Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

PEMANFAATAN TEKNIK PCR (POLIMERASE CHAIN REACTION)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah bioteknologi yang dibimbing


oleh ibu Iis Ni’matul Jannah, M.Sc

Disusun oleh :
1. Erfina Lilis Inayati NIM : 52182143
2. Fitrotin Azizah NIM : 52182137
3. Vinariya Hikmawati NIM : 52182140

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 BANYUWANGI
OKTOBER 2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah Bioteknologi yang berjudul “Pemanfaatan Teknik PCR
(Polymerase Chain Reaction)“. Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Bioteknologi.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan informasi bagi seluruh orang dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teknik PCR..................................................................................3
2.2 Pemanfaatan Teknik PCR..............................................................................3
2.3 Cara Kerja Teknik PCR.................................................................................
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang semakin
pesat. Salah satu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sering diterapkan
adalah bioteknologi. Bioteknologi merupakan pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan
rekayasa terhadap organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau
meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi
kepentingan hidup manusia. Secara umum bioteknologi dikelompokkan menjadi dua,
yaitu bioteknologi tradisional dan bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional
merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroba, proses biokimia, dan proses
genetik yang terjadi secara alami. Produk dari bioteknologi tradisional tersebut antara
lain: tempe, oncom, yoghurt, dan keju.
Bioteknologi tradisional ini terus mengalami perkembangan hingga ditemukannya
struktur DNA yang diikuti dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur
DNA dan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang DNA, muncullah istilah
bioteknologi modern. Bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang didasarkan
pada manipulasi atau rekayasa DNA. Bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi
DNA ini dilakukan dengan memodifikasi gen spesifik dan memindahkannya pada
organisme yang berbeda, seperti bakteri, hewan, dan tumbuhan.
Reaksi berantai polymerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode
enzimatis untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. PCR ini pertama kali
dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis.Amplifikas DNA pada PCR dapat
dicapai bila menggunakan primer oligonukleotida yang disebut amplimers.Primer DNA
suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA.
PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA. Umumnya
primer yang digunakan pada PCR terdiri dari 20-30 nukleotida. DNA template (cetakan)
yaitu fragmen DNA yang akan dilipat gandakan dan berasal dari patogen yang terdapat
dalam spesimen klinik. Enzim DNA polimerase merupakan enzim termostabil Taq dari
bakteri termofilik Thermus aquaticus. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) menempel
pada ujung 3‟ primer ketika proses pemanjangan dan ion magnesium menstimulasi
aktivasi polimerase.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)?

iii
2. Apakah manfaat teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) bagi kehidupan?
3. Bagaimanakah teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) berkerja?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
2. Untuk mengetahui manfaatan dari teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)
3. Guna memahami bagaimana teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) bekerja

iv
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teknik PCR
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA
secara in vitro. PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA
secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat
dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini pertama kali dikembangkan
oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk
berbagai macam manipulasi dan analisis genetic. Pada awal perkembanganya metode ini
hanya digunakan untuk melipat gandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan
lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipat gandakan dan melakukan
kuantitas molekul mRNA. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen
DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya.
Teknik PCR di samping juga teknik- teknik lain seperti sekuensing DNA, telah
merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya di bidang diagnosa penyakit genetik,
kedokteran forensik dan evolusi molekular.
2.2 Pemanfaatan Teknik PCR
2.2 1. Pemanfaatan Droplet Digital PCR (DDPCR) Pada Tanaman
1) Pengukuran konsentrasi DNA tanaman secara akurat
Salah satu bentuk pemanfaatan teknik ddPCR dalam kegiatan analisis molekuler
pada tanaman yaitu pada pengukuran konsentrasi DNA hasil ekstraksi seperti
yang dilakukan oleh Scollo et al. (2016). Pada penelitian tersebut, Scollo et al.
(2016) mencoba membandingkan beberapa metode ekstraksi DNA pada
tanaman zaitun, yang merupakan salah satu tanaman pertanian penting yang
dimanfaatkan minyaknya. Selama ini telah banyak metode ekstraksi DNA yang
dikembangkan pada tanaman tersebut namun metode untuk pengukuran kualitas
maupun kuantitas DNA masih belum memuaskan.
Kegiatan ekstraksi DNA dilakukan dari minyak zaitun langsung menggunakan
tiga varietas yaitu ‘‘Biancolilla”, ‘‘Nocellara Etnea”, dan ‘‘Tonda Iblea”. DNA
diekstraksi menggunakan empat macam metode yaitu: 1) CTAB dengan kolom
purifikasi dan reagen DNeasy Plant Maxi Kit (Qiagen, Germany); 2) metode
CTAB dengan purifikasi menggunakan chloroform; 3) kit NucleoSpin Plant II
Maxi (MachereyNagel, Germany); dan 4) kit NucleoSpin Plant II Maxi dengan
sedikit modifikasi. Sebagai pembanding, DNA juga diekstraksi dari bagian daun

v
yang berasal dari varietas “Picual” menggunakan metode CTAB. DNA hasil
ekstraksi selanjutnya diamplifikasi menggunakan sepasang primer yang di
disain dari lokus 11C kloroplas untuk melihat hasil (yield) dan kemurniannya.
Amplifikasi dilakukan menggunakan ddPCR maupun qPCR untuk
membandingkan manakah di antara kedua alat tersebut yang lebih akurat untuk
digunakan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ddPCR memberikan resolusi yang lebih
baik, dengan kemampuan melakukan amplifikasi sampel pada nilai pengenceran
yang lebih kecil. Penggunaan qPCR menunjukkan bahwa konsentrasi DNA
terendah yang secara statistik masih memungkinkan untuk diamplifikasi yaitu
sebesar 10-2 ng/ul sedangkan pada ddPCR nilai pengenceran terendah yaitu
pada konsentrasi 10-3 ng/ul (Scollo et al. 2016). Hal ini menunjukkan bahwa
ddPCR memiliki kemampuan mendeteksi DNA pada konsentrasi yang lebih
rendah dibanding qPCR.
Nilai regresi linear ddPCR sebesar 0,9972 menunjukkan perbedaan yang tidak
terlalu besar dengan nilai regresi linear qPCR (0,9965), meskipun demikian
perbedaan kecil tersebut bermakna sangat signifikan pada tingkat sensitifitas
kedua alat tersebut. Sayangnya meskipun tingkat sensitifitas ddPCR lebih
tinggi, namun di sisi lain ddPCR memerlukan sebuah sistem PCR khusus, yang
memerlukan biaya yang lebih mahal dibanding teknik fluorometri atau
spektrofotometri.
2) Deteksi kehadiran patogen pada tanaman
Infeksi patogen pada tanaman pertanian, seringkali menyebabkan kerugian
berupa penurunan hasil panen hingga kematian tanaman. Kehadiran patogen
pada jaringan tanaman seringkali sulit dideteksi sejak dini karena ukurannya
yang sangat kecil dalam bentuk spora atau miselium. Saat ini kehadiran patogen
dapat dideteksi sejak dini, melalui pemanfaatan teknik ddPCR seperti pada
penelitian yang dilakukan oleh Ristaino et al. (2020). Pada penelitian tersebut,
mereka melakukan deteksi kehadiran cendawan Phytophthora infestans pada
umbi kentang dengan membandingkan penggunaan teknik Loop-Mediated
Isothermal Amplification (LAMP), RealTime LAMP (RT LAMP), dan ddPCR.

vi
Gambar. Hasil amplifikasi DNA zaitun menggunakan qPCR (Scollo et al. 2016).

Gambar. Hasil amplifikasi DNA zaitun menggunakan ddPCR (Scollo et al. 2016).

Sebanyak delapan isolat P. infestans yang berasal dari Amerika Serikat dan satu
isolat yang berasal dari Eropa dan Afrika Timur digunakan pada penelitian ini.
DNA diekstraksi secara manual menggunakan metode CTAB. Terdapat tiga
pasang primer yang digunakan untuk amplifikasi LAMP merupakan metode
amplifikasi DNA sederhana yang hanya menggunakan satu temperatur. Oleh
karena itu amplifikasi tidak harus dilakukan menggunakan mesin thermocycler
tetapi dapat dilakukan menggunakan heat block atau waterbath. Menggunakan
metode LAMP yaitu primer forward dan reverse standar (F3/B3), FIP/BIP
primer, dan dua primer Loop untuk mempercepat reaksi yaitu LoopF/LoopB.
Ketiga pasang primer tersebut didisain pada daerah ITS.
Konsentrasi pengenceran DNA minimum yang dapat diamplifikasi pada
beberapa metode PCR (Ristaino et al. 2020)

vii
Gambar. Hasil amplifikasi sampel kentang menggunakan metode LAMP konvensional. Adanya perubahan
warna menunjukkan bahwa sampel positif terinfeksi cendawan (Ristaino et al. 2020).

Gambar. Hasil amplifikasi sampel kentang menggunakan metode RT LAMP (Ristaino et al. 2020).

Gambar. Perubahan warna pada sampel yang diamplifikasi menggunakan RT LAMP (Ristaino et al. 2020).

Hasil analisis menggunakan metode LAMP menunjukkan bahwa metode


tersebut mampu mengamplifikasi DNA P. infestans hingga pengenceran
terendah sebesar 1,1 pg/ul. Hal ini terlihat dari adanya perubahan warna SYBR
Green pada campuran dari semula berwarna hijau menjadi berwarna kuning,
yang tidak terjadi pada kontrol negatif. Sementara itu pada hasil analisis
menggunakan RT LAMP, terlihat bahwa konsentrasi pengenceran minimum
yang dapat diamplifikasi yaitu sebesar 1,1 pg/ul sama seperti pada metode
LAMP konvensional. Perubahan warna juga terjadi pada senyawa HNB yang

viii
terdapat pada campuran dari semula berwarna biru tua menjadi berwarna biru
cerah, yang tidak terjadi pada kontrol negatif.
Hasil analisis menggunakan ddPCR menunjukkan bahwa metode ini mampu
mengamplifikasi sampel pada konsentrasi pengenceran yang lebih rendah yaitu
sebesar 100 fg/ul (Tabel 2). Selain itu, metode ddPCR mampu membedakan
antara umbi yang sehat dengan umbi yang terinfeksi dari sebaran titik-titik pada
koordinat (Gambar 10). Pada koordinat A terlihat bahwa hanya terdapat satu
warna pada titik-titik yang tersebar yaitu warna hitam dengan nilai amplitudo di
bawah 3000. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis berasal dari
umbi yang sehat dan tidak terinfeksi. Sementara pada koordinat B terlihat
bahwa terdapat dua warna pada titiktitik yang tersebar yaitu warna hitam dengan
nilai amplitudo di bawah 3000 dan warna biru dengan nilai amplitudo lebih dari
3000 yang menunjukkan bahwa sampel yang dianalisis berasal dari umbi yang
terinfeksi.
3) Estimasi jumlah salinan DNA pada proses transformasi genetik
Saat proses transformasi genetik pada tanaman, DNA yang membawa karakter
yang diinginkan dapat disisipkan ke dalam genom tanaman melalui perantaraan
Agrobacterium tumefaciens atau menggunakan particle bombardment. Jumlah
salinan DNA yang berhasil dinsersikan akan mempengaruhi tingkat ekspresi
gen dan stabilitas genetik dari tanaman transgenik yang dihasilkan. Oleh karena
itu estimasi penghitungan jumlah salinan T-DNA yang berhasil disisipkan
menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Selama ini teknik Southern blot banyak digunakan untuk kegiatan analisis
tersebut, akan tetapi teknik ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu
yang lama, keterampilan yang tinggi, serta memerlukan probe radioaktif dengan
jumlah material tanaman yang dibutuhkan cukup banyak. Biasanya setelah
mengidentifikasi singlecopy pada tanaman T0, benih T1 yang diperoleh dari
selfing tanaman T0 dapat dibedakan menjadi 3 genotipe yaitu homozigot,
hemizigot, dan tidak membawa transgen. Penentuan zigositas dilakukan
berdasarkan analisis segregasi pada T2 menggunakan metode PCR atau marka
selektif antibiotik. Kehadiran teknik ddPCR dapat mengatasi permasalahan yang
ditemukan pada teknik Southern karena kemampuan ddPCR untuk melakukan
penghitungan jumlah molekul DNA walaupun dalam jumlah yang sangat kecil

ix
seperti yang ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Wu et al. (2017)
pada kegiatan transformasi genetik tanaman kanola.
Hasil amplifikasi pada penelitian ini menunjukkan separasi antara droplet positif
(warna biru) dan negatif (warna hitam) yang terlihat jelas. Estimasi jumlah
salinan pada tanaman hasil transformasi juga dapat dilakukan dengan baik.
Jumlah droplet positif dan negatif dapat dihitung menggunakan perangkat lunak
dari ddPCR. Hanya sampel dengan jumlah lebih dari 10.000 droplet yang
digunakan dalam analisis. Selain itu zigositas pada tanaman generasi T1 yang
juga dapat diestimasi. Zigositas pada tanaman T1 yang berasal dari selfing
tanaman T0 tediri atas tiga genotipe yang perbandingannya mengikuti nisbah
Mendel, yaitu homozigot, hemizigot, dan bukan transgenik. Hasil analisis
menunjukkan bahwa ada beberapa tanaman yang memiliki nilai rasio antara gen
eksogen dengan gen endogen sebesar 0,5 yang berarti bahwa tanaman tersebut
bergenotipe hemizigot dan ada pula yang rasionya sebesar 0,25 yang berarti
bahwa tanaman tersebut bergenotipe homozigot.
2.2 2. Pemanfaatan PCR Pada Hewan
2.2 3.
2.3 Cara Kerja Teknik PCR
Bahan dan Metode Pada proses PCR diperlukan beberapa komponen utama adalah :
a. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA cetakan yang
digunakan sebaiknya berkisar antara 105 – 106 molekul. Dua hal penting tentang
cetakan adalah kemurnian dan kuantitas.
b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18 – 28 basa
nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Dan mempunyai
kandungan G + C sebesar 50 – 60%.
c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP.
dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif ion. Ini
yang diperlukan untuk reaksi polimerasi.
d. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai
DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus aquaticus,
spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada tahun 1969. Enzim polimerase taq
tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan membantu melepaskan ikatan
primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder.

x
e. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR umumnya
mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20o C); 50 mM KCl; 0,1%
gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20 sebanyak 0,01% atau dapat
diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%; disamping itu perlu ditambahkan 1,5
mM MgCl2.
Pada proses PCR menggunakan menggunakan alat termosiklus. Sebuah mesin yang
memiliki kemampuan untuk memanaskan sekaligus mendinginkan tabung reaksi dan
mengatur temperatur untuk tiap tahapan reaksi.
Cara Kerja Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30-
40 siklus dan berlangsung dengan cepat :
1. Denaturasi Di dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq
polimerase ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan
proses pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Ini biasanya
berlangsung sekitar 3 menit, untuk meyakinkan bahwa molekul DNA
terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap
mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi)
secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu
denaturasi yang terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase.
Aktifitas enzim tersebut mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5
menit masing-masing pada suhu 92,5; 95 dan 97,5oC.
2. Annealing (penempelan primer) Kriteria yang umum digunakan untuk merancang
primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya berukuran 18 – 25 basa,
mengandung 50 – 60 % G+C dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama.
Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak
saling berkomplemen, karena hal ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur
sekunder pada primer tersebut dan mengurangi efisiensi PCR. Waktu annealing
yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang ukuran
primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang
digunakan adalah antara 36oC sampai dengan 72oC, namun suhu yang biasa
dilakukan itu adalah antara 50 – 60oC.
3. Pemanjangan Primer (Extention) Selama tahap ini Taq polymerase memulai
aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan
nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72oC diperkirakan 35 – 100
nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul

xi
DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000 pasang
basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini.
Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan

xii
xiii
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

xiv
DAFTAR PUSTAKA
Bahagiawati,dkk.2015. Teknik PCR Kualitatif untuk Deteksi Produk Rekayasa Genetika
Jagung Event BT11 dan GA21 (Qualitative PCR Techniques for Detection of
Genetically Modified Organism on Maize Event BT11 and GA21). Jurnal
AgroBiogen 11(2):65–72
Budiarto, Bugi Ratno. 2015. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) :
PERKEMBANGAN DAN PERANNYA DALAM DIAGNOSTIK KESEHATAN.
BioTrends Vol.6 No.2
Damo, Natasya Y,dkk.2021. Diagnostik Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) dengan
Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi Klinik. eBiomedik. 9(1):77-86. eISSN
2337-330X
Hasibuan, Elliwati. 2015. PERANAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
TERHADAP PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN. Universitas Sumatera
Utara
Santoso, Tri J,dkk.2013. Aplikasi Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Menggunakan
Primer Degenerate dan Spesifik Gen AV1 Untuk Mendeteksi Begomovirus Pada
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) J. Hort. Indonesia 4(3):140-149
Yusuf, Zuhriana K.2010. POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR). Saintek Vol 5, No 6

xv

Anda mungkin juga menyukai