Anda di halaman 1dari 94

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN

AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN


PENINGKATAN TEKANAN DARAH
(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang
PT. PP. Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

Tesis

Oleh:

WIJAYA JUWARNA

NIM 097109009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA
LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN
AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN
PENINGKATAN TEKANAN DARAH
(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang
PT. PP. Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk
Mencapai Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher

Oleh:

WIJAYA JUWARNA

NIM 097109009

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Medan, 6 Oktober 2014

Tesis dengan judul

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN


PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS
KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH
(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang
PT. PP. Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL(K)


NIP. 140202219

Anggota

Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL


NIP. 19790620 200212 2 003

Diketahui oleh

Ketua Departemen Ketua Program Studi

Prof.Dr.dr.Abd. Rachman S, Sp.THT-KL(K) Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL
NIP: 19471130 198003 1 002 NIP: 19790620 200212 2 003

Dekan Fakultas Kedokteran USU Ketua TKP-PPDS

Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P(K)
NIP: 19540220 198011 1 001 NIP: 19540620 198011 1 001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah sebagai ungkapan syukur


kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya saya dapat
menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan untuk memperoleh gelar Spesialis dalam bidang Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Saya menyadari
penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun
bahasannya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat
menambah perbendaharaan penelitian dengan judul Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran Akibat Bising dan
Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan Tekanan Darah
(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP.
Lonsum Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara).

Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan


tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

dr. H. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K) atas kesediaannya sebagai


ketua pembimbing penelitian ini dan Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna,
Sp.THT-KL. Di tengah kesibukan mereka, dengan penuh perhatian dan
kesabaran, telah banyak memberi bantuan, bimbingan, saran dan
pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan
tulisan ini.

Rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Juliandi


Harahap, M.A. sebagai pembimbing ahli yang banyak memberi bantuan,
bimbingan dan masukan dalam bidang metodelogi penelitian dan statistik.

Universitas Sumatera Utara


Dengan telah berakhirnya masa pendidikan spesialis saya, pada
kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.
dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K), DTM&H yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), atas kesempatan
yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Yang terhormat Bapak Pimpinan PT.PP.Lonsum, yang telah


mengizinkan dan memberi kesempatan peneliti untuk mengambil data di
PKS Begerpang.

Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok dan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran USU Prof. Dr.
dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K) dan Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, Dr. dr Tengku Siti Hajar
Haryuna Sp.THT-KL, Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan THT-KL
Fakultas Kedokteran USU sebelumnya Prof. dr. Askaroellah Aboet,
Sp.THT-KL (K) yang telah memberikan izin, kesempatan dan ilmu kepada
saya dalam mengikuti Program Program Pendidikan Dokter Spesialis
THT-KL sampai selesai.

Yang terhormat Guru-guru saya dijajaran Departemen THT-KL


Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi
Lutan, Sp.THT-KL(K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL (K), Prof. dr.
Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr. Abdul Rachman Saragih,

ii

Universitas Sumatera Utara


Sp.THT-KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, SpTHT-KL(K), dr. Mangain
Hasibuan, SpTHT-KL, dr. T.Sofia Hanum, Sp.THT-KL(K), Prof. Dr. dr.
Delfitri Munir, SpTHT-KL(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.THT-KL, dr. Ida
Sjailandrawati Hrp, SpTHT-KL, dr. H. Adlin Adnan, Sp.THT-KL (K), dr.
Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina
Y.M. Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry Agustaf Asroel, M.Ked. (ORL-HNS),
Sp.THT-KL, dr. Farhat, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.THT-KL(K), Dr. dr. Tengku
Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr. Asri
Yudhistira, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.THT-KL, dr. Devira Zahara, M.Ked.
(ORL-HNS), SpTHT-KL, dr. H.R. Yusa Herwanto, M.Ked. (ORL-HNS),
SpTHT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, SpTHT-KL, dr. Ferryan Sofyan,
M.Kes, SpTHT-KL, dan dr. Ramlan Sitompul, Sp.THT-KL.Terima kasih
atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL


Fakultas Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun
kerjasamanya selama masa pendidikan.

Yang mulia dan tercinta Ayahanda Muhammad Taufiq dan


Almarhumah Ibunda Hidayati, ananda sampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas
kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak
dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik
serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang
kokoh dalam menghadapi kehidupan ini, dengan memanjatkan doa
kehadirat Allah SWT, Ya Allah ampuni dosa kami dan dosa kedua orang
tua kami, serta kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami
sejak kecil.

Kepada istriku tercinta dr. Rizki Luly Ya Fatwa Pulungan serta buah
hati kami yang amat tersayang Zaidan Azzikra Juwarna dan Alya Azzahra
Juwarna, tiada kata yang lebih indah yang dapat ayah ucapkan selain

iii

Universitas Sumatera Utara


ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan tiada tara,
cinta dan kasih sayang, kesabaran, ketabahan, pengertian dan dorongan
semangat yang tiada henti-hentinya dan doa kepada ayah sehingga
dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia
ini.
Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada Buya
Prof. dr. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK beserta istri, Kakanda dr. Syahmirsya
Warli, Sp.U beserta istri, Dr. dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG (K) beserta
istri, dr. Edy Ardiansyah, Sp.OG (K) beserta istri, adinda dr. Ade Rahmaini,
M.Ked, Sp.P, dr. Ery Suhaimi, SH, dr. Perdana Sihite dan dr. Novrianta
Sukatendel yang telah memberikan dukungan selama penulis menjalani
pendidikan.
Kepada seluruh keluarga, kerabat dan handai taulan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan terima kasih atas
limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan
serta doa kepada penulis.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas


segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini,
semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya
selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat
ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Amin.

Medan, Juli 2014


Penulis

Wijaya Juwarna

iv

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN
PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS
KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH
(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang
PT.PP.Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

ABSTRAK

Pendahuluan: Bising dapat membawa dampak yang besar bagi


kesehatan. Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-
sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian. Kebisingan dapat
juga menyebabkan keluhan non-pendengaran seperti peningkatan
tekanan darah.

Tujuan: Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya


gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) dan menjelaskan hubungan
antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada
karyawan PKS PT.PP. Lonsum di Begerpang Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong


lintang. Data diperoleh melalui proses wawancara, pengukuran dan
pemeriksaan yang tercatat di status penelitian. Analisis data dilakukan
secara univariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan
bivariat dengan uji statistik Chi-square.

Hasil Penelitian: Intensitas kebisingan pada bagian proses dan non-


proses besarnya antara 60-94,5 dB. Hasil pemeriksaan audiometri
terhadap 60 orang karyawan yang memenuhi kriteria inklusi mendapatkan
21 orang (35%) menderita gangguan pendengaran akibat bising. Terdapat
hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja, intensitas kebisingan,
dan pemakaian APD pendengaran dengan terjadinya GPAB. Terdapat
juga hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan
darah sistolik (p=0,001; RP=4) dan tekanan darah diastolik (p=0,001;
RP= 12,8).

Kata Kunci: GPAB, intensitas kebisingan, peningkatan tekanan darah,


karyawan, pabrik kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


FACTOR RELATED OF SENSORY NEURAL HEARING LOSS AND
RELATIONSHIP BETWEEN NOISE INTENSITY AND THE RAISING OF
BLOOD PRESSURE
(Study on Begerpang Palm Oil Factory Workers of PT. PP. Lonsum in
Deli Serdang District of North Sumatera)

ABSTRACT

Introduction: Noise has numerous health effects. Overexposure to


intense sound can cause hair cells damage and finally hearing loss. Noise
can also cause non-auditory effects such as the raising of blood pressure.

Purpose: To determine factors that related to NIHL and explain


relationship between noise intensity and the raising of blood pressure in
begerpang palm oil factory workers of PT. PP. Lonsum in Deli Serdang
District of North Sumatera.

Method: The study design is descriptive with cross sectional study


approach. Data collection was done through interviews, measurement,
and examination that noted in study record. Data was analyzed using
univariate analysis with frequencies distribution table and bivariate by Chi-
square.

Result: The study found that the noise intensity was 60-94,5 dB. The
audiometry examination of 60 workers showed 21 (35%) with noise
induced hearing loss. There was a significant relation between the
increase of age, work period, noise intensity, and using self protector with
noise induced hearing loss incidence. There was significant relation
between noise intensity with the raising of sistolic blood pressure
(p=0,001; RP=4) and diastolic blood pressure (p=0,001; RP= 12,8).

Key Words: Noise induced hearing loss, noise intensity, the raising of
blood pressure, worker, palm oil factory

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................... i
ABSTRAK.......................................................................................... v
ABSTRACT....................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR........................................................................... x
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah........................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Dalam.................................................... 6
2.2 Fisiologi Pendengaran...................................................... 7
2.3 Gangguan Pendengaran Akibat Bising............................ 8
2.4 Bising................................................................................ 10
2.5 Patogenesis dan Histopatologi......................................... 11
2.6 Gejala............................................................................... 14
2.7 Pengaruh Paparan Bising................................................. 15
2.8 Diagnosis.......................................................................... 19
2.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan.................................. 21
2.10 Kerangka Teori................................................................. 22
2.11 Kerangka Konsep............................................................. 22
BAB 3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian....................................................... 23
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................ 23
3.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Besar Sampel.............. 23

vii

Universitas Sumatera Utara


3.4 Variabel Penelitian........................................................... 25
3.5 Definisi Operasional.......................................................... 25
3.6 Bahan dan Alat Penelitian................................................ 26
3.7 Cara Kerja......................................................................... 27
3.8 Analisis Data..................................................................... 27
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Analisis Univariat..................................................... 30
4.1.1 Karakteristik responden.................................................... 30
4.1.2 Kebisingan lingkungan kerja............................................. 32
4.1.3 Hasil pengukuran audiometri............................................ 33
4.1.4 Keluhan tinitus.................................................................. 34
4.1.5 Pemakaian alat pelindung pendengaran.......................... 34
4.2 Hasil Analisis Bivariat....................................................... 34
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Analisis Univariat.............................................................. 43
5.2 Analisis Bivariat................................................................ 47
5.2.1 Hubungan usia dengan GPAB......................................... 47
5.2.2 Hubungan masa kerja dengan GPAB.............................. 48
5.2.3 Hubungan intensitas kebisingan dengan GPAB............... 49
5.2.4 Hubungan APD pendengaran dengan GPAB................... 50
5.2.5 Hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan
tekanan darah................................................................... 51
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan....................................................................... 54
6.2 Saran................................................................................ 54
KEPUSTAKAAN............................................................................... 56
LAMPIRAN........................................................................................ 61

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Intensitas Bunyi dan Waktu Paparan.................. 11
Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah.................................. 18
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden..................... 31
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
berdasarkan Intensitas Bising............................ 32
Tabel 4.3. Distribusi Gangguan Pendengaran Akibat
Bising................................................................. 33
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
berdasarkan Keluhan Tinitus.............................. 34
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
berdasarkan Pemakaian APD............................. 34
Tabel 4.6. Hubungan Usia terhadap Terjadinya GPAB....... 35
Tabel 4.7. Hubungan Masa Kerja terhadap Terjadinya
GPAB.................................................................. 36
Tabel 4.8. Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap
Terjadinya GPAB................................................ 37
Tabel 4.9. Hubungan APD Pendengaran dengan GPAB.... 38
Tabel 4.10. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan
Peningkatan Tekanan Darah Sistolik.................. 39
Tabel 4.11. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan
Peningkatan Tekanan Darah Diastolik................ 41

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Kerusakan Alat Korti karena Paparan Bising........ 12
Gambar 2.2. Kerusakan Minimal pada Sel-sel Rambut Luar..... 13
Gambar 2.3. Kerusakan Sel-sel Rambut Luar yang Luas dan
Minimal pada Sel-sel Rambut Dalam.................... 13
Gambar 2.4. Telinga dan Daerah Koklea yang Paling Sering
Mengalami Kerusakan Akibat Paparan Bising...... 14
Gambar 2.5. Audiogram GPAB.................................................. 20
Gambar 4.1. Hasil Pemeriksaan Audiometri yang
Menunjukkan GPAB.............................................. 33

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

APD : Alat Pelindung Diri


ASHA : American Speech Language Hearing Association
CPO : Crude Palm Oil
dB : Decibel
GPAB : Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Hz : Hertz
HLPP : Hearing Loss Preservation Program
HSA : Health and Safety Authority
ISO : International Standart Organization
JNC : Joint National Committee
KEPMEN : Keputusan Menteri
NAB : Nilai Ambang Batas
NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health
OSHA : Occupational Health and Safety Administration
PK : Palm Kernel
PKS : Pabrik Kelapa Sawit
PT : Perguruan Tinggi
RP : Rasio Prevalensi
SD : Sekolah Dasar
SLM : Sound Level Meter
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPL : Sound Pressure Level
TD : Tekanan Darah

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data sampel penelitian.................................................60


Lampiran 2. Kuesioner.....................................................................63
Lampiran 3. Lembar penjelasan kepada subjek penelitian..............67
Lampiran 4. Lembar persetujuan setelah penjelasan......................69
Lampiran 5. Persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan
penelitian bidang kesehatan........................................70
Lampiran 6. Personalia penelitian....................................................71
Lampiran 7. Riwayat Hidup..............................................................73
Lampiran 8. Out put statistic............................................................74

xii

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA GANGGUAN
PENDENGARAN AKIBAT BISING DAN HUBUNGAN INTENSITAS
KEBISINGAN DENGAN PENINGKATAN TEKANAN DARAH
(Penelitian pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang
PT.PP.Lonsum di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara)

ABSTRAK

Pendahuluan: Bising dapat membawa dampak yang besar bagi


kesehatan. Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-
sel pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian. Kebisingan dapat
juga menyebabkan keluhan non-pendengaran seperti peningkatan
tekanan darah.

Tujuan: Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya


gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) dan menjelaskan hubungan
antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada
karyawan PKS PT.PP. Lonsum di Begerpang Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara.

Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan studi potong


lintang. Data diperoleh melalui proses wawancara, pengukuran dan
pemeriksaan yang tercatat di status penelitian. Analisis data dilakukan
secara univariat dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan
bivariat dengan uji statistik Chi-square.

Hasil Penelitian: Intensitas kebisingan pada bagian proses dan non-


proses besarnya antara 60-94,5 dB. Hasil pemeriksaan audiometri
terhadap 60 orang karyawan yang memenuhi kriteria inklusi mendapatkan
21 orang (35%) menderita gangguan pendengaran akibat bising. Terdapat
hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja, intensitas kebisingan,
dan pemakaian APD pendengaran dengan terjadinya GPAB. Terdapat
juga hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan
darah sistolik (p=0,001; RP=4) dan tekanan darah diastolik (p=0,001;
RP= 12,8).

Kata Kunci: GPAB, intensitas kebisingan, peningkatan tekanan darah,


karyawan, pabrik kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara


FACTOR RELATED OF SENSORY NEURAL HEARING LOSS AND
RELATIONSHIP BETWEEN NOISE INTENSITY AND THE RAISING OF
BLOOD PRESSURE
(Study on Begerpang Palm Oil Factory Workers of PT. PP. Lonsum in
Deli Serdang District of North Sumatera)

ABSTRACT

Introduction: Noise has numerous health effects. Overexposure to


intense sound can cause hair cells damage and finally hearing loss. Noise
can also cause non-auditory effects such as the raising of blood pressure.

Purpose: To determine factors that related to NIHL and explain


relationship between noise intensity and the raising of blood pressure in
begerpang palm oil factory workers of PT. PP. Lonsum in Deli Serdang
District of North Sumatera.

Method: The study design is descriptive with cross sectional study


approach. Data collection was done through interviews, measurement,
and examination that noted in study record. Data was analyzed using
univariate analysis with frequencies distribution table and bivariate by Chi-
square.

Result: The study found that the noise intensity was 60-94,5 dB. The
audiometry examination of 60 workers showed 21 (35%) with noise
induced hearing loss. There was a significant relation between the
increase of age, work period, noise intensity, and using self protector with
noise induced hearing loss incidence. There was significant relation
between noise intensity with the raising of sistolic blood pressure
(p=0,001; RP=4) and diastolic blood pressure (p=0,001; RP= 12,8).

Key Words: Noise induced hearing loss, noise intensity, the raising of
blood pressure, worker, palm oil factory

vi

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah
penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi berat, dan lain
sebagainya (Arifiani, 2004). Akibatnya kebisingan makin dirasakan
mengganggu dan dapat memberikan dampak pada kesehatan (Sukar, et
al, 2002; Bodmer, 2008).
Paparan terhadap bising yang berlebihan dapat merusak sel-sel
pendengaran dan akhirnya menimbulkan ketulian (Gerostergiou, et al,
2008; Singhal, et al, 2009; Abbasi, Marri & Nebhwani, 2011). Selain itu
kebisingan dapat juga menimbulkan keluhan non-pendengaran seperti
susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasi yang dapat
menimbulkan kecelakaan kerja (Roestam, 2004; Norsaleha & Noorhassim,
2006). Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stress. Stress
yang cukup lama akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh
darah sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa
darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama tekanan darah akan naik
(Babba, 2007).
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dan dapat
berdampak buruk terhadap kesehatan. Secara audiologi bising adalah
campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang
intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan
pada reseptor pendengaran korti di telinga dalam. Bagian yang paling
sering mengalami kerusakan adalah alat korti untuk reseptor bunyi yang
berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat
kerusakan alat korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz
(Bashiruddin & Soetirto, 2007; Pouryaghoub, Mehrdad & Mohammadi,
2007; Seidman & Standring, 2010; Azizi,2010).

Universitas Sumatera Utara


National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dan
Departemen Tenaga Kerja RI menetapkan nilai ambang batas (NAB)
bising di tempat kerja sebesar 85 dB. Bila NAB ini dilampaui terus
menerus dalam waktu lama maka akan menimbulkan gangguan
pendengaran akibat bising (GPAB). Faktor lain yang berpengaruh
terhadap terjadinya GPAB adalah frekuensi bising, periode pajanan setiap
hari, lama kerja, kepekaan individu, umur dan lain-lain (Tana, et al, 2002).
Kebisingan yang terus menerus dapat merusak sel-sel rambut koklea,
kerusakan dimulai dari sel-sel rambut luar, namun jika paparan bising
berlanjut terus kerusakan dapat melibatkan sel-sel rambut dalam (Maltby,
2005; Fausti, et al, 2005; Jafari, Karimi & Haghshenas, 2008; Kujawa &
Liberman, 2009).
Di Amerika tahun 2000 lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising
dengan intensitas lebih dari 85 dB. Barrs melaporkan pada 246 orang
tenaga kerja yang menderita tuli saraf, dan dari jumlah tersebut 37 %
didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000 Hz.
Berdasarkan OSHA (Occupational Health and Safety Administration) 5 –
10 juta orang berisiko mengalami tuli akibat bising karena sering terpapar
dengan suara lebih dari 85 dB ditempat kerja (Soetjipto, 2007).
Di Polandia 2002 diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri
mempunyai risiko terpajan bising dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang
terpajan terjadi GPAB. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat
diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari
100.000 pekerja setiap tahun (Soetjipto, 2007).
Di Indonesia penelitian tentang GPAB telah banyak dilakukan sejak
lama. Survei yang dilakukan oleh Hendarmin pada Manufacturing Plant
Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat
gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan
ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah
bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun (Soetjipto, 2007).

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan Babba terhadap 60 orang karyawan pabrik
semen di Sulawesi Selatan menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah
sistolik (p=0,001; PR=10,5; 95%CI=1,63) dan tekanan darah diastolik
(p=0,001; PR=7,6; 95%CI=1,17) (Babba, 2007).
Penelitian yang dilakukan Rusli pada tahun 2008 terhadap 50 orang
masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api di Medan menunjukkan
ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan dengan perubahan
tekanan darah sistolik (p=0,001) dan diastolik (p=0,031) (Rusli, 2009).
PT PP London Sumatera Indonesia (Lonsum), sebuah perusahaan
perkebunan dan perdagangan yang berbasis di London dan tercatat di
BEI tahun 1996 yang didirikan pada tahun 1906 oleh Harrison & Crossfield
Plc merupakan salah satu perkebunan dan produsen minyak kelapa sawit
terbesar dan tertua di Indonesia (Profil PT PP Lonsum, 2010).
PT. Lonsum memiliki 20 pabrik kelapa sawit (PKS) tersebar di seluruh
Indonesia yang mencakup kapasitas proses sebesar 360 ton per jamnya.
Produksi minyak kelapa sawit PT Lonsum sekarang ini mencapai 400.000
ton, dari jumlah itu 20% di antaranya diekspor ke berbagai negara, 50%
untuk memenuhi industri makanan seperti PT Indofood (Profil PT PP
Lonsum, 2010).
Dalam proses pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO
(Crude Palm Oil) dan PK (Palm Kernel) , ada empat tahapan, yaitu:
pengangkutan buah ke pabrik, proses sterilisasi, proses press dan proses
ferifikasi. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan tersebut seperti
heat exhanger,tangki CPO, cyclone, packed column, vessel, mixer, filter,
pompa, katup, boiler, crystallizer tank, refrigeran dan filter press cloth.
Penggunaan alat-alat tersebut menyebabkan kebisingan yang
mengganggu tenaga kerja PT. Lonsum. Tenaga kerja PT. Lonsum bekerja
selama delapan jam perhari dengan selingan waktu istirahat satu jam dan
enam hari dalam seminggu (Profil PT PP Lonsum, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GPAB dan hubungan
intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan
yang bekerja di pabrik kelapa sawit tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas,
dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi terjadinya GPAB dan apakah ada hubungan antara
intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan
yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya GPAB dan untuk mengetahui hubungan antara
intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah pada karyawan
yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Mengetahui hubungan usia terhadap terjadinya GPAB pada
karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.
2. Mengetahui hubungan masa kerja terhadap terjadinya GPAB pada
karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.
3. Mengetahui hubungan intensitas kebisingan terhadap terjadinya
GPAB pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP.
Lonsum.
4. Mengetahui hubungan pemakaian APD (Alat Pelindung Diri)
Pendengaran terhadap terjadinya GPAB pada karyawan Pabrik
Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum.

Universitas Sumatera Utara


5. Mengetahui hubungan antara intensitas kebisingan dengan
peningkatan tekanan darah pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit
Begerpang PT. PP. Lonsum.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Bagi peneliti
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya GPAB
dan hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah
pada karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT PP. Lonsum.

b. Bagi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan data dan
informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pustaka guna
pengembangan ilmu Neurotologi dan THT Komunitas.

c. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berarti tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya GPAB pada
karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum, sehingga
dapat direncanakan langkah-langkah konservasi pendengaran.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Dalam


Telinga dalam berada pada bagian petrosus tulang temporal yang
bertanggung jawab pada proses pendengaran dan keseimbangan. Telinga
dalam atau labirin terdiri dari bagian membran dan bagian tulang. Labirin
bagian membran berisi cairan endolimfe yang tinggi kalium dan rendah
natrium, sedang labirin bagian tulang berisi cairan perilimfe yang tinggi
natrium dan rendah kalium (Moller, 2006).
2.1.1 Koklea
Koklea merupakan struktur tulang yang berbentuk spiral menyerupai
rumah siput dengan 2,5 sampai 2,75 kali putaran. Aksis dari spiral
tersebut dikenal sebagai modiolus. Dasar dari modiolus secara langsung
menuju telinga bagian dalam dan terdapat pembuluh darah dan saraf.
Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu
lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik alat Korti (Gacek
2009).
Bagian atas adalah skala vestibuli berisi cairan perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis.
Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung cairan perilimfe dan
dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membran
basilaris. Cairan perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks
koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu
celah yang dikenal sebagai helikotrema. Rongga koklea dibagi menjadi
tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi
cairan endolimfe (Moller, 2006; Gacek 2009).
Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah alat
Korti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf
perifer pendengaran. Alat Korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam
(3000 sampai 3500), tiga baris sel rambut luar (12000) dan sel penunjang.

Universitas Sumatera Utara


Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa,
dikenal sebagai membran tektoria (Moller, 2006; Gacek 2009).
Di bagian tengah membran tektoria disokong oleh limbus, suatu
lempeng sel yang tebal yang terletak pada lamina spiralis oseus. Limbus
ini juga bertindak sebagai tempat perlengkatan membran Reissner. Tepi
bebas membran tektoria melekat erat dengan sel-sel Hansen, membentuk
suatu ruang diantara sel-sel rambut dengan membran tektoria yang berisi
silia sel-sel rambut (Moller, 2006; Gacek 2009).
Sel-sel rambut menerima beberapa ujung-ujung neuron yang
membentuk suatu anyaman disekitar basis. Dijumpai dua tipe ujung saraf,
satu berfungsi eferen dan yang lain aferen. Satu neuron akan membagi
diri dan berakhir pada sejumlah sel-sel rambut. Neuron-neuron berjalan
melalui kanalikuli pada lamina spiralis oseus (Moller, 2006; Gacek 2009).
Setiap bagian disepanjang koklea memiliki struktur dasar yang sama,
namun didapati perbedaan karakter berdasarkan fungsinya yang
berkembang mulai dari basal koklea sampai apeks. Yang pertama, bagian
yang kira-kira sepuluh kali lebih lebar pada basal dibandingkan di apeks.
Kedua, bagian yang memiliki massa lebih banyak di basal dibandingkan
di apeks dan berfungsi untuk meningkatkan ukuran dan jumlah sel
penunjang diorgan korti. Terakhir, bagian dimana basal lebih kaku
dibanding dengan apeks, lebih besar oleh karena sifat yang dimiliki
membran basilaris (Moller, 2006; Gacek, 2009).

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga, dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani
sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan kerangkaian
tulang pendengaran ‘ossicle’ yang akan mengamplifikasi getaran tersebut.
Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang
juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan

Universitas Sumatera Utara


melalui membrana Reissner yang mendorong endolimf dan membrana
basal ke bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
tingkap bundar (foramen Rotundum) terdorong kearah luar. Skala media
yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran
basal sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe
pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok
dan dengan berubahnya membran basal, ujung sel itu menjadi lurus.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perubahan ion kalium dan ion
natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang nervus
VIII yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik
pendengaran diotak (area 39-40) melalui syaraf pusat yang ada di lobus
temporalis (Gacek, 2009; Dhingra, 2010).

2.3 Gangguan Pendengaran Akibat Bising


Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) sering dijumpai pada
pekerja industri yang belum menerapkan sistem perlindungan
pendengaran dengan baik. Indonesia sebagai negara yang sedang
berkembang dalam upaya meningkatkan pembangunan banyak
menggunakan peralatan industri yang dapat membantu dan
mempermudah pekerjaan. Sebagai akibatnya, timbul bising lingkungan
kerja yang dapat berdampak buruk terhadap para pekerja. Menurut OSHA
(Occupational Safety & Health Administration) batas aman pajanan bising
bergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas bising serta
kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Di Indonesia khususnya dan
negara lain umumnya, pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah
pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dB
selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Bashiruddin, 2010).
GPAB ialah kurang pendengaran atau tuli akibat pajanan bising yang
cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya disebabkan
oleh bising lingkungan kerja (Krishnamurti, 2009; Muyassaroh & Habibi,
2011). Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan

Universitas Sumatera Utara


umumnya terjadi pada kedua telinga (Bashiruddin, 2010; Sen, et al, 2010).
Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah
intensitas bising , frekuensi, lama paparan perhari, lama masa kerja,
kerentanan individu, umur dan jenis bising (Kujawa & Liberman, 2006;
Ologe, et al, 2008; Carmelo, et al, 2010). Berdasarkan hal tersebut dapat
dimengerti bahwa jumlah paparan energi bising yang diterima akan
sebanding dengan kerusakan yang didapat (Daniel, 2007; Muyassaroh &
Habibi, 2011).
GPAB adalah penyakit akibat kerja yang sering dijumpai pada banyak
pekerja industri. Gangguan pendengaran ini biasanya bilateral tetapi tidak
jarang yang terjadi unilateral. Gangguan biasanya mengenai nada tinggi
dan terdapat takik di frekuensi 4000 Hz pada gambaran audiogramnya
(Moller, 2006). Pada tahap awal gangguan ini hanya dapat dideteksi
dengan pemeriksaan audiometri. Gejala awal biasanya adanya keluhan
berdenging di telinga, gangguan pendengaran jenis sensorineural ini
terjadi akibat kerusakan struktur di koklea yaitu kerusakan pada sel-sel
rambut di alat Korti. GPAB dapat terjadi mulai ringan sampai berat akibat
pajanan bising yang berlangsung lama, yang menyebabkan kerusakan
pada sel-sel rambut juga terjadi bertahap, perlahan-lahan sehingga tidak
disadari oleh para pekerja (Ferrite & Santana, 2005; Hong & Samo, 2007;
Daniel, 2007). Pada tahap yang berat dapat mengganggu komunikasi,
sehingga mempengaruhi kehidupan sosialnya. GPAB ini bersifat menetap
dan tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu pencegahan sangat penting
(Attarchi, et al, 2010; Bashiruddin, 2010).
Kemajuan dalam bidang teknologi sejak tiga dekade terakhir ini
menyebabkan peningkatan bahaya bising baik dalam jumlah, intensitas,
kecepatan dan jumlah orang yang terpajan bising, terutama di negara
industri dan negara maju (Nandi & Dhatrak, 2008; Ketabi & Barkhordari,
2010). Penelitian-penelitian yang dilakukan secara terpisah-pisah,
menunjukkan prevalensi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising
di tempat kerja berkisar antara 10-30%. Masalah yang dihadapi adalah

Universitas Sumatera Utara


banyak perusahaan sebagai sektor formal yang belum melakukan
Program Konservasi Pendengaran, sebagai perlindungan terhadap
pekerjanya, sehingga risiko terjadinya gangguan pendengaran pada
pekerja akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala, antara
lain adalah kurangnya kesadaran para pekerja tentang bahaya timbulnya
gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja (Mallapiang, 2008;
Bashiruddin, 2010).

2.4 Bising
Bising memiliki pengertian baik secara fisik, fisiologi dan psikologi yang
masing-masing berbeda. Secara fisik bising merupakan bunyi kompleks
yang memiliki periodisitas yang kecil atau tidak sama sekali yang dapat
diukur atau dianalisa. Secara fisiologi dapat diartikan sebagai signal yang
tidak memiliki informasi dan memiliki berbagai intensitas yang acak.
Sedangkan secara psikologi bising merupakan bentuk suara atau bunyi
apapun tanpa memandang jenis gelombangnya, dimana bunyi tersebut
mengganggu atau tidak dikehendaki (Atmaca, Peker & Altin, 2005;
Seidman & Standring, 2010)
Bising sama seperti bunyi, memiliki durasi tertentu, spektrum frekuensi
yang diukur dalam Hertz (Hz), intensitas diukur dalam Sound Presure
Level dengan satuan besaran yang dinyatakan dalam desibel (dB).
Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi
atas (Buchari,2007):
1. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas. Bising ini relatif
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-
turut.
2. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Bising
ini relatif tetap, akan tetapi hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz).
3. Bising intermitten. Bising disini tidak terjadi secara terus menerus,
melainkan ada periode relatif tenang.

Universitas Sumatera Utara


4. Bising impulsif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan
pendengaran.
5. Bising impulsif berulang. Sama dengan bising impulsif, hanya saja
disini terjadi secara berulang-ulang.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 memperlihatkan
tentang nilai ambang batas faktor fisik dalam lingkungan kerja, termasuk
didalamnya tentang kebisingan (Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1999).
Intensitas bising dan waktu paparan perhari dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Intensitas Bunyi dan Waktu Paparan yang Diperkenankan
(Keputusan Menteri Tenaga Kerja, 1999).
Intensitas Bising Waktu paparan perhari
(dB) (jam)
85 8
87,5 6
90 4
92,5 3
95 2
100 1
105 ½
110 ¼

2.5 Patogenesis dan Histopatologi


Mekanisme dasar terjadinya GPAB merupakan kombinasi dari faktor
mekanis dan metabolik yakni adanya paparan bising kronis yang merusak
sel rambut koklea dan perubahan metabolik yang menyebabkan hipoksia
akibat vasokontriksi kapiler oleh karena bising (Ferrite & Santana, 2005).
Gangguan pendengaran akibat bising juga merupakan interaksi dari faktor
lingkungan dan faktor genetik (Laer, et al, 2006).
Penilaian GPAB secara histopatologi menunjukkan adanya kerusakan
pada alat korti di koklea terutama sel-sel rambut. Kerusakan yang terjadi
pada struktur organ tertentu bergantung pada intensitas dan lama
paparan. Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar seperti
stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kaku. Dengan bertambahnya

Universitas Sumatera Utara


intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan
seperti hilangnya stereosilia, kerusakan pada stria vaskular, kolaps sel-sel
penunjang, hilangnya jaringan fibrosit dan kerusakan serabut saraf
(Daniel, 2007; Kujawa & Liberman, 2009).

2.5.1 Kerusakan sel-sel rambut koklea


Paparan bising secara primer akan merusak sel-sel rambut koklea.
Pada awalnya kerusakan terjadi pada sel-sel rambut luar, namun jika
paparan bising terus berlanjut kerusakan dapat merusak sel-sel rambut
dalam. Pada kasus-kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan total dari
sel-sel organ korti (Gambar 2.1, 2.2, 2.3). Daerah yang paling sering
mengalami kerusakan biasanya sekitar 10-30 mm dari tingkap bundar
(Gambar 2.4). Daerah inilah frekuensi antara 3-6 kHz diterima, dimana
dapat dijelaskan pada frekuensi 4 kHz sering terjadi takik yang
menggambarkan gangguan pendengaran akibat bising (Maltby, 2005).

Gambar 2.1. Kerusakan Alat Korti karena Paparan Bising: (a) alat korti
normal; (b) sel rambut luar tampak menghilang; (c) sel rambut luar dan
dalam menghilang dan struktur penunjang kolaps; (d) Keseluruhan alat
korti kolaps. (Maltby, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2. Kerusakan Minimal pada Sel-sel Rambut Luar (Maltby, 2005)

Gambar 2.3. Kerusakan Sel-sel Rambut Luar yang Luas dan Minimal
pada Sel-sel Rambut Dalam (Maltby, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4. (A) Telinga; (B) Daerah Koklea yang Paling Sering
Mengalami Kerusakan Akibat Paparan Bising (Kurmis, 2007)

2.6 Gejala
Dampak bising akan menyebabkan hilangnya pendengaran yang bisa
disertai dengan tinitus. Berat gangguan pendengaran berhubungan
dengan keparahan tinitus. (Mazurek, et al, 2010). Biasanya gangguan
pendengaran akibat bising ini diketahui dengan adanya penurunan
kemampuan berkomunikasi (seringnya dikenali oleh anggota keluarga
atau orang-orang terdekatnya) dan kegiatan sehari-hari seperti menonton
televisi dan penggunaan telepon.

Universitas Sumatera Utara


Secara klinis gangguan pendengaran akibat bising menunjukkan
penurunan pengenalan suara pada frekuensi tinggi. Hal ini dapat
menyebabkan penderita malah jatuh pada perasaan terisolasi dan depresi
dari lingkungan sekitar daripada mencari pengobatan untuk pendengaran.
GPAB bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral (Humann, et al,
2011).
Derajat ketulian menurut ISO:
1. Normal : peningkatan ambang batas antara 0 -<25 dB
2. Tuli ringan : peningkatan ambang batas antara 26-40 dB
3. Tuli sedang : peningkatan ambang batas antara 41-55 dB
4. Tuli sedang berat : peningkatan ambang batas antara 56-70 dB
5. Tuli berat : peningkatan ambang batas antara 71-90 dB
6. Tuli sangat berat : peningkatan ambang batas antara >90 dB

2.7 Pengaruh Paparan Bising


Bising berpengaruh terhadap tenaga kerja, sehingga dapat
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan secara umum, antara lain
gangguan pendengaran, gangguan fisiologi serta gangguan psikologi
(Nadya, et al, 2010).
Gangguan fisiologi dapat berupa peningkatan tekanan darah,
percepatan denyut nadi, peningkatan metabolisme basal, vasokonstriksi
pembuluh darah, peningkatan peristaltik usus serta peningkatan
ketegangan otot (Penney & Earl, 2004; Atmaca, Peker & Altin, 2005;
Mallapiang, 2008). Efek fisiologi tesebut dapat disebabkan oleh
peningkatan rangsang sistem saraf otonom. Keadaan ini sebenarnya
merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap keadaan bahaya yang
terjadi spontan (Bashiruddin, 2010).
Gangguan psikologi dapat berupa stres tambahan apabila bunyi
tersebut tidak diinginkan dan mengganggu, sehingga menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal tersebut diatas dapat
menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan komunikasi dan

Universitas Sumatera Utara


gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat membahayakan
keselamatan tenaga kerja (Cook & Hawkins, 2006; Huboyo, 2008).
Pengaruh bising pada timbulnya gangguan pendengaran telah banyak
ditelti (Moller, 2006). Secara klinis paparan bising pada organ
pendengaran dapat menimbulkan reaksi antara lain:
a. Adaptasi yang merupakan respon kelelahan akibat rangsangan
adalah keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar pada
telinga yang segera terjadi akibat paparan bising. Pada paparan
dengan intensitas kurang dari 70 dB pemulihan dapat terjadi dalam
0,5 detik (Alberti, 2002).
b. Peningkatan Ambang Dengar Sementara (Temporary Treshold
Shift)
Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan
terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat paparan bising
dengan intensitas yang cukup tinggi secara perlahan-lahan,
biasanya diawali pada frekuensi 4000 Hz. Pemulihan dapat terjadi
dalam beberapa menit atau jam, bahkan sampai beberapa hari
setelah paparan (Alberti, 2002).
c. Peningkatan Ambang Dengar Menetap (Permanent Treshold Shift)
Peningkatan ambang dengar menetap terjadi akibat pajanan
bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat
(eksplosif) atau berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan
pada berbagai struktur koklea antara lain kerusakan organ korti,
sel-sel rambut dan stria vaskularis (Alberti, 2002).
Saat ini sangat diyakini bahwa proses terjadinya GPAB berawal dari
peningkatan ambang dengar sementara dimana dapat terjadi pemulihan
setelah bebas dari paparan bising. Oleh karena itu diasumsikan bahwa
gangguan pendengaran yang terjadi pun sifatnya juga sementara, kecuali
jika terjadi paparan bising berulang dan dalam jangka waktu yang lama,
maka terjadi peningkatan ambang dengar secara menetap dan akhirnya

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan terjadinya GPAB secara menetap pula (Olaosun, et al,
2014).
Efek pertama paparan bising berupa peningkatan ambang dengar
sementara yang diartikan sebagai peningkatan ambang dengar rata-rata
sebesar 10 dB atau lebih pada frekuensi 2000, 3000, dan 4000 Hz. GPAB
yang terjadi secara menetap sering disertai gejala tinitus, dimana terjadi
peningkatan secara dominan pada frekuensi tinggi (3000-6000Hz) dengan
efek paling besar pada frekuensi 4000 Hz. GPAB yang menetap bersifat
ireversibel dan semakin memburuk jika paparan terhadap bising terus
berlanjut (Elsawaf, et al, 2014).
Patofisiologi terjadinya GPAB adalah merupakan dampak rusaknya
struktur telinga dalam khususnya stereosilia dari sel-sel rambut
membarana basilaris koklea, terutama pada daerah basal , yang akhirnya
menyebabkan terjadinya kematian sel. Hal inilah yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan ambang dengar sementara dan
menetap. Progresifitas GPAB dapat melalui dua tahap, yaitu peningkatan
ambang dengar sementara dan menetap (Sareen & Singh, 2014).

2.7.1 Tekanan darah


Tekanan darah menunjukkan keadaan dimana tekanan yang
dikenakan oleh darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh
jantung ke seluruh anggota tubuh, dengan kata lain tekanan darah juga
berarti kekuatan yang dihasilkan oleh darah terhadap setiap satuan luas
dinding pembuluh darah. Tekanan darah juga sering disebut sebagai
suara dimana detak jantung pertama kali didengar dengan bantuan alat
stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran
dan biasanya ditunjukkan dengan angka seperti berikut : 120/80 mmHg,
angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung
berkontraksi, yang biasa disebut tekanan darah sistolik. Angka 80 mmHg
menunjukkan ketika jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah
diastolik (Ganong, 1999).

Universitas Sumatera Utara


Hingga saat sekarang alat ukur yang masih akurat digunakan untuk
mengukur tekanan darah secara tidak langsung ialah sphygmomanometer
air raksa. Kadang-kadang dijumpai sphygmomanometer dengan pipa air
raksa yang letaknya miring terhadap bidang horizontal (permukaan air)
dengan maksud untuk memudahkan pembacaan hasil pengukuran oleh
pemeriksa. Satuan tekanan darah standar, tekanan darah hampir selalu
dinyatakan dalam milimeter air raksa (mmHg) karena manometer air raksa
telah dipakai sebagai rujukan baku untuk pengukuran tekanan darah
(Singgih,1995).
Joint National Committee (JNC) VII membuat klasifikasi tekanan
darah seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII,2004).


Klasifikasi Tekanan TD Sistolik TD Diastolik
Darah (TD) (mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 > 160 atau >100

Mekanisme terjadinya peningkatan tekanan darah karena kebisingan


belum sepenuhnya terjelaskan, namun hal ini mungkin disebabkan karena
katekolamin yang dilepaskan dari medula adrenalis sebagai hasil aktivasi
sistem adrenergik, efek kelenjar suprarenal, angiotensin dan efek
langsung bising pada dinding pembuluh darah arteri yang berpengaruh
terhadap peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Stimulasi yang
disebabkan kebisingan melalui sistem saraf simpatis menyebabkan
kenaikan tekanan darah oleh karena meningkatnya tahanan pembuluh
darah perifer dan kontraktilitas otot jantung. Stimulasi kebisingan yang
terjadi secara berulang dapat menyebabkan perubahan struktur pembuluh
darah berupa penyempitan pembuluh darah perifer sehingga elastisitas

Universitas Sumatera Utara


semakin berkurang dan akhirnya menghasilkan peningkatan tekanan pada
pembuluh darah secara permanen (Shinghal, et al, 2009).

2.8 Diagnosis GPAB


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,
pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk
pendengaran seperti audiometri (Bashiruddin & Soetirto, 2007).
Anamnesis pernah atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam
jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih.pada
pemeriksaan otoskopi tidak dijumpai adanya kelainan. Pada pemeriksaan
audiologi, tes penala didapatkan hasil rinne tes positif, weber lateralisasi
ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan tes schwabah memendek.
Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan audiometri nada
murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hz
dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik (Bashiruddin & Soetirto,
2007; Nandi & Dhatrak, 2008).
2.8.1 Audiometri nada murni
Audiometri nada murni merupakan suatu pemeriksaan sensitivitas/
ketajaman pendengaran seseorang dengan menggunakan stimulus nada
murni (bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi). Secara umum ada 3
metode yang digunakan yaitu (a) manual audiometry (conventional
audiometry); (b) automatic audiometry (Bekesy audiometry); dan (c)
computerized audiometry (ASHA, 2005; Margolis & Morgan, 2008).
Prinsip dari suatu audiometer memberikan signal bunyi pada intensitas
yang bervariasi dengan frekuensi yang berbeda (250Hz, 500Hz, 1000Hz,
2000Hz, 4000Hz, dan 8000Hz) ke dalam headphones yang digunakan
untuk pemeriksaan pendengaran (HSA,2007). Hal yang harus
diperhatikan antara lain kalibrasi peralatan, dan digunakan pada ruangan
yang sesuai sehingga didapat hasil tes yang akurat (ASHA, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.8.2 Penentuan ambang dengar
Persiapan
Karyawan perlu diberitahu akan rencana pemeriksaan audiometri,
sehingga mereka dapat memiliki waktu istirahat untuk menghindari
lingkungan bising (kelab malam, konser musik dan lain-lain) minimal 16
jam sebelum pemeriksaan. Namun pada kenyataannya hal ini akan sulit.
Sebelum melakukan tes audiometri secara umum dilakukan wawancara
ada tidaknya riwayat kelainan pada telinga, kemudian pemeriksaan
otoskopi. Pemeriksaan dimulai pada telinga yang lebih baik
pendengarannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terhadap penilaian
ambang dengar manual antara lain (a) instruksi kepada karyawan, (b)
respon terhadap arahan, dan (c) interpretasi audiologis terhadap sikap
respon karyawan selama pemeriksaan.
Prosedur dasar untuk menentukan ambang dengar terdiri dari:
a) Familiarisasi (membiasakan diri) terhadap signal pemeriksaan. Hal
ini bertujuan untuk memastikan audiologis bahwa pasien mengerti
dan dapat merespon arahan yang diberikan dengan cara
memberikan signal dengan intensitas yang cukup menimbulkan
respon yang jelas.
b) Penentuan ambang dengar. Prosedur standar yang
direkomendasikan pada pemeriksaan dengan menggunakan
audiometri nada murni secara bertahap yang dimulai dengan signal
yang tidak dapat didengar. Stimulis nada murni diberikan selama 1
– 2 detik. Ambang dengar didapat dengan menentukan bunyi nada
murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat
didengar oleh telinga pasien.

2.8.3 Karakteristik audiometri pada tuli akibat bising


Pada pemeriksaan audiometri seperti pada gambar 2.5., GPAB
memberikan gambaran yang khas yaitu notch (takik) berbentuk ‘V’ atau ‘U’

Universitas Sumatera Utara


sering diawali pada frekuensi 4000 Hz, tapi kadang-kadang 6000 Hz, yang
kemudian secara bertahap semakin dalam dan selanjutnya akan
menyebar ke frekuensi didekatnya, dimana khasnya didapati perbaikan
pada 8000 Hz. Hal inilah yang membedakannya dari prebiaskusis (HSA,
2007).

Gambar 2.5. Audiogram GPAB menunjukkan takik di frekuensi 4000 Hz


(Vinodh & Vaeranna, 2010)

2.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan


kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat
dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising seperti sumbat telinga
(earplug), tutup telinga (earmuff) dan pelindung kepala (helmet)
(Bashiruddin & Soetirto, 2007).
Program pencegahan gangguan pendengaran atau Hearing Loss
Prevention Program (HLPP) merupakan suatu program yang diterapkan di
lingkungan tempat kerja untuk mencegah terjadinya gangguan
pendengaran akibat paparan kebisingan pada pekerja. Program tersebut
terdiri dari 7 komponen yaitu: identifikasi dan analisis sumber kebisingan,
kontrol kebisingan dan kontrol administrasi, tes audiometrik berkala, APD

Universitas Sumatera Utara


(Alat Pelindung Diri), motivasi dan edukasi pekerja,pencatatan dan
pelaporan data; dan evaluasi program (Bashirudin, 2010).

2.10 Kerangka Teori


Kebisingan

Diatas NAB (>85dB) Dibawah NAB (<85 dB)

Auditori Non- Auditori Tidak ada gangguan auditori

Kerusakan sel
Gangguan Peningkatan: tekanan darah,
rambut luar
Fisiologi denyut nadi, metabolisme basal,
koklea
peristaltik usus, ketegangan otot

Gangguan
Gangguan Gangguan: sulit tidur, emosional,
Pendengaran
Psikologi komunikasi, konsentrasi
Akibat Bising

2.11 Kerangka Konsep

Intensitas Kebisingan (dB)

Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB) Peningkatan Tekanan Darah

Usia

Masa Kerja

Pemakaian APD

Keterangan:
= Variabel independen (bebas)
= Variabel dependen (terikat

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian yang dilakukan ini adalah bersifat deskriptif dengan
pendekatan studi potong lintang (cross sectional study).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP.
Lonsum. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Juli 2013 sampai bulan
Desember 2013.

3.3 Populasi, sampel penelitian dan besar sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di
Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.

3.3.2 Sampel penelitian


Sampel penelitian adalah anggota populasi penelitian yang diperiksa
oleh peneliti secara acak, bersedia ikut dalam penelitian serta memenuhi
kriteria penelitian.
• Kriteria inklusi
1. Karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP.
Lonsum.
2. Usia 18-56 tahun.
3. Masa kerja > 1 tahun.
4. Pada pemeriksaan THT rutin tidak dijumpai kelainan yang
mempengaruhi fungsi pendengaran.
5. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.

Universitas Sumatera Utara


• Kriteria eksklusi
1. Ada riwayat penyakit telinga yang mempengaruhi sistem fungsi
pendengaran.
2. Ada riwayat trauma kepala, trauma akustik yang mempengaruhi
fungsi pendengaran.
3. Ada riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran yang dibawa
sejak lahir.
4. Ada riwayat penyakit sistemik seperti : DM, Hipertensi, Malaria dan
lain-lain, yang dapat menyebabkan tuli sensorineural.
5. Ada riwayat mendapat obat ototoksik (asam salisilat, kanamisin,
dan streptomisin).

3.3.3 Besar sampel


Penentuan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus (Tana, 2002).
Pada penelitian sebelumnya proporsi gangguan pendengaran pada
karyawan di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum., sehingga
kami mengambil proporsi tuli akibat bising WHO yaitu 16% (McCullagh, et
al, 2011; Yiin, et al, 2011;).
𝑧∝2 ×𝑃 ×𝑄
𝑛=
𝑑2

Zα = deviat baku alfa = 5% = 1,96


Q = 1- P = 0,84
P = proporsi kategori variabel yang diteliti = 16%
d = presisi = 10%
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 51,63  52 orang. Pada
penelitian ini jumlah sampel sebanyak 60 orang.

Universitas Sumatera Utara


3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdiri dari variabel dependen yaitu GPAB dan
peningkatan tekanan darah; variabel independen yaitu intensitas bising,
usia, masa kerja dan pemakaian APD.

3.5 Definisi Operasional


1. Karyawan Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP. Lonsum adalah
seluruh karyawan yang bekerja baik di bagian proses maupun yang
bekerja di bagian non-proses di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT.
PP. Lonsum.
2. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan
dalam tingkat dan waktu tertentu yang menimbulkan gangguan
kesehatan manusia (Azizi, 2010).
3. Intensitas kebisingan adalah berdasarkan pengukuran gelombang
suara dengan menggunakan alat sound level meter merk Larson Davis
720 SLM serial 0553 dan telah dikalibrasi, pada penelitian ini hasil
ukurnya dikategorikan atas: <85dB dan >85dB (Tana,et al, 2002).
4. Kelainan audiogram adalah berdasarkan pemeriksaan pendengaran
terhadap karyawan dengan menggunakan alat audiometer merk
Rexton D67 dan telah dikalibrasi, pada penelitian ini hasil ukurnya
dikategorikan atas: GPAB dan Tidak GPAB. Hasil pengukuran
audiometri diambil pada sisi telinga yang lebih berat derajat GPAB-nya.
Hasil GPAB dibagi menurut ISO:
1. Tuli ringan : peningkatan ambang batas antara 26-40 dB
2. Tuli sedang : peningkatan ambang batas antara 41-55 dB
3. Tuli sedang berat : peningkatan ambang batas antara 56-70 dB
4. Tuli berat : peningkatan ambang batas antara 71-90 dB
5. Tuli sangat berat : peningkatan ambang batas antara > 90 dB
5. Keluhan tinitus adalah keluhan subjektif berupa telinga berdenging
yang pada penelitian ini dikategorikan atas tinitus dan tidak tinitus.

Universitas Sumatera Utara


6. Pemakaian APD pendengaran adalah penggunaan alat penutup
telinga pada karyawan PKS, pada penelitian ini pengukurannya
dikategorikan atas: Pakai APD dan Tidak Pakai APD.
7. Usia adalah periode waktu yang dimiliki seseorang setelah terjadi lahir
hidup dinyatakan dalam angka tahun sampai dengan penelitian ini
dilaksanakan, pada penelitian ini dikategorikan atas: < 35 tahun dan
> 35 tahun (Mallapiang, 2008).
8. Masa kerja adalah lamanya waktu yang digunakan untuk bekerja
terhitung dari mulainya karyawan bekerja di bagian proses dan atau
non-proses sampai pada penelitian ini dilakukan yang dinyatakan
dalam satuan tahun, pada penelitian ini dikategorikan atas: <10 tahun
dan >10 tahun (Tana, et al, 2002).
9. Peningkatan tekanan darah adalah naiknya tekanan darah sesudah
kerja dibandingkan sebelum kerja. Tekanan darah adalah kekuatan
darah mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung
(pembuluh arteri) dan yang kembali ke jantung (pembuluh balik) yang
diukur dengan menggunakan tensimeter (sphygmomanometer) yang
dinyatakan dalam satuan mmHg (Ganong,1999).

3.6 Bahan dan Alat Penelitian


1. Kuisioner penelitian.
2. Lampu kepala.
3. Spekulum telinga merek Hartmann.
4. Otoskop merek Reister.
5. Larutan Peroksida 3 % (H 2 O 2 3%).
6. Alat penghisap (suction) merek Thomas Medipump tipe 1132
GL.
7. Kanul penghisap nomor 6 dan 8 tipe Fergusson.
8. Spekulum hidung merek Renz.
9. Spatel lidah.
10. Kaca laringoskopi dan kaca rinoskopi.

Universitas Sumatera Utara


11. Pengait serumen.
12. Audiometer merek Rexton tipe D67 dan telah dikalibrasi.
13. Sound level meter merek Larson Davis 720 SLM serial 0553
dan telah dikalibrasi.
14. Tensimeter air raksa merek Riester, Jerman, tipe 0124 dan
telah dikalibrasi.
15. Stetoskop merek Litmann.

3.7 Cara Kerja


Responden terlebih dahulu mengisi kuesioner yang telah disediakan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan
lampu kepala, spekulum, spatel lidah dan otoskop. Jika terdapat serumen,
dilakukan pembersihan liang telinga dengan menggunakan pengait
serumen, kapas lidi, larutan peroksida 3 % dan alat penghisap. Dari hasil
kuesioner dan pemeriksaan fisik THT, responden yang memenuhi kriteria
inklusi diperiksa tekanan darah 15 menit sebelum bekerja dengan
menggunakan tensimeter air raksa merek Riester tipe 0124 dan diperiksa
pendengarannya dengan menggunakan audiometer nada murni merek
Rexton Type D67 dengan menggunakan frekuensi 125 – 8000 Hz untuk
hantaran udara dan 250 – 4000 Hz untuk hantaran tulang. Selanjutnya 15
menit setelah bekerja tekanan darah responden kembali diperiksa. Derajat
ketulian ditentukan dengan mengukur nilai rata-rata ambang pendengaran
pada frekuensi percakapan (500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz)
terhadap skala ISO (Bashiruddin, et al, 2008); tekanan darah
diklasifikasikan menurut JNC VII (JNC VII,2004).

3.8 Analisis Data


3.8.1 Analisis univariat
Hasil penelitian dideskripsikan dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi dan analisis prosentase meliputi: umur, tingkat pendidikan,status

Universitas Sumatera Utara


perkawinan,tempat kerja, jenis tugas, masa kerja, gangguan pendengaran
akibat bising, keluhan tinitus dan pemakaian APD pendengaran.

3.8.2 Analisis bivariat


Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terikat terhadap
variabel bebas dengan menggunakan uji statistik Chi-Square (Uji X2),
sedang tabel silang untuk mengetahui distribusi frekuensi antar variabel
yang akan diteliti, meliputi:
1. Hubungan usia terhadap terjadinya GPAB.
2. Hubungan masa kerja terhadap terjadinya GPAB.
3. Hubungan intensitas kebisingan terhadap terjadinya GPAB.
4. Hubungan pemakaian APD Pendengaran terhadap terjadinya
GPAB.
5. Hubungan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan
tekanan darah.
Prosedur untuk menentukan Rasio Prevalensi (RP):
a) RP = 1 : usia, masa kerja, intensitas kebisingan dan
pemakaian APD bukan merupakan faktor
risiko gangguan pendengaran akibat bising.
b) RP > 1 : usia, masa kerja, intensitas kebisingan dan
pemakaian APD merupakan faktor risiko
gangguan pendengaran akibat bising.
c) RP < 1 : usia, masa kerja, intensitas kebisingan dan
pemakaian APD merupakan faktor protektif
gangguan pendengaran akibat bising.
Tabel 2x2 :
GANGGUAN PENDENGARAN
Ada Tidak Jumlah
FAKTOR Ya a b a+b
RISIKO Tidak c d c+d

Universitas Sumatera Utara


Untuk menghitung RP dengan menggunakan rumus:
a c
RP = :
( a + b) ( c + d)
RP = rasio prevalensi
a = subjek dengan faktor risiko dan efek positif
b = subjek dengan faktor risiko positif dan efek negatif
c = subjek dengan faktor risiko negatif dan efek positif
d = subjek dengan faktor risiko dan efek negatif

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Begerpang PT. PP.


Lonsum mulai bulan Juli 2013 sampai bulan Desember 2013. Sampel
dikumpulkan sebanyak 60 orang yang memenuhi kriteria penelitian.

4.1 Hasil Analisis Univariat


Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, pengukuran intensitas
kebisingan dan pemeriksaan pendengaran karyawan didapat gambaran
karakteristik responden sebagai berikut:

4.1.1 Karakteristik responden


Karyawan yang terpilih sebagai sampel banyaknya 60 orang dan
semua berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik umur, pendidikan, status
perkawinan, tempat kerja, jenis tugas, pajanan bising dan masa kerja
terlihat pada Tabel 4.1.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden (n=60)
Variabel Jumlah Persentase

Umur
- <35 tahun 20 33,33
- >35 tahun 40 66,67
Rata-rata 39

Tingkat pendidikan
- SD 10 16,67
- SMP 3 5,00
- SMA 44 73,33
- Akademi/PT 3 5,00

Status perkawinan
- Belum menikah 5 8,33
- Menikah 55 91,67

Tempat kerja
- Kantor 9 15,00
- Workshop 21 35,00
- Loading Ramp 3 5,00
- Boiler 3 5,00
- Thresing 3 5,00
- Waterplant 3 5,00
- Kernel 8 13,34
- Clarification 2 3,33
- Sterilizer 6 10,00
- Pressing 2 3,33

Jenis tugas
- Non-proses 30 50,00
- Proses 30 50,00

Masa kerja
- <10 tahun 30 50,00
- >10 tahun 30 50,00
Rata-rata 13,67

Sebagian besar 40 orang (66,67%) karyawan berusia diatas 35 tahun


dan yang berusia dibawah 35 tahun sebesar 33,33% dengan rata-rata 39
tahun. Pendidikan responden terbanyak SMA yaitu 73,33%, SD 16,67%,
SMP 5,00% dan Akademi/Perguruan Tinggi 5,00%. Masa kerja responden

Universitas Sumatera Utara


diatas 10 tahun sebesar 50% dan dibawah 10 tahun 50%, dengan rata-
rata 13,67 tahun. Jenis tugas responden sebagai komponen proses
sebesar 50% sedangkan sebagai komponen non-proses sebesar 50%.

4.1.2 Kebisingan lingkungan kerja


Tempat kerja yang dijadikan objek penelitian adalah kantor, workshop,
loading ramp, boiler, thresing, waterplant, kernel, clarification, sterilizer,
pressing, dimana kantor dan workshop termasuk komponen non-
proses, sementara bagian lainnya merupakan komponen proses.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Intensitas
Bising

Jumlah Persentase
(n) (%)

< 85 dB 15 25,00
- Kantor (60 dB)
- Waterplant (80 dB)
- Loading Ramp (82,4 dB)
> 85 dB 45 75,00
- Workshop (85,1 dB)
- Sterilizer (85,2 dB)
- Clarification (86,8 dB)
- Pressing (87,2 dB)
- Boiler (89 dB)
- Thresing (90 dB)
- Kernel (94,5 dB)

Jumlah 60 100

Tabel 4.2 menunjukkan intensitas kebisingan terendah didapatkan di


kantor sebesar 60 dB dan tertinggi di unit kernel 94,5 dB. Terdapat 45
orang (75,00%) terpapar intensitas kebisingan >85 dB dan 15 orang
(25,00%) yang terpapar intensitas kebisingan < 85 dB.

Universitas Sumatera Utara


4.1.3 Hasil pengukuran audiometri
Tabel 4.3 Distribusi Gangguan Pendengaran Akibat Bising (GPAB)
Jumlah Persentase
(n) (%)

GPAB (+) 21 35,00


- Tuli ringan (8)
- Tuli sedang (9)
- Tuli sedang-berat (2)
- Tuli berat (2)
- Tuli sangat berat (0)
GPAB (-) 39 65,00

Jumlah 60 100

Tabel 4.3. menunjukkan distribusi hasil pengukuran gangguan


pendengaran akibat bising (GPAB) dengan audiometri yaitu sebanyak 21
orang (35,00%) mengalami GPAB dan 39 orang (65,00%) tidak
mengalami GPAB. Duapuluh satu karyawan yang mengalami GPAB
semuanya mengalami GPAB di kedua telinga (kanan dan kiri) dengan
derajat ketulian ringan 8 orang, sedang 9 orang, sedang-berat 2 orang,
berat 2 orang dan tidak ada yang mengalami GPAB dengan derajat
ketulian sangat berat. Hasil pemeriksaan audiometri ditunjukkan pada
gambar 4.1.
Tuli Ringan (8) Tuli Sedang (9)

(a) (b)
Tuli Sedang-Berat (2) Tuli Berat (2)

(c) (d)
Gambar 4.1. Hasil pemeriksaan audiometri yang menunjukkan GPAB;
(a) Tuli ringan; (b) Tuli sedang; (c) Tuli sedang-berat dan
(d) Tuli berat. Universitas Sumatera Utara
4.1.4 Keluhan tinitus
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Keluhan
Tinitus

Jumlah Persentase
(n) (%)

Tinitus 11 18,33
Tidak Tinitus 49 81,67

Jumlah 60 100

Tabel 4.4. menunjukkan keluhan tinitus yang dialami karyawan, dimana


terdapat 11 orang (18,33%) yang mengalami keluhan tinitus.

4.1.5 Pemakaian APD pendengaran


Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian berdasarkan Pemakaian
APD Pendengaran

Jumlah Persentase
(n) (%)

Pakai APD 36 60,00


Tidak pakai APD 24 40,00

Jumlah 60 100

Tabel 4.5. menunjukkan distribusi karyawan yang didasarkan pada


pemakaian alat pelindung diri (APD) pendengaran yaitu 36 orang
(60,00%) memakai APD dan 24 orang (40,00%) tidak memakai APD.

4.2 Hasil Analisis Bivariat


Analisis yang dilakukan menggunakan tabulasi silang yang bertujuan
untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat,
berdasarkan distribusi sel-sel yang ada. Untuk uji statistik yang digunakan

Universitas Sumatera Utara


adalahUji X2. Dikatakan ada hubungan yang bermakna secara statistik jika
diperoleh nilai p<0,05.
4.2.1 Hubungan antara usia dengan terjadinya GPAB
Hasil analisis hubungan usia dengan terjadinya GPAB dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6 Hubungan antara Usia dengan Terjadinya GPAB
Gangguan Pendengaran
Variabel Ada Tidak Jumlah RP p

>35 18(45,00%) 22(55,00%) 40(100%)


tahun

Usia 3 0,022
<35 3(15,00%) 17(85,00%) 20(100%)
tahun

Jumlah 21(35,00%) 39(65,00%) 60(100%)

Tabel 4.6. menunjukkan bahwa terdapat 18 orang (45,00%) yang


berusia >35 tahun mengalami GPAB dan 3 orang (15,00%) yang berusia
<35 tahun mengalami GPAB.
Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara usia
dengan terjadinya GPAB (p=0,022). Usia merupakan faktor risiko
terjadinya GPAB (RP=3), karyawan yang berusia >35 tahun berisiko
mengalami GPAB sebesar tiga kali dibandingkan karyawan yang berusia
<35 tahun.

Universitas Sumatera Utara


4.2.2 Hubungan antara masa kerja dengan terjadinya GPAB
Hasil analisis hubungan masa kerja dengan terjadinya GPAB dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.7 Hubungan Masa Kerja dengan Terjadinya GPAB
Gangguan Pendengaran
Variabel Ada Tidak Jumlah RP p

>10 19(63,33%) 11(36,67%) 30(100%)


tahun
Masa
Kerja 9,5 0,001
<10 2(6,67%) 28(93,33%) 30(100%)
tahun

Jumlah 21(35,00%) 39(65,00%) 60(100%)

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa terdapat 19 orang (63,33%) yang


bekerja >10 tahun mengalami GPAB dan 2 orang (6,67%) yang bekerja
<10 tahun mengalami GPAB.
Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara masa
kerja dengan terjadinya GPAB (p=0,001). Masa kerja merupakan faktor
risiko terjadinya GPAB (RP=9,5), karyawan dengan masa kerja >10 tahun
berisiko mengalami GPAB sebesar 9,5 kali dibandingkan karyawan
dengan masa kerja <10 tahun.

Universitas Sumatera Utara


4.2.3 Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Terjadinya
GPAB
Hasil analisis hubungan intensitas kebisingan dengan terjadinya GPAB
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.8 Hubungan Intensitas Kebisingan terhadap Terjadinya GPAB
Gangguan Pendengaran
Variabel Ada Tidak Jumlah RP p

> 85 20(44,44%) 25(55,56%) 45(100%)


dB
Intensitas
Kebisingan < 85 1(6,67%) 14(93,33%) 15(100%) 6,67 0,008
dB

Jumlah 21(35,00%) 39(65,00%) 60(100%)


Tabel 4.8. menunjukkan bahwa terdapat 20 orang (44,44%) yang
terpapar intensitas kebisingan >85 dB mengalami GPAB dan 1 orang
(6,67%) yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB mengalami GPAB.
Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara
intensitas kebisingan dengan terjadinya GPAB (p=0,008). Intensitas
kebisingan merupakan faktor risiko terjadinya GPAB (RP=6,67), karyawan
yang terpapar intensitas kebisingan >85 dB berisiko mengalami GPAB
sebesar 6,67 kali dibandingkan karyawan yang terpapar intensitas
kebisingan <85 dB.

Universitas Sumatera Utara


4.2.4 Hubungan antara APD Pendengaran dengan Terjadinya GPAB
Hasil analisis hubungan APD Pendengaran dengan terjadinya GPAB
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.9. Hubungan antara APD Pendengaran dengan GPAB
Gangguan
Variabel Pendengaran Jumlah RP
p
Ada Tidak

Tidak 15(62,5%) 9(37,5%) 24(100%)


Pemakaian Pakai
APD
Pendengaran Pakai 6(16,7%) 30(83,3%) 36(100%) 3,75 0,001

Jumlah 21(35,0%) 39(65,0%) 60(100%)


Tabel 4.9. menunjukkan bahwa terdapat 15 orang (62,5%) yang tidak
memakai APD Pendengaran mengalami GPAB dan 6 orang (16,7%) yang
memakai APD Pendengaran mengalami GPAB.
Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara APD
Pendengaran dengan terjadinya GPAB (p=0,001). APD Pendengaran
merupakan faktor risiko terjadinya GPAB (RP=3,75), karyawan yang tidak
memakai APD Pendengaran berisiko mengalami GPAB sebesar 3,75 kali
dibandingkan karyawan yang memakai APD Pendengaran.

Universitas Sumatera Utara


4.2.5 Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan
Tekanan Darah Sistolik
Hasil analisis hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan
tekanan darah sistolik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.10. Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan
Tekanan Darah Sistolik
Peningkatan TD
Variabel Sistolik Jumlah RP p
Ada Tidak
>85 dB
-Workshop 13 8
-Sterilizer 5 1
Intensitas -Clarification 2 0
Kebisingan -Pressing 2 0 4 0,001
-Boiler 3 0
-Thresing 3 0
-Kernel 8 0
Jumlah 36 9 45
(80,0%) (20,0%) (100%)
<85 dB
-Kantor 0 9
-Waterplant 1 2
-Loading 2 1
Ramp
Jumlah 3 12 15
(20,0%) (80,0%) (100%)
Jumlah 39 21 60
(65,0%) (35,0%) (100%)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.10. menunjukkan bahwa terdapat 36 orang (80%) yang terpapar
intensitas kebisingan >85 dB mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik dan 3 orang (20,0%) yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB
mengalami peningkatan tekanan darah sistolik.
Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara
intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik
(p=0,001). Intensitas kebisingan merupakan faktor risiko terjadinya
peningkatan tekanan darah sistolik (RP=4), karyawan yang terpapar
intensitas kebisingan >85 dB berisiko mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik sebesar empat kali dibandingkan karyawan yang terpapar
intensitas kebisingan <85 dB.

Universitas Sumatera Utara


4.2.6 Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan
Tekanan Darah Diastolik
Hasil analisis hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan
tekanan darah diastolik dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.11. Hubungan antara Intensitas Kebisingan dengan Peningkatan
Tekanan Darah Diastolik
Peningkatan TD
Variabel Diastolik Jumlah RP p
Ada Tidak
>85 dB
-Workshop 9 12
-Sterilizer 5 1
Intensitas -Clarification 2 0
Kebisingan
-Pressing 2 0 12,8 0,001
-Boiler 3 0
-Thresing 3 0
-Kernel 8 0
Jumlah 32 13 45
(71,1%) (28,9%) (100%)

<85 dB
-Kantor 0 9
-Waterplant 0 3
-Loading 2 1
Ramp
Jumlah 2 13 15
(13,3%) (86,7%) (100%)
Jumlah 34 26 60
(56,7%) (43,3%) (100%)

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.8. menunjukkan bahwa terdapat 32 orang (71,1%) yang terpapar
intensitas kebisingan >85 dB mengalami peningkatan tekanan darah
diastolik dan 2 orang (13,3%) yang terpapar intensitas kebisingan <85 dB
mengalami peningkatan tekanan darah diastolik.
Hasil uji X2 membuktikan ada hubungan yang signifikan antara
intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah diastolik
(p=0,001). Intensitas kebisingan merupakan faktor risiko terjadinya
peningkatan tekanan darah diastolik (RP=12,8), karyawan yang terpapar
intensitas kebisingan >85 dB berisiko mengalami peningkatan tekanan
darah diastolik sebesar 12,8 kali dibandingkan karyawan yang terpapar
intensitas kebisingan <85 dB.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Analisis Univariat


Data yang diperoleh dianalisis secara univariat untuk mengetahui
seberapa besar distribusi data atau gambaran secara keseluruhan
terhadap responden yang ada pada setiap variabel yang berhubungan
dengan GPAB.
Secara keseluruhan karyawan yang bekerja di Pabrik Kelapa Sawit
Begerpang PT. PP. Lonsum dibagi menjadi beberapa unit tempat kerja
yaitu bagian proses yang terdiri dari unit loading ramp, boiler, thresing,
waterplant, kernel, clarification, sterilizer, pressing dan bagian non-proses
yang bekerja di unit workshop dan kantor. Dalam penelitian ini karyawan
yang dijadikan responden diambil dari unit kerja yang mempunyai
intensitas kebisingan melebihi nilai ambang batas 85 dB (A) yaitu unit
kerja workshop 21 orang (35,0%), sterilizer 6 orang (10,0%), clarification
2 orang (3,33%), pressing 2 orang (3,33%), boiler 3 orang (5,0%), thresing
3 orang (5,0%), kernel 8 orang (13,34%) dan dari unit kerja yang
mempunyai intensitas kebisingan kurang dari nilai ambang batas 85 dB
(A) yaitu unit kerja kantor 9 orang (15,0%), waterplant 3 orang (5,0%) dan
loading ramp 3 orang (5,0%), dengan prosentase masing-masing unit
dihitung secara proporsional dengan jumlah tenaga kerja dimasing-masing
unit.
Karyawan yang terpilih sebagai responden banyaknya 60 orang dan
semuanya berjenis kelamin laki-laki. Karakteristik umur, pendidikan, status
perkawinan, tempat kerja, jenis tugas, pajanan bising dan masa kerja
terlihat pada tabel 4.1. dan tabel 4.2. Sebagian besar 40 orang (66,67%)
karyawan berusia diatas 35 tahun dan 20 orang (33,33%) berusia dibawah
35 tahun dengan rata-rata 39 tahun. Hasil analisis responden berdasarkan
tingkat pendidikan, diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan karyawan
sudah cukup baik yaitu sebanyak 44 orang (73,33%) adalah SMA diikuti

Universitas Sumatera Utara


SD sebanyak 10 orang (16,67,0%), SMP 3 orang (5,0%) dan akademi/
perguruan tinggi sebanyak 3 orang (5,0%), dimana kondisi tersebut
sangat berpengaruh terhadap kemampuan karyawan dalam melakukan
pekerjaan dan pemahaman terhadap arti pentingnya kesehatan dan
keselamatan kerja.
Hasil analisis responden berdasarkan masa kerja adalah 30 orang
(50,0%) mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun. Pengelompokan
masa kerja diperlukan untuk mengetahui tingkat paparan atau pengaruh
lamanya paparan kebisingan yang diterima tenaga kerja. Noise Induce
Permanent Treshold Shift akan meningkat terus setelah masa kerja 10
tahun dan perubahan ini bukan disebabkan oleh penuaan namun
disebabkan oleh pengaruh pemaparan terhadap kebisingan, sebagaimana
dilaporkan oleh Tasbeh (1999) dalam penelitiannya yang dilakukan
terhadap 6 perusahaan di Jakarta (Arini, 2005). GPAB biasanya terjadi
setelah masa pajanan 10-15 tahun pada frekuensi tinggi (4000 Hz dan
6000 Hz) namun hal ini sangat bergantung pada faktor individu dan
lingkungan (Ketabi & Barkhordari, 2010).
Hasil analisis terhadap intensitas kebisingan lingkungan kerja diperoleh
hasil 60 dB di unit kantor, 80,0 dB di unit waterplant, 82,4 dB di unit
loading ramp, 85,1 dB di unit workshop, sterilizer 85,2 dB, clarification 86,8
dB, pressing 87,2 dB, boiler 89 dB, thresing 90 dB, dan 94,5 dB di unit
kernel. Intensitas kebisingan diperoleh dengan mengambil hasil rata-rata
dari pengukuran intensitas kebisingan di minimal tiga titik di setiap unit
kerja, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan intensitas kebisingan
yang diterima oleh setiap karyawan yang sangat dipengaruhi oleh jenis
dan jumlah mesin, jarak antara karyawan dengan mesin, posisi kerja,
kondisi ruangan terbuka atau tertutup dan pengaruh kebisingan dari
lingkungan sekitarnya (Maltby, 2005). Kebisingan adalah suara yang tidak
dikehendaki, besarnya variasi gangguan akibat kebisingan sangat
dipengaruhi oleh jenis dan kekerasan/intensitas suatu kebisingan (Arini,
2005).

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil analisis terhadap intensitas kebisingan (Tabel 4.2.) yang
diterima karyawan diperoleh hasil 45 orang (75,0%) terpapar intensitas
kebisingan lebih dari 85 dB dan 15 orang (25,0%) terpapar intensitas
kebisingan kurang dari sama dengan 85 dB. Hal tersebut dimungkinkan
karena intensitas kebisingan lingkungan kerja diambil secara rata-rata,
sehingga dimungkinkan adanya karyawan yang terpapar intensitas
kebisingan kurang dari sama dengan 85 dB karena posisi dan jarak
tenaga kerja yang berbeda dari sumber bising, atau mesin disekitarnya
tidak menghasilkan intensitas kebisingan yang tinggi. Besarnya variasi
gangguan akibat kebisingan sangat dipengaruhi oleh jenis dan
kekerasan/intensitas suatu kebisingan (Arini, 2005).
Dari hasil analisis terhadap GPAB (Tabel 4.3.) diperoleh hasil 21 orang
(35,0%) mengalami GPAB dan 39 (65,0%) tidak mengalami GPAB.
Penetapan diagnosis GPAB dilihat dari hasil pemeriksaan audiometri
(Nandi, Dhatrak, 2008). Duapuluhsatu karyawan yang mengalami GPAB
semuanya mengalami GPAB di kedua telinga (kanan dan kiri) dengan
derajat ketulian ringan 8 orang, sedang 9 orang, sedang-berat 2 orang,
berat 2 orang dan tidak ada yang mengalami GPAB dengan derajat
ketulian sangat berat. GPAB biasanya dimulai dari frekuensi 4000 Hz
kemudian berlanjut ke frekuensi lebih tinggi diikuti frekuensi yang lebih
rendah (Ketabi & Barkhordari, 2010). GPAB biasanya bilateral tetapi tidak
jarang yang terjadi unilateral (Bashiruddin, 2010). Pada pemeriksaan
audiometrik, GPAB memberikan gambaran yang khas yaitu notch (takik)
berbentuk ‘V’ atau ‘U’ sering diawali pada frekuensi 4000 Hz, tapi kadang-
kadang 6000 Hz, yang kemudian secara bertahap semakin dalam dan
selanjutnya akan menyebar ke frekuensi didekatnya, dimana khasnya
didapati perbaikan pada 8000 Hz (HSA, 2007).
Hasil analisis terhadap keluhan tinitus (Tabel 4.4.) diperoleh hasil
sebanyak 11 orang (18,33%) menunjukkan keluhan tinitus dan 49 orang
(81,67%) tidak menunjukkan keluhan tinitus. Hasil ini sedikit dibawah
penelitian yang dilakukan Kurmis (2007), dimana pada penderita GPAB

Universitas Sumatera Utara


dijumpai > 20% mengeluhkan tinitus. Tinitus adalah persepsi suara yang
diterima tanpa adanya rangsangan dari luar. Keluhan tinitus dapat terjadi
unilateral dan juga bilateral. Berdasarkan beratnya gangguan dapat dibagi
atas kompensata (gangguan ringan) dan dekompensata (gangguan
berat). Masalah yang muncul akibat tinitus dapat berupa gangguan tidur,
depresi, ketakutan, gangguan cemas, gangguan konsentrasi dan pada
kasus yang ekstrim bunuh diri dapat juga terjadi. Dengan kata lain, tinitus
dekompensata merupakan masalah serius yang dapat menurunkan
kualitas hidup. Hampir 30 dari 100 orang dewasa mengeluhkan tinitus,
dimana 1-5 dari 100 orang menderita karena tinitus dan membutuhkan
pertolongan medis. Serangan tinitus bergantung pada dasar penyebabnya
seperti neurologis, traumatik, infeksi ataupun berkaitan dengan pemakaian
obat-obat, namun penyebab terbanyak dari tinitus adalah gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena
proses penuaan (presbikusis) ataupun terpapar bising yang berlebihan
(GPAB). Dari keseluruhan penderita tinitus, 57-76% disebabkan oleh
karena GPAB. Mazurek mengajukan hipotesis bahwa beratnya derajat
GPAB membawa dampak negatif terhadap beratnya keluhan tinitus.
Dalam penelitiannya terhadap 531 pasien didapatkan 83% yang
mengeluhkan tinitus mempunyai gangguan pendengaran pada frekuensi
tinggi (GPAB) dimana terdapat hubungan yang bermakna antara
keduanya (p<0,0001) (Mazurek, et al, 2010).
Hasil analisis terhadap pemakaian alat pelindung diri (APD)
pendengaran diperoleh hasil 24 orang (40,0%) tidak memakai APD
pendengaran dan 36 orang (60,0%) memakai APD. APD juga mempunyai
pengaruh terhadap besarnya paparan intensitas kebisingan yang diterima
tenaga kerja, karena dengan memakai APD pendengaran akan
mengurangi besarnya paparan intensitas kebisingan yang diterima tenaga
kerja. APD pendengaran adalah merupakan alternatif terakhir dalam
upaya mengendalikan kebisingan di tempat kerja (Arini, 2005).

Universitas Sumatera Utara


5.2 Analisis Bivariat
Dalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis secara bivariat yaitu
menggunakan tabulasi silang yang bertujuan untuk melihat hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat, berdasarkan distribusi sel-
sel yang ada. Untuk uji statistik yang digunakan adalah tes X2. Dikatakan
ada hubungan yang bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p<0,05.
5.2.1 Hubungan usia dengan GPAB
Dari penelitian terhadap 60 responden yang terlihat pada tabel 4.6.
diperoleh hasil yaitu:
1. Pada karyawan yang berusia > 35 tahun terdapat 18 orang
(45,00%) yang mengalami GPAB.
2. Pada karyawan yang berusia < 35 tahun terdapat 3 orang (15,00%)
yang mengalami GPAB.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara usia dengan GPAB (p= 0,022). Dari hasil analisis juga diketahui
bahwa karyawan yang berusia > 35 tahun risiko akan mengalami GPAB
sebesar 3 kali dibandingkan dengan karyawan yang berusia < 35 tahun
(RP=3).
Penurunan pendengaran yang diakibatkan oleh faktor bertambahnya
usia disebut presbiakusis. Telinga mengalami kemunduran fungsinya
pada usia lanjut seperti organ-organ lain. Presbiakusis timbulnya kadang-
kadang sangat individual, sebagian sudah timbul pada usia 40 tahun yang
disebut presbiakusis prekoks, tetapi ada manusia pada usia lanjut masih
mempunyai pendengaran yang baik. Frekuensi terbanyak presbiakusis
pada usia 60-65 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
presbiakusis adalah: diet tinggi lemak, banyak merokok, stress, keturunan
dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus (Arini,2005).
Mengingat faktor usia tidak bisa dikendalikan karena usia akan terus
bertambah, maka sangat penting diberikan batasan usia pensiun bagi
tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.3
Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menetapkan usia

Universitas Sumatera Utara


pensiun 59 tahun. Dengan adanya batasan usia pensiun, maka tenaga
kerja yang sudah mencapai usia pensiun yang secara fisik sudah
mengalami banyak penurunan, tidak lagi harus terpapar oleh kondisi
lingkungan kerja yang membahayakan bagi kesehatan baik fisik maupun
mental dan dapat menikmati hari tua dengan jaminan sosial yang sudah
diberikan oleh perusahaan (Arini, 2005).

5.2.2 Hubungan masa kerja dengan GPAB


Dari penelitian terhadap 60 responden yang terlihat pada tabel 4.7.
diperoleh hasil yaitu:
1. Pada karyawan dengan masa kerja > 10 tahun terdapat 19 orang
(63,33%) yang mengalami GPAB.
2. Pada karyawan dengan masa kerja < 10 tahun terdapat 2 orang
(6,67%) yang mengalami GPAB.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara masa kerja dengan GPAB (p= 0,001). Dari hasil analisis juga
diketahui bahwa karyawan dengan masa kerja > 10 tahun risiko akan
mengalami GPAB sebesar 9,5 kali dibandingkan dengan karyawan
dengan masa kerja < 10 tahun (RP=9,5).
Hasil ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan Alberti dan
Olishifski. Menurut Alberti pajanan 90 dB dalam 8 jam kerja dan 5
hari/minggu, maka 15% dari populasi terpajan berisiko menderita ketulian
bermakna setelah terpajan 10 tahun. Demikian juga pada penelitian
Sundari menunjukkan dengan masa kerja lebih dari 10 tahun dan
Kertadikari mendapatkan tahun kesembilan pajanan bising merupakan
batas terjadinya gangguan pendengaran secara bermakna (Tana, Halim,
Ghani & Delima, 2002).

Universitas Sumatera Utara


5.2.3 Hubungan intensitas kebisingan dengan GPAB
Dari penelitian terhadap 60 responden yang terlihat pada tabel 4.8.
diperoleh hasil yaitu:
1. Pada karyawan yang bekerja dengan intensitas kebisingan > 85 dB
terdapat 20 orang (44,44%) yang mengalami GPAB.
2. Pada karyawan yang karyawan bekerja dengan intensitas
kebisingan < 85 dB terdapat 1 orang (6,67%) yang mengalami
GPAB
Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
intensitas kebisingan dengan GPAB (p= 0,008). Dari hasil analisis juga
diketahui bahwa karyawan yang bekerja dengan intensitas
kebisingan >85 dB risiko akan mengalami GPAB sebesar 6,67 kali
dibandingkan dengan karyawan bekerja dengan intensitas kebisingan
< 85 dB (RP=6,67).
Mekanisme terjadinya GPAB melibatkan kerusakan sel-sel rambut
koklea oleh karena paparan terhadap bising terutama pada frekuensi
tinggi (Daniel, 2007). Suara yang berasal dari luar dialirkan ke liang telinga
dan mengenai membran timpani kemudian divibrasikan dan
ditransmisikan ke telinga tengah dimana sel-sel rambut sensoris di koklea
bertanggungjawab memulai impuls saraf yang membawa informasi ke
otak berkaitan dengan suara tersebut. Koklea manusia memiliki satu baris
sel-sel rambut dalam dan tiga baris sel-sel rambut luar. Sel-sel rambut luar
berada disepanjang koklea. Sel-sel rambut yang berhubungan dengan
suara berfrekuensi tinggi berlokasi dekat dengan ujung dasar koklea dan
daerah yang paling sensitif untuk suara dengan frekuensi rendah
mendekati bagian apikal koklea. Beratnya kerusakan sel-sel rambut
bergantung kepada besarnya intensitas suara yang diterima. Semakin
tinggi intensitas suara yang diterima maka kerusakan akan semakin berat
dan menjadi permanen. Sekali rusak, sel-sel sensoris tersebut tidak dapat
memperbaiki dirinya sendiri dan tidak ada prosedur medis yang dapat
mengembalikannya ke fungsi normal (Nandi & Dhatrak, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Intensitas kebisingan dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan
yaitu < 85 dB dengan waktu pemaparan 8 jam sehari dan 40 jam
seminggu sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.Per.51/Men/1999 adalah aman bagi pekerja
dan tidak memberikan dampak terhadap gangguan pendengaran.
Intensitas kebisingan > 85 dB akan memberikan dampak pada gangguan
pendengaran berupa noise induced hearing loss (NIHL) atau penurunan
pendengaran akibat kerja (occupational hearing loss) baik yang bersifat
sementara atau tetap, apabila tidak dilakukan upaya-upaya pengendalian
terhadap intensitas kebisingan baik pengendalian secara administratif
maupun teknis (Arini, 2005).
Pada penelitian ini dijumpai satu orang yang bekerja di tempat dengan
intensitas < 85 dB mengalami GPAB. Intensitas kebisingan > 85 dB
merupakan nilai ambang batas yang tidak diperkenankan, pada pekerja
yang rentan bisa saja menderita GPAB walaupun bekerja di tempat
dengan intensitas kebisingan < 85 dB (Jafari, Karimi & Haghshenas,
2010). Tempat bekerja sebelum dilakukan rotasi juga dapat berpengaruh
terhadap terjadinya GPAB.

5.2.4 Hubungan APD pendengaran dengan GPAB


Dari penelitian terhadap 60 responden yang terlihat pada tabel 4.9.
diperoleh hasil yaitu:
1. Pada karyawan yang tidak memakai APD pendengaran terdapat
15 orang (62,5%) mengalami GPAB.
2. Pada karyawan yang memakai APD pendengaran terdapat 6 orang
(16,7%) mengalami GPAB.
Walaupun karyawan banyak yang telah memakai APD pendengaran
yaitu sebesar 60%, pada penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan
yang tidak memakai APD pendengaran lebih berisiko mengalami GPAB.
Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
APD pendengaran dengan GPAB (p= 0,001). Dari hasil analisis juga

Universitas Sumatera Utara


diketahui bahwa karyawan yang tidak memakai APD pendengaran akan
mengalami GPAB sebesar 3,75 kali dibandingkan dengan karyawan
memakai APD pendengaran (RP=3,75).
APD pendengaran merupakan alternatif terakhir dalam upaya
pengendalian intensitas kebisingan yang diterima karyawan setelah
upaya-upaya lain tidak memungkinkan untuk dilakukan (Arini, 2005).
NIOSH memperkirakan bahwa kelalaian pekerja tidak memakai APD
walaupun hanya 30 menit sehari terhadap paparan bising akan
menyebabkan terjadinya GPAB sebesar 50% (McCullagh, Raymond, Kerr
& Lusk, 2011).
APD pendengaran mempunyai kemampuan mengurangi paparan
kebisingan bervariasi tergantung jenisnya. Ear plug mempunyai
kemampuan mengurangi paparan kebisingan sebesar 5 dB sedangkan
ear muffs 10-15 dB (Arini,2005).
Pada penelitian ini walaupun perusahaan telah menyediakan APD
pendengaran berupa ear plug dan ear muff, namun masih banyak para
pekerja belum disiplin menggunakannya, walaupun mereka bekerja di
lokasi dengan intensitas kebisingan >85 dB.

5.2.5 Hubungan intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan


darah
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 4.10 dan tabel 4.11
memperlihatkan bahwa responden yang terpapar intensitas kebisingan
>85 dB, 36 orang (80%) mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
dan 32 orang (71,1%) mengalami peningkatan tekanan darah diastolik.
Hal ini menunjukkan bahwa intensitas kebisingan diatas 85 dB bisa
menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik. Pada
penelitian ini karyawan secara terus menerus terpapar oleh kebisingan
dalam waktu yang cukup lama, dimana sebanyak 30 orang telah bekerja
lebih dari 10 tahun dan sebanyak 45 orang bekerja dengan paparan bising
>85 dB.

Universitas Sumatera Utara


Kebisingan bisa direspon oleh otak sebagai ancaman atau stress, yang
kemudian berhubungan dengan pengeluaran hormon stress seperti
epinephrine (hormon katekolamin yang disekresi oleh bagian medula
kelenjar adrenal dan sebuah neurotransmiter yang dilepas oleh neuron-
neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem susunan saraf pusat),
norepinephrine (salah satu katekolamin alamia) dan cortisol
(glukokortikoid alami utama yang disistesis dalam zona fasciculata cortex
adrenalis; mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak, yang
memiliki aktivitas mineralokor tikoid yang cukup berarti). Stress akan
mempengaruhi sistem saraf yang kemudian akan berpengaruh pada
denyut jantung, yang mengakibatkan perubahan tekanan darah. Stress
yang berulang-ulang bisa menjadikan perubahan tekanan darah itu
menetap. Peningkatan darah yang terus menerus akan berakibat
hipertensi (Babba,2007).
Sedangkan responden yang terpapar kebisingan kurang atau sama
dengan 85 dB, ternyata 3 orang (20%) mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik dan 2 orang (13,3%) mengalami peningkatan tekanan darah
diastolik. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas kebisingan walaupun
dibawah 85 dB dapat juga meningkatkan tekanan darah.
Hasil uji X2 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan darah sistolik
(p = 0,001; RP = 4) dan tekanan darah diastolik (p = 0,001; RP = 12,8).
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan Babba terhadap 60
karyawan pabrik semen di Sulawesi Selatan dimana terdapat hubungan
yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan peningkatan tekanan
darah sistolik (p= 0,001; RP = 10,5) dan tekanan darah diastolik
(p= 0,001; RP = 7,6) (Babba, 2007). Hal yang sama pada penelitian yang
dilakukan Rusli pada tahun 2008 terhadap 50 orang masyarakat yang
tinggal di pinggiran rel kereta api di Medan yang menunjukkan ada
pengaruh signifikan antara kebisingan dengan perubahan tekanan darah
sistolik (p = 0,001) dan diastolik (p = 0,031) (Rusli, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Naiknya tekanan darah biasanya sejalan antara sistolik dengan
diastolik. Pengaturan tekanan darah tergantung pada kontrol dua penentu
utamanya yaitu curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah
jantung banyak bergantung pada pengaturan kecepatan denyut jantung
dan volume sekuncup. Sementara resistensi perifer total terutama
ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteri. Peningkatan kecepatan
denyut jantung akan berpengaruh langsung pada tekanan darah sistolik,
sedangkan tekanan darah diastolik lebih banyak dipengaruhi oleh
resistensi perifer total (Babba, 2007).
Paparan bising dalam jangka lama terbukti membawa dampak buruk
bagi kesehatan. Paparan bising menyebabkan perubahan pada berbagai
organ dan sistim organ. Paparan bising akut dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah dengan dilepaskannya hormon yang memicu
stress seperti katekolamin (Munzel, et al, 2014).
Paparan bising dapat memicu peningkatan tekanan darah yang
merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Paparan bising
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah melalui sistim
neuroendokrin. Paparan ini memicu respon emosional pada struktur
kortikal dan subkortikal dengan mempengaruhi konsentrasi, relaksasi dan
tidur. Satu kajian meta analisis menunjukkan hubungan yang signifikan
antara kebisingan dengan terjadinya hipertensi (Chang, et al, 2014).
Banyak penelitian mengemukakan bahwa paparan bising yang terus
menerus pada intensitas diatas 85 dB menyebabakan peningkatan
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan pada intensitas dibawah 85
dB. Penelitian observasional yang dilakukan Rashid, et al (2009)
menunjukkan bahwa paparan singkat terhadap bising selama 10 menit
saja dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang signifikan
(Dominic, Ezeabasili & Okoro, 2014).

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini didapatkan:
1. Karyawan yang berusia >35 tahun, masa kerja >10 tahun,
intensitas kebisingan >85 dB dan tidak memakai APD pendengaran
terbukti berpengaruh terhadap terjadinya GPAB dengan rasio
prevalensi masing-masing RP= 3; 9,5; 6,67 dan 3,75.
2. Adanya hubungan yang signifikan antara usia, masa kerja,
intensitas kebisingan dan tidak memakai APD pendengaran
dengan terjadinya GPAB, dimana p < 0,05.
3. Adanya hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan
dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik dimana p < 0,05.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan skrining awal pendengaran sebelum pekerja aktif
melaksanakan tugasnya pertama sekali, sehingga tempat ataupun
lokasi bekerja dapat disesuaikan.
2. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap gangguan fungsi
pendengaran tenaga kerja yang mengalami gangguan
pendengaran akibat bising dan diberikan haknya untuk
mendapatkan jaminan cacat akibat kebisingan ditempat kerja yang
tergolong penyakit akibat kerja.
3. Melakukan pengukuran paparan kebisingan dengan menggunakan
prosedur, alat, tenaga dan cara yang tepat.
4. Pengendalian secara teknis
Melakukan rekayasa teknis dengan memodifikasi atau perubahan
tempat (desain tempat kerja) yang menjauhkan jarak pendengaran
pekerja dengan sumber kebisingan untuk mesin-mesin yang

Universitas Sumatera Utara


memungkinkan ditempatkan jauh dari tenaga kerja, mengurangi
kebisingan pada sumbernya, membuat sekat pada media bising,
reduksi bising dengan bahan penyerap, mengurangi getaran alat.
5. Pengendalian administratif
Perlu dilakukan rotasi kerja dari unit kerja yang mempunyai
intensitas kebisingan tinggi ke tempat yang intensitas
kebisingannya kurang dari 85 dB dan pengaturan jam kerja untuk
mengurangi paparan secara terus-menerus dalam sehari sesuai
dengan intensitas kebisingan yang diterima oleh karyawan.
6. Pemberian dan pengawasan pemakaian alat pelindung diri
Penyediaan alat pelindung diri yang sesuai standar secara cuma-
cuma, sesuai dengan intensitas kebisingan yang diterima karyawan
berupa ear plug atau ear muff dan ear cups. Menerapkan sanksi
yang tegas terhadap karyawan yang tidak menggunakan alat
pelindung diri.
7. Pemeriksaan kesehatan karyawan secara rutin
Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal satu
tahun sekali dan pemeriksaan khusus untuk karyawan yang
mengalami keluhan/gangguan pendengaran (pemeriksaan
audiometri) dan melakukan evaluasi hasil pemeriksaan audiometri.
Karyawan yang telah mengalami peningkatan tekanan darah,
supaya ditangani dengan jalan pengobatan secara rutin.
8. Program pendidikan dan pelatihan
Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada karyawan mengenai
dampak kebisingan bagi kesehatan, produktifitas, ekonomi dan
pelatihan dalam penggunaan alat-alat pelindung diri.
Pada penelitian ini terdapat kelemahan, yaitu: tidak
dilakukannya skrining pendengaran pada saat sebelum pekerja
aktif pertama sekali melaksanakan tugasnya, sehingga tidak ada
data awal yang menjadi bahan perbandingan dengan data yang
didapat pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


KEPUSTAKAAN

Abbasi, AA, Marri, HB, Nebhwani, M 2011, ‘Industrial Noise Pollution and
its Impacts on Workers in the Textile Based Cottage Industries: An
Empirical Study’, Mehran University Research Journal of Engineering
& Technology, vol. 30, no.1, pp. 35-44
Alberti, PW 2002, ‘Occupational Hearing Loss’, Ballengers Manual of
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery, BC Denker Inc,
pp.110-120
American Speech- language hearing association 2005, ‘Guidelines for
manual pure tone threshold audiometry’, Rockville, pp.1-8
Arifiani, N 2004, ‘Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja’
Cermin Dunia Kedokteran, vol.144, pp.24-28
Arini, EY 2005, ‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Pendengaran Tipe Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT.
Kurnia Jati Utama Semarang’, Tesis Undip, Semarang
Atmaca, E, Peker, I, Altin A 2005, ‘Industrial noise and Its Effects on
Humans’, Polish Journal of environmental Study, vol.4, no.6, pp.721-
726
Attarchi, MS, Sadeghi, Z, Dehghan, F, Sohrabi & Mohammadi, S 2010,
‘Assesment of hearing standard threshold shift based on audiometric
findings in steel company workers’, Iranian Red Cresent Medical
Journal, vol.12, no.6, pp.644-649
Azizi, MH 2010, ‘Occupational noise-induced hearing loss’, International
Journal of Occupational and Environmental Medicine, vol.1, no.3,
pp.116-123
Babba, J 2007, ‘Hubungan antara Intensitas Kebisingan di Lingkungan
Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah (Penelitian pada
Karyawan PT Semen Tobasa di Kabupaten Pangkep Sulawesi
Selatan)’,Tesis. Undip, Semarang
Bashiruddin , JE 2010, ‘Pencegahan gangguan pendengaran, tantangan
dan harapan dalam implementasi program sound hearing 2030’,
Pidato pengukuhan guru besar THT KL, FKUI, Jakarta
Bashiruddin, J, Alviandi, W, Bramantyo, B & Yossa, MP 2008, ‘Gambaran
Audiometri Nada Murni pada Penderita Gangguan Pendengaran
Sensorineural Usia Lanjut’, Maj Kedokt Indon, vol. 58, no.8, pp.284-
290
Bashiruddin, J & Soetirto, I 2007, ‘Gangguan Pendengaran Akibat Bising
(Noise Induced Hearing Loss), Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher, Edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,
pp.49-52
Bodmer, D 2008, ‘Protection, regeneration and replacement of hair cells in
the cochlea: implication for the future treatment of sensorineural
hearing loss’, Swiss Med Wkly, vol.138, no.47-48, pp.708-712
Buchari 2007, ‘Kebisingan Industri dan hearing conservation program’,
USU Repository, Medan, pp.4-19

Universitas Sumatera Utara


Carmelo, A, Concetto, G, Agata, Z, Antonietta, TM, Graziella, DA, Renato,
B, Adriana, A & Luigi, S 2010, ‘Effects of cigarette smoking on the
evolution of hearing loss caused by industrial noise’, Health, vol. 2,
no.10, pp.1163-1169
Chang, TY, Beelen, R, Li, SF, Chen, TI, Bao, BY & Liu, CS 2014, ‘Road
traffic noise frequency and prevalent hypertension in Taichung,
Taiwan: A cross-sectional study’, ehjournal, vol. 13, no.37, pp.1-9
Cook, J & Hawkins, DB 2006, ‘Hearing Loss and Hearing Aid Treatment
Options’, Mayo Clinic Proceedings, vol.81, no.2, pp. 234-237
Daniel , E 2007, ‘Noise and Hearing Loss: A Review’, The Journal of
School Health, vol.77, no.5, pp. 225-230
Dominic, CMU, Ezeabasili, ACC & Okoro, BU 2014, ‘Industrial Noise
Exposure and Its Effect on Blood Pressure in Adult Industry Workers’,
GJEDT, vol. 3, no.3, pp.29-33
Dhingra, PL & Dhingra, S 2010, ‘Peripheral Receptors and Physiology of
Auditory and Vestibular Systems’, Disease of Ear, Nose & Throat
Fifth Edition, Elsevier,India, pp.17-18
Elsawaf, EM, Hussein, HY, Almarashdah, AM, Wasfy, AS, Alfaisal, WH &
Mahdy, NH 2014, ‘Work site noise and some of its related health
problems among workers in Aluminium Industry, Dubai’, OALib
Preprints, pp.1-8
Fausti, SA, Wilmington, DJ, Helt, PV, Helt, WJ & Martin DK 2005, ‘Hearing
health and care: The need for improved hearing loss prevention and
hearing conservation practices’, Journal of Rehabilitation Research
and Development, vol.42, no.4, pp. 45-62
Ferrite, S & Santana, V 2005, ‘Joint effects of smoking, noise exposure
and age on hearing loss’, Occupational medicine, no.55, pp.48-53
Gacek, RR 2009, ‘Anatomy of the Auditory and Vestibular System. In :
Snow Jr JB and Wackym PA, Ballenger,s. otorhinolaryngology head
and neck surgery 17 Centennial edition, Philadhelpia People,s
Medical Publishing House, pp.1-157
Ganong, WF 1999, ‘Dinamika Aliran Darah dan Limfe’, Fisiologi
Kedokteran Edisi 17, Penerbit EGC, Jakarta, pp.557-574
Gerostergiou, E, Tsitiridis, I, Batzakakis, D, Limpanovnou, G, Vathilakis, I
& Sandris, V 2008, ‘Sensorineural hearing loss of noise in members
of aviation club of Larissa (Greece)’, Hippokratia, vol.12, no.1, pp.59-
63
Health and Safety Authority 2007, Guidelines on hearing checks and
audiometry under the safety, health and welfare at work. Dublin
Hong, O & Samo, DG 2007, ‘Hazardous Decibels’, AAOHN Journal, vol.
55, no.8, pp.313-319
Huboyo, HS 2008, ‘Analisis Sebaran Kebisingan Fasilitas Utility PT.
Pertamina (Persero) UP-VI Balongan Indramayu’, Jurnal Presipitasi,
vol.5, no.2, pp.1-7
Humann, M, Sanderson, W, Flamme, G, Kelly, KM, Moore, G, Stromquist,
A & Merchant, JA 2011, ‘Noise Exposures of Rural Adolescents’,The

Universitas Sumatera Utara


Journal of Rural Health, no. 27, pp.72-80
Jafari, MJ, Karimi, A & Haghshenas, M 2010, ‘Extrapolation of
Experimental Field Study to a National Occupational Noise Exposure
Standard’, International Journal of Occupational Hygiene, no.2,
pp.69-74
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure 2004, ‘The Seven Report’,
National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood
Institute, pp.1-104
Keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999, ‘Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
di Tempat Kerja’, Jakarta, pp.1-9
Ketabi, D & Barkhordari 2010, ‘Noise induced hearing loss among workers
of an Iranian axial parts factory, 2009’, International journal of
occupational hygiene, vol.2, no.2, pp.75-79
Krishnamurti, S 2009, ‘Sensorineural Hearing Loss Associated with
Occupational Noise Exposure: Effects of Age-Corrections’, Int. J.
Environ. Res. Public Health, no.6, pp.889-899
Kujawa,SG & Liberman, MC 2006, ‘Acceleration of age-related hearing
loss by early noise exposure: evidence of a misspent youth’, The
Journal of Neuroscience, vol. 26, no.7, pp.2115-2123
Kujawa,SG & Liberman, MC 2009, ‘Adding Insult to Injury: Cochlear Nerve
Degeneration after “Temporary” Noise-Induced Hearing Loss’, The
Journal of Neuroscience, vol.29, no.45, pp.14077-14085
Kurmis, AP & Apps, SA 2007, ‘Occupationallly-acquered noise-induced
hearing loss;a senseless workplace hazard’, International Journal of
Occupational Medicine and Enviromental Health, vol.20, no.2,
pp.127-136
Laer, LV, Carlsson, PI, Ottschytsch, N, Bondeson,ML, Konings, A,
Vandevelde, A, Dieltjens, N, Fransen, E, Snyders, D, Borg, E,
Raes, A & Camp, GV 2006, ‘The Contribution of genes Involved
Involved Potassium-recyciling in the inner ear to noise-induced
hearing loss’, Human Mutation, vol. 27, no.80, pp.786-795
Mallapiang, F 2008, ‘Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Pendengaran Tenaga Kerja Akibat Bising pada Unit Produksi PT.
Sermani Steel Coorporation Makassar 2008’, Hasil Penelitian, pp.14-
22
Maltby, M 2005, ‘Occupational Audiometry:Monitoring and protecting
hearing at work’, Elsevier Publisher, pp.13-16
Margolis, RH & Morgan, DE 2008, ‘Automated pure tone audiometry: an
analysis of capacity, need, and benefit’, American Journal of
Audiology, vol.17, no.2, pp.109-113
Mazurek , B, Olze, H, Haupt, H & Szczepek, AJ 2010, ‘The more the
worse: the grade of noise induced hearing loss associates with the
severity of tinnitus’, Int. J. Res. Public Health, no.7, pp.3071-3079
McCullagh, MC, Raymond, D, Kerr, MJ & Lusk, SL 2011, ‘Prevalensi of
hearing loss and accuracy of self-report among factory workers’,

Universitas Sumatera Utara


Noise and Health,vol.13, no.54, pp.3440-3447
Moller, AR 2006, ‘Noise Induced Hearing Loss’ In: Hearing: Anatomy,
Physiology, and Disorders of The Auditory System 2ndEd. Elsevier:
pp.219-220
Munzel, T, Gori, T, Babisch, W & Basner, M 2014, ‘Cardiovascular effects
of environmental noise exposure’, European Heart Journal, vol. 30,
pp.1-9
Muyassaroh & Habibi, H 2011, ‘Hubungan lama paparan bising dengan
kejadian kurang pendengaran pada musisi’, J Indon Med Assoc, vol.
61, no.5, pp. 200-203
Nadya, S, Dawal, SJ, Ya, T & Hamidi, M 2010, ‘A Study of Occupational
Noise Exposure among Toll Tellers at Toll Plaza in Malaysia’, Hasil
Penelitian.
Nandi, SS & Dhatrak, SV 2008, ‘Occupational noise-induced hearing loss
in India’, Indian Journal of Occupational and environmental
Medicine,no.12, pp.53-56
Norsaleha IT & Noorhassim, I 2006,’ A Study on Compliance to Hearing
Conservation Programme among Industries in Negeri Sembilan,
Malaysia Industrial Health, no. 44, pp.84-91
Ologe, FE, Olajide, TG, Nwawolo, CC & Oyejola, BA 2008, ‘Deterioration
of noise-induced hearing loss among bottling factory workers’, The
Journal of Laryngology & Otology, no.122, pp.786-94
Olaosun, Adedayo, O, Ogundiran & Olawale 2014, ‘Noise Levels in a
Nigerian Tertiary Institution’, International Journal of Recent Scientific
Research, vol. 5, no.4, pp.720-723
Penney, PJ & Earl, CE 2004, ‘Occupational Noise and Effects on Blood
Pressure’, AAOHN Journal, vol.52, no.11, pp.476-480
Pouryaghoub, G, Mehrdad, R & Mohammadi, S 2007, ‘Interaction of
smoking and occupational noise exposure on hearing loss: a cross-
sectional study’, BMC Public Health, no.7, p.137
Profil perusahaan PT PP. London Sumatera 2010, diunduh 11 Januari
2013, http://www.londonsumatera.com/profil_perusahaan.php
Roestam, AW 2004, ‘Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja’,
Cermin Dunia Kedokteran, no.144, pp.29-33
Rusli, M 2009, ‘Pengaruh Kebisingan dan Getaran terhadap Perubahan
Tekanan Darah Masyarakat yang Tinggal di Pinggiran Rel Kereta
Api Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Kecamatan Medan Denai
Tahun 2008’, Tesis, USU, Medan
Sareen, A & Singh, V 2014, ‘Noise Induced Hearing Loss: A Review’,
Otolaryngology Online Journal, vol. 4, no.2, pp.1-9
Seidman, MD & Standring, RT 2007, ‘Noise and Quality of Life’, Int.J.
Environ. Res. Public Health, no.7, pp.3730-3738
Sen, T, Bhattacharje, PK., Banerje, D & Sarkar, B 2010, ‘Study and
Comparison of the Noise Dose on Worker in a Small Scale Industry
in West Bengal, India’, International Journal of Environmental
Science and Development,vol.1, no.4, pp.364-366

Universitas Sumatera Utara


Singhal, S, Yadav, B, Hashmi, SF & Muzammil, M 2009, ‘Effects of
workplace noise on blood pressure and heart rate’, Biomedical
Research, vol.20, no.2, pp.122-126
Singgih, AA 1995, ‘Pembakuan Pengukuran Tekanan Darah’, Bagian
Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit dr.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
Soetjipto, D 2007. Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB), diunduh
10 Januari 2013,:http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?to=articl
e&id=15
Sukar, Lubis, A, Athena, A, Lestari, H, Muhasim & Haryono 2002,
‘Dampak Kebisingan Frekuensi 6000 dan 8000 Hz terhadap Ketulian
Karyawan K-3’, Jurnal Ekologi Kesehalan , Vol.2, No.I. pp.185 - 191
Tana, L, Halim, S, Ghani, L & Delima 2002, ‘Gangguan pendengaran
akibat bising pada pekerja perusahaan baja dipulau Jawa’, J
Kedokter Trisakti, vol.21, no.3, pp.84-89
Vinodh, RS & Veeranna, N 2010, ‘Evaluation of acoustic shock induced
early hearing loss with audiometer and distortion product otoacoustic
emissions’, Indianjmedsci, no 64, pp.132-139
Yiin, LM, Hsieh, WA, Tseng, CC, Wu, JL, Lin, MJ, Li, LH & Chang, CC
2011, ‘Occupational Exposure Assessment and Health Hazard
Analysis of Stone Workers’, Journal of Occupational Safety and
Health, no.19, pp.433-447

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

DATA SAMPEL PENELITIAN

Kelainan Pemakaian PENINGKATAN


IB Tinitus
M Audiogram APD TEKANAN DARAH
No Nama JK Usia LK TP SP TK JT
K > GPAB GPAB
< 85 Ya Tidak Ya Tidak SISTOLIK DIASTOLIK
85 (+) (-)
1 W Lk 52 32 10 SMP Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
2 BG Lk 36 1 10 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
3 AS Lk 48 8 9 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
4 SS Lk 51 30 8 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
5 UA Lk 38 8 10 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
6 WSP Lk 52 8 8 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
7 EG Lk 41 16 8 D3 Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
8 FN Lk 31 6 8 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
9 AN Lk 32 2 8 SMU Menikah Kantor Non-Proses 60 Tidak
10 M Lk 40 20 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ada
11 MJ Lk 44 14 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ada Ada
12 P Lk 50 31 10 SD Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ya Tidak Ada Ada
13 AY Lk 52 23 10 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ya Tidak Ada Ada
14 Wan Lk 34 9 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1
15 DI Lk 33 8 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1
Belum
16 JS Lk 24 4 8 SMU Workshop Non-Proses 85,1
Menikah
17 HS Lk 32 7 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1
18 YP Lk 41 9 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ada
19 MI Lk 29 2 8 SD Menikah Workshop Non-Proses 85,1
20 Sah Lk 39 19 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ada Ada
21 S Lk 39 8 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1
22 Y Lk 46 21 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ya Tidak Ada Ada

Universitas Sumatera Utara


23 AA Lk 34 3 9 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1
24 P Lk 50 32 9 SD Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ya Tidak Ada Ada
25 Sy Lk 36 11 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ada
26 Sd Lk 40 14 10 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ada Ada
27 ES Lk 42 17 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ada Ada
28 Sw Lk 37 11 8 SMP Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ada
29 Pj Lk 48 23 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1 Ya Ya Tidak Ada Ada
30 Sh Lk 38 8 8 SMU Menikah Workshop Non-Proses 85,1
31 AS Lk 36 9 8 SD Menikah Boiler Proses 89 Ada Ada
Loading
32 Sa Lk 31 2 8 SMU Menikah Proses 82,4
Ramp
33 IS Lk 31 9 8 SMU Menikah Threshing Proses 90 Ada Ada
Water
34 I Lk 47 25 8 SMU Menikah Proses 80 Ada
Plant
Belum
35 RAD Lk 28 8 8 SMU Kernel Proses 94,5 Ada Ada
Menikah
Clarificatio
36 MR Lk 32 11 10 SMU Menikah Proses 86,8 Ya Ada Ada
n
37 Se Lk 53 26 8 SD Menikah Kernel Proses 94,5 Ya Ya Tidak Ada Ada
Water
38 MY Lk 30 9 8 SMU Menikah Proses 80
Plant
39 CS Lk 51 20 8 SMU Menikah Threshing Proses 90 Ya Ya Tidak Ada Ada
Loading
40 Sk Lk 50 28 8 SMU Menikah Proses 82,4 Ada Ada
Ramp
41 BH Lk 31 9 8 SMU Menikah Kernel Proses 94,5 Ada Ada
42 ER Lk 43 20 8 SMU Menikah Boiler Proses 89 Ya Tidak Ada Ada
43 Ms Lk 31 12 8 SMU Menikah Kernel Proses 94,5 Ya Ada Ada
44 EW Lk 29 3 8 SMU Menikah Sterilizer Proses 85,2
45 R Lk 38 9 8 S-1 Menikah Boiler Proses 89 Ada Ada
Loading
46 RM Lk 31 8 8 SMP Menikah Proses 82,4 Ya Tidak Ada Ada
Ramp
47 Sis Lk 36 8 8 SMU Menikah Kernel Proses 94,5 Ada Ada

Universitas Sumatera Utara


Belum Water
48 Sun Lk 23 1 8 SMU Proses 80
Menikah Plant
49 Sut Lk 45 21 8 SD Menikah Sterilizer Proses 85,2 Ya Ya Tidak Ada Ada
50 Wal Lk 46 20 8 SD Menikah Threshing Proses 90 Ya Ya Tidak Ada Ada
51 BB Lk 47 28 8 SD Menikah Sterilizer Proses 85,2 Ya Ya Tidak Ada Ada
52 BR Lk 48 23 8 SMU Menikah Pressing Proses 87,2 Ya Ya Tidak Ada Ada
53 Sur Lk 41 22 8 SD Menikah Sterilizer Proses 85,2 Ya Tidak Ada Ada
54 SMN Lk 43 21 8 SD Menikah Sterilizer Proses 85,2 Ya Tidak Ada Ada
55 JR Lk 36 8 8 SMU Menikah Kernel Proses 94,5 Ada Ada
Belum
56 GM Lk 23 2 8 SMU Kernel Proses 94,5 Ada Ada
Menikah
Clarificatio
57 Mul Lk 41 16 8 SMU Menikah Proses 86,8 Ada Ada
n
58 JA Lk 40 18 8 SMU Menikah Pressing Proses 87,2 Ada Ada
Belum
59 MAL Lk 28 8 8 SMU Sterilizer Proses 85,2 Ada Ada
Menikah
60 MR Lk 39 2 8 S1 Menikah Kernel Proses 94,5 Ada Ada

Keterangan:

No : Nomor urut. Nama : Inisial nama subyek penelitian. JK : jenis kelamin. Usia : umur dalam tahun. MK : masa kerja dalam tahun. LK : lama bekerja sehari dalam jam.
TP : tingkat pendidikan. SP : status perkawinan. TK : tempat kerja. JT : jenis tugas. IB : intensitas bising dalam desibel (dB). Kelainan audiogram : hasil audiometri yang
menunjukkan GPAB. Tinitus : keluhan telinga berdenging. Pemakaian APD : penggunaan alat pelindung diri. Lk : laki-laki. GPAB : Gangguan pendengaran akibat bising.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

DATA SAMPEL PENELITIAN

NO NAMA JENIS USIA MASA LAMA TK. STATUS TEMPAT JENIS INTENSITAS KELAINAN TINITUS PEMAKAIAN APD
KELAMIN (tahun) KERJA KERJA PENDIDIKAN PERKAWINAN KERJA TUGAS BISING AUDIOGRAM
(tahun) PER < 85 > 85 GPAB GPAB Ya Tidak Ya Tidak
HARI dB dB (+) (-)
(jam)
1 Warisono Laki-laki 52 32 10 SMP Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Proses dB
2 Boyke Laki-laki 36 1 10 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Ginting Proses dB
3 Armansyah Laki-laki 48 8 9 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Siregar Proses dB
4 Sofyan Laki-laki 51 30 8 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Sinaga Proses dB
5 Ujang Laki-laki 38 8 10 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Aryanto Proses dB
6 Wahyudi SP Laki-laki 52 8 8 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Proses dB
7 Edyson Laki-laki 41 16 8 D3 Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Ginting Proses dB
8 Fachruddin Laki-laki 31 6 8 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Nst Proses dB
9 Amzah Laki-laki 32 2 8 SMU Menikah Kantor Non- 60 − Tidak
Nurdiansyah Proses dB
10 Misdi Laki-laki 40 20 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
11 M. Juned Laki-laki 44 14 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya
Proses dB
12 Ponijo Laki-laki 50 31 10 SD Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya Ya Tidak
Proses dB
13 Asrul Yani Laki-laki 52 23 10 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya Ya Tidak
Proses dB
14 Wanto Laki-laki 34 9 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
15 Dodi Laki-laki 33 8 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Iskandar Proses dB
16 Jalotua Laki-laki 24 4 8 SMU Belum Workshop Non- − 85,1
Simorangkir Menikah Proses dB
17 Heri Laki-laki 32 7 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Safriandi Proses dB

Universitas Sumatera Utara


18 Yoyok Laki-laki 41 9 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Prasetyo Proses dB
19 Muhammad Laki-laki 29 2 8 SD Menikah Workshop Non- − 85,1
Iskandar Proses dB
20 Sahata Sirait Laki-laki 39 19 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya
Proses dB
21 Sujono Laki-laki 39 8 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
22 Yaten Laki-laki 46 21 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya Ya Tidak
Proses dB
23 Aria Atmaja Laki-laki 34 3 9 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
24 Paimun Laki-laki 50 32 9 SD Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya Ya Tidak
Proses dB
25 Suliyanto Laki-laki 36 11 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
26 Sudarto Laki-laki 40 14 10 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya
Proses dB
27 Edi Sutrisno Laki-laki 42 17 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya
Proses dB
28 Sawaluddin Laki-laki 37 11 8 SMP Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
29 Pujiman Laki-laki 48 23 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1 Ya Ya Tidak
Proses dB
30 Suhendri Laki-laki 38 8 8 SMU Menikah Workshop Non- − 85,1
Proses dB
31 Ali Sadikin Laki-laki 36 9 8 SD Menikah Boiler Proses − 89
dB
32 Suhendra Laki-laki 31 2 8 SMU Menikah Loading Proses 82,4 −
Ramp dB
33 Indra Sosial Laki-laki 31 9 8 SMU Menikah Threshing Proses − 90
dB
34 Idris Laki-laki 47 25 8 SMU Menikah Water Plant Proses 80 −
dB
35 Ruslan AD Laki-laki 28 8 8 SMU Belum Kernel Proses − 94,5
Syahputra Menikah dB
Hasibuan
36 M. Rosyadi Laki-laki 32 11 10 SMU Menikah Clarification Proses − 86,8 Ya
dB
37 Senen Laki-laki 53 26 8 SD Menikah Kernel Proses − 94,5 Ya Ya Tidak
dB
38 M. Yoga Laki-laki 30 9 8 SMU Menikah Water Plant Proses 80 −

Universitas Sumatera Utara


dB
39 Cuk Laki-laki 51 20 8 SMU Menikah Threshing Proses − 90 Ya Ya Tidak
Supriyanto dB
40 Sukardi Laki-laki 50 28 8 SMU Menikah Loading Proses 82,4 −
Ramp dB
41 Budi Laki-laki 31 9 8 SMU Menikah Kernel Proses − 94,5
Hartono dB
42 Edy Rahmad Laki-laki 43 20 8 SMU Menikah Boiler Proses − 89 Ya Tidak
dB
43 Mistiar Laki-laki 31 12 8 SMU Menikah Kernel Proses − 94,5 Ya
dB
44 Endro Laki-laki 29 3 8 SMU Menikah Sterilizer Proses − 85,2
Wahyono dB
45 Rahmadi Laki-laki 38 9 8 S-1 Menikah Boiler Proses − 89
dB
46 Rahmat Laki-laki 31 8 8 SMP Menikah Loading Proses 82,4 − Ya Tidak
Mulyono Ramp dB
47 Siswondo Laki-laki 36 8 8 SMU Menikah Kernel Proses − 94,5
dB
48 Sunarto Laki-laki 23 1 8 SMU Belum Water Plant Proses 80 −
Menikah dB
49 Sutrisno Laki-laki 45 21 8 SD Menikah Sterilizer Proses − 85,2 Ya Ya Tidak
dB
50 Waluyo Laki-laki 46 20 8 SD Menikah Threshing Proses − 90 Ya Ya Tidak
dB
51 Bebas Barus Laki-laki 47 28 8 SD Menikah Sterilizer Proses − 85,2 Ya Ya Tidak
dB
52 Bahari Laki-laki 48 23 8 SMU Menikah Pressing Proses − 87,2 Ya Ya Tidak
Rambe dB
53 Suratmin Laki-laki 41 22 8 SD Menikah Sterilizer Proses − 85,2 Ya Tidak
dB
54 Susanto M. Laki-laki 43 21 8 SD Menikah Sterilizer Proses − 85,2 Ya Tidak
Nur dB
55 Jonriston Laki-laki 36 8 8 SMU Menikah Kernel Proses − 94,5
Rumahorbo dB
56 Gondo Laki-laki 23 2 8 SMU Belum Kernel Proses − 94,5
Margono Menikah dB
57 Mulyadi Laki-laki 41 16 8 SMU Menikah Clarification Proses − 86,8
dB
58 Janual Arifin Laki-laki 40 18 8 SMU Menikah Pressing Proses − 87,2
dB
59 Mhd.Asrul Laki-laki 28 8 8 SMU Belum Sterilizer Proses − 85,2

Universitas Sumatera Utara


lbs Menikah dB
60 Muhammad Laki-laki 39 2 8 S1 Menikah Kernel Proses − 94,5
Ridwan dB

Keterangan:

No : Nomor urut. Nama : Inisial nama subyek penelitian. JK : jenis kelamin. Usia : umur dalam tahun. MK : masa kerja dalam tahun. LK : lama bekerja sehari dalam jam. TP : tingkat pendidikan. SP : status perkawinan. TK : tempat kerja. JT : jenis tugas. IB : intensitas bising dalam
desibel (dB). Kelainan audiogram : hasil audiometri yang menunjukkan GPAB. Tinitus : keluhan telinga berdenging. Pemakaian APD : penggunaan alat pelindung diri. Lk : laki-laki. GPAB : Gangguan pendengaran akibat bising.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2
KUESIONER

Harap Bapak/Ibu/Sdr./i menjawab pertanyaan di bawah ini. Kami membutuhkan


informasi yang dapat membantu kami dalam pemeriksaan pendengaran.
Hal yang terpenting adalah Bapak/Ibu/Sdr./i tidak terpapar bising setidaknya 16
jam sebelum tes pendengaran ini dilakukan. Termasuk juga tidak mendengarkan
musik dengan volume yang keras sebelum bekerja dan mengendarai sepeda
motor. Jika tidak dapat menghindari suara bising, harap dapat memakai
pelindung telinga sepanjang waktu paparan terhadap bising. Menghindari suara
bising dapat membantu hasil pemeriksaan pendengaran Bapak/Ibu/Sdr./i
menjadi lebih akurat.
Harap formulir yang telah Bapak/Ibu/Sdr./i isi ini dibawa ke ruang pemeriksaan
pendengaran.
IDENTITAS
Nama : _______________________________
Tanggal Lahir/ Usia : _______________ tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (Pilih salah satu)
Jenis Pekerjaan : _______________________________
Masa Kerja : _______________ tahun
Lama bekerja per hari : _______________ jam
Harap dilingkari jawaban pertanyaan berikut, Ya atau Tidak
1 Apakah anda bekerja ditempat yang terpapar kebisingan? Ya / Tidak
2 Apakah orang lain harus berteriak pada jarak 10 kaki supaya Ya / Tidak
anda dapat mendengar?
3 Apakah anda memakai alat pelindung telinga? Ya / Tidak
4 Jika ya, apakah anda memakainya sepanjang waktu? Ya / Tidak
5 Apakah anda pernah menjalani operasi pada telinga anda? Ya / Tidak
6 Apakah anda pernah menderita sakit keluar cairan dari Ya / Tidak
telinga?
7 Apakah anda pernah menderita sakit darah tinggi? Ya / Tidak
8 Apakah anda pernah menkonsumsi obat-obatan yang Ya / Tidak
menurut dokter berpengaruh terhadap pendengaran anda?

Universitas Sumatera Utara


9 Apakah anda pernah menderita penyakit seperti kencing Ya / Tidak
manis, TBC, malaria, ataupun radang otak/ meningitis?
10 Apakah anda pernah mengalami kecelakaan lalu lintas/ Ya / Tidak
tamparan di telinga / terbentur dan luka di kepala yang
mengakibatkan keluar darah dari telinga?

Data berikut diisi oleh petugas


Berat Badan : ___________ kg Tinggi Badan : _____ cm
Tekanan Darah : ____ /____ mmHg Nadi : ____ x/i
Anamnesis
1 Apakah anda pernah berobat ke dokter dengan Ya / Tidak
keluhan pendengaran yang menurun?
2 Apakah menurut anda pendengaran anda baik? Ya / Tidak
3 Apakah di keluarga anda ada yang menderita Ya / Tidak
ketulian?
4 Apakah anda pernah menjalani pengobatan TBC Ya / Tidak
atau malaria?
5 Apakah telinga anda berdengung? Kanan / Kiri / Tidak
6 Apakah ada rasa sakit pada telinga anda? Kanan / Kiri / Tidak
7 Apakah ada keluar cairan pada telinga anda? Kanan / Kiri / Tidak
8 Apakah ada rasa penuh pada telinga anda? Kanan / Kiri / Tidak
9 Apakah anda terpapar bising tanpa alat pelindung Ya / Tidak
telinga dalam waktu 16 jam ini?
10 Apakah anda mengalami batuk pilek atau flu dalam Ya / Tidak
3 hari ini?

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan THT Rutin
Kanan Kiri
1 Telinga
- Daun Telinga
- Liang Telinga
- Membran Timpani
2 Hidung
- Kavum Nasi
- Septum Nasi
- Konka Inferior
3 Orofaring
- Tonsil
- Faring

Pemeriksaan Otoskopik
Hasil Pemeriksaan

Kanan : _________________________________

Kiri : _________________________________

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan Audiometri

Ambang dengar (AD) =

Derajat Gangguan Pendengaran menurut


ISO (International Standard Organization) Interpretasi Audiometri

0 – 25 dB Normal
26 – 40 dB Tuli Ringan Telinga Derajat Gangguan Pendengaran

41 – 55 dB Tuli Sedang
Kanan Normal / Ringan / Sedang / Sedang Berat/ Berat /
Tuli Sedang
56 – 70 dB Sangat Berat *
Berat
71 – 90 dB Tuli Berat
Kiri Normal / Ringan / Sedang / / Sedang Berat/ Berat
>90dB Tuli Sangat Berat / Sangat Berat *

*lingkari salah satunya

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN


“Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran
Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan
Peningkatan Tekanan Darah pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit
Begerpang PT. PP. Lonsum”

Bapak/Ibu yang terhormat, nama saya dr. Wijaya Juwarna, Peserta


Program Pendidikan Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian untuk tesis saya yang berjudul:

“Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran


Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan
Peningkatan Tekanan Darah pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit
Begerpang PT. PP. Lonsum”

Dalam penelitian ini Bapak/Ibu akan menjalani wawancara,


pemeriksaan tekanan darah, dan pemeriksaan telinga, hidung dan
tenggorok rutin serta pemeriksaan pendengaran dengan memakai alat
audiometer untuk mengetahui kondisi pendengaran Bapak/Ibu.
Wawancara yang Bapak/Ibu ikuti berupa sekumpulan pertanyaan
sederhana tentang pekerjaan yang berkaitan dengan kebisingan dan
pengaruhnya terhadap Bapak/Ibu. Setelah wawancara Bapak/Ibu akan
menjalani pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorok rutin, kemudian
pendengaran Bapak/Ibu diperiksa dengan suatu alat yang bernama
audiometer. Pada pemeriksaan pendengaran Bapak/Ibu akan mendengar
bunyi yang dikeluarkan oleh alat tersebut.jika bunyi terdengar Bapak/Ibu
cukup menekan tombol yang telah disediakan. Hasil pemeriksaan akan
dicatat di lembar pemeriksaan yang telah saya sediakan.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak/Ibu atas kesediaannya menjadi Responden. Penelitian yang saya
lakukan hanya untuk mengetahui apakah Bapak/Ibu mengalami gangguan

Universitas Sumatera Utara


pendengaran akibat bising atau tidak dan semata-mata untuk penyusunan
tesis saya dan tidak untuk keperluan yang lain.
Penelitian yang saya lakukan tidak membawa komplikasi atau
dampak yang buruk bagi Bapak/Ibu. Dengan mengikuti penelitian ini, akan
dapat ditentukan kondisi kesehatan telinga, hidung dan tenggorok
Bapak/Ibu serta apakah Bapak/Ibu mengalami gangguan pendengaran
akibat bising atau tidak. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk
merencanakan tindakan pencegahan jika terjadi gangguan pendengaran
akibat bising.
Untuk keakuratan data dan informasi yang saya kumpulkan maka
saya sangat berharap agar Bapak/Ibu bersedia memberikan jawaban
yang sejelas-jelasnya sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu ketahui, alami
dan rasakan sehubungan dengan judul penelitian saya.
Pada penelitian ini identitas Bapak/Ibu disamarkan. Hanya dokter
peneliti, anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data
Bapak/Ibu. Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan dijamin sepenuhnya. Bila
data Bapak/Ibu dipublikasi kerahasiaannya tetap dijaga.
Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan
tanpa ada paksaan pihak manapun. Sebagai tanda terima kasih kami
akan memberikan makan siang dan biaya ganti transportasi kepada
Bapak/Ibu.
Mudah-mudahan informasi yang saya sampaikan sudah cukup
jelas. Bila demikian saya harapkan Bapak/Ibu dapat membubuhkan
tandatangan pada bagian bawah lembaran ini sebagai tanda persetujuan
dan wawancara serta pemeriksaan akan segera kita mulai.
Bila ada keluhan setelah dilakukannya pemeriksaan, maka
Bapak/Ibu dapat menghubungi saya di nomor 082162244888. Peneliti
akan bertanggung jawab dan membantu mengatasi keluhan Anda.
Medan, 2013
Peneliti
dr. Wijaya Juwarna

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan


yang diberikan oleh dr. Wijaya Juwarna dari Departemen THT-KL FK
USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Dengan demikian saya bersedia
mengikuti / menjalani seluruh prosedur pemeriksaan yang diperlukan
untuk penelitian mengenai:

“Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gangguan Pendengaran


Akibat Bising dan Hubungan Intensitas Kebisingan dengan
Peningkatan Tekanan Darah pada Karyawan Pabrik Kelapa Sawit
Begerpang PT. PP. Lonsum”

Surat persetujuan ini saya tanda tangani dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan agar dapat dipergunakan bila diperlukan.

Medan, 2013

Peserta penelitian Peneliti

(.........................) (dr.Wijaya Juwarna)

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
PERSONALIA PENELITIAN

1. Peneliti Utama
Nama : dr. Wijaya Juwarna
NRPTT : 02.1.0041317
Gol / Pangkat :-
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala Leher
Waktu disediakan : 12 jam / minggu

2. Anggota Peneliti / Pembimbing


A. Nama : dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL
NIP : 140202219
Gol / Pangkat : IV B/ Pembina Tingkat I
Jabatan : Ketua Divisi Neurootologi Dept/SMF THT-
KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT KL
Waktu disediakan : 5 jam / minggu

B. Nama : Dr.dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL


NIP : 197906202002122003
Gol / Pangkat : IV A/Pembina
Jabatan : Ketua Program Studi Dept. THT-KL FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala Leher
Waktu disediakan : 5 jam / minggu1

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI
Nama Lengkap : dr. Wijaya Juwarna
Tempat/ Tanggal Lahir : Belawan, 26 Mei 1980
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Nama Istri : dr. Rizki Luly Ya Fatwa Pulungan
Nama Anak : Zaidan Azzikra Juwarna
Alya Azzahra Juwarna
Alamat : Jln. Cimahi Barat No.1C Belawan

II. PENDIDIKAN FORMAL


1987 - 1993 : SD Hang Tuah III Belawan
1993 - 1996 : SMP Hang Tuah I Belawan
1996 - 1999 : SMA Negeri 3 Medan
1999 - 2005 : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
2010 - sekarang : Asisten dokter (PPDS) THT-KL FK USU/
RSUP H. Adam Malik Medan

III. KEANGGOTAAN PROFESI


2010 - sekarang : Anggota Muda PERHATI-KL Cabang
Sumut

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai