Anda di halaman 1dari 89

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA

CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS


KARENA KANKER PARU

TESIS

Oleh

SRI REZEKI ARBANINGSIH

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA
CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS
KARENA KANKER PARU

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi


di Bidang Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/
RSUP H.Adam Malik Medan

Oleh

SRI REZEKI ARBANINGSIH

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA

CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS

KARENA KANKER PARU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 06 September 2010

Sri Rezeki Arbaningsih

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah Diuji pada:

Tanggal 23 September 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. H. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H

Sekretaris : Dr. Pantas Hasibuan, Sp.P(K)

Anggota : - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K)

- Dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P(K)

- Dr. H. Pandiaman Pandia, Sp.P(K)

- Dr. Amira P. Tarigan, Sp.P

Universitas Sumatera Utara


TESIS

PPDS DEPT. PULMONOLOGI DAN I.KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN

Judul Penelitian : Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA

cairan pleura dalam diagnosis efusi pleura ganas

karena kanker paru

Nama Peneliti : Sri Rezeki Arbaningsih

NIP : ---

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran

Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Lokasi Penelitian : RS pemerintah dan RS swasta di kota Medan

Biaya yang dibutuhkan : Rp. 11.888.000,-

Pembimbing : Dr. Widirahardjo, Sp.P(K)

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura

dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru

Metode : uji diagnostik secara observasional (cross sectional study).

Hasil : Rerata hasil CEA cairan pleura pada kelompok efusi pleura ganas kanker

paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml, dan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker 2,3 ± 4,2 ng/ml. Dengan berdasarkan peninggian kadar CEA cairan pleura

diatas nilai normal > 5 ng/ml, maka didapatkan sensitivitas 62,5%, spesifisitas

93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi

78,125%. Kadar CEA cairan pleura meningkat pada 6,3% efusi pleura eksudatif

bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia complicated. Hasil CEA positif

lebih banyak didapatkan pada efusi pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat

hemorhagik (60%).

Kesimpulan : Pemeriksaan CEA cairan pleura terhadap kelompok efusi pleura

ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan CEA cairan pleura

dapat mendukung dan meningkatkan nilai diagnosis pemeriksaan sitologi dalam

mendiagnosis suatu efusi pleura ganas karena kanker paru, dan membuat

pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif selanjutnya berlangsung lebih

selektif.

Kata kunci : Efusi pleura ganas, kanker paru, sitologi, CEA

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segenap puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas berkah rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tesis yang

berjudul “Sensitivitas dan Spesifisitas Pemeriksaan CEA Cairan Pleura dalam

Diagnosis Efusi Pleura Ganas karena Kanker Paru” yang merupakan salah satu

syarat akhir pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H.

Adam Malik Medan.

Keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tulisan akhir ini

tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai

pihak. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam karya tulis

ini, namun demikian penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.

Selama mengikuti pendidikan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi ini perkenankanlah pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi

dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah

banyak mendedikasikan waktu serta memberikan bimbingan, pengarahan dan

pengalaman klinis yang tak ternilai harganya.

Dr. H. Pandiaman S. Pandia, SpP(K), sebagai Wakil Ketua Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H. Adam Malik

Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat serta pengetahuan

selama penulis menjalani pendidikan.

ii

Universitas Sumatera Utara


Dr. H. Hilaluddin Sembiring, SpP(K), DTM&H sebagai Ketua Program Studi

Ilmu Penyakit Paru FKUSU/ RSUP.H.Adam Malik Medan, yang senantiasa

berupaya menanamkan disiplin, ketelitian, membimbing, memberikan nasehat dan

pengetahuan selama penulis menjalani pendidikan.

Dr. Pantas Hasibuan, SpP(K) sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit

Paru FKUSU/RSUP.H.Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan

motivasi, pengetahuan, nasehat dan dorongan yang bermanfaat bagi penulis untuk

dapat menyelesaikan pendidikan.

Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K), yang telah banyak memberikan nasehat,

pengetahuan, motivasi dan bimbingan yang sangat berguna selama penulis

menjalani masa pendidikan.

Prof. Dr. H. Tamsil Syafiuddin, SpP(K), sebagai kooordinator penelitian

ilmiah di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUSU/

RSUP H. Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

(PDPI) Cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan,

motivasi, kritik dan arahan dalam penyempurnaan tulisan ini.

Dr. Widirahardjo, SpP(K), sebagai pembimbing utama dalam penyusunan

dan penyempurnaan penelitian ini, yang telah banyak memberikan bimbingan,

motivasi, kritik dan arahan, serta pengetahuan mengenai penyakit pleura dan

penanganan kegawatannya selama penulis menjalani pendidikan.

Drs. Abdul Jalil Amri Arma, MKes, dan Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes,

sebagai pembimbing statistik yang telah banyak memberikan bantuan dan

bimbingan kepada penulis dalam analisa statistik pada penelitian ini.

iii

Universitas Sumatera Utara


Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis

sampaikan kepada Dr. Sumarli, SpP(K), Prof. Dr. RS Parhusip, SpP(K), dan Alm.

Dr. H. Sugito, SpP(K) yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan

ilmu pengetahuan serta pengalaman selama mengabdi pada Departemen

Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUSU/RSUP H.Adam Malik Medan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Usman,

SpP, Dr. Fajrinur Syarani, SpP(K), Dr. Parluhutan Siagian, SpP, Dr. Amira

Permatasari Tarigan, SpP, Dr. Bintang Sinaga, SpP, Dr. Noni Novisari Soeroso,

SpP dan Dr. Setia Putra Tarigan, SpP, yang telah banyak memberikan bantuan,

nasehat, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala SMF

Paru RS.Dr.Pirngadi Medan - Dr. Syahlan, SpP, Kepala BP4 – Dr. Adlan N. Lufti

Sitompul, SpP, beserta seluruh staf jajarannya yang telah banyak memberikan

bantuan dan arahan demi kelancaran penelitian penulis di RS tersebut.

Penghargaan dan ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada

Prof. DR. Dr. Ratna Akbari Ganie, SpPK(K), FISH, dan Dr. Stephen Udjung,

SpPA, yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan arahan yang

sangat mendukung penulis dalam pelaksanaan penelitian.

Penghargaan dan ucapan terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada

jajaran analis di laboratorium patologi klinik RS.Gleni Medan, para perawat di

RSUP. H. Adam Malik Medan, perawat RS.Dr.Pirngadi Medan dan perawat BP4

yang telah memberikan bantuan dan berkenan bekerjasama dengan penulis dalam

pelaksanaan penelitian.

iv

Universitas Sumatera Utara


Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP-PPDS FKUSU, Direktur RS.H.Adam

Malik Medan, Direktur RS.Materna Medan, Direktur RS.PTPN II Tembakau Deli,

Ketua Departemen Kardiologi FKUSU/RS.HAM, Ketua Departemen Patologi

Anatomi FKUSU, Ketua Departemen Mikrobiologi FKUSU, yang telah

memberikan kesempatan, pengetahuan dan bimbingan sehingga penulis dapat

banyak menimba ilmu selama menjalani pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman sejawat peserta

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Ilmu Penyakit Paru FKUSU,

pegawai tata usaha, perawat/ petugas poliklinik, ruang bronkoskopi, ruang rawat

inap bagian paru (RA3), Instalasi Perawatan Intensif/ICU, Unit Gawat Darurat

RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah menjalin kerja sama selama penulis

menjalani pendidikan.

Dengan penuh rasa bakti dan terima kasih yang tidak terhingga penulis

sampaikan kepada Ayahanda Dr.Ruswardi, SpP dan Ibunda R.Sri Wedari, SH,

SPN, yang telah menempa penulis menjadi pribadi yang tak boleh cepat menyerah

dan menanamkan pentingnya menuntut ilmu setinggi-tingginya dalam hidup dan

kehidupan, serta memberikan dorongan motivasi serta doa yang tulus kepada

penulis selama menjalani pendidikan hingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan

kepada kepada kakak dan abang penulis, Dr.Dewi Yanti Handayani, Mhd. Dodi

Budiantoro, SH, SPN, dan Dr. Mhd. Wahyu Utomo. Demikian juga kepada Dr.

Eddy Janis, SpP, Dr. Yosie Anra, Zahira, SE, dan Rasyid A.Dongoran, SSi, MSi,

Universitas Sumatera Utara


yang telah banyak memberikan bantuan moral dan materil, memberikan nasehat

dan pengalaman hidup, serta motivasi yang kuat kepada penulis agar tetap

semangat dalam menimba ilmu selama menjalani pendidikan.

Akhirulkalam, penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat

kekhilafan dan kesalahan dalam penulisan. Semoga tulisan akhir ini dapat

bermanfaat untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta keterampilan yang

penulis dapatkan selama menjalani pendidikan dapat membawa manfaat untuk

masyarakat.

Medan, September 2010

Penulis,

Sri Rezeki Arbaningsih

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN PERSETUJUAN

ABSTRAK................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................vii

DAFTAR TABEL....................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii

DAFTAR SINGKATAN......................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiv

BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................4

1.3. Hipotesis...........................................................................................................4

1.4. Tujuan Penelitian..............................................................................................4

1.4.1. Tujuan umum..........................................................................................4

1.4.2. Tujuan khusus.........................................................................................4

1.5. Manfaat Penelitian............................................................................................4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5

2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)...................................................................5

2.2. Epidemiologi.....................................................................................................7

2.3. Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG)...................................................................8

vii

Universitas Sumatera Utara


2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG).................................9

2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas.........................................................15

2.6. Petanda Tumor Carcinoembryonic Antigen (CEA)........................................17

2.7. Kadar CEA Cairan Pleura...............................................................................20

2.8. Kerangka Konseptual......................................................................................22

BAB 3. MANAJEMEN PENELITIAN.................................................................23

3.1. Desain Penelitian.............................................................................................23

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................................23

3.3. Populasi dan Sampel.......................................................................................23

3.3.1 Populasi..................................................................................................23

3.3.2 Sampel...................................................................................................23

3.4. Perkiraan Besar Sampel..................................................................................24

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi...........................................................................24

3.5.1 Kriteria inklusi.......................................................................................24

3.5.2 Kriteria esklusi.......................................................................................25

3.6. Cara Kerja.......................................................................................................26

3.6.1 Kerangka operasional.............................................................................29

3.7. Identifikasi Variabel .......................................................................................29

3.8. Definisi Operasional........................................................................................29

3.9. Bahan dan Alat................................................................................................30

3.10.Manajemen dan Analisis Data.......................................................................31

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................33

viii

Universitas Sumatera Utara


4.1 Hasil Penelitian.........................................................................................33

4.2 Pembahasan...............................................................................................44

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................51

5.1 Kesimpulan...............................................................................................51

5.2 Saran..........................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

LAMPIRAN

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG)...........................................................8

Tabel 2. Penyebab efusi pleura paramalignan..........................................................9

Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas................................................12

Tabel 4. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin.....................33

Tabel 5. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur..................................34

Tabel 6. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan median umur.....................34

Tabel 7. Etiologi efusi pleura.................................................................................35

Tabel 8. Efusi pleura ganas karena kanker paru menurut jenis kelamin................36

Tabel 9. Efusi pleura eksudatif bukan kanker menurut jenis kelamin...................36

Tabel 10. Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok penderita kanker paru

dan kelompok penderita bukan kanker................................................37

Tabel 11. Perbedaan efusi pleura menurut warna cairan terhadap kelompok

penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan

kanker..................................................................................................38

Tabel 12. Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok penderita kanker paru dan

kelompok penderita bukan kanker......................................................38

Tabel 13. Distribusi umur terhadap CEA cairan pleura pada efusi pleura ganas

karena kanker paru..............................................................................39

Tabel 14. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar glukosa pada efusi pleura

ganas karena kanker paru....................................................................39

Universitas Sumatera Utara


Tabel 15. Perbedaan kadar glukosa pada efusi pleura ganas karena kanker paru

dan efusi pleura eksudatif bukan kanker.............................................40

Tabel 16. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar LDH pada efusi pleura

ganas karena kanker paru....................................................................40

Tabel 17. Perbedaan kadar LDH pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan

efusi pleura eksudatif bukan kanker....................................................41

Tabel 18. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas

karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker.............41

Tabel 19. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas

karena kanker paru..............................................................................42

Tabel 20. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap luas efusi pada efusi pleura

ganas karena kanker paru....................................................................42

Tabel 21. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap warna cairan efusi pleura pada

efusi pleura ganas karena kanker paru................................................42

Tabel 22. Perbandingan konsentrasi CEA cairan pleura terhadap kelompok

penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker............43

Tabel 23. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap jenis sel kanker paru pada efusi

pleura ganas karena kanker paru.........................................................43

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Terjadinya cairan pleura.......................................................................11

Gambar 2. Skema anatomi pleura..........................................................................13

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

EPG = Efusi Pleura Ganas

CEA = Carcinoembryonic Antigen

KPKBSK = Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil

S.C. = Systemic Capilary = Kapiler Sistemik

P.C. = Pulmonary Capilary = Kapiler Paru

VEGF = Vascular Endotelial Growth Factor

TNF = Tumor Necrosing Factor

TGF = Tumor Growth Factor

MN = Mono Nuklear

PMN = Poli Morfo Nuklear

LDH = Laktat Dehidrogenase

ECIA = Electro-Chemiluminescence Immuno Assay

EIA = Enzyme Immuno Assay

LA = Latex Agglutination

RIA = Radio Immuno Assay

ng/ml = nanogram/mililiter

g/dl = gram/desiliter

mm = milimeter

μl = mikroliter

mg/dl = miligram/desiliter

xiii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Persetujuan Komite Etik tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang

Kesehatan

Lampiran 2: Penjelasan Mengenai Penelitian

Lampiran 3: Formulir Persetujuan Kesediaan Pasien sebagai Subjek Penelitian

Lampiran 4: Status Pemeriksaan

Lampiran 5: Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 6: Rekapitulasi Data Induk

xiv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Tujuan : Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura

dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru

Metode : uji diagnostik secara observasional (cross sectional study).

Hasil : Rerata hasil CEA cairan pleura pada kelompok efusi pleura ganas kanker

paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml, dan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker 2,3 ± 4,2 ng/ml. Dengan berdasarkan peninggian kadar CEA cairan pleura

diatas nilai normal > 5 ng/ml, maka didapatkan sensitivitas 62,5%, spesifisitas

93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi

78,125%. Kadar CEA cairan pleura meningkat pada 6,3% efusi pleura eksudatif

bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia complicated. Hasil CEA positif

lebih banyak didapatkan pada efusi pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat

hemorhagik (60%).

Kesimpulan : Pemeriksaan CEA cairan pleura terhadap kelompok efusi pleura

ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura eksudatif bukan

kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna. Pemeriksaan CEA cairan pleura

dapat mendukung dan meningkatkan nilai diagnosis pemeriksaan sitologi dalam

mendiagnosis suatu efusi pleura ganas karena kanker paru, dan membuat

pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif selanjutnya berlangsung lebih

selektif.

Kata kunci : Efusi pleura ganas, kanker paru, sitologi, CEA

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Efusi pleura ganas (EPG) kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang

umum terjadi pada penderita kanker.1 EPG dapat disebabkan oleh hampir semua

jenis keganasan, dimana hampir sepertiganya karena kanker paru.2 Saat ini

kanker paru merupakan penyebab terbanyak EPG sebanyak 36% (~7,2% dari

seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus EPG.3,4 Sebelumnya EPG dijumpai

berkisar 7-15% (~3% dari seluruh kasus efusi) dari seluruh kasus kanker paru

selama perjalanan penyakitnya.1,2

Beberapa hasil penelitian menyebutkan 42-77% efusi pleura eksudativa

disebabkan proses keganasan. EPG dapat muncul pada semua jenis histologis

kanker paru, namun penyebab paling sering adalah adenokarsinoma.2 Dari

penelitian Pasaoglu dkk (Turki, 2007) menemukan EPG adenokarsinoma kanker

paru sebanyak 75%. 5

EPG dapat menimbulkan gejala awal pada kanker yang belum terdiagnosa,

atau sebagai komplikasi lebih lanjut pada pasien yang telah didiagnosa mengidap

kanker, ataupun sebagai manifestasi pertama kekambuhan kanker sesudah

menjalani pengobatan.4,6 Bila dijumpai diagnosis EPG berarti menandakan

buruknya prognosis. Penderita kanker yang disertai EPG memiliki daya tahan

hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai EPG.7,8 Oleh karena

itu semakin cepat suatu efusi pleura tersebut dapat dibedakan apakah ganas atau

Universitas Sumatera Utara


jinak tentunya akan sangat membantu dalam menentukan penatalaksanaan yang

tepat terhadap penyakit yang mendasarinya dan turut meningkatkan prognosis. 9

Diagnosis EPG ditegakkan bila didapatkan sel ganas dari pemeriksaan

sitologi cairan pleura atau biopsi pleura.4,10,11 Namun sensitivitas pemeriksaan

sitologi cairan pleura hanya berkisar 40-70%.11,12 Sedangkan sensitivitas tindakan

biopsi pleura tertutup jauh lebih rendah sekitar 50-60%.12,13 Secara umum

pemeriksaan sitologi tidak berhasil mendeteksi kasus EPG sekitar 40-50%. 12

Ketika sitologi dan biopsi hasilnya negatif maka tindakan yang lebih invasif

mulai dipertimbangkan yaitu melakukan biopsi ulangan, torakoskopi maupun

torakotomi terbatas.14 Pemeriksaan biopsi ulangan kemungkinan hanya

meningkatkan sensitivitas sebesar 7-13%.5 Sedangkan torakoskopi jauh lebih

berhasil dengan sensitivitas berkisar 90-95%, namun prosedur ini menjumpai

banyak kendala seperti tingginya dana yang dibutuhkan, dan lebih sulit untuk

dilakukan dengan mempertimbangkan tampilan status pasien, serta keterbatasan

alat.5,15 Dengan demikian meskipun telah melalui prosedur invasif rutin seperti

torakoskopi, ternyata 10-20% pasien dengan EPG masih belum dapat

terdiagnosa.16

Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan salah satu tumor marker yang

paling banyak diteliti dan dianggap memiliki keakuratan yang lebih tinggi

dibandingkan tumor marker lainnya terhadap cairan pleura.11,16 Pemeriksaan

CEA cairan pleura dapat meningkatkan nilai diagnosis sitologi cairan pleura untuk

mendiagnosa suatu EPG.8,11 Marel dkk merekomendasikan agar setiap efusi

pleura yang belum jelas diketahui penyebabnya sementara terdapat dugaan kuat

Universitas Sumatera Utara


bahwa efusi pleura tersebut merupakan suatu EPG maka pemeriksaan awal yang

harus dilakukan sebaiknya adalah prosedur non-invasif berupa evaluasi klinis,

pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan CEA cairan pleura. 3

Di Indonesia, pemeriksaan CEA cairan pleura untuk menunjang diagnosis

EPG karena kanker paru hanya pernah sekali dilakukan di RS.Dr.Sutomo

Surabaya oleh Irawan dkk (2002) dengan jumlah sampel sebanyak 15 orang.

Irawan dkk melaporkan bahwa kadar CEA cairan pleura diatas 10 ng/ml sebagai

kriteria skrining optimal untuk menentukan EPG karena kanker paru dengan

sensitivitas 77,8%; 63,6% nilai prediksi positif; 50% nilai prediksi negatif; dan

60% keakuratan, sedangkan spesifisitas 50% untuk CEA cairan pleura diatas 20

ng/ml. Hal yang menarik bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada

perbandingan hasil sitologi dengan kadar CEA cairan pleura, sehingga kadar CEA

cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana diagnostik tambahan pada kasus

EPG karena kanker paru. 9

Disadari bahwa sensitivitas dan spesifisitas kadar CEA cairan pleura terhadap

diagnosis suatu EPG cukup bervariasi dari berbagai laporan hasil penelitian yang

lebih banyak dilakukan di Amerika dan Eropa.17,18 Namun di Medan, penelitian

terhadap sensitivitas kadar CEA cairan pleura karena kanker paru tersebut belum

pernah dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui

sensitivitas pemeriksaan CEA cairan pleura, yang nantinya dapat menjadi sarana

penunjang diagnostik non-invasif tambahan yang lebih cepat, mudah dan nyaman

untuk pasien terutama pada kasus EPG dengan hasil sitologi/histologi negatif.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti apakah pemeriksaan CEA

cairan pleura dapat digunakan sebagai sarana penunjang diagnostik untuk

menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.3. Hipotesis

Pemeriksaan CEA cairan pleura bermanfaat untuk digunakan sebagai sarana

penunjang diagnostik untuk menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Mengetahui peranan pemeriksaan CEA cairan pleura dalam menentukan

suatu EPG karena kanker paru.

1.4.2 Tujuan khusus

Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan pleura

dalam menentukan suatu EPG karena kanker paru.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui bahwa pemeriksaan CEA cairan pleura mempunyai nilai

sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap EPG karena kanker paru, maka

CEA cairan pleura dapat menjadi salah satu penunjang diagnostik non-invasif,

sehingga diharapkan semakin banyak kasus EPG dapat dideteksi dan menentukan

stadium kanker paru tanpa harus menjalani prosedur pemeriksaan dengan

tindakan invasif yang sering menemui kendala untuk dilakukan pada pasien.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Efusi Pleura Ganas (EPG)

Dinamakan sebagai efusi pleura ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas

pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui

biopsi pleura perkutaneus, torakoskopi, torakotomi, ataupun otopsi. 4,19,20,21

Dari sejumlah pasien kanker yang disertai efusi pleura, meskipun telah

diduga kuat bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun

belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura

tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker

atau disebut sebagai efusi pleura paramalignan, dimana tidak terdapat keterlibatan

langsung pleura dengan tumor, sementara penyebab terjadinya efusi pleura

tersebut belum dapat diketahui.13,21 Istilah efusi paramalignan diberikan untuk

efusi yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura

tetapi masih berhubungan dengan tumor primer, contohnya meliputi post-

obstruksi pneumonia yang berlanjut menjadi efusi parapneumoni, obstruksi

duktus torasikus yang berkembang menjadi chylothorax, emboli paru, dan efusi

transudatif sekunder terhadap post-obstruksi atelektasis dan/atau rendahnya kadar

tekanan plasma onkotik sekunder terhadap kaheksia. 1,2

Efusi pleura ganas (EPG) dapat dibagi dalam 3 kelompok : 10,20,22

1. Efusi pleura yang terbukti ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura dan

atau histologi biopsi pleura.

Universitas Sumatera Utara


2. Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor

ganas dari intra toraks maupun ekstra toraks.

3. Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan tidak

responsif terhadap pengobatan anti infeksi.

Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa

gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak nafas

adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat

banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada

karena penurunan compliance paru, menurunnya volume paru ipsilateral,

pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma

ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada

pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan turun. 22

Foto toraks postero-anterior (PA) dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi

pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak maka

dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat.22

Foto toraks standar dapat mendeteksi adanya efusi pleura yang berjumlah

sedikitnya 50 mL yang terlihat dari tumpulnya sinus kostofrenikus posterior pada

foto lateral, dan berjumlah sedikitnya 200 mL jika terlihat konsolidasi pada

tampilan posterior-anterior pada foto lateral. Foto toraks dekubitus dapat

mendeteksi 100 mL cairan efusi yang bergerak bebas. EPG yang luas

menghasilkan tanda meniskus di sepanjang dinding dada lateral, dengan efusi

masif yang menyebabkan pendorongan mediastinum kontralateral atau inversi

diafragma.23 Rata-rata volume paru kasus-kasus EPG adalah 500-2000 mL.22

Universitas Sumatera Utara


2.2. Epidemiologi

Di Amerika, keganasan menduduki urutan kedua sesudah efusi

parapneumonia sebagai penyebab terbanyak pada efusi pleura eksudativa.19 Di

Indonesia, keganasan merupakan penyebab efusi pleura terbanyak sesudah

tuberkulosis paru.20,24 Dari hasil penelitian di poliklinik BP4 dan RS.Dr.Pirngadi

Medan (Sinaga; 1988) dijumpai EPG 24% dari seluruh kasus efusi pleura

eksudativa yang terjadi.25 Dalam kurun waktu 3 tahun (1994-1997) di

RS.Persahabatan Jakarta ditemukan EPG sebanyak 120 dari 229 kasus efusi

pleura.22 Sementara di RS.Dr.Sutomo Surabaya (1999) kejadian EPG tercatat

sebanyak 27,23% dengan hanya 25% diantaranya yang menunjukkan sitologi

positif.9 Jumlah kasus terbanyak kanker paru adalah kanker paru jenis karsinoma

bukan sel kecil (KPKBSK) sekitar 75% dari seluruh kasus kanker paru. 26

Efusi pleura karena kanker paru dapat terjadi pada semua jenis sel, tetapi

penyebab yang paling sering adalah adenokarsinoma.20 Berdasarkan penderajatan

internasional kanker paru menurut sistem TNM tahun 1997, KPKBSK dengan

EPG yang diklasifikasikan sebagai stadium IIIB (T4NxMx) prognosisnya tidak

dapat disamakan dengan stadium IIIB lain tanpa EPG. Penampakan EPG pada

KPKBSK menggambarkan kondisi terminal (end stadium) penyakit keganasan

dengan prognosis buruk tetapi penatalaksanaan EPG yang baik dapat

meningkatkan kualitas hidup penderita.22 Pada tahun 2009, penderajatan

internasional dengan sistem TNM tersebut telah mengalami revisi, dimana kanker

paru yang disertai EPG termasuk sebagai metastase (M1a) dan dimasukkan
27
kedalam stadium IV.

Universitas Sumatera Utara


2.3. Etiologi Efusi Pleura Ganas (EPG)

Tumor dari berbagai organ dapat bermetastase ke pleura. Dari gabungan

beberapa hasil penelitian melaporkan sepertiga dari keseluruhan kasus EPG

berasal dari tumor paru (tabel 1). 20,21

Tabel 1. Penyebab efusi pleura ganas (EPG) 4

Tumor Jumlah Persentase

Paru 641 36

Payudara 449 25

Limfoma 187 10

Ovarium 88 5

Perut 42 2

Primer tidak diketahui 129 7

Kanker lainnya 257 14

Obstruksi limfatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura

paramalignan dan merupakan mekanisme paling sering menyebabkan

terakumulasinya sejumlah cairan dalam volume yang besar. Efek lokal lainnya

dari suatu tumor juga menyebabkan terbentuknya efusi pleura paramalignan, yaitu

obstruksi bronkus yang mengakibatkan pneumonia ataupun atelektasis.

Selanjutnya, sangat penting untuk mengenali efusi yang berasal dari efek sistemik

tumor dan efek samping terapi (tabel 2). 2,21

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Penyebab efusi pleura paramalignan 21

Penyebab Keterangan

Efek lokal tumor


Obstruksi limfatik Mekanisme utama akumulasi efusi pleura
Obstruksi bronkial dengan pneumonia Efusi parapneumonia: tidak menghapus
kemungkinan dapat dioperasi pada kanker paru
Obstruksi bronkial dengan atelektasis Transudat: tidak menghapus kemungkinan dapat
dioperasi pada kanker paru
Paru terperangkap Transudat: berhubungan dengan perluasan tumor
yang melibatkan pleura viseral
Chylothorax Terganggunya duktus torasikus: limfoma merupakan
penyebab paling sering
Sindrom vena kava superior Transudat: berhubungan dengan meningkatnya
tekanan vena sistemik
Efek sistemik tumor
Emboli paru Keadaan hiperkoagulasi
Tekanan onkotik plasma rendah Albumin serum < 1.5 g/dL: dihubungkan dengan
anasarka
Komplikasi terapi
Terapi radiasi
- Cepat Pleuritis 6 minggu - 6 bulan sesudah radiasi komplit
- Lambat Fibrosis mediastinum ; Perikarditis konstriktif
Obstruksi vena kava
Kemoterapi
- Metotreksat Pleuritis atau efusi; ± eosinofilia darah
- Prokarbezin Eosinofilia darah; demam dan menggigil
- Siklofosfamid Pleuroperikarditis
- Mitomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial
- Bleomisin Berhubungan dengan penyakit interstisial

2.4. Patofisiologi dan Patogenesis Efusi Pleura Ganas (EPG)

Pleura adalah membran serous yang menutupi permukaan parenkim paru,

mediastinum, diafragma, dan rongga toraks. Struktur tersebut terbagi atas pleura

Universitas Sumatera Utara


viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melindungi permukaan parenkim

paru terhadap dinding toraks, diafragma, mediastinum dan fisura interlobaris.

Pleura parietalis melapisi permukaan rongga toraks, yang terbagi atas pleura

parietalis kostalis, mediastinalis, dan diafragmatik.28 Kedua pleura membran

tersebut bertemu di akar hilus paru.28,29 Diantara keduanya terdapat rongga

ataupun rongga potensial yang disebut sebagai rongga pleura. 28

Pleura terdiri dari lima bagian utama, yaitu: sirkulasi sistemik parietal

(percabangan arteri interkostalis dan arteri mamaria interna), ruang interstisial

parietal, rongga pleura yang sisi-sisinya dibatasi oleh sel mesotelial, interstisial

paru, dan sirkulasi viseral (arteri bronkial dan arteri pulmonalis). 13

Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar 10-20 ml cairan yang

bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan leluasa saat bernapas.

Produksinya sekitar 0,01 mg/kgBB/jam hampir sama dengan kecepatan

penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein memasuki rongga

pleura. Cairan pleura tersebut mengandung kadar protein rendah (<1,5 g/dl) yang

dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. 20,28,29

Cairan pleura difiltrasi di kompartemen pleura parietalis dari kapiler sistemik

menuju rongga pleura karena terdapat sedikit perbedaan tekanan diantara

keduanya.13 Rongga pleura bertekanan sub-atmosfer dan mendukung inflasi

paru.29 Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral selanjutnya akan

diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikro pleura viseral.22

Mekanisme ini mengikuti hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan

pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura tetap.20,28,29 Jika

10

Universitas Sumatera Utara


produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan dan sebaliknya maka akan

terjadi akumulasi cairan melebihi volume normal, dimana hal tersebut dapat

disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru

atau organ luar paru. 10,13,22

Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat disebabkan

hal-hal sebagai berikut: 20

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.

2. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.

3. Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.

4. Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.

5. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah bening.

6. Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.

Gambar 1. Terjadinya cairan pleura 23


11

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan efusi pleura pada penyakit keganasan dapat terjadi melalui: 20

1. Implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura.

2. Pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru.

3. Akibat obstruksi aliran limfe atau pembuluh darah.

4. Erosi pembuluh darah atau limfe sehingga pembentukan cairan pleura

meningkat.

5. Invasi langsung tumor ke rongga pleura melalui dinding toraks.

Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis

untuk menjelaskan mekanisme EPG tersebut. 22

Tabel 3. Mekanisme terjadinya efusi pleura ganas (EPG) 19

Akibat langsung

- Metastasis pleura dengan peningkatan permeabilitas

- Metastasis pleura dengan obstruksi pembuluh limfatik pleura

- Keterlibatan limfe node mediastinal dengan menurunnya drainase limfatik

pleura

- Robeknya duktus torasikus (chylothorax)

- Obstruksi bronkus (menurunnya tekanan pleura)

- Keterlibatan perikardial

Akibat tidak langsung

- Hipoproteinemia

- Post-obstruktif pneumonitis

- Emboli paru

- Pos-radiasi terapi
12

Universitas Sumatera Utara


Obstruksi limfatik lebih sering dianggap sebagai patofisiologi abnormalitas

primer terjadinya EPG.19 Cairan pleura didrainase keluar dari rongga pleura

terutama melalui stomata limfatik parietal yang berada diantara sel-sel mesotelial

parietal. Jumlah limfatik parietal paling banyak di diafragma dan mediastinum.

Stomata-stomata tersebut bergabung kedalam saluran kecil limfatik yang

selanjutnya menuju pembuluh limfe yang lebih besar dan akhirnya didrainase

melalui limfe node mediastinal. Jika terdapat gangguan seperti terjadinya blokade

limfatik yang menyebabkan penurunan pembersihan (clearance) cairan pleura

ataupun obstruksi oleh deposit sel tumor di sepanjang jaringan limfatik yang rumit

maka akan menyebabkan efusi pleura.13,19,22 Mekanisme atas terakumulasinya

cairan pleura telah dikonfirmasi oleh pemeriksaan postmortem dimana

menunjukkan keterlibatan limfe node regional yang biasanya dihubungkan dengan

kejadian efusi pleura. 13

Gambar 2. Skema anatomi pleura 13


(s.c=kapiler sistemik; p.c=kapiler paru)
13

Universitas Sumatera Utara


Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura

viseralis dan pleura parietalis menyebabkan reaksi inflamasi sehingga

permeabilitas pembuluh darah akan meningkat. Studi posmortem menyebutkan

bahwa metastasis tumor lebih banyak ke permukaan pleura viseral daripada

parietal.20,22 Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor

ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu

disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli

tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses

yang terjadi di pleura viseral. 22

Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan

dengan pleura.22 Pada adenokarsinoma paru, sel tumor menyebar ke pleura

parietal dari pleura viseral di sepanjang tempat perlengketan pleura. Hal ini

didahului dengan bermigrasinya sel-sel tumor ke pleura viseral dari kapiler paru

yang mendasarinya, disebut sebagai penyebaran hematogen. Metastasis sel tumor

ke pleura dari lokasi primernya selain paru maka penyebarannya berlangsung

secara hematogen ataupun limfatik. 13

Teori lain yang dapat menimbulkan EPG menyebutkan terjadinya

peningkatan permeabilitas pleura. Bagaimana mekanisme pastinya belum jelas

diketahui. Namun diduga penjelasannya berkaitan dengan dihasilkannya vascular

endotelial growth factor (VEGF) oleh tumor. VEGF merupakan agent yang

paling berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi

ekstravasasi cairan.19,22 Terjadi gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain

14

Universitas Sumatera Utara


tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor (TGF-β) dan VEGF

tersebut. 22

Tumor ganas juga dapat menyebabkan efusi pleura dengan adanya obstruksi

duktus torasikus yang disebut chylothorax. Chylothorax yang penyebab terjadinya

tidak traumatik maka kemungkinan penyebabnya adalah proses keganasan yang

melibatkan duktus torasikus, dengan 75% berupa limfoma. 19

Terjadinya EPG juga dikaitkan dengan adanya gangguan metabolisme,

menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang

memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. 19,22

2.5. Karakteristik Cairan Efusi Pleura Ganas (EPG)

Cairan pleura yang berasal dari suatu proses keganasan biasanya lebih sering

merupakan suatu eksudat.19 Untuk membedakan antara eksudat dan transudat

biasanya terutama dengan menilai kadar protein dan LDH cairan pleura. Untuk

menentukan eksudat maka kadar protein > 3 gr/dl dan kadar LDH > 200 U/L, di

samping itu dengan jumlah sel > 500/mm3. Selain itu, menurut Light, pada

eksudat dijumpai rasio protein cairan pleura terhadap protein serum > 0,5 ; rasio

LDH cairan pleura terhadap LDH serum > 0,6 ; atau kadar LDH cairan pleura

lebih besar dari dua pertiga batas atas nilai normal LDH serum. 30

Warna tampilan suatu cairan pleura sebaiknya senantiasa diperhatikan.31

Cairan pleura ganas dapat berupa serous, serosanguinus, atau hemoragik.7 Cairan

pleura hemoragik dengan jumlah sel darah merah >100.000/mm3 diduga suatu

EPG. Cairan EPG hemoragik berkisar 55%. Sedangkan hampir 30-50% EPG

15

Universitas Sumatera Utara


dengan jumlah sel darah merah <10.000/mm3 tidak tampak sebagai hemoragik.19

Jika cairan pleura tampak hemoragik maka pemeriksaan hematokrit harus

dilakukan. Jika nilai hematokrit cairan pleura <1% maka darah pada cairan pleura

tidak dianggap signifikan, maka kemungkinan diagnosanya adalah akibat proses

keganasan, emboli paru ataupun trauma. 31

Efusi pleura hemoragik pada EPG disebabkan invasi langsung pada

pembuluh darah, oklusi vena, induksi angiogenesis tumor atau peningkatan

permeabilitas kapiler yang disebabkan bahan-bahan vasoaktif.9,13,21 Kanker paru

jenis adenokarsinoma paling sering menyebabkan EPG karena lokasi di perifer

sehingga terjadi penyebaran langsung ke pleura dan cenderung invasi ke

pembuluh darah. 9

Jumlah sel berinti sebanyak 1500-4000/μl yang terdiri dari sel-sel limfosit,

makrofag dan sel-sel mesotelial. Pada hitung jenis sel, dijumpai sel limfosit ±

45%, sel mononuklear (MN) lainnya ± 40%, dan sel leukosit polimorfonuklear

(PMN) ± 15%. Hampir sepertiga populasi sel merupakan sel-sel limfosit (50-70%

sel berinti). Sel leukosit polimorfonuklear (PMN) biasanya terlihat <25% dari

populasi sel, namun jika terjadi inflamasi pleura yang aktif maka leukosit PMN

akan tampak lebih dominan. Prevalensi eosinofil pleura pada efusi ganas

dilaporkan sekitar 8-12%. Namun frekuensi EPG eosinofilik (eosinofil >10%) dan

non-eosinofilik tidak jauh berbeda sehingga bila ditemukan EPG eosinofilik

belum dapat menyingkirkan dugaan proses keganasan. 4,19

EPG biasanya merupakan suatu eksudat dengan konsentrasi protein sekitar 4

g/dl. Konsentrasi protein yang pernah dilaporkan berkisar 1,5-8 g/dl. EPG yang

16

Universitas Sumatera Utara


merupakan suatu transudat hanya kurang dari 5%.7 Rasio cairan pleura terhadap

kadar protein serum <0,5 hampir pada 20% EPG; diantara 20% tersebut rasio

cairan pleura terhadap laktat dehidrogenase (LDH) serum ataupun LDH cairan

pleura absolut hampir selalu masuk kriteria eksudat. EPG lebih banyak memenuhi

kriteria eksudat berdasarkan kadar LDH-nya bukan karena kadar proteinnya. 19

Hampir sepertiga EPG memiliki pH cairan pleura dibawah 7,3, (pH berkisar

6,95-7,29). Hal ini dihubungkan dengan produksi asam yang dihasilkan oleh

kombinasi cairan pleura dan pleura membran serta dihambatnya pengeluaran CO2

dari rongga pleura. Konsentrasi laktat tinggi, pCO2 tinggi, dan pO2 rendah. 1,4,19

Kadar glukosa cairan pleura pada EPG rendah < 60 mg/dl pada sekitar 15-

20% EPG. Rasio cairan pleura terhadap glukosa serum <0,5. Rendahnya kadar

glukosa tersebut mengindikasikan adanya beban tumor yang tinggi di rongga

pleura. Pemeriksaan sitologi dan biopsi pleura lebih sering dijumpai positif pada

pasien EPG dengan kadar glukosa rendah. Adanya beban tumor yang tinggi

sehingga kadar glukosa menurun maka pasien menghadapi prognosis yang buruk.

Rendahnya kadar glukosa pada EPG dihubungkan dengan terganggunya

pengangkutan glukosa dari darah ke cairan pleura. Meningkatnya penggunaan

glukosa oleh tumor di pleura kemungkinan juga menyebabkan rendahnya kadar

glukosa. 19

2.6. Petanda Tumor Carcinoembryonic Antigen (CEA)

Petanda tumor adalah substansi biologi yang diproduksi oleh sel-sel tumor,

masuk ke dalam aliran darah atau jaringan dan dapat dideteksi konsentrasinya

dengan pemeriksaan tertentu.32 Petanda tumor tersebut dapat dideteksi pada


17

Universitas Sumatera Utara


jaringan seperti pada tumor solid, limfe node, sumsum tulang, atau sirkulasi sel

tumor pada darah, dan juga dapat diperoleh dari cairan tubuh seperti cairan asites,

cairan pleura, ataupun serum (petanda tumor serologis). 33


32
Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk:

1. Alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi.

2. Menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik.

3. Menentukan prognosis pasien.

4. Evaluasi terapi.

Petanda tumor meliputi berbagai ragam substansi seperti antigen permukaan

sel, protein sitoplasmik, enzim, hormon, antigen onkofetal, reseptor, onkogen,

beserta zat-zat yang diproduksinya.33 Kanker paru diduga turut menghasilkan

beberapa substansi. Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan petanda tumor

yang pertama kali dideskripsikan pada kanker paru. CEA ditemukan pada tahun

1965 oleh Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker

adenokarsinoma kolon manusia. Penelitian CEA terhadap kanker paru dimulai

sejak tahun 1970 hingga kemudian terutama lebih banyak dihubungkan pada

kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). 34

Carcinoembryonic Antigen (CEA) merupakan suatu antigen onkofetal yang

dihasilkan oleh beberapa kanker (~carcino) dan dihasilkan saat perkembangan

fetus (~embryonic). Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa

antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak

mengalami diferensiasi dalam jumlah sangat kecil. Sehingga tentunya kadar CEA

akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker. Antigen onkofetal

18

Universitas Sumatera Utara


disebut juga sebagai antigen tumor, atau antibodi monoklonal dan antisera

poliklonal. Substansi onkofetal yang terdapat pada embrio atau fetus akan

berkurang ke kadar yang rendah pada saat dewasa namun akan kembali meningkat

bila terdapat tumor. 32,35

CEA termasuk kedalam kelompok Tumor Associated Antigen (TAA).

Antigen tersebut disandi oleh gen yang diekspresikan selama embriogenesis dan

perkembangan janin, namun transkripsional tenang pada saat dewasa. Gen

tersebut menyandi protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel

embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada tumor yang tumbuh

cepat. 36

CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat

molekul 200.000, yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari

glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan kedalam

darah.32 Karena kemajuan dalam teknologi antibodi monokonal, saat ini banyak

petanda tumor yang dapat terdeteksi pada cairan tubuh. Saat ini kadar CEA cairan

pleura secara kuantitatif dapat membedakan suatu efusi pleura ganas dengan efusi

pleura yang tidak ganas. Konsentrasi CEA pada EPG biasanya akan lebih tinggi

daripada plasma dimana diduga hal ini berhubungan dengan mekanisme seluler

akibat sekresi aktif dari sel tumor. CEA adalah salah satu petanda tumor pertama

yang menunjang tumor paru terutama untuk kanker paru jenis karsinoma bukan

sel kecil.34,35 Pemeriksaan CEA cairan pleura terutama ditujukan untuk pasien

yang menolak biopsi ulangan ataupun tindakan yang jauh lebih invasif lainnya. 11

19

Universitas Sumatera Utara


2.7. Kadar CEA Cairan Pleura
Pemeriksaan CEA cairan pleura sangat diperlukan pada kasus EPG dengan

hasil sitologi negatif. Berbagai penelitian terhadap kadar CEA cairan pleura untuk

membedakan efusi pleura akibat keganasan atau bukan akibat keganasan telah

mulai dilakukan sejak tahun 1977 hingga sekarang. Hasil-hasil yang diperoleh

dari berbagai penelitian tersebut bervariasi dan menggunakan metode

pemeriksaan yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dapat berupa electro-

chemiluminescence immunoassay (ECIA); enzyme immunoassay (EIA); latex

agglutination (LA); dan radioimmunoassay (RIA). 17

Kadar CEA serum akan meninggi pada keadaan malignansi diantaranya yaitu

pada: paru (60%), payudara (50%), kolon (60%), pankreas (60%), lambung

(50%), ovarium (50%). Kadar CEA meninggi pada keadaan yang bukan akibat

keganasan seperti pada penyakit ulkus peptikum, inflamasi kolon, pankreatitis,

hipotiroidisme, sirosis dan perokok berat.34,37,38 CEA cairan pleura meningkat

pada sekitar 19% perokok berat dengan nilai batas atas ≤ 5 ng/ml, sedangkan pada

orang sehat dan tidak merokok kadar CEA normal berkisar < 2,5 - 3 ng/ml. 32,38-41

Riantawan dkk (Thailand; 2000) melaporkan bahwa pemeriksaan CEA cairan

pleura pada kanker paru memiliki sensitivitas 77% dan spesifisitas 94% dengan

10 ng/ml sebagai nilai cut-off. Dijumpai sensitivitas gabungan pemeriksaan

sitologi cairan pleura dan biopsi pleura tertutup sebanyak 73%.11 Pasaoglu dkk

(Turki; 2007) juga menggunakan nilai cut-off CEA cairan pleura 10 ng/ml untuk

menentukan EPG terhadap 35 kasus EPG karena kanker paru dengan sensitivitas

41,6% dan spesifisitas 100%. 5

20

Universitas Sumatera Utara


Romero dkk (Spanyol;1996) menjumpai sensitivitas CEA cairan pleura lebih

tinggi daripada petanda tumor CA 15-3 dan CYFRA 21-1 pada semua kanker

yaitu 57% dengan spesifisitas 99%.16 Paganuzzi dkk (Italia; 2001) dengan cut-off

5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena keganasan sebesar

30,6% dan spesifisitas 91%.42 Sedangkan Sthaneshwar dkk (Malaysia; 2002)

dengan cut-off 5 ng/ml menjumpai sensitivitas 64% dan spesifisitas 98% pada

EPG karena kanker paru.43 Kemudian Lee dkk (Korea; 2005) dengan cut-off 5

ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura karena kanker paru 82% dan

spesifisitas 94%. 4

Dari kesimpulan suatu hasil penelitian meta-analisis oleh Shi dkk (China;

2008) menyebutkan bahwa pengukuran kadar CEA cairan pleura bermanfaat

sebagai alat diagnostik dalam mengkonfirmasi suatu EPG. Hasil dari pemeriksaan

CEA cairan pleura tersebut sebaiknya diinterpretasikan paralel dengan

pemeriksaan klinis dan hasil-hasil pemeriksaan konvensional lainnya yang umum

dilakukan. 17

21

Universitas Sumatera Utara


2.8. Kerangka Konseptual

EFUSI PLEURA
Punksi

Transudat Eksudat

Gangguan jantung Pleuritis Keganasan


Gangguan ginjal Pleuritis TB, atau Tumor primer di Paru (+)
Gangguan metabolisme Pleuritis Non-TB
Penyakit sistemik lain

Pemeriksaan Tumor Marker: Sitologi cairan pleura


Carcinoembryonic Antigen (CEA) Histologi biopsi pleura
Sitologi bilasan/sikatan bronkus
Sitologi sputum
Sitologi TTLB
Sitologi BJH KGB/nodul superfisial

Sitologi / Histologi (+)

Efusi Pleura Ganas (EPG)

M1a dalam TNM Kanker Paru


(stadium IV)

22

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

MANAJEMEN PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik secara observasional (cross

sectional study).

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di fasilitas kesehatan RS pemerintah dan RS swasta di

kota Medan. Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu 3 bulan.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Penderita efusi pleura eksudatif di ruang rawat inap dan rawat jalan di RS

pemerintah dan RS swasta di kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling sehingga semua kasus yang

memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi menjadi anggota kelompok

penelitian. Kelompok penelitian dibagi dua yaitu kelompok kasus dan

kelompok kontrol. Kelompok kasus yaitu pasien efusi pleura karena

kanker paru, sedangkan kelompok kontrol adalah pasien efusi pleura

bukan kanker. Dengan jumlah besar sampel sama banyaknya untuk

masing-masing kelompok.

23

Universitas Sumatera Utara


3.4. Perkiraan Besar Sampel

Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus :

n1 = n2 = { Zα √ PoQo + Zβ √ Pa Qa }2
(Pa – Po)2
1. Zα : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai α
yang ditentukan, α = 0,05 → Zα = 1,96
2. Zβ : nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai β
yang ditentukan, β = 0,15 → Zβ = 1,036
3. Po : Proporsi penderita EPG karena kanker paru dari sumber data
sebelumnya; nilainya adalah 3% dalam angka desimal adalah 0,03.
4. Qo = 1 - Po = 1 – 0,03 = 0,97
5. Pa : Proporsi penderita EPG karena kanker paru dari sumber data terakhir,
nilainya adalah 7,2% dalam angka desimal adalah 0,072.
6. Qa = 1 - Pa = 1 - 0,072 = 0,928
7. Pa-Po: adalah selisih proporsi yang diinginkan oleh peneliti, diambil
nilainya 15%, dalam angka desimal adalah 0,15.

n1 = n2 = { 1.96 √ (0,03) (0,97) + 1,036 √ (0,072) (0,928) }2


(0,15)2
n1 = n2 = 0,364193 = 16,18635
0,0225

Besar sampel minimal dalam penelitian ini berjumlah 16 pasang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria inklusi

A. Kelompok kasus :

1. Umur ≥ 40 tahun.

24

Universitas Sumatera Utara


2. Pasien kanker paru yang disertai efusi peura yang memiliki hasil

sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai

pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi

pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum

halus KGB, sitologi TTLB).

3. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan.

B. Kelompok kontrol :

1. Pasien efusi pleura eksudatif bukan kanker yang tidak memiliki hasil

sitologi/histopatologi positif dari salah satu hasil pemeriksaan sesuai

pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi

pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum

halus KGB, sitologi TTLB).

2. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani surat persetujuan.

3.5.2 Kriteria eksklusi

A. Kelompok kasus :

1. Penderita tuberkulosis paru sesuai pedoman PDPI

2. Penderita pneumonia sesuai pedoman PDPI

3. Post kemoterapi ataupun post radiasi

4. Penderita dalam kondisi kritis

5. Penderita sirosis hati

6. Penderita pankreatitis

7. Penderita kolitis ulseratif

25

Universitas Sumatera Utara


8. Penderita hipotiroid

9. Penderita gagal ginjal

10. Penderita gagal jantung kongestif

11. Penderita hamil

B. Kelompok kontrol :

1. Penderita empiema

2. Penderita sirosis hati

3. Penderita gagal ginjal

4. Penderita gagal jantung kongestif

3.6. Cara Kerja

Semua pasien yang memenuhi kriteria sebagai sampel dilakukan: 44

A. Tindakan torasentesis, dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pasien bersedia menandatangani persetujuan tindakan medis.

2. Pasien dalam posisi duduk, dengan bahu tegak dan lengan diangkat

ke atas ataupun diletakkan diatas bantal. Operator pelaksana

memakai masker dan menggunakan sarung tangan steril.

3. Diberikan premedikasi berupa injeksi atropine sulfas 0,5-1 mg

secara subkutan atau intramuskular, sebaiknya dilakukan sekurang-

kurangnya 30 menit sebelum prosedur torasentesis dilakukan.

4. Menandai lokasi dinding dada yang akan dievakuasi berdasarkan

pemeriksaan fisik diagnostik dan foto toraks.

26

Universitas Sumatera Utara


5. Melakukan sterilisasi dan desinfeksi di sekitar lokasi dinding dada

yang telah ditandai dengan povidone-iodine cair dan alkohol 70%,

kemudian dibatasi oleh doeck steril.

6. Memasukkan anestesi lokal dengan cara menginsersi spuit 10 cc

sedikit demi sedikit dengan besar jarum 21G yang telah berisi

lidocain HCL 40 mg, ± 0,1-0,2 mL Lidocain setiap kedalaman 1-2

mm. Jarum spuit tersebut menginfiltrasi permukaan kulit,

subkutan, jaringan interkostal, periosteum kosta, pleura parietal

hingga mencapai rongga pleura. Sebaiknya lokasi insersi berada di

superior kosta untuk meminimalisir terkena arteri, vena dan

persarafan.

7. Kemudian melalui spuit 10 cc tersebut dilakukan aspirasi cairan

pleura. Tindakan ini dilakukan hingga terkumpul cairan pleura

sebanyak 30 cc dan kemudian terbagi dalam 3 wadah spuit steril

berbeda.

B. Pengiriman bahan sampel pemeriksaan:

1. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura dikirimkan ke laboratorium

Patologi Klinik RS.Gleni Medan untuk dilakukan pemeriksaan


45
petanda tumor CEA, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Bahan sampel tersebut dapat disimpan selama 24 jam pada suhu

2-8C. Jika pemeriksaan lebih lama dari 24 jam maka spesimen

sampel sebaiknya disimpan minimal pada suhu -20C atau suhu

lebih rendah. Sampel yang telah disimpan pada suhu -20C atau

27

Universitas Sumatera Utara


suhu lebih rendah tidak akan rusak atau berbeda tampilannya

meskipun telah disimpan selama 12 bulan.

b. Volume sampel yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tes CEA

melalui AxSYM System hanya sebanyak 150 μL = 0,15 mL =

0,15 cc = 3 tetes terukur. Tidak terdapat volume sampel minimal

pada pengerjaan sentrifuge.

2. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura yang lainnya dikirimkan ke

laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan

sitologi, dengan ketentuan sebagai berikut : 46

a. Bahan sampel tersebut akan tetap berada dalam kondisi baik

selama 24 - 48 jam tanpa harus dimasukkan ke dalam lemari

pendingin.

b. Volume sampel yang dibutuhkan sebanyak 200-500 μL = 0,2 –

0,5 ml = 0,2 – 0,5 cc = 1 tetes terukur. Tidak terdapat volume

sampel minimal pada pengerjaan sentrifuge.

c. Yang melakukan pembacaan slide sitologi adalah dua orang

ahli Patologi Anatomi untuk membaca dan mengkonfirmasi

slide sampel.

3. Sebanyak 10 cc sampel cairan pleura selebihnya dikirimkan ke

laboratorium Patologi Klinik di RS tempat pasien berasal untuk

dilakukan pemeriksaan rutin analisa cairan pleura.

28

Universitas Sumatera Utara


4.6.1 Kerangka operasional

Efusi Pleura Ganas


karena Kanker Paru

CEA
Efusi Pleura Eksudat cairan pleura

Efusi Pleura
Bukan Kanker
Positif Negatif

Transudat

DATA

Sensitivitas
Spesifisitas

3.7. Identifikasi Variabel *

1. Hasil pemeriksaan CEA cairan efusi pleura karena kanker paru

2. Hasil pemeriksaan CEA cairan efusi pleura bukan kanker

(*pada uji diagnostik tidak terdapat kategori variabel)

3.8. Definisi Operasional

1. Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat

proses transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura.

2. Transudat dan eksudat dibedakan berdasarkan hasil analisa cairan pleura.

29

Universitas Sumatera Utara


3. Efusi pleura ganas yang dimaksud adalah efusi pleura eksudatif pada

pasien kanker paru yang dijumpai sel ganas berdasarkan salah satu hasil

pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi bilasan/sikatan bronkus,

histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan pleura, sitologi sputum,

sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi TTLB).

4. Efusi pleura bukan kanker yang dimaksud adalah efusi pleura eksudatif

bukan kanker yang tidak memiliki hasil sitologi/histopatologi positif dari

salah satu hasil pemeriksaan sesuai pedoman PDPI (sitologi

bilasan/sikatan bronkus, histopatologi biopsi pleura, sitologi cairan

pleura, sitologi sputum, sitologi biopsi jarum halus KGB, sitologi

TTLB).

5. Pemeriksaan CEA cairan pleura yang dimaksud adalah penilaian secara

kuantitatif terhadap konsentrasi CEA cairan pleura, dalam satuan ng/ml,

dengan menggunakan Abbot’s Axsym System berdasarkan teknologi

pemeriksaan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA).

6. Data hasil penelitian yang dimaksud adalah mengukur konsentrasi CEA

pada spesimen cairan pleura, dimana disebut positif bila besar

konsentrasinya diatas standar nilai normal dengan faktor resiko merokok

(> 5 ng/ml) dan disebut negatif bila besar konsentrasinya dibawah

standar nilai normal dengan faktor resiko merokok (≤ 5 ng/ml).

3.9. Bahan dan Alat

a. Bahan :

30

Universitas Sumatera Utara


Cairan pleura yang diperoleh dari tindakan aspirasi.

b. Alat :

1. Satu set peralatan torasentesis/aspirasi yaitu : Spuit steril 21G

ukuran 10 cc (3 buah) dan 3 cc (1 buah), kasa steril, kapas, lidocain

HCL 40 mg, sulfas atropin 0,5 mg, alkohol 70%, masker, povidone-

iodine cair, sarung tangan steril.

2. Alat sentrifuge merk Eppendorf centrifuge 5702

3. Mesin AxSYM system  (Abbott) made in Japan CO.LTD.

4. Reagent Pack AzSYM CEA assay (Abbott) dengan teknik

Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA).

3.10. Manajemen dan Analisis Data

A. Sumber data:

Data diperoleh dari hasil pemeriksaan CEA cairan pleura, hasil

pemeriksaan sitologi/histopatologi kanker paru dan analisa cairan pleura.

B. Metode pengumpulan data:

Instrumen pengumpulan data penelitian berupa tindakan

aspirasi/torasentesis untuk memperoleh bahan cairan pleura. Sebelum

tindakan aspirasi/torasentesis dilakukan maka terlebih dahulu peserta

penelitian mendapat penjelasan dari peneliti dan kemudian diminta

menandatangani persetujuan tindakan medis dan kesediaan ikut serta

dalam penelitian.

C. Pengolahan data:

31

Universitas Sumatera Utara


a. Edit data (editing): dilakukan untuk mengevaluasi kelengkapan,

konsistensi dan kesesuaian antara kriteria data yang diperlukan untuk

menjawab tujuan penelitian.

b. Kode data (coding): dimaksudkan untuk mengkuantifikasi data

kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat

diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual

maupun dengan menggunakan komputer.

c. Pembersihan data (cleaning): yakni pemeriksaan data yang telah

dimasukkan kedalam program komputer guna menghindari terjadinya

kesalahan pada pemasukan data.

D. Analisa data:

- Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan aplikasi program

komputer SPSS 15.0. Semua data parametrik akan di uji normalitasnya

dengan tes Kolmogorof–Smirnov, bila data terdistribusi normal maka

selanjutnya menggunakan uji T independen, bila data terdistribusi tidak

normal maka selanjutnya menggunakan uji Mann-Whitney.

- Data hasil penelitian yang diperoleh akan dikumpulkan dalam bentuk

tabulasi 2x2, dianalisa dengan uji Exact Fisher dan uji Pearson Chi-

Square untuk mengetahui nilai uji diagnostik optimal dari pemeriksaan

CEA cairan pleura. Sensitivitas adalah proporsi dari subjek yang sakit

dengan hasil uji positif (positif benar/ positif benar + negatif palsu).

Spesifisitas adalah proporsi dari orang yang tidak sakit dengan hasil uji

negatif (negatif benar/ negatif benar + positif palsu).

32

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Telah dilakukan penelitian secara cross-sectional terhadap 32 orang penderita

efusi pleura. Dimana 32 orang penderita efusi pleura tersebut dibagi dalam 2

kelompok, yaitu kelompok penderita efusi pleura ganas karena kanker paru

sebanyak 16 orang dan kelompok penderita efusi pleura eksudatif bukan kanker

sebanyak 16 orang. Hasil penelitian kemudian dianalisis secara statistik dan hasil

disajikan dalam bentuk tabel.

4.1.1 Karakteristik peserta penelitian

Karakteristik umum peserta penelitian pada kedua kelompok (kelompok

kanker paru dan kelompok bukan kanker) diperoleh berdasarkan jenis kelamin,

umur dan etiologi efusi pleura. Hasil penelitian terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan jenis kelamin


Kanker paru Bukan kanker Total p
Jenis Kelamin (n,%) (n,%) (n,%)
Laki-laki 9 (56.2) 11 (68.8) 20 (62.5)
0.465
Perempuan 7 (43.8) 5 (31.2) 12 (37.5)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Dari total kedua kelompok didapatkan sebanyak 32 sampel yang terdiri dari

20 laki-laki (62.5%) dan 12 perempuan (37.5%). Pada kelompok kanker paru

diperoleh 16 sampel yang terdiri dari 9 laki-laki (56.2%) dan 7 perempuan

(43.8%). Sedangkan pada kelompok bukan kanker diperoleh 16 sampel yang

33

Universitas Sumatera Utara


terdiri dari 11 laki-laki (68.8%) dan 5 perempuan (31.2%) (tabel 4). Perbedaan

jenis kelamin terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker

tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak diperoleh adanya

perbedaan yang bermakna (p=0.465).

Tabel 5. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan umur


Umur Kanker paru Bukan kanker Total
(tahun) (n,%) (n,%) (n,%)
16-25 0 (0.0) 3 (18.8) 3 (9.4)
26-35 0 (0.0) 3 (18.8) 3 (9.4)
36-45 4 (25.0) 4 (25.0) 8 (25.0)
46-55 4 (25.0) 3 (18.8) 7 (21.9)
> 55 8 (50.0) 3 (18.8) 11 (34.4)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Dari kedua kelompok penelitian ini didapatkan bahwa umur >55 tahun lebih

banyak jumlahnya yaitu 11 orang (34.4%) dengan umur 17 - 65 tahun, dan rerata

umur 47,37 ± 13,23 tahun. Pada kelompok kanker paru juga dijumpai umur >55

tahun yang terbanyak dengan jumlah 8 orang (50%) dengan umur antara 41 – 65

tahun dan rerata umur 53,06 ± 8,169 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan

kanker yang terbanyak adalah umur 36-45 tahun yang berjumlah 4 orang (25%)

dengan umur antara 17 – 65 tahun dan rerata umur 41,69 ± 15,036 tahun (tabel 5).

Tabel 6. Karakteristik peserta penelitian berdasarkan median umur


Umur Kanker paru Bukan kanker Total p
(tahun) (n,%) (n,%) (n,%)
≤ 48,5 5 (31.2) 11 (68.8) 16 (50.0)
>48,5 11 (68.8) 5 (31.2) 16 (50.0) 0,034*
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Keterangan : *signifikan
34

Universitas Sumatera Utara


Dari kedua kelompok penelitian ini diperoleh data median umur 48,5 tahun.

Pada kelompok kanker paru sebanyak 5 orang (31.2%) berumur ≤ 48,5 tahun dan

11 orang (68.8%) berumur > 48,5 tahun. Sedangkan pada kelompok bukan kanker

sebanyak 11 orang (68.8%) berumur ≤ 48,5 tahun dan 5 orang (31.2%) berumur >

48,5 tahun (tabel 6). Perbedaan umur ≤ median 48,5 tahun atau > median 48,5

tahun terhadap kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker tersebut diuji

dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan diperoleh adanya perbedaan yang

bermakna (p=0.034).

Tabel 7. Etiologi efusi pleura


Etiologi Jumlah (n) Persentase (%)
Kanker paru
Adenokarsinoma 9 28.12
Skuamous sel karsinoma 7 21.88
TB paru 10 31.25
Pneumonia 6 18.75
Total 32 100.0

Berdasarkan etiologi efusi pleura pada kedua kelompok penelitian ini

dijumpai karena kanker paru sebanyak 16 kasus (50%) yang terdiri dari

adenokarsinoma 9 kasus (28.12%) dan skuamous sel karsinoma 7 kasus (21.88%).

Sedangkan etiologi efusi pleura karena TB paru sebanyak 10 kasus (31.25%) dan

karena pneumonia terdapat 6 kasus (18.75%) (tabel 7).

35

Universitas Sumatera Utara


Tabel 8. Efusi pleura ganas karena kanker paru menurut jenis kelamin
Laki-laki Perempuan Total p
Etiologi EPG (n,%) (n,%) (%)
Kanker paru:
Adenokarsinoma 4 (44.4) 5 (71.4) 9 (56.2)
0.358
Skuamous sel 5 (55.6) 2 (28.6) 7 (43.7)
Total (n,%) 9 (100.0) 7 (100.0) 16 (100.0)

Pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru didapatkan sebanyak

16 sampel yang terdiri dari jenis adenokarsinoma 4 laki-laki (44.4%) dan 5

perempuan (71.4%), dan jenis skuamous sel karsinoma 5 laki-laki (55.6%) dan 2

perempuan (28.6%) (tabel 8). Perbedaan etiologi efusi pleura ganas menurut jenis

sel kanker paru terhadap perbedaan jenis kelamin tersebut diuji dengan Exact

Fisher dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,358).

Tabel 9. Efusi pleura eksudatif bukan kanker menurut jenis kelamin


Laki-laki Perempuan Total p
Etiologi (n,%) (n,%) (%)
TB paru 5 (45.5) 5 (100.0) 10 (62.5)
0.093
Pneumonia 6 (54.5) 0 (0.0) 6 (37.5)
Total (n,%) 11 (100.0) 5 (100.0) 16 (100.0)

Pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker diperoleh sebanyak 16

sampel yang terdiri atas TB paru 5 laki-laki (45.5%) dan 5 perempuan (100%),

dan karena pneumonia 6 laki-laki (54.5%) dan tidak terdapat perempuan (0%)

(tabel 9). Perbedaan etiologi efusi pleura eksudatif bukan kanker terhadap

perbedaan jenis kelamin tersebut diuji dengan Exact Fisher dua sisi dan tidak

dijumpai perbedaan yang bermakna (p=0,093).

36

Universitas Sumatera Utara


4.4.2 Radiologis dan makroskopis efusi pleura

Perbedaan radiologis dan makroskopis efusi pleura pada kedua kelompok

(kelompok kanker paru dan kelompok bukan kanker) diperoleh berdasarkan luas

efusi pleura, warna cairan efusi pleura dan lokasi efusi pleura. Hasil penelitian

terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10. Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok penderita kanker paru
dan kelompok penderita bukan kanker
Kanker paru Bukan kanker Total p
Luas efusi (n,%) (n,%) (n,%)
Masif 11 (68.8) 6 (37.5) 17 (53.1)
0,77
Moderat 5 (31.2) 10 (62.5) 15 (46.9)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru luas efusi lebih banyak

yang masif 11 kasus (68.8%) dibandingkan yang moderat 5 kasus (31.2%).

Sedangan pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker luas efusinya lebih

banyak dijumpai yang moderat 10 kasus (62.5%) dibandingkan yang masif 6

kasus (37.5%) (tabel 10). Perbedaan luas efusi pleura terhadap kelompok efusi

pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker tersebut

diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang

bermakna (p=0,77).

37

Universitas Sumatera Utara


Tabel 11. Perbedaan efusi pleura menurut warna cairan terhadap kelompok
penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker
Kanker paru Bukan kanker Total p
Warna cairan (n,%) (n,%) (n,%)
Hemorhagik 10 (62.5) 4 (25.0) 14 (43.8)
0.33
Non hemorhagik 6 (37.5) 12 (75.0) 18 (56.2)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Warna cairan efusi pleura ganas karena kanker paru lebih banyak yang

hemorhagik 10 kasus (62.5%) dibandingkan yang non hemorhagik 6 kasus

(37.5%). Sedangkan pada efusi pleura eksudatif bukan kanker warna cairan efusi

lebih banyak non hemorhagik 12 kasus (75%) dibandingkan yang hemorhagik 4

kasus (25%) (tabel 11). Perbedaan warna cairan efusi pleura terhadap kelompok

efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker

tersebut diuji dengan Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan

yang bermakna (p=0,33).

Tabel 12. Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok penderita kanker paru dan
kelompok penderita bukan kanker
Kanker paru Bukan kanker Total p
Lokasi efusi (n,%) (n,%) (n,%)
Kanan 6 (37.5) 8 (50.0) 14 (43.8)
0.476
Kiri 10 (62.5) 8 (50.0) 18 (56.2)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Efusi pleura ganas karena kanker paru lebih banyak yang berlokasi di paru

kiri 10 kasus (62.5%) dibandingkan yang berlokasi di paru kanan 6 kasus

(37.5%). Sedangkan pada efusi pleura eksudatif bukan kanker lokasinya di paru

kanan dan paru kiri masing-masing sama banyaknya berjumlah 8 kasus (50%)

38

Universitas Sumatera Utara


(tabel 12). Perbedaan lokasi efusi terhadap kelompok efusi pleura ganas karena

kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker tersebut diuji dengan

Pearson Chi-Square dua sisi dan tidak dijumpai perbedaan yang bermakna

(p=0,476).

4.4.3 Hasil laboratorium efusi pleura ganas karena kanker paru

Perbedaan hasil laboratorium efusi pleura pada kelompok efusi pleura ganas

karena kanker paru diperoleh berdasarkan hasil pemeriksaan CEA cairan pleura

dan analisa cairan pleura. Hasil penelitian terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 13. Distribusi umur terhadap CEA cairan pleura pada efusi pleura ganas
karena kanker paru
Umur CEA positif CEA negatif Total
(tahun) (n,%) (n,%) (n,%)
36-45 2 (20.0) 2 (33.3) 4 (25.0)
46-55 2 (20.0) 2 (33.3) 4 (25.0)
> 55 6 (60.0) 2 (33.3) 8 (50.0)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Pada penelitian ini, hasil CEA positif pada efusi pleura ganas karena kanker

paru terutama dijumpai lebih banyak pada sampel yang berumur >55 tahun

sebanyak 6 kasus (60%) (tabel 13).

Tabel 14. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar glukosa pada efusi pleura
ganas karena kanker paru
Glukosa CEA positif CEA negatif Total p
(mg/dl) (n,%) (n,%) (n,%)
< 60 1 (10.0) 1 (16.7) 2 (12.5)
1.0
≥ 60 9 (90.0) 5 (83.3) 14 (87.5)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

39

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada kadar glukosa < 60 mg/dl dan

glukosa ≥ 60 mg/dl secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan

yang bermakna (p=1,0) (tabel 14).

Tabel 15. Perbedaan kadar glukosa pada efusi pleura ganas karena kanker paru
dan efusi pleura eksudatif bukan kanker
Glukosa Kanker paru Bukan kanker Total p
(mg/dl) (n,%) (n,%) (n,%)
< 60 2 (12.5) 4 (25.0) 6 (18.8)
0.654
≥ 60 14 (87.5) 12 (75.0) 26 (81.2)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Perbedaan kadar glukosa < 60 mg/dL dan glukosa ≥ 60 mg/dL terhadap

kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan

kanker secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

(p=0,654) (tabel 15).

Tabel 16. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap kadar LDH pada efusi pleura
ganas karena kanker paru
LDH CEA positif CEA negatif Total p
(U/L) (n,%) (n,%) (n,%)
≥ 200 9 (90.0) 6 (100.0) 15 (93.8)
1.0
< 200 1 (10.0) 0 (0.0) 1 (6.2)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada kadar LDH ≥ 200 U/L dan LDH <

200 U/L secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang

bermakna (p=1,0) (tabel 16).

40

Universitas Sumatera Utara


Tabel 17. Perbedaan kadar LDH pada efusi pleura ganas karena kanker paru dan
efusi pleura eksudatif bukan kanker
LDH Kanker paru Bukan kanker Total p
(U/L) (n,%) (n,%) (n,%)
≥ 200 15 (93.8) 14 (87.5) 29 (90.6)
1.0
< 200 1 (6.2) 2 (12.5) 3 (9.4)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Perbedaan kadar LDH ≥ 200 U/L dan LDH < 200 U/L terhadap kelompok

efusi pleura ganas karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker

secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

(p=1,0) (tabel 17).

Tabel 18. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas
karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker
CEA positif CEA negatif Total p
pH (n,%) (n,%) (n,%)
≥ 7,3 9 (90.0) 3 (50.0) 12 (75.0) 0.118
< 7,3 1 (10.0) 3 (50.0) 4 (25.0)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura terhadap konsentrasi pH ≥ 7,3 dan pH <

7,3 secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna

(p=0,118) (tabel 18).

41

Universitas Sumatera Utara


Tabel 19. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap pH pada efusi pleura ganas
karena kanker paru
pH Kanker paru Bukan kanker Total p
(mg/dL) (n,%) (n,%) (n,%)
≥ 7,3 12 (75.0) 12 (75.0) 24 (75.0)
1.0
< 7,3 4 (25.0) 4 (25.0) 8 (25.0)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Perbedaan pH ≥ 7,3 dan pH < 7,3 terhadap kelompok efusi pleura ganas

karena kanker paru dan efusi pleura eksudatif bukan kanker secara uji Exact

Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p=1,0) (tabel 19).

Tabel 20. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap luas efusi pada efusi pleura
ganas karena kanker paru
CEA positif CEA negatif Total p
Luas efusi (n,%) (n,%) (n,%)
Masif 8 (80.0) 3 (50.0) 11 (68.8)
0.299
Moderate 2 (20.0) 3 (50.0) 5 (31.2)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada efusi pleura masif dan yang

moderat secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang

bermakna (p=0,299) (tabel 20).

Tabel 21. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap warna cairan efusi pleura pada
efusi pleura ganas karena kanker paru
CEA positif CEA negatif Total p
Warna cairan (n,%) (n,%) (n,%)
Hemorhagik 6 (60.0) 4 (66.7) 10 (62.5)
1.0
Non-hemorhagik 4 (40.0) 2 (33.3) 6 (37.5)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

42

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada cairan hemorhagik dan non

hemorhagik secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan perbedaan yang

bermakna (p=1,0) (tabel 21).

Tabel 22. Perbandingan konsentrasi CEA cairan pleura terhadap kelompok


penderita kanker paru dan kelompok penderita bukan kanker
Kanker paru Bukan kanker Total p
CEA > 5 ng/ml (n,%) (n,%) (n,%)
CEA positif 10 (62.5) 1 (6.3) 11 (34.4)
0.01*
CEA negatif 6 (37.5) 15 (93.8) 21 (65.6)
Total (n,%) 16 (100.0) 16 (100.0) 32 (100.0)

Keterangan : *signifikan

Berdasarkan pada nilai standar cut-off konsentrasi CEA cairan pleura > 5

ng/ml maka didapatkan sensitivitas CEA cairan pleura 62,5%, spesifisitas 93,8%,

nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif 71,4% dan akurasi 78,125%

(tabel 22).

Tabel 23. Perbedaan CEA cairan pleura terhadap jenis sel kanker paru pada efusi
pleura ganas karena kanker paru
Jenis sel CEA positif CEA negatif Total p
kanker paru (n,%) (n,%) (n,%)
Adenokarsinoma 4 (40.0) 5 (83.3) 9 (56.3)
0.145
Skuamous sel 6 (60.0) 1 (16.7) 7 (43.8)
Total (n,%) 10 (100.0) 6 (100.0) 16 (100.0)

Dari hasil analisa CEA cairan pleura pada jenis sel adenokarsinoma dan

skuamous sel karsinoma secara uji Exact Fisher dua sisi tidak didapatkan

perbedaan yang bermakna (p=0,145) (tabel 23).

43

Universitas Sumatera Utara


4.2. Pembahasan

Kanker paru merupakan penyebab terbanyak terjadinya efusi pleura ganas.19

Laki-laki mempunyai faktor resiko lebih tinggi untuk menderita kanker paru.10

Pada penelitian ini berdasarkan karakteristik jenis kelamin dari kelompok

penderita efusi pleura ganas karena kanker paru diperoleh jumlah sampel laki-laki

lebih banyak daripada perempuan yang terdiri dari 9 laki-laki (56.2%) dan 7

perempuan (43.8%).

Karakteristik umur lebih dari 40 tahun termasuk kedalam salah satu faktor

resiko kanker paru.10 Demikian halnya pada penelitian ini, kelompok kanker paru

lebih banyak berumur >55 tahun sejumlah 8 orang (50%), rentang umur antara 41

– 65 tahun dengan rerata umur 53,06 ± 8,169 tahun. Sedangkan pada kelompok

bukan kanker yang terbanyak adalah umur 36-45 tahun yang berjumlah 4 orang

(25%), dengan rentang umur antara 17 – 65 tahun dan rerata umur 41,69 ± 15,036

tahun.

Dari kedua kelompok penelitian didapatkan rerata umur 47,37 ± 13,23 tahun,

dengan median umur 48,5 tahun. Pada kelompok kanker paru lebih banyak yang

berumur >48 tahun (68.8%). Sebaliknya pada kelompok bukan kanker lebih

banyak yang berumur ≤48,5 tahun (68.8%). Dari hasil uji statistik menunjukkan

adanya korelasi signifikan antara umur terhadap kelompok kanker paru dan

kelompok bukan kanker (p<0.05).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis sel yang diperoleh pada efusi

pleura ganas sebagian besar adalah adenokarsinoma (69,3%).15 Berdasarkan

etiologi efusi pleura pada penelitian ini lebih banyak ditemukan jenis sel

44

Universitas Sumatera Utara


adenokarsinoma (56.2%) daripada jenis skuamous sel karsinoma (43.8%). Hal ini

sesuai dengan epidemiologi efusi pleura ganas yang lebih sering muncul dengan

jenis sel adenokarsinoma. 2,19

Pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker pada penelitian ini lebih

banyak yang disebabkan TB paru (62.5%) daripada karena pneumonia (37.5%).

TB paru memang tercatat sebagai penyebab paling banyak dibandingkan

pneumonia dalam hal mengakibatkan komplikasi berupa efusi pleura.20,24 Dari

hasil penelitian Sinaga (Medan; 1988) mendapatkan efusi pleura eksudatif karena

TB paru yang paling banyak dijumpai (42%), kemudian efusi pleura ganas (24%),

dan oleh karena pneumonia (14%). 25

Efusi pleura masif adalah penumpukan cairan pleura yang mencapai lebih 2/3

hemitoraks. Berbagai penyakit dapat menimbulkan efusi pleura masif, namun

yang paling sering ditemukan terjadi karena proses keganasan dan tuberkulosis.47

Efusi pleura masif yang muncul pada kelompok usia >40 tahun lebih dicurigai

sebagai suatu proses keganasan.20 Pada penelitian ini, luas efusi dari kelompok

efusi pleura ganas lebih banyak masif (68.8%) dibandingkan moderat (31.2%).

Sedangkan pada kelompok bukan kanker luas efusi lebih banyak dijumpai

moderat (62.5%) dibandingkan masif (37.5%). Namun tidak didapatkan korelasi

signifikan antara luas efusi tersebut terhadap efusi pleura ganas maupun efusi

pleura bukan kanker (p>0,05).

Meskipun proses keganasan pada umumnya menyebabkan warna tampilan

cairan efusi yang hemorhagik, namun separuh jumlahnya lagi tercatat berupa

cairan efusi yang non hemorhagik. Sehingga adanya cairan efusi hemorhagik

45

Universitas Sumatera Utara


belum tentu dapat dipastikan merupakan suatu efusi pleura ganas.1,7 Meskipun

demikian, cairan efusi yang dijumpai berwarna hemorhagik tentunya lebih

dicurigai sebagai proses keganasan.7,20 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

dimana diperoleh warna cairan efusi pleura ganas lebih banyak yang hemorhagik

(62.5%) dibandingkan yang non hemorhagik (37.5%). Sedangkan pada efusi

pleura eksudatif bukan kanker warna cairan efusi lebih banyak non hemorhagik

(75%) dibandingkan yang hemorhagik (25%). Namun sebagaimana halnya

dengan beberapa penelitian sebelumnya, tidak terdapat korelasi signifikan antara

perbedaan warna cairan efusi terhadap kelompok efusi pleura ganas dan kelompok

efusi pleura eksudatif bukan kanker tersebut (p>0,05).

Berdasarkan karakteristik lokasi efusi, dari penelitian ini dijumpai efusi

pleura ganas lebih banyak yang berlokasi di paru kiri (62.5%). Hal ini hampir

sama seperti hasil penelitian Sinaga (Medan; 1988) yang menjumpai efusi pleura

ganas lebih banyak berlokasi di kiri paru (58%).25 Sedangkan lokasi efusi pada

kelompok bukan kanker masing-masing sama banyaknya di paru kanan dan kiri

(1:1). Meskipun lokasi efusi terhadap kedua kelompok penelitian belum

menunjukkan perbedaan yang bermakna, namun hal ini sesuai dengan data

epidemiologi yang telah ada sebelumnya.

Kadar glukosa <60 mg/dl dapat ditemukan pada sekitar 15-20% efusi pleura

ganas dan biasanya memiliki kadar LDH ≥200 U/L. Sedangkan sepertiga dari

efusi pleura ganas tersebut umumnya memiliki pH cairan pleura <7,3. Rendahnya

kadar glukosa dan rendahnya pH efusi tersebut diduga saling berkaitan dan

dihubungkan dengan batas besar tumor dan fibrosis pleura. Hal tersebut dijelaskan

46

Universitas Sumatera Utara


dengan adanya pleura abnormal yang mengganggu transportasi glukosa dari darah

ke cairan pleura, glukosa yang berhasil masuk selanjutnya dimetabolisme oleh

sel-sel pleura yang normal maupun oleh sel ganas untuk membentuk CO2 dan

laktat. Pleura abnormal menghambat pengeluaran hasil akhir dari metabolisme

glukosa tersebut dari rongga pleura sehingga menyebabkan asidosis cairan

pleura.1,7,19

Dari hasil yang didapatkan dari penelitian ini, pada kelompok efusi pleura

ganas diperoleh kadar glukosa <60 mg/dl sebanyak 14,28% dengan rerata nilai

glukosa 89,73 ± 29,84 mg/dl, dan sebanyak 10% diantaranya merupakan CEA

positif. Kadar LDH ≥200 U/L sebanyak 93,8% dengan rerata nilai LDH 1039 ±

760,6 U/L, dan sebanyak 90% diantaranya merupakan CEA positif. Konsentrasi

pH<7,3 didapatkan pada sepertiga kelompok efusi pleura ganas (25%) dengan

rerata nilai pH 7,5 ± 0,4 dan sebanyak 10% diantaranya merupakan CEA positif.

Tidak didapatkan adanya korelasi antara perbedaan kadar glukosa, LDH dan pH

dengan kejadian efusi pleura ganas karena kanker paru (p>0,05). Hasil ini sesuai

dengan penelitian Garcia-Pachon (Spanyol; 1997), dimana tidak dijumpai korelasi

signifikan antara peningkatan CEA cairan pleura dengan kadar glukosa dan kadar

LDH cairan pleura. 18

Proses keganasan telah dikenal berhubungan dengan meningkatnya kadar

CEA. Pada penelitian ini menggunakan batas atas nilai normal CEA pada perokok

sebagai nilai cut off CEA cairan pleura yaitu > 5 ng/ml untuk menentukan hasil
32,38-40
CEA positif dalam mendiagnosis suatu efusi pleura ganas. Rerata hasil

CEA pada kelompok efusi pleura ganas kanker paru 799,83 ± 1481,05 ng/ml.

47

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan rerata hasil CEA pada kelompok efusi pleura eksudatif bukan kanker

2,3 ± 4,2 ng/ml. Tampak bahwa efusi pleura ganas memiliki rerata nilai CEA

cairan pleura yang jauh lebih tinggi daripada efusi pleura bukan kanker. Hal ini

diketahui terjadi karena peran sel-sel ganas yang meningkatkan sintesis CEA.

