Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bioteknologi

Nama : Irma Nadia

NIM : 08061181823123

Dosen Pembimbing : apt. Adik Ahmadi, M.Si

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………....………………………………...1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………………………1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………….....1
1.4 Manfaat……………………………………………………………………………………….……….........2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………................................................................................…………3
2.1 Prinsip Dasar Teknologi DNA Rekombinan……………………………………….…………3
2.2 Bahan Bahan Molekuler dalam Rekayasa Genetika………………………………...…….3
2.3 Tahapan-Tahapan Teknologi DNA Rekombinan.............................................................11
2.4 Aplikasi dan Manfaat Teknologi DNA Rekombinan.......................................................20
BAB III PEMBAHASAN.......................................................................................................................22
3.1 Metode..............................................................................................................................................22
3.2 Interpretasi Hasil.........................................................................................................................26
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................................29
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................................29
4.2 Saran..................................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan
makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk
hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.
Perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga
pada ilmu-ilmu terapan dan murni lainnya, seperti biokimia, komputer, biologi
molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya.
Perkembangan bioteknologi pada abad 21 sudah sangat pesat, terutama di
negara-negara maju. Teknik bioteknologi modern telah berkembang pesat sejak
1970- an. Perkembangan ini tidak lepas dari peran para ilmuan yang tak kenal lelah
untuk mengembangkan berbagai teknik bioteknologi. Teknik bioteknologi modern
yang sudah sering didengar antara lain teknik kultur jaringan dan Rekayasa Genetik
atau yang lebih dikenal dengan Teknik DNA Rekombinan.
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan
melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu.
Tahapan- tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan
diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai
ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk
menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan
molekul DNA rekombinan, reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan
analisis DNA rekombinan.Teknik DNA Rekombinan melibatkan upaya perbanyakan
gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula
dikatakan sebagai kloning gen.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan DNA rekombinan?
2. Apa prinsip dasar rekombinasi DNA?
3. Bagaimanakah tahapan teknologi DNA rekombinan?
4. Apakah manfaat dari teknologi DNA rekombinan?
5. Bagaimana metode dan interpretasi hasil sintesis gen insulin manusia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan DNA rekombinan.
2. Untuk mengetahui prinsip dasar rekombinasi DNA.
3. Untuk mengetahui tahapan-tahapan teknologi DNA rekombinan.

1
4. Untuk mengetahui manfaat dari teknologi DNA rekombinan.
5. Untuk mengetahui metode dan interpretasi hasil sintesis gen insulin
manusia.
1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai teknologi
DNA Rekombinan yang tekah memberikan banyak manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan maupun bagi kehidupan manusia sehari-hari secara langsung maupun
tidak langsung dalam mengobati suatu penyakit, pembuatan vaksin, bahan pangan,
dan lainnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Dasar Teknologi DNA Rekombinan
Teknologi DNA Rekombinan merupakan kumpulan teknik atau metoda yang
digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen di dalam tabung reaksi. Teknik-
teknik tersebut meliputi:
- Teknik untuk mengisolasi DNA.
- Teknik untuk memotong DNA.
- Teknik untuk menggabung atau menyambung DNA.
- Teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup.
Kumpulan teknik-teknik atau metoda-metoda yang telah dikembangkan oleh
para ilmuwan telah mungkinkan bagi kita untuk mengisolasi DNA dari berbagai
organisme, menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda
sehingga terbentuk kombinasi DNA (DNA rekombinan), memasukkan DNA
rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA
rekombinan tersebut dapat berepilkasi dan bahkan dapat diekspresikan.

Gambar 1. Prinsip dasar teknologi DNA rekombinan


2.2 Bahan Molekuler dalam Rekayasa Genetika
Komponen yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya enzim
restriksi untuk memotong DNA. Enzim restriksi mengenal dan memotong DNA pada
sekuens spesifik yang panjangnya empat sampai enam pasang basa. Enzim tersebut
dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi. Enzim ligase untuk

3
menyambung DNA dan vektor untuk menyambung dan mengklonkan gen di dalam
sel hidup, transposon sebagai alat untuk melakukan mutagenesis dan untuk
menyisipkan penanda, pustaka genom untuk menyimpan gen atau fragmen DNA
yang telah diklonkan, enzim transkripsi balik untuk membuat DNA berdasarkan
RNA, pelacak DNA atau RNA untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA yang
diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar. Vektor yang sering digunakan
diantarnya plasmid, kosmid dan bakteriofag.
1. Enzim restriksi
Enzim restriksi juga dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi yang
ditemukan oleh Werner Arber dan Hamilton Smith tahun 1960 dari mikroba yang
memotong DNA untai ganda. Enzim restriksi memotong DNA pada tempat yang
tepat (bukan sembarang tempat). Bagian yang dipotong oleh enzim ini dinamakan
sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah urutan nukleotida (urutan basa)
tertentu yang dikenal oleh enzim restriksi sebagai tempat atau bagian yang akan
dipotongnya (Tjahjoleksono, 2010). Berikut ini beberapa enzim restriksi, sekuens
pengenal dan produk.

Gambar 2. Beberapa Jenis Enzim Restriksi yang Umum Digunakan Pada


Teknologi DNA Rekombinan

4
Salah satu enzim restriksi ini adalah enzim EcoRI yang telah diisolasi pertama
kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli (Chakrapani
dan Satyanarayana, 2007). Enzim EcoRI memotong DNA pada bagian yang urutan
basanya GAATTC (sekuens pengenal bagi EcoRI). Pada DNA untai ganda, sekuens
GAATTC ini akan berpasangan dengan sekuens yang sama tetapi berlawanan arah.
Enzim EcoRI ini memotong setiap untai dari untai ganda tersebut pada bagian
antara G dan A. Potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA untai ganda yang
dihasilkan akibat pemotongan di setiap untainya akan memiliki ujung beruntai
tunggal. Ujung ini dikenal dengan istilah sticky ends atau cohesive ends (ujung
kohesif) dan blunt ends (ujung tumpul) (Tjahjoleksono, 2010). Fragmen DNA
dengan sticky ends adalah partikel yang digunakan untuk eksperimen DNA
rekombinan. Hal ini karena ujung untai tunggal DNA-nya mudah berpasangan
dengan fragmen DNA komplementer lain yang memiliki sticky ends (Chakrapani dan
Satyanarayana, 2007).
Tatanama enzim restriksi mengikuti standar prosedur berdasarkan sumber
bakteri yang diisolasi. Huruf pertama pada enzim yang ditulis miring menunjukkan
nama genus, diikuti dua huruf berikutnya juga ditulis miring menunjukkan spesies,
selanjutnya adalah strain organisme dan terakhir angka Romawi yang menunjukkan
urutan penemuan. Beberapa contoh penamaan enzim seperti berikut ini. EcoRI
adalah enzim yang berasal dari Escherichia (E) coli (co), strain Ry13 (R), dan
merupakan endonuklease pertama (I) yang ditemukan. HindIII adalah Haemophilus
(H) influenzae (in), strain Rd (d), dan merupakan endonukleus ketiga (III) yang
ditemukan.
2. Enzim DNA ligase
Enzim DNA ligase digunakan untuk menyambung atau menyisipkan DNA.
Pada tahun 1972, David Jackson, Robert Simon, dan Paul Berg berhasil membuat
molekul DNA rekombinan. Mereka menggabungkan fragmenfragmen DNA dengan
cara memasangkan (anneal) ujung sticky ends dari satu fragmen dengan ujung
sticky ends fragmen lainnya, kemudian menyambungkan kedua ujung fragmen
tersebut secara kovalen dengan menggunakan enzim DNA ligase (Tjahjoleksono,
2010).
Keberadaan enzim DNA ligase sangat diperlukan untuk menangkap potongan
DNA asing. Selain kedua enzim tersebut enzim (restriksi dan enzim DNA ligase),
terdapat beberapa enzim yang ikut berperan dalam teknologi DNA rekombinan
seperti dalam tabel berikut.

5
Tabel 1. Beberapa Enzim yang biasa digunakan dalam teknologi DNA
Rekombinan/Rekayasas Genetika (Chakrapani dan Satyanarayana, 2007).
3. Sel Inang
Sel inang merupakan sistem kehidupan atau sel yang membawa molekul DNA
rekombinan. Jenis sel inang pada prokariotik (bakteri) berbeda dengan sel inang
pada eukariotik (jamur, hewan dan tumbuhan). Beberapa contoh sel inang yang
digunakan dalam rekayasa genetika dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

6
Tabel 2. Beberapa contoh sel inang yang digunakan dalam rekayasa
genetika
Sel inang prokariotik. Escherichia coli merupakan mikroorganisme pertama
yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan dan terus menjadi inang pilihan
oleh para ilmuwan. Bacillus subtilis adalah bakteri non-patogen berbentuk batang.
Bakteri ini telah digunakan sebagai sel inang dalam bidang industri untuk
memproduksi enzim, antibiotik, insektisida dan lain-lain. Beberapa ilmuwan
menggunakan Bacillus subtilis sebagai pengganti Escherichia coli (Chakrapani dan
Satyanarayana, 2007).
Sel inang eukariotik. Organisme eukariotik merupakan sel inang yang banyak
digunakan untuk memproduksi protein manusia karena memiliki struktur yang
komplek sehingga cocok untuk mensintesis protein komplek. Organisme eukariotik
yang sering digunakan adalah ragi (Saccharomyces cerevisiae). Selain ragi, sel inang
yang dapat digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah sel mamalia
(seperti sel-sel tikus). Keuntungan menggunakan sel mamalia sebagai sel inang
adalah beberapa protein komplek yang tidak dapat disintesis oleh bakteri dapat
diproduksi oleh sel mamalia seperti jaringan aktivator plasminogen. Hal ini karena
sel-sel mamalia memiliki mekanisme untuk memodifikasi protein ke bentuk aktif
(modifikasi setelah proses translasi).
4. Vektor/Pembawa
Vektor dalam DNA rekombinan adalah molekul DNA yang membawa fragmen
DNA asing yang akan dikloning.
a. Plasmid
Plasmid merupakan DNA bakteri yang ekstrakromosomal karena terpisah dari
kromosom bakteri. DNA plasmid dapat berbentuk double- stranded (untai ganda)
dan sirkular serta memiliki kemampuan mereplikasi diri. Hampir semua bakteri
memiliki plasmid baik dalam jumlah yang sedikit (1-4 per sel) bahkan memiliki
jumlah yang banyak (10-100 per sel). Ukurannya bervariasi antara 10-500 kb.
Plasmid menyumbang 0,5-5% dari jumlah DNA bakteri.
Plasmid yang digunakan sebagai vektor dalam rekayasa genetika memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
(1) Ukuran kecil, sehingga mudah diisolasi dalam keadaan utuh.
(2) Mempunyai bentuk DNA sirkuler sehingga tetap stabil pada saat diisolasi.
(3) Melangsungkan replikasi sendiri sehinga berlangsung di luar kontrol sel.
(4) Terdapat dalam beberapa copy di dalam sel

7
(5) Berisi sisi pengenal tunggal untuk satu atau lebih enzim restriksi.
(6) Memiliki gen resistensi terhadap antibiotik sehingga memudahkan deteksi
dan seleksi terhadap plasmid yang berisi gen yang diinginkan.
Plasmid yang memenuhi kriteria sifat tersebut yang paling banyak digunakan
sebagai vektor adalah pBR322 (untai DNA 4,361 bp). pBR322 membawa gen yang
resisten untuk ampicilin (Amp′) dan tetracycline (Tel′) sebagai penanda yang
dikenal sebagai klon yang membawa plasmid. Plasmid pBR322 ini memiliki
pengenalan yang baik pada reaksi enzim endonuklease retriksi pada EcoRI, HindIII,
BamHI, SalI dan PstlI.

Gambar 3. Plasmid dalam sel bakteri dan plasmid pBR322


Sifat-sifat plasmid pBR322 adalah sebagai berikut:
(1) Relatif kecil dengan berat molekul 2,6 x 10
(2) Stabil, bertahan pada sel inang (host) dengan jumlah 1 – 0 copy/sel. 6
(3) Dapat diperbanyak jumlahnya sampai 1.000 – 3.000 copy tiap sel (dengan
jalan menghambat sintesis protein).
(4) Dapat menyisipkan DNA asing yang besar (sampai 10 kb).
(5) Memiliki urutan nukleotida secara komplit sebanyak 4.362
(6) Mempunyai sisi pemutus tunggal untuk enzim restriksi PstI, SaII, EcoRI,
HindIII, BamHI.
(7) Mempunyai dua penanda reistensi untuk antibiotik ampicilin dan
tetrasiklin sehingga mudah diseleksi.

8
Jenis plasmid lain adalah pUC19 (2,686 bp) memiliki gen yang resisten
terhadap ampicilin. Sedangkan yang lain adalah derivat pBR322- pBR325, pBR328
dan pBR329.
b. Bakteriofag
Bakteriofag adalah virus yang bereplikasi di dalam tubuh bakteri. DNA
bakteriofag menyatu dan tinggal secara permanen di dalam kromosom bakteri. Fag
sebagai vektor mampu menerima fragmen DNA asing ke dalam genomnya.
Penggunaan fag sebagai vektor menguntungkan sebab memiliki kemampuan
membawa DNA yang lebih besar daripada plasmid. Oleh karena itu, fag lebih disukai
untuk rekayasa genom sel manusia. Jenis fag yang sering dipakai adalah
bacteriophage λ (phage λ) dan bachteriophage (M13).

Gambar 4. Struktur fag λ


c. Cosmid
Cosmid merupakan vektor yang memiliki karakteristik campuran antara
plasmid dan bacteriophage λ. Nama cosmid terdiri atas dua kata yaitu “cos” yang
menunjukkan bahwa cosmid mengandung ujung kohesif (kompak/lengket) atau
cossite (wadahcos). Bagian ujung tersebut perlu untuk mengemas DNA ke dalam
kepala fag. Kata yang kedua adalah “mid” menunjukkan bahwa cosmid membawa
sifat plasmid yang bisa bereplikasi. Cosmid dibentuk dengan menambahkan
fragmen DNA phage λ termasuk cos site ke dalam plasmid. DNA asing dapat
disisipkan ke dalam cosmid DNA menjadi DNA rekombinan yang bisa dikemas
dalam bentuk fag. Kemudian fag tersebut diinjeksikan ke dalam E.coli. Perilaku fag
seperti plasmid membuat fag tersebut memiliki kemampuan bereplikasi.
pBR322-plasmid dapat dimodifikasi menjadi cosmid. Sebagai plasmid, cosmid
ini memiliki kemampuan replikasi dan pengenalan terhadap enzim retriksi (Zubey
et al., 1995). Setelah reaksi pengemasan dilakukan, partikel yang terbentuk dipakai
untuk menginfeksi sel E.coli. Keuntungan dari penggunaan cosmid adalah
kemampuannya yang bisa membawa fragmen DNA asing yang lebih besar daripada
plasmid.

9
d. Artificial Chromosome Vector (vektor buatan)
Dikenal tiga jenis vektor buatan yaitu:
(1) Human Artificial Chromosome (HAC)
HAC dikembangakn tahun 1997 oleh H. Willard berupa kromosom
manusia buatan. Kromosom ini merupakan vektor DNA yang dibuat secara
sintetis dan memiliki kareteristik seperti kromosom manusia. HAC adalah
mikrokromosom yang dimungkinkan mampu mereplikasi diri dengan
rentang ukuran 1/10 – 1/5 bagian dari kromosom manusia. Keuntungan
dari penggunaan HAC adalah kemampuannya membawa gen manusia
yang ukurannya cukup panjang. Lebih jauh lagi HAC berfungsi untuk
membawa gen yang diintroduksi (dikenalkan) ke dalam sel untuk
keperluan terapi gen.
(2) Yeast Artificial Chromosome (YACs)
Yeast Artificial Chromosome (YACs) merupakan DNA sintesis yang
bisa menampung DNA asing dalam jumlah besar (khususnya DNA
manusia). Dengan vektor ini dapat dilakukan kloning potongan DNA dalam
ukuran besar.
(3) Bacterial Artificial Chromosome (BACs)
Struktur BACs berdasarkan F-plasmid yang memiliki ukuran lebih
besar dari plasmid lain yang difungsikan sebagi vektor. BACs dapat
menerima sisipan DNA sekitar 300 kb.
e. Vektor Khusus
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pemilihan suatu vektor adalah
ukuran dari fragmen DNA asing yang akan disisipkan. Efisiensi proses ini sangat
penting untuk menentukan kesuksesan kloning. Tabel di bawah menunjukkan
ukuran DNA sisipan

Gambar 5. Contoh berbagai Ukuran fragmen DNA yang disisip dan vektor

10
2.3 Tahapan-Tahapan Teknologi DNA Rekombinan
2.3.1 Isolasi Dan Purifikasi Dna Genom Dan Plasmid
1. Isolasi dan Purifikasi DNA Genom
Molekul DNA yang sering digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah
DNA plasmid dan DNA genom yang berasal dari sel bakteri. Pada dasarnya isolasi
DNA genom total dari sel bakteri terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Kultivasi sel dalam media yang sesuai
2. Pemecahan dinding sel
3. Ekstraksi DNA genom
4. Purifikasi DNA

Pemecahan dinding sel bakteri dilakukan secara fisik misalnya dengan cara
sonikasi, maupun dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan enzim lisozim,
etilen diamin tetra asetat (EDTA), atau kombinasi dari keduanya. Pada kondisi
tertentu pemecahan dinding sel cukup dilakukan dengan lisozim dan EDTA, akan
tetapi sering ditambahkan bahan lain yang dapat melisiskan dinding sel antara lain
deterjen triton X-100 atau sodium dedosil sulfat (SDS). Setelah sel mengalami lisis,
tahap selanjutnya adalah memisahkan debris sel dengan cara sentrifugasi.
Komponen sel yang tidak larut diendapkan dengan sentrifugasi sehingga
meninggalkan ekstrak sel dalam supernatan yang jernih. (Radji, M., 2011; Thermo
Scientific, 2009)
Tahap akhir dari isolasi DNA adalah proses pemurnian DNA. Disamping DNA,
ekstrak sel mengandung protein dan RNA dalam jumlah yang cukup besar.
Umumnya cara pemurnian DNA dilakukan dengan penambahan larutan fenol atau
campuran fenol dan kloroform dengan perbandingan 1:1, untuk mengendapkan
protein dengan cara di sentrifugasikan dan dihancurkan secara enzimatis dengan
proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein masih tercampur dengan RNA
sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul
DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan cara “presipitasi
etanol”. Dengan adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu -
20oC etanol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik sehingga mudah
dipisahkan dengan cara sentrifugasi. (Radji, M., 2011; Thermo Scientific, 2009)

2. Isolasi dan Purifikasi DNA Plasmid


Isolasi dan purifikasi DNA plasmid dari sel bakteri pada dasarnya sama
dengan cara isolasi DNA genom. Sel bakteri yang mengandung DNA plasmid

11
dibiakkan dan dipanen. Sel bakteri dilisiskan dengan penambahan deterjen dan
enzim lisozim, kemudian disentrifugasi untuk memisahkan debris sel dengan
ekstrak sel. Proses selanjutnya adalah memisahkan protein dan RNA dari DNA
plasmid. Namun demikian terdapat perbedaan penting dalam isolasi DNA plasmid
dengan isolasi DNA genom. Isolasi DNA plasmid memperhatikan keberadaan DNA
genom yang berasal dari sel bakteri. Pemisahan antara DNA plasmid dengan DNA
genom sangat penting untuk dilakukan apabila DNA plasmid akan digunakan
sebagai vektor kloning. Adanya sedikit kontaminasi DNA genom bakteri dalam
jumlah kecil pun dapat mempengaruhi keberhasilan kloning DNA. (Radji, M., 2011;
Thermo Scientific, 2009)
Beberapa cara untuk menghilangkan DNA genom pada pemurnian DNA
plasmid telah banyak dikembangkan. Cara pemisahan DNA plasmid dengan DNA
genom pada prinsipnya berdasarkan ukuran dan konformasinya. Ukuran DNA
plasmid sangat kecil bila dibandingkan dengan ukuran DNA genom. Ukuran DNA
plasmid yang terbesar, kurang dari 8% ukuran DNA genom bakteri, dan sebagaian
besar DNA plasmid berukuran lebih kecil daripada ukuran tersebut. Dengan
demikian teknik yang dapat memisahkan molekul DNA yang kecil dengan DNA yang
berukuran besar akan sangat efektif untuk memisahkan DNA plasmid. (Radji, M.,
2011)
Salah satu cara yang lazim digunakan untuk memisahkan DNA plasmid
dengan DNA genom adalah dengan menggunakan cara sentrifugasi gradient
densitas. Teknik sentrifugasi gradient densitas etidium bromida sesium klorida,
yang berkecepatan tinggi, merupakan cara yang sangat efektif untuk memperoleh
DNA plasmid murni. Dengan teknik tersebut DNA plasmid akan membentuk pita
pada titik tertentu yang terpisah dengan pita genom, dimana protein akan
mengapung pada permukaan gradient, dan RNA akan berada pada dasar tabung.
Posisi pita-pita DNA dalam tabung bisa terlihat melalui pendaran etidium bromida
yang disinari dengan ultra violet. DNA plasmid dapat diambil dengan menusukkan
jarum suntik pada dinding tabung dimana pita DNA plasmid terlihat dan
menyedotnya. Sedangkan etidium bromida yang terikat pada DNA plasmid dapat
diekstraksi dengan n-butanol, dan CsCl dihilangkan dengan cara dialisis. Teknik
pemisahan ini dapat memperoleh DNA plasmid murni yang dapat digunakan sebagai
vektor kloning. (Radji, M., 2011)
2.3.2 Pemotongan DNA dengan Enzim Restriksi
Enzim endonuklease restriksi yang sangat selektif dalam memotong untai

12
DNA sangat bermanfaat bila diaplikasikan pada teknologi DNA rekombinan. Setiap
enzim mengalami rangkaian 4-8 pasang basa tertentu yang terdapat dalam untai
DNA. Bagian atas situs pada molekul DNA yang dikenali oleh enzim endonuklease
restriksi dikenal sebagai situs pemotongan enzim. Rangkaian-rangkaian situs
pemotongan DNA oleh enzim ini apabila terdapat dalam genom bakteri itu sendiri,
biasanya dilindungi dengan adanya gugus metil pada residu basa adenine (A) dan
sitosin (C), sehingga tidak dapat dipotong oleh enzim endonuklease yang dihasilkan
oleh bakteri sendiri. Setiap enzim endonuklease restriksi memiliki situs pengenalan
pemotongan yang berbeda dan sangat spesifik. (Radji, M., 2011)
Enzim endonuklease restriksi yang berbeda, memiliki situs pemotongan yang
berbeda, namun ada beberapa jenis enzim endonuklease restriksi yang diisolasi dari
sumber yang berbeda memiliki situs pemotongan yang sama. Enzim-enzim
endonuklease restriksi yang memiliki situs pemotongan yang sama disebut
isochizomer. (Radji, M., 2011)
Sekuens basa DNA pada situs pemotongan memiliki urutan basa yang sama
pada untai DNA heliks ganda, yang dikenal dengan sekuens palindromik. Misalnya
enzim EcoRI, yang diisolasi pertama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari
Escherichia coli yang memotong DNA pada bagian antara basa G dan A pada sekuens
GAATTC. Hasil pemotongan enzim endonuklease restriksi ada dua macam yaitu
menghasilkan ujung tumpul (blunt) dan ujung lengket (sticky) atau kohesif. (Radji,
M., 2011)
Enzim yang memotong molekul DNA heliks ganda tidak berhadapan
langsung, tetapi selisih 2-4 basa menghasilkan potongan dengan ujung lengket,
sedangkan enzim yang memotong pada tempat yang berhadapan menghasilkan
ujung tumpul. (Radji, M., 2011)

13
Gambar 6. Situs pemutusan DNA oleh enzin restriksi endonuklease
Pada gambar dibawah dapat dilihat misalnya enzim restriksi EcoRI,memotong
molekul DNA pada urutan heksa-nukleotida 5’—GAATTC—3’ pada posisi antara
basa G dan A. demikian pula pada urutan polindromiknya 3’—CTTAAG—5’ enzim
EcoRI, juga memotong pada posisi antara basa A dan G. dengan demikian molekul
DNA heliks ganda yang terpotong oleh enzim EcoRI, menghasilkan fragmen restriksi
dengan kedia ujung yang lengket.

EcoRI

Gambar 7. Situs pemutusan DNA oleh enzim restriksi endonuklease


EcoRI

Beberapa jenis enzim antara lain misalnya AluI menghasilkan fragmen


restriksi yang tumpul kerena memotong DNA heliks ganda tepat ditengah
antara basa C dan G. dewasa ini banyak enzim endonuklease restriksi yang telah
dimurnikan dan diproduksi secara komersial yang dapat mengenali sekuens
nukleotida yang berlainan.

Kondisi optimal ketika melakukan proses digesti sangat penting. Karena jika
kondisi optimal tidak tercapai, enzim akan memotong secara tidak normal.
Contohnya: EcoRI pada buffer reaksi dengan konsentrasi garam rendah tidak hanya
memotong pada situs pengenalan normal G↓AAATTC, namun akan juga memotong
situs pengenalan ↓AATT. Aktifitas seperti ini dinamakan star activity. (Rinehart, C.A.,
2005)
Setelah proses inkubasi selesai, reaksi digesti enzim dapat dihentikan dengan
menambahkan EDTA. Penambahan EDTA akan mengkelat ion logam; dalam reaksi
ini ion logam yang dikelat adalah Mg2+. Untuk beberapa tipe enzim lainnya,

14
inaktivasi dapat dihentikan dengan cara pemanasan; menggunakan pendenaturasi
protein, contohnya fenol atau kloroform; atau memisahkan enzim dari DNA
menggunakan kolom kromatografi. (Rinehart, C.A., 2005)
2.3.3 Penggabungan DNA dengan Enzim DNA Ligase
Penyambungan pita DNA dilakukan menggunakan enzim ligase, yaitu enzim
yang berperan dalam membentuk ikatan fosfodiester kembali antara dua molekul
DNA pasca pemotongan. Enzim ligase yang umum digunakan adalah T4 DNA ligase.
Ligasi adalah proses penyambungan antara satu fragmen DNA dengan fragmen DNA
lainnya. Di dalam pengklonan gen, DNA insert disambungkan dengan vector
pengklonan. Terdapat beberapa jenis vector, diantaranya vector untuk bakteri
adalah plasmid, phage dan cosmid, serta beberapa vector lain yang digunakan untuk
organisme selain bakteri, yaitu Yeast Artificial Chromosomes (YAC), Bacterial
Artificial Chromosomes (BAC), Plant Cloning Vectors dan Mammalian Cell Vectors
(Barnum, 2005).
Faktor yang sangat berperan dalam proses ligasi adalah Enzim Ligase. Ligasi
berhasil bila kedua ujung yang akan disambungkan berkomplemen. Kecocokan yang
sangat spesifik dibutuhkan bila fragmen DNA yang akan disambungkan mempunyai
ujung tidak rata (sticky end), karena penyambungannya harus mengikuti kaidah
Chargaff, yaitu T berpasangan dengan A dan G berpasangan dengan C. Sedangkan
fragmen DNA yang mempunyai ujung rata (blunt end) dapat disambungkan dengan
sembarang fragmen DNA lain yang berujung rata. Oleh karena itu untuk mengklon
suatu fragmen DNA yang spesifik menggunakan ujung tidak rata sedangkan
pengklonan DNA yang tidak memerlukan spesifikasi tertentu menggunakan ujung
rata (Suharsono, 2000).
2.3.4 Memasukkan DNA Rekombinan ke dalam Sel Hidup

1. Transformasi

Teknik ini digunakan apabila vektor yang dipakai adalah plasmid DNA.
Dapat ditransformasikan kedalam sel inag dengan cara:
a. Induksi kimia
Menggunakan perlakuan kejut panas kejut panas (heat shock) dengan
CaCl2 pada suhu 42oC dalam waktu 90 detik. Adanya ion Ca2+ dapat
menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel bakteri sehingga plasmid
DNA rekombinan yang berada dalam biakan sel bakteri akan masuk kedalam sel
bakteri yang dinding selnya lebih permeabel. (Radji, M., 2011)

15
Gambar 8. Bagan Transformasi Gen
b. Elektroporasi

Permeabilitas dinding sel bakteri dapat ditingkatkan dengan cara


menempatkan sel bakteri kedalam medan listrik yang kuat. DNA dan sel bakteri
dimasukkan bersama-sama dalam kuvet khusus yang kemudian ditempatkan
dibawah medan listrik (1,8 kv), dalam waktu yang sangat singkat sekitar 4-5
detik. Dibawah medan listrik ini dinding sel bakteri dipaksa terbuka dengan
sendirinya, sehingga DNA dapat masuk kedalam sel bakteri kedalam lubang yang
terbentuk tersebut. Teknik ini dapat menyebabkan sebagian besar sel bakteri
mati, namun sel yang bertahan hidup akan menerima DNA. Dewasa ini
elektroporasi sering digunakan untuk transfer DNA karena prosesnya lebih
cepat. (Radji, M., 2011)

Gambar 9. Peralatan Elektroporasi


c. Konjugasi

Proses ini umumnya terjadi secara alamiah diantras sel bakteri melalui pili
bakteri. Pada transfer DNA melalui konjugasi diperlukan jenis plasmid khusus
yang disebut dengan plasmid konjugatif. Apabila sel bakteri memiliki plasmid
tersebut (sel donor) bertemu dengan bakteri yang tidak memiliki plasmid (sel
penerima), maka akan terjadi agregasi sel dari keduanya. Pada saat itu akan
terjadi transfer plasmid dari sel donor ke dalam sel penerima. Manipulasi

16
terhadap plasmid konjugatif dapat dilakukan untuk membuat plasmid konjugatif
membawa molekul DNA rekombinan yang dikehendaki (Radji, M., 2011)

Gambar10. Konjugasi, Transformasi, Transduksi Gen


2. Transfeksi
Transfer DNA melalui proses ini apabila vektor yang digunakan adalah virus
bakteriofag. DNA rekombinan yang akan ditransfer dikemas terlebih dahulu dalam
kapsid bakteriofag, kemudian diinfeksikan kedalam sel penerima. Proses transfer
DNA melalui transfeksi ini menyerupai proses infeksi oleh virus yang terjadi secara
alamiah. Replikasi dan propagasi akan meningkatkan jumlah DNA rekombinan.
(Radji, M., 2011)
3. Mikroinjeksi
Teknik ini digunakan untuk mentransfer DNA secara langsung kedalam sel
menggunakan jarum suntik yang merukuran sangat kecil atau mikro. Umumnya
teknik ini digunakan untuk mentransfer DNA kedalam sel hewan atau sel tanaman,
karena sel tersebut berukuran relative lebih besar daripada sel bakteri. DNA
rekombinan yang akan ditransfer diinjeksikan lengsung kedalam nucleus sel
penerima. (Radji, M., 2011)
4. Mikroprojektil
Teknik ini umumnya digunakan untuk mentransfer DNA kedalam sel atau
jaringan tanaman. Partikel DNA ditembakkan langsung dengan suatu alat penembak
khusus langsung kedalam sel tanaman. Dewasa ini terdapat berbagai jenis alat
penembak gen, salah satu jenisnya antara lain adalah pistol penembak gen. (Radji,
M., 2011)
2.3.5 Penapisan Hasil Kloning
Seleksi klon bakteri yang benar yaitu bakteri yang mengandung plasmid

17
rekombinan. Dalam contoh ini, seleksi dilakukan dengan menggunakan media
tumbuh bakteri yang mengandung antibiotik. Sel yang yang tidak mengandung
pasmid tidak akan tumbuh pada media yang mengandung antibiotik. Pada daerah
polikloning ini terdapat banyak situs restriksi dari berbagai enzim restriksi. Dalam
hal ini, dapat menggunakan berbagai enzim restriksi untuk memotong pUC118
atau pUC119 pada bagian lacZ. Dengan demikian dapat menyisipkan DNA asing
pada bagian lacZ. Bila gen lacZ disisipi oleh DNA asing maka gen lacZ tersebut tidak

berfungsi (tidak menghasilkan -galactosidase).

Bila menggunakan pUC188 atau pUC119 sebagai plasmid vektor, maka


koloni yang membawa plasmid rekombinan dapat dideteksi dengan menggunakan

Xgal (5-bromo-4-chloro- indolyl--D-galactosida). Enzim -galactosidase akan


memecah Xgal menjadi galatosa dan 5-bromo-4-chloroindigo berwarna biru.
Koloni bakteri yang mengandung plasmid pUC118 atau pUC119 akan berwarna
biru bila ditumbuhkan pada media yang mengandung Xgal. Hal ini karena l bakteri

menghasilkan enzim -galactosidase. Oleh karena medianya mengandung Xgal

maka enzim -galactosidase memecahkan Xgal sehingga dihasilkan 5-bromo-4-

chloroindigo yang berwarna biru. Koloni bakteri akan berwarna putih bila pUC118
atau pUC119 telah disisipi DNA asing pada bagian lacZ. Dalam hal ini sel bakteri

tidak menghasilkan enzim -galactosidase karena gen lacZ. Gen lacZ tidak

berfungsi karena disisipi oleh DNA asing.

Gambar11. Teknik Penapisan Hasil Kloning


2.3.6 Seleksi Gen yang Kloning

Dilakukan dengan cara hibridisasi asam nukleat dengan menggunakan


suatu penanda (probe). Pustaka Genom digunakan untuk menyimpan gen atau
fragmen DNA yang telah diklonkan. Salah satu cara yang digunakan untuk

18
mempelajari genom suatu organisme adalah dengan menggunakan pendekatan
Shot-Gun. Dengan pendekatan ini, DNA total dipotong menggunakan enzim
restriksi. Oleh karena jumlah potongannya sangat banyak maka sangatlah sulit
untuk mempelajari setiap potongan tersebut dalam waktu yang bersamaan.
Oleh karena itu, potongan-potongan tersebut perlu untuk disimpan lebih dulu
sebelum mendapatkan gilirannya untuk dipelajari.

Pelacak DNA / RNA digunakan untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA
yang diinginkan atau untuk mendeteksi klon yang benar.. Pelacak atau probe yang
digunakan untuk mengidentifikasi fragmen DNA yang spesifik tersebut merupakan
asam nukleat pendek, berutas tunggal (RNA atau DNA berutas tunggal) dan diberi
label radioaktif atau non radioaktif. Bila dicampurkan dengan fragmen-fragmen
DNA, rangkaian basa yang ada pada probe tersebut akan berpasangan dengan
rangkaian basa komplementer yang ada pada fragmen DNA. Dengan kata lain
bahwa fragmen DNA yang akan tertempeli probe adalah fragmen DNA yang
mengandung urutan basa yang komplementer dengan urutan basa pada probe.
Dengan teknik ini, gen tertentu dapat diisolasi dari campuran fragmen DNA
yang kompleks. Langkah awalnya adalah memisahkan fragmen- fragmen DNA
dengan cara elektroforesis pada gel agarosa. Fragmen DNA yang telah terpisah di
dalam gel agarose, selanjutnya didenaturasi (dibuat menjadi utas tunggal).
Fragmen-fragmen DNA tersebut kemudian ditransfer pada filter nitroselulosa atau
membran nilon sehingga setiap fragmen DNA menempel kuat pada membran dan
posisinya yang sama dengan posisi pada gel agarosa. Kemudian membran atau
filter direndam dalam cairan yang mengandung probe.
Bila probe-nya adalah probe radioaktif, filter selanjutnya ditempelkan atau
diekspose pada lembaran film X-ray untuk mengetahui posisi fragmen yang
tertempeli probe pada filter atau membran. Probe non-radioaktif juga telah cukup
lama dikembangkan. Probe dapat dikaitkan dengan enzim, misalnya peroksidase
sehingga menjadi probe- enzim. Deteksinya dapat dilakukan dengan menggunakan
substrat chemiluminescent yang signalnya ditangkap oleh lembaran film x-ray.
Probe juga dapat dikaitkan dengan vitamin misalnya biotin, sedangkan deteksinya
menggunakan enzim misalnya alkalin phosphatase. Signalnya akan nampak
langsung pada filter atau membran berupa pita-pita yang berwarna biru/ungu bila
pita-pita tersebut merupakan fragmen DNA yang berikatan dengan probe.

19
Dengan prinsip yang sama yaitu perpasangan basa-basa probe dengan basa-
basa DNA target yang komplementer, probe asam nukleat ini juga dapat digunakan
untuk mendeteksi klon yang benar. Klon DNA (gen atau fragmen DNA) dapat
dibuat melalui pembuatan plasmid rekombinan di dalam tabung reaksi
(mencampurkan plasmid asal dan fragmen DNA). Kemungkinan yang dapat
ditemui di dalam tabung reaksi tersebut adalah plasmid tanpa mengandung
fragmen DNA (plasmid asal) dan plasmid rekombinan (plasmid yang mengandung
fragmen DNA).
Tahap berikutnya adalah memasukkan plasmid ke dalam sel bakteri dengan
cara mencampurkan campuran plasmid tersebut dengan bakteri inangnya.
Kemungkinan yang dapat terjadi dalam hal ini adalah: ada sel bakteri yang tidak
berisi plasmid, ada sel yang berisi plasmid asal, dan ada sel yang berisi plasmid
rekombinan. Teknik Southern Blotting tersebut di atas dapat digunakan untuk
mendeteksi klon yang benar (klon bakteri yang mengandung plasmid
rekombinan), yaitu dengan menggunakan probe yang spesifik untuk fragmen DNA
yang diklonkan (urutan basanya komplemen dengan urutan basa pada fragmen
yang diklonkan).

2.4 Aplikasi dan Manfaat DNA Rekombinan


Teknologi rekombinan DNA banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari baik dalam bidang kesehatan, pertanian, kelautan, hukum dan ilmu
pengetahuan. Berikut adalah contoh aplikasi dan manfaat teknologi rekombinan
DNA pada bebrapa bidang kehidupan :
1. Bidang Kesehatan
a. Insulin manusia telah diproduksi secara massal menggunakan bakteri
E.coli dan telah diperdagangkan untuk mengobati penyakit diabetis.
b . Vaksin hepatitis B digunakan untuk mencegah infeksi virus hepatitis.
Telah diproduksi secara komersial menggunakan S.cereviciae dalam
skala industri
c. Hormon tumbuh manusia (GH) diproduksi menggunakan E.coli dan
digunakan untuk mengobati kelainan pertumbuhan (misal: cebol).
d . Therapi gen untuk penyakit dilakukan dengan menggantikan gen yang
mengalami kerusakan dengan gen yang normal, digunakan untuk
mengobati penyakit- penyakit keturunan (genetic disorders) dan
penyakit lain yang disebabkan oleh kerusakan gen (misal: kanker)

20
2. Bidang Pertanian
a. Bakteri Ice- (ice minus): bakteri yang telah direkayasa sehingga tidak
membeku pada suhu rendah. Digunakan (disemprotkan) pada
tanaman agar tanaman tidak membeku di musim dingin.
b. Tanaman tahan hama, misal kapas Bt, tomat Bt
c. Tanaman tahan herbisida.
d. Mikroba Pendegradasi Limbah.
3. Bidang Kelautan : penggunaan hormon pertumbuhan untuk meningkatkan
ukuran ikan
4. Bidang Hukum
a. Pelaku kejahatan dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisis Sidik
Jari DNA misalnya: kasus perkosaan
b. Untuk menentukan keturunan dan keluarga berdasarkan DNA fingerprint.
5. Bidang Ilmu Pengetahuan
a. Membantu upaya memahami terjadinya kelainan pada manusia (penyakit
genetik) misalnya kanker payudara
b. Kemajuan Teknologi DNA telah mendorong para ilmuwan (konsorsium
ilmuwan internasional) untuk mewujudkan proyek genom manusia dan
genom organisme lainnya.

21
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Metode
Pendekatan awal yang diambil oleh para ilmuwan di Genentech mensyaratkan
memasukkan kode urutan nukleotida untuk manusia insulin A dan B berantai
menjadi dua sel E. coli yang berbeda (K12). Dalam protein aplikasi rekayasa yang
melibatkan mutagenesis dan ekspresi protein dari DNA rekombinan, gen sintetis
menawarkan banyak keunggulan dibandingkan kloning, terjadi secara alami, gen.
Masalah potensial termasuk tinggi Isi G + C atau A + T, bias kodon, dan struktur
intron / ekson yang kompleks.
1. Vektor Ekspresi dan Strain Bakteri
Gen pro-insulin manusia sebesar 293 bp disintesis menggunakan 10 primer
yang telah dirancang sebelumnya. Dasar desain primer, proses amplifikasi
polimerase Taq, dan kloning gen dirinci di tempat lain. Urutan yang telah
dikonfirmasi diperkuat dengan menggunakan dua primer pendek yang
kompatibeluntuk vektor ekspresi TOPO arah pET101, diteruskan 5’ caccatgtt
tgttaaccaacac-3’ and kembali 5’ -gctggagcatgttctccagctg-3’ .
Produk PCR yang diperkuat secara langsung digunakan untuk ligasi (tanpa
ligase) ke dalam vektor pET101D-TOPO menurut panduan pengguna (Invitrogen,
Carlsbad, CA, USA) untuk menghasilkan pET-SHI. Vektor ini dikarakterisasi dengan
promotor T7, lokasi biding ribosom, dan polihistidin (6XHis) di terminal-C.
Komponen yang dipetakan vektor lainnya digambarkan pada (Gambar 12).
Campuran reaksi diubah menjadi E. coli XL-2 (Stratagen, CA, USA), beberapa klon
digunakan dalam miniprep (Qiagen, CA, USA), dan plasmid diperiksa untuk
memasukkan ukuran yang benar dengan pencernaan dengan Xba saya dan Kantung
I (Gambar 13), atau dikirim melalui pengurutan untuk memastikan urutan yang
benar dan tidak adanya mutasi, atau dalam bingkai. Itu E. coli strain inang yang
digunakan dalam penelitian ini adalah BL21 (DE3) ( F 2 OMT rB 2 mB 2), yang
kromosomnya membawa gen T7 RNA polimerase di bawah kendali promotor
lacUV5. Vektor diubah menjadi E. coli ( Invitrogen) sel kompeten sesuai dengan
protokol standar.

22
2. Pemurnian Proinsulin dan Insulin

Gambar 12. Digram representatif yang menunjukkan komponen vektor ekspresi


pE101 dan inert insulin antara situs kloning TOPO (terarah) yang melengkapi
dengan ujung berikat dari gen insulin yang diamplifikasi berada di bawah
promotor T7, dan menghasilkan 6146 bp. Konstruksi yang ditambahkan ke
dalam proinsulin menghasilkan peptida ekspensi di terminal-C 3 KDa. Panah
menunjuk ke situs pembelahan kimia.

Gambar 13. Sidik jari vektor yang diligasi: sisipkan. Gel aagarose 2% yang
menunjukkan fragmen rantai A, B, dan ABC yang dicerna dari pET101D.
Vektor SHI. C1, C2 menunjukkan ke dalam rantai A 75 bp, C4, C5
menunjukkan ke dalam rantai B 105 bp, dan C6, C7 menunjukkan rantai

23
ABC insulin manusia 293 bp, sedangkan C8 vektor tanpa sisipan. Rantai B
dan A tidak disajikan dalam penelitian ini.

Budidaya E. coli sel dikumpulkan dengan sentrifugasi kecepatan rendah,


dan pelet sel disuspensi kembali dalam 20 mM Tris-HCl Ph 8,0 / 1 mM EDTA / 1
mM PMSF. Setelah gangguan sel oleh sonikasi, lisat sel disentrifugasi pada 6.000 g
selama 10 menit. Pellet dilarutkan dalam 50 mMTris-HCl, pH 9.0, 8 M urea, dan 6 M
guanidine-HCl dengan konsentrasi 10 mg / mL. Sulfitolisis oksidatif dilakukan
dengan menambahkan natrium sulfit, sistin, CuSO. 4 5 H2O ,dan NiCl. 2 H2O sampai
konsentrasi akhir 0,4 M, 0,4 mM, 1 mM, dan 5 mM, masing-masing, diikuti dengan
inkubasi pada suhu kamar selama 12 jam (24 jam untuk sel yang telah diberi
perlakuan awal) dalam gelas kimia terbuka dengan pengadukan lembut. Supernatan
dimasukkan ke dalam kolom NTA yang diseimbangkan dan dielusi sesuai dengan
protokol standar (Qiaexpression, Qiagen). Protein yang dielusi diendapkan dengan
menambahkan 2 vols 0,1 M. ZnCl 2 larutan; endapan putih dikumpulkan dengan
sentrifugasi selama 15 menit pada 6.000 g. Endapan kemudian dilarutkan dalam 8 M
urea / 0,3 M HCl pada konsentrasi 10 mg / mL, dan dibelah oleh CNBr pada suhu
kamar selama 16 jam dalam gelap. Protein diendapkan lagi dengan menambahkan 2
vol 0,5 M ZnCl 2 larutan. Endapan produk yang dibelah CNBr dilarutkan dalam
buffer asam format 7 M urea / 20 mM (pH 4.0) dan dimasukkan ke dalam Kolom
pertukaran kation S-Sepharose (Pharmacia Biotechnology) diseimbangkan dengan
buffer yang sama. Kolom dielusi dengan kecepatan 3 mL / menit menggunakan
gradien linier 0,5 M NaCl dalam 7 M urea / 20 mM dapar asam format (pH 4,0)
selama 50 menit. Fraksi yang dielusi dianalisis dengan SDS-urea-PAGE dan fraksi
yang mengandung proinsulin S-sulfonasi dikumpulkan. Air suling (2 volt)
ditambahkan dan, setelah 30 menit pada suhu kamar, endapan dikumpulkan dengan
sentrifugasi pada 6.000 g selama 15 menit.
3. Reaksi Pelipatan/Folding
Bahan S-tersulfonasi yang telah dimurnikan disuspensi ulang dalam 50
mM glisin / NaOH, pH 10,5, 1 M urea pada konsentrasi akhir 2 mg / mL. Agen
redoks (1 mM 2-merkaptoetanol dan 0,15 mM sistin), dan sampel diaduk
pada 4oC dalam wadah terbuka selama 16 jam. Sampel kemudian dianalisis
dengan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik. graphy (RP-HPLC)
menggunakan kolom µ Bondpak C 18 (2.2 150 mm) setara diparut dalam

24
asetonitril 4% yang mengandung 0,1% TFA. Peptida teradsorpsi dielusi
dengan gradien linier dari peningkatan konsentrasi asetonitril (0,88% per menit
hingga maksimum 48%).
4. Pembelahan enzimatis oleh tripsin dan karboksipeptidase B
Protein terlipat (10 mg) dibelah oleh tripsin (EC 3.4.21.4, Sigma), kondisi
reaksi pH 7,5, suhu 14 8 C, selama 5 jam. Reaksinya dihentikan dengan penambahan
1 M CH3COOH sampai pH 4,5. PH fraksi yang mengandung arginin-insulin
disesuaikan menjadi 7,5 dengan 1 M Tris dan kemudian diencerkan 3 kali dengan 30
mM Tris – HCl (pH 7,5). Karboksipeptidase B (EC 3.4.17.2, Sigma) ditambahkan pada
laju 0,075 U / mg arginin-insulin dan diinkubasi pada 37oC selama 30 menit;
kemudian, reaksi dihentikan dengan penambahan 10% TFA hingga pH 3,9. Produk
akhir kemudian dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik (RP-
HPLC).
5. Kandungan Protein
Selain estimasi UV 280 nm, konsentrasi protein yang ditindaklanjuti pada
langkah yang berbeda dinilai dengan kit uji protein Bio-Rad.
6. Pemantauan Ekspresi
Semua kultur dan langkah pemurnian protein menjalani pemantauan protein
insulin dengan SDS-Urea-PAGE. SDS-Urea-PAGE SDS-urea-PAGE (Mini Vertical Gel
Unit, Invitrogen) digunakan untuk mengikuti ekspresi insulin di semua kultur yang
tidak diinduksi, kultur yang diinduksi, dan berbagai langkah pemurnian protein
dibandingkan dengan versi komersialnya. SDS-PAGE dilakukan dengan
menggunakan gel 15% -urea-poliakrilamida. Sampel direbus dalam buffer sampel
selama 5 menit pada 100oC, Sintesis Insulin Manusia lalu masukkan ke dalam
stacking gel. Semua proses dikalibrasi terhadap penanda berat molekul. Enzim
Immunoassay Insulin yang diproduksi dan komersial (5 m g / mL) digunakan untuk
melapisi pelat Costar ELISA atau strip nitroselulosa, dalam buffer karbonat /
bikarbonat (pH 9,6) selama 60 menit pada 37oC semaleman hingga mencapai 4oC.
Bahan yang dilapisi divisualisasikan oleh antibodi monoklonal terhadap insulin
manusia rekombinan (Takara, Shiga, Jepang) pada pengenceran 1: 1.000 selama 60
menit, kemudian direaksikan dengan antibodi terkonjugasi phospahatase anti-tikus-
alkali kelinci selama 60 menit; piring yang dicuci menerima 50 m L / sumur p-
nitrofenil fosfat ( p NPP) untuk pelat ELISA atau BCIP / NBT (KPL, Gaithersburg, MD,
USA) untuk strip.

