Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BIOLOGI SEL DAN MOLEKULER

“DIAGNOSTIK MOLEKULER”

Disusun oleh :

1. Dwi Cahya Ramdhani (17300053)


2. Sutiman Okhtiar (17300062)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN

STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah yang berjudul ”Diagnostik
Molekuler” ini sengaja kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah Biologi sel dan
molekuler. Makalah ini dapat kami selesaikan tentunannya tidak lepas dari dukungan-
dukungan dan bantuan, baik moral maupun spiritual dari berbagai pihak yang terkait, yaitu
dosen pengampuh dan teman teman seperjuangan

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bidang diagnostik molekuler telah melihat banyak pertumbuhan dalam pengaturan


klinis, memberikan pendekatan cepat dan sensitif untuk mendeteksi dan memantau berbagai
macam penyakit manusia. Ada potensi yang sangat nyata untuk diagnostik molekuler untuk
merevolusi perawatan pasien, menawarkan alat yang lebih jauh dari karakterisasi penyakit
sederhana, menjangkau ke dalam domain karakterisasi pasien.

Pendekatan diagnostik molekuler menggunakan teknik deteksi asam nukleat untuk


menganalisis target DNA atau RNA dari individu yang terkena. Tes berbasis molekuler dapat
mencakup berbagai kondisi klinis dari penyakit genetik bawaan, melalui berbagai kanker,
agen penyakit menular, dosis obat atau skenario respons pengobatan (farmakogenomik), dan
bahkan pengobatan yang dipersonalisasi dan penyelidikan prognostik berdasarkan pada
pembuatan genetik individu -up (obat pribadi). Hasil dari tes diagnostik molekuler digunakan
bersama dengan gejala yang disajikan dan keahlian klinis dari dokter yang melayani untuk
lebih memahami etiologi penyakit, patogenesis, diagnosis dan prognosis.

Teknologi umum dalam lingkungan penelitian tidak selalu mudah diadopsi dalam
pengaturan diagnostik. Tes diagnostik harus menunjukkan utilitas klinis, sementara pada saat
yang sama mematuhi persyaratan kualitas yang ketat untuk reproduksibilitas, bersama dengan
kinerja sensitivitas dan spesifisitas yang tepat. Meskipun biologi molekuler telah menjadi
bidang studi selama lebih dari 50 tahun, integrasi diagnostik molekuler ke dalam bidang
patologis bervariasi. Sementara genetika klinis telah menjadi hampir seluruhnya berbasis
molekuler, analisis morfologi tradisional, analisis kimia, dan imunohistokimia akan selalu
mendapat tempat di banyak bidang.

2. Rumusan masalah
1. Pengertian Diagnostik Molekuler
2. Teknik pemeriksaan diagnostik molekuler DNA
Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.1 Prinsip dasar suatu PCR
2.2 Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
2.2.1 A. Prinsip Kerja
2.2.2 B. Kegunaan
2.2.3 C. Waktu yang Dibutuhkan
2.2.4 D. Reagen Khusus
2.2.5 E. Peralatan Khusus
2.2.6 F. Tahapan PCR
2.2.7 H. Metoda Deteksi Produk PCR

2.3 Teknik Analisis RFLP


2.3.1 Pengertian RFLP (restriction fragment length polymorphisms)
2.3.2 Tahapan analisis RFLP(restriction fragment length polymorphisms)

2.4 Teknik Elektroforensis


2.4.1 Prinsip Dasar elektroforensis
2.4.2 Jenis jenis elektroforensis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Diagnostik molekuler adalah suatu cabang dari diagnostik in vitro yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi penanda DNA dan produk turunannya pada manusia atau
organisme lainnya. Melalui kemajuan sains dan teknologi terutama dalam teknologi
diagnostik dan meningkatnya kesadaran masyarakat modern pada kesehatan dapat
mempengaruhi perkembangan bidang diagnostik molekuler saat ini.

Kemajuan bidang ini juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi biologi molekular
dimana secara teori kecenderungan penyakit tertentu seseorang dapat diketahui, sehingga
dengan tersedianya teknologi seperti ini permintaan masyarakat terhadap test diagnostik juga
semakin meningkat. Bila ditinjau dari efisiensi biaya dan kecepatan waktu yang ditawarkan
maka jasa diagnostik molekuler suatu saat akan menjadi salah satu kebutuhan kesehatan yang
menjadi rutin dalam masyarakat modern.

Beberapa kelebihan diagnostik molekuler diantaranya adalah kecepatan dan hasil yang
sangat spesifik (tepat), dapat mendeteksi sampai pada tingkat molekul DNA (gen),
mendeteksi berbagai patogen yang tidak dapat di kultur, tersedianya data base membuat
diagnostik menjadi jauh lebih baik, dan dilakukan dengan metoda yang tidak invasive
sehingga dapat memberikan kenyamanan pada pasien yang bersangkutan.

Diagnostik molekuler dapat digunakan untuk berbagai macam jenis diagnostik


diantaranya :

1. penyakit infeksi yang disebabkan oleh berbagai jenis patogen seperti bakteri, virus,
jamur dan parasit
2. penyakit non-infeksi seperti kanker, penyakit degeneratif, penyakit kongenital dan
kelainan genetis
3. non-penyakit seperti test DNA untuk keperluan identifikasi manusia
4. material genetik lain seperti biomarker yang mempunyai hubungan dengan kesehatan.
Tes DNA adalah prosedur yang digunakan untuk mengetahui informasi genetika seseorang.
Dengan tes DNA, seseorang bisa mengetahui garis keturunan dan juga risiko penyakit
tertentu. DNA adalah deoxyribonucleic acid atau asam deoksiribonukleat. DNA akan
membentuk materi genetika yang terdapat di dalam tubuh tiap orang yang diwarisi dari kedua
orang tua. DNA merupakan asam nukleat yang menyimpan semua informasi tentang genetika.
DNA inilah yang menentukan jenis rambut, warna kulit, dan sifat-sifat khusus dari manusia.
Metode yang digunakan dalam tes DNA adalah dengan mengidentifikasi fragmen-fragmen
dari DNA itu sendiri. Atau, secara sederhananya, tes DNA adalah metode untuk
mengidentifikasi, menghimpun, dan menginventarisasi file-file khas karakter tubuh.

Di dalam inti sel, DNA membentuk satu kesatuan untaian yang disebut kromosom. Setiap sel
manusia yang normal memiliki 46 kromosom yang terdiri atas 22 pasang kromosom somatik
dan 1 pasang kromosom sex (XX atau XY).

Setiap anak akan menerima setengah pasang kromosom dari ayah dan setengah pasang
kromosom lainnya dari ibu, sehingga setiap individu membawa sifat yang diturunkan baik
dari ibu maupun ayah.

Setiap orang memiliki DNA yang berbentuk double helix atau rantai ganda, satu rantai
diturunkan dari ibu dan satu rantai lagi diturunkan dari ayah. Hal inilah yang bisa
mengungkapkan asal usul keturunan. Hal ini bisa dilihat dari susunan DNA anak, lalu
dibandingkan dengan kedua orang tuanya. Kalau susunan DNA ibu dan ayah itu ada pada
anak, berarti anak itu adalah anak kandung.

Pengujian paternitas DNA adalah penggunaan profi DNA (dikenal sebagai sidik jari genetik)
untuk menentukan apakah dua individu secara biologis orang tua dan anak. Sebuah tes
menetapkan bukti genetik apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang individu,
dan tes bersalin menetapkan apakah seorang wanita adalah ibu biologis dari seorang
individu. Tes juga dapat menentukan kemungkinan seseorang menjadi kakek nenek biologis
bagi seorang cucu. Meskipun pengujian genetik adalah standar yang paling dapat diandalkan,
metode yang lebih tua juga ada, termasuk mengetik golongan darah ABO , analisis
berbagai protein dan enzim lainnya , atau menggunakan antigen antigen leukosit
manusia . Teknik saat ini untuk pengujian ayah menggunakan reaksi rantai polimerase (PCR)
dan polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP). Tes paternitas sekarang juga dapat
dilakukan saat wanita itu masih hamil dari pengambilan darah.

Berbagai metoda diagnosis penyakit genetik yang menggunakan analisis DNA telah
berkembang sangat pesat meskipun masih belum digunakan secara luas. DNA dapat
diperoleh dari sel darah perifer, difraksinasi dan dihibridisasi menggunakan probe spesifik
atau disekuen. Dalam kasus tertentu dimana mutasi terhadap DNA telah diketahui, prosedur
analisis DNA dapat mendorong diagnosis yang lebih cepat dan akurat pada populasi. Namun
pada kebanyakan penyakit genetic terjadi mutasi bermacam-macam yang multiple yang
memberikan gambaran klinis yang sama, sehingga penapisan genetic yang hanya dilakukan
pada salah satu bentuk mutasi akan menyebabkan banyak penderita di populasi lolos dari
penjaringan. Oleh karena itu, proses penapisan penyakit genetik di populasi akan lebih mudah
menilai fenotipe yang muncul akibat mutasi. Contohnya, sindroma 21- hidroksilase yang
disebabkan oleh beberapa mutasi yang berbeda akan lebih mudah dinilai dengan mengukur
kadar 17-hidroksi progesterone dibanding menganalisis DNA dari berbagai mutasi yang
mendasarinya. Ada dua jenis analisis DNA yang umum dilakukan.

Yang pertama adalah pemeriksaan langsung dari kelainan DNA dengan analisis
sekuensing. Daerah DNA yang dicurigai terdapat kelainan diamplifikasi menggunakan
metode reaksi rantai polimerase atau polymerase chain reaction (PCR). PCR merupakan
metode yang menyerupai proses replikasi yang berlangsung in vitro, yang dijalankan oleh
mesin secara otomatis. Dengan metoda ini hasil pemeriksaan dapat diperoleh meski hanya
menggunakan bahan pemeriksaan satu sel saja. PCR menggunakan DNA primer yang
mengawali replikasi DNA pada urutan spesifik dari DNA induk. Penggunaan enzim
polimerase DNA yang stabil terhadap perubahan suhu memungkinkan terjadinya replikasi
dari DNA untuk berulang- 11 ulang, yang akan menghasilkan jumlah kopi urutan daerah
DNA yang dikehendaki dalam jumlah yang cukup banyak. Jadi ada tiga langkah penting pada
proses amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR, yaitu terbuka DNA utas ganda sehingga
dihasilkan DNA tunggal sebagai template, yang dikenal sebagai fase denaturasi, perlekatan
primer dengan DNA template atau dikenal sebagai annealing, dan pemanjangan primer
dengan penempelan nukleotida yang dikenal sebagai ekstensi. DNA yang teramplifikasi ini
selanjutnya akan dianalisis urutannya dengan menggunakan probe khusus atau dengan
menggunakan sekuensing.

Metode kedua adalah restriction fragment length polymorphisms (RFLPs). Metode ini
menggunakan enzim restriksi (pemotong) untuk memotong DNA pada daerah atau urutan
spesifik dari gena yang dikehendaki, sehingga terbentuklah fragmen-fragmen dengan panjang
tertentu. Teknik ini memungkinkan pemeriksaan adanya mutasi dari urutan DNA, karena
perubahan urutan tersebut dapat menyebabkan tidak terpotongnya DNA yang dicurigai,
sehingga akan dihasilkan fragmen pemotongan yang bervariasi.

Pengujian DNA saat ini merupakan teknologi paling canggih dan akurat untuk
menentukan asal usul. Dalam tes keturunan DNA, hasilnya (disebut 'probabilitas
keturunan) [ tidak dalam rujukan yang diberikan ] adalah 0% ketika orang tua yang diduga
tidak terkait secara biologis dengan anak dan probabilitas keturunan biasanya 99,99% ketika
dugaan orang tua terkait secara biologis dengan anak tersebut. Namun, walaupun hampir
semua individu memiliki satu set gen tunggal dan berbeda, individu langka, yang dikenal
sebagai " chimera ", memiliki setidaknya dua set gen yang berbeda, yang dapat menghasilkan
hasil negatif palsu jika jaringan reproduksi mereka memiliki genetik yang berbeda. -dari
jaringan sampel untuk tes.

Pengujian dilakukan dengan mengumpulkan sel-sel bukal yang ditemukan di bagian


dalam pipi seseorang menggunakan usap bukal atau usap pipi. Penyeka ini memiliki
pegangan tongkat kayu atau plastik dengan kapas di ujung sintetis. Kolektor menggosok
bagian dalam pipi seseorang untuk mengumpulkan sel bukal sebanyak mungkin. Sel-sel
bukal kemudian dikirim ke laboratorium untuk pengujian. Untuk pengujian ayah, sampel dari
ayah dan anak yang diduga akan dibutuhkan. Untuk tes kehamilan, sampel dari ibu dan anak
yang diduga akan dibutuhkan.
B. Teknik pemeriksaan

1. Polymerase Chain Reaction (PCR)


PCR dapat mengamplifikasi (perbaanyak) potongan DNA secara in vitro
pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua uah primer oligonukleotida. Primer
yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai
tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatnya.
PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di
dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada
proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan
(templat) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk
pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida
trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu,
kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya
yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer
tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua
primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses
pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen
dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan
ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang
ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim
DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi
polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang
komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.

Prinsip dasar suatu PCR


pasangan primer menghibridisasi sekuens komplemen terget pada rantai
DNA yang sebelumnya telah terdenaturasi. Sintesis DNA kemudian berlangsung
dengan bantuan enzim polimerase di sepanjang daerah diantara primer. PCR
dilaksanakan dengan cara menginkubasi sample pada temperatur yang berbeda
pada tahap, dalam suatu siklus PCR, yaitu tahap :
1. Denaturasi
Dengan pemanasan 950C, rantai DNA akan berpisah, karena panas dapat
merusak ikatan hidroksi antara basa-basa yang komplementar.
2. Annealing ( penempatan / pemasangan primer )
Primer dipasangakan pada tempat yang sesuai (berkomplementer dengan
rantai tunggal DNA) melalui proses pembentukan iktan hidroksi. Untuk
proses pemasangan primer ini dibutuhkan temperature yang berbeda dari
setiap primer.
3. Extension (Perpanjangan)
Setelah primer ditempatkan pada posisi yang tepat, dimulailah proses
pemanjangan rantai baru DNA yang berkomplementar, dengan bantuan
enzim DNA polymerase sehingga terbentuk suatu fragmen rantai ganda
DNA yang spesifik. Enzim yang stabil pada temperatur tinggi ini akan
membantu proses penempaan nukleotida yang dibutuhkan sampai
terbentuknya suatu rantai ganda DNA, temperatur optimal yang dibutuhkan
untuk proses ini adalah 720C.

Prinsip Umum dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

A. Prinsip Kerja

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi


(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik.
Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah
nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan
(misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan
menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit
DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal
ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer. Produk PCR
diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari
Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal
otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus
denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini
dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua
buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang
diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA
templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang
bersifat semi konservatif.

PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di


dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses
PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang
mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA
baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer
oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan
dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA
target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada
karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase
mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida
yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis
pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat
dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh
enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi
polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang
komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.

PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap
berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing)
pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi
polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase.

B. Kegunaan

Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:


1. amplifikasi urutan nukleotida.
2. menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
3. bidang kedokteran forensik.
4. melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan “finger print”.
C. Waktu yang Dibutuhkan

1. 1-2 hari
2. PCR: 3-6 jam atau semalam
3. Polyacrylamide gel electrophoresis using “Mighty-small II” gel apparatus: 2.5
hours poliakrilamid gel elektroforesis menggunakan “Mighty-small II” bahan gel:
2,5 jam
4. Etidium bromide staining dan fotografi: 45 menit

D. Reagen Khusus

1. Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi


2. Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
3. Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar
2,5 mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat
dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang
digabung.
4. Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
5. Minyak mineral ringan
6. Akrilamida (grade elektroforesis)
7. N, N’-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
8. Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
9. TEMED (N, N, N’N ‘Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)

E. Peralatan Khusus

1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)


2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
3. Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)

Komponen PCR lainnya:

1) Enzim DNA Polymerase

Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA


Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara
termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap
siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan
hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam
perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan
di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin

2) Primer

Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan


komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar
antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida
pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu
alat yang disebut DNA synthesizer.

3) Reagen lainnya

Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi,
dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi
merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ini sangat mempengaruhi
proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas
reaksi.
F. Tahapan PCR

1) Denaturasi

Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai
tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya
ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi
enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya.
Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90 oC – 95 oC.

2) Penempelan primer

Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang
spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan
hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses
ini biasanya dilakukan pada suhu 50 oC – 60 oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan
berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan
putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72 oC.

3) Reaksi polimerisasi (extension)

Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu
72 oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya
dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.

Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer
akan diamplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda),
sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n
adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1
copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy,
sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya.
Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan
menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan
menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang
dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan
vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5’-nya. Proses PCR dilakukan
menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.
G. Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (Rt-Pcr)

RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction.


Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa.
Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu siklus tambahan
yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA (complementary DNA) dengan
menggunakan enzim Reverse Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah suatu enzim
yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan template RNA.

Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA
Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang
digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat menempel
pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini harus
dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada ujung 3′,
maka oligo dT, random heksamer, maupun primer spesifik untuk gen tertentu dapat
dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.

H. Metoda Deteksi Produk PCR

Produk PCR adalah segmen DNA (amplikon) yang berada dalam jumlah jutaan
copy, tetapi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu PCR perlu
diikuti dengan suatu tahap akhir yang bertujuan untuk memvisualisasikan produk PCR
serta sekaligus bertujuan untuk mengetahui ukuran produk PCR dan mengetahui
apakah produk yang dihasilkan adalah benar seperti yang diinginkan. Salah satu metoda
deteksi yang umum dilakukan adalah elektroforesis gen agarosa.

2. Teknik Analisis RFLP

RFLP merupakan perbedaan pada homolog urutan DNA yang dapat dideteksi dengan
menggunakan adanya perbedaan fragmen DNA yang telah dipotong dengan menggunakan
enzim endonuklease tertentu. RFLP digunakan sebagai marker molekular karena spesifik
untuk setiap tunggal atau kombinasi dari enzim restriksi. Aplikasi dari RFLP dapat digunakan
untuk pemetaan genom, genome typing, tes paternitas, forensic dan diagnostik hereditas
penyakit. Tahapan RFLP meliputi 4 tahapan yaitu, isolasi DNA, pemotangan DNA dengan
enzim restriksi endonuklease, elektroforesi hasil pemotangan DNA dan southern blot.
Tahapan analisis RFLP dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan analisis RFLP pada identifikasi penyakit (lupa sumbernya ambil dari
mana)

Aplikasi RFLP untuk Diagnosis Molekular secara Cepat pada Spesies Candida

Pentingnya mengetahui spesies Candida untuk menentukan jenis terapi yang akan
dilakukan sehingga diperlukan teknik identifikasi spesies secara tepat, cepat dan murah yaitu
dengan menggunakan teknik RFLP. Mirhendi et al ( 2006)., melaporkan bahwa penggunaan
metode ini telah berhasil untuk mengidentifikasi spesies Candida yaitu spesies C. albicans, C.
glabrata, C. parapsilosis, C. tropicalis, C. krusei dan C. guilliermondii dari 137 isolat.
Tahapan untuk dapat menganalisis spesies Candida menggunakan metode PCR-RFLP yaitu
(Mirhendi et al., 2006; Mousavi et al., 2007) :

1. Isolasi DNA dari isolat Candida


2. Amplifikasi PCR dengan menggunakan satu pasang primer pada daerah ITS1-ITS4
3. Pemotongan menggunakan enzim restriksi MspI
4. Elektroforesis gel agarosa

Tahapan pertama dalam analisis RFLP adalah isolasi DNA. Pada tahapan ini isolasi
DNA menggunakan kombinasi yaitu secara kimia dan fisik yaitu dengan buffer lisis (10mM
Tris, 1mM EDTA pH8, 1% SDS, 100mM NaCl, 2% Triton X-100), 300µL phenol-
chloroform (1:1) dan 300mg glass bead (dengan deameter 0.5 mm) dengan cara divortex
selama 5 menit. Kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5
menit. Kemudian supernatan diambil dan dipindahkan ke ependorf yang baru dan tambahkan
chloroform sejumlah yang sama. Kemudian disentrifugasi dan supernatant dipindahkan ke
tabung ependorf yang baru. Kemudian dilakukan presipitasi DNA dengan menambahkan 0.1
mL Na-asetat (pH 5.2) dan 2.5 mL etanol absolute dingin, kocok dengan perlahan dan
sentrifugasi dengan kecepatan 10.0

00 rpm selama 5 menit dengan suhu 4οC. Setelah itu pellet dicuci dengan menggunakan
alkohol 70% dan disentrifus. Kemudian pellet dilarutkan dengan menambahkan 100µL buffer
TE (10mM Tris, 1mM EDTA).

Tahapan kedua yaitu amplifikasi daerah ITS1-ITS4 dengan menggunakan sepasang


primer forward dan reverse yatu pF (ITS1, 5’-TCCGTAGGTGAACCTGCGG-3’) dan pR
(ITS4, 5’-TCCTCCGCTATTGATATGC-3’). Komposisi dalam tabung ependorf untuk PCR
dimasukkan komponen sebagai berikut :

 1µL DNA template


 0.2µM primer
 0.1mM dNTP
 10 µL buffer PCR 10x
 U Taq DNA Polimerase

Tahapan PCR dilakukan dengan 35 siklus :

1. Inisiasi denturasi pada suhu 94οC selama 5 menit, kemudian dilanjutkan tahapan
denaturasi pada suhu 94 οC selama 30 detik dengan 25 siklus.
2. Tahapan penempelan primer pada suhu 56οC selama 25 detik.
3. Tahap perpanjangan pada suhu 72οC selama 1 menit dan tahap perpanjangan terakhir
selama 7 menit.

Setelah tahapan PCR, kemudian dilakukan analisis produk PCR (amplikon) dengan
melakukan elektroforesis gel agarosa dalam buffer TBE (0.09M Tris, 0.09M asam borat,
20mM EDTA pH 8.3) dengan pewarnaan EtBr (0.5µg/ml).

Hasil analis yang dilaporkan oleh Mirhendi et al (2006) menunjukkan bahwa hasil
produk PCR menggunakan satu pasang primer ITS1-ITS4 menunjukkan ukuran yang
berbeda-beda antara spesies Candida yang digunakan sebagai standar. Ukuran hasil PCR
yang berbeda-beda yaitu sekitar 510-870 bp (Gambar 2). Ukuran produk PCR tidak
memberikan permasalahan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap pemotongan menggunakan
enzim restriksi endonuklease MspI.
Gambar 2. Produk PCR dari 6 spesies Candida yaitu C. albicans ATCC 10261 (1), C.
glabrata ATCC 90030 (2), C. tropicalis ATCC 0750 (3), C. krusei ATCC 6258 (4), C.
guilliermondii ATCC 9058 (5) dan C. parapsilosiATCC 22019 (6) dan marker (M)
(Mirhendi et al., 2006).

Setelah dilakukan analisis produk PCR, kemudian dilakukan pemotongan


menggunakan enzim restriksi MspI yaitu dengan menginkubasi 20µL aliquot produk PCR,
10U MspI dengan volume total 25 µL pada suhu 37 οC selama 2 jam. Kemudian dianalisis
dengan menggunakan elektroforesis gel agaros 1.8% dalam buffer TBE selama 45 menit pada
100V dan pewarnaan menggunakan EtBr. Hasil pemotongan menggunakan MspI pada
produk PCR dari masing-masing spesies menunjukkan pola ukuran fragmen yang berbeda-
beda. Selain menggunakan isolat Candida standar, Mirhendi et al., juga menggunakan isolat
lain yaitu S. cerevisiae ATCC 9763, T. asahii TIMM 3411, C. neoformans ATCC 90113, C.
albicans var. stellatoidea TIMM1309 dan C. dumbliniensis CBS 7987.

Tabel 1. Produk PCR ITS1-ITS4 dari spesies Candida sebelum dan sesudah pemotongan
menggunakan MspI (Mirhendi et al., 2006).

Ukuran
Ukuran produk Kode
produk PCR restriksi akses
Spesies Candida ITS1-ITS4 MspI Genbank

C. albicans 535 297, 238 L47111


C. glabrata 871 557, 314 AF167993

C. tropicalis 524 340, 184 L47112

C. krusei 510 261, 249 L47113

C. 371, 155,
guilliermondii 608 82 L47110

C. parapsilosis 520 520 L47109

Produk PCR yang telah dipotong menggunakan MspI dianalisis menggunakan


elektroforesis gel agarosa ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil analisis RFLP menunjukkan
ukuran fragmen hasil pemotongan yang berbeda-beda. Hasil pemotongan MspI menghasilkan
1 pita (C. parapsilosis ATCC 22019), 2 pita (C. albicans ATCC 10261, C. glabrata ATCC
90030, C. tropicalisATCC 0750, C. krusei ATCC 6258) dan 3 pita (C. guilliermondii ATCC
9058). Pola 1 pita dipastikan tidak terpotong karena ukuran produk PCR dengan produk PCR
yang telah dipotong tidak menunjukkan ukuran yang berbeda yaitu kurang lebih 520 bp.
Kemudian 2 pita yang dihasilkan oleh C. krusei ATCC 6258 dipastikan terpotong
menghasilkan 2 pita ukuran yang berukuran berdekatan sama, sehingga dari hasil analisis
elektroforesis hanya muncul 1 pita. Akan tetapi bila dilihat perkiraan ukuran pita hasil
pemotongan yaitu kurang lebih 250 bp dengan ukuran pita sebelum dipotong kurang lebih
510 bp, maka apabila ukuran pita hasil pemotongan dikalikan 2 kali maka didapatkan ukuran
kurang lebih 500 bp. Sehingga dapat dipastikan bahwa C. krusei ATCC 6258 terpotong oleh
enzim restriksi endonuklease MspI. Hasil analisis PCR-RFLP menggunakan enzim restriksi
MspI menujukkan pola yang sama dengan hasil prediksi fragmen pemotongan yang
menggunakan urutan DNA dari genbank. Prediksi hasil pemotongan menggunakan program
DNASIS menunukkan bahwa terdapat 3 pola pita yaitu 1 pita, 2 pita dan 3 pita (Tabel 1).
Sehingga hasil analisis PCR-RFLP menggunakan enzim resktriksi MspI pada 6 strain standar
dapat digunakan untuk identifikasi pada isolat klinik yang dimiliki.
Gambar 3.

Produk PCR yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi MspI. marker (M), C.
albicans ATCC 10261 (1), C. glabrataATCC 90030 (2), C. tropicalis ATCC 0750 (3), C.
krusei ATCC 6258 (4), C. guilliermondii ATCC 9058 (5) dan C. parapsilosi ATCC 22019 (6).
(B) Produk PCR yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi MspI. S.
cerevisiae ATCC 9763 (1), T. asahii TIMM 3411 (2), C. neoformans ATCC 90113 (3), C.
albicans var. stellatoidea TIMM1309 (4), C. dumbliniensisCBS 7987 (5). marker (M)
( Mirhendi et al., 2006).

3. Teknik elektroforensis

Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan


perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik . Medan listrik dialirkan pada suatu
medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini digunakan dengan
memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan
negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian
dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul
tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut
tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk
molekulnya.

prinsip dasar elektroforesis adalah molekul dan partikel bermuatan akan bergerak ke arah
elektrode yang memiliki muatan berlawanan di bawah pengaruh medan listrik. Laju migrasi
molekul bermuatan tersebut menuju elektrode yang bermuatan negatif disebut
elektromobilitas.

Elektromobilitas suatu molekul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bahwa semakin besar
muatan molekul maka semakin besar pula elektromobilitasnya, nilai elektromobilitas
berbanding terbalik dengan besar ukuran molekul sehingga molekul dengan ukuran lebih
besar memiliki elektromobilitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan molekul yang
berukuran lebih kecil. Selain besar muatan dan ukuran molekul tersebut, topologi atau bentuk
molekul turut berpengaruh pula terhadap elektromobilitas suatu molekul.

Jenis jenis Elektroforesis

1. Elektroforesis kertas adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas sebagai fase diam
dan partikel bermuatan yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ialah ion-ion kompleks.
Pemisahan ini terjadi akibat adanya gradasi konsentrasi sepanjang sistem pemisahan.
Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi zat terlarut, luas
penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit, kekuatan ion, pH, viskositas,
dan adsorpsivitas zat terlarut.

2. Elektroforesis gel ialah elektroforesis yang menggunakan gel sebagai fase diam untuk
memisahkan molekul-molekul. Awalnya elektoforesis gel dilakukan dengan medium gel
kanji (sebagai fase diam) untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar seperti protein-
protein. Kemudian elektroforesis gel berkembang dengan menjadikan agarosa dan
poliakrilamida sebagai gel media.

Elektroforesis DNA umumnya menggunakan metode elektroforesis gel agarosa (Karp, 2008).
Metode elektroforesis tersebut pada prinsipnya melibatkan fase stasioner yang berupa gel
agarosa dan fase gerak berupa buffer Tris-acetate EDTA (TAE) atau Tris-borat EDTA (TBE)
(Switzer, 1999). TBE (Tris-borat EDTA) 1X, Tris/Borat adalah buffer yang umum digunakan
sebagai buffer elektroforesis karena memiliki kapasitas buffering yang tinggi pada titik
isoelektriknya (Ausubel, et al., 2003). Borat bertindak sebagai conducting ion sehingga dapat
mempertahankan kesetimbangan ion H+ dan OH- yang dihasilkan oleh elektroda, hal ini
berhubungan dengan fungsi buffer dalam menjaga kesetimbangan pH saat migrasi fragmen
DNA berlangsung, perubahan pH dapat mendenaturasi struktur DNA sehingga mengubah
elektromobilitas DNA (Martin, 1996). Contoh alat eletroforesis berada pada Gambar 1.
Gambar 1. Alat elektroforesis (Ausubel et al., 2003).

Agarosa merupakan polisakarida turunan yang didapat dari alga merah (Miesfeld, 1999). Gel
agarose dapat digunakan untuk memisahkan DNA berukuran lebih dari 100 bp, sedangkan
untuk memisahkan DNA dengan ukran lebih pendek dapat digunakan gel poliakrilamid
(Wilson dan John, 1994). Gel agarose merupakan fase diam dalam pemisahan fragmen DNA,
konsentrasi agarose yang digunakan dalam pemisahan fragmen DNA sangat mempengaruhi
mobilitas fragmen DNA, semakin besar konsentrasi agarose yang digunakan maka semakin
kecil pori-pori gel, dan semakin kecil konsentrasi agarose maka semakin besar pori-pori gel.
Perangkat dalam elektroforesis gel agarosa diantaranya terdiri dari power supply sebagai
sumber arus listrik; cetakan gel; sisir yang digunakan untuk membuat sumuran tempat
peletakan DNA yang akan dielektroforesis. Pembuatan sumuran ini dilakukan dengan
meletakkan sisir pada gel sebelum gel memadat; tangki elektroforesis; dan elektrode(Martin,
1996).

Pemisahan fragmen DNA berdasarkan elektromobilitas berguna sebagai metode analitik


maupun preparatif, molekul DNA yang bermuatan negatif karena adanya gugus fosfat akan
bergerak menuju anode (elektrode bermuatan positif) saat dipisahkan dengan elektroforesis
(Miesfeld, 1999). Fragmen DNA yang memiliki ukuran molekul yang sama akan memiliki
elektromobilitas yang sama dan menempuh jarak migrasi yang sama pula (Gilbert, 2000).
Proses running elektroforesis DNA sampel bersamaan dengan DNA yang telah diketahui
ukurannya (standard) dapat berguna dalam analisis besar ukuran DNA dalam sampel (Switzer,
1999) (Gambar 2).
Maloy et al. (1994) menjelaskan bahwa topologi DNA yang dipisahkan menentukan
elektromobilitas DNA. DNA yang mengalami supercoil akan bermigrasi lebih cepat karena
strukturnya sangat kompak. DNA yang akan dielektroforesis pada umumnya dicampur
dengan loading dye yang berfungsi untuk memonitor mobilitas elektroforesis, loading dye
bermigrasi bersama molekul DNA selama proses running elektroforesis. bromphenol blue
dan xylenecyanol merupakan jenis loading dye yang umum digunakan dalam elektroforesis
DNA, bromphenol blue dapat bermigrasi bersama dengan molekul DNA berukuran 0,5 kb
sedangkan xylenecyanol dapat bermigrasi bersama molekul DNA berukuran 5 kb (Ausubel et
al., 2003).

Gambar 2. Mobilitas molekul DNA dalam agar pada saat running.

Hasil elektroforesis dapat divisualisasi dengan menggunakan pewarna fluoresensi ethidium


bromide (EtBr) (Gilbert, 2000). Secara teknis, setelah proses running, gel direndam dalam
larutan buffer TBE atau TAE yang mengandung ethidium bromide, selanjutnya ethidium
bromide akan berdifusi ke dalam gel dan berasosiasi dengan DNA (Switzer, 1999). Ethidium
bromide mampu berinterkalasi diantara pasang basa nukleotida pada struktur double heliks
(Gambar 3) dan saat gel hasil elektroforesis disinari dengan ultraviolet maka fragmen-
fragmen DNA yang telah terpisah tampak sebagai band-band berwarna oranye (Campbell dan
Shawn, 2009).
Gambar 3. Interkalasi ethidium bromide dalam molekul DNA.
BAB III

PENUTUP

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang berjudul “Diagnostik
molekuler” yang menjadi bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan
kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami
peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada pembaca
memberikan kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Mirhendi, H., Makimura, K., Khoramizadeh, M., Yamagushi, H. 2006. A One-Enzyme PCR-
RFLP Assay for Identification of Six Medically Important Candida Species. J. Med.
Mycol. Vol.47. 225-229.

https://mahmuddin.wordpress.com/2010/08/31/polymerase-chain-reaction-pcr/

Sambrook, J., E.F. Fritsch and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning. USA: Cold Spring
Harbor Laboratory Press.

Watson, J.D., M. Gilman, Witkowski, J., Zohler, M. 1992. Recombinant DNA. USA:
Scientific American Books.

NHMRC. Aspek etis dari pengujian genetik manusia: Makalah informasi. Persemakmuran
Australia; 2000

Stewart APKB. Tes genetik DNA - penyaringan untuk kondisi genetik dan kerentanan
genetik. [Elektronik] 2007 [dikutip; 5: [Tersedia dari:http://www.genetics.edu.au/ ]

Erlen JA. Pengujian dan Konseling Genetik: Masalah Etika Terpilih. Perawatan
Ortopedi. 2006; 26: 423-6

Davies JC, Alton EW, Bush A. Cystic fibrosis. BMJ. 2007; 335: 1255-9

Australia CF. Apa itu CF? 2008 [dikutip 24/03/08]; Tersedia


dari: http://www.cysticfibrosis.org.au/aboutcf/whatis/

Anda mungkin juga menyukai