Diduga bahwa penurunan drainase limfatik berhubungan dengan adanya obstruksi

limfatik akibat sel-sel ganas dan invasi pleura sehingga meningkatkan kadar CEA

cairan pleura. 5,14

Beberapa penelitian sebelumnya pada kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini

juga telah banyak menggunakan nilai cut-off >5 ng/ml. Diantaranya, Paganuzzi

dkk (Italia; 2001) dengan cut-off >5 ng/ml dan menemukan sensitivitas CEA

cairan pleura akibat keganasan sebesar 30,6% dan spesifisitas 91%.42

Sthaneshwar dkk (Malaysia; 2002) dengan cut-off 5 ng/ml menjumpai sensitivitas

64% dan spesifisitas 98% pada EPG karena kanker paru.43 Sedangkan Lee dkk

(Korea; 2005) dengan cut-off 5 ng/ml menemukan sensitivitas CEA cairan pleura

karena kanker paru sebesar 82% dan spesifisitas 94%. 4

Dari penelitian ini, dengan nilai cut-off CEA yang sama > 5 ng/ml diperoleh

hasil uji diagnostik yang tidak jauh berbeda yaitu memperoleh angka sensitivitas

62,5%, spesifisitas 93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif

71,4% dan akurasi 78,125%. Dari data ini diketahui bahwa pemeriksaan CEA

cairan pleura mempunyai nilai spesifisitas dan prediksi positif yang tinggi, serta

nilai akurasi yang tinggi sehingga dapat dijadikan sarana diagnostik pendukung

untuk membedakan efusi pleura karena proses keganasan atau bukan karena

proses keganasan.

48

Universitas Sumatera Utara


Menurut penelitian Garcia-Pachon dkk (Spanyol; 1997), walaupun

meningkatnya kadar CEA cairan pleura sugestif untuk suatu proses keganasan

namun kadar CEA cairan pleura juga dapat meningkat pada 9% pleuritis bukan

kanker, terutama pada efusi parapneumonia complicated dan empiema.18

Demikian halnya pada penelitian ini dijumpai kadar CEA cairan pleura meningkat

pada 6,3% efusi pleura bukan kanker yaitu pada efusi parapneumonia

complicated. Mekanisme yang menyebabkan meningkatnya kadar CEA cairan

pleura pada efusi akibat proses infeksi belum sepenuhnya diketahui. Garcia-

Pachon menyatakan tidak menemukan korelasi signifikan antara kadar CEA


18
cairan pleura terhadap jumlah sel leukosit pada cairan pleura. Sedangkan

menurut Vladutiu dkk, enzim bakteri dapat mengubah petanda protein di cairan,

tetapi kemungkinan hal ini tidak dapat menjelaskan ditemukannya kadar CEA

cairan pleura yang meningkat pada efusi parapneumonia complicated dengan hasil

kultur bakteri negatif. 35

Hasil CEA positif pada kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru

didapatkan sebanyak 62,5% dengan 40% diantaranya berupa adenokarsinoma dan

60% skuamous sel karsinoma. Dari hasil uji statistik tidak terdapat adanya

korelasi signifikan dari perbedaan hasil CEA cairan pleura terhadap jenis sel

adenokarsinoma dan skuamous sel karsinoma (p>0,05).

Pada penelitian ini hasil CEA positif lebih banyak didapatkan pada efusi

pleura ganas yang masif (72,7%) dan bersifat hemorhagik (60%). Meskipun

perbedaan luas efusi dan warna efusi tersebut terhadap peningkatan kadar CEA

cairan pleura tidak menunjukkan korelasi yang signifikan (p>0,05).

49

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil perbandingan besar kadar CEA cairan pleura terhadap kelompok

efusi pleura ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok efusi pleura

eksudatif bukan kanker berdasarkan analisa uji statistik didapatkan perbedaan

yang bermakna. Dengan demikian CEA cairan pleura dapat digunakan sebagai

salah satu penunjang diagnostik non-invasif untuk membedakan suatu efusi pleura

ganas karena kanker paru dengan efusi pleura bukan kanker. Tentunya penderita-

penderita efusi pleura sugestif karena proses keganasan yang dipertimbangkan

untuk menjalani pemeriksaan tindakan invasif akan berlangsung lebih selektif.

50

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa uji statistik pemeriksaan CEA cairan pleura

terhadap kelompok efusi pleura ganas karena kanker paru dan terhadap kelompok

efusi pleura eksudatif bukan kanker mendapatkan perbedaan yang bermakna.

Pemeriksaan CEA cairan pleura dapat mendukung dan meningkatkan nilai

diagnosis pemeriksaan sitologi dalam mendiagnosis suatu efusi pleura ganas

karena kanker paru. Pemeriksaan CEA cairan pleura juga akan membuat

pemeriksaan diagnostik dengan tindakan invasif berlangsung lebih selektif.

Pada penelitian ini, dengan berdasarkan pada peninggian kadar CEA cairan

pleura diatas nilai normal > 5 ng/ml (sebagai cutt-off) diperoleh angka sensitivitas

62,5%, spesifisitas 93,8%, nilai prediksi positif 90,9%, nilai prediksi negatif

71,4% dan akurasi 78,125%.

Pemeriksaan CEA cairan pleura mempunyai nilai spesifisitas, nilai prediksi

positif dan nilai akurasi yang tinggi sehingga dengan demikian CEA cairan pleura

dapat dijadikan sarana diagnostik pendukung untuk membedakan efusi pleura

karena proses keganasan atau bukan keganasan.

5.2. Saran

a. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang perbandingan CEA cairan

pleura pada efusi pleura ganas karena kanker paru dengan kanker lainnya.

51

Universitas Sumatera Utara


b. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang perbandingan CEA cairan

pleura dengan petanda tumor lainnya dalam diagnosis efusi pleura ganas

karena kanker paru.

c. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya tentang perbandingan CEA cairan

pleura dengan biopsi pleura dalam diagnosis efusi pleura ganas karena

kanker paru.

52

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions.


Am J Respir Crit Care Med 2000;162:1987-2001.

2. Antony VB, Loddenkemper R, Astoul P, Boutin C, Goldstraw P, Hott J,


Rodriguez-Panadero F, Sahn SA. Management of malignant pleural
effusions. Eur Respir J 2001;18:402-419.

3. Marel M, Stastny B, Melinova L, Svandova E, Light RW. Diagnosis of


pleural effusions: experience with clinical studies, 1986 to 1990. Chest
1995;107:1598-1603.

4. Lee JH, Chang JH. Diagnostic utility of serum and pleural fluid
carcinoembryonic antigen, neuron-specific enolase, and cytokeratin 19
fragments in patients with effusions from primary lung cancer. Chest
2005;128:2298-2303.

5. Pasaoglu G, Zamani A, Can G, Imecik O. Diagnostic value of CEA, CA


19-9, CA 125 and CA 15-3 levels in malignant pleural fluids. Eur J Gen
Med 2007;4(4):165-171.

6. Heffner JE, Klein JS. Recent advances in the diagnosis and management
of malignant pleural effusions. Mayo Clin Proc. 2008;83(2):235-250.

7. Sahn SA. Malignant pleural effusions. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman
JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI, editors. Fishman’s pulmonary
diseases and disorders. 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc;
2008:1505-1515.

8. Haas AR, Sterman DH, Musani AI. Malignant pleural effusions:


management options with consideration of coding, billing, and a decision
approach. Chest 2007;132:1036-1041.

9. Irawan A, Maranatha D. Peran CEA cairan pleura dalam diagnosis efusi


pleura ganas kanker paru. J Respir Indo 2002;22:11-15.

10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia – Perhimpunan Onkologi Indonesia.


Dalam: Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S,
Sutandio N, eds. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman
nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. Jakarta:
Indah Offset Citra Grafika; 2005:19-21.

11. Riantawan P, Sangsayan P, Bangpattanasiri K, Rojanaraweewong P.


Limited additive value of pleural fluid carcinoembryonic antigen level in
malignant pleural effusion. Respiration 2000;67:24-29.

53

Universitas Sumatera Utara


12. Salyer WR, Eggleston JC, Erozan YS. Efficacy of pleural needle biopsy
and pleural fluid cytopathology in the diagnosis of malignant neoplasm
involving the pleura. Chest 1975;67:536-539.

13. Antunes G., Neville E., Duffy J., Ali N., Pleural Diseases Group,
Standards of Care Committee, British Thoracic Society. BTS guidelines
for the Management of malignant pleural effusions. Thorax 2003;58.Suppl
2:ii29–38.

14. McKenna JM, Chandrasekhar AJ, Henkin RE. Diagnostic value of


carcinoembryonic antigen in exudative pleural effusions. Chest
1980;78:587-590.

15. Porcel JM, Vives M, Esquerda A, Salud A, Perez B, Rodriguez Panadero-


F. Use of a panel of tumor markers (carcinoembryonic antigen, cancer
antigen 125, carbohydrate antigen 15-3, and cytokeratin 19 fragments) in
pleural fluid for the differential diagnosis of benign and malignant
effusions. Chest 2004; 126:1757-1763.

16. Romero S, Fernandez C, Arriero JM, et al. CEA, CA 15-3 and CYFRA
21-1 in serum and pleural fluid of patients with pleural effusions. Eur
Respir J 1996;9:17-23.

17. Shi H, Liang Q, Jiang J, Qin X, Yang H. Diagnostic value of


carcinoembryonic antigen in malignant pleural effusion: a meta-analysis.
Respirology 2008;13:518-527.

18. Garcia-Pachon E, Padilla-Navas I, Dosda D, Miralles-Llopis A. Elevated


level of carcinoembryonic antigen in nonmalignant pleural effusions.
Chest 1997;111:643-647.

19. Light RW. Pleural effusions related to metastatic malignancies. In: Pleural
disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007;10:133-161.

20. Pakki TR. Efusi pleura ganas. In: Kosasih A, Susanto AD, Pakki TR, eds.
Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari-
hari. Jakarta: Sagung Seto; 2008:55-67.

21. Sahn SA. Pleural diseases related to metastatic malignancies. Eur Respir J
1997;10:1907-1913.

22. Syahruddin E, Hudoyo A, Arief N. Efusi pleura ganas pada kanker paru. J
Respir Indo 2009;29(4):196-201.

23. Heffner JE. Diagnosis and management of malignant pleural effusions.


Respirology 2008;13:5-20.

54

Universitas Sumatera Utara


24. Alsagaff H, Mukty HA, eds. Penyakit pleura. In: Dasar-dasar ilmu
penyakit paru. Airlangga University Press; 2005:3:144.

25. Sinaga J. Efusi pleura eksudatif di poliklinik BP-4 pusat


Medan/FKUSU/UPF Paru RS Dr.Pirngadi Medan [tesis]. Medan:
Program Pendidikan Dokter Spesialis I.Penyakit Paru FKUSU, 1988.

26. Ang P, Tan EH, Leong SS, Koh L, Eng P, Agastan P, et al. Primary
intrathoracic malignant effusion. Chest 2002;120:50-54.

27. Porta R, Crowley J, Goldstraw P. The revised TNM staging system for
lung cancer. Ann Thorac Cardiovasc Surg 2009;15:4-9.

28. Light RW. Anatomy of the pleura. In: Pleural disease. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007:1:1-6.

29. Broaddus VC, Light RW. Disorders of the pleura. In: Mason RJ, Murray
JF, Broaddus VC, Nadel JA. Textbook of respiratory medicine. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2000: 68:1913-1951.

30. Light RW. Clinical manifestations and useful tests. In: Pleural disease. 5th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007: 7:75-77.

31. Light RW. Diagnostic principles in pleural disease. Eur Respir J


1997;10:47-81.

32. Figueiras-Junior RD. Oncology: Tumor markers. Available from:


http://www.medstudents.com.br/onco/onco1.html Updated November
2009.

33. Sharma S. Tumor markers in clinical practice: General principles and


guidelines. Indian J Med Paediatr Oncol 2009;30:1-8.

34. Hansen M, Pedersen AG. Tumor markers in patients with lung cancer.
Chest 1986;89:219S-224S.

35. Vladutiu AO, Brason FW, Adler RH. Differential diagnosis of pleural
effusions – Clinical usefulness of cell marker quantitation. Chest
1981;79:297-301.

36. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi tumor. In: Imunologi dasar.


8th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009:16:451-457.

37. Wikimedia foundation. Carcinoembryonic antigen. Available from:


http://en.wikipedia.org/wiki/Carcinoembryonic_antigen. Updated
December 2009.

55

Universitas Sumatera Utara


38. Moses S. Carcinoembryonic antigenaka: CEA. Available from:
http://www.fpnotebook.com/GI/Lab/CrcnmbryncAntgn.html Updated
October 2008.

39. Allina Health System. Carcinoembryonic antigen measurement, pleural


fluid. Available from:
http://www.medformation.org/CCS/doc/Consumer_Lab/49/150223.htm
Updated 5 April 2009.

40. Bunn PA. Tumor markers. In: Cecil textbook of medicine. 19th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1992:1034-1037.

41. Wick MR. Pathology: cytology. In: Light RW, Lee YG, eds. Textbook of
pleural diseases. 2nd ed. London: Hodder & Stoughton Ltd; 2008:23:301-
304.

42. Paganuzzi M, Onetto M, Marroni P, Filiberti R, Tassara E, Parodi S,


Felletti R. Diagnostic value of CYFRA 21-1 tumor marker and CEA in
pleural effusion due to mesothelioma. Chest 2001; 119:1138-1142.

43. Sthaneswar P, Yap SF, Jayaram G. The diagnostic usefulness of tumour


markers CEA and CA-125 in pleural effusion. Malaysian J Pathol
2002;24(1):53-58.

44. Light RW. Thoracentesis (diagnostic and therapeutic) and pleural biopsy.
In: Pleural disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007:28:376-392.

45. Abbott AxSYM system. Tumor markers CEA. Japan: Abbott Laboratories
2004.

46. Bales CE. Laboratory techniques. In: Koss LG, Melamed MR, eds. Koss’
diagnostic cytology and its histopathologic bases. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2006:44:1570-1634.

47. Sugito, Soeroso LS, Parhusip RS, Amir Z, Rusyda. Efusi pleura masif.
Edisi Khusus No.80. Cermin Dunia Kedokteran; 1992:95-97.

