Disusun Oleh:
Miftahuljannah
kelas : C3
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I……………………………………………………………………………...4
PENDAHULUAN………………………………………………………………...4
1.1. Latar Belakang………………………………………………………….4
BAB II…………………………………………………………………………………….7
PEMBAHASAN………………………………………………………………………….7
A. Penggunaan PCR Untuk Identifikasi Bakteri…………………….…………7
3
BAB I
PENDAHULUAN
dunia diantaranya : PCR, flow cytometry, dll. Dari beberapa teknik tersebut,
PCR adalah teknik yang paling diterima secara luas, umumnya digunakan
sangat tinggi. PCR umumnya digunakan untuk bebragai tugas, seperti penyakit
gen, pengujian paternitas, dan komputasi DNA. Untuk membuat sebuah alat
PCR yang spesifik, efektif, dan efisien bagi peneliti maupun klinisi, aspek yang
4
paling penting adalah melakukan desain pada primer (Sasmito, Kurniawan,
semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah,
dan teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup. Setelah DNA
inkubasi maka sel bakteri dapt diuji kehadiran DNA rekombinasinya yaitu
melalui uji resisten antibiotik dan seleksi putih biru. Setelah didapatkan bakteri
direplikasi. Cara seleksi klon rekombinan ada 2 macam, yaitu : (1) seleksi
kedua yang dilakukan adalah seleksi dengan melibatkan gen LacZ. Dampak
teknologi rekombinan ada 2 yaitu dampak positif dan negatif (Nugroho dan
1.2.Rumusan Masalah
5
1.3. Tujuan Penulisan
6
BAB II
PEMBAHASAN
menggunakan system enzimatik dan suhu. PCR dimulai dengan DNA template
(cetakan) dalam jumlah yang sangat sedikit (ng). Kemudian setelah melalui
beberapa siklus amplifikasi, jumlah copy DNA akan menjadi jutaan kali lipat.
Selektivitas dalam reaksi PCR antara lain ditentukan oleh pemilihan polimer yang
tepat. Polimer merupakan potongan DNA dalam bentuk untai tunggal dimana
sekuen yang dimilikinya komplemen dengan sekuen DNA template (cetakan DNA)
terjadi, primer harus menempel pada arah berlawanan. (Maftuchah dkk 2014, h.
67)
Polymerase) yang tahan terhadap suhu tinggi; 2) Buffer PCR yang mengandung
Tris-HCl, KCL dan MgCl2; 3) Empat nukleotida (dNTPs: dATP, dCTP, dGTP,
Aktivitas dan jumlah polymerase, konsentrasi primer, DNA template dan MG2.
tersebut seringkali telah dicampur dalam bentuk PCR mix (Maftuchah dkk 2014, h.
67).
7
PCR merupakan suatu system pemeriksaan untuk replikasi DNA yang
selektif atau bertambah beberapa juta kali dalm waktu beberapa jam saja. Hal inilah
penyakit infeksi. Umumnya sampel dianalisis asam nukleatnya dan umumnya PCR
menggunakan DNA sebagai target dibandingkan RNA karena stabilitas dari DNA
sangat tinggi suatu penyakit yang disebabkan virus dan/atau bakteri, kasus kematian
atau tindak criminal yang dicurigai. PCR dapat juga digunakan untuk mendeteksi
adanya material genetic yang tak diinginkan keberadaanya, contoh pada kasus
infeksi virus atau bakteri, dan keganasan. Tes konvensional berupa kultur
minggu untuk mencapai hasil yang diinginkan. PCR merupakan metode alternative
yang cepat dan sederhana. Contoh pada kasus AIDS, PCR dapat digunakan untuk
mendeteksi persentase sel (dalam jumlah sangat kecil) yang terinfeksi oleh HIV.
Isolasi DNA dari sel-sel darah tepi ditambahkan pada reaksi PCR yang berisi primer
8
PCR terbukti merupakan suatu metode cepat dan reliable untuk mendeteksi semua
cara mutasi yang berkaitan dengan penyakit genetic. Mulai dari insersi, dedesi, dan
mutasi. Diprediksi bahwa dalam kurun 5 tahun sebagian besar tes geneik didasarkan
pada PCR. Teknik PCR telah meluas dan menyebar melalui komunitas biologi
molecular sebagai suatu rekasi rantai genetik. Para ilmuwan memodifikasi teknik
berkonsentrasi pada mutasi genetic. Sensitivitas PCR sangat tinggi dan sinyal
didapat melalui degradasi sampel DNA dari sel individu (Sudiono 2008, h. 68).
2014, h. 70-72)
a. Pada tahap pertama, pada tahap awal dengan suhu sekitar 940 C, DNA template
sehingga primer akan menempel pada sekuen target pada DNA template (tahap
annealing).
c. Pada tahap ketiga, digunakan temperature 720 C karena pada tempratur tersebut
sisi penempelan (binding site) dari pasangan primer yang lainnya. Karena
proses ini terjadi pada posisi penempelan kedua primer di masing-masing utas
tunggal DNA yang membatasi fragmen DNA target, maka fragmen target
9
Pada siklus berikutnya, dua utas ganda DNA hasil amplikasi pertama akan
memisah kembali dan masing-masing utas tunggal DNA akan bertindak sebagai
cetakan (template). Setelah melalui beberapa siklus (antara 25-50 siklus) yang
masing-masing terdiri dari tiga kondisi temperature yang berbeda, maka akan
dihasilkan amplifikasi secara eksponensial dari DNA target. Analisis PCR dapat
10
2.2 Cara Kerja PCR
a. Cara Kerja Reaksi PCR Sebagai Berikut : (Maftuchah dkk 2014, h. 72)
2. Selanjtnya menyiapkan larutan PCR yang terdiri dari 1,0 µL template DNA
5. Setelah reaksi PCR selesia (± 3-4 jam), ambil tabung yang berisi larutan
PCR dari dalam mesin PCR. sampai hasil PCR dapat disimpan pada suhu
Cara kerja yang dilakukan untuk persiapan pembuatan PCR Mix sebagai berikut
primer PCR, buffwx PCR, nuclease free water, DNA template) dari dalam
11
proses persiapan, PCR Mix dilaksanakan, bahan-bahan kimia tersebut,
reaksi yang ditetapkan, jumlah reaksi PCR yang akan dibuat, volume DNA
yang akan diambil untuk setiap reaksi, dan konsentrasi masing-masing stok
bahan PCR.
Contoh : Reaksi PCR yang akan dipersiapkan adalah 25 reaksi, volume setiap
12
DT2 5’CGCGATTGGAAGCGGGGT-3’ dengan target gen tox yang mempunyai
panjang produk PCR 910 bp. Selanjutnya, Pallen et.al (1994) menggunakan PCR
ATCCACTTTTAGTGCGAGAACCTTCGTCA-3’ dan 5’
dengan target gen tox subunit A dan B primer yang digunakan sama dengan primer
C.diphtheriae toksigenik yang ada pada specimen klinis. Kedua pasang primer ini
telah direkomendasi WHO dan secara luas digunakan untuk deteksi penyebab
difteri. PCR untuk pemeriksaan difteri terus dikembangkan dengan teknik Real
Time PR , Light Cycler PCR, dan PCR multipleks. PCr banyak dipilih karena lebih
13
yaitu bakteri yang memiliki gen tox tapi tidak terekspresi secara fenotip sehingga
positif toksigenik secara PCR belum tentu positif toksigenik dengan Vero Cell
PCR yang pernah digunakan untuk deteksi bakteri penyebab difteri (potentially
14
PCR Multipleks
atau lebih kasus dalam satu reaksi. PCR multipleks mengandung multiple primer
yang spesifik untuk DNA/gen target tertentu dalam sebuah reaksi PCR. Perbedaan
ukuran produk PCR(amplikon) harus cukup panjang untuk dapat dibedakan satu
sama lain dengan gel elektroforesis. PCR multipleks telah digunakan untuk
mendeteksi virus. bakteri serta agen penyebab penyakit infeksi lain dengan sekali
reaksi sehingga dapat menghemat biaya. Karena mempunyai target lokus multiple
dengan sekali reaksi, kadang diperlukan single PCR untuk mendapatkan informasi
tambahan. Single PCR juga dibutuhkan untuk optimasi annealing temperature (Ta)
masing-masing primer bila akan bekerja dengan protocol baru. Hal paling krusial
pada PCR multipleks adalah hambatan yang disebabkan oleh banyaknya ikatan
real time multipleks PCR menggunakan probe yang dilabel dengan pewarna dan
dapat dideteksi pada panjang gelombang yang berbeda. Teknologi yang lain adalah
dengan Luminex beads yang mampu mendeteksi 100 target dalam sekali
pemeriksaan. Metode ini menggunakan beberapa primer yan dilabel dengan biotin
15
mas taq PCR dengan menggabungkan teknologi PCR dengan mass
cepat, relatif lebih murah dan mudah serta memungkinkan untuk mendeteksi bakteri
yang telah mati akibat pemberian antibiotic sebelumnya. Bila dibandingkan dengan
beberapa meode PCR yang telah ada, PCRmultipleks yang dikembangkan dalam
penelitian ini relative lebih cepat dan murah serta dapat mendeteksi dan
mengidentifikasi lebih banyak bakteri penyebab difteri (Sunarno dkk 2015, h. 55).
NTTB yang sebelumnya tidak bias mengidentifikasi dengan metode PCR maupun
dapat digunakan untuk isolasi bakteri hidup yang bermanfaat untuk berbagai
bakteri mati, di satu sisi merupakan keistimewaan tapi di sisi lain sekaligus
lain yang tumbuh pada medium selektif, tapi sulit untuk mebedakan
karena itu perlu dilakukan tes biokimia terhadap isolate murni yang didapat dari
kultur koloni tunggal pada medium BA. adanya kontaminasi atau isolate tidak
16
murni akan menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi hasil. Tes biokimia
itu, reaksi Urease dan nitrat digunakan untuk membedakan C diphtheriae memiliki
karakteristik Urease negative dan nirat positif kecuali subtype belfani, sebaliknya
dan Amilum atau Glikogen digunakan untuk identifikasi subtype C. diphtheriae dan
60).
17
2.4 Penerapan Teknologi DNA Rekombinan
dikembangkannya metodologi baru oleh Herbert Boyer dan Stanly Cohen, suatu
Rekombinan dengan pokok proses adalah kloning gena. Boyer da Cohen berhasil
mengekspresikan gena dari suatu bakteri dalam Escherichia coli. Fragmen DNA
terhadap koloni bakteri yang tumbuh. Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa
genetic, yang juga dinamakan cloning gen atau cloning molecular merupakan istilah
yang meliputi sejumlah cara kerja yang mengarah kepada pemindahan informasi
teknologi DNA rekombinan supaya dapat memahami metode isolasi DNA, ekspresi
amplifikasi fragmen DNA (PCR), dan mutasi terarah. Dalam hal ini tidak ada satu
rangkaian metode tertentu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini. Akan
tetapi DNA rekombinan biasanya meliputi beberapa cara dibawah ini (Gambar 1) :
18
Walaupun teknologi DNA rekombinan berkembang dari penemuan pada
biologi molekuler virus, bakteri, dan plasmid, dasar pengetahuan yang membuat
teknologi DNA rekombinan berkembang dari pemahaman struktur dan fungsi DNA
bahan genetic dari dua sumber yang berbeda. Secara alami, bahan genetic akan
dapat dipotong dari asalnya dan disisipkan ke DNA yang lain, sehingga teknologi
perekayasaan DNA hewan dan tanaman tidak mungkin dilakukan langsung pada
sel hewan atau tanaman. Oleh karena itu, untuk mempermudah perekayasaan,
diperlukan DNA perantara. Sebagai DNA perantara, sering digunakan DNA bakteri
atau virus, karena selain ukurannya yang relative kecil dan strukturnya sederhana,
dengan berhasilnya pemasaran insulin hasil TDR yang diluncurkan oleh perusahaan
19
bioteknologi Genenteck dari Negara Adidaya Amerika Serikat, pada akhir tahun
1980-an. Sampai saat ini, ada sekitar 1200 perusahaan bioteknologi yang terdaftar
protein terapeutik, vaksin, diagnostic, serta terapi gen (Suparno 2015, h. 62).
20
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Maftuchah dkk., 2014, Teknik Dasar Analisis Biologi Molekuler Ed.1 Cet.1,
Deepublish, Yogyakarta, h. 67, 69-73.
Nugroho, ED dan Rahayu, DA., 2018, Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi)
Ed.1 Cet.1, Deepublish, Yogyakarta, h. 84.
Sudiono, J., 2008, Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma Mulut, EGC,
Jakarta, h. 67-68.
Widyastuti, DA., Isolasi DNA Kromosom Salmonella sp. dan Visualisasinya Pada
Elektroforesis Gel Agarosa, Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan
Saintek II h. 311.
21