladesh Soc Physiol. 2017; 12(1): 1-9.
39. Costa NA, Gut AL, Souza MD, et al. Serum thiamine concentration and
oxidative stress as predictors of mortality in patients with septic shock. Journal
of Critical Care. 2014; 29: 249-52.
40. Lonsdale D. A review of the biochemistry, metabolism and clinical benefits of
thiamin(e) and its derivatives. Advance Access Publication. 2006; 3(1); 49-59
41. Dahlan M; Sopiyudin. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia. 2014; 5(1): 35.
42. Kupinski AM, Feustel PJ, Shah DM, et al. Thromboxane release after
reperfusion of chronically ischemic limbs in patients. J Vasc Surg. 2000; 7:
549-53.
43. Nasution, A. H. (2019). Pengaruh Pemberian Tiamin Terhadap Kadar Enzim
Catechol-O-Methyltransferase (COMT) dan Skor Amsterdam Preoperative
Anxiety and Information Scale (APAIS) pada Pasien Ansietas Preoperatif.
44. Dalawari,P. 2014. Vitamin B1 (Thiamine).
https://emedicine.medscape.com/article/2088582

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

LAMPIRAN 1

Curriculum Vitae

Riwayat Hidup Peneliti


Nama : dr. Boy Olifu Elniko Ginting
Tempat / Tgl Lahir : Medan, 24 Januari 1992
Agama : Kristen Protestan
Alamat Rumah : Jl. Petunia, Kemenangan Tani, Kec. Medan
Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara, 20136
Nama Ayah : Redison Ginting
Nama Ibu : Mulia Dakhi
Tingkatan : Semester 7
No Hp : 081269976511
Email : boyolifuelnikoginting@gmail.com

Riwayat Pendidikan
1999 - 2005 : SD Negeri 050602
2005 - 2007 : SMP Negeri 1 Kuala
2007 - 2009 : SMA Negeri 1 Kuala
2009 - 2015 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2017 – Sekarang : PPDS-1 Anestesiologi dan Terapi Intensif FK- USU

Deskripsi Tugas : Mengolah dan menganalisa data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

LAMPIRAN 2

Tahapan Pelaksanaan Penelitian

No Tahapan Waktu
1 Bimbingan proposal Februari 2021
2 Seminar proposal Maret 2021
3 Perbaikan proposal Maret 2021
4 Pengajuan ethical clearance ke Komite Etik April 2021
Penelitian FK USU
5 Pengurusan surat izin penelitian di RSUP April 2021
HAM
6 Pengumpulan data Mei – Juni 2021
7 Pengolahan dan analisis data Juni 2021
8 Bimbingan penyusunan laporan akhir Juni 2021
penelitian
9 Seminar hasil penelitian Juni 2021
10 Perbaikan laporan hasil penelitian Juni 2021

Tahun 2021
Tahapan
Februari Maret April Mei Juni
Bimbingan proposal
Seminar proposal
Perbaikan proposal
Pengajuan ethical
clearance ke Komite Etik
Penelitian FK USU
Pengurusan surat izin
penelitian di RSUP HAM
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisis
data
Bimbingan penyusunan
laporan akhir penelitian
Seminar hasil penelitian
Perbaikan laporan hasil
penelitian
LAMPIRAN 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

LAMPIRAN 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Bapak/Ibu Yth.
Saya dr. Boy Olifu Elniko Ginting, saat ini menjalani program pendidikan
dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di Fakultas Kedokteran USU
dan sedang melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan Efektifitas
Pemberian Thiamin Injeksi dan NaCl 0,9% Terhadap Kadar Tromboksan
A2 pada Pasien yang Menjalani Operasi Mayor dengan Anestesi Umum”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kadar tromboksan
terhadap pemberian injeksi thiamin dan NaCl 0,9% pada pasien yang menjalani
operasi mayor dengan anestesi umum untuk menekan inflamasi yang disebabkan
oleh perdarahan.
Selama proses pemeriksaan, bapak/ibu akan dilakukan anamnesis (tanya
jawab) yang mendetil, pemeriksaan fisik dan pemberian obat. Prosedur penelitian
ini adalah dengan memberikan injeksi thiamin atau (NaCl 0,9%) 2 jam sebelum
pembedahan dan 2 jam setelah pembedahan, serta dilakukan pemeriksaan darah
untuk menilai kadar tromboksan sebelum dan setelah pemberian intervensi.
Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung
atau hal yang kurang jelas yang ingin ditanyakan, Bapak/Ibu dapat menghubungi
saya dr. Boy (HP 081269976511) untuk mendapatkan pertolongan dan penjelasan
lebih lanjut. Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini, diharapkan bapak/ibu bersedia mengisi lembar
persetujuan turut serta dalam penelitian.

Medan, 2021

dr. Boy Olifu Elniko Ginting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

LAMPIRAN 4

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang
berjudul ““Perbandingan Efektifitas Pemberian Thiamin Injeksi dan NaCl
0,9% Terhadap Kadar Tromboksan A2 pada Pasien yang Menjalani Operasi
Mayor dengan Anestesi Umum” dan setelah kesempatan mengajukan
pertanyaan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian
tersebut, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyataksn
saya ikut dalam penelitian tersebut.

Medan, 2021

Yang memberikan penjelasan, Yang membuat pernyataan,

dr. Boy Olifu Elniko Ginting ………………………….

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

LAMPIRAN 5

Ethical Clearance

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

LAMPIRAN 6

Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

LAMPIRAN 7

Surat Izin Pengambilan Data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

LAMPIRAN 8

ANGGARAN PENELITIAN

Taksasi dana yang diperlukan selama penelitian:

Bahan dan peralatan penelitian:


Reagen & Kit 80 x Rp. 225.000,- =
Rp.18.000.000,-
Pengadaan literature = Rp.1.000.000,-
Pengadaan bahan seminar proposan peneitian = Rp.1.000.000,-
Cetak Usulan & hasil penelitian 20x Rp.50.000,- = Rp.1.000.000,-
Subtotal =
Rp.21.000.000,-
Biaya tak terduga (10% subtotal) = Rp.
2.100.000,-
Total Perkiraan biaya penelitian =
Rp.23.100.000,-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

LAMPIRAN 9

TABEL RANDOMISASI (randomizer.org)

KEL. A KEL. B
1 2
6 3
8 4
10 5
12 7
14 9
15 11
18 13
19 16
21 17
22 20
26 23
27 24
30 25
32 28
34 29
36 31
37 33
38 35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

LAMPIRAN 10

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki laki 6 31.6 31.6 31.6

perempuan 13 68,4 68,4 100.0

Total 19 100.0 100.0

Jenis kelamin kelompok nacl

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki laki 6 31.6 31.6 31.6

perempuan 13 68,4 68,4 100.0

Total 19 100.0 100.0

a
Test Statistics

Nacl Pre
Trombo - Pre -
Thiamin
Trombosan Trombosan
b b
Z -1.069 -1.067
Asymp. Sig. (2-tailed) .285 .286

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

a
Test Statistics

Selisi Nacl 0,9


trom - selisi
Thiamin Trom
b
Z -1.368
Asymp. Sig. (2-tailed) .171

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Jenis kelamin .421 18 .000 .601 18 .000


Pre Thiamin Trombosan .213 18 .029 .754 18 .000
Trombosan .177 18 .141 .871 18 .019
Nacl Pre Trombo .312 18 .000 .645 18 .000
*
Nacl Post Trombo .116 18 .200 .967 18 .730
*
BMI .122 18 .200 .968 18 .757
*
BMI 2 .152 18 .200 .949 18 .410
Jenis kelamin kelompok nacl .421 18 .000 .601 18 .000
*
Usia kelompok Thiamin .095 18 .200 .970 18 .806
*
Usia kelompok Nacl .120 18 .200 .977 18 .913

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

Statistics

Kadar Thiamin Kadar Thiamin Kadar thiamin Kadar Thiamin


nacl pre Post pre Nacl post

N Valid 19 19 19 19

Missing 0 0 0 0
Mean 5.0300 8.8732 7.9953 4.4458
Median 4.3100 6.6200 6.8300 4.2100
Std. Deviation 2.29284 6.92073 5.27343 1.98209
Minimum 2.98 3.38 2.19 2.80
Maximum 11.17 31.42 22.94 11.57

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
Kadar thiamin pre .151 19 .200 .865 19 .012
Kadar Thiamin Post .214 19 .022 .761 19 .000
Kadar Thiamin nacl pre .234 19 .007 .777 19 .001
Kadar Thiamin Nacl post .208 19 .031 .702 19 .000

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai