Disusun oleh:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan ilham-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah PCR dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Makalah
ini disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas Rekayasa Genetika.Harapan
saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
1
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu diharapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...........................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................5
C. TUJUAN...................................................................................................................5
2
BAB II............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................6
2.1. PENGERTIAN PCR...............................................................................................6
2.2 KOMPONEN - KOMPONEN PCR.........................................................................7
2.3 PENYAKIT..............................................................................................................9
2.4 KEGUNAAN PCR...................................................................................................9
2.5 PRINSIP KERJA PCR...........................................................................................10
2.6 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PCR............................................................11
2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM..................................................................11
2.8 APLIKASI PCR.....................................................................................................13
BAB III........................................................................................................................15
PENUTUP...................................................................................................................15
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................15
3.2 SARAN..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
3
bidang kedokteran. Sebagai contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah
ditemukannya ilmu biologi molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu
cabang biologi yang merujuk kepada pengkajian mengenai kehidupan pada skala
molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang interaksi molekul dalam benda hidup dan
kesannya, terutama tentang interaksi berbagai sistem dalam sel, termasuk interaksi
DNA, RNA, dan sintesis protein, dan bagaimana interaksi tersebut diatur. Biologi
molekuler memberikan kontribusi yang amat sangat nyata dalam bidang kedokteran.
Dahulu, untuk mengetahui penyakit yang diderita harus dengan menemukan
organisme penyebab penyakit tersebut didalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan
pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan tindakan apapun. Padahal kenyataanya
tidak semua penyakit organisme penyebabnya dapat ditemukan dengan mudah.
Namun dengan adanya biologi molekuler dokter dapat memeriksa penyebab sampai
dengan pada DNA pasien.
Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga
dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis. Dalam skenario kali ini
membahas tentang penyakit thalassemia. Thalassemia adalah penyakit herediter yang
disebabkan oleh adanya kekurangan rantai globin pembentuk hemoglobin (Hb), baik
rantai globin α (Thalassemia α) maupun rantai globin β (Thalasemia β). Thalassemia
termasuk penyakit akibat gangguan gen tunggal (single gene disorders) dengan pola
pewarisan yang menuruti hukum-hukum Mendel. Gangguan yang berupa kekurangan
rantai globin tersebut menimbulkan serangkaian gejala klinis dan laboratorik, yang
dapat ditemukan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik. Namun pada penderita-
penderita tertentu gejala klinis maupun fisik sangat minim atau bahkan tidak ada.
Keadaan seperti ini umumnya didapat pada penderita heterozygot atau yang bersifat
minor. Dalam keadaan ini diagnosa hanya dapat ditegakkan melalui analisis DNA.
Inilah yang dimaksud dengan diagnosis molekuler. Dahulu bayi yang lahir dengan
kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari setahun. Namun sekarang ini
sebagian bisa besar selamat dengan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian PCR
b. Komponen-komponen PCR
c. Apa Penyakit untuk pemeriksaan PCR ?
d. Apa Kegunaan PCR
e. Bagaimana Prinsip kerja PCR ?
f. Apa Kelebihan dan kelemahan PCR ?
g. Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium PCR ?
4
h. Bagaimana aplikasi PCR ?
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
5
digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetic. Pada awal
perkembanganya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA,
tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk
melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA
ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa
nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus
PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan
PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target
dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan
dengan menggunakan komponen dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya DNA
cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5µg, oligonukliotida yang digunakan hanya
sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-100 µl. DNA cetakan
yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR
dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuens DNA dalam genom bakteri.
2.1. PENGERTIAN PCR
PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim
polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses
pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal,hibridisasi primer untuk
mengawali replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan
DNA oleh enzim polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR
yang bersifat reponsif dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin
yang mampu menaikkan dan menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk
membuat reaksi PCR.
PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini,
DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga
memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis
oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994
berkat temuannya tersebut.Penerapan PCR banyak dilakukan di
bidangbiokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan
jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction) atau reaksi berantai
polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens
tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi
pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya
tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini
semakin luas penggunaannya.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA
yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses
pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting
untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuens oligonukleotida pendek yang
berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerasi.
6
2.2 KOMPONEN - KOMPONEN PCR
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. DNA Cetakan / DNA Target
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi DNA
templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul
DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA
plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut
mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan
denaturasi DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double
stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denatirasi DNA
dilakukan dengan menggunakan panas selama 1 – 2 menit, kemudian suhu
diturunkan menjadi sekitar sehingga primer akan “menempel” (annealing) pada
cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan
hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer dengan dengan
sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya
merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika dilakukan pada suhu yang
lebih rendah.
2. Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25
basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang
digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang
identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5’-fosfat, dan
oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai DNA
cetakan yang lain. Proses annealing biasanya dilakukan selama 1 – 2 menit. Setelah
dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu inkubasi
dinaikkan menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polymerase akan
melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada
pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan
membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang
terbentuk dengan adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai
DNA yang baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan
suhu ingkubasi menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi
sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sampai 25 –
30 klai (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA
rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus
amplifikasi tergantung pada kosentrasi DNA target di dalam campuran reaksi. Paling
tidak, diperlukan 25 siklus untuk melipatgandakan satu kopin sekuen DNA target di
dalam genom mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara langsung, misalnya dengan
elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada umumnya kosentrasi DNA polimerasi
Taq menjadi terbatas setelah 25 – 30 siklus amplikasi.
3. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
Shanghai ShineGene Molecular Biotech,Inc. (2009) menyatakan bahwa
campuran dNTP adalah larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP,
7
dGTP dan dTTP, masing-masing pada konsentrasi akhir baik 10mm atau 25mm.
dNTP yang siap digunakan merupakan solusi yang dirancang untuk menghemat
waktu dan untuk menyediakan reproduktifitas yang lebih tinggi dalam aplikasi PCR
dan lainnya.
4. DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR
adalah fragmen Klenow DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia coli (Mullis
dan Fallona, 1989). Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah dihilangkan
aktivitas eksonuklease (5’ → 3’)-nya. Beberapa kelemahan fragmen Klenow antara
lain adalah bahwa enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase untuk menggabungkan
nukleotida dengan suatu primer secara terus-menerus tanpa terdisosiasi dari komplek
primer-DNA cetakan. Hampir semua DNA polymerase mempunyai prosesivitas yang
rendah sehingga akan terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan setelah
menggabungkan kurang dari 10 nukleotida. Salah satu perkecualian adalah T7 DNA
polymerase yang mampu menggabungkan ribuan nukleotida tanpa terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan.
5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3)
dan 1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA
template dan primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan
kombinasi yang lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau
dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat
kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer,
temperatur dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan
konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA
template yang tidak mengandung konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti
EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka
biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion
Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan.
2.3 PENYAKIT
8
mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila
kelainan pada gen globin alpha maka penyakitnya disebut thalassemia alpha,
sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit thalassemia
beta. Thalassemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak
membesar karena pembengkakan limpa dan hati.Thalassemia ditandai oleh penurunan
produksi satu atau lebih rantai globin. Namun semua rantai menunjukkan rantai yang
normal. Hal inilah yang membedakan thalassemia dengan hemoglobinopati.
9
DNA kontaminan. Penempelan primer secara non spesifik pada segmen DNA non
target akan menghasilkan sejumlah copy DNA non target. Hal ini dapat dihindari
dengan membuat primer sespesifik mungkin, mislanya dengan menggunakan primer
sespesifik mungkin, misalnya dengan menggunakan primer oligonukleotid yang tak
terlalu panjang meupun terlalu pendek, memasukkan mismatched nucleotide yaitu
pada -4 dari ujung 3’ untuk mempertinggi spesifisitas primer. Pada PCR dengan
jumlah siklus yang amat banyak, misalnya kalau sampel DNA terlalu sedikit, dapat
terbentuk dimer dari primer; dimer akan terlihat sebagai DNA dengan ukuran kira-
kira 40 bp (base pair), biasanya mudah dikenalai sehingga tidak terlalu mwngganggu.
Kekurangan aktivitas polimerase dari taq akan menyebabkan terjadinya salanh baca
dan salah penggabungan basa (misincorporation); penanganan cermat sangat
diperlukan.
Dengan PCR, delesi gen atau sejumlah nukleotid dapat terdeteksi sacar
langsung dari gambaran elektroforesis secara langsnung dari gambaran elektroforesis
DNA produk PCR berupa pita segmen DNA yang sekian bp lebih pendek daripada
normal. Pada hidrop fetalis Hb Bart tidak terbentuk copy dari gen-α sebagai produk
PCR karena penderita sama sekali tidak mempunyai gen-α yang bertindak sebagai
cetakan (template). Winichagoon (1989) melaporkan bahwa dengan PCR mampu
dideteksi delesi sepanjang hanya 4 bp pada kodon 41/42 (CTTT) dari gen-β.
2.6.1 Kelebihan
2.6.2 Kelemahan
10
2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
11
spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat lemah. Selain
suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik semakin
banyak.
3. Elongasi
Elongasi merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau
sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan
pemanjangan primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan
berubah dari satu siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan
(template) pada siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua
pada setiap akhir siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial,
sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target.
Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi.
Pada siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA
untai ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan
bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA untai
ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara eksponensial,
dimana pada siklus ketiga DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi
1.024 kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824 dan seterusnya. Pada akhir siklus, DNA
cetakan akan digandakan secara eksponensial sehingga dihasilkan DNA dalam jumlah
yang berlipat ganda hanya dalam waktu yang relatif singkat sekitar 3-4 jam.
Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang
paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk
deteksi patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan
faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai
macam teknis berbasis PCR, antara lain :
1. RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms), pada prinsipnya, teknik
ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini
menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP),
dan produk hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification
fragment lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau
spesies yang berbeda berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah
restriksi)
2. VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short
tandem repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan
menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang
terdapat pada DNA sampel dapat diketahui.
3. Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR, dahulu skreening/ deteksi mutasi dapat
dilakukan dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan (Base
Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A,
atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk mendeteksi point
mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
12
4. PCR kuantitatif, untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang
membutuhkan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif
tersebut dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau
dengan housekeeping gene(internal endogenous standard). Namun saat ini,
penggunaan PCR konvensional untuk PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.
PCR dirancang pada tahun 1985 dab telah memberikan dampak besar pada
penelitian biologis dan bioteknologi. PCR telah digunakan untuk memperkuat DNA
dari berbagai macam sumber misalnya fragmen DNA kuno dari gajah purba
(mammoth) berbulu yang telah membeku selama 40.000 tahun; DNA dari sedikit
darah;, jaringan, atau air mani yang ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal;
DNA dari sel embrionik tunggal untuk diagnosis kelainan genetik sebelum kelahiran
dan DNA gen virus dari sel yang diinfeksi oleh virus yang sulit terdeteksi seperti
HIV.
Menurut Darmo dan Ari (2000), teknik PCR dapat didayagunakan (kadang
dengan modifikasi) guna fasilitasi analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak
sekali aplikasi praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan
sebagai berikut: kloning hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular;
deteksi mutasi ( penyakit genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian forensik
(tersangka kriminal, tersangka ayah pada kasus paternal); dan masih banyak lainnya.
Pendapat lain mengenai manfaat dan aplikasi PCR juga dikemukakan oleh
Sunarto (1996) yang menyebutkan bahwa PCR dapat digunakan sebagai alat
diagnosis penyakit thalesemia. Menurut Sunarto sebelum cara PCR ditemukan
analisis DNA dilakukan dengan prosedur yang panjang dan rumit, yaitu pertama-tama
membentuk perpustakaan (library construction) melalui digesti dengan endonuklease
restriktif dan kloning, kemudian skrining, mapping, subkloning dan terakhir
sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam waktu 24 jam sejak pencuplikan vili
korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal sudah dapat ditegakkan dan
berdasarkan prinsip PCR telah dikembangkan cara diagnostik molekular yang terbukti
sangat akurat.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
a. Isolasi Gen
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia
panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.
Sebagaimana fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan
sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA
kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari
sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut
gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’
yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Kembali ke pembahasan isolasi gen,
para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Contoh, sebelumnya
mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya
obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping
karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil
insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini
13
E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama
persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal
diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara
konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen,
diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan
basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan
teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination
method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana
proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya
menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan
dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap
basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban),
atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik
sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang
tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa
PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints
alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan
dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau
bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan
identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan
pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang
orang tua merasa ragu.
d. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang
mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti
ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering
digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan
hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang
merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau
makhluk lainnya.
Berdasarkan uraian diatas penemuan dan manfaat teknik PCR ini berdampak
sangat luas terhadap kemajuan sains dan teknologi secara umum yaitu antara lain
sebagai berikut:
1. Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.
2. Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
3. Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
4. Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami
kelainan sebelum dilahirkan.
5. Bidang kedokteran forensik. Contohnya mendeteksi penyakit yang dapat
menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen.
6. Mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui
dari mana spesies tersebut berasal.
14
7. Melacak asal usul seseorang dengan membandingkan “finger print”.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Semoga mahasiswa dapat mengerti dan memahami isi dari makalah ini, agar
mahasiswa dapat lebih tahu tentang pemeriksaan PCR itu sendiri, agar suatu
pemeriksaan yang dilakukan menjadi baik dan benar.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17