PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI
APLIKASI PCR UNTUK DETEKSI GEN DAN IDENTIFIKASI GENETIK
disusun oleh :
KELOMPOK 3
Putu Deanita I Desta S 16304241010
Dwi Apriliani 16304241019
Devi Susanti 16304241021
Mutoharoh 16304241027
Khara Dini P 16304241028
Theresia Nastiti L 16304241030
PCR komponen dimasukkan ke dalam tube dengan bantuan mikropipet, lalu tutup tube ditutup
Tube yang sudah berisi komponen PCR dimasukan ke dalam thermocycler, lalu thermocycler
ditutup
Folder baru dibuat untuk mengatur program dan dijalankan, mulai dari pre-deanturasi (94°C) 3
menit, denaturasi (94°C) 30 detik, annealing (27°C) 30 detik, extensi (72°C) 5 menit dan post
final extensi (7°C) dengan waktu tak berhingga
Proses PCR dijalankan dalam 40 kali siklus dengan estimasi waktu 6 jam
b. Elektroforesis DNA pada Agarose Gel
Sampel dimasukkan ke sumuran gel agarose konsentrasi 1% (0,25 gr dalam 25 ml TBE 0,5x)
Alat elektroforesis ditutup dan dinyalakan dengan tegangan 100 volt selama 20 menit
Aktin adalah protein yang angat oenting bagi sel eukariotik. Protein
berperan dalam membentuk jaringan yang memberikan dukungan mekanik sel,
menentukan bentuk sel, dan juga pembelahan sel. Aktin juga penting dalam
morphogenesis sel pada tumbuhan, sebagai komponendinding sel, terlihat
dalam pertumbuhan rambut – rambut akar, sel trikom, tabung pollen,
perpanjangan sel dan apikal meristem.
Gen aktin termasuk housekeeping gene, yaitu gen yang memiliki tingkat
ekspresi yang stabil di berbagai jaringan pada semua tahapan perkembangan.
Sifat gen yang seperti ini menjadikan gen aktin digunakan sebagai kontrol
internal pada analisa ekspresi, khususnya analisis ekspresi gen dengan metode
qRT-PCR yang merupakan metode analisis ekspresi yang berkembang saat ini.
Gen aktin telah digunakan sebagai kontrol ekspresi gen pada kentang, kedelai,
dan padi. Aktin termasuk salah satu kontrol internal yang paling stabil pada uji
ekspresi gen di daun dan akar Cichorium intybus.
Praktikum ini pada proses PCR dapat berhasil, namun pada beberapa
kasus PCR dapat gagal. Kegagalan pada proses PCR terjadi apabila PCR
tersebut memang rusak, ketidakcocokan primer (tidak komplemen), tidak
adanya sampel DNA dan kebanyakan NW.
Selama proses PCR berlangsung, akan terjadi 3 fase pertumbuhan
produk amplifikasi yakni:
1. Fase Eksponensial
Terjadi penggandaan produk DNA secara tepat.
2. Fase Linear
Proses penggandaan DNA mulai menurun karena komponen reaksi
sudah berkurang.
3. Fase Stasioner
Reaksi penggandaan DNA berhenti, tidak ada lagi produk yg dapat
dihasilkan. Fase ini yg disebut end point.
2. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan suatu teknik pemisahan dan purifikasi fragmen
pada DNA, RNA, dan protein. Pemisahan molekul pada fragmen DNA dilakukan
dengan menggunakan muatan listrik, elektroforesis DNA dipisahkan berdasarkan
perbedaan ukurannya. Pemisahan DNA dapat menggunakan gel agarosa yang
merupakan polisakarida dari rumput laut. Penggunaan agarosa gel pada
elektroforesis merupakan cara yang efektif dan efisien untuk memisahkan
fragmen DNA. Pemisahan fragmen DNA menyebabkan fragmen DNA menjadi
potongan beberapa fragmen berdasarkan molekulnya (Lee et a.l, 2012).
Biasanya, gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang
lebih besar (lebih dari 200 bp) dan gel poliakrilamida digunakan untuk fragmen
kecil (kurang dari 200 bp). Jarak antara dua fragmen DNA yang berbeda ukuran
dapat ditentukan berdasarkan konsentrasi matriks agarose. Mobilitas/pergerakan
DNA relatif tergantung pada faktor-faktor tertentu, terutama pada konsentrasi
agarosa dalam gel, kekuatan arus yang digunakan, kekuatan ionik dari larutan
buffer, dan konformasi fragmen DNA itu sendiri.Molekul DNA bermigrasi
melalui pori-pori kecil yang terbentuk dalam padatan gel agarosa. Secara umum,
molekul yang lebih kecil bergerak lebih cepat dan bermigrasi lebih jauh dari
molekul kecil karena memiliki gesekan yang lebih rendah saat bergerak menuju
elektroda positif. Konsentrasi yang rendah pada gel agarosa memberikan resolusi
yang lebih baik untuk fragmen besar, dengan memberikan pemisahan yang lebih
besar antara band yang secara ukuran tidak terlalu jauh berbeda. Konsentrasi gel
yang lebih tinggi, di sisi lain, dapat mengurangi kecepatan migrasi fragmen
panjang yang sementara itu dapat memfasilitasi pemisahan yang lebih baik pada
fragmen DNA kecil (Lee & Bahaman, 2010). Konsentrasi agarose yang digunakan
sebanyak 1% (0.25 gram dalam 25 ml TBE 0.5x) dan proses elektoforesis
berlangsung selam 20 menit dengan daya 100 volt.
Namun, fragmen yang lebih besar dapat bermigrasi secara lebih cepat
daripada fragmen yang lebih kecil, karena tegangan pada gel yang ditingkatkan.
Selain itu, DNA memiliki muatan yang konsisten untuk rasio massa, sehingga
ukuran molekul DNA merupakan faktor utama yang mempengaruhi migrasi
melalui matriks gel. Terlepas dari kenyataan bahwa penerapan tegangan tinggi
dapat meningkatkan kecepatan migrasi fragmen DNA, tetapi juga dapat
menurunkan resolusi pemisahan (di atas sekitar 5 sampai 8 V/cm). Untuk alasan
itu, resolusi terbaik dari fragmen yang lebih besar dari 2 kb dicapai dengan
menerapkan tidak lebih dari 5 V/cm pada gel (Lee & Bahaman, 2010).
Beberapa faktor yang menentukan dalam penggunaan elektroforesis adalah
berat molekul, konsentrasi gel, bentuk konfrormasi dari molekul DNA, dan
kekuatan arus listrik yang digunakan. Senyawa-senyawa yang memiliki berat
molekul lebih besar akan bermigrasi lebih lambat dibandingkan senyawa-senyawa
yang memiliki berat molekul lebih kecil, konsentrasi gel akan menentukan
besarnya pori-pori yang akan dilalui molekul DNA. Semakin besar konsentrasi
agarose yang digunakan, berarti semakin kcil pori yang akan dilalui, sehingga
migrasi molekul DNA juga semakin lambat (Jamsari, 2007).
Elektroforesis gel agarose dilakukan untuk menganalisis hasil amplifikasi,
yang berperan sebagai sirkuit elektrik untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA
berdasarkan jumlah nukleotida penyusunnya. Semakin kecil ukuran pasang basa
nukleotidanya, akan semakin mudah bermigrasi dan berada di bagian gel yang
dekat dengan anoda. Pita DNA yang terbentuk diamati dengan alat UV
transilluminator dan penentuan ukuran fragmen dilakukan dengan cara
membandingkan mobilitas fragmen DNA dengan DNA standar yang telah
diketahui ukurannya (Bakri, 2015).
Elektroforensis menggunakan hasil DNA yang diproses dengan
menggunakan PCR selama 40 siklus. Kelemahan dari penggunaan elektroforensis
gel adalah yaitu kurang efisien dalam masalah waktu karena pelaksanaan
membutuhkan waktu yang lama. Selain agarose sangat rumit dan menggunakan
bahan-bahan yang sulit diperoleh (Asmarinah et al., 2012).
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul DNA ditempatkan ke dalam
sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, kemudian
dialirkan listrik dengan kutub yang terpisah satu sisi dengan sisi lainnya. Molekul-
molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah
satu kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah
pergerakan adalah menuju elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif alami
pada rangka gula-fosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan
asam nukleat benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat
seperti natrium hidroksida atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam
nukleat berbentuk lurus. Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses
pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dideteksi.
Dalam praktikum ini kami menggunakan Etidium bromida sebagai zat
pewarnanya,. Etidium bromida akan berinteraksi dengan basa dari molekul DNA
dan akan memberikan warna orange fluoresance yang dapat dilihat di bawah sinar
ultraviolet.
Ketika dilihat di bawah sinar ultraviolet akan terlihat pita-pita (band) pada
lajur-lajur (lane) yang berbeda pada gel; satu lajur merupakan arah pergerakan
sampel dari sumur gel. Pita-pita yang berjarak sama dari sumur gel pada akhir
elektroforesis mengandung molekul-molekul yang bergerak di dalam gel selama
elektroforesis dengan kecepatan yang sama, yang berarti bahwa molekul-molekul
tersebut berukuran sama. Penanda (marker) yang merupakan campuran molekul
dengan ukuran berbeda-beda dapat digunakan untuk menentukan ukuran molekul
dalam pita sampel dengan meng-elektroforesis penanda tersebut pada lajur di gel
yang paralel dengan sampel. Pita-pita pada lajur marker tersebut dapat
dibandingkan dengan pita sampel untuk menentukan ukurannya. Jarak pita dari
sumur gel berbanding terbalik terhadap logaritma ukuran molekul.
Hasil elektroforesis menggunakan gel agarose sebagian dari kelompok
praktikum berhasil ditandai dengan terdapatnya pita yang berpendar akibat
bereaksi dengan Ethidium bromida. Semakin berpendar, maka semakin cocok
dengan DNA template. Namun beberapa kelompok tidak menunjukan pendaran
terang seperti layaknya kelompok lainnya. Hal ini menandakan DNA yang
dimigrasikan kurang banyak karena masih terlihat pita sangat tipis pada hasil
pemotretan atau ketika mengambil sampel berisi DNA, bukan DNAnya yang
terambil hanya pelarut saja.
Berikut ini adalah hasil elektoforesis dari berbagai kelas dalam satu
angkatan :
1. Pendidikan Biologi A