Anda di halaman 1dari 75

RAJAWALI PERS

Divisi Buku Perguruan Tinggi


PT RajaGrafindo Persada
DEPOK
Perpustakaan Nasional: Katalog dalam terbitan (KDT)
Nia Kania
Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker/Nia Kania
—Ed. 1, Cet. 1.—Depok: Rajawali Pers, 2018.
x, 52 hlm., 23 cm.
Bibliografi: hlm. 45
ISBN 978-602-425-649-4

1. Kanker-- Diagnosis. I. Judul.


616.994 075

Hak cipta 2018, pada penulis


Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
2018.2087 RAJ
Nia Kania
Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker
Cetakan ke-1, Agustus 2018
Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Depok
Desain cover oleh octiviena@gmail.com
Dicetak di Rajawali Printing

PT RajaGrafindo PersadA
Anggota IKAPI
Kantor Pusat:
Jl. Raya Leuwinanggung, No.112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok 16956
Tel/Fax : (021) 84311162 – (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.id http: // www.rajagrafindo.co.id

Perwakilan:
Jakarta-16956 Jl. Raya Leuwinanggung No. 112, Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Depok, Telp. (021) 84311162.
Bandung-40243, Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi, Telp. 022-5206202. Yogyakarta-Perum. Pondok Soragan
Indah Blok A1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Telp. 0274-625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut Harapan
Blok A No. 09, Telp. 031-8700819. Palembang-30137, Jl. Macan Kumbang III No. 10/4459 RT 78 Kel. Demang Lebar
Daun, Telp. 0711-445062. Pekanbaru-28294, Perum De' Diandra Land Blok C 1 No. 1, Jl. Kartama Marpoyan Damai,
Telp. 0761-65807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3A Blok A Komplek Johor Residence Kec. Medan
Johor, Telp. 061-7871546. Makassar-90221, Jl. Sultan Alauddin Komp. Bumi Permata Hijau Bumi 14 Blok A14 No. 3,
Telp. 0411-861618. Banjarmasin-70114, Jl. Bali No. 31 Rt 05, Telp. 0511-3352060. Bali, Jl. Imam Bonjol Gg 100/V No.
2, Denpasar Telp. (0361) 8607995. Bandar Lampung-35115, Jl. P. Kemerdekaan No. 94 LK I RT 005 Kel. Tanjung Raya
Kec. Tanjung Karang Timur, Hp. 082181950029.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, hanya karena berkat
dan rahmatNya maka akhirnya buku ini dapat terselesaikan dalam waktu
yang tidak terlalu lama.
Ternyata kanker tidak hanya bicara golongan usia tertentu, dari
balita hingga tua, kemungkinan terpapar kanker. Sehingga kalau deteksi
dini dan diagnosis dini dilakukan, maka kita dapat menekan angka
kesakitan, kecacatan dan kematian. Pada tahun 2017 hampir 9 juta orang
meninggal di seluruh dunia akibat kanker dan akan terus meningkat
hingga 13 juta orang per tahun di 2030.
Dengan keadaan di atas, maka tergerak hati saya untuk mencoba
menulis buku Teknik Deteksi Proteonomik Pada Kanker. yang dapat dijadikan
pegangan bagi masyarakat intelektual, kalangan medis dan mahasiswa
kedokteran.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada para guru saya di
FK. Padjajaran Bandung, guru-guru saya di FK Brawijaya Malang dan
suami tercinta Prof. Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K), anakku
Reniere Gustian Noor dan Egi Agfira Noor, yang selalu mendukung
aktivitas pekerjaan dan selalu memberi semangat sehingga buku ini
bisa terselesaikan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dr. J Dalle yang telah berkenan melakukan pengeditan buku ini sehingga
dapat disampaikan kepada penerbit untuk diterbitkan, dan kepada

v
semua pihak yang berkenan memberikan kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan buku ini di kemudian hari.
Agustus , 2018
Dr. dr. NIA KANIA, Sp.PA(K)

vi Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR vi
DFTAR ISI vii
DAFTAR SINGKATAN v
Bab 1 Teknik Deteksi Proteomik Pada
Kanker Masa Kini 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan Buku Ini 2
2. 3Perkembangan Teknologi Proteomik 2
bab 2 Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 15
2.1 Kanker Payudara 15
2.2 Kanker Kolorektal 18
2.3 Kanker Paru-paru 20
2.4 Kanker Buli-buli 21
2.5 Kanker Hati 22
2.6 Kanker Servik 23
2.7 Kanker Ovarium 24
2.8 Kanker Otak 26

vii
2.9 Kanker Prostat 28
2.10 Leukimia 30
2.11 Kanker Ginjal 31
BAB 3 Protein 33
DAFTAR PUSTAKA 45
BIODATA PENULIS 53
DAFTAR SINGKATAN

BC Breast Cancer
IEF Isoelectric focusing 
MAST4 Microtubule Associated Serine/Threonine Kinase Family Member 4
Erα Estrogen receptor alpha
PGRMC1 Progesterone receptor membrane component 1
PTEN Phosphatase and tensin homolog
HER2 Human epidermal growth factor receptor 2
CDC The Centers for Disease Control and Prevention
DIGE Difference gel electrophoresis 
CSCs Cancer stem cells 
CRC Colorectal cancer 
eGFR Estimated Glomerular Filtration Rate
NSCLC Non-small cell lung cancer 
MRC-5  Medical Research Council cell strain 5
A549 Cells are adenocarcinomic human alveolar basal epithelial cells
VUC Voided urine cytology
NMP22 Tumor marker for bladder cancer
HCC Hepatocellular carcinoma
HPV Human papillomavirus
PPLB Peptide ligand library beads
PCa Prostate cancer

Daftar Isi ix
AML Acute myeloid leukemia 
RCC Renal cell carcinoma
ALL Acute lymphoid leukemia
IHC Immunohistochemistry
SRM-MS Selected reaction monitoring-MS
MRM-MS: Multiple reaction monitoring-MS
TCGA: The Cancer Genome Atlas
CPTC: Clinical Proteomic Technologies for Cancer
ESI-LC-MS: Electrospray ionization-liquid chromatography tandem mass
spectroscopy
MALDI-TOF Matrix assisted laser desorption ionization time of flight
SELDI-TOF Surface enhanced laser desorption ionization time of flight
2-DE: Two-dimensional gel electrophoresis
LC-MS: Liquid Cromatography-MS

x Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


BAB 1

TEKNIK DETEKSI
PROTEOMIK PADA KANKER
MASA KINI

1.1 Latar Belakang


Penemuan biomarker adalah salah satu inovasi baru dalam diagnosis
dan pengobatan kanker dan banyak penyakit lainnya. Banyak kelompok
penelitian dari perusahaan farmasi besar secara aktif terlibat dalam
mencari biomarker/petanda tumor baru untuk penyakit ganas, yang
akan membuat analisis molekuler dan pemantauan terhadap penyakit.
Banyak teknologi, termasuk genomik, proteomik dan metabolomik,
digunakan untuk mengidentifikasi biomarker (Cho dan Sung, 2009).
Meskipun pengetahuan genomik telah membuat kemajuan besar
dalam prognostik, pengobatan dan diagnostik kanker, namun hanya
menyediakan gambar statis situasi. Untuk mempelajari entitas molekul
yang lebih dinamis, proteomik telah diperkenalkan ke bidang penelitian
kanker lebih dari satu dekade yang lalu. Namun, saat ini dampak
proteomik secara klinis pada manajemen pasien dan pengambilan
keputusan klinis rendah dan implementasinya secara ilmiah masih
terbatas (Maes et al., 2015).
Proteomik adalah bidang biologi molekuler yang berkembang pesat
dan berkaitan dengan pendekatan sistematis terhadap analisis ekspresi
protein sel atau organisme. Studi protein pertama yang dapat disebut
proteomik dimulai pada tahun 1975 dengan diperkenalkannya gel dua
dimensi dan pemetaan protein dari bakteri Escherichia coli, kelinci dan
tikus. Istilah “proteome” dan “proteomik” diciptakan pada awal 1990-an

1
oleh Marc Wilkins, seorang pelajar di Universitas Macquarie Australia,
untuk mencerminkan istilah “genomik” dan “genom”, yang mewakili
keseluruhan koleksi gen dalam organisme (Mestrovic, 2016).
Dalam banyak hal, proteomik berjalan sejajar dengan genomik. Titik
awal genomik adalah gen ( berfungsi sebagai mesin ) untuk membuat
kesimpulan tentang produk akhirnya (yaitu protein), sedangkan
proteomik dimulai dengan protein yang dimodifikasi secara fungsional
dan bekerja kembali ke gen yang bertanggung jawab untuk produksinya.
Saat ini, banyak area studi yang mengeksplorasi proteomik. Diantaranya
adalah penelitian interaksi protein-protein, fungsi protein, modifikasi
protein, dan studi lokalisasi protein. Tujuan mendasar dari proteomik
tidak hanya untuk menentukan semua protein dalam sel, tetapi juga
untuk menghasilkan peta dimensi lengkap dari sel yang menunjukkan
lokasi sebenarnya (Graves dan Haytead, 2002).
Oleh karena itu, dalam beberapa tahun terakhir banyak penelitian
proteomik telah dilakukan untuk menemukan biomarker protein
kandidat baru untuk diagnosis, prognosis dan sebagai target terapeutik,
serta untuk menjelaskan mekanisme molekuler karsinogenesis.
Pencarian untuk biomarker terkait kanker dengan proteomik memiliki
potensi besar untuk memperbaiki penilaian risiko, deteksi dini,
diagnosis, prognosis, seleksi dan pemantauan pengobatan. Aplikasi
proteomik dapat digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara
informasi genomik dan fungsional protein (Chaver et al., 2014).

1.2 Tujuan Penulisan Buku Ini


Tujuan dari penulisan buku ini yaitu sebagai referensi untuk
mahasiswa melakukan penelitian, mengetahui dan mamahami studi
penggunaan teknologi proteomik dalam berbagai penelitian kanker.

1.3. Perkembangan Teknologi Proteomik


Teknologi proteomik mencakup keseluruhan rangkaian metode
seperti ESI-LC-MS, MALDI-TOF-MS, SELDI-TOF-MS, gel eletroforesis
dua dimensi (2-DE), LC-MS, microarray protein, SRM-MS, MMR-MS,
Western Blotting, ELISA, Immunohistokimia, Immunofluorescence yang
dapat digunakan untuk memperoleh informasi pada studi tentang kanker.

2 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


II ESI-LC-MS (Electrospray ionization - Liquid chromatography–mass
spectrometry 
a. ESI (Electrospray ionization)
Adalah teknik ionisasi untuk sejumlah kecil molekul besar seperti
peptida, protein, organometalik, dan polimer. Sumber ESI beroperasi
pada tekanan atmosfir. Larutan sampel disemprotkan dari tabung
kecil ke dalam medan listrik yang kuat dengan adanya aliran nitrogen
hangat untuk membantu desolvasi. Contoh penggunaannya yaitu 50/50
H2O / ACN sebagai fase aliran mobile di ESI dan sampel disuntikkan
menggunakan katup Rheodyne dengan loop 10 mikroliter. Selain itu,
campuran kompleks dapat dianalisis dengan menggabungkan ESI MS
dengan kromatografi cair (LC-MS) (Mass Spectrometry Laboratory,
2017).

Gambar 1.1 Prinsip ESI-LC-MS (Electrospray ionization - Liquid


chromatography–mass spectrometry (Sumber , wikipedia 2018 )

Bab 1 | Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker Masa Kini 3


b. MALDI-TOF-MS
MALDI adalah kependekan dari “Matrix Assisted Laser Desorption/
Ionization.”Sampel untuk MALDI dicampur secara merata dalam
matriks dalam jumlah besar. Matriks menyerap sinar ultraviolet
(sinar laser nitrogen, panjang gelombang 337 nm) dan mengubahnya
menjadi energi panas. Bagian kecil dari matriks memanas dengan
cepat dan diuapkan, bersama dengan sampelnya. Sedangkan TOF MS
adalah kependekan dari Time of Flight Mass Spectrometry. Sampel
yang menggunakan analisis MALDI MS dibuat dengan mencampur
atau melapisi dengan larutan senyawa organik penyerap energi yang
disebut matriks. Bila matriks mengkristal pada pengeringan, sampel
yang terperangkap dalam matriks juga mengkristal. Sampel dalam
matriks terionisasi dalam mode otomatis dengan sinar laser. Desorpsi
dan ionisasi dengan sinar laser menghasilkan ion terprotonasi tunggal
dari analit dalam sampel. Analit yang dikontrol kemudian dideteksi dan
diukur dengan menggunakan berbagai jenis penganalisis massa seperti
penganalisis massa kuadrupol, perisai perangkap ion, penganalisis arus
terbang (TOF), dan lain-lain. Selama analisis MALDI-TOF, rasio m/z
ion diukur dengan menentukan waktu yang dibutuhkan untuk analisis
(Singhal et al., 2015).
MALDI-TOF-MS adalah teknologi yang cepat dan murah yang
berpotensi menggantikan atau melengkapi identifikasi fenotipik
konvensional untuk kebanyakan strain bakteri yang diisolasi di
laboratorium mikrobiologi klinis. Dalam waktu singkat teknik ini telah
banyak diadopsi dan diintegrasikan ke dalam banyak laboratorium
mikrobiologi klinis. Karena MALDI-TOF-MS mendeteksi spektrum
protein yang besar, teknik ini dapat membedakan antara spesies yang
terkait erat dan untuk mengklasifikasikan organisme pada tingkat
spesies (Biswas dan Rolain, 2013).

4 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Gambar 1.2 Prinsip mekanisme MALDI TOF untuk deteksi proteomik

c. SELDI-TOF-MS
SELDI berbeda dengan teknologi TOF-MS lainnya karena
menggabungkan fitur kromatografi dan spektrometri massa,
memfasilitasi pengayaan analit dan pembersihan sampel pada
permukaan larik. Dalam bidang proteomik yang berkembang,
teknologi SELDI telah banyak digunakan untuk penemuan biomarker
dan karakterisasi dalam berbagai aplikasi termasuk diagnostik,
pengembangan obat, dan penelitian dasar. Studi biomarker berbasis
SELDI biasanya dapat dibagi menjadi empat fase yaitu: penemuan,
validasi, pemurnian dan identifikasi, dan pengembangan uji. SELDI-
TOF-MS akan memberikan informasi tentang optimalisasi rancangan
penelitian, protokol eksperimental, dan analisis interpretasi data untuk
menghasilkan biomarker uji biomarker yang kuat (Clarke et al., 2012).
SELDI-TOF-MS adalah alat analisis protein yang sangat sensitif
yang mampu mendeteksi perbedaan profil protein menit antara
sampel biologis. SELDI-TOF-MS sebagai metode potensial untuk
mengidentifikasi biomarker urine urolitiasis. Meskipun SELDI-TOF-
MS belum digunakan secara luas di laboratorium rumah sakit dan
diagnostik, sistem ini merupakan metode baru yang menjanjikan untuk
mengidentifikasi pasien dengan urolitiasis dengan cepat (Cadieux et
al., 2014).

Bab 1 | Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker Masa Kini 5


Desorpsi/ionisasi laser yang ditingkatkan ke permukaan (SELDI)
adalah metode ionisasi lunak dalam spektrometri massa (MS) yang
digunakan untuk analisis campuran protein. Ini adalah variasi dari
desorpsi/ionisasi laser yang dibantu matriks (MALDI). Dalam MALDI,
sampel dicampur dengan bahan matriks dan diterapkan pada pelat
logam sebelum radiasi oleh laser, sedangkan di SELDI, protein yang
menarik dalam sampel menjadi terikat ke permukaan sebelum analisis
MS. Permukaan sampel adalah komponen kunci dalam pemurnian,
desorpsi, dan ionisasi sampel. SELDI biasanya digunakan dengan time-
of-flight (TOF) spektrometer massa dan digunakan untuk mendeteksi
protein dalam sampel jaringan, darah, urin, atau sampel klinis lainnya,
namun, teknologi SELDI berpotensi dapat digunakan dalam aplikasi
apa pun hanya dengan memodifikasi sampel permukaan.
d. Gel Elektroforesis 2 Dimensi
Elektroforesis 2-D adalah metode yang banyak digunakan untuk
analisis campuran protein kompleks yang diambil dari sel, jaringan,
atau sampel biologis lainnya. Teknik ini memisahkan protein dalam
dua tahap, menurut dua sifat independen: dimensi pertama adalah
fokus isoelektrik (IEF), yang memisahkan protein sesuai dengan titik
isoelektriknya (pI); Dimensi kedua adalah elektroforesis gel SDS-
poliakrilamid (SDS-PAGE), yang memisahkan protein sesuai dengan
berat molekulnya (MW). Dengan cara ini, campuran kompleks yang
terdiri dari ribuan protein berbeda dapat diatasi dan jumlah relatif
masing-masing protein dapat ditentukan (Proteome Research, 2017).
Elektroforesis gel dua dimensi (2DE) sangat berguna dalam
mempelajari interaksi protein-protein karena memungkinkan
pemisahan protein yang membaik serta pendeteksian isoform protein
interaksi spesifik dari protein yang dihasilkan dari modifikasi pasca
translasi. Investigasi protein yang berinteraksi dengan menggunakan
2DE dapat dilengkapi dengan identifikasi protein dengan spektrometri
massa (Barnouin, 2004).
e. LC-MS
Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS) adalah
teknik analisis yang sangat sensitif dan spesifik yang dapat secara
tepat menentukan identitas dan konsentrasi senyawa dalam sampel.
Spektrometri massa yang digabungkan dengan kromatografi cair (LC-

6 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


MS) memberikan kecepatan, kepekaan, dan selektivitas analitis untuk
berbagai aplikasi di bidang farmasi, makanan dan minuman, lingkungan,
forensik, ilmu kehidupan dan laboratorium klinis (Sciex, 2017).
Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS) adalah
teknik laboratorium kimia analitik untuk identifikasi, kuantisasi
dan analisis massa material. Teknik ini memungkinkan penjelasan
struktural molekul tak dikenal melalui fragmentasi. Serupa dengan
HPLC, Liquid Chromatography Mass Spectrometry menggunakan
afinitas intrinsik senyawa untuk “fase gerak” (biasanya pelarut buffer)
dan “fase diam” (dukungan padat berpori dengan lapisan khusus). Pada
dasarnya, pompa digunakan untuk menyediakan aliran pelarut yang
terus-menerus ke tempat sampel yang dilarutkan dan diperkenalkan.
Setelah sampel berada dalam aliran pelarut, ia melakukan perjalanan
melalui kolom analisis. Senyawa yang ada dalam campuran sampel
kemudian dipisahkan tergantung afinitasnya terhadap partikel dilapisi
pada kolom. Setelah komponen dalam sampel dipisahkan, mereka
melewati detektor massa. Respons detektor massa dan “waktu retensi”
(waktu yang dibutuhkan senyawa yang lolos dari injektor ke detektor)
dari senyawa (s) yang diminati kemudian dapat dibandingkan dengan
bahan referensi (Shimadzu, 2017).
f. Microarray protein
Microarray protein merupakan teknologi proteomik, cepat menjadi
alat penting dalam biokimia dan biologi molekular. Protein microarray
adalah teknologi baru yang menyediakan platform serbaguna untuk
karakterisasi ratusan ribu protein dengan cara yang sangat paralel. Dua
kelas utama mikroarray protein didefinisikan untuk menggambarkan
penerapannya: mikroarray protein analitik dan fungsional. Selain itu,
lysate jaringan atau sel juga dapat difraksinasi dan terlihat pada slide
untuk membentuk fase terbalik protein microarray. Sebagai platform
teknologi yang hebat, tidak mengherankan jika mikroarray protein
akan menjadi salah satu teknologi terdepan di bidang proteomik dan
diagnostik pada dekade berikutnya (Sutandy et al., 2013).
Mikroarray protein dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
besar, microarray protein fase maju dan mikroarray protein fase balik,
sesuai dengan molekul amobil (antigen atau antibodi). Dengan apa
yang disebut fase maju protein microarray, satu sampel protein diputar
terhadap beberapa reagen (Chen et al., 2014).

Bab 1 | Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker Masa Kini 7


g. SRM-MS dan MMR-MS
SRM adalah metode yang digunakan dalam spektrometri massa
tandem dimana ion dari massa tertentu dipilih pada tahap pertama
spektrometer massa tandem dan produk ion dari reaksi fragmentasi
ion prekursor dipilih pada tahap kedua. Tahap spektrometer massa
untuk deteksi (Lange et al., 2008). Sedangkan MRM menggunakan
spektrometri massa adalah metode yang sangat sensitif dan selektif
untuk menghitung kelimpahan protein/peptida yang ditargetkan pada
sampel biologis kompleks. MRM-MS telah umum digunakan untuk
analisis molekul kecil. Tidak seperti spektrometri massa tradisional,
yang mencoba untuk mendeteksi semua protein dalam sampel biologis
dengan cara yang tidak fokus, MRM sangat selektif (ditargetkan),
memungkinkan peneliti untuk menyempurnakan instrumen untuk
secara khusus mencari peptida, atau fragmen protein. Pendekatan ini
memungkinkan spesivisitas, sensitivitas, kecepatan dan kuantitasi
analititas yang lebih besar (misalnya calon biomarker). Teknologi
platform MRM memungkinkan analisis protein yang ditargetkan
daripada memilah-milah sejumlah besar data yang biasanya dihasilkan
dari penelitian yang tidak ditargetkan (MRM proteomics, 2017).
h. Western Blotting
Western blotting adalah teknik penting yang digunakan dalam
biologi sel dan molekuler. Dengan menggunakan blot barat, peneliti
dapat mengidentifikasi protein spesifik dari campuran protein
kompleks yang diambil dari sel. Teknik ini menggunakan tiga elemen
untuk menyelesaikan tugas ini: (1) pemisahan berdasarkan ukuran,
(2) transfer ke dukungan padat, dan (3) menandai protein target
dengan menggunakan antibodi primer dan sekunder yang tepat untuk
divisualisasikan. Western blot sering digunakan dalam penelitian untuk
memisahkan dan mengidentifikasi protein. Dalam teknik ini campuran
protein dipisahkan berdasarkan berat molekul, dan dengan demikian
menurut jenisnya, melalui elektroforesis gel. Hasil ini kemudian
dipindahkan ke membran yang memproduksi sebuah band untuk
setiap protein. Membran kemudian diinkubasi dengan label antibodi
yang spesifik untuk protein yang diminati. Antibodi yang tidak terikat
dicuci hanya dengan melepaskan antibodi terikat pada protein yang
diminati. Antibodi terikat kemudian dideteksi dengan mengembangkan

8 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


film. Karena antibodi hanya mengikat protein yang diminati, hanya
satu band yang harus terlihat. Ketebalan pita sesuai dengan jumlah
protein yang ada; dengan demikian, standar bisa menunjukkan jumlah
protein yang ada (Mahmood dan  Yang, 2012). Western blotting (juga
disebut immunoblotting, karena antibodi digunakan untuk mendeteksi
antigennya secara spesifik) diperkenalkan oleh Towbin, dkk. Pada tahun
1979 dan sekarang merupakan teknik rutin untuk analisis protein.
Spesifisitas interaksi antibodi-antigen memungkinkan protein target
untuk diidentifikasi di tengah campuran protein kompleks. Western
blotting dapat menghasilkan data kualitatif dan semi kuantitatif tentang
protein yang diminati (Thermo Fisher Scientific, 2017a).
i. ELISA
ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah teknik uji
berbasis piring yang dirancang untuk mendeteksi dan mengukur zat
seperti peptida, protein, antibodi, dan hormon. Nama lain, seperti
enzim immunoassay (EIA), juga digunakan untuk menggambarkan
teknologi yang sama. Dalam ELISA, antigen harus diimobilisasi ke
permukaan padat dan kemudian dikomplekskan dengan antibodi yang
terkait dengan enzim. Deteksi dilakukan dengan menilai aktivitas enzim
terkonjugasi melalui inkubasi dengan substrat untuk menghasilkan
produk yang dapat diukur. Elemen terpenting dari strategi pendeteksian
adalah interaksi antibodi-antigen yang sangat spesifik. Sampel dengan
jumlah antigen yang tidak diketahui diimobilisasi dengan bantuan
padat (biasanya pelat mikrotiter polistiren, lihat secara rinci di bagian
perangkat ELISA) baik secara non spesifik (melalui adsorpsi ke
permukaan) atau secara khusus (melalui penangkapan oleh antibodi lain
spesifik untuk antigen yang sama, dalam ELISA “sandwich”). Setelah
antigen diimobilisasi, antibodi deteksi ditambahkan, membentuk
kompleks dengan antigen. Antibodi deteksi dapat dikaitkan secara
kovalen dengan enzim, atau dapat dideteksi dengan antibodi sekunder
yang terkait dengan enzim melalui biokonjugasi. Setelah tahap akhir,
lempeng dikembangkan dengan menambahkan substrat enzimatik
untuk menghasilkan sinyal yang terlihat, yang mengindikasikan jumlah
antigen dalam sampel (Thermo Fisher Scientificb, 2017b).

Bab 1 | Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker Masa Kini 9


j. Immunohistokimia
Immunohistochemistry (IHC) adalah aplikasi penting antibodi
monoklonal dan juga poliklonal untuk menentukan distribusi jaringan
antigen yang menarik perhatian pada kesehatan dan penyakit. Dengan
menggunakan penanda tumor yang spesifik, dokter menggunakan
IHC untuk mendiagnosa kanker sebagai jinak atau ganas, menentukan
stadium dan tingkat tumor, dan mengidentifikasi jenis sel dan asal
metastasis untuk menemukan lokasi tumor primer. IHC juga digunakan
dalam pengembangan obat untuk menguji khasiat obat dengan
mendeteksi aktivitas atau regulasi penyakit naik atau turun (Duraiyan,
2012).
Sampel disiapkan pada slide individu, atau beberapa sampel
dapat disusun pada seluncuran tunggal untuk analisis komparatif,
seperti microarray jaringan. Slide IHC dapat diproses dan diwarnai
secara manual, sementara kemajuan teknologi sekarang memberikan
otomasi untuk persiapan dan pewarnaan sampel. Sampel dapat dilihat
dengan mikroskop cahaya atau fluoresensi, dan kemajuan dalam 15
tahun terakhir telah meningkatkan kemampuan untuk menangkap
gambar, mengkuantifikasi data IHC multiparametrik dan meningkatkan
pengumpulan data tersebut melalui penyaringan konten yang tinggi
(Thermo Fisher Scientificc, 2017c).

Gambar 1.3
Keterangan gambarnya mana bu?.

10 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Pemeriksaan dengan metoda immunohistokimia sekarang
dilakukan dengan alat yang semakin canggih dan tidak manual lagi,
beberapa industri mesin telah menciptakan alat tersebut sehingga
mempermudah prosesing laboratorium (sumber koleksi pribadi Dr.
dr. Nia Kania).

Gambar 1.4 Di atas adalah metoda immunohistokimia untuk deteksi protein


pada jaringan histopatologi, dengan pewarnaan DAB dan hasil positif pada
komplek antigen antibodi ( sumber koleksi pribadi Dr.dr. Nia Kania )

k. Immunofluoresen
Imunofluoresen merupakan teknik yang digunakan untuk
mikroskop cahaya dengan mikroskop fluoresen dan digunakan terutama
pada sampel mikrobiologis. Teknik ini menggunakan spesifisitas antibodi
terhadap antigen mereka untuk mengarahkan pewarna fluorescent ke
target biomolekul spesifik dalam sel, dan karena itu memungkinkan
visualisasi distribusi molekul target melalui sampel. Daerah spesifik
yang dikenali antibodi pada antigen disebut epitop. Ada upaya pemetaan
epitop karena banyak antibodi dapat mengikat epitop dan tingkat
pengikatan yang sama antara antibodi yang mengenali epitop yang
sama dapat bervariasi. Selain itu, pengikatan fluorophore ke antibodi
itu sendiri tidak dapat mengganggu spesifitas imunologis antibodi atau
kapasitas pengikatan antigennya (Euro Diagnostica, 2017).

Bab 1 | Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker Masa Kini 11


Immunofluoresensi (IF) adalah metode yang ampuh untuk
memvisualisasikan proses, kondisi dan struktur intraselular. Data
juga dapat dianalisis dengan berbagai teknik mikroskopi (misalnya
CLSM, Epifluorescence, TIRF, GSDIM), tergantung pada aplikasi
atau minat peneliti. Inti dari percobaan IF adalah kombinasi dari dua
komponen yang berbeda: pertama, antibodi spesifik, yang digunakan
untuk membentuk kompleks imun untuk menandai molekul yang
diinginkan-pada kebanyakan kasus protein - di dalam sel; kedua,
fluorochromes, yang digabungkan ke kompleks imun dan oleh karena
itu memvisualisasikan struktur target mikroskopis (Hoff, 2015).

Sel, Jaringan, Organ dan Cairan


(Darah, Serum, Urine, Saliva)

Teknologi Proteomik:
Gel elektoforesis 2-dimensi
SELDI-TOF/MS
MALDI-TOF/MS
ESI-LC/MS
LC-MS

Verifikasi Data :
Immunohistochemistry (IHC)
Western Blotting
SRM
MRM

Validasi dalam Skala Besar:


ELISA

Gambar 1.5 Skema Deteksi Proteomik

12 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Keterangan:
Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker. Penelitian tentang proteomik
kanker menggunakan sampel yang diisolasi dari sel, jaringan organ dan cairan
tubuh. Biopsi diperoleh dengan metode Laser Capture Microdissection (LCM).
Penelitian yang menggunakan cairan tubuh menggunakan sampel berupa cairan
ekstraseluler, serum darah dan plasma darah, sel mononuklear, air kencing, saliva.
Penggunaan metode berbasis MS memungkinkan mendeteksi protein individual
secara bersamaan. Teknologi proteomik kanker yang berkembang meliputi Gel
elektoforesis 2-dimensi, SELDI-TOF/MS, MALDI-TOF/MS, ESI-LC/MS, LC-
MS. Metode umum yang digunakan memverifikasi proteomik kanker meliputi
Western blot, dan MRM, SRM, IHC. Sedangkan metode yang digunakan untuk
validasi proteomik kanker dalam skala besar adalah ELISA. (Seperti gambar
di atas)

Bab 1 | Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker Masa Kini 13


BAB 2

Aplikasi Proteomik
dalam Studi Kanker

2.1 Kanker Payudara


Kanker payudara adalah penyakit heterogen yang kompleks dan
merupakan penyebab utama kematian pada wanita. Diagnosis dini
dan perkembangan pemantauan kanker payudara penting untuk
memperbaiki prognosis. Selain itu kanker payudara adalah salah satu
bentuk kanker yang paling umum ditemukan pada wanita, dengan
sekitar 185.000 kasus baru dan 40.000 kematian diperkirakan terjadi
di AS pada tahun 2008. Sel kanker payudara bisa menyebar serta
melakukan perjalanan melalui pembuluh darah atau pembuluh getah
bening untuk mencapai bagian tubuh lainnya. Selain bisa menyebar, sel
kanker bisa menempel pada jaringan lain dan tumbuh untuk membentuk
tumor baru yang dapat merusak jaringan.
Beretov et al (2015) melakukan penelitian dengan menggunakan
metode analisis proteomik komparatif dengan menggunakan analisis
LC-MS/MS urin dari pasien kanker payudara dan kontrol yang sehat.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa analisa menggunakan LC-
MS/MS memberikan profil protein pada sistem biologis pasien kanker
payudara. Salah satu marker potensial MAST4 selanjutnya divalidasi
menggunakan jaringan kanker payudara manusia serta sampel urin
kanker payudara individu dengan metode imunohistokimia dan
Western blotting. Urin adalah sumber biomarker non-invasif yang
berguna dan pola profil (biomarker) yang diidentifikasi, berpotensi

15
untuk digunakan secara klinis dalam pendeteksian BC. Validasi dengan
kohort independen yang lebih besar diperlukan dalam penelitian
berikut. Sedangkan Neubauer et al., (2009) juga telah melakukan
penelitian tentang hubungan proteomik kanker payudara dan reseptor
estrogen-α (ER-Regular). Seluruh bagian jaringan dari 16 tumor kanker
payudara kriopreservasi yang positif atau negatif bagi ER (delapan ER
positif dan delapan ER negatif) dianalisis secara berbeda dengan gel
PAGE dua dimensi. Bintik yang terdeteksi secara acak dari Komponen
Membran Reseptor Progesteron 1 (PGRMC1) terbukti berbeda dalam
status fosforilasi dengan elektroforesis gel poliakrilamida dua dimensi
diferensial protein tumor yang diobati dengan fosfatase. Fluoresensi
kekebalan menggunakan antibodi monoklonal anti-PGRMC1 5G7
dilakukan pada mikroarray jaringan kanker payudara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa protein secara signifikan berbeda secara melimpah
antara reseptor estrogen negatif dan tumor reseptor estrogen positif,
peningkatan respons inflamasi dan luka pada tumor negatif reseptor
estrogen.
Keanekaragaman fenotipik hasil kanker dari faktor genetik dan
nongenetik. Sebagian besar penelitian tentang heterogenitas kanker
berfokus pada perubahan DNA, karena teknologi untuk pengukuran
proteomik pada spesimen klinis saat ini kurang maju. Pewarnaan
imunofluoresensi untuk mengukur ekspresi 27 protein pada tingkat
sel tunggal dalam sampel formalin-fixed dan parafin-tertanam dari
kanker payudara manusia stadium II / III yang naif. Pengelompokan
data ekspresi protein yang tidak diawasi dari 638.577 sel tumor di 26
kanker payudara mengidentifikasi 8 kelompok protein coexpression.
Pada sekitar sepertiga dari kanker payudara, lebih dari 95% dari semua
sel neoplastik mengekspresikan cluster coexpression protein tunggal.
Serapan tumor radiotracer 18F-fluorodeoxyglucose dikaitkan dengan
kelompok ekspresi protein yang ditandai dengan kehilangan hormon
reseptor, perubahan PTEN, dan penguatan gen HER2 (Sood et al., 2016).

16 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Gambar 2.1 Ekspresi reseptor estrogen pada kanker payudara di mana warna
kuat terletak pada inti sel menandakan protein yang bermutasi letaknya di
daerah inti sel ( pribadi koleksi pribadi Dr.dr. Nia Kania )

Gambar 2.2 Ekspresi HER2/ CRB2 terlihat dengan warna coklat pada
membrana sitoplasma sel melingkari penuh seluruh sel, positif 2 bila tidak
semua membran terwarnai, positif 3 bila seluruh membran terwarnai ( sumber
koleksi sendiri Dr.dr. Nia Kania )

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 17


2.2 Kanker Kolorektal
Kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau
rektum. Kolon dan rektum adalah bagian usus besar, yang merupakan
bagian bawah sistem pencernaan tubuh. Selama pencernaan, makanan
bergerak melalui perut dan usus kecil ke usus besar. Usus besar
menyerap air dan nutrisi dari makanan. Kotoran berpindah dari
usus besar ke dalam rektum sebelum meninggalkan tubuh. Kanker
kolorektal, juga dikenal sebagai kanker usus, kanker usus besar atau
kanker dubur, adalah kanker (pertumbuhan, benjolan, tumor) kolon
dan rektum. Organisasi Kesehatan Dunia dan CDC mengatakan bahwa
ini adalah kanker kedua yang paling umum di seluruh dunia, setelah
kanker paru-paru.
Penelitian tentang analisis proteomik pada kanker kolorektal.
Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi perubahan profil protein yang
terkait dengan proses tumorigenesis kolorektal untuk mengidentifikasi
penanda protein spesifik untuk deteksi dan diagnosis kanker kolorektal
awal atau sebagai target terapeutik potensial. Metode yang digunakan
adalah gel elektroforesis dua dimesi serta menggunakan spektrometri
massa tandem MALDI-TOF. Perubahan tingkat ekspresi protein
menunjukkan jalur glikolitik yang meningkat secara signifikan (efek
Warburg), penurunan glukoneogenesis, jalur asam glukuronat yang
ditekan, dan siklus asam tricarboxylic yang terganggu. Perubahan yang
diamati pada kelimpahan protein diverifikasi oleh DIGE dua dimensi.
Perubahan ini menunjukkan mekanisme yang mendasari tumorigenesis
kolorektal di mana peran siklus asam tricarboxylic terganggu dan
efek Warburg (Bi et al., 2006). Laporan terbaru yang menggambarkan
berbagai alat proteomik yang digunakan untuk penemuan penanda
protein baru untuk kanker kolorektal seperti metode elektroforesis dua
dimensi, teknik berbasis spektrometri massa kuantitatif atau rangkaian
mikroarray protein (Chaver et al., 2014). Sedangkan penelitian O’Dywer
et al (2011) menggunakan analisis gel elektrophoresis, LC-MS/MS,
immunohistokimia dan mikroarray.
Studi proteomik kanker usus besar yang ditujukan untuk identifikasi
protein biomarker. Ini termasuk penelitian yang menggunakan model
praklinis (yaitu garis sel atau jaringan murine) serta materi klinis
(misalnya sampel tinja dan tinja). Secara terpisah menyoroti beberapa

18 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


penelitian yang berfokus pada identifikasi protein sel stem kanker
(CSC) terkait protein pada tumor spheroids, sebuah sistem model
in vitro untuk menyelidiki respons pengobatan CRC. Penelitian
proteomik terbaru telah menghasilkan banyak biomarker protein
kandidat baru. Namun, kurangnya studi lanjutan yang mengarah pada
verifikasi biomarker dan/atau validasi tetap merupakan faktor pembatas
dalam terjemahan biomarker kandidat ini ke dalam aplikasi klinis.
Hal ini sebagian disebabkan oleh keterbatasan teknologi yang pasti
akan berkurang dengan teknologi baru, termasuk SRM-MS. Antibodi
masih diperlukan, keduanya, untuk melakukan validasi serta untuk
mengembangkan tes yang menghemat biaya dalam penggunaan rutin.
(Wit et al., 2013).
Proteomik modern telah terbukti berperan dalam pemahaman kita
tentang deregulasi molekul yang terkait dengan perkembangan kanker.
Di sini, profil membran protein diperkaya tumor dan jaringan normal
yang berdekatan dari delapan pasien CRC menggunakan proteomik
kuantitatif nanoLC-MS / MS berbasis label dan analisis jalur lanjutan.
Dari 948 protein yang teridentifikasi, 184 protein dinyatakan berbeda
(P <0,05, perubahan lipat> 1,5) antara tumor dan jaringan non-tumor
(69 diregulasi dan 115 diregulasi dalam jaringan tumor). Tumor CRC
dan jaringan non-tumor berkerumun rapat dalam kelompok terpisah
dengan menggunakan analisis cluster hierarkis dari protein yang
berbeda secara berurutan, yang menunjukkan asosiasi CRC yang kuat
dari subset proteome ini. Secara khusus, protein terkait kanker seperti
FN1, TNC, DEFA1, ITGB2, MLEC, CDH17, EZR dan jalur termasuk
aktin sitoskeleton dan pensinyalan RhoGDI dideregulasi. Tanda tangan
proteome spesifik tahap diidentifikasi termasuk protein ribosom
yang diatur ke atas dan protein annexin yang diatur turun pada tahap
awal CRC. Akhirnya, jaringan EGFR dan CRC menunjukkan regulasi
turunan molekul adhesi yang bergantung pada EGFR, relatif terhadap
jaringan EGFR. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan peta
rinci tentang proteome yang berubah dan jalur protein terkait di CRC,
yang meningkatkan pemahaman mekanistik biologi CRC dan membuka
jalan bagi pencarian berbasis pengetahuan untuk calon penanda protein
CRC (Sethi et al., 2015).

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 19


2.3 Kanker Paru-paru
Kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian terkait kanker
di seluruh dunia antara laki-laki dan perempuan, dengan lebih dari
1 juta kematian setiap tahunnya. NSCLC menyumbang sekitar 80%
dari semua kanker paru-paru. Meskipun kemajuan telah dicapai dalam
strategi diagnosis dan pengobatan dalam dekade terakhir, prognosis
pasien NSCLC buruk, dengan ketahanan hidup 5 tahun keseluruhan 15
sampai 20% . Hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya alat diagnosis
dini, dengan lebih dari 60% pasien didiagnosis dengan penyakit lanjut
atau metastasis dan oleh karena itu tidak memenuhi syarat untuk
mendapatkan reseksi bedah kuratif (Ocak et al., 2009).
Kanker paru-paru pada tahap awal sulit untuk didiagnosa dan
pendeteksian dini, serta pemantauan penyakit. Beberapa biomarker
DNA dan protein telah diidentifikasi, namun biomarker yang paling
banyak ditemukan sebelumnya berkorelasi dengan proses umum
karsinogenesis dan respons kekebalan tubuh. Oleh karena itu, banyak
dari biomarker ditemukan pada jenis kanker lainnya, dan karenanya tidak
spesifik untuk kanker paru-paru. Oleh karena itu, penemuan biomarker
kanker paru baru masih diperlukan, dan di antara sekian banyak jenis
sampel yang mungkin, darah dianggap ideal untuk penemuan ini karena
dapat dikumpulkan dengan mudah dengan cara yang minimal invasif.
Karena itu, banyak penelitian kini sedang dilakukan untuk menemukan
biomarker kanker paru dalam darah (Cho dan Shung, 2009).
Biomarker protein untuk kanker paru-paru diselidiki dengan
menggunakan ekspresi protein dari sel kanker paru-paru (A549) dan
dibandingkan dengan sel normal fibroblast (MRC-5). Elektroforesis
gel dua dimensi sel A549 dan MRC-5 dilakukan dan diikuti dengan
identifikasi protein dengan menggunakan spektrometri massa tandem
nanoelectrospray. Sebagian besar protein yang diekspresikan dalam sel
A549. Ekspresi berlebihan protein ini dalam sel dapat menyebabkan
kelainan konformasi protein dan menyebabkan kanker stadium awal.
Protein ini dapat digunakan sebagai biomarker kanker paru-paru untuk
deteksi dini dan prognosis klinis (Rubporn et al., 2009).
Penelitian yang berbeda telah dilakukan untuk mengidentifikasi
nilai prognostik dan prediktif protein atau peptida pada kanker paru-
paru. Ekspresi protein tergantung pada tingkat transkripsional, translasi

20 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


dan pasca translasi dan dapat bervariasi dalam rentang yang besar.
MALDI-MS dan elektroforesis gel dua dimensi umumnya menggunakan
teknik yang mendeteksi ratusan protein dengan berat molekul rendah
dan jumlah kelimpahan. Pendekatan yang lebih baru dengan hasil yang
lebih baik adalah identifikasi urutan peptida menggunakan LC-MS/MS
yang dapat digunakan pada jaringan tumor, cairan pleura dan plasma
(Wekken et al., 2015).
Tidak kalah menariknya bahwa protein kanker paru dapat dideteksi
dengan pemeriksaan immunohistokimia baik dari cairan maupun dari
biopsi jaringan prinsipnya sama adalah proses reaksi protein antigen
dan anti bodi komplek yang diwarnai dengan pewarna sehingga dapat
terlihat dengan mikroskop konvensional berikut ini adalah hasil
prosesing.

2.4 Kanker Buli-buli


Kanker buli-buli adalah kanker urologis yang umum yang memiliki
tingkat kekambuhan tertinggi pada setiap keganasan. Di Amerika Utara,
Amerika Selatan, Eropa, dan Asia, jenis yang paling umum adalah
karsinoma sel peralihan. Jenis lainnya termasuk karsinoma sel skuamosa
dan adenokarsinoma.
Sejumlah biomarker protein telah diidentifikasi dan dikembangkan
secara komersial, tidak ada yang sangat meningkatkan akurasi evaluasi
sampel melalui sistoskopi invasif. VUC tetap menjadi metode pilihan
untuk deteksi noninvasif kanker kandung kemih. Metode ini secara
mikroskopis memeriksa morfologi sel dari lapisan kandung kemih, yang
dikumpulkan dari urin. Marker protein diagnostik yang dikembangkan
secara komersial untuk mendeteksi kanker kandung kemih meliputi
NMP-22 dan BTA. Untuk mengidentifikasi marker molekuler yang
informatif dari kanker kandung kemih dalam urin memerlukan profil
proteomasi yang tinggi dan alat bioinformatika yang canggih untuk
analisis data kompleks dan pengenalan pola. Teknik proteomik yang
berkembang, seperti TOF-MS, SDS PAGE dengan MALDI-MS, dan
teknik pemisahan 2D fase-cair, sangat memudahkan pengisolasian,
identifikasi dan karakterisasi protein secara terperinci dan sistematis
dalam sampel biologis yang kompleks (Goodison et al., 2009). Untuk
mendapatkan marker spesifik tumor secara efektif, protein yang

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 21


difraksionasi diperoleh hasil yang lebih cocok dengan menggunakan
LC-MS dibandingkan dengan elektroforesis gel dua dimensi.
Sedangkan kegunaan protein yang teridentifikasi dikonfirmasi secara
imunohistokimia (Minami et al., 2010).
Enam apolipoprotein (APOA1, APOA2, APOB, APOC2, APOC3,
dan APOE) mampu membedakan kanker kandung kemih dari hernia.
SAA4 meningkat secara signifikan pada subkelompok kanker kandung
kemih, sedangkan ProEGF mengalami penurunan yang signifikan pada
subkelompok kanker kandung kemih. Penggunaan perangkat lunak
MetaCore untuk menafsirkan perubahan protein urin yang disebabkan
oleh kanker kandung kemih. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
perubahan yang paling menonjol terjadi pada jalur respons imun /
alternatif dan jalur koagulasi darah. Penelitian ini mengkonfirmasi
signifikansi klinis proteom urin dalam pengembangan biomarker non-
invasif untuk mendeteksi kanker kandung kemih (Chen et al., 2013).

2.5 Kanker Hati


HCC adalah sejenis tumor ganas dengan salah satu tingkat kematian
tertinggi di dunia. Dengan munculnya genomik, penelitian biologis
tumor yang mengembangkan teknologi proteomik telah menjadi fokus
utama peneliti. Penemuan biomarker baru adalah salah satu hal penting
untuk diagnosis dini HCC. Secara umum, ada tiga tipe biomarker
kandidat yang berbeda untuk HCC berdasarkan area yang berbeda:
biomarker biokimia, biomarker antigenik dan biomarker epigenetik.
(Fye et al., 2013).
Pada HCC khususnya, proteomik telah ditujukan untuk
mengidentifikasi perubahan ekspresi protein, struktur, modifikasi dan
lokalisasi sub-seluler. Beberapa perubahan ini mungkin menunjukkan
pembentukan kanker dan dengan demikian menyebabkan minat
besar untuk penemuan marker untuk mendeteksi kanker. Saat ini
elektroforesis gel 2D, LC-MS/MS, SELDI-MS dan protein microarray
adalah empat teknologi utama yang digunakan dalam studi proteomik
(Lam, 2005).
Sebagian besar penelitian proteomik pada sampel jaringan
melibatkan penggunaan pendekatan berbasis gel untuk pembuatan
profil dan pencernaan. Pendekatan berbasis gel yang sulit secara

22 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


perlahan digantikan oleh pendekatan pencernaan dalam larutan. Studi
proteomik pada jaringan hati ikan zebrafish telah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berbasis gel. Namun, hasilnya masih kurang.
Pencernaan dalam larutan ditambah dengan spektrometri massa (MS)
tampaknya menghadirkan alternatif yang lebih baik (Wang et al., 2015).
Para peneliti dalam bidang kesehatan menggunakan alat
spektrometri massa (MS) dan spektrometri resonansi magnetik nuklir
(1H NMR) untuk menggali lebih dalam protein manusia dan metabolit,
sehingga mampu mendeteksi dan atau memprediksi perkembangan
HCC. Marker yang digunakan dalam kanker hati seperti protrombin
deskarboksi, karsinoma sel skuamosa kompleks antigen-imunoglobulin
M, dan kromogranin A (Kinhofer et al., 2015).

2.6 Kanker Servik


Kanker serviks adalah tumor ganas kedua yang paling umum di
kalangan wanita di seluruh dunia. Kejadian awal kanker serviks adalah
infeksi dengan jenis human papillomavirus (HPV) tertentu. Ekspresi
onkogen virus diperlukan, namun hal tersebut tidaklah cukup untuk
mempromosikan kanker serviks dan faktor lainnya terlibat dalam
perkembangan neoplastik. Virus secara selektif berinteraksi dengan
protein intraselular yang terutama terlibat dalam resistensi apoptosis,
pertumbuhan sel dan diferensiasi dan transformasi sel (Domenico et
al., 2013).
Infeksi human papillomavirus (HPV) berperan penting dalam
timbulnya kanker serviks. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa
HPV 16 dan 18 berisiko tinggi didominasi dan dideteksi pada kanker
yang lebih agresif. Penentuan profil proteomik dan karakterisasi protein
terkait tumor dengan menggunakan elektroforesis gel dua dimensi (2-
DE) dan dibantu MALDI-TOF-MS. HPV 16 atau HPV 18, dan sel HaCaT
ditandai dengan 2-DE. Protein yang dianalisis dengan MALDI-TOF-MS
dan yang lainnya terlibat dalam regulasi siklus sel, untuk stabilitas
genomik umum, aktivasi telomerase, dan immunitasisasi sel. Namun,
tidak ada perbedaan karakterisasi protein untuk kanker serviks antara
infeksi HPV 16 dan HPV 18 (Choi et al., 2005).
Analisis beberapa protein dianggap penting untuk pembentukan
pola proteomik tanda tangan yang bisa membedakan kanker dari non-

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 23


kanker. SELDI adalah metode spektrometri massa berbasis afinitas
di mana protein yang diminati secara selektif diserap ke permukaan
yang dimodifikasi secara kimiawi pada biochip. Teknologi ini dapat
menyediakan profil protein dari berbagai spesimen biologis. Dalam
penelitian ini, kami mengeksplorasi apakah pendekatan protein biochip
SELDI dapat membedakan kanker serviks dari kohort non-kanker.
Pendekatan proteomik SELDI-MS dikombinasikan dengan sistem
penilaian sederhana, dapat mengidetifikasi adanya kanker serviks
(Wong et al., 2004).
Sel kanker memperoleh komposisi sekresi yang berkontribusi
terhadap perkembangan tumor dan metastasis. Penelitian untuk
menjelaskan proses biologis yang terlibat dalam kanker serviks,
dengan melakukan analisis proteomik terhadap rahasia dari garis sel
cervical informatif berikut: SiHa (HPV16 +), HeLa (HPV18 +), C33A
(HPV), dan HCK1T (normal). Protein dianalisis dengan elektroforesis
gel 2D yang digabungkan ke MALDI-TOF-MS. Pengayaan protein
yang disekresikan dengan profil karakteristik untuk setiap sel diikuti
dengan identifikasi protein yang berbeda. Terutama, mengubah faktor
pertumbuhan Beta ig-h3 dan peroxiredoxin-2 (PRDX2) dideteksi
menggunakan metode Western blot. Tingkat NRF2 diukur dengan
Western dan MRM. Hal ini menunjukkan bahwa respons oksidasi stres
yang disterilkan oleh NRF2 adalah ciri utama dari karsinogenesis serviks
(Kontostathi et al., 2017).

2.7 Kanker Ovarium


Kanker ovarium tetap menjadi penyebab utama kematian akibat
keganasan ginekologis. Diagnosis dini adalah penentu paling penting
untuk bertahan hidup. Alat diagnostik saat ini memiliki keberhasilan
yang sangat terbatas dalam deteksi dini. Dalam beberapa tahun terakhir,
teknik maju untuk proteomik telah mempercepat penemuan biomarker
kanker ovarium. Banyak biomarker molekuler berbasis proteomik/panel
telah diidentifikasi dan memiliki potensi besar untuk aplikasi diagnostik,
namun memerlukan pengembangan dan validasi lebih lanjut. Artikel ini
mengulas data baru-baru ini mengenai diagnosis kanker ovarium dengan
proteomik, termasuk teknologi proteomik utama dan strategi yang
menjanjikan untuk penemuan dan pengembangan biomarker (Zhang

24 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


et al., 2010). Peningkatan minat dalam menerapkan proteomik untuk
membantu memahami patogenesis kanker ovarium, yang menjelaskan
mekanisme resistansi obat, dan dalam pengembangan biomarker untuk
deteksi dini kanker ovarium (Elzek dan Rodland, 2016).
Studi tentang profil proteomik ovarium merupakan batas baru di
ovarium penelitian kanker, karena pendekatan ini mampu mencerahkan
berbagai macam post-translational kejadian (seperti glikosilasi dan
fosforilasi). Penentuan jalur pensinyalan pada sel kanker ovarium
merupakan sebuah kesempatan untuk merancang obat baru dan
mengoptimalkan penggunaan agen yang ditargetkan secara molekuler
melawan jalur penting dan aktif secara biologis. Proteomik memberikan
informasi lebih banyak tentang jenis histologis kanker ovarium,
pertumbuhan sel dan perkembangan, gen yang berhubungan dengan
lingkungan mikro tumor dan spesifik target molekuler yang memprediksi
respons terhadap kemoterapi daripada sekuensing atau microarray.
Beberapa protein telah divalidasi untuk penggunaan klinis oleh FDA
antara lain HE4 telah disetujui memantau perkembangan kanker
ovarium epitel, dan tes OVA-1 yang digunakan untuk menganalisa risiko
kanker ovarium di kalangan wanita (Toss dan Laura, 2013).
Sel line kanker ovarium (HGSOC) tidak hanya menyerupai tumor
asal pada tingkat molekuler, tetapi juga menunjukkan kegunaan
fungsional dalam penyelidikan pra-klinis. Analisis proteomik terpadu
dari 26 sel kanker ovarium, tumor HGSOC, sel epitel permukaan
ovarium dan sel epitel tuba fallopi menggunakan spektrometri
massa tunggal. Kuantifikasi mendalam terhadap > 10.000 protein
menghasilkan tiga kategori sel yang berbeda: epitel (kelompok I), sel
yang jelas (kelompok II) dan mesenkhim (kelompok III). Identifikasi
67-sel protein menemukan kumpulan protein tumor CPTAC / TCGA
serta tumor HGSOC yang dominan epitel dan mesenchymal. Stratifikasi
epitel/mesenchymal berbasis proteomik pada garis sel dan tumor
manusia mengindikasikan kemungkinan asal HGSOC baik dari tuba
falopi atau dari epitel permukaan ovarium (Coscia et al., 2016)
Kombinasi PLLB 1DGel-LC-MS/MS digunakan untuk menganalisis
sampel serum dari pasien kanker ovarium dan dari kontrol yang sehat.
Analisis protein mengidentifikasi 1.200 protein serum, di antaranya
57 protein diregulasi dan 10 diregulasi dalam sera dari pasien kanker.
Retinol binding protein 4 (RBP4) sangat terukur dalam sampel serum

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 25


kanker ovarium. ELISA digunakan untuk mengukur konsentrasi plasma
RBP4 pada 80 sampel dari pasien kanker ovarium, individu sehat,
pasien mioma, dan pasien dengan tumor ovarium jinak. Konsentrasi
plasma RBP4 berkisar antara 76,91 sampai 120,08 ng/mL dengan
nilai rata-rata ng/mL pada pasien kanker ovarium secara signifikan
lebih tinggi daripada pada individu sehat (ng/mL). Hasil dikonfirmasi
lebih lanjut dengan imunohistokimia, menunjukkan bahwa tingkat
ekspresi RBP4 pada jaringan ovarium normal lebih rendah daripada
pada jaringan kanker ovarium. Hasil kami menunjukkan bahwa RBP4
adalah biomarker potensial untuk diagnostik skrining kanker ovarium
(Cheng et al., 2014).

2.8 Kanker Otak


Glioma dalam bentuk astrocytomas, astrocytomas anaplastik dan
glioblastoma adalah tumor otak yang paling umum terjadi pada manusia.
Deteksi dini kanker ini sangat penting untuk pengobatan yang berhasil.
Proteomik menjanjikan penemuan biomarker dan penanda tumor untuk
deteksi dini dan diagnosis.
Teknologi elektroforesis gel diferensial digabungkan dengan
desorpsi laser/dibantu matriks dibantu sinar dan kromatografi udara-
spektroskopi tandem digunakan untuk menyelidiki perubahan spesifik
tumor pada protein kanker otak manusia. Protein Alb, peroxiredoxin 4
dan SH3 yang mengikat asam seperti asam glutamat kaya 3 diregulasi
dalam glioblastoma beraneka ragam versus jaringan non-tumor. Namun,
aldolase C fruktosa-bifosfat, kreatin kinase, rantai B dihydrolipoyil
dehidrogenase, enolase 2, fumarat hidratase, HSP60, laktoylglutathione
lyase, aminopeptidase lucin, homolog kristal-Mu, NADH-UO 24, protein
triplet L neuropatik, septin 2, stathmin dilarutkan dalam glioblastoma
beraneka ragam dibandingkan dengan jaringan non-tumor. Protein yang
berbeda ini memberikan informasi baru tentang perbedaan yang ada
antara otak normal dan glioma, dan dengan demikian mungkin terbukti
sebagai indikator molekuler yang berguna untuk nilai diagnostik atau
prognostik (Khallil, 2007).
Glioma adalah sekelompok tumor otak agresif yang menyusup
dengan jaringan otak yang berdekatan, membuatnya sangat tidak
dapat disembuhkan, bahkan dengan modalitas dan agen pengobatan

26 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


multipel. Sebagian besar asimtomatik pada tahap awal, mereka hadir
dalam beberapa subtipe dengan ciri astrositik atau oligodendrositik dan
selalu berkembang menjadi bentuk ganas.
Beberapa tahun terakhir, teknik pembuatan profil proteomik
diferensial telah menggunakan tumor, cairan serebrospinal, dan
plasma dari pasien glioma untuk mengidentifikasi penanda respons
diagnostik, prognostik, prediktif, dan terapeutik yang pertama, yang
menyoroti potensi penemuan biomarker glioma. Jumlah biomarker
yang diidentifikasi memiliki keterbatasan reproduktivitas penelitian
tidak jelas dan tidak ada yang telah divalidasi untuk penggunaan
klinis.
Kemajuan teknologi terkini dalam metodologi untuk profil
throughput tinggi, yang memberikan akses mudah, skrining cepat,
konsumsi sampel rendah, dan identifikasi protein yang akurat,
diantisipasi untuk mempercepat penemuan biomarker tumor
otak. Alat yang dapat diandalkan untuk verifikasi biomarker
memperkirakan terjemahan biomarker ke diagnostik klinis di masa
yang akan datang.
Profil protein adalah analisis skala besar ekspresi protein, modifikasi
post-translational, dan interactome. Ini melengkapi analisis genomik
dan metabolomik dan memiliki tujuan akhir untuk menyatukan
informasi ke dalam jaringan protein. Biasanya, profil proteomik
diferensial tumor otak vs keadaan bebas penyakit memungkinkan
pendeteksian dan pemantauan perubahan terkait patologi melalui
identifikasi potensi diagnostik neoplasia CNR, prognostik, prediktif,
atau penilaian pengobatan. Sejumlah laporan telah muncul selama
dekade terakhir yang melaporkan analisis protein glioma menggunakan
jaringan manusia dan biofluida, serta garis sel dan model hewan
(Kalinina et al., 2011).
Teknologi throughput tinggi menghadirkan peluang besar untuk
mengkarakterisasi biologi kanker otak pada tingkat sistem. Namun,
studi proteomis kanker otak masih relatif langka. Proteomik berbasis
spektrometri massa dengan spesifisitas, cakupan yang meningkat
akan berguna dalam penyelidikan proteomik otak. Penerapan strategi
analisis data kreatif diperlukan untuk memberikan wawasan yang berarti
mengenai fungsi otak dan patologi terkait. Secara keseluruhan, aplikasi
proteomik pada kanker otak pada tahap awal dan penggunaan teknologi

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 27


ini secara luas berpotensi besar untuk memperbaiki pemahaman kita
tentang fungsi otak dan patologi (Tian et al., 2016).

2.9 Kanker Prostat


Kanker Prostat (PCa) merupakan jenis tumor paling banyak kedua
pada pria di seluruh dunia. Insiden meningkat dengan usia pasien
dan merupakan faktor risiko yang paling penting. PCa sebagian besar
ditandai dengan kelambanan, namun dalam persentase kecil kasus (3%),
penyakit ini berlanjut ke keadaan metastasis. Sampai saat ini, isu yang
paling penting mengenai penelitian PCa adalah sulitnya membedakan
malas dari penyakit agresif.
Proteomik merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk
penemuan biomarker baru yang dapat memperbaiki pengelolaan pasien
PCa. Biomarker yang spesifik dan sensitif daripada PSA diperlukan
untuk diagnosis PCa, prognosis dan respons terhadap pengobatan.
Teknologi proteomik yang berbeda seperti 2-D PAGE, DIGAL 2-D, profil
MS MALDI, proteomik senapan dengan kuantisasi berbasis label (ICAT,
iTRAQ) dan SWATH, MudPIT, CE-MS telah diterapkan pada penelitian
ini. Berbagai sampel biologis, termasuk jaringan tumor, serum, plasma,
urin, plasma mani, sekresi prostat dan exosom yang berasal dari prostat
dianalisis dengan tujuan untuk mengidentifikasi biomarker diagnostik
dan prognostik dan mengembangkan pemahaman lebih dalam mengenai
penyakit ini pada tingkat molekuler (Davalieva et al., 2015).
Manajemen klinis kanker prostat membutuhkan tes prognostik dan
strategi pengobatan yang lebih baik. Spektrometri massa digunakan
untuk pengkajian proteomik kuantitatif skala genom dari 28 tumor
prostat (Gleason score 6-9) dan jaringan nonmalignant tetangga dalam
delapan kasus, yang diperoleh dari sampel prostatektomi yang dipasok
parafin fixedin. Dua kelompok pasien PCa independen (752 kasus)
yang dikelola oleh harapan digunakan untuk evaluasi imunohistokimia
terhadap proneuropeptide-Y (pro-NPY) sebagai biomarker prognostik.
Jaringan tumor menunjukkan peningkatan ekspresi protein yang terlibat
dalam beberapa proses anabolik termasuk sintesis asam lemak dan
protein, biogenesis ribosom dan sekresi protein namun tidak ada bukti
nyata peningkatan proliferasi yang diamati.

28 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Analisis molekuler menunjukkan bahwa beberapa protein
yang diekspresikan secara berlebihan pada tumor, seperti carnitine
palmitoyltransferase 2 (CPT2, transporter asam lemak), kompleks
protein coatomer, subunit alpha (COPA, sekresi vesikel), dan protein
kinase 1 dan 2 yang bersifat mitogen dan stres. (MSK1/2, protein
kinase) mengatur proliferasi sel PCa. Ekspresi Pro-NPY, sendiri
atau dikombinasikan dengan status ERG tumor, dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian spesifik PCa, terutama pada pasien dengan
skor Gleason ≤ 7 tumor. protein Pro-NPYyang menunjukkan ekspresi
diferensial antara tumor berisiko tinggi dan rendah dalam analisis
proteomik, juga merupakan biomarker prognostik spesifik PCa yang
terkait dengan peningkatan risiko kematian spesifik penyakit pada
pasien yang memiliki tumor berisiko rendah (Iglesias et al., 2016).
Perubahan ekspresi gen telah banyak dihitung selama perkembangan
neoplastik, analisis komplementer perubahan proteomik telah terbatas.
Di sini kita menginterogasi perubahan proteomik pada kohort 15
jaringan prostat yang diturunkan yang mencakup lima masing-masing
dari prostat jinak yang berdekatan, kanker prostat yang terlokalisasi
secara lokal, dan penyakit metastasis. Strategi eksperimental pasangan
isobarik pasangan untuk kuantisasi relatif dan absolut dengan fraksinasi
peptida fasa cair multidimensi diikuti oleh spektrometri massa (MS).
Lebih dari 1.000 protein dihitung di seluruh spesimen dan
digambarkan menjadi tanda tangan khusus kanker prostat lokal
dan metastatik. Analisis pengayaan biomarker proteomik spesifik
kanker prostat, untuk mendapatkan pemahaman tentang konsekuensi
fungsional dari perubahan ini, mengungkapkan keterlibatan peraturan
miR-128-a/b selama pengembangan kanker prostat. Penemuan
ini divalidasi dengan menggunakan analisis Q-PCR untuk tingkat
transkripsi microRNA dalam kumpulan spesimen klinis independen.
Tingkat miR-128 meningkat pada sel epitel prostat jinak dibandingkan
dengan sel kanker prostat invasif. Knockdown miR-128 menginduksi
invasi pada sel epitel jinak prostat, sedangkan overexpressionnya
melemahkan invasi pada sel kanker prostat. Secara keseluruhan, profil
kami tentang perubahan proteomik perkembangan kanker prostat
menunjukkan miR-128 sebagai regulator negatif sel induk kanker
prostat yang berpotensi penting (Khan et al., 2010).

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 29


Karakterisasi protein menghasilkan identifikasi protein 248, 233,
169, dan 216 oleh setidaknya 2 peptida dalam eksosom dari masing-
masing PNT2C2, RWPE-1, PC346C, dan VCaP. Analisis statistik
menunjukkan 52 protein berbeda secara melimpah antara sel PCa
dan kontrol, 9 di antaranya lebih banyak terjadi pada PCa. Validasi
oleh Western blotting mengkonfirmasi kelimpahan FASN, XPO1
dan PDCD6IP (ALIX) lebih tinggi pada ekskresi PCa. Identifikasi
protein exosomal dengan menggunakan LC-FT-MS berkinerja tinggi
menghasilkan penemuan PDCD6IP, FASN, XPO1 dan ENO1 sebagai
biomarker kandidat baru untuk kanker prostat (Duijvesz et al., 2013).

2.10 Leukimia
Analisis protein dari subtipe sel AML yang berbeda dilakukan
dengan menggunakan analisis PMF 2-DE dan MALDI-TOF. Protein
yang diidentifikasi sebagai perubahan yang lebih signifikan antara
AML yang berbeda termasuk kelompok gen penekan, enzim metabolik,
antioksidan, protein struktural dan mediator transduksi sinyal. Tujuh
protein yang teridentifikasi ditemukan secara signifikan diubah di
hampir semua sel blast AML yang dianalisis dalam kaitannya dengan
sel darah mononuklir normal: alpha-enolase, RhoGDI2, annexin A10,
katalase, peroksiredoksin 2, tromomiosin 3, dan lipokortin 1 (annexin
1) . Protein yang berbeda ini diketahui memainkan peran penting
dalam fungsi seluler seperti glikolisis, penekanan tumor, apoptosis,
angiogenesis dan metastasis, dan ini mungkin berkontribusi terhadap
evolusi penyakit yang merugikan. Analisis protein telah mengidentifikasi
untuk pertama kalinya protein baru yang dapat membantu membentuk
prognosis diferensial atau digunakan sebagai biomarker untuk penyakit,
sehingga memberikan target baru yang potensial untuk terapi berbasis
patogenesis yang rasional AML (López-Pedrera et al., 2006).
Protein sel leukemia dari 61 kasus leukemia akut yang ditandai
dengan klasifikasi FAB dipisahkan oleh elektroforesis dua dimensi, dan
bintik-bintik protein yang ditunjukkan secara berbeda diidentifikasi
oleh MALDI-TOF-MS dan ESI-MS/MS). Profil protein yang berbeda
dari tipe atau subtipe leukemia akut berhasil dieksplorasi, termasuk
acute myeloid leukemia (AML), subtipenya (M2, M3, dan M5) dan
leukemia limfoid akut (ALL), yang homogen dalam sampel substansial

30 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


masing-masing. Protein terkait myeloid 8 dan 14 pertama kali dilaporkan
menandai diferensiasi AML dan untuk membedakan AML dari ALL.
Heat shock 27 kDa protein 1 dan protein lain yang sangat diekspresikan
dalam ALL dapat memainkan peran penting dalam membedakan secara
klinis AML dari ALL (Cui et al., 2004).

2.11 Kanker Ginjal


RCC adalah penyebab keenam kematian akibat kanker dan
bertanggung jawab atas 11.000 kematian per tahun di AS. Sekitar
sepertiga pasien hadir dengan penyakit yang sudah metastatik dan
saat ini belum ada pengobatan yang memadai, dan tidak ada tes
skrining biofluid untuk RCC. Analisis proteomik yang komprehensif
dan kemudian merupakan pendekatan jalur dan jaringan untuk
mengidentifikasi proses biologis yang terlibat dalam RCC sel yang jelas
(ccRCC). Dengan menggunakan analisis elektroforesis dan spektrometri
massa 2 dimensi, telah diidentifikasi 31 protein yang dinyatakan berbeda
dengan tingkat signifikansi yang signifikan pada ccRCC dibandingkan
dengan jaringan non-ganas yang berdekatan, dan telah dikonfirmasi
beberapa di antaranya dengan immunoblotting, imunohistokimia,
dan perbandingan dengan yang dipublikasikan. Ketika dievaluasi
oleh beberapa program analisis proses jalur dan biologis, protein ini
ditunjukkan untuk terlibat dengan tingkat kepercayaan yang tinggi (nilai
p <2,0 E-05) pada glikolisis, metabolisme propanoate, metabolisme
piruvat, siklus urea dan metabolisme arginin / prolin, Serta jalur non-
metabolik p53 dan FAS. Sampel urin acak dari kedua pasien ccRCC
dan pasien kontrol dianalisa profil metabolik dan ditemukan bahwa
hanya sorbitol, komponen jalur glikolisis alternatif, meningkat secara
signifikan pada 5,4 kali lipat pada pasien RCC dibandingkan dengan
kontrol (Perroud et al., 2006).
Kanker ginjal sering dikaitkan sebagai 95% penyebab kematian.
Analisis proteomik berbasis LC-MS / MS pada 50 kanker ginjal sel yang
merata di antara jaringan normal dan nilai Fuhrman 1-4. Eksperimen
awal mengonfirmasikan kegunaan menggunakan arsip tertanam parafin
yang diarsipkan formal untuk analisis proteomik berbasis LC-MS/MS,
dan temuan LC-MS/MS divalidasi dengan imunoblotting. Perubahan
di antara banyak proses dan jalur biokimia sangat bergantung pada

Bab 2 | Aplikasi Proteomik dalam Studi Kanker 31


kelas dengan jalur sintetis glikolitik dan asam amino yang sangat
terwakili. Selain itu, protein yang berkaitan dengan fase akut dan sinyal
metabolisme xenobiotik sangat terwakili (Perroud et al., 2009).

KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari aplikasi teknologi proteomik dalam
studi kanker adalah sebagai berikut:
a. Aplikasi proteomik dapat digunakan untuk menjembatani
kesenjangan antara informasi genomik dan protein fungsional.
b. Pencarian untuk biomarker terkait kanker dengan proteomik
memiliki potensi besar untuk memperbaiki penilaian risiko, deteksi
dini, diagnosis, prognosis, seleksi dan pemantauan pengobatan.
c. Beberapa metode yang digunakan dalam studi proteomik kanker
yaitu ELISA, SDS-PAGE, 2D-Elektroforesis, MALDI-TOF-MS,
SELDI-TOF-MS, immunohistikimia, Western Blot, MRM dan LC-
MS dan LC-MS/MS.
d. Teknologi yang paling banyak digunakan dalam penelitian proteomik
kanker adalah teknologi yang berkaitan dengan Spektrometri Massa
(MS).
e. Studi proteomik yang digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit
kanker menggunakan darah, urin, jaringan dan organ.

32 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


BAB 3

PROTEIN

Protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme


dan merupakan bagian dari semua sel hidup penyusun terbesar tubuh
setelah air. Protein di dalam tubuh berfungsi sebagai sumber utama
energi selain karbohidrat dan lemak, sebagai zat pembangun, sebagai
zat-zat pengatur. protein mengatur proses-proses metabolisme dalam
bentuk enzim dan hormon dan sebagai mekanisme pertahanan tubuh
melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar,
serta memelihara sel dan jaringan tubuh. Dalam bentuk kromosom,
protein juga berperan menyimpan dan meneruskan sifat-sifat keturunan
daiam bentuk gen. Di damm gen ini tersimpan codin untuk sintesa
protein enzim tertentu.1
Protein sangat penting untuk proses biologis, mengkatalisasi dan
mengatur reaksi biokimia, mengangkut molekul, kimia dan konversi
fotosintesis dari cahaya untuk pertumbuhan, sehingga membentuk
struktur dasar seperti kulit, rambut, dan tendon. Secara umum,
protein terdiri dari rantai linier dari 20 asam amino alami. Beragam
ukuran panjangnya mengandung puluhan hingga ribuan asam amino.
asam amino dari sebuah protein dikenal sebagai struktur utamanya,
sementara konformasi lokal dalam urutan ini, yaitu alpha helices, beta
sheets, dan random coils dikenal sebagai struktur sekunder. Sudut di antara
asam amino yang berdekatan, disebut sudut torsi, tentukan tikungan
dan belokan dalam urutan yang menghasilkan struktur sekunder ini.
Konfigurasi tiga dimensi struktur primer diartikan sebagai struktur

33
tersier yang menggambarkan lipatan protein. Struktur tersier protein
Crambin diilustrasikan pada Gambar 3.1 Alfa heliks mudah diidentifikasi.
Beta sheet adalah daerah yang relatif lurus dan datar. Random coils adalah
segmen dari struktur nonrepetitif. Setiap asam amino terdiri dari suatu
bidang kaku yang dibentuk oleh satuan nitrogen, karbon, alpha-carbon
(Ca), oksigen, dan atom hidrogen, dan rantai samping yang berbeda.2

Gambar 3.1 Struktur tersier protein Crambin2

Rangkaian dari sebuah protein adalah urutan dari bidang kaku ini.
Gambar 3.2 menunjukkan beberapa asam amino yang saling terkait.
Asam amino secara individu dibedakan satu sama lain dengan sifat
kimia fisik yang menimbulkan struktur tiga dimensi. Oleh karena itu
struktur utama suatu protein menentukan sebagian struktur tersiernya.2

Gambar 3.2 Menunjukkan beberapa asam amino yang saling terkait

34 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Protein adalah molekul penting untuk semua sistem biologis dalam
sel, sebagian besar protein membutuhkan interaksi antar protein (PPIs)
berfungsi secara efektif. Misalnya, protein transportasi berinteraksi
dengan protein struktural dan peptida hormon berinteraksi dengan
reseptornya. Beberapa protein membentuk kompleks struktural, dan
interaksi antara kompleks protein yang berbeda diperlukan untuk fungsi
sel. Interaksi protein secara mendasar bersifat stabil atau sementara, dan
kedua jenis interaksi bisa kuat atau lemah. Jika dua protein berinteraksi
melalui kontak fisik dan afinitas yang kuat, interaksi kuat dapat dideteksi
menggunakan percobaan biokimia in-vitro seperti tes pull-down dan co
immunoprecipitation. Namun, percobaan biokimia untuk PPI memakan
waktu dan mahal, sehingga sulit untuk mempelajari jaringan interaksi
protein lengkap dalam genom.
Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam
amino. Asam amino yang menyusun protein ada 20 macam. Protein
terdapat dalam sistem hidup semua organisme baik yang berada pada
tingkat rendah maupun organisme tingkat tinggi. Protein mempunyai
fungsi utama yang kompleks di dalam semua proses biologi. Protein
berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan penyimpan
molekul lain seperti oksigen, mendukung secara mekanis sistem
kekebalan (imunitas) tubuh, menghasilkan pergerakan tubuh, sebagai
transmitor syaraf dan mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan.
Protein menghasilkan unsur-unsur C, H, N dan O dan sering juga S.
Di samping itu, beberapa protein juga mengandung unsur-unsur lain,
terutama P, Fe, Zi dan Cu. Peran dan aktivitas protein dalam proses
biologis antara lain sebagai katalis enzimatik, hampir semua reaksi
kimia dalam sistem biologi dikatalis oleh makromolekul yang disebut
enzim dan merupakan satu jenis protein. Sebagian reaksi seperti hidrasi
karbondioksida bersifat sederhana, sedangkan reaksi lainnya seperti
replikasi kromosom bersifat kompleks. Peran lainnya dari protein dalam
sistem biologi adalah sebagai transport dan penyimpanan. Contohnya
transport oksigen dalam eritrosit oleh hemoglobin dan mioglobin,
filamen yang berfungsi dalam koordinasi gerak, protein fibrosa yang
berfungsi untuk menjaga lapisan kulit dan tulang, protein kolagen yang
merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon, tulang
rawan dan gigi. Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan
dapat mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti virus,

Bab 3 | Protein 35
bakteri dan sel yang berasal dari organisme lain. Respons sel saraf
terhadap rangsang spesifik diperantarai oleh protein reseptor, misalnya
rodopsin suatu protein yang sensitif terhadap cahaya yang ditemukan
pada sel batang retina. Aktivitas sel yang berbeda pada organisme
multisel dikoordinasi oleh hormon. Banyak hormon seperti insulin
dan TSH (Thyroid-stimulating hormone) merupakan salah satu jenis
protein. Pembagian protein ada empat kelas yakni struktur primer,
struktur sekunder, struktur tertier dan struktur kuarterner. Sedangkan
klasifikasi protein dibagi berdasarkan fungsi biologisnya, berdasarkan
sifat kelarutannya dan berdasarkan gugus prostetiknya.
Protein adalah zat yang mengandung nitrogen dibentuk oleh
asam amino, bagian dari komponen struktural otot dan jaringan lain
di tubuh, memproduksi hormon, enzim dan hemoglobin. Protein bisa
juga digunakan sebagai energi. Namun, mereka bukan pilihan utama
sebagai sumber energi. Protein digunakan oleh tubuh dimetabolisme
ke dalam bentuk paling sederhana yaitu asam amino. Sudah ada 20
asam amino yang diidentifikasi yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan metabolisme manusia. 12 dari asam amino ini (sebelas pada anak-
anak) disintesis oleh tubuh kita dan tidak perlu dikonsumsi dari luar.
Asam amino yang tersisa tidak bisa disintesis di dalam tubuh dan perlu
didapat dari konsumsi makanan. Tidak adanya asam amino ini akan
membahayakan kemampuan jaringan untuk tumbuh, proses perbaikan,
dan pertahanan.5
Protein adalah makromolekul dan memiliki empat struktur primer,
sekunder, tersier dan kuaterner. Yaitu:6,7,8
a. Struktur primer
Ada 20 jenis L-α- asam amino berbeda yang digunakan sel untuk
menyusun protein. Asam amino, seperti nama mereka berarti
mengandung gugus amino dasar dan kelompok karboksil yang
bersifat asam, setiap asam amino bergabung bersama dalam rantai
panjang membentuk ikatan peptida: ikatan amida antara -NH2
dari satu asam amino dan -COOH yang lain. Rangkaian dengan
kurang dari 50 asam amino umumnya disebut sebagai peptida,
sedangkan istilah protein atau polipeptida digunakan untuk
rangkaian lebih panjang. Protein bisa terdiri dari satu atau lebih
molekul polipeptida. Ujung rangkaian peptida atau protein dengan

36 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


kelompok karboksil bebas disebut carboxy-terminus atau C-terminus.
Istilah amino terminus atau N-terminus menggambarkan akhir dari
urutan dengan kelompok α-amino bebas. Asam amino berbeda
dalam hal struktur oleh substituen disisi rantainya. Sisi rantai
ini memiliki komposisi kimia, fisik dan struktural yang berbeda
untuk hasil akhir peptida atau protein. Struktur dari 20 asam amino
yang biasa ditemukan dalam protein ditunjukkan pada Gambar 3.3
Setiap asam amino memiliki singkatan baik satu atau tiga huruf.
Singkatan ini biasanya digunakan untuk menyederhanakan urutan
tertulis dari suatu peptida atau protein. Tergantung pada substituen
rantai samping, asam amino dapat diklasifikasikan sebagai asam,
dasar atau netral. Meskipun dibutuhkan 20 asam amino untuk
sintesis berbagai protein yang ditemukan pada manusia, kita bisa
mensintesis sendiri oleh tubuh 10 saja. Sisanya 10 lagi disebut
asam amino essensial dan harus diperoleh dalam makanan/luar
tubuh. Urutan asam amino dari suatu protein dikodekan dalam
DNA. Protein disintesis oleh serangkaian langkah yang disebut
transkripsi (penggunaan untai DNA untuk membuat complementary
messenger untai RNA - mRNA) dan translasi (urutan mRNA
digunakan sebagai template untuk mengatur sintesis rantai asam
amino yang membentuk protein). Modifikasi pasca-translasi,
seperti glikosilasi atau fosforilasi diperlukan untuk fungsi biologis
dari protein. Sedangkan rangkaian asam amino membentuk
struktur primer protein dan bahan kimia / sifat biologis dari protein
tersebut sangat bergantung pada tiga dimensi atau struktur tersier.

Gambar 3.3 Versi skematik dari rumus umum asam amino pada
pH 7,0 dengan kedua gugus amino dan karboksil terionisasi.7

Bab 3 | Protein 37
Gambar 3.4 Struktur dari 20 asam amino yang biasa ditemukan dalam protein.6

b. Struktur Sekunder
Untaian protein atau peptida memiliki karakteristik struktural lokal
berbeda atau struktur sekunder, tergantung pada ikatan hidrogen.
Dua tipe utama struktur sekunder adalah α-helix dan ß-sheet. α-helix
adalah untai right-handed coiled, substituen rantai samping dari
gugus asam amino dalam α-helix meluas ke luar. Ikatan hidrogen
dibentuk antara oksigen dari C = O dari setiap ikatan peptida dalam
untai dan hidrogen dari N-H kelompok ikatan peptida empat amino
asam di bawahnya pada heliks. Ikatan hidrogen membuat struktur
ini stabil. Substituen rantai samping dari asam amino mengisi di
samping gugus N-H. Ikatan hidrogen pada ß-sheet adalah antara
ikatan (antar untai) dari dalam untaian (intra-untai). Sheet terdiri
dari pasangan untaian yang berdampingan. Oksigen karbonil dalam

38 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


satu untai ikatan hidrogen dengan hidrogen amino dari untai
yang berdekatan. Dua untai dapat berupa paralel atau anti-paralel
tergantung pada arah untai (N-terminus ke C-terminus) sama atau
sebaliknya. Anti-paralel ß-sheet lebih stabil karena ikatan hidrogen
lebih sejajar.
c. Struktur Tersier
Keseluruhan bentuk tiga dimensi dari seluruh molekul protein
struktur tersier. Molekul protein akan membengkok dan memelintir
sedemikian rupa untuk mencapai stabilitas maksimum atau
keadaan energi terendah. Walaupun bentuk tiga dimensi dari
suatu protein mungkin tampak tidak teratur dan acak, hal itu
dibentuk oleh banyak kekuatan stabilisasi karena interaksi
ikatan antara kelompok rantai samping asam amino. Di bawah
kondisi fisiologis, rantai samping hidrofobik bersifat netral,
asam amino non-polar seperti fenilalanin atau isoleusin cenderung
terkubur di bagian dalam molekul protein dengan demikian
melindungi mereka dari media berair. Kelompok alkil seperti
alanin, valin, leusin dan isoleusin sering membentuk interaksi
hidrofobik antara satu sama lain, sementara kelompok aromatik
seperti fenilalanin dan tryosin sering disusun bersama. Asam
atau basa rantai samping asam amino umumnya akan terpapar
pada permukaan protein sebagai hidrofilik. Pembentukan
jembatan disulfida oleh oksidasi kelompok sulfhidril pada sistein
merupakan aspek penting dari stabilisasi struktur tersier protein,
memungkinkan berbagai bagian rantai protein untuk disatukan
secara kovalen. Selain itu, ikatan hidrogen dapat terbentuk di antara
kelompok rantai samping yang berbeda. Seperti halnya jembatan
disulfida, ikatan hidrogen ini bisa menyatukan dua bagian rantai
yang agak jauh menjadi berurutan. Jembatan garam, interaksi ionik
antara positif dan negatif diubah pada rantai samping asam amino
membantu menstabilkan struktur tersier protein.
d. Struktur Kuarter
Banyak protein terdiri dari beberapa rantai polipeptida, sering
disebut sebagai subunit protein. Subunit ini mungkin sama (seperti
dalam homodimer) atau berbeda (seperti dalam heterodimer).
Struktur kuaterner mengacu pada bagaimana subunit protein

Bab 3 | Protein 39
berinteraksi satu sama lain dan mengatur diri mereka untuk
membentuk agregat kompleks protein yang lebih besar. Bentuk
akhir dari kompleks protein sekali lagi distabilkan oleh berbagai
interaksi, termasuk ikatan hidrogen, jembatan disulfida dan
jembatan garam. Empat tingkat struktur protein ditunjukkan pada
Gambar 3.5

Gambar 3.5 Empat tingkat struktur protein6

Karena sifat interaksi lemah yang mengendalikan struktur tiga


dimensi, protein adalah molekul yang sangat sensitif. Istilah daerah
asli digunakan untuk menggambarkan protein dalam bentuk alami
paling stabil di situ. Keadaan asli ini dapat terganggu oleh sejumlah
faktor eksternal stres termasuk suhu, pH, penghilangan air, kehadiran
permukaan hidrofobik, kehadiran ion logam. Hilangnya struktur
sekunder, tersier atau kuaterner karena paparan faktor stres disebut

40 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


denaturasi. Denaturasi menghasilkan pengungkapan protein menjadi
bentuk acak atau salah lipat. Protein terdenaturasi dapat memiliki
profil aktivitas yang sangat berbeda dari protein dalam bentuk aslinya,
biasanya kehilangan fungsi biologis. Selain menjadi terdenaturasi,
protein juga dapat membentuk agregat dalam kondisi stres tertentu.
Agregat sering diproduksi selama proses metabolisme dan biasanya
tidak diinginkan, sebagian besar karena menyebabkan respons imun
yang merugikan. Selain bentuk-bentuk fisik degradasi protein ini,
penting juga untuk menyadari kemungkinan jalur degradasi kimia
protein. Ini termasuk oksidasi, deamidation, hidrolisis ikatan peptida,
rombakan ikatan disulfida dan hubungan silang.6 Beberapa gangguan
pada protein sebagai berikut:
a. Misfolding Protein
Fungsi sebagian besar protein seluler tergantung pada struktur tiga
dimensi mereka, yang diperoleh melalui pelipatan rantai polipeptida
yang dikodekan dari nuklir genom dan 13 protein mitokondria -
DNA mitokondria. Perubahan dalam rantai polipeptida, dihasilkan
dari variasi gen yang diturunkan atau diperoleh atau dari modifikasi
asam amino yang abnormal, mungkin mengubah proses pelipatan
dan memunculkan misfolding protein. Tergantung pada sifat
protein itu sendiri, kompartemen seluler di mana misfolding
terjadi, yang aktivitas folding dan proses degradasi berinteraksi
dengan faktor genetik, sel dan kondisi lingkungan. Sejumlah besar
penyakit yang berbeda, dari gangguan metabolisme onset cepat
sampai penyakit neurodegenerative onset lambat, bisa dianggap
sebagai penyakit misfolding protein.
Proses folding protein dilakukan oleh sejumlah intramolekul dan
melewati intermediet dengan mengurangi energi dan entropi
yang berusaha menghasilkan minimum energi. Secara in vitro,
folding intermediates dapat keluar jalur dan menggunakan gaya
antarmolekul, menghasilkan agregasi. In vivo, proses folding dibantu
oleh pengantar molekul, yang melindungi protein dan mengantar
ke struktur asli.9
Gangguan pada rantai asam amino, baik oleh variasi gen yang
diwariskan atau dari kerusakan asam amino, seperti modifikasi
oksidatif, dapat mengenai poses folding bahkan pengantarnya.

Bab 3 | Protein 41
Protease intraseluler, yang bersama dengan penghantar terdiri
dari sistem pengendalian kualitas protein seluler, mencoba untuk
menghilangkan protein yang gagal folding. Untuk protein tertentu
dan dalam keadaan tertentu eliminasi tidak berjalan efisien dan
protein yang gagal folding terakumulasi sebagai agregat.9
Protein yang rusak, yang dihapus secara dini oleh protease,
dapat menyebabkan peningkatan loss-of-function pathogenesis dan
menghasilkan penyakit defisiensi protein. Protein yang rusak,
yang tidak dihilangkan tetapi terakumulasi, menghasilkan
pathogenesis gain-of-function dan patologi penyakit. Beberapa penyakit
menunjukkan mekanisme pathogen baik loss-of-function ataupun
gain-of-function. Penyakit khas karena sebagian besar patogenesis
loss-of-function adalah fenilketonuria, fibrosis cystic, penyakit paru
jenis defisiensi α-1-antitrypsin, dan defisiensi dehydrogenase acyl-
CoA medium-chain. Penyakit-penyakit khas dengan dominasi Gain-
of-function pathogenesis adalah kardiomiopati, penyakit keratin dan
kolagen, penyakit parkinson karena variasi gen α-synuclein, familial
neurohypophyseal diabetes insipidus, dan penyakit liver jenis defisiensi
α-1-antitrypsin. Campur aduk patogenesis terlihat pada penyakit
Parkinson karena kekurangan sistem eliminasi, dan terdeteksi pada
defisiensi dehydrogenase acyl-CoA short-chain.9
Penyakit dengan patogenesis loss-of-function misfolding protein
biasanya autosomal yang diwariskan secara resesif, seperti
banyak gangguan metabolisme lainnya. Sebaliknya, gain-of function
pathogenesis paling sering menghasilkan penyakit dominan, baik
karena toksik peptida, seperti pada penyakit keratin dan kolagen,
atau karena efek seluler dari protein yang misfolding, seperti yang
terlihat pada penyakit Parkinson dengan akumulasi α-synuclein.
Efek patogenesis loss-of-function misfolding protein biasanya
insufisiensi dari reaksi metabolisme atau transportasi serta efek
toksik dari akumulasi substrat, yang unik untuk reaksi seluler
tertentu. Efek akumulasi / agregat protein lebih umum ditimbulkan
oleh sifat fisiko-kimia dan bukan oleh fungsi spesifik dari protein.

42 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Gambar 3.6 Misfolding protein dan beberapa efek seluler yang penting
pada akumulasi protein.

b. Defisiensi Protein
Kwashiorkor merupakan salah satu malnutrisi yang ditandai asupan
protein yang inadekuat dengan asupan energi yang cukup. Gejala
umum dari kwashiorkor adalah hipoalbuminemia, edema, penurunan
imunitas, dermatitis, anemia, apatis, dan terjadi penipisan rambut.
Kadar serum albumin dipilih sebagai indikator dalam menentukan
kondisi kwashiorkor didasarkan bahwa albumin adalah plasma protein
yang paling banyak ada di darah manusia (60%). Dengan adanya
defisiensi protein yang parah, anak yang mengalami kwashiorkor
tidak dapat membentuk globin yang cukup, yang merupakan moietas
protein dari hemoglobin yang menyebabkan manifestasi anemia.
Defisit protein dan energi maupun keduanya telah diketahui dapat
berpengaruh terhadap depresi sistem imun. Kekurangan protein
yang berat berhubungan dengan atrofi pada organ limfoid primer
yang berperan dalam sistem imun, yaitu sumsum tulang belakang
dan timus. Efek tercepat dari atrofi pada timus salah satunya adalah
leukopenia (penurunan jumlah leukosit). Leptin adalah suatu hormon
yang diproduksi oleh jaringan adipose yang bekerja pada hipotalamus
serta berperan dalam pengaturan nafsu makan, berat badan, dan
fungsi neuroendokrin. Defisiensi leptin pada tikus dan manusia
menyebabkan obesitas, diabetes, dan berbagai anomali neuroendokrin.

Bab 3 | Protein 43
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny O, Chardina D, Ekanti NP, Minarty S, Ratih SD. Korelasi


pemberian diet rendah protein terhadap status protein, imunitas,
hemoglobin, dan nafsu makan tikus wistar jantan. Indonesian
Journal of Human Nutrition 2016;3(2): 105 – 122.
Barnouin, K. 2004. Two-dimensional gel electrophoresis for analysis
of protein complexes. Journal of Methods Mol Biol. 261 : 479-98.
Basel B. Protein Structure. Springer 2005:9-23.
Beretov., V.C. Wasinger, E.K. A. Millar, Schwartz, Peter H. Graham, Yong
Li. 2015. Proteomic Analysis of Urine to Identify Breast Cancer
Biomarker Candidates Using a Label-Free LC-MS/MS Approach.
Journal PlosOne.
Bi X., Qingsong L., Tet Wei F., Shashikant J., Tao Y., Han-Ming S.,
Choon Nam O., Peh Yean C., Kong Weng E. dan Choy-Leong H.
2006. Proteomic Analysis of Colorectal Cancer Reveals Alterations
in Metabolic Pathways Mechanism of Tumorigenesis. Molecular &
Cellular Proteomics.Volume 5, 1119-1130.Chen C. L, , Tsung-Shih
Lin, Cheng-Han Tsai, Chih-Ching Wue, Ting Chung, Kun-Yi Chien,
Maureen Wuc, Yu-Sun Chang, Jau-Song Yu bdan Yi-Ting Chen.
2013 Identification of potential bladder cancer markers in urine by
abundant-protein depletion coupled with quantitative proteomics.
Journal Proteomics. 85.

45
Biswas, S. dan Rolain J.M. 2012. Review Use of MALDI-TOF mass
spectrometry for identification of bacteria that are difficult to
culture. Journal of Microbiological Methods. 92(1) : 14–24.
Cadieux, P. A., Beiko D. T., Watterson J. D., Burton J. P., Howard J. C.,
Knudsen B. E., Gan B. S., McCormick J. K., Chambers A. F., Denstedt
J. D. Dan Reid G. 2004. Surface-enhanced laser desorption/
ionization-time of flight-mass spectrometry (SELDI-TOF-MS): a
new proteomic urinary test for patients with urolithiasis. Journal
Clin Lab Anal. 18(3) : 170-5.
Chaver P. A.,Olla O. E., Maria P. Fancisco J. R. B. dan Vicenta S. M.
Z. 2014. Proteomics for discovery of candidate colorectal cancer
biomarkers. World J. Gastroenterol. 20(14): 3804–3824.
Chen, B., Yuling Liu, Yangmei Shen, Zijing Xia, Gu He dan Shufang
Liang. 2014. Protein Microarrays in Proteome-wide Applications.
Journal of Proteomics & Bioinformatics. S12.
Cheng, Y., Chongdong Liu, Nawei Zhang, Shengdian Wang dan Zhenyu
Zhang. 2014. Proteomics Analysis for Finding Serum Markers of
Ovarian Cancer. BioMed Research International. 1-9
Cho J. Y. dan Sung H. J. 2009. Proteomic approaches in lung cancer
biomarker development.Expert Rev Proteomics. volume 1 : 42-72.
Choi Y. P.,King S, Hong, Xiex X dan Cho N H.2005. Proteomic
analysis of progressive factors in uterine cervical cancer.
Proteomics.5(6):1481-93.
Clarke, Charlotte H., McCarthy dan Diane L. Bankert. 2012. SELDI-TOF
Mass Spectrometry. Methods and Protocols
Coscia, F., K. M. Watters, M. Curtis, M. A. Eckert, C. Y. Chiang, S.
Tyanova, A. Montag, R. R. Lastra, E. Lengyel dan M. Mann. 2016.
Integrative proteomic profiling of ovarian cancer cell lines reveals
precursor cell associated proteins and functional status. Nature
Communications. 7(126450).
Cui J.W., Wang J., He K, Jin B. F., Wang H. X., Li W., Kang L. H., Hu M.
R., Li H. Y., Yu M., Shen B. F., Wang G. J. dan Zhang X. M. 2004.
Proteomic analysis of human acute leukemia cells: insight into their
classification. Clin Cancer Res. 10(20) : 6887-96.

46 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Davalieva, K., Ivana Maleva Kostovska, Sanja Kiprijanovska, Katerina
Markoska, Katerina Kubelka-Sabit,Vanja Filipovski, Sotir Stavridis,
Oliver Stankov, Selim Komina, Gordana Petrusevska dan Momir
Polenakovic. 2015. Proteomics analysis of malignant and benign
prostate tissue by 2D DIGE/MS reveals new insights into proteins
involved in prostate cance. The Prostate. 75: 1586–1600.
Diana FM. Fungsi dan metabolisme protein dalam tubuh manusia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat 2010; 4(1).47-52.
Domenico F, De Marco F, Perluigi M. 2013. Proteomics strategies to
analyze HPV-transformed cells: relevance to cervical cancer. Expert
Rev Proteomics. (5) : 461-72.
Duijvesz, D., Kristin E. Burnum-Johnson, Marina A. Gritsenko, A.
Marije Hoogland, Mirella S. Vredenbregt-van den Berg, Rob
Willemsen, Theo Luider, Ljiljana Paša-Tolić dan Guido Jenster.
2013. Proteomic Profiling of Exosomes Leads to the Identification
of Novel Biomarkers for Prostate Cancer. PlosOne. 8(12): e82589.
Duraiyan J., Rajeshwar Govindarajan, Karunakaran Kaliyappan dan
Murugesan Palanisamy. 2012. Applications of immunohistochemistry.
J. Pharm Bioallied Sci. 4(2): S307–S309.
Elzek, M.A. and Rodland, K.D. 2015. Reviews of Proteomics of Ovarian
Cancer: Functional Insights and Clinical Applications. Cancer and
Metastasis. 34 : 83-96.
Euro Diagnostica. 2017. Immunofluorescence. http://eurodiagnostica.
com/index.php?headId=3&pageId=3&langId=1&catId=10
Fairchild S, Pachter R, Perrin R. Protein structure analysis and
prediction. The Mathematica Journal 1995;4(5):56-9.
Fye H. K. S., Cynthia Wright-Drakesmith, Holger B. Kramer, Suzi
Camey, Andre Nogueira da Costa, Adam Jeng, Alasana Bah, Gregory
D. Kirk, Mohamed I. F. Sharif, Nimzing G. Ladep, Edith Okeke,
Pierre Hainaut, Simon D. Taylor-Robinson, Benedikt M. Kessler,
Maimuna E. Mendy. 2013. Protein Profiling in Hepatocellular
Carcinoma by Label-Free Quantitative Proteomics in Two West
African Populations.Journal PlosOne.

Daftar Pustaka 47
Goodison S., Charles J. R. dan Virginia U. 2009. Urinary proteomic
profiling for diagnostic bladder cancer biomarkers. Expert Rev
Proteomics. 6(5) : 507–514.
Graves, P. R. dan Haystead, T.A.J. 2002. Molecular Biologist’s Guide to
Proteomics. Microbiol Mol Biol Rev. 66(1) : 39–63.
Gregersen N, Peter B, Soren V, Jane HC. Protein misfolding and human
disease. Human Genet 2006;7:103-24.
Hoff, F., 2015. How to Prepare Your Specimen for Immunofluorescence
Microscopy. Philipps University Marburg, Institute of Cytobiology
and Cytopathology, Germany. http://www.leica-microsystems.
c o m / s c i e n c e - l a b / h o w- t o - p r e p a r e - y o u r- s p e c i m e n - f o r-
immunofluorescence-microscopy/
Hoffman JR, Michael JF. International Society of Sports Nutrition
Symposium. Macronutrient Utilization During Exercise:
Implications For Performance And Supplementation. Protein-
Which is best?
Iglesias, G. D., Wikström P., Tyanova S., Lavallee C., Thysell E., Carlsson
J., Hägglöf C., Cox J., Andrén O., Stattin P., Egevad L., Widmark
A., Bjartell A., Collins C. C., Bergh A., Geiger T., Mann M., Flores-
Morales A. 2016. The Proteome of Primary Prostate Cancer. Eur
Urol. 69(5) : 942-52.
Katili AS. Struktur dan fungsi protein kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu
2009;2(5): 19-29.
Khalil A. A. 2007. Biomarker discovery: a proteomic approach for brain
cancer profiling. Cancer Sci. 98(2) : 201-13.
Khan A. P., Poisson L. M., Bhat V. B., Fermin D., Zhao R., Kalyana-
Sundaram S., Michailidis G., Nesvizhskii AI, Omenn G. S.,
Chinnaiyan A. M. dan Sreekumar A. 2010. Quantitative proteomic
profiling of prostate cancer reveals a role for miR-128 in prostate
cancer. Mol Cell Proteomics. 9(2) : 298-312.
Kimhofer,T., H Fye, S Taylor-Robinson3, M Thursz3 dan E Holmes.
2015. Proteomic and metabonomic biomarkers for hepatocellular
carcinoma: a comprehensive British Journal of Cancer. 112: 1141–
1156. www.bjcancer.com

48 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Kontostathi, G., Jerome Zoidakis, Manousos Makridakis, Vasiliki Lygirou,
George Mermelekas, Theofilos Papadopoulos, KonstantinosVougas,
Alexios Vlamis-Gardikas, Peter Drakakis, DimitriosLoutradis,
Antonia Vlahou, Nicholas P. Anagnou, dan Kalliopi I.Pappa.
2017. Cervical Cancer Cell Line Secretome Highlights the Roles
of Transforming Growth Factor-Beta-Induced Protein ig-h3,
Peroxiredoxin-2, and NRF2 on Cervical Carcinogenesis. BioMed
Research International.
Lam Y.H. Brian. 2005. Proteomic Classification of Liver Cancer using
Artificial Neural Network.
Lange, V., Paola Picotti, Bruno Domon dan Ruedi Aebersold. 2008.
Selected reaction monitoring for quantitative proteomics: a tutorial.
Mol Syst Biol. 4: 222.
López-Pedrera C., Villalba J. M., Siendones E., Barbarroja N., Gómez-
Díaz C., Rodríguez-Ariza A., Buendía P., Torres A. dan Velasco F.
2006. Proteomic analysis of acute myeloid leukemia: Identification
of potential early biomarkers and therapeutic targets. Proteomics.
6(1) : 293-9.
Maes, E., Inge Mertens, Dirk Valkenborg, Patrick Pauwels dan Christian
Rolfo. 2015. Proteomics in cancer research: Are we ready for
clinical practice?. Critical Reviews in Oncology/Hematology 96
(2015) 437–448.
Mahmood, T. dan Yang, P. C. 2012. Western Blot: Technique, Theory,
and Trouble Shooting. N Am J Med Sci. 4(9): 429–434.
Mandle AK, Pranita J, Shailendra KS. Protein structure prediction using
support vector machine. International Journal on Soft Computing
( IJSC ) 2012;3(1):67-78.
Mass spectrometry laboratory. 2017. Electrospray Ionization. The
University of Illinois at Urbana. http://scs.illinois.edu/massSpec/
ion/esi.php
Mestrovic, T. 2016. Whats is Proteomics? http://www.news-medical.
net/life-sciences/What-is-Proteomics.aspx
Minami, S.,Yuichi S., Toshihide M., Taihei K.,Yusuke K.,Kodera Y.,
Jun-Ichiro I., Kazumasa M., Ryo N. dan Isao O. 2010. Proteomic
Study of Sera from Patients with Bladder Cancer: Usefulness of

Daftar Pustaka 49
S100A8 and S100A9 Proteins. Cancer Genomics and Proteomics.
7(4) : 181-189.
MRM Proteomic. 2017. Multiple Reaction Monitoring (MRM). http://
www.mrmproteomics.com/multiple-reaction-monitoring-mrm-
mass-spec/
Neubauer, H., Susan E. Clare, Wojciech Wozny, Gerhard P. Schwall,
Slobodan Poznanović, Werner Stegmann, Ulrich Vogel, Karl Sotlar,
Diethelm Wallwiener, Raffael Kurek, Tanja Fehm dan Michael A.
Cahill. 2008. Breast cancer proteomics reveals correlation between
estrogen receptor status and differential phosphorylation of
PGRMC1. Breast Cancer Research.
O’Dwyer D., Ralton LD, O’Shea A, Murray GI. 2011. The proteomics
of colorectal cancer: identification of a protein signature associated
with prognosis. PLoS One. 6(11) : e27718.
Ocak, S., Chaurand P. Dan Massion P. 2009. Mass Spectrometry-Based
Proteomic Profiling of Lung Cancer. Proceeding of the American
Thoracic Socienty. 6(2) : 159-70.
Perroud, B., Jinoo Lee, Nelly Valkova, Amy Dhirapong, Pei-Yin Lin,
Oliver Fiehn, Dietmar Kültz dan Robert H. Weiss. 2006. Pathway
analysis of kidney cancer using proteomics and metabolic profiling.
Molecular Cancer. 5: 64.
Perroud, B., Tatz Ishimaru, Alexander D. Borowsky dan Robert H.
Weiss. 2009. Grade-dependent Proteomics Characterization of
Kidney Cancer. Mol Cell Proteomics. 8(5) : 971–985.
Proteome Research. 2017. Two dimensional gel electrophoresis. The
Mainman Institute for Proteome Research. The George S. Wise
faculty of Life Science. Tel Aviv University. Israel. https://www.tau.
ac.il/lifesci/units/proteomics/2dimgel.html
Prticle Science. Protein Structure. Technical Brief 2009;8:1-2.
Rubporn,A., Chantragan S., Pantipa S., Daranee C., Khajeelak C.
Jisnosson S. dan Polkit S. 2009. Comparative Proteomic Analysis
of Lung Cancer Cell Line and Lung Fibroblast Cell Line. Cancer
Genomics and Proteomic. 6 (4): 229-237.

50 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Sciex. 2017. Delivering new and innovative LC-MS/MS technologies
that support your application. https://sciex.com/lc-ms-systems?
gclid=COLlue708NMCFVEfaAodsoQMgw
Shimadzu. 2017. Liquid Chromatograph-Mass Spectrometry. http://
www.shimadzu.com/an/lcms/support/intro/lib/lctalk/46/46intro.
html
Singhal, N., Manish Kumar, Pawan K. Kanaujia dan Jugsharan S. Virdi.
2015. MALDI-TOF mass spectrometry: an emerging technology for
microbial identification and diagnosis. Front Microbiol. 6 : 791.
Sood, A., Alexandra M. Miller, Edi Brogi, Yunxia Sui, Joshua Armenia,
Elizabeth McDonough, Alberto Santamaria-Pang, Sean Carlin,
Aleksandra Stamper, Carl Campos, Zhengyu Pang, Qing Li, Elisa
Port, Thomas G. Graeber, Nikolaus Schultz, Fiona Ginty,1Steven
M. Larson, dan Ingo K. Mellinghoff. 2016. Multiplexed
immunofluorescence delineates proteomic cancer cell states
associated with metabolism. JCI Insight. 1(6) : e87030.
Sutandy, F. X. R., Jiang Qian, Chien-Sheng Chen dan Heng Zhu. 2013.
Overview of Protein Microarrays. Curr Protoc Protein Sci. 27(1).
Thermo Fisher Scientific. 2017a. Overview of Western Blotting. https://
www.thermofisher.com/id/en/home/life-science
. 2017b. Overview of ELISA. https://www.
thermofisher.com/id/en/home/life-science
. 2017b. Overview of Immunohistochemistry.
https://www.thermofisher.com/id/en/home/life-science
Tian, Q., Vineet Sangar dan Nathan D. Price. 2016. Emerging Proteomic
Technologies Provide Enormous and Underutilized Potential for
Brain Cancer Research. Molecular & Cellular Proteomics. 15(2).
Toss A. dan Laura C. 2013. Molecular mechanisms of PARP inhibitors
In BRCA-related ovarian cancer. Journal of Cancer Science and
Therapy. 5(11) : 409–416.
Wang J., Yew Mun Lee, Caixia Li, Ping Li, Zhen Li, Teck Kwang Lim,
Zhiyuan Gong, dan Qingsong Lin. 2015. Dramatic Improvement of
Proteomic Analysis of Zebrafish Liver Tumor by Effective Protein
Extraction with Sodium Deoxycholate and Heat Denaturation.
International Journal of Analytical Chemistry.

Daftar Pustaka 51
Wekken A. J., Thijo J. N. H. dan Harry J. M. G. 2015. The value of
proteomics in lung cancer. Ann Transl Med. 3(3):29.
Wit, M. Rremond J. A. Fijneman, Henk M. W. Verheul, Gerrit A.
Meijer dan Connie R. Jimenez. 2013. Protemics in Colectal Cancer
translational research: Biomarker discovery for Clinical applications
Clinical Biochemistry. 46(6) : 466-79.
Wong Y. F., T.H. Cheung, K.W.K Lo, V.W Wang, C.S Chan, T.B Ng,
T.K.H Chung, S.C Mok. 2004. Protein profiling of cervical cancer by
protein-biochips: proteomic scoring to discriminate cervical cancer
from normal cervix. Cancer Letters. 211 : 227–234.
Yin C, Stephen S, T Yau. A coevolution analysis for identifying
proteinprotein interactions by Fourier transform. Plos one 2017;1-
19.
BIODATA PENULIS

Nama : Dr. Dr. Nia Kania, Sp.Pa(K)


Nip : 19600731 198903 2 005
Nidk : 8846560018

Tempat Dan Tanggal Lahir : Bandung / 31 Juli 1960


Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Alamat Rumah : Jl. Sultan Adam 97 Rt. 36 Banjar-
masin
Golongan/Pangkat : Pembina Utama Madya / Ivd
Jabatan Akademik : Ketua Smf Patologi Anatomi
Perguruan Tinggi/Institusi : Fk Unlam / Rsud Ulin Banjarma-
sin
Alamat : Jl. A. Yani 43 Banjarmasin
Tel./Faks : 0511 – 3255880
No Hp : 0811 504 532
Alamat E-Mail : Kaniazairin@Yahoo.Com

53
Riwayat Pendidikan Perguruan Tinggi
S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi FK. UNPAD FK. UNPAD FK. UNIBRAW
Bidang Ilmu Umum Patologi Anatomi
Tahun Masuk-Lulus 1979 - 1989 1996 - 1999 2009 – 2012
Judul Skripsi/Tesis/Disertasi - M R D R p a d a Pato m e ka n i s m e
kanker payudara p e r t a h a n a n s e l
type invasive epitel bronkhiolus
paru akibat paparan
debu batu bara &
asap rokok
Nama Pembimbing/Promotor - P r o f. Ta n w i r Prof. HMS. Chandra
Mukani (Alm) Kusuma

Pelatihan Profesional
Tahun Jenis Pelatihan (Dalam / Luar Penyelenggara Jangka waktu
Negeri)
2008 Imunohistokimia (dlm Negeri) FK. UI Jakarta 4 Feb s/d 29 Feb
2008 Cytology & Immunocytochemistry Tama-Nagayama Juni s/d November
(luar Negari) Hospital Nippo
Medical school,
Japan

Konferensi/Seminar/Lokakarya/Simposium
Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara Panitia/peserta/
pembicara
NASIONAL
2008 KONKER XI & PIT IAPI Manado Peserta / Pembicara
Makalah Bebas
2008 Workshop International IDI Kal-Sel Peserta
standard for TB care (ISTC)
2008 Course on diagnostic FK. UI Jakarta Peserta
Pathology of Non Hodgkin
Lymphoma
2008 PKB Bedah onkologi Bedah Onk Ind, Pembicara
Indonesia Pontianak
2009 Muktamar Dokter IDI Palembang Peserta
Indonesia XXVII
2009 16th National congress of IAPI Medan Peserta
the Indonesian association
of Pathologist

54 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


2010 8th Basic molecular biology UNIBRAW Peserta
course on stemcell Malang
2010 Dinner Symposium UNIBRAW Peserta
”Therapy Acute Coronary Malang
Syndrome”
2010 Seminar Nasional Green Fakultas Sain Peserta
Technology for Better & teknologi
Future Malang
2010 Slide Seminar FK. UNPAD Peserta
Dermatopathology Bandung
2011 Year End Scientific Meeting Bedah Onk Ind, Peserta
: Exchange Experience, Bali
Extending Horison in Solid
Tumor Management
2012 Seminar Ilmiah IDI IDI Kal-Sel Peserta
2012 The 2nd International UNIBRAW, Peserta
Conference of Life Sciences Malang
(ICLS 2012)
2012 Seminar Insentif Riset RISTEK, Bandung Peserta
Sistem Inovasi Nasional
2012 The 11th Grand Round Banjarmasin Pembicara
Musculoskeletal Tumor
2012 Update Diagnostik deteksi PT. Isotekinda Pembicara
KLR metoda sitologi serviks Intertama,
berbasis cairan - LC Prep Banjarmasin
2013 Sosialisasi Material Transfer Banjarmsain Peserta
Agreement
2013 Workshop ”Attended the Jakarta Peserta
2nd congress of Indonesia
2013 A Novel therapy in stem IDI Kal-Sel Pembicara
cell activation
2013 Temu Ilmiah Oncology IKABI Pembicara
Update ”Immunohistokimia
Marker untuk terapi ca
Mammae”
2014 Workshop Thyroid PERKENI Pembicara
Disorders
2014 Workshop Clinico POGI & INASGO, Pembicara
Pathology Bandung
2014 Fine Needle Biopsy IAPI Jakarta Peserta
Cytology Tutorial

Biodata Penulis 55
2014 Workshop ”Borneo Banjarmasin Pembicara
Gastrohepatologi Update
2014”
2014 ICAMBBE ”International Malang Pembicara
Conference on Advance
Molecular Bioscience and
Biomedical Engineering
2014”
2014 Workshop ”Teknik Virologi Banjarmasin Peserta
Melalui Pendekatan
Molekuler”
2014 Working Conference XIII IAPI Padang Peserta / Pembicara
and Annual Scientific Makalah Bebas
Meeting 2014
2015 The 11st International Batu - Malang Pembicara
conference of Enviromental
Pollution on Human Health
2015
2015 PKB XIV Ilmu Penyakit Banjarmasin Pembicara
Dalam
2015 Singhealth IAPI Cab. Peserta
haematolymphoid Yogyakarta
pathology course 2015
2015 The 18Th National congress IAPI Cab. Peserta
& Annual scientific meeting Yogyakarta
2015 Pelatihan Penulisan FK. UNLAM Peserta
proposal RISBIN IPTEKDOK Banjarmasin
2016 Pelatihan Pengembangan UNLAM LP3 Peserta
Keterampilan Dasar Teknik
Instruksional (PEKERTI)
2016 Mini Simposium Kanker Banjarmasin Pembicara
Paru 2016
2016 Pelatihan penguji & pelatih FK. ULM Peserta
pasien standar OSCE Banjarmasin
Nasional
2016 Perkembangan Penelitian FK. ULM Peserta
Penyakit Tropis Berbasis Banjarmasin
Lahan Basah & Kearifan
Lokal KalSel
2016 Lymphoma, Breast Cancer Golden Tulip Pembicara
Diagnostic and Treatment Hotel –
Update Banjarmasin

56 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


2016 Pelatihan Good Clinical Banjarmasin Peserta
Laboratory Practice (GCLP)
2017 The 10th Asia Pacific Bali Peserta
International Academy of
Parhologi Congress
2017 Update In EGFR RSUD Ulin - Pembicara
Examination and Targeted Banjarmasin
Therapy In Lung Ca
2017 Development of Tropical FK. ULM Pembicara
Diseases Research Banjarmasin
Based on Wetlands and
Indonesian Local Wisdom
Internasional
2008 Cytopathology Course Singapore Peserta
2008 Cytologi workshop ”Five Japan- Thailand Peserta /
years retrospective study Presentasi poster
head and neck tumor with
fine aspiration biopsy at
rural area”
2008 38th Annual Scientific & Sydney Peserta /Presentasi
Business Meeting poster
2010 Cytopathology Course Singapore Peserta
2010 IOF World Congress Florence – Italy Peserta
on Osteoporosis & 10th
European Congress on
Clinical and Economic
Aspects of Osteoporosis
and Osteoarthritis
2011 21st Asia Pacific Cancer Malaysia Peserta /Presentasi
Conference poster
2013 IOF Regionals 4th Asia- Hong Kong Peserta /Presentasi
Pacific Osteoporosis poster
Meeting
2014 IOF Regionals 5th Asia- Chinese Taipei Peserta /Presentasi
Pacific Osteoporosis poster
Meeting
2015 The science of pain and its London Peserta /Presentasi
management poster

Biodata Penulis 57
Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah Dalam Jurnal Publikasi
Tahun Judul Penelitian Jurnal, Vol, Akreditasi Urutan
Nama
Penulis
2011 Efek Inhalasi Debu Batubara Journal of the Indonesia 2
terhadap stress klorinatif dan Medical Associatin Vol 61. Th.
kerusakan endotel 2011 Hal. 253 ISSN 0377-1121
Website : www.idionline.org
2011 Perubahan gambaran MKB Vol. 43 No. 3. Th. 2011 1
histopatologi paru pada Hal. 127 ISSN 0126-074X
paparan debu batubara
memakai alat model 2010.
2011 Paparan debu batubara MKB Vol. 43 No. 4. Th. 2011 3
subkronik pada peroksidasi Hal. 189 ISSN 0126-074X
Lipid dan kadar gula darah
tikus diabetes.
2011 Decreased osteoblasts and Universa Medicina Vol 30 2
increased osteoclasts in rats No. 2. Th. 2011 Hal. 73 ISSN :
after coal dust exposure 1907-3062
Website : www.univmed.org
2011 Oxydative stress in rats caused Universa Medicina Vol 30 No. 1
by coal dust plus cigarette 2. Th. 2011 Hal. 80 ISSN : 1907-
smoke 3062 Website : www.univmed.
org
2012 Peroxidative index as novel Oxidants and Antioxidants In 1
marker of Medical Science. Th. 2012 Hal.
hydrogen peroxide 209-215 ISSN : 2146-8389
involvement in lipid Website : www.oamsjournal.
peroxidation from coal dust com
exposure
2013 The Effect of Eucheuma Journal of Toxicology Vol. 1
cottonii on Signaling Pathway 2013, Article ID 528146, 8
Inducing Mucin Synthesis in pages
Rat Lungs Chronically Exposed http://dx.doi.
to Particulate Matter 10 (PM10) org/10.1155/2013/528146
Coal Dust
2013 The effects of combined Journal of Experimental and 5
particulate matter 10 coal Integrative Medicine. Th 2013
dust exposure and high- Hal. 219-223
cholesterol diet on lipid ISSN : 1309-4572
profiles, endothelial damage, http://www.jeim.org
and hematopoietic stem cells
in rats

58 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


2013 Effects of Combined Cukurova Medical Journal 1
Inhalation of Coal Dust 2013; 38 (4): 547-552
and Cigarette Smoking
on Haematobiochemical
Parameters
2013 Combined inhalation of Jurnal Internasional 1
cigarette smoke and low Osteoporosis International
and high dose of coal dust with Others Metabolic Bone
particulate matter 10 (PM 10) Diseases, Vol. 24 Supp 4
on bone histology and mineral December 2013 Page:P292.
elements in rats. (IOF Hong Kong)
www.iofbonehealth.org
2014 Tibia bone properties at Journal of Diabetes & 2
different time course of Metabolic Disorders 2014,
ovariectomized rats 13:91
http://www.jdmdonline.com/
content/13/1/91
2014 Subchronic inhalation of Biomarkers and Genomic 2
particulate matter 10 coal Medicine (2014) 6, 67-73.
dust induces atherosclerosis http://dx.doi.org/10.1016/j.
in the aorta of diabetic and bgm.2014.03.002
nondiabetic rats
2014 Effects of acute coal dust Jurnal Internasional 1
exposure on the OPG/RANKL Osteoporosis International
system of middle-aged male with Others Metabolic Bone
rats Diseases, Vol. 25 Supp 5
November 2014 Page:P107.
(IOF Chinese Taipei) www.
iofbonehealth.org
2014 Subchronic inhalation of dust Experimental and Toxicologic 1
particulate matter 10 induces Pathology 66 (2014) 383-389.
bronchoalveolar hyperplasia http://dx.doi.org/10.1016/j.
and decreases MUC5AC etp.2014.06.001
expression in male Wistar rats.
2014 The effects of Eucheuma Iran J Basic Med Sci, Vol 17, 4
cottonii on alveolar No. 8, Aug 2014. Ijbms.mums.
macrophages and ac.ir
malondialdehyde levels in
bronchoalveolar lavage fluid in
chronically particulate matter
10 coal dust-exposed rats

Biodata Penulis 59
2015 Concomitant exposure to Biomarkers and Genomic 1
cigarette smoke and coal dust Medicine (2015)XX, 1-7
induces lung oxidative stress http://dx.doi.org/10.1016/j.
and decreases serum MUC5AC bgm.2014.10.001
levels in male rats
2016 Factors Affecting The Incident IJABER, Vol. 14, No.6, (2016):
Of Hypertension In Adolescent 3631-3642 1
at Christian High School
Banjarmasin
2016 Chlorinative Index in Liver International Journal
Toxicity Induced by Iron of Toxicological and 1
Pharmacological Research.
(2016) – ISSN : 0975 1556
http://www.ijtpr.com
2017 Safe Dosage of Caprine ITB Journal Publisher – ISSN: 3
CSN1S2 Protein From Fresh 2337-5760, DOI: 10.5614
Local Goat Milk for Rats
Evaluated by acute and Sub-
Chronic Toxicity Testing
2017 Cinnamomum burmanini Journal of Ayurveda and 1
Blume increases bone Integrative Medicine
turnover marker and induces http://elsevier.com/locate/
tibia’s granule formation in jaim
ovariectomized rats
2018 The interaction of the active Journal homepage: 2
compounds of labisia pumila http://www.
on RANK-RANKL-OPG system clinicalnutritionexperimental.
com

Kegiatan Profesional Penelitian/ Karya Ilmiah

Tahun Jenis/Nama Kegiatan Tempat Besaran Dana (Rp)


2014 Penyusunan dan Klinik IDI Rp. 3.500.000,-
pelatihan SADARI pada Banjarmasin
wanita usia subur untuk
Deteksi dini kanker
payudara
2015 Screening Ca cervix Batu licin Kab. Rp. 70.000.000,-
dengan Pap smear & Tanah Bumbu
seminar masyarakat
awam tentang kanker &
cacat lahir

60 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


2015 Tingkat kebersihan lantai Banjarbaru Rp. 5.000.000,-
ruang persalinan bidan
praktik swasta di kota
Banjarbaru
2015 Peningkatan pengetahuan Kab. Banjar Rp. 3.000.000,-
kesehatan reproduksi
pada siswa sekolah
menengah atas
2016 Penyuluhan tentang Banjarbaru Rp. 750.000,-
personal hygiene pada
remaja di pondok
Pesantren Darul Ilmi
Banjarbaru
2016 Penyuluhan kesehatan Banjarbaru Rp. 750.000,-
tentang personal hygiene
pada pekerja tambang
intan
2016 Penyuluhan kesehatan Banjarbaru Rp. 413.000,-
tentang scabies pada
pekerja tambang intan
Banjarbaru
2016 Penyuluhan tentang giji Banjarbaru Rp. 700.000,-
seimbang pada siswa SD
Alam Muhammadiyah
Landasan Ulin Banjarbaru
2016 Penyuluhan tentang Banjarbaru Rp. 750.000,-
perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) pada siswa
SD Alam Muhammadiyah
Landasan Ulin Banjarbaru
2016 Hubungan antara beban Banjarmasin Rp. 5.000.000,-
kerja dgn kinerja perawat
di ruang rawat inap
penyakit dalam RSUD X
Bjm
2016 Penyuluhan kecacingan Banjarbaru Rp. 3.500.000,-
kepada masyarakat di
wilayah pendulangan
intan cempaka desa
sungai tiung kota
banjarbaru

Biodata Penulis 61
Kegiatan Profesional Pengabdian Kepada Masyarakat
Tahun Jenis/Nama Kegiatan Tempat
2007 Nara Sumber pada acara Mini Lokakarya DINKES Kota Banjarmasin
& Workshop ”Kesehatan reproduksi / pap
smear & kanker”
2007 Nara Sumber pada acara Seminar Umum RS. Islam Banjarmasin
”Hidup sehat mencegah KLR menuju
keluarga sakinah”
2007 Nara Sumber pada acara ” Deteksi dini KLR DPW PATELKI Palangka Raya
dengan pap smear”

2011 Nara Sumber pada acara seminar Sehari YKI Cab. KalSel
”Pencegahan KLR masa kini menuju wanita
sehat & cantik
2012 Nara Sumber pad acara Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNLAM
”Peran perempuan dalam mencegah Banjarbaru
kanker serviks melalui inovasi IPTEK
menuju keluarga sehat”
2012 Nara Sumber pada acara Seminar Sehari RM. Pawon Tlogo Handil Bakti
”Gerakan Nasional Peduli & Cegah Kanker
Serviks dalam rangka HUT YKI Ke-35
2014 Seminar Sehari dlm Rangka HUT Polwan POLDA KalSel
ke 64 th
2014 Sosialisasi tentang kanker dalam rangga RSUD Ulin Bjm
hari kanker sedunia
Pembicara pada “Talk Show” Yayasan Golden Tulip Hotel
Suaka Ananda B.Pos
2015 Lokakarya Penanggulangan Kanker SEKDA Kab. Tanah Bumbu
Terpadu Paripurna
2016 Sosialisasi tentang kanker dalam rangka Ex. Kantor Gubernur KalSel
hari kanker sedunia (WCD)
2016 Narasumber pada acara Seminar sehari YKI Cab. KalSel
Deteksi dini kanker colon & kanker
payudara dalam rangka HUT YKI Ke 39
2016 Narasumber pada acara Dinkes Provinsi G-Sign Hotel Bjm
KalSel tentang Ca cervix & Ca Payudara
2016 Narasumber pada acara Dinkes Provinsi Palm Hotel Bjm
KalSel tentang Ca cervix & Ca Payudara
2016 Narasumber pada acara Dinkes Provinsi Amaris Hotel Bjm
KalSel tentang Ca cervix & Ca Payudara

62 Teknik Deteksi Proteomik Pada Kanker


Jabatan Dalam Pengelolaan Institusi
Peran/Jabatan Institusi (Univ, Fak, Jurusan, Lab, Studio, Tahun
Manajemen Sistem Informasi Akademik,
dll)
Ketua SMF Lab. Patologi Anatomi S/d Sekarang
Anggota Tim Ethical Clearance FK. UNLAM 2015

Organisasi Profesi/Ilmiah
Tahun Jenis/Nama Organisasi Jabatan/Jenjang Keanggotaan
2007 s/d sekarang Tim Penanggulangan Kanker Ketua
Terpadu Paripurna (PKTP)
2007 s/d sekarang Ikatan Ahli Patologi Indonesia Ketua Cab. Kal-Sel
(IAPI)
2015 s/d 2018 POI Cab. Kalimantan Ketua
2015 s/d 2018 PEROSI Cab. Banjarmasin Bidang Pendidikan

Saya Menyatakan Bahwa Semua Keterangan Dalam Curriculum


Vitae Ini Adalah Benar Dan Apabila Terdapat Kesalahan, Saya Bersedia
Mempertanggungjawabkannya. Demikian Biodata Ini Saya Buat Dengan
Sebenarnya Untuk Keperluan Kesediaan Mengajar Di Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fk Unlam.

Banjarmasin, Februari 2018

Yang Menyatakan,

(Dr. Dr. Nia Kania, Sp.Pa(K)

Biodata Penulis 63

Anda mungkin juga menyukai