Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
APLIKASI PCR UNTUK DETEKSI GEN DAN IDENTIFIKASI GENETIK

disusun oleh :
KELOMPOK 3
Putu Deanita I Desta S 16304241010
Dwi Apriliani 16304241019
Devi Susanti 16304241021
Mutoharoh 16304241027
Khara Dini P 16304241028
Theresia Nastiti L 16304241030

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
A. TUJUAN
Mengetahui aplikasi teknik PCR untuk deteksi gen dan identifikasi genetik.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Mikropipet 7. Primer
2. Sarung tangan 8. Nuclease free water (NW)
3. Termocycle 9. Sampel DNA
4. Alat elektroforesis 10. DNA template
5. Mikro tube & Box sampel 11. Reaction Volume total (TVR)
6. Go Taq Green PCR Mix
C. CARA KERJA
a. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR komponen (PCR Kit (Go taq green PCR mix) 12,5 μl, NW (Nuclease Free Water) 10,5
μl, Primer 1 μl dan DNA Template 1 μl) di- mix well

PCR komponen dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan mikropipet, lalu tutup tube ditutup

CPU pada alat PCR dinyalakn, kemudian thermalcycler dinyalakan

Tube yang sudah berisi komponen PCR dimasukan ke dalam thermocycler, lalu thermocycler
ditutup

Folder baru dibuat untuk mengatur program dan dijalankan, mulai dari pre-deanturasi (94°C) 3
menit, denaturasi (94°C) 30 detik, annealing (27°C) 30 detik, extensi (72°C) 5 menit dan post
final extensi (7°C) dengan waktu tak berhingga

Proses PCR dijalankan dalam 40 kali siklus dengan estimasi waktu 6 jam
b. Elektroforesis DNA pada Agarose Gel

DNA ladder based-pair sebanyak 10 μl dan ladder sebanyak 5 μl dicampur menggunakan


mikropipet

Sampel dimasukkan ke sumuran gel agarose konsentrasi 1% (0,25 gr dalam 25 ml TBE 0,5x)

Alat elektroforesis ditutup dan dinyalakan dengan tegangan 100 volt selama 20 menit

Gel agarose yang sudah dielektroforesis diamati di UV transilluminator

Hasil elektroforesis difoto dan diamati

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum bioteknologi kali ini mengenai aplikasi teknik PCR dan
elektroforesis untuk deteksi gen dan identifikasi genetik, dilaksanakan pada hari
Selasa, 12 Maret 2019 di Laboratorium Biologi Dasar FMIPA UNY.
1. PCR
Dalam memenuhi kebutuhan manusia, seiring dengan perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi, memberikan kesempatan bagi manusia untuk
dapat mengembangkan suatu inovasi yaitu bioteknologi. Bioteknologi merupakan
teknik dengan menggunakan makhluk hidup untuk memecahkan suatu masalah
sehingga menghasilkan suatu produk yang bermanfaat. Wattimena (2011)
menambahkan bahwa bioteknologi merupakan ilmu biologi seluler dan molekuler
dalam pemuliaan tanaman. Tanaman adalah tumbuhan yang bermanfaat baik
secara langsung maupun secara tidak langsung bagi kehidupan manusia.
Sementara itu, tumbuhan yang mengganggu disebut dengan gulma. Bagi seorang
pemulia tanaman baik tanaman, gulma dan tumbuhan sangat penting sebagai
sumber keragaman genetik.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik penggandaan gen
target dengan menggunakan primer tertentu. Teknik dalam mensintesis DNA
dengan menggunakan enzim polimerase bertujuan untuk menggandakan segmen
pada DNA. Proses penggandaan DNA disebut dengan Replikasi DNA. Tahapan
pada PCR terdiri dari 5 tahapan yaitu, Pra-Denaturasi DNA, Denaturasi DNA,
Annealing atau penempelan primer, Polimerasi atau Extention DNA dan
Polimerase akhir atau Past Extention (Bangol, 2014).
Komponen PCR yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari :
- PCR kit (Go Taq Green PCR Mix) 12,5 µl
- NFW 10,5 µl
- Primer 1 µl
- DNA template 1 µl
- TVR (total) 25 µl

PCR merupakan proses atau siklus yang diulang-ulang sesuai dengan


kebutuhan. Setiap siklus terdiri atas 6 tahap. Berikut adalah tahap bekerjanya
PCR dalam satu siklus (Miligan, 1992) :
1. Tahap pre-denaturasi dilakukan pada suhu 94°C selama 2 menit,
dilakukan untuk proses pemanasan.
2. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi, dilakukan pada suhu 94°C
selama 30 detik. Pada tahap ini ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi)
dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR
dilakukan untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat ("patokan")
bagi primer
3. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA
template yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu
antara 27 °C selama 30 detik. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang
tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer
menempel di sembarang tempat
4. Tahap ekstensi atau pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini
tergantung dari jenis DNA polimerase yang dipakai. Dengan Taq-
polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 72 °C. Durasi tahap
ini biasanya 2 menit.
5. Tahap final ekstensi, dilakukan pada suhu 72°C selama 5 menit
6. Tahap post ekstensi, pada tahap ini dilakukan penurunan suhu hingga
mencapai 40C
Prinsip utama dari Polymerase Chain Reaction adalah DNA yang
memiliki sifat spesifik mengalami amplifikasi (dilakukan dengan penggunaan
thermalcycler) dan dibantu oleh enzim polymerase untuk melipat ganda. Enzim
polimerase berperan dalam penggabungan DNA pada cetakan tunggal untuk
pembentukan rantai atau untaian yang panjang dan enzim ini memerlukan
bantuan yang biasanya disebut dengan primer. Primer ini berasal dari DNA target
yang terdapat dalam rangkaian basa nukleotida. Primer pada PCR dibagi menjadi
dua yaitu primer forward dan primer reverse, dan berfungsi untuk mengawali
rantai DNA dalam melakukan sintesis. DNA pada proses PCR sangat penting
karena DNA merupakan bahan utama yang harus ada untuk melakukan proses
PCR. Tanpa adanya DNA dalam proses PCR maka hasil tersebut tidak akan
diperoleh (Nooratiny et al., 2013).
Primer adalah sepasang DNA untai tunggal atau oligonukleotida pendek
yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau
polimerisasi DNA. PCR (primer) terdiri dari 2 jenis yaitu RAPD dan Beta aktin.
Primer RAPD yang digunakan pada praktikum kali ini adalah RAPD yang terdiri
dari OPA 11, OPU 03, OPA 03, OPA 08, OPA 10, OPA 07, dan OPA 12.
Sedangkan untuk beta aktin yang digunakan adalah beta aktin forward dan beta
aktin reverse. Sequens masing – masing primer RAPD yang digunakan yaitu
a. OPA 11 : CAATCGCCGT
b. OPU 03 : CTATGCCGAC
c. OPA 03 : AGTCAGCCAC
d. OPA 08 : GTGACGTAGG
e. OPA 10 : GTGATCGCAG
f. OPA 07 : GAAACGGGTG
g. OPA 12 : TCGGCGATAG

Aktin adalah protein yang angat oenting bagi sel eukariotik. Protein
berperan dalam membentuk jaringan yang memberikan dukungan mekanik sel,
menentukan bentuk sel, dan juga pembelahan sel. Aktin juga penting dalam
morphogenesis sel pada tumbuhan, sebagai komponendinding sel, terlihat
dalam pertumbuhan rambut – rambut akar, sel trikom, tabung pollen,
perpanjangan sel dan apikal meristem.
Gen aktin termasuk housekeeping gene, yaitu gen yang memiliki tingkat
ekspresi yang stabil di berbagai jaringan pada semua tahapan perkembangan.
Sifat gen yang seperti ini menjadikan gen aktin digunakan sebagai kontrol
internal pada analisa ekspresi, khususnya analisis ekspresi gen dengan metode
qRT-PCR yang merupakan metode analisis ekspresi yang berkembang saat ini.
Gen aktin telah digunakan sebagai kontrol ekspresi gen pada kentang, kedelai,
dan padi. Aktin termasuk salah satu kontrol internal yang paling stabil pada uji
ekspresi gen di daun dan akar Cichorium intybus.
Praktikum ini pada proses PCR dapat berhasil, namun pada beberapa
kasus PCR dapat gagal. Kegagalan pada proses PCR terjadi apabila PCR
tersebut memang rusak, ketidakcocokan primer (tidak komplemen), tidak
adanya sampel DNA dan kebanyakan NW.
Selama proses PCR berlangsung, akan terjadi 3 fase pertumbuhan
produk amplifikasi yakni:
1. Fase Eksponensial
Terjadi penggandaan produk DNA secara tepat.
2. Fase Linear
Proses penggandaan DNA mulai menurun karena komponen reaksi
sudah berkurang.
3. Fase Stasioner
Reaksi penggandaan DNA berhenti, tidak ada lagi produk yg dapat
dihasilkan. Fase ini yg disebut end point.
2. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan suatu teknik pemisahan dan purifikasi fragmen
pada DNA, RNA, dan protein. Pemisahan molekul pada fragmen DNA dilakukan
dengan menggunakan muatan listrik, elektroforesis DNA dipisahkan berdasarkan
perbedaan ukurannya. Pemisahan DNA dapat menggunakan gel agarosa yang
merupakan polisakarida dari rumput laut. Penggunaan agarosa gel pada
elektroforesis merupakan cara yang efektif dan efisien untuk memisahkan
fragmen DNA. Pemisahan fragmen DNA menyebabkan fragmen DNA menjadi
potongan beberapa fragmen berdasarkan molekulnya (Lee et a.l, 2012).
Biasanya, gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang
lebih besar (lebih dari 200 bp) dan gel poliakrilamida digunakan untuk fragmen
kecil (kurang dari 200 bp). Jarak antara dua fragmen DNA yang berbeda ukuran
dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi matriks agarose. Mobilitas/pergerakan
DNA relatif tergantung pada faktor-faktor tertentu, terutama pada konsentrasi
agarosa dalam gel, kekuatan arus yang digunakan, kekuatan ionik dari larutan
buffer, dan konformasi fragmen DNA itu sendiri.Molekul DNA bermigrasi
melalui pori-pori kecil yang terbentuk dalam padatan gel agarosa. Secara umum,
molekul yang lebih kecil bergerak lebih cepat dan bermigrasi lebih jauh dari
molekul kecil karena memiliki gesekan yang lebih rendah saat bergerak menuju
elektroda positif. Konsentrasi yang rendah pada gel agarosa memberikan resolusi
yang lebih baik untuk fragmen besar, dengan memberikan pemisahan yang lebih
besar antara band yang secara ukuran tidak terlalu jauh berbeda. Konsentrasi gel
yang lebih tinggi, di sisi lain, dapat mengurangi kecepatan migrasi fragmen
panjang yang sementara itu dapat memfasilitasi pemisahan yang lebih baik pada
fragmen DNA kecil (Lee & Bahaman, 2010). Konsentrasi agarose yang digunakan
sebanyak 1% (0.25 gram dalam 25 ml TBE 0.5x) dan proses elektoforesis
berlangsung selam 20 menit dengan daya 100 volt.
Namun, fragmen yang lebih besar dapat bermigrasi secara lebih cepat
daripada fragmen yang lebih kecil, karena tegangan pada gel yang ditingkatkan.
Selain itu, DNA memiliki muatan yang konsisten untuk rasio massa, sehingga
ukuran molekul DNA merupakan faktor utama yang mempengaruhi migrasi
melalui matriks gel. Terlepas dari kenyataan bahwa penerapan tegangan tinggi
dapat meningkatkan kecepatan migrasi fragmen DNA, tetapi juga dapat
menurunkan resolusi pemisahan (di atas sekitar 5 sampai 8 V/cm). Untuk alasan
itu, resolusi terbaik dari fragmen yang lebih besar dari 2 kb dicapai dengan
menerapkan tidak lebih dari 5 V/cm pada gel (Lee & Bahaman, 2010).
Beberapa faktor yang menentukan dalam penggunaan elektroforesis adalah
berat molekul, konsentrasi gel, bentuk konfrormasi dari molekul DNA, dan
kekuatan arus listrik yang digunakan. Senyawa-senyawa yang memiliki berat
molekul lebih besar akan bermigrasi lebih lambat dibandingkan senyawa-senyawa
yang memiliki berat molekul lebih kecil, konsentrasi gel akan menentukan
besarnya pori-pori yang akan dilalui molekul DNA. Semakin besar konsentrasi
agarose yang digunakan, berarti semakin kcil pori yang akan dilalui, sehingga
migrasi molekul DNA juga semakin lambat (Jamsari, 2007).
Elektroforesis gel agarose dilakukan untuk menganalisis hasil amplifikasi,
yang berperan sebagai sirkuit elektrik untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA
berdasarkan jumlah nukleotida penyusunnya. Semakin kecil ukuran pasang basa
nukleotidanya, akan semakin mudah bermigrasi dan berada di bagian gel yang
dekat dengan anoda. Pita DNA yang terbentuk diamati dengan alat UV
transilluminator dan penentuan ukuran fragmen dilakukan dengan cara
membandingkan mobilitas fragmen DNA dengan DNA standar yang telah
diketahui ukurannya (Bakri, 2015).
Elektroforensis menggunakan hasil DNA yang diproses dengan
menggunakan PCR selama 40 siklus. Kelemahan dari penggunaan elektroforensis
gel adalah yaitu kurang efisien dalam masalah waktu karena pelaksanaan
membutuhkan waktu yang lama. Selain agarose sangat rumit dan menggunakan
bahan-bahan yang sulit diperoleh (Asmarinah et al., 2012).
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul DNA ditempatkan ke dalam
sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, kemudian
dialirkan listrik dengan kutub yang terpisah satu sisi dengan sisi lainnya. Molekul-
molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah
satu kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah
pergerakan adalah menuju elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif alami
pada rangka gula-fosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan
asam nukleat benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat
seperti natrium hidroksida atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam
nukleat berbentuk lurus. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses
pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dideteksi.
Dalam praktikum ini kami menggunakan Etidium bromida sebagai zat
pewarnanya,. Etidium bromida akan berinteraksi dengan basa dari molekul DNA
dan akan memberikan warna orange fluoresance yang dapat dilihat di bawah sinar
ultraviolet.
Ketika dilihat di bawah sinar ultraviolet akan terlihat pita-pita (band) pada
lajur-lajur (lane) yang berbeda pada gel; satu lajur merupakan arah pergerakan
sampel dari sumur gel. Pita-pita yang berjarak sama dari sumur gel pada akhir
elektroforesis mengandung molekul-molekul yang bergerak di dalam gel selama
elektroforesis dengan kecepatan yang sama, yang berarti bahwa molekul-molekul
tersebut berukuran sama. Penanda (marker) yang merupakan campuran molekul
dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul
dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis penanda tersebut pada lajur di gel
yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marker tersebut dapat
dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak pita dari
sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.
Hasil elektroforesis menggunakan gel agarose sebagian dari kelompok
praktikum berhasil ditandai dengan terdapatnya pita yang berpendar akibat
bereaksi dengan Ethidium bromida. Semakin berpendar, maka semakin cocok
dengan DNA template. Namun beberapa kelompok tidak menunjukan pendaran
terang seperti layaknya kelompok lainnya. Hal ini menandakan DNA yang
dimigrasikan kurang banyak karena masih terlihat pita sangat tipis pada hasil
pemotretan atau ketika mengambil sampel berisi DNA, bukan DNAnya yang
terambil hanya pelarut saja.
Berikut ini adalah hasil elektoforesis dari berbagai kelas dalam satu
angkatan :
1. Pendidikan Biologi A

Gambar 1. Hasil elektroforesis kelas Pendidikan Biologi A 2016


Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian paling kiri dari sumuran adalah
DNA base pair atau DNA ladder sebanyak 5 µl yang beerfungsi sebagai
penanda. Pada proses elektroforesis tersebut terdiri dari 8 sumuran, sumuran I
yaitu DNA ladder dan dari sumuran II – VIII digunakan oleh kelompok 1 s.d 7
dengan primer RAPD yaitu berturut-turut OPA 11, OPU 03, OPA 03, OPA 08,
OPA 10, OPA 07, dan OPA 12.
Diantara beberapa primer tersebut yang pita DNAnya berpendar adalah
kelompok 2, 3 dan 5 dengan primer OPU 03, OPA 03, dan OPA 10. Untuk
kelompok lain yang tidak berpendar bisa disebabkan karena ketidakcocokan
DNA template yaitu Dendrobium anonymous gigantea alba dengan primer atau
tidak memiliki basa komplemen yang sesuai.
2. Biologi B

Gambar 2. Hasil elektroforesis kelas Biologi B 2016


Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian paling kiri dari sumuran adalah
DNA base pair atau DNA ladder sebanyak 5 µl yang beerfungsi sebagai penanda.
Pada proses elektroforesis tersebut terdiri dari 8 sumuran, sumuran I yaitu DNA
ladder dan dari sumuran II – VIII digunakan oleh kelompok 1 s.d 7 dengan primer
RAPD yaitu berturut-turut OPA 11, OPU 03, OPA 03, OPA 08, OPA 10, OPA 07,
dan OPA 12
Diantara beberapa primer tersebut yang pita DNAnya berpendar adalah
kelompok 2, 3 dan 5 dengan primer OPU 03, OPA 03, dan OPA 10. Untuk kelompok
lain yang tidak berpendar bisa disebabkan karena ketidakcocokan DNA template
dengan primer atau tidak memiliki kesamaan genetic.
3. Pendidikan Biologi I

Gambar 3. Hasil elektroforesis kelas Pendidikan Biologi I 2016


Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian paling kiri dari sumuran adalah
DNA base pair atau DNA ladder sebanyak 5 µl yang beerfungsi sebagai penanda.
Pada proses elektroforesis tersebut terdiri dari 5 sumuran, sumuran I yaitu DNA
ladder dan dari sumuran I – IV digunakan oleh kelompok 1 s.d 4 dengan primer aktin
forward Dan reverse pada Dendrobium aphyllum dan Dendrobium fimbriacum
dengan masing - masing beta aktin yang digunakan adalah 2 pasang pada tiap
jenisnya.
Hasil yang ditunjukkan dalam setelah hasil elektroforesis pada Dendrobium
aphyllum dan Dendrobium fimbriacum dengan menggunakan beta aktin menunjukkan
bahwa hasilnya semua berpendar. Hal ini berarti bahwa beta aktin yang digunakan
sebagai primer berkomplement dengan rantai DNA pada masing - masing tanaman
sehingga hasil yang di dapatkan pada hasil elektroforesis berpendar.
4. Biologi E

Gambar 5. Hasil elektroforesis kelas Biologi E 2016


Berdasarkan hasil pengamatan, pada bagian paling kiri dari sumuran adalah
DNA base pair atau DNA ladder sebanyak 5 µl yang beerfungsi sebagai penanda.
Pada proses elektroforesis tersebut terdiri dari 5 sumuran, sumuran I yaitu DNA
ladder dan dari sumuran I – IV digunakan oleh kelompok 1 s.d 4 dengan primer aktin
forward Dan reverse pada Dendrobium aphyllum dan Dendrobium fimbriacum
dengan masing - masing beta aktin yang digunakan adalah 2 pasang pada tiap
jenisnya.
Hasil yang ditunjukkan dalam setelah hasil elektroforesis pada Dendrobium
aphyllum dan Dendrobium fimbriacum dengan menggunakan beta aktin menunjukkan
bahwa hasilnya semua berpendar. Hal ini berarti bahwa beta aktin yang digunakan
sebagai primer berkomplement dengan rantai DNA pada masing - masing tanaman
sehingga hasil yang di dapatkan pada hasil elektroforesis berpendar.
Salah satu keuntungan pemakaian analisis dengan menggunakan PCR adalah
kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Di samping itu, dalam pelaksanaan
teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi, atau
dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran terhadap tingkat kemurnia
DNA. Meskipun DNA masih diperlukan suatu tahpan untuk meminimalkan senyawa
– senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan
metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit
sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat (Wilkins
dan Smarts, 1996)
Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan primer OPA dan
OPU, maka diketahui sekuen DNA yang berpendar adalah DNA dengan sekuen OPU
2, OPA 3, dan OPA 10 dalam hal ini dapat diketahui bahwa terdapat kesamaan ter
hadap pola DNA yang diuji.
Pada penggunaan beta aktin sebagai pembanding RAPD didapatkan bahwa
seua hasilnya berpendar. Penyandi beta aktin dapat digunakan sebagai indikator
tingkat kekerabatan pada suatu jenis tertentu. Dari hasil berpendar yang diamati, maka
dapat diketahui bahwa susunan dan struktur DNA penyususn Dendrobium aphyllum
dan Dendrobium fimbriacum memiliki struktur dan bentuik susunan yang hampir
serupa. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa Dendrobium aphyllum dan
Dendrobium fimbriacum memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat ditinjau
daru persamaan bentuk dan struktur DNA penyandinya.
E. KESIMPULAN
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan teknik penggandaan gen target
dengan menggunakan primer tertentu. Teknik dalam mensintesis DNA dengan
menggunakan enzim polimerase bertujuan untuk menggandakan segmen pada DNA.
Proses penggandaan DNA disebut dengan Replikasi DNA. Tahapan pada PCR terdiri
dari 5 tahapan yaitu, Pra-Denaturasi DNA, Denaturasi DNA, Annealing atau
penempelan primer, Polimerasi atau Extention DNA dan Polimerase akhir atau Past
Extention.
Berdasarkan hasil pengamatan, pada sampel Dendrobium anonymous gigantea
alba dengan primer RAPD yaitu berturut-turut (OPA 11, OPU 03, OPA 03, OPA 08,
OPA 10, OPA 07, dan OPA 12). Diantara beberapa primer tersebut yang pita
DNAnya berpendar adalah kelompok 2, 3 dan 5 dengan primer OPU 03, OPA 03, dan
OPA 10. Hasil pendaran ini menunjukan kecocokan DNA template dengan primer
atau memiliki kesamaan genetic. Sedangkan hasil yang ditunjukkan setelah hasil
elektroforesis pada Dendrobium aphyllum dan Dendrobium fimbriacum dengan
menggunakan beta aktin menunjukkan bahwa hasilnya semua berpendar. Penyandi
beta aktin dapat digunakan sebagai indikator tingkat kekerabatan pada suatu jenis
tertentu. Dari hasil berpendar yang diamati, maka dapat diketahui bahwa susunan dan
struktur DNA penyususn Dendrobium aphyllum dan Dendrobium fimbriacum
memiliki struktur dan bentuik susunan yang hampir serupa. Oleh karena itu dapat
diketahui bahwa Dendrobium aphyllum dan Dendrobium fimbriacum memiliki
hubungan kekerabatan yang cukup dekat ditinjau daru persamaan bentuk dan struktur
DNA penyandinya.
DAFTAR PUSTAKA

Asmarinah., Bachtiar, E.W., Malik, A., and Rahayu, S. 2012. Establishment of


Human Sperm-Specific Voltage-Dependent Anion Channel 3 Recombinant
Vector for the Production of Male Contraceptive Vaccine. Med J Indones,
21(2): 61-65.
Bakri, Z., Hatta, M., Massi, M.N. 2015. Deteksi Keberadaan Bakteri Escherichia Coli
O157:H7 Pada Feses Penderita Diare Dengan Metode Kultur Dan Pcr.
Kesehatan, 5(2) : 184 – 192.
Bangola, I., Momuat, L.I., dan Kumaunang, M. 2014. Barcode DNA Tumbuhan Pangi
(Pangium edule R.) berdasarkan Gen matK. Mipa Unsrat Online, 3(2): 113-\
119.Jamsari. 2007. Bioteknologi Pemula : Prinsip Dasar dan Aplikasi Analisis
Molekuler. Pekan Baru : Unri Press. Pekan Baru.
Lee, S.V., Bahaman, A.R. 2010. Modified gel preparation for distinct DNA fragment
analysis in agarose gel electrophoresis. Tropical Biomedicine 27(2): 351-354
(2010). Miligan. 1992. Genetika Molekuler Mikro. Jakarta : dttbus. Bri.
Nooratiny, I., Sahilah, A. M., Alfie, A.R.A., dan. Farouk, M. M. Y. 2013. DNA
Extraction from Ghee and Beef Species Identification Using Polymerase
Chain Reaction (PCR) Assay. International Food Research, 20(5): 2959-2961.
LAMPIRAN

Memasukkan Go Taq Green Memasukan Primer

Memasukan sample dalam tube


Thermocycle Proses memasukan sample pada agarose

Alat elektroforesis Melihat hasil menggunakan sinar UV


HASIL

Hasil Elektroforesis Pendidikan Biologi A Hasil Elektroforesis Biologi B

Hasil Elektroforesis Pendidikan Biologi I Hasil Elektoforesis Biologi E

Anda mungkin juga menyukai