56

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2 : Penjelasan Mengenai Penelitian

PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN:

“SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA CAIRAN PLEURA


DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS

KARENA KANKER PARU”

Bapak/Ibu/Saudara/I Yth,

Saya yang bernama : dr. Sri Rezeki Arbaningsih

Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran USU di RS H.Adam Malik Medan,

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:

“SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN CEA CAIRAN PLEURA


DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS KARENA KANKER PARU”

Bapak/Ibu/Saudara/I Yth.

Penelitian ini menyangkut upaya pemeriksaan diagnostik untuk menegakkan diagnosa


penyebab penyakit efusi pleura yang diderita pasien. Hal yang menjadi perhatian adalah
apakah efusi pleura tersebut sebenarnya terjadi karena kanker paru atau memang bukan
karena kanker paru dengan melihat kadar CEA (carcinoembryonic antigen) yaitu suatu
antigen tumor yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium dari sampel cairan
pleura pasien.

Pada penelitian ini, biaya ditanggung sepenuhnya oleh peneliti.

Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian akan diambil sebagai sukarelawan penelitian ini,


berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. Adapun tujuan penelitian ini

Universitas Sumatera Utara


adalah untuk untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CEA cairan
pleura dalam menentukan suatu efusi pleura ganas karena kanker paru.

Manfaat penelitian ini adalah supaya pemeriksaan CEA cairan pleura dapat dijadikan salah
satu sarana penunjang diagnostik yang non-invasif, sehingga diharapkan akan semakin
banyak kasus efusi pleura ganas dapat dideteksi tanpa harus menjalani prosedur
pemeriksaan yang menggunakan tindakan invasif yang sering menemui kendala untuk
dilakukan pada pasien.

Caranya adalah dilakukan penelitian uji diagnostik terhadap cairan efusi pleura dari pasien
efusi pleura karena kanker paru dan pasien efusi pleura bukan kanker. Bahan pemeriksaan
berupa 30 cc cairan pleura yang diambil melalui tindakan penyedotan sederhana (simpel
aspirasi). Selanjutnya bahan cairan pleura tersebut diperiksakan ke laboratorium untuk
mengetahui berapa nilai konsentrasi CEA-nya.

Bapak/Ibu/Saudara/I Yth.

Untuk lebih jelasnya, pada saat turut serta sebagai sukarelawan pada penelitian ini.
Bapak/Ibu/Saudara/I yang menjadi sukarelawan akan menjalani prosedur penelitian
sebagai berikut:

1. Pasien dalam posisi duduk, dengan bahu tegak dan lengan diangkat ke atas
ataupun diletakkan diatas bantal.
2. Diberikan suntikan atropin sulfas 0,5-1 mg di bawah kulit lengan, minimal 5
menit sebelum tindakan penyedotan cairan pleura dilakukan agar pasien merasa
lebih nyaman.
3. Menandai lokasi dinding dada pasien yang akan dievakuasi berdasarkan
pemeriksaan fisik diagnostik dan foto toraks. Kemudian mensterilisasi daerah
lokasi dinding dada tersebut dengan betadin (povidone-iodine) cair dan alkohol
70%, kemudian dibatasi oleh kain steril.
4. Disuntikkan anestesi (bius) lokal lidocain HCL 40 mg dengan jarum suntik
ukuran 30 cc, dan sesudahnya melalui jarum suntik tersebut langsung dilakukan
penyedotan cairan pleura. Tindakan tersebut diulangi hingga terkumpul cairan
pleura sebanyak 30 cc dan kemudian terbagi dalam 3 wadah spuit steril berbeda.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi
Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian. Namun bila terjadi hal yang tidak diinginkan selama
penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian

Universitas Sumatera Utara


ini, Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian dapat menghubungi dr. Sri Rezeki Arbaningsih
(Telp.061-77499788). Selain dari itu penelitian ini juga diawasi konsultan-konsultan di
bagian pulmonologi, sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan peneliti dapat
berkonsultasi dalam hal penanganan kejadian tadi.

Kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/I sangat diharapkan untuk berpartisipasi dalam penelitian


ini (± 20 menit). Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap
saat dapat ditanyakan kepada peneliti: dr. Sri Rezeki Arbaningsih.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan


Bapak/Ibu/Saudara/I yang telah terpilih sebagai sukarelawan pada penelitian ini, dapat
mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.

Sebelum dan sesudahnya saya sebagai peneliti mengucapkan banyak terimakasih atas
kesediaannya menjadi sukarelawan pada penelitian ini.

Medan, ...................... 2010

Peneliti

(dr. Sri Rezeki Arbaningsih)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 : Formulir Persetujuan Kesediaan sebagai Subjek Penelitian

PERSETUJUAN KESEDIAAN SEBAGAI SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama : ....................................................................................
Umur / Kelamin : ....................tahun ; Laki-laki / Perempuan
Alamat : ....................................................................................
dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan :

PERSETUJUAN
Untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa CEA (karsinoembrionik
antigen) terhadap cairan pleura yang diperoleh.
Terhadap diri saya sendiri */Istri /Suami /Anak /Ayah /Ibu saya, dengan

Nama : ....................................................................................
Umur / Kelamin : ....................tahun ; Laki-laki / Perempuan
Alamat : ....................................................................................

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan laboratorium tersebut di atas, serta
resiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter peneliti
secara lengkap dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan.

Medan, ............................ 2010

Dokter peneliti, Yang membuat pernyataan

(dr.Sri Rezeki Arbaningsih) (.........................................)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4 : Status Pemeriksaan

STATUS PEMERIKSAAN :

PENELITIAN : SENSITIVITAS DAN SPESIFISITAS PEMERIKSAAN


CEA CAIRAN PLEURA DALAM DIAGNOSIS EFUSI PLEURA GANAS
KARENA KANKER PARU

Rumah Sakit : .............................. No. RM : ..................


Tanggal : ...................... 2010

Nama Pasien : ............................................ Umur : ............. thn


Alamat : ......................................................
Jenis kelamin : L / P TB / BB : ........ cm / ....... kg
Pekerjaan : .................................................

Sesak napas : ...............................................................................................


Nyeri dada : ...............................................................................................
Batuk : ...............................................................................................
Batuk darah : ...............................................................................................
Demam : ...............................................................................................

Riwayat Merokok : tidak pernah/ ............ tahun, ................. batang/hari,


jenis ............... (jika sudah berhenti : ......... bulan/ thn)
Riwayat terpapar pestisida : .............. thn; pemakaian masker : (ya/ tidak)
Riwayat keluarga tumor : tidak ada / ada (yakni tumor .....................)

Status Presens: Sensorium: .............. TD: ........ /........ mmHg;


HR: ....... x/menit; RR: ............... x/menit; Temperatur: ............... OC

Fisik Diagnostik :
Kepala : ...............................................................................................
Leher : ...............................................................................................

Universitas Sumatera Utara


Toraks : Inspeksi: ................................................................................
Palpasi : ................................................................................
Perkusi : ...................................................................................
Auskultasi : SP. .............................................................................
ST. ............................................................................
Abdomen : H/L/R : ................................
Ekstremitas : sup : clubbing finger: ................. ; edem: ...............................
Inf : clubbing finger: ................. ; edem pretibia: ..................

Hasil Lab. tgl ............. 2010 : Lekosit : ................ mm3 ; Hb : ........../mm3

Foto toraks (Tgl: .................. 2010) Kesan :

- Hasil analisa cairan EPG : Tgl .............................2010


Warna
LDH U/L
Protein g/dL
Jumlah Sel /mm3
Glukosa mg/dL
pH
PMN %
MN %

Kesan : ...........................

Universitas Sumatera Utara


- CT.Scan Toraks : Tgl ................. 2010
..........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
Kesan .........................................................................................................
.........................................................................................................

- Hasil Sitologi FNAB kelenjar .................................. : Tgl ................. 2010


kesimpulan : ...............................................................................................
...............................................................................................

- Hasil Sitologi Cairan Pleura : Tgl ................. 2010


kesimpulan : ...............................................................................................
...............................................................................................

- Hasil Sitologi Bilasan bronkus (BAL) : Tgl ................. 2010


kesimpulan : ...............................................................................................
...............................................................................................

- Hasil Sitologi Sikatan bronkus (Brushing): Tgl ................. 2010


kesimpulan : ...............................................................................................
...............................................................................................

- Hasil Pemeriksaan Lainnya : (Jika ada / tanggal)


BTA DS 3x sputum : .....................................................................................
Mikrobiologi sputum : ....................................................................................
BTA cairan pleura : ....................................................................................
Mikrobiologi cairan pleura : ...........................................................................

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5 : Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama : dr. Sri Rezeki Arbaningsih

Tempat/ tanggal lahir : Sigli, 15 Maret 1979

Agama : Islam

Status : Belum menikah

Pekerjaan : Peserta PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di

FKUSU/ RS.H.Adam Malik Medan

Alamat : Jl. Cengkeh Raya No.32 P.Simalingkar Medan, 20141

PENDIDIKAN :

1. SD NEGERI 060942 Medan Ijazah tahun 1991

2. SMP NEGERI 9 Medan Ijazah tahun 1994

3. SMA NEGERI 1 Medan Ijazah tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran USU Medan Ijazah tahun 2003

5. Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi FKUSU Januari 2006 s/d sekarang

KEANGGOTAAN :

1. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sejak tahun 2003 s/d sekarang

2. Anggota muda Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sejak tahun 2006

s/d sekarang

Universitas Sumatera Utara


PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI

1. Workshop Basic of Interventional Bronchoscopy Padang 2009.

2. Workshop Basic Course on Mechanical Ventilation Medan 2007.

PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

1. Peserta Medan Respiratory Care Meeting Annually (MERCY) di Medan 2010.

2. Peserta Kongres Nasional XI PDPI di Bandung tahun 2008.

3. Presentasi Poster Ilmiah pada Kongres Nasional XI PDPI di Bandung tahun

2008.

TUGAS PENDIDIKAN PPDS

Selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Departemen

Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUSU telah menyelesaikan tugas:

1. Sari Pustaka : 6 buah

2. Laporan Kasus : 5 buah

3. Journal reading : 12 buah

4. Karya ilmiah tingkat nasional : 1 buah

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6 : Rekapitulasi Data Induk

REKAPITULASI DATA INDUK

Umur Jenis sel kanker / Warna CEA Glukosa Protein LDH Lokasi Luas
No ID L/P pH
(tahun) Diagnosa cairan (ng/ml) (mg/dl) (g/dl) (U/L) efusi efusi
1 SG P 49 Skuamous sel karsinoma serous > 5000 89 5,3 856 8 Kiri Masif
2 MS L 57 Skuamous sel karsinoma serous 18,9 110 3,9 782 8 Kanan Moderat
3 LS P 41 Skuamous sel karsinoma serous 35,2 111 4,6 286 8 Kiri Masif
4 CG L 57 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 22,9 63 3,4 903 7,5 Kiri Masif
5 NS P 55 Adenokarsinoma hemorhagik 1666 38 5,8 1940 7,5 Kanan Moderat
6 MH L 57 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 2080 85 4,5 286 8 Kiri Masif
7 MR P 41 Adenokarsinoma serous 3290 146,2 4,82 1463 7,5 Kiri Masif
8 AW L 53 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 2,3 99 5 2242 7 Kanan Moderat
9 AY P 43 Adenokarsinoma serous 3,4 99 4,1 1853 7,5 Kiri Moderat
10 LG L 57 Adenokarsinoma hemorhagik 369,7 70 5,2 2055 7,5 Kiri Masif
11 EA L 63 Adenokarsinoma serous 1,1 57 3,55 585 7 Kanan Moderat
12 NT P 65 Adenokarsinoma hemorhagik 268,9 68 4,19 476 7,5 Kiri Masif
13 MW L 42 Adenokarsinoma hemorhagik 1,7 104 3,81 2030 8 Kanan Masif
14 AM L 61 Adenokarsinoma hemorhagik 2,7 69 3,52 528 7 Kiri Masif
15 UH L 61 Skuamous sel karsinoma hemorhagik 33,6 84 3,3 178,8 7 Kanan Masif
16 TL P 47 Adenokarsinoma hemorhagik 0,9 144 6,3 262 8 Kiri Masif

Universitas Sumatera Utara


Umur Jenis sel kanker / Warna CEA Glukosa Protein LDH Lokasi Luas
No ID L/P pH
(tahun) Diagnosa cairan (ng/ml) (mg/dl) (g/dl) (U/L) efusi efusi
17 HS P 39 Tuberkulosis paru serous 2,4 108 3,1 207 8 Kanan Moderat
18 SJ L 55 Pneumonia hemorhagik 0,6 88 4,5 392 8 Kanan Masif
19 MA L 17 Tuberkulosis paru serous 0,6 14 3,6 532 7,5 Kiri Moderat
20 ZF L 24 Tuberkulosis paru serous 0,5 84 3,9 175 8 Kanan Moderat
21 NE P 36 Tuberkulosis paru serous 0,8 43 5,1 540 7,5 Kiri Moderat
22 RG L 41 Pneumonia hemorhagik 17,7 99 3,8 650 7 Kiri Moderat
23 ST L 34 Tuberkulosis paru serous 0,7 110 3,5 1560 7,5 Kanan Masif
24 SS L 34 Pneumonia serous 0,8 121 3,4 338 8 Kiri Moderat
25 DW P 55 Tuberkulosis paru serous 1 302 3,53 171 7,8 Kiri Moderat
26 TB L 25 Tuberkulosis paru serous 1,7 57 5,84 634 8 Kiri Moderat
27 MS L 59 Pneumonia serous 5,1 112 4,1 566 7 Kanan Moderat
28 PT L 65 Tuberkulosis paru serous 1,7 20 5,6 1419 7,5 Kanan Masif
29 RS P 44 Tuberkulosis paru serous 0,4 61 5,5 1136 7 Kanan Masif
30 TK L 48 Pneumonia hemorhagik 2,2 66,2 5,38 1098 7,5 Kanan Masif
31 TS P 65 Tuberkulosis paru serous 1,1 108 4,7 314 7 Kiri Moderat
32 ST L 26 Pneumonia hemorhagik 0,3 112 3,4 1452 7,5 Kiri Masif

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai