Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Penggunaan PCR Untuk Identifikasi Bakteri dan Teknologi DNA


Rekombinan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas

Mata Kuliah Bioteknologi Farmasi

Disusun Oleh:

Miftahuljannah

(150 2016 0050)

kelas : C3

Program studi S1 Sarjana Farmasi


Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kepada Allah yang telah


memberikan kepada penulis hidayah, petunjuk serta pertolongannya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah “Penggunaan PCR Untuk Identifikasi
Bakteri dan Teknologi DNA Rekombinan” Namun sangat penulis sadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini banyak ditemukan kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu penulis berharap para pembaca dapat menganalisa dan mengoreksi
kesalahan tersebut. Semoga kita mendapat rahmat dari Allah SWT. Amin.

Makassar, 22 Mei 2019

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I……………………………………………………………………………...4
PENDAHULUAN………………………………………………………………...4
1.1. Latar Belakang………………………………………………………….4

1.2. Rumusan Masalah……………………………………………………...5

1.3. Tujuan Penulisan…………………………………………………….....6

1.4. Manfaat Penulisan………………………………………………………........6

BAB II…………………………………………………………………………………….7
PEMBAHASAN………………………………………………………………………….7
A. Penggunaan PCR Untuk Identifikasi Bakteri…………………….…………7

2.1. Pengenalan PCR…….……..……………………………………….......7

2.2. Cara Kerja PCR………………………………….....……………….....11

2.3. Aplikasinya Untuk Identifikasi Bakteri ……………………………….12

B. Teknologi DNA Rekombinan…………………………………………........18

2.4. Penerapan Teknologi DNA Rekombinan…...………………...…….....18

BAB III ................................................................................................................. 21


PENUTUP ............................................................................................................. 21
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan yang dicapai dalam bioteknologi dan teknik DNA

rekombinan telah membantu mempercepat meningkatkan berbagai penelitian

menuju arah pemahaman mengenai teknik-teknik yang dapat dimanfaatkan

dalam bidang biologi molekuler. Penguasaan teknik-teknik dasar biologi

molekuler seperti isolasi DNA maupun protein, elektroforesis baik

elektroforesis gel agarose, SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate

Polyacrylamide Gel Electrophoresis), serta PCR (Polymerase Chain Reaction)

dapat menjadi modal dasar bagi peneliti untuk mengembangkan penelitian

demi meningkatkan kesejahteraan manusia. Dengan penguasaan teknik-teknik

dasar tersebut, peneliti dapat membuat penemuan-penemuan baru yang dapat

dimanfaatkan diberbagai bidang kehidupan (Widyastuti, h. 311).

Saat ini, banyak teknik analisis molekuler yang dignakan di seluruh

dunia diantaranya : PCR, flow cytometry, dll. Dari beberapa teknik tersebut,

PCR adalah teknik yang paling diterima secara luas, umumnya digunakan

untuk melakukan diagnosis yang membutuhkan spesifitas dan sensitivitas yang

sangat tinggi. PCR umumnya digunakan untuk bebragai tugas, seperti penyakit

keturunan, identifikasi sidik jari genetic, diagnosis penyakit menular, cloning

gen, pengujian paternitas, dan komputasi DNA. Untuk membuat sebuah alat

PCR yang spesifik, efektif, dan efisien bagi peneliti maupun klinisi, aspek yang

4
paling penting adalah melakukan desain pada primer (Sasmito, Kurniawan,

Muhimmah 2014, h. 93).

Teknologi DNA rekombinan adalah suatu rekayasa genetika untuk

menghasilkan sifat baru dengan cara merekombinasikan gen tertentu dengan

DNA genom organisme target. Objek DNA rekombinan mencakup hampir

semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah,

hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Teknik DNA rekombinan

meliputi isolasi DNA, teknik memotong DNA, teknik menggabungkan DNA

dan teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup. Setelah DNA

rekombinan terbentuk, maka dilakukan proses transformasi ke host cell,

kemudian dilakukan proses inkubasi sel bakteri tersebut. Setelah dilakukan

inkubasi maka sel bakteri dapt diuji kehadiran DNA rekombinasinya yaitu

melalui uji resisten antibiotik dan seleksi putih biru. Setelah didapatkan bakteri

dengan DNA rekombinan maka dilakukan purivikasi untuk mengisolasi yang

direplikasi. Cara seleksi klon rekombinan ada 2 macam, yaitu : (1) seleksi

kedua yang dilakukan adalah seleksi dengan melibatkan gen LacZ. Dampak

teknologi rekombinan ada 2 yaitu dampak positif dan negatif (Nugroho dan

Rahayu 2018, h. 84).

1.2.Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan PCR ?

2. Bagaimana cara kerja dari PCR?

3. Apa saja aplikasi untuk mendeteksi bakteri ?

4. Bagaimana penerapan teknologi DNA rekombinan ?

5
1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penggunaan PCR untuk identifikasi bakteri

2. Untuk mengatahui teknologi DNA rekombinan

1.4 Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dalam bidang

bioteknologi farmasi mengenai penggunaan PCR untuk identifikasi bakteri dan

teknologi DNA rekombinan sehingga dapat diketahui cara kerja, aplikasinya,

dan penerapan dari teknologi DNA rekombinan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengenalan PCR

PCR adalah salah satu teknik dalam biologi molekuler untuk

mengamplifikasi atau mengandakan sejumlah kecil DNA secara in vitro

menggunakan system enzimatik dan suhu. PCR dimulai dengan DNA template

(cetakan) dalam jumlah yang sangat sedikit (ng). Kemudian setelah melalui

beberapa siklus amplifikasi, jumlah copy DNA akan menjadi jutaan kali lipat.

Selektivitas dalam reaksi PCR antara lain ditentukan oleh pemilihan polimer yang

tepat. Polimer merupakan potongan DNA dalam bentuk untai tunggal dimana

sekuen yang dimilikinya komplemen dengan sekuen DNA template (cetakan DNA)

yang berseblahan dengan daerah target. Agar amplifikasi secara eksponensial

terjadi, primer harus menempel pada arah berlawanan. (Maftuchah dkk 2014, h.

67)

Adapun larutan PCR terdiri dari : 1) DNA polymerase (enzim Taq

Polymerase) yang tahan terhadap suhu tinggi; 2) Buffer PCR yang mengandung

Tris-HCl, KCL dan MgCl2; 3) Empat nukleotida (dNTPs: dATP, dCTP, dGTP,

dTTP); 4) Dua primer oligonukleotida dan 5) DNA template. Sementara itu,

beberapa factor yang mempengaruhi Spesifitas PCR adalah temperature annealing.

Aktivitas dan jumlah polymerase, konsentrasi primer, DNA template dan MG2.

Dalam perkembangannya keseluruhan bahan yang diperlukan dalam proses PCR

tersebut seringkali telah dicampur dalam bentuk PCR mix (Maftuchah dkk 2014, h.

67).

7
PCR merupakan suatu system pemeriksaan untuk replikasi DNA yang

memungkinkan suatu rangkaian DNA target spesifik mengalami amplifikasi secara

selektif atau bertambah beberapa juta kali dalm waktu beberapa jam saja. Hal inilah

yang memungkinkan metode PCR digunakan untuk pemeriksaan genetic dan

penyakit infeksi. Umumnya sampel dianalisis asam nukleatnya dan umumnya PCR

menggunakan DNA sebagai target dibandingkan RNA karena stabilitas dari DNA

dan mudahnya DNA diisolasi (Sudiono 2008, h. 68).

PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dengan probabilitas yang

sangat tinggi suatu penyakit yang disebabkan virus dan/atau bakteri, kasus kematian

atau tindak criminal yang dicurigai. PCR dapat juga digunakan untuk mendeteksi

adanya material genetic yang tak diinginkan keberadaanya, contoh pada kasus

infeksi virus atau bakteri, dan keganasan. Tes konvensional berupa kultur

mikroorganisme atau penggunaan antibody membutuhkan waktu berminggu-

minggu untuk mencapai hasil yang diinginkan. PCR merupakan metode alternative

yang cepat dan sederhana. Contoh pada kasus AIDS, PCR dapat digunakan untuk

mendeteksi persentase sel (dalam jumlah sangat kecil) yang terinfeksi oleh HIV.

Isolasi DNA dari sel-sel darah tepi ditambahkan pada reaksi PCR yang berisi primer

komplemen rangkaian DNA spesifik untuk HIV (Sudiono 2008, h. 68).

8
PCR terbukti merupakan suatu metode cepat dan reliable untuk mendeteksi semua

cara mutasi yang berkaitan dengan penyakit genetic. Mulai dari insersi, dedesi, dan

mutasi. Diprediksi bahwa dalam kurun 5 tahun sebagian besar tes geneik didasarkan

pada PCR. Teknik PCR telah meluas dan menyebar melalui komunitas biologi

molecular sebagai suatu rekasi rantai genetik. Para ilmuwan memodifikasi teknik

PCR untuk digunakan sebagai teknik riset standard an aplikatif dengan

berkonsentrasi pada mutasi genetic. Sensitivitas PCR sangat tinggi dan sinyal

didapat melalui degradasi sampel DNA dari sel individu (Sudiono 2008, h. 68).

Prinsip PCR secara umum adalah sebagai berikut : (Maftuchah dkk

2014, h. 70-72)

a. Pada tahap pertama, pada tahap awal dengan suhu sekitar 940 C, DNA template

akan memisah menjadi utas tunggal (tahap denaturasi).

b. Pada tahap kedua, temperature diturunkan menjadi kira-kira 250 - 650 C,

sehingga primer akan menempel pada sekuen target pada DNA template (tahap

annealing).

c. Pada tahap ketiga, digunakan temperature 720 C karena pada tempratur tersebut

aktifitas polymerase optimal (tahap elongasi). Kemudian enzim Taq polymerase

akan memperpanjang daerah 3’ dari penempelan DNa-primer sampai mencapai

sisi penempelan (binding site) dari pasangan primer yang lainnya. Karena

proses ini terjadi pada posisi penempelan kedua primer di masing-masing utas

tunggal DNA yang membatasi fragmen DNA target, maka fragmen target

secara lengkap dapat mengalami replikasi.

9
Pada siklus berikutnya, dua utas ganda DNA hasil amplikasi pertama akan

memisah kembali dan masing-masing utas tunggal DNA akan bertindak sebagai

cetakan (template). Setelah melalui beberapa siklus (antara 25-50 siklus) yang

masing-masing terdiri dari tiga kondisi temperature yang berbeda, maka akan

dihasilkan amplifikasi secara eksponensial dari DNA target. Analisis PCR dapat

dipergunakan untuk berbagai kepentingan.

10
2.2 Cara Kerja PCR

a. Cara Kerja Reaksi PCR Sebagai Berikut : (Maftuchah dkk 2014, h. 72)

1. DNA genomik hasil isolasi DNA tanaman dilarutkan dengan TE sehingga

didapatkan konsentrasi DNA sebesar 10 ng/µL.

