“DIAGNOSTIK MOLEKULER”
Disusun oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah yang berjudul ”Diagnostik
Molekuler” ini sengaja kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Biologi sel dan
molekuler. Makalah ini dapat kami selesaikan tentunannya tidak lepas dari dukungan-
dukungan dan bantuan, baik moral maupun spiritual dari berbagai pihak yang terkait, yaitu
dosen pengampuh dan teman teman seperjuangan
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Teknologi umum dalam lingkungan penelitian tidak selalu mudah diadopsi dalam
pengaturan diagnostik. Tes diagnostik harus menunjukkan utilitas klinis, sementara pada saat
yang sama mematuhi persyaratan kualitas yang ketat untuk reproduksibilitas, bersama dengan
kinerja sensitivitas dan spesifisitas yang tepat. Meskipun biologi molekuler telah menjadi
bidang studi selama lebih dari 50 tahun, integrasi diagnostik molekuler ke dalam bidang
patologis bervariasi. Sementara genetika klinis telah menjadi hampir seluruhnya berbasis
molekuler, analisis morfologi tradisional, analisis kimia, dan imunohistokimia akan selalu
mendapat tempat di banyak bidang.
2. Rumusan masalah
1. Pengertian Diagnostik Molekuler
2. Teknik pemeriksaan diagnostik molekuler DNA
Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.1 Prinsip dasar suatu PCR
2.2 Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.2.1 A. Prinsip Kerja
2.2.2 B. Kegunaan
2.2.3 C. Waktu yang Dibutuhkan
2.2.4 D. Reagen Khusus
2.2.5 E. Peralatan Khusus
2.2.6 F. Tahapan PCR
2.2.7 H. Metoda Deteksi Produk PCR
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diagnostik molekuler adalah suatu cabang dari diagnostik in vitro yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi penanda DNA dan produk turunannya pada manusia atau
organisme lainnya. Melalui kemajuan sains dan teknologi terutama dalam teknologi
diagnostik dan meningkatnya kesadaran masyarakat modern pada kesehatan dapat
mempengaruhi perkembangan bidang diagnostik molekuler saat ini.
Kemajuan bidang ini juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi biologi molekular
dimana secara teori kecenderungan penyakit tertentu seseorang dapat diketahui, sehingga
dengan tersedianya teknologi seperti ini permintaan masyarakat terhadap test diagnostik juga
semakin meningkat. Bila ditinjau dari efisiensi biaya dan kecepatan waktu yang ditawarkan
maka jasa diagnostik molekuler suatu saat akan menjadi salah satu kebutuhan kesehatan yang
menjadi rutin dalam masyarakat modern.
Beberapa kelebihan diagnostik molekuler diantaranya adalah kecepatan dan hasil yang
sangat spesifik (tepat), dapat mendeteksi sampai pada tingkat molekul DNA (gen),
mendeteksi berbagai patogen yang tidak dapat di kultur, tersedianya data base membuat
diagnostik menjadi jauh lebih baik, dan dilakukan dengan metoda yang tidak invasive
sehingga dapat memberikan kenyamanan pada pasien yang bersangkutan.
1. penyakit infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis patogen seperti bakteri, virus,
jamur dan parasit
2. penyakit non-infeksi seperti kanker, penyakit degeneratif, penyakit kongenital dan
kelainan genetis
3. non-penyakit seperti test DNA untuk keperluan identifikasi manusia
4. material genetik lain seperti biomarker yang mempunyai hubungan dengan kesehatan.
Tes DNA adalah prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi genetika seseorang.
Dengan tes DNA, seseorang bisa mengetahui garis keturunan dan juga risiko penyakit
tertentu. DNA adalah deoxyribonucleic acid atau asam deoksiribonukleat. DNA akan
membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua
orang tua. DNA merupakan asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika.
DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus dari manusia.
Metode yang digunakan dalam tes DNA adalah dengan mengidentifikasi fragmen-fragmen
dari DNA itu sendiri. Atau, secara sederhananya, tes DNA adalah metode untuk
mengidentifikasi, menghimpun, dan menginventarisasi file-file khas karakter tubuh.
Di dalam inti sel, DNA membentuk satu kesatuan untaian yang disebut kromosom. Setiap sel
manusia yang normal memiliki 46 kromosom yang terdiri atas 22 pasang kromosom somatik
dan 1 pasang kromosom sex (XX atau XY).
Setiap anak akan menerima setengah pasang kromosom dari ayah dan setengah pasang
kromosom lainnya dari ibu, sehingga setiap individu membawa sifat yang diturunkan baik
dari ibu maupun ayah.
Setiap orang memiliki DNA yang berbentuk double helix atau rantai ganda, satu rantai
diturunkan dari ibu dan satu rantai lagi diturunkan dari ayah. Hal inilah yang bisa
mengungkapkan asal usul keturunan. Hal ini bisa dilihat dari susunan DNA anak, lalu
dibandingkan dengan kedua orang tuanya. Kalau susunan DNA ibu dan ayah itu ada pada
anak, berarti anak itu adalah anak kandung.
Pengujian paternitas DNA adalah penggunaan profi DNA (dikenal sebagai sidik jari genetik)
untuk menentukan apakah dua individu secara biologis orang tua dan anak. Sebuah tes
menetapkan bukti genetik apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang individu,
dan tes bersalin menetapkan apakah seorang wanita adalah ibu biologis dari seorang
individu. Tes juga dapat menentukan kemungkinan seseorang menjadi kakek nenek biologis
bagi seorang cucu. Meskipun pengujian genetik adalah standar yang paling dapat diandalkan,
metode yang lebih tua juga ada, termasuk mengetik golongan darah ABO , analisis
berbagai protein dan enzim lainnya , atau menggunakan antigen antigen leukosit
manusia . Teknik saat ini untuk pengujian ayah menggunakan reaksi rantai polimerase (PCR)
dan polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP). Tes paternitas sekarang juga dapat
dilakukan saat wanita itu masih hamil dari pengambilan darah.
Berbagai metoda diagnosis penyakit genetik yang menggunakan analisis DNA telah
berkembang sangat pesat meskipun masih belum digunakan secara luas. DNA dapat
diperoleh dari sel darah perifer, difraksinasi dan dihibridisasi menggunakan probe spesifik
atau disekuen. Dalam kasus tertentu dimana mutasi terhadap DNA telah diketahui, prosedur
analisis DNA dapat mendorong diagnosis yang lebih cepat dan akurat pada populasi. Namun
pada kebanyakan penyakit genetic terjadi mutasi bermacam-macam yang multiple yang
memberikan gambaran klinis yang sama, sehingga penapisan genetic yang hanya dilakukan
pada salah satu bentuk mutasi akan menyebabkan banyak penderita di populasi lolos dari
penjaringan. Oleh karena itu, proses penapisan penyakit genetik di populasi akan lebih mudah
menilai fenotipe yang muncul akibat mutasi. Contohnya, sindroma 21- hidroksilase yang
disebabkan oleh beberapa mutasi yang berbeda akan lebih mudah dinilai dengan mengukur
kadar 17-hidroksi progesterone dibanding menganalisis DNA dari berbagai mutasi yang
mendasarinya. Ada dua jenis analisis DNA yang umum dilakukan.
Yang pertama adalah pemeriksaan langsung dari kelainan DNA dengan analisis
sekuensing. Daerah DNA yang dicurigai terdapat kelainan diamplifikasi menggunakan
metode reaksi rantai polimerase atau polymerase chain reaction (PCR). PCR merupakan
metode yang menyerupai proses replikasi yang berlangsung in vitro, yang dijalankan oleh
mesin secara otomatis. Dengan metoda ini hasil pemeriksaan dapat diperoleh meski hanya
menggunakan bahan pemeriksaan satu sel saja. PCR menggunakan DNA primer yang
mengawali replikasi DNA pada urutan spesifik dari DNA induk. Penggunaan enzim
polimerase DNA yang stabil terhadap perubahan suhu memungkinkan terjadinya replikasi
dari DNA untuk berulang- 11 ulang, yang akan menghasilkan jumlah kopi urutan daerah
DNA yang dikehendaki dalam jumlah yang cukup banyak. Jadi ada tiga langkah penting pada
proses amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR, yaitu terbuka DNA utas ganda sehingga
dihasilkan DNA tunggal sebagai template, yang dikenal sebagai fase denaturasi, perlekatan
primer dengan DNA template atau dikenal sebagai annealing, dan pemanjangan primer
dengan penempelan nukleotida yang dikenal sebagai ekstensi. DNA yang teramplifikasi ini
selanjutnya akan dianalisis urutannya dengan menggunakan probe khusus atau dengan
menggunakan sekuensing.
Metode kedua adalah restriction fragment length polymorphisms (RFLPs). Metode ini
menggunakan enzim restriksi (pemotong) untuk memotong DNA pada daerah atau urutan
spesifik dari gena yang dikehendaki, sehingga terbentuklah fragmen-fragmen dengan panjang
tertentu. Teknik ini memungkinkan pemeriksaan adanya mutasi dari urutan DNA, karena
perubahan urutan tersebut dapat menyebabkan tidak terpotongnya DNA yang dicurigai,
sehingga akan dihasilkan fragmen pemotongan yang bervariasi.
Pengujian DNA saat ini merupakan teknologi paling canggih dan akurat untuk
menentukan asal usul. Dalam tes keturunan DNA, hasilnya (disebut 'probabilitas
keturunan) [ tidak dalam rujukan yang diberikan ] adalah 0% ketika orang tua yang diduga
tidak terkait secara biologis dengan anak dan probabilitas keturunan biasanya 99,99% ketika
dugaan orang tua terkait secara biologis dengan anak tersebut. Namun, walaupun hampir
semua individu memiliki satu set gen tunggal dan berbeda, individu langka, yang dikenal
sebagai " chimera ", memiliki setidaknya dua set gen yang berbeda, yang dapat menghasilkan
hasil negatif palsu jika jaringan reproduksi mereka memiliki genetik yang berbeda. -dari
jaringan sampel untuk tes.
A. Prinsip Kerja
PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap
berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing)
pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi
polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase.
B. Kegunaan
1. 1-2 hari
2. PCR: 3-6 jam atau semalam
3. Polyacrylamide gel electrophoresis using “Mighty-small II” gel apparatus: 2.5
hours poliakrilamid gel elektroforesis menggunakan “Mighty-small II” bahan gel:
2,5 jam
4. Etidium bromide staining dan fotografi: 45 menit
D. Reagen Khusus
E. Peralatan Khusus
2) Primer
3) Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi,
dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi
merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ini sangat mempengaruhi
proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas
reaksi.
F. Tahapan PCR
1) Denaturasi
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai
tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya
ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi
enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya.
Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.
2) Penempelan primer
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang
spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan
hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses
ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan
berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan
putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu
72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer
akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda),
sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n
adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1
copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy,
sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya.
Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan
menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan
menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang
dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan
vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan
menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
G. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA
Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang
digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel
pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus
dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3′,
maka oligo dT, random heksamer, maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat
dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.
Produk PCR adalah segmen DNA (amplikon) yang berada dalam jumlah jutaan
copy, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu PCR perlu
diikuti dengan suatu tahap akhir yang bertujuan untuk memvisualisasikan produk PCR
serta sekaligus bertujuan untuk mengetahui ukuran produk PCR dan mengetahui
apakah produk yang dihasilkan adalah benar seperti yang diinginkan. Salah satu metoda
deteksi yang umum dilakukan adalah elektroforesis gen agarosa.
RFLP merupakan perbedaan pada homolog urutan DNA yang dapat dideteksi dengan
menggunakan adanya perbedaan fragmen DNA yang telah dipotong dengan menggunakan
enzim endonuklease tertentu. RFLP digunakan sebagai marker molekular karena spesifik
untuk setiap tunggal atau kombinasi dari enzim restriksi. Aplikasi dari RFLP dapat digunakan
untuk pemetaan genom, genome typing, tes paternitas, forensic dan diagnostik hereditas
penyakit. Tahapan RFLP meliputi 4 tahapan yaitu, isolasi DNA, pemotangan DNA dengan
enzim restriksi endonuklease, elektroforesi hasil pemotangan DNA dan southern blot.
Tahapan analisis RFLP dapat diamati pada Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan analisis RFLP pada identifikasi penyakit (lupa sumbernya ambil dari
mana)
Aplikasi RFLP untuk Diagnosis Molekular secara Cepat pada Spesies Candida
Pentingnya mengetahui spesies Candida untuk menentukan jenis terapi yang akan
dilakukan sehingga diperlukan teknik identifikasi spesies secara tepat, cepat dan murah yaitu
dengan menggunakan teknik RFLP. Mirhendi et al ( 2006)., melaporkan bahwa penggunaan
metode ini telah berhasil untuk mengidentifikasi spesies Candida yaitu spesies C. albicans, C.
glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, C. krusei dan C. guilliermondii dari 137 isolat.
Tahapan untuk dapat menganalisis spesies Candida menggunakan metode PCR-RFLP yaitu
(Mirhendi et al., 2006; Mousavi et al., 2007) :
Tahapan pertama dalam analisis RFLP adalah isolasi DNA. Pada tahapan ini isolasi
DNA menggunakan kombinasi yaitu secara kimia dan fisik yaitu dengan buffer lisis (10mM
Tris, 1mM EDTA pH8, 1% SDS, 100mM NaCl, 2% Triton X-100), 300µL phenol-
chloroform (1:1) dan 300mg glass bead (dengan deameter 0.5 mm) dengan cara divortex
selama 5 menit. Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5
menit. Kemudian supernatan diambil dan dipindahkan ke ependorf yang baru dan tambahkan
chloroform sejumlah yang sama. Kemudian disentrifugasi dan supernatant dipindahkan ke
tabung ependorf yang baru. Kemudian dilakukan presipitasi DNA dengan menambahkan 0.1
mL Na-asetat (pH 5.2) dan 2.5 mL etanol absolute dingin, kocok dengan perlahan dan
sentrifugasi dengan kecepatan 10.0
00 rpm selama 5 menit dengan suhu 4οC. Setelah itu pellet dicuci dengan menggunakan
alkohol 70% dan disentrifus. Kemudian pellet dilarutkan dengan menambahkan 100µL buffer
TE (10mM Tris, 1mM EDTA).
1. Inisiasi denturasi pada suhu 94οC selama 5 menit, kemudian dilanjutkan tahapan
denaturasi pada suhu 94 οC selama 30 detik dengan 25 siklus.
2. Tahapan penempelan primer pada suhu 56οC selama 25 detik.
3. Tahap perpanjangan pada suhu 72οC selama 1 menit dan tahap perpanjangan terakhir
selama 7 menit.
Setelah tahapan PCR, kemudian dilakukan analisis produk PCR (amplikon) dengan
melakukan elektroforesis gel agarosa dalam buffer TBE (0.09M Tris, 0.09M asam borat,
20mM EDTA pH 8.3) dengan pewarnaan EtBr (0.5µg/ml).
Hasil analis yang dilaporkan oleh Mirhendi et al (2006) menunjukkan bahwa hasil
produk PCR menggunakan satu pasang primer ITS1-ITS4 menunjukkan ukuran yang
berbeda-beda antara spesies Candida yang digunakan sebagai standar. Ukuran hasil PCR
yang berbeda-beda yaitu sekitar 510-870 bp (Gambar 2). Ukuran produk PCR tidak
memberikan permasalahan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap pemotongan menggunakan
enzim restriksi endonuklease MspI.
Gambar 2. Produk PCR dari 6 spesies Candida yaitu C. albicans ATCC 10261 (1), C.
glabrata ATCC 90030 (2), C. tropicalis ATCC 0750 (3), C. krusei ATCC 6258 (4), C.
guilliermondii ATCC 9058 (5) dan C. parapsilosiATCC 22019 (6) dan marker (M)
(Mirhendi et al., 2006).
Tabel 1. Produk PCR ITS1-ITS4 dari spesies Candida sebelum dan sesudah pemotongan
menggunakan MspI (Mirhendi et al., 2006).
Ukuran
Ukuran produk Kode
produk PCR restriksi akses
Spesies Candida ITS1-ITS4 MspI Genbank
C. 371, 155,
guilliermondii 608 82 L47110
Produk PCR yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi MspI. marker (M), C.
albicans ATCC 10261 (1), C. glabrataATCC 90030 (2), C. tropicalis ATCC 0750 (3), C.
krusei ATCC 6258 (4), C. guilliermondii ATCC 9058 (5) dan C. parapsilosi ATCC 22019 (6).
(B) Produk PCR yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi MspI. S.
cerevisiae ATCC 9763 (1), T. asahii TIMM 3411 (2), C. neoformans ATCC 90113 (3), C.
albicans var. stellatoidea TIMM1309 (4), C. dumbliniensisCBS 7987 (5). marker (M)
( Mirhendi et al., 2006).
3. Teknik elektroforensis
prinsip dasar elektroforesis adalah molekul dan partikel bermuatan akan bergerak ke arah
elektrode yang memiliki muatan berlawanan di bawah pengaruh medan listrik. Laju migrasi
molekul bermuatan tersebut menuju elektrode yang bermuatan negatif disebut
elektromobilitas.
Elektromobilitas suatu molekul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bahwa semakin besar
muatan molekul maka semakin besar pula elektromobilitasnya, nilai elektromobilitas
berbanding terbalik dengan besar ukuran molekul sehingga molekul dengan ukuran lebih
besar memiliki elektromobilitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan molekul yang
berukuran lebih kecil. Selain besar muatan dan ukuran molekul tersebut, topologi atau bentuk
molekul turut berpengaruh pula terhadap elektromobilitas suatu molekul.
1. Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas sebagai fase diam
dan partikel bermuatan yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ialah ion-ion kompleks.
Pemisahan ini terjadi akibat adanya gradasi konsentrasi sepanjang sistem pemisahan.
Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi zat terlarut, luas
penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit, kekuatan ion, pH, viskositas,
dan adsorpsivitas zat terlarut.
2. Elektroforesis gel ialah elektroforesis yang menggunakan gel sebagai fase diam untuk
memisahkan molekul-molekul. Awalnya elektoforesis gel dilakukan dengan medium gel
kanji (sebagai fase diam) untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar seperti protein-
protein. Kemudian elektroforesis gel berkembang dengan menjadikan agarosa dan
poliakrilamida sebagai gel media.
Elektroforesis DNA umumnya menggunakan metode elektroforesis gel agarosa (Karp, 2008).
Metode elektroforesis tersebut pada prinsipnya melibatkan fase stasioner yang berupa gel
agarosa dan fase gerak berupa buffer Tris-acetate EDTA (TAE) atau Tris-borat EDTA (TBE)
(Switzer, 1999). TBE (Tris-borat EDTA) 1X, Tris/Borat adalah buffer yang umum digunakan
sebagai buffer elektroforesis karena memiliki kapasitas buffering yang tinggi pada titik
isoelektriknya (Ausubel, et al., 2003). Borat bertindak sebagai conducting ion sehingga dapat
mempertahankan kesetimbangan ion H+ dan OH- yang dihasilkan oleh elektroda, hal ini
berhubungan dengan fungsi buffer dalam menjaga kesetimbangan pH saat migrasi fragmen
DNA berlangsung, perubahan pH dapat mendenaturasi struktur DNA sehingga mengubah
elektromobilitas DNA (Martin, 1996). Contoh alat eletroforesis berada pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat elektroforesis (Ausubel et al., 2003).
Agarosa merupakan polisakarida turunan yang didapat dari alga merah (Miesfeld, 1999). Gel
agarose dapat digunakan untuk memisahkan DNA berukuran lebih dari 100 bp, sedangkan
untuk memisahkan DNA dengan ukran lebih pendek dapat digunakan gel poliakrilamid
(Wilson dan John, 1994). Gel agarose merupakan fase diam dalam pemisahan fragmen DNA,
konsentrasi agarose yang digunakan dalam pemisahan fragmen DNA sangat mempengaruhi
mobilitas fragmen DNA, semakin besar konsentrasi agarose yang digunakan maka semakin
kecil pori-pori gel, dan semakin kecil konsentrasi agarose maka semakin besar pori-pori gel.
Perangkat dalam elektroforesis gel agarosa diantaranya terdiri dari power supply sebagai
sumber arus listrik; cetakan gel; sisir yang digunakan untuk membuat sumuran tempat
peletakan DNA yang akan dielektroforesis. Pembuatan sumuran ini dilakukan dengan
meletakkan sisir pada gel sebelum gel memadat; tangki elektroforesis; dan elektrode(Martin,
1996).
PENUTUP
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang berjudul “Diagnostik
molekuler” yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan
kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami
peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada pembaca
memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Mirhendi, H., Makimura, K., Khoramizadeh, M., Yamagushi, H. 2006. A One-Enzyme PCR-
RFLP Assay for Identification of Six Medically Important Candida Species. J. Med.
Mycol. Vol.47. 225-229.
https://mahmuddin.wordpress.com/2010/08/31/polymerase-chain-reaction-pcr/
Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning. USA: Cold Spring
Harbor Laboratory Press.
Watson, J.D., M. Gilman, Witkowski, J., Zohler, M. 1992. Recombinant DNA. USA:
Scientific American Books.
NHMRC. Aspek etis dari pengujian genetik manusia: Makalah informasi. Persemakmuran
Australia; 2000
Stewart APKB. Tes genetik DNA - penyaringan untuk kondisi genetik dan kerentanan
genetik. [Elektronik] 2007 [dikutip; 5: [Tersedia dari:http://www.genetics.edu.au/ ]
Erlen JA. Pengujian dan Konseling Genetik: Masalah Etika Terpilih. Perawatan
Ortopedi. 2006; 26: 423-6
Davies JC, Alton EW, Bush A. Cystic fibrosis. BMJ. 2007; 335: 1255-9