25
3.2 Interpretasi Hasil
1. Ekspresi Protein dan Pemurnian
Untuk produksi insulin manusia rekombinan, gen proinsulin sintetik penuh
dirancang dan diperoleh (Gbr. 14), tidak termasuk kodon langka. Gen sintetik diikat
ke dalam pET101 tanpa ligasi atau defosforilasi, dan diekspresikan sebagai protein
fusi dengan sekitar 3 peptida KDa dari vektor (Gbr. 14), di samping urutan tag-nya.
Kehadiran sisipan di dalam plasmid dikonfirmasi oleh pembatasan ( Xba SAYA/
Kantung I) pemetaan (Gbr. 15), dan pengurutan. Desain ini mengarah pada produksi
sebagian besar protein proinsulin fusi dalam badan inklusi. Lebih lanjut, selama
budidaya, tidak ada ketidakstabilan struktural plasmid karena rekombinasi homolog
yang terdeteksi di miniprep plasmid dari kultur, seperti yang dinilai secara
menyeluruh dengan pemetaan restriksi (data tidak ditampilkan).
Klon urutan yang dikonfirmasi diubah menjadi E. coli ( BL21 DE3). Kultur
semalam digunakan untuk menanamkan bioreaktor 2 L untuk produksi intraseluler
protein fusi proinsulin. Pada akhir budidaya, 1 mM IPTG ditambahkan untuk
menginduksi pET-SHI untuk menghasilkan protein fusi proinsulin dari vektor
ekspresi yang diatur promotor T7. Setelah pemurnian, protein proinsulin fusi
intraseluler dan insulin yang dicerna secara enzimatis diperkirakan masing-masing
menjadi 110 mg / g berat sel kering, dan 1,3 mg / g berat sel.
Setelah pemrosesan kimiawi protein proinsulin fusi oleh CNBr, proinsulin
yang dilipat ulang yang telah dimurnikan dicerna dengan tripsin dan
karboksipeptidase B untuk menghilangkan rantai-C dan membiarkan insulin dalam
bentuk aktif. Meskipun spesifisitas rendah dari tripsin, telah terbukti membelah di
situs tertentu dari proinsulin, meninggalkan residu dasar tidak terselubung dalam
domain protein terlipat. Tripsin telah banyak digunakan dalam kombinasi dengan
karboksipeptidase B untuk menghilangkan asam amino dasar terminal-C, saat
memproses proinsulin rekombinan menjadi insulin dan rantai-C. Kemurnian akhir
insulin yang diubah dan diproses masing-masing diperiksa dengan SDS-urea-PAGE,
RP-HPLC. Gambar 3A dan B menunjukkan adanya pita mayor tunggal untuk kedua
versi protein; insulin benar-benar bermigrasi sejajar dengan protein insulin
komersial, sedangkan proinsulin bermigrasi agak di atas keduanya. Namun, Gambar
4 menunjukkan puncak utama tunggal pada kemurnian lebih dari 97% insulin yang
diproses, dan cocok dengan insulin komersial.

26
2. Bioassay (analisis pengukuran)
Analisis analitik tambahan untuk insulin yang diproses dilakukan dengan
menggunakan ELISA, dot-ELISA, Western blot, dan bioassay. Hasil immunoassay
mengkonfirmasi uji analitik sebelumnya; sinyal kuat yang sebanding diperoleh dari
insulin yang dilipat ulang (data tidak ditunjukkan), diproses (Tabel 1, Gambar 3C)
menggunakan antibodi monoklonal melawan insulin manusia rekombinan.

Gambar 14. 15% SDS-Urea-PAGE dari bintang BL21 DE yang dikultur


(panel A) dan insulin komersial proaktif yang dimurnikan (Panel B). Satu mL sel
kultur noninduksi (jalur 2) atau terinduksi (jalur 3) disentrifugasi dan pelet
direbus dengan buffer sampel. Proinsulin yang dimurnikan (jalur-B 1) dan
insulin yang diproses (jalur-B 2,3) dijalankan dibandingkan dengan insulin
komersial (jalur-B 4). Kedua panel A dan B diwarnai dengan Coomassie blue
R250. Strip-dot nitroselulosa (panel D, jalur 1,2) mewakili insulin komersial dan
diproduksi yang diwarnai dengan antibodi insulin anti-manusia monoklonal,
seperti yang dijelaskan dalam eksperimen. Jalur kiri 1 menunjukkan standar
protein.
Proinsulin atau insulin yang diproses di Western blot. Namun uji bioaktif
dilakukan pada mencit Balb / c. Kadar glukosa darah tikus diabetes STZ diukur
dan tikus diabetes berat dengan kadar glukosa darah 20-30 mmol / L disuntik

27
dengan insulin. Hasilnya menunjukkan potensi bio-efek insulin yang diproses
dibandingkan dengan insulin komersial (Tabel 2).

Gambar 15. Analisis perbandingan RP-HPLC dari insulin yang diproses-asli (A)
dan komersial (B). Protein dianalisis dengan a m- Bonapak C 18 kolom
semipreparatif.

Hasil penelitian menunjukkan ekspresi sintesis gen insulin manusia dan


optimalisasi pemrosesan rekombinan E. coli (Bintang BL21 DE) untuk
menghasilkan massa massa sel yang lebih tinggi bahwa dua langkah: sintesis gen
dan ekspresi langsung, dapat digunakan untuk memproduksi insulin asli. Tingkat
ekspresi yang wajar, pelapisan ulang, dan kemudian konversi enzimatik dari
proinsulin menjadi insulin asli yang aktif secara fungsional membuat proses
produksi ini lebih cepat dan menguntungkan. Insulin yang diproses cocok dengan
versi komersial dalam berat molekul, uji imunologi, dan in vivo bioaktivitas.

28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa DNA rekombinan
dapat diartikan sebagai DNA buatan dari penggabungan 2 atau lebih fragmen DNA,
yang mana asal dan karakteristik tiap fragmen tersebut berbeda – beda. Dimana
teknik dari teknologi DNA Rekombinan terdiri dari teknik untuk mengisolasi
DNA, teknik untuk memotong DNA, teknik untuk menggabung atu
menyambung DNA, dan teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup.
Hasil penelitian pada sintesis gen insulin manusia ini menunjukkan bahwa insulin
yang dihasilkan memiliki potensi dan biokimia yang sebanding dengan yang
komersial.
4.2 Saran
Makalah ini dibuat dengan harapan dapat menjadi sumber referensi dan
informasi terkait teknologi DNA Rekombinan yang memiliki banyak manfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari. Teknologi DNA
Rekombinan terus berkembang secara pesat sehingga teknik baru banyak
ditemukan. Perlu bagi pembaca untuk memperluas wawasan dengan belajar
dari berbagai sumber bacaan terbaru.

29
DAFTAR PUSTAKA
Barnum, Susan R. 2005. Biotechnology an Introduction. USA: Thompson Books
Kayser, O., dan Muller, R.H. (2004). Pharmaceutical Biotechnology; Drug Discovery and
Clinical Applications. Willey-VCH: German.
M. Redwan El-Rashdy, dkk. 2008, Synthesis of the Human Insulin Gene: Protein Expression,
Scaling Up and Bioactivity, Preparative Biochemistry & Biotechnology, 38: 24–39 .
Muladno. (2010). Teknologi rekayasa Genetika. IPB Press: Bogor, Bogor, Indonesia.
Radji, M. 2011. Rekayasa Genetika; Pengantar untuk Profesi Kesehatan, Sagung Seto,
Jakarta, Indonesia.
Satyanarayana, U., dan Chakrapani. 2007. Biochemistry. Edisi ketiga. New Delhi:
Books and Allied Ltd. Halaman 43-48.
Tjahjoleksono, Aris, 2010. Transposon, Modul Genetka Program Pendidikan
Kompetensi Umum, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
Watson, J.D., Tooze, J., dan Kurtz., D. (2003). DNA Rekombinan (penterjemah: Wisnu
Gunarso). Erlangga: Jakarta, Indonesia.

30

Anda mungkin juga menyukai