PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rekayasa genetika (Ing. genetic engineering) dalam arti paling luas adalah penerapan
genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaaan hewan
atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula
penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Masyarakat ilmiah
sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-
teknik genetika molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau
mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu.
Ilmu terapan ini dapat dianggap sebagai cabang biologi maupun sebagai ilmu-ilmu
rekayasa (keteknikan). Dapat dianggap, awal mulanya adalah dari usaha-usaha yang
dilakukan untuk menyingkap material yang diwariskan dari satu generasi ke generasi
yang lain. Ketika orang mengetahui bahwa kromosom adalah material yang membawa
bahan terwariskan itu (disebut gen) maka itulah awal mula ilmu ini. Tentu saja,
penemuan struktur DNA menjadi titik yang paling pokok karena dari sinilah orang
1
kemudian dapat menentukan bagaimana sifat dapat diubah dengan mengubah komposisi
DNA, yang adalah suatu polimer bervariasi.
Sekarang ini penggunaan metode molekuler telah sangat luas untuk analisis sel dan
penentuan urutan nukleotida dari keseluruhan genom. Pengetahuan mengenai aktivitas
DNA polymerase, enzim restriksi dan DNA ligase melahirkan teknik-teknik kloning
DNA dan PCR (polymerase chain reaction) yang memungkinkan diisolasinya segmen
DNA. Para ilmuwan juga telah mengembangkan alat dan metode untuk memurnikan
protein dan meneliti fungsinya. Makalah ini membahas tentang DNA Rekombinan.
B. Tujuan
Untuk mengetahui Teknologi DNA Rekombinan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Enzim Restriksi
Pada tahun 1960an, telah ditemukan sekelompok enzim tertentu yang dapat
mendegradasi DNA dan menghambat (restrict) proses terjadinya infeksi dari bakteriofage
penginfeksi bakteri. Kelompok enzim ini, yang kemudian dikenal sebagai enzim restriksi
(Restriction Enzyme), terbukti berperan sangat penting dalam penerapan teknologi DNA
rekombinan di abad modern ini untuk memanipulasi DNA. Enzim restriksi adalah enzim
yang memotong dsDNA (baca: double stranded DNA) pada situs spesifik. Situs yang
dipotong oleh enzim restriksi disebut situs pengenalan enzim (Recognition sequences).
Enzim yang berbeda dapat mengenali situs yang berbeda. Enzim yang dihasilkan oleh
berbagai jenis bakteri dan secara alami berfungsi untuk melindungi bakteri dari
inkorporasi DNA asing.
3
Situs pengenalan enzim restriksi kebanyakan terdiri dari empat basa atau enam basa,
tetapi ada juga yang selain itu. Pada umumnya enzim restriksi yang berbeda memiliki
situs pengenalan yang berbeda, namun ada beberapa enzim yang diisolasi dari sumber
yang berbeda memiliki situs pengenalan yang sama.
Enzim-enzim seperti ini disebut isoschizomer, contohnya adalah enzim MboI dan
Sau3AI. Walaupun situs pengenalannya sama, aktivitas pemotongannya mungkin beda.
Sekuen pengenalan biasanya sama urutan basanya pada kedua utas DNA bila dibaca
dengan arah yang sama. Sekuen ini disebut palindromik. Berdasarkan ujung hasil
pemotongannya, enzim restriksi dapat memotong dengan ujung lengket/lancip
(sticky/cohesive end) dan ujung tumpul (blunt end).
Enzim yang memotong pada edua utas tidak berhadapan langsung, tetapi selisih 2-4 basa
menghasilkan potongan dengan ujung lengket sedangkan enzim yang memotong pada
tempat yang berhadapan menghasilkan ujung tumpul contohnya adalah enzim SmaI.
Hingga saat ini, paling tidak sudah terdapat ribuan enzim yang diperoleh dari berbagai
jenis mikroorganisme. Beberapa di antaranya yang terkenal dan sering digunakan adalah
enzim EcoRV, HindIII, SacI, TaqI, BamHI, MspI dan lain-lain. Semua enzim tersebut
dapat dibeli pada perusahaan-perusahaan bioteknologi dengan harga yang sangat
bervariasi seperti Fermentas, Eppendorf, Sigma, Promega, Novagen dan Biogen.
4
4.Tipe Enzim Restriksi
Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian dimasukkan ke
dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II. Ia mengisolasi
enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan sejak saat itu
ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain bakteri.
Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja rekayasa
genetika.
Enzim restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai
berikut:
5
B. Enzim Ligase
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in
vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi
menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4
atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat
digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik
pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah
disinggung di atas, yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk
menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan
diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA
ligase.
Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada
suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan
menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut.
Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu
inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga semalam).
Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor,
khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid
yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal
ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi.
6
Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain
penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan
enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul
DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau
penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’ seperti telah disebutkan di atas.
C. Vektor
c. Memiliki situs yang unik/khas untuk satu atau lebih enzim restriksi. Hal ini
menyebabkan fragmen DNA dapat disisipkan pada tempat tertentu dalam vector
sehingga penyisipan tidak mengganggu kedua fungsi lainnya.
7
2. Macam-macam Vektor
a. Plasmid
- Bakteriofag
- Kosmid
- Vektor YACs
- Vektor Yeps
- Vektor BAC
Secara klasik analisis molekuler protein dan materi lainnya dari kebanyakan
organisme ternyata sangat tidak mudah untuk dilakukan karena adanya kesulitan untuk
memurnikannya dalam jumlah besar. Namun, sejak tahun 1970-an berkembang suatu
teknologi yang dapat diterapkan sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah tersebut
melalui isolasi dan manipulasi terhadap gen yang bertanggung jawab atas ekspresi
protein tertentu atau pembentukan suatu produk.
Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan, atau dengan istilah yang
lebih populer rekayasa genetika, ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di
dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan sebagai kloning
gen. Banyak definisi telah diberikan untuk mendeskripsikan pengertian teknologi DNA
rekombinan. Salah satu di antaranya, yang mungkin paling representatif, menyebutkan
bahwa teknologi DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang
baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
8
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel
organisme lain yang berperan sebagai sel inang.
Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan mengisolasi
dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan tentang fungsi dan
mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan diperolehnya produk gen
tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada produksi secara
konvensional.
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui
teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu (Gambar 9.1).
Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon,
pemotongan molekul DNA menja di sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, isolasi
DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan molekul
DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan,
reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan.
9
sel organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA rekombinan dapat berepilkasi dan
bahkan dapat diekspresikan. Jadi, Teknologi DNA Rekombinan merupakan kumpulan
teknik atau metoda yang digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen di dalam tabung
reaksi.
10
2. Bakteri, berperan dalam perbanyakan plasmid melalui perbanyakan bakteri.
11
Gbr. Proses produksi insulin manusia dengan rekayasa genetika
E.Isolasi DNA
DNA adalah molekul yang terdapat pada semua mahluk hidup. Molekul ini
sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata. Tetapi DNA dapat diekstrak dari
ribuan sel sehingga DNA dapat terlihat karena jumlahnya yang sangat banyak. Tahapan
dalam ekstraksi DNA adalah pemecahan sel, keluarnya DNA dari nukleus dan
pengendapan/presipitasi DNA. Ekstraksi DNA memiliki banyak aplikasi praktis,
diantaranya adalah untuk tujuan pemuliaan, evolusi, sitematik, konservasi, dll. Dalam
ekstraksi DNA tumbuhan, metode ekstraksi yang sering digunakan adalah berdasarkan
Doyle dan Doyle 91989).
1. Elektroforesis DNA
12
bermigrasi melalui gel menuju kutub positif (Gambar 1). Molekul yang berukuran besar,
memiliki kesulitan melewati pori-pori gel sehingga bermigrasi lebih lambat melalui gel
dibandingkan DNA yang berukuran lebih kecil. Setelah elektroforesis selesai, molekul
DNA divisualisasi dengan pewarna fluorescent seperti ethidium yang berikatan dengan
DNA dan berada di antara basa-basa DNA.
DNA yang berukuran sangat panjang tidak dapat melewati pori gel bahkan pori gel
agarosa. DNA yang sangat besar melewati matriks dengan satu ujung bergerak lebih
dulu sedang ujung lainnya mengikuti. Akibatnya DNA diatas ukuran tertentu (30 -50 kb)
bermigrasi dengan jarak yang sama sehingga tidak dapat diamati pemisahannya. DNA
13
yang sangat panjang ini dapat dipisahkan satu sama lainnya dengan jika daerah listrik
diaplikasikan dalam ‘pulses’ yang berasal secara orthogonal satu sama lainnya. Teknik
ini disebut pulsed-field gel electrophoresis (PFGE) (Gambar 2).
14
2. . Pemotongan DNA dengan Enzim Restriksi
Jika molekul DNA yang sama dipotong dengan enzim restriksi yang berbeda,
misalnya oleh HindIII yang mengenali urutan 6pb (5′-AAGCTT-3′), atau dipotong
dengan EcoRI, maka molekul DNA dipotong pada posisi yang berbeda dan menghasilkan
fragmen dengan ukuran yