Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

SEKUENSING, DETEKSI DNA

DOSEN PENGAMPU :

DISUSUN OLEH :

Cilsa Nabila Hilal Mandaliko 190384205058

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN BIOLOGI

TANJUNG PINANG

2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................

1.2 Rumusan masalah............................................................................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................

2.1 Pengertian Sequencing.......................................................................................................................

2.2 Sejarah Sequencing DNA...................................................................................................................

2.3 Prinsip Dasar Sequencing DNA..........................................................................................................

2.4 Metode-Metode Sequencing...............................................................................................................

2.4.1 Metode Maxam-Gilbert...................................................................................................................

Prinsip Kerja..........................................................................................................................................

Langkah Kerja.......................................................................................................................................

2.4.2 Metode Sanger......................................................................................................................... 10

Keunggulan Chain Terminal Method......................................................................................................13

Prinsip Kerja Chain Termination Sequencing...........................................................................................13

Langkah Kerja..................................................................................................................................... 13

2.4.3 Automathic Chain Termination......................................................................................................14

Prinsip................................................................................................................................................. 14

Keunggulan......................................................................................................................................... 15

2.4.4 SSCP (Single-Strand Conformation Polymorphism).....................................................................16


Prinsip Kerja........................................................................................................................................ 16

Langkah Kerja..................................................................................................................................... 16

2.4.5 Cycle sequencing...................................................................................................................... 16

2.4.6 Pyrosequencing........................................................................................................................ 17

2.4.7 Sequencing DNA Skala Besar.....................................................................................................17

2.5 Perkembangan Generasi Sequencing DNA.....................................................................................18

BAB III PENUTUP.................................................................................................................................. 22

Kesimpulan......................................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................... 23
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif
pendek. Pengurutan (sequencing) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui kode genetik dari
molekul DNA. Sequencing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan
basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuens DNA, yang
merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom karena mengandung instruksi yang
dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk hidup. Sequencing DNA dapat dimanfaatkan untuk
menentukan identitas maupun fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan
sekuensnya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Teknik ini digunakan dalam riset dasar
biologi maupun berbagai bidang terapan seperti kedokteran, bioteknologi, forensik, dan antropologi.

Teknik Sequencing DNA mulai dikembangkan pada tahun 1970an dan telah menjadi hal rutin
dalam penelitian biologi molekular pada dekade berikutnya berkat dua metode yang dikembangkan
secara independen namun hampir bersamaan oleh tim Walter Gilbert di Amerika Serikat dan tim
Frederick Sanger di Inggris sehingga kedua ilmuwan tersebut mendapatkan Penghargaan Nobel
Kimia pada tahun 1980. Selanjutnya, metode Sanger menjadi lebih umum digunakan dan berhasil
diautomatisasi pada pertengahan 1980an.

Teknologi Sequencing DNA kini terus dikembangkan dengan teknologi-teknologi Sequencing


yang semakin cepat dan semakin sensitif. Teknologi Sequencing DNA tersebut kini dikelompokkan
menjadi generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, dan generasi keempat, Saat ini teknologi
DNA Sequencing sudah memasuki tahap baru yang mengarah pada large scale atau high-throughput
sequencing, jutaan bahkan miliaran basa nukleotida DNA dapat ditentukan urutannya dalam sekali
putaran saja.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yakni sebagai berikut:

1. Apakah itu Teknik Sequencing?


2. Bagaimana Perkembangan Teknologi Sequencing?

3. Bagaimana cara mendeteksi suatu DNA?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yakni sebagai berikut:

1. Memaparkan teori umum Teknik sequencing (Sejarah, pengertian, prinsip, prosedur).

2. Mengenal Generasi dari teknik sequencing dan perkembangan sequncing tahap terkini.

3. Mengetahui proses dan cara kerja untuk mendeteksi suatu DNA pada suatu produk.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sequencing

Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif
pendek, yang memungkinkan untuk dapat mengetahui kode genetic dari molekul DNA.
2.2 Sejarah Sequencing DNA

Pada mulanya, Sequencing DNA dilakukan dengan mentranskripsikannya ke dalam bentuk


RNA terlebih dahulu karena metode Sequencing RNA telah ditemukan sebelumnya. Pada tahun
1965, Robert Holley dan timnya dari Cornell University di New York, Amerika Serikat,
mempublikasikan sekuens tRNA alanin dari khamir yang terdiri atas 77 nukleotida. Sequencing
tRNA tersebut membutuhkan waktu 7 tahun dan hasilnya merupakan sekuens molekul asam nukleat
yang pertama kali dipublikasikan. Sekuens DNA yang pertama kali dipublikasikan adalah DNA
sepanjang 12 nukleotida dari suatu virus, yaitu bakteriofag lambda, pada tahun 1971, yang
ditentukan dengan cara serupa oleh Ray Wu dan Ellen Taylor, keduanya juga dari Cornell
University.
Pada tahun 1975, Frederick Sanger dan Alan Coulson dari laboratorium biologi molekular
Medical Research Council Inggris di Cambridge mempublikasikan metode Sequencing DNA secara
langsung yang disebut teknik plus–minus. Dengan teknik tersebut, tim mereka berhasil melakukan
Sequencing DNA sebagian besar genom bakteriofag ΦX174 sepanjang 5.375 nukleotida yang
dipublikasikan pada Februari 1977. Pada bulan yang sama, metode Sequencing DNA yang
dicetuskan Allan Maxam dan Walter Gilbert dari Harvard University di Cambridge, Massachusetts,
Amerika Serikat, dipublikasikan.
Sejak pertengahan tahun 1980-an, metode Sanger menjadi lebih umum digunakan. Pada tahun
1986, tim Leroy Hood di California Institute of Technology dan Applied Biosystems berhasil
membuat mesin Sequencing DNA automatis berdasarkan metode Sanger.

2.3 Prinsip Dasar Sequencing DNA

DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai


pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGTnya dijadikan sebagai cetakan (template)
untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR,
namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu, Proses ini dinamakan cycle sequencing.
Yang membedakan cycle sequencing dengan PCR biasa adalah:

1. Primer yang digunakan hanya satu untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang)
seperti PCR.
2. ddNTPs (dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan
menghilangkan gugus 3′OH pada ribose
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA salinan dari template
dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan pada DNA cetakannya. Jika yang menempel
adalah ddNTP, maka otomatis proses polimerisasi akan terhenti karena ddNTP tidak memiliki gugus
3′-OH yang seharusnya bereaksi dengan gugus 5′-Posfat dNTP berikutnya membentuk ikatan
posfodiester.

Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmenfragmen DNA dengan panjang
bervariasi. Jika fragmenfragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan terpisah-pisah
dengan jarak antar fragmennya satu basasatu basa.

2.4 Metode-Metode Sequencing

2.4.1 Metode Maxam-Gilbert

Metode Sequencing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang
dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Chemical degradation
method (Maxam and Gilbert, 1977): urutan molekul DNA untai ganda ditentukan dengan
menggunakan bahan kimia yang memotong molekul DNA pada posisi nukleotida tertentu. Pada
metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu
ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’.
Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai
tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin.
Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen
DNA yang bermacam-macam ukurannya.
Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat
(DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C
dan T, tetapi garam yang tinggi akan
menghalangi reaksi T sehingga hanya
bekerja pada C. Dengan demikian, akan
dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T,
dan ujung C.

Gambar 1. Contoh PAGE Sequencing dengan metode Maxam-Gilbert

Dari hasil PAGE pada Gambar 1 dapat diketahui sekuens fragmen DNA yang dipelajari atas
dasar laju migrasi masing-masing pita. Lajur kedua berisi fragmen-fragmen yang salah satu
ujungnya adalah A atau G. Untuk memastikannya
harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika pada lajur kedua terdapat pita-pita yang
posisi migrasinya sama dengan posisi migrasi pada lajur pertama, maka dapat dipastikan bahwa
pita-pita tersebut merupakan fragmen yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita
yang merupakan fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Cara yang sama dapat kita
gunakan untuk memastikan pita-pita pada lajur ketiga, yaitu dengan membandingkannya dengan
pita-pita pada lajur keempat.
Seperti halnya pada elektroforesis gel agarosa, laju migrasi pita menggambarkan ukuran
fragmen. Makin kecil ukuran fragmen, makin cepat migrasinya. Dengan demikian, ukuran fragmen
pada contoh tersebut di atas dapat diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau
diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar, hasilnya adalah fragmen-fragmen dengan
ujung TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Prinsip Kerja

Molekul DNA dihasilkan setelah diberi perlakuan dengan bahan kimia yang memotong secara
spesifik pada nukleotida tertentu.
Langkah Kerja

1. Denaturasi DNA untai ganda menjadi untai tunggal

2. Pemberian label pada masing-masing ujung DNA untai tunggal.

3. Molekul diberi dimethyl sulfate yang menempelkan grup metil pada cincin purin dari
nukleotida G (terjadi modifikasi nukleotida G).

Pemberian dimethyl sulfate hanya dalam jumlah kecil maka proses modifikasi berlangsung
lambat (1 per nukleotida). Pada stadium ini untai DNA masih utuh. Pemotongan untai DNA akibat
pemberian piperidine. Piperidine membuang cincin G yang dimodifikasi dan memotong molekul
DNA pada ikatan fosfodiester tepat pada bagian atas dari cincin G yang dibuang.
Hasilnya adalah suatu set DNA yang terpotong-potong, ada yang terlabel dan ada yang tidak.
Potongan untai DNA yang dihasilkan tidak sama panjang (hasilnya equivalent dengan hasil yang
didapat dari metoda chain terminal). Potongan-potongan DNA ini selanjutnya dielektroforesis dalam
gel poliakrilamid.
Gambar 2. Hasil Chemical degradation method

2.4.2 Metode Sanger

Dewasa ini metode Sequencing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena
ada metode lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh F.
Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga. Chain termination method (Sanger et al., 1977):
urutan molekul DNA untai tunggal ditentukan dengan sintesis rantai polinukleotida komplementer
secara enzimatis.
Dewasa ini, hampir semua usaha Sequencing DNA dilakukan dengan menggunakan metode
terminasi rantai yang dikembangkan oleh Frederick Sanger dan rekan-rekannya. Teknik tersebut
melibatkan terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk sekuens
tertentu menggunakan substrat nukleotida yang telah dimodifikasi.
Pada metode terminasi rantai (metode Sanger), perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai
pada situs spesifik pada DNA cetakan dengan menggunakan oligonukleotida pendek yang disebut
primer yang komplementer terhadap DNA pada daerah situs tersebut. Primer tersebut diperpanjang
menggunakan DNA polimerase, enzim yang mereplikasi DNA. Bersama dengan primer dan DNA
polimerase, diikutsertakan pula empat jenis basa deoksinukleotida (satuan pembentuk DNA), juga
nukleotida pemutus atau penghenti rantai (terminator rantai) dalam konsentrasi rendah (biasanya di-
deoksinukleotida). Penggabungan nukleotida pemutus rantai tersebut secara terbatas kepada rantai
DNA oleh polimerase DNA menghasilkan fragmenfragmen DNA yang berhenti bertumbuh hanya
pada posisi pada DNA tempat nukleotida tertentu tersebut tergabungkan. Fragmen-fragmen DNA
tersebut lalu dipisahkan menurut ukurannya dengan elektroforesis gel poliakrilamida, atau sekarang
semakin lazim dengan elektroforesis menggunakan tabung gelas berjari-jari kecil (pipa kapiler) yang
diisi dengan polimer kental.

Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA
polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuannya untuk
menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP
dengan ddNTP. Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C
nomor 2 gula pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan
gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya,
jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka polimerisasi
lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini
dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu Sequencing DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan
pada empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA
dapat berlangsung. Namun, pada masingmasing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP
sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat-tempat tertentu sesuai dengan ddNTP
yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang
ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh,
dalam reaksi yang mengandung ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan berbagai
ukuran yang semuanya mempunyai basa A pada ujung 3’nya.
Pada Gambar 3. diberikan sebuah contoh Sequencing sebuah fragmen DNA. Tabung
ddATP menghasilkan dua fragmen dengan ukuran tiga dan tujuh basa; tabung ddCTP
menghasilkan tiga fragmen dengan ukuran satu, dua, dan empat basa; tabung ddGTP
menghasilkan dua fragmen dengan ukuran lima dan sembilan basa; tabung ddTTP
menghasilkan dua fragmen dengan ukuran enam dan delapan basa. Di depan (arah 5’) tiap fragmen
ini sebenarnya terdapat primer, yang berfungsi sebagai prekursor reaksi polimerisasi sekaligus
untuk kontrol hasil Sequencing karena urutan basa primer telah diketahui.
Untuk melihat ukuran fragmen-fragmen hasil Sequencing tersebut dilakukan
elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid sehingga akan terjadi perbedaan migrasi sesuai
dengan ukurannya masing-masing. Setelah ukurannya diketahui, dilakukan pengurutan fragmen
mulai dari yang paling pendek hingga yang paling panjang, yaitu fragmen dengan ujung C
(satu basa) hingga fragmen dengan ujung G (sembilan basa). Dengan demikian, hasil
Sequencing yang diperoleh adalah CCACGTATG. Urutan basa DNA yang dicari adalah
urutan yang komplementer dengan hasil Sequencing ini, yaitu GGTGCATAC.

Gambar 3. Skema Sequencing DNA


a) reaksi polimerisasi dan terminasi
b) untuk melihat ukuran fragmen

Keunggulan Chain Terminal Method

Lebih mudah dikerjakan secara otomatis menggunakan mesin Sequencing, bahan-bahan yang
digunakan tidak toksik.

Prinsip Kerja Chain Termination Sequencing

1. berdasarkan perbedaan panjang molekul DNA untai tunggal yang dipisahkan

dengan elektroforesis gel poliakrilamid.

2. Dengan gel ini dapat dipisahkan sekelompok molekul mulai dari 10 – 1500 nukleotida
ke dalam suatu seri pita DNA.

Langkah Kerja

1. Mempersiapkan molekul DNA untai tunggal yang identik sebagai cetakan.

2. Penempelan (annealing) primer pada DNA cetakan.

3. Reaksi perpanjangan rantai dengan bantuan enzim DNA polimerase.

4. Inkorporasi dNTP dan ddNTP pada rantai yang diperpanjang.

5. Elektroforesis pita DNA yang baru disintesis menggunakan gel poliakrilamid.

Setelah elektroforesis urutan DNA dapat dibaca langsung dari posisi pita pada gel. Pita yang
bergerak paling jauh merupakan pita DNA terkecil.
Gambar 4. Hasil Elektroforesis Sequencing

2.4.3 Automathic Chain Termination

Prinsip

Menggunakan label radioaktif untuk melacak nukleotida yang diinkorporasikan. Radioaktif


yang digunakan adalah P atau
33 35
S karena energi emisinya rendah sehingga dapat menghasilkan
resolusi yang tinggi. Label dikaitkan ke ddNTP dengan warna yang berbeda untuk setiap
nukleotidanya.
Keunggulan

Reaksi Sequencing dapat dilakukan dalam 1 tube dan loading ke-4 molekul nukleotida
dilakukan dalam 1 lane gel poliakrilamid karena detektor fluorescent dapat membedakan antara
label-label yang berbeda.

Gambar 5. Hasil Automatic chain termination


2.4.4 SSCP (Single-Strand Conformation Polymorphism)

Metoda untuk mendeteksi mutasi 1 basa pada suatu untai DNA tunggal dari suatu gen.
Prinsip Kerja

Terjadinya perubahan konformasi untai DNA tunggal akibat adanya mutasi yang terdeteksi
dari posisi pita DNA dalam gel poliakrilamid.
Langkah Kerja

Aplifikasi gen yang akan diamati dengan PCR. Denaturasi DNA untai ganda menjadi untai
tunggal. Elektroforesis DNA untai tunggal dalam gel poliakrilamide selama ± 4 jam. Visualisasi
pita-pita DNA dengan pewarnaan perak nitrat.

Gambar 6. Hasil SSCP

2.4.5 Cycle sequencing

Untuk memperoleh hasil reaksi berlabel yang dapat dideteksi dari DNA cetakan, metode
"Sequencing daur" (cycle sequencing) paling lazim dilakukan. Dalam metode ini dilakukan berturut-
turut penempelan primer (primer annealing), ekstensi oleh polimerase DNA, dan denaturasi
(peleburan atau melting) untai-untai DNA cetakan secara berulang-ulang (25–40 putaran). Kelebihan
utama Sequencing daur adalah lebih efisiennya penggunaan pereaksi Sequencing yang mahal
(BigDye) dan mampunya mengurutkan templat dengan struktur sekunder tertentu seperti hairpin
loop atau daerah kaya-GC. Setiap tahap pada Sequencing daur ditempuh dengan mengubah
temperatur reaksi menggunakan mesin pendaur panas (thermal cycler) PCR. Cara tersebut
didasarkan pada fakta bahwa dua untai DNA yang komplementer akan saling menempel
(berhibridisasi) pada temperatur rendah dan berpisah (terdenaturasi) pada temperatur tinggi. Hal
penting lain yang memungkinkan cara tersebut adalah penggunaan enzim DNA polimerase dari
organisme termofilik (organisme yang hidup di lingkungan bertemperatur tinggi), yang tidak mudah
terurai pada temperatur tinggi yang digunakan pada cara tersebut (>95 °C).

2.4.6 Pyrosequencing

Pyrosequencing adalah teknik pemetaan DNA yang berdasarkan deteksi terhadap pirofosfat
(PPi) yang dilepaskan selama sintesis DNA. Teknik ini memanfaatkan reaksi enzimatik yang
dikatalisis oleh ATP sulfurilase dan luciferase untuk pirofosfat inorganik yang dilepaskan selama
penambahan nukleotida.

2.4.7 Sequencing DNA Skala Besar

Metode Sequencing DNA yang kini ada hanya dapat merunut sepotong pendek DNA
sekaligus. Contohnya, mesin Sequencing modern yang menggunakan metode Sanger hanya dapat
mencakup paling banyak sekitar 1000 pasang basa setiap Sequencing. Keterbatasan ini disebabkan
oleh probabilitas terminasi rantai yang menurun secara geometris seiring dengan bertambahnya
panjang rantai, selain keterbatasan fisik ukuran dan resolusi gel.
Sekuens DNA dengan ukuran jauh lebih besar kerap kali dibutuhkan. Sebagai contoh, genom
bakteri sederhana dapat mengandung jutaan pasang basa, sedangkan genom manusia terdiri atas
lebih dari 3 milyar pasang basa. Berbagai strategi telah dikembangkan untuk Sequencing DNA skala
besar, termasuk strategi primer walking dan shotgun sequencing. Kedua strategi tersebut melibatkan
pembacaan banyak bagian DNA dengan metode Sanger dan selanjutnya menyusun hasil pembacaan
tersebut menjadi sekuens yang runut. Masing-masing strategi memiliki kelemahan sendiri dalam hal
kecepatan dan ketepatan; sebagai contoh, metode shotgun sequencing merupakan metode yang
paling praktis untuk Sequencing genom ukuran besar, namun proses penyusunannya rumit dan
rentan kesalahan.
Data sekuens bermutu tinggi lebih mudah didapatkan bila DNA bersangkutan dimurnikan dari
pencemar yang mungkin terdapat pada sampel dan diamplifikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
metode reaksi berantai polimerase bila primer yang dibutuhkan untuk mencakup seluruh daerah yang
diinginkan cukup praktis dibuat. Cara lainnya adalah dengan kloning DNA sampel menggunakan
vektor bakteri, yaitu memanfaatkan bakteri untuk "menumbuhkan" salinan DNA yang diinginkan
sebanyak beberapa ribu pasang basa sekaligus. Biasanya proyek-proyek Sequencing DNA skala
besar memiliki persediaan pustaka hasil kloning semacam itu.

2.5 Perkembangan Generasi Sequencing DNA

Teknologi sekuensing DNA telah berkembang sedemikian pesat sejak 1977 dan kini terus
dikembangkan teknologi-teknologi sekuensing DNA yang semakin cepat dan semakin sensitif.
Teknologi sekuensing DNA tersebut kini dikelompokkan menjadi generasi pertama, generasi kedua,
generasi ketiga, dan generasi keempat (Madigan, dkk, 2014).

Generasi pertama teknologi sekuensing DNA dimulai dengan metode Sanger yang
menerapkan sekuensing berdasarkan sintesis DNA, yaitu dengan chain termination method dan
pelabelan prekusor. Pada metode ini, digunakan primer dan DNA polymerase yang mengamplifikasi
genom, digunakan ddNTPs (dideoxynucleotide) yang tidak memiliki gugus hidroksi pada ujung
karbon 3’nya, melainkan gugus hidrogen. Gugus ini menghasilkan terminasi dari pemanjangan untai
DNA. Dilakukan 4 reaksi pada 4 tabung yang berbeda.
Pada 4 tabung yang berbeda ditambahkan masing-masing ddNTPs yang berbeda (dANTPs,
ddCTPs, ddTTPs, ddGTPs). Pemanjangan akan dilakukan dan secara acak akan diterminasi bila
DNA polimerase menggunakan ddNTPs sebagai building block. Akan dihasilkan fragmen DNA
dengan panjang yang beragam. Keempat reaksi ini dielektroforesis dan akan dihasilkan pita-pita
yang mewakilkan tiap fragmen yang dihasilkan. Jarak migrasi tiap pita mewakilkan seberapa
panjang untai DNA tersebut (panjang ini dipengaruhi oleh ddNTPs yang menterminasi proses
pemanjangan) sehingga dapat diurutkan basa nukleotida berdasarkan panjang migrasinya. Tiap
ddNTPs juga dapat dilabeli dengan senyawa fluorescent sehingga reaksi tidak perlu dilakukan pada
4 tabung yang berbeda melainkan tiap ddNTPs akan memancarkan cahaya pada panjang gelombang
yang berbeda (Sanger dan Coulson, 1975). Dari sinilah dibuat kromatogram yang menunjukan
urutan basa nukleotida pada DNA. Ilustrasi dari metode Sanger dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 1. Metode Sanger konvensional (kiri) dan dengan pelabelan ddNTPs dengan
fluorescence (kanan) (Korinfo, 2015).

Dalam mempersiapkan DNA yang ingin disekuensing, terdapat metode Shotgun dimana DNA
yang ingin disekuensing dipotong menjadi fragmen-fragmen yang ingin diamplifikasi. Fragmen-
fragmen tersebut yang akan disekuensing. Keterbatasan dari metode Sanger adalah keakuratan yang
tidak pasti karena ditentukan oleh kespesifikan primer untuk mengikat DNA, keakuratan hasil
ditentukan oleh struktur sekunder dari DNA, dan metode ini hanya dapat dilakukan untuk
menentukan sekuen dengan panjang 700-900 basa karena semakin panjang elongasi DNA, semakin
tidak signifikan beda ukurannya (panjangnya) (Bhattacharya, dkk, 2012).

Generasi kedua ditandai dengan diterapkannya massively parallel method, yaitu


disekuensingnya sejumlah banyak sampel dalam waktu bersamaan. Generasi kedua dari teknologi
sekuensing dapat menghasilkan data 100 kali lebih tepat dari generasi pertama. Metode yang paling
banyak digunakan adalah 454 Life Sciences Pyrosequncing, Illumina/Solexa sequencing, dan
SOLiD/Applied Biosystems Method (Madigan, dkk, 2014).
Pada 454 Life Sciences Pyrosequencing, DNA dipecah menjadi segmensegmen DNA untai
tunggal dan masing-masing fragmen dilekatkan ke suatu butiran kecil. DNA diamplifikasi dengan
PCR sehingga masing-masing butiran memiliki beberapa kopian DNA yang sama. Butiran kemudian
diletakan ke pelat fiber-optic yang mengandung sumur-sumur. Tiap sumur akan menyimpan satu
butiran. Pada metode pyrosequencing, disintesis untai komplemen dari DNA namun prinsipnya,
pada setiap penyambungan dari dNTPs, molekul pyrophosphate akan dilepaskan dan enzim
luciferase yang tersimpan dari tiap sumur akan teremisikan karena energi pelepasan pyrophosphate.
Pengemisian cahaya dari pelat akan menggambarkan urutan sekuen dari DNA karena masing-
masing nukleotida mengemisikan kekuatan yang berbeda. Pada metode Illumina/Solexa, prinsip
yang digunakan adalah sequencing by synthesis. Deoxyribonucleotides membawa label fluorescent
yang berbeda dan tiap dNTPs memiliki gugus terminasi (Madigan, dkk, 2014). Pada SOLiD,
digunakan 16 8-mer oligonucleotide probes. Probe tersebut terlabel dengan senyawa fluorescence
yang sepsifik untuk tiap nukleotida. Saat polimerase berlangsung, kemudian probe tersebut
berhibridisasi pada DNA dengan bantuan ligase, maka senyawa fluorosensi akan berpendar dan
direkam oleh alat. (Bhattacharya, dkk, 2012).
Generasi ketiga dari teknologi sekuensing DNA memiliki ciri khas mensekuensing single
molecule dari DNA. Pendekatannya dapat berdasarkan mikroskopi atau nanoteknologi. Contoh-
contohnya adalah HeliScope Single Molecule Sequencer dan Pacific Biosciences SMRT. Pada
HeliScope Single Molecule Sequencer, fragmen untai tunggal dari DNA yang berkisar antara 32
basa tertempel pada suatu larik pada pelat kaca. Saat komplemen dari DNA disintesis, cahaya
fluorescence dari dNTPs yang tersambung dimonitor melalui mikroskop. Komputer kemudian akan
menyusun fragmen-fragmen tersebut menjadi sekuen komplit. Pada Pacific Biosciences SMRT
(single-molecule real-time) diterapkan teknik zero-mode waveguides. Pada metode ini, DNA
polimerase memanjangkan untai DNA dengan prekusor yang juga membawa label fluorosensinya
masing-masing. Tiap nukleotida yang tersambung pada untai akan mengemisikan cahaya
fluorosensenya. Namun pada metode ini reaksi dilakukan dalam nanocontainer (zero-mode
waveguides). Selain itu, label fluoroscence ini tertempel pada gugus pyrophosphate (Madigan, dkk,
2014).
Generasi keempat adalah generasi yang sedang berkembang dari teknologi sekuensing DNA,
diantaranya adalah ion torrent sequencing method dan nanopore technology. Prinsip dari generasi
keempat adalah post light sequencing dimana deteksi optikal tidak diperlukan lagi. Pada ion torrent
sequencing method diukur ion H+ yang dilepaskan tiap ada dNTPs yang disambungkan ke rantai.
Pada nanopore technology, digunakan nanopore detectors sehingga hanya satu untai DNA yang
mampu melewati pori nanopore. Selama molekul DNA melewati pori, detektor akan merekam
perubahan arus elektrik pada nanopore. Perubahannya akan berbeda tiap basa yang berbeda
(Madigan, dkk, 2014). Perkembangan teknologi sekuensing ini akan terus berlanjut terutama dalam
mencari metode yang praktis, murah, cepat, dan akurat.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif
pendek. Pengurutan (sequencing) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui kode genetik dari
molekul DNA. Sequencing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan
basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Urutan tersebut dikenal sebagai sekuens DNA, yang
merupakan informasi paling mendasar suatu gen atau genom karena mengandung instruksi yang
dibutuhkan untuk pembentukan tubuh makhluk hidup. Sequencing DNA dapat dimanfaatkan untuk
menentukan identitas maupun fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan
sekuensnya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Pada mulanya, Sequencing DNA
dilakukan dengan mentranskripsikannya ke dalam bentuk RNA terlebih dahulu karena metode
Sequencing RNA telah ditemukan sebelumnya. Sejak pertengahan tahun 1980-an, metode Sanger
menjadi lebih umum digunakan. Pada tahun 1986, tim Leroy Hood di California Institute of
Technology dan Applied Biosystems berhasil membuat mesin Sequencing DNA automatis
berdasarkan metode Sanger.
DAFTAR PUSTAKA

Sawant SV, Singh PK, Gupta SK, Madnala R and Tuli R. 1999. Conserved nucleotide sequences
in highly expressed genes in plants. Journal of Genetics. Vol. 78 (2). 12313.

Campbell, Reece dan Mitchel. 2002. Biologi Terjemahan edisi kelima jilid 1. Jakarta. Erlangga

Yuwono T. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta. Erlangga

Nejad AM, Narimani Z, Hosseinkhan N. 2013. Next Generation Sequencing and Sequence
Assembly. New York: Springer

Poirel L, Naas T, Nordmann P. 2006. Pyrosequencing as a Rapid Tool for Identification of GES-
Type Extended-Spectrum Lactamases. J Clin Microbiol 44(8):3008-11.

Bhattacharya, T., dkk. 2012. Impact of Genome Sequencing Technologies. Worcester: WPI. Hal.
17-36.

Korinfo. 2015. The Sanger Method [Online] http://www.mokkka.hu/drupal/en/gallery/8945,


diakses tanggal 12 Juni 2017 pukul 17:00

Madigan, M.T. dkk. 2014. Brock Biology of Microorganism, 14th Ed. San Fransisco: Pearson
Education Inc. hal. 184-189

Sanger, F., dan Coulson, A.R. 1975. A rapid method for determining sequences in DNA by
primed synthesis with DNA polymerase. J. Mol. Biol., Vol. 94 (3): 441–8

Anda mungkin juga menyukai