2. Selanjtnya menyiapkan larutan PCR yang terdiri dari 1,0 µL template DNA

(10 ng/µL), 12,5 µL PR mix dan 1,5 µL dH2O

3. Campurkan PCR mix solution dengan menggunakan vorlex. Spin perlahan

PCR mix solution

4. Masukkan masing-masing tabung yang berisi larutan PCR ke dalam mesin

PCR. set program PCR pada mesin PCR

5. Setelah reaksi PCR selesia (± 3-4 jam), ambil tabung yang berisi larutan

PCR dari dalam mesin PCR. sampai hasil PCR dapat disimpan pada suhu

40 C untuk disimpan atau dapat digunakan langsung.

6. Hasil proses PCR dapat dilihat melalui running elektroforesis

b. Cara kerja Pembuatan PCR Mix

Cara kerja yang dilakukan untuk persiapan pembuatan PCR Mix sebagai berikut

: (Maftuchah dkk 2014, h. 73-74)

1. Siapkan potongan es batu di dalam wadah es.

2. Siapkan tabung (tubes) PCR sebanyak jumlah yang diperlukan

3. Keluarkan bahan-bahan yang akan dipergunakan (Taq polymerase, dNTP,

primer PCR, buffwx PCR, nuclease free water, DNA template) dari dalam

freezer dan segera masukkan dalam potongan esbatu. usahakan selama

11
proses persiapan, PCR Mix dilaksanakan, bahan-bahan kimia tersebut,

selalu dalam keadaan dingin.

4. Buatlah PCR Mix Solution dengan memperhatikan : jumlah volume per

reaksi yang ditetapkan, jumlah reaksi PCR yang akan dibuat, volume DNA

yang akan diambil untuk setiap reaksi, dan konsentrasi masing-masing stok

bahan PCR.

Contoh : Reaksi PCR yang akan dipersiapkan adalah 25 reaksi, volume setiap

reaksi 15 µL, menggunakan 2 buah primer gus-A (Forward) dan gus-A

(Reverse) konsentrasi DNA template (cetakan) yang dipergunakan 10 ng/µL

yang masing-masing perlu diambil 1 µL.

2.3 Aplikasinya Untuk Identifikasi Bakteri

Pemeriksaan difteri menggunakan PCR telah lama dikenal. Pada awalnya

hauser et.al (1993) mengembangkan PCR untuk deteksi C.diphteriae toksigenik

mengggunakan sepasang primer, yaitu DT1 5-CGGGGGATGGTGCTTC-3’ dan

12
DT2 5’CGCGATTGGAAGCGGGGT-3’ dengan target gen tox yang mempunyai

panjang produk PCR 910 bp. Selanjutnya, Pallen et.al (1994) menggunakan PCR

untuk skrining isolate toksigenik menggunakan sepasang primer, yaitu 5’-

ATCCACTTTTAGTGCGAGAACCTTCGTCA-3’ dan 5’

GAAAACTTTTCTTGTACCACGGGACTAA-3’ dengan target gen tox yang

mempunyai panjang produk PCR 249 bp. Mikhailovich, et.al (1995)

mempublikaikan aplikasi PCR untuk pemeriksaan toksigenesitas C.diptheriae yang

diisolasi selama wabah difteri di Rusia tahun 1990-1994 dengan menggunakan

primer Pallen,et. al. (Sunarno dkk 2015, h. 30)

Nakako, et.al (1997) mengembangkan PC untuk diaplikasikan pada

specimen klinis (swab tenggorokan dan nasofaring) menggunakan 2 pasang primer

dengan target gen tox subunit A dan B primer yang digunakan sama dengan primer

Pallen,et al dan Mikhailovich, et al ditambah dengan sepasang primer, yaitu Dipht

6F 5’-ATACTTCCTGGTATCGGTAGC-3’ dan Dipht 6R 5’-

CGAATCTTCAACAGTGTTCCA-3’ dengan panjang produk PCR 297 bp

menggunakan metode single PCR (PCR moopleks). Hasil penelitian mereka

menunjukkan bahwa pemeriksaan PCR cukup baik digunakan untuk mendeteksi

C.diphtheriae toksigenik yang ada pada specimen klinis. Kedua pasang primer ini

telah direkomendasi WHO dan secara luas digunakan untuk deteksi penyebab

difteri. PCR untuk pemeriksaan difteri terus dikembangkan dengan teknik Real

Time PR , Light Cycler PCR, dan PCR multipleks. PCr banyak dipilih karena lebih

cepat dan mudah diinterpretasi. Meskipun demikian, PCR mempunyai beberapa

keterbatasan diantaranya tidak dapat digunakan untuk diidentifikasi strain NTTV,

13
yaitu bakteri yang memiliki gen tox tapi tidak terekspresi secara fenotip sehingga

positif toksigenik secara PCR belum tentu positif toksigenik dengan Vero Cell

maupun tes Elek (Sunarno dkk 2015, h. 30-31).

Selain untuk deteksi C.diphtheriae, beberapa metode PCR juga digunakan

untuk deteksi C.ulcerans dan c.pseudotuberculosis. Secara ringkas, primer-primer

PCR yang pernah digunakan untuk deteksi bakteri penyebab difteri (potentially

toxigenic Corynebacteria), meliputi C.diphtheriae, C.ulcerans dan C.

pseudotuberculosis disajikan pada Tabel 2.2 (Sunarno dkk 2015, h. 31)

14
PCR Multipleks

Adalah metode PCR yang secara simultan digunakan untuk amplifikasi 2

atau lebih kasus dalam satu reaksi. PCR multipleks mengandung multiple primer

yang spesifik untuk DNA/gen target tertentu dalam sebuah reaksi PCR. Perbedaan

ukuran produk PCR(amplikon) harus cukup panjang untuk dapat dibedakan satu

sama lain dengan gel elektroforesis. PCR multipleks telah digunakan untuk

mendeteksi virus. bakteri serta agen penyebab penyakit infeksi lain dengan sekali

reaksi sehingga dapat menghemat biaya. Karena mempunyai target lokus multiple

dengan sekali reaksi, kadang diperlukan single PCR untuk mendapatkan informasi

tambahan. Single PCR juga dibutuhkan untuk optimasi annealing temperature (Ta)

masing-masing primer bila akan bekerja dengan protocol baru. Hal paling krusial

pada PCR multipleks adalah hambatan yang disebabkan oleh banyaknya ikatan

primer-primer sehingga dapat mempengaruhi sensitivitas dan spesifitas

pemeriksaan (Sunarno dkk 2015, h. 33).

PCR multipleks umunya dilakukan dengan cara konvensional yaitu

menggunakan elektroforesis. Selain itu juga dapat dikembangkan dengan metode

real time multipleks PCR menggunakan probe yang dilabel dengan pewarna dan

dapat dideteksi pada panjang gelombang yang berbeda. Teknologi yang lain adalah

dengan Luminex beads yang mampu mendeteksi 100 target dalam sekali

pemeriksaan. Metode ini menggunakan beberapa primer yan dilabel dengan biotin

Produk multipleks dihibridisasi dengan beads yang membawa probe spesifik

terhadap multiple target. Penekatan multipleks yang terbaru adalah penggunaan

15
mas taq PCR dengan menggabungkan teknologi PCR dengan mass

Spectrophotometry (Sunarno dkk 2015, h. 33).

Bila dibandingkan dengan metode konvensional PCR multipleks jauh lebih

cepat, relatif lebih murah dan mudah serta memungkinkan untuk mendeteksi bakteri

yang telah mati akibat pemberian antibiotic sebelumnya. Bila dibandingkan dengan

beberapa meode PCR yang telah ada, PCRmultipleks yang dikembangkan dalam

penelitian ini relative lebih cepat dan murah serta dapat mendeteksi dan

mengidentifikasi lebih banyak bakteri penyebab difteri (Sunarno dkk 2015, h. 55).

Keistimewaan lainnya adalah kemampuannya dalam mengidentfikasi strain

NTTB yang sebelumnya tidak bias mengidentifikasi dengan metode PCR maupun

metode konvensional bila tidak dilakukan bersama. Meskipun demikian,

pemeriksaan dengan PCR multipleks juga memiliki kekurangan, diantaranya tidak

dapat digunakan untuk isolasi bakteri hidup yang bermanfaat untuk berbagai

pemeriksaan dan penelitian lanjutan. Selain itu kemampuannya dalam mendeteksi

bakteri mati, di satu sisi merupakan keistimewaan tapi di sisi lain sekaligus

merupakan kekurangan metode tersebut (Sunarno dkk 2015, h. 55).

Koloni tersangka yang tumbuh pada medium selektif diidentifikasi dengan

pemeriksaan mikroskopik untuk melihat morfologi sel bakteri. Berdasarkan

pemeriksaan mikroskopik, Corynebacterium spp dapat dibedakan dengan bakteri

lain yang tumbuh pada medium selektif, tapi sulit untuk mebedakan

Corynebacterium penyebab difteri dengan Corynebacterium spp lainnya. Oleh

karena itu perlu dilakukan tes biokimia terhadap isolate murni yang didapat dari

kultur koloni tunggal pada medium BA. adanya kontaminasi atau isolate tidak

16
murni akan menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi hasil. Tes biokimia

meliputi minimal 4 reaksi (Cystinase, pirazinamidase, urease dan nitrat) ditambah

dengan gula-gula sederhana. Cystinase dan pirazinamidase digunakan untuk

membedakan Corynebacterium potensial toksigenik (C. diphtheriae, C.ulcerans dan

C.pseudotuberculosis) dari Corynebacterium spp lainnya. Ketiga spesies tersebut

memiliki karakteristik Cystinase positif dan Pyrazinamidase negative. Sementara

itu, reaksi Urease dan nitrat digunakan untuk membedakan C diphtheriae memiliki

karakteristik Urease negative dan nirat positif kecuali subtype belfani, sebaliknya

C.ulcerans dan C.pseudotuberculosis memiliki karakteristik Urease positif dan

Nitrat negative. Gula-gula sederhana yang meliputi Glukosa, Maltosa, Sakarosa,

dan Amilum atau Glikogen digunakan untuk identifikasi subtype C. diphtheriae dan

memedakan C. ulcerans dengan C. pseudotuberculosis (Sunarno dkk 2015, h. 59-

60).

17
2.4 Penerapan Teknologi DNA Rekombinan

Pada tahun 1971-1973, penelitian genetika kembali bergairah dengan

dikembangkannya metodologi baru oleh Herbert Boyer dan Stanly Cohen, suatu

revolusi dalam percobaan biologi. Metode ini dinamakan Teknologi DNA

Rekombinan dengan pokok proses adalah kloning gena. Boyer da Cohen berhasil

mengekspresikan gena dari suatu bakteri dalam Escherichia coli. Fragmen DNA

disisipkan pada vector, ditransformasikan ke dalam sel dan dilakukan penapisan

terhadap koloni bakteri yang tumbuh. Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa

genetic, yang juga dinamakan cloning gen atau cloning molecular merupakan istilah

yang meliputi sejumlah cara kerja yang mengarah kepada pemindahan informasi

genetik (DNA) dari satu organisme ke organisme lainnya. Tujuan mempelajari

teknologi DNA rekombinan supaya dapat memahami metode isolasi DNA, ekspresi

gena rekombinan pada sel prokariot dan eukariot, hibridisasi, sekuensing,

amplifikasi fragmen DNA (PCR), dan mutasi terarah. Dalam hal ini tidak ada satu

rangkaian metode tertentu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini. Akan

tetapi DNA rekombinan biasanya meliputi beberapa cara dibawah ini (Gambar 1) :

18
Walaupun teknologi DNA rekombinan berkembang dari penemuan pada

biologi molekuler virus, bakteri, dan plasmid, dasar pengetahuan yang membuat

teknologi DNA rekombinan berkembang dari pemahaman struktur dan fungsi DNA

(Sudjadi 2008, h. 43 dan 45).

Prinsip DNA rekombinan adalah menggabungkan atau mengkombinasikan

bahan genetic dari dua sumber yang berbeda. Secara alami, bahan genetic akan

selalu melakukan rekombinasi. Contoh rekombinasi yang paling sederhana adalah

terjadinya tukar-menukar penggalan kromosom (crossing over) yang terjadi

diantara dua kromosom yang homolog selama poses pembentukan gamet,

pembuahan pada hewan dan tanaman, konjugasi, transformasi, dan transduksi.

(Taryono 2016, h. 9).

Dalam teknologi DNA rekombinan, sepotong DNA yang sifatnya diketahui

dapat dipotong dari asalnya dan disisipkan ke DNA yang lain, sehingga teknologi

DNA-rekombinasi merupakan teknologi yang sangat menjanjikan. Proses

perekayasaan DNA hewan dan tanaman tidak mungkin dilakukan langsung pada

sel hewan atau tanaman. Oleh karena itu, untuk mempermudah perekayasaan,

diperlukan DNA perantara. Sebagai DNA perantara, sering digunakan DNA bakteri

atau virus, karena selain ukurannya yang relative kecil dan strukturnya sederhana,

secara alami kedua mikroorganisme tersebut mampu masuk ke dalam organisme

lain (Taryono 2016, h. 9-10).

Metodologi yang digunakan pada Teknologi DNA Rekombinan saat ini

telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai ilmu. Keberhasilan TDR dimulai

dengan berhasilnya pemasaran insulin hasil TDR yang diluncurkan oleh perusahaan

19
bioteknologi Genenteck dari Negara Adidaya Amerika Serikat, pada akhir tahun

1980-an. Sampai saat ini, ada sekitar 1200 perusahaan bioteknologi yang terdaftar

diseluruh dunia dan 900 di antaranya berada di Amerika Serikat. perkembangan

TDR dalam bidang kesehatan meliputi pengembangan teknologi reproduksi,

protein terapeutik, vaksin, diagnostic, serta terapi gen (Suparno 2015, h. 62).

20
BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Maftuchah dkk., 2014, Teknik Dasar Analisis Biologi Molekuler Ed.1 Cet.1,
Deepublish, Yogyakarta, h. 67, 69-73.

Nugroho, ED dan Rahayu, DA., 2018, Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi)
Ed.1 Cet.1, Deepublish, Yogyakarta, h. 84.

Sasmito, DE, Kurniawan, R, Muhimmah, I., 2014, Karakteristik Primer Pada


Polymerase Chain Reaction (PCR) Untuk Sekuensing DNA : Mini Review,
Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) V, Magister Teknik
Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia,
Yogyakarta, h. 63.

Sudiono, J., 2008, Pemeriksaan Patologi Untuk Diagnosis Neoplasma Mulut, EGC,
Jakarta, h. 67-68.

Sudjadi., 2008, Bioteknologi Farmasi, Kanisius, Yogyakarta, h. 43-45.

Sunarno dkk., 2015, Pengembangan Metode Diagnostik Cepat Laboratorium


Untuk Identifikasi Penyebab Difteri : Aplikasi PCR Multipleks Untuk
Identifikasi Cepat Penyebab Difteri Ed.1, Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
Jakarta, h. 30-33, 55-60.

Suparno, T., 2019, Arthropoda herbivora : Interaksinya Dengan Metabolit


Sekunder, Deepublish, Yogyakarta, h. 62

Taryono., 2016, Pengantar Bioteknologi, gadjah Mada University Press. h. 9-10.

Widyastuti, DA., Isolasi DNA Kromosom Salmonella sp. dan Visualisasinya Pada
Elektroforesis Gel Agarosa, Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan
Saintek II h. 311.

21

Anda mungkin juga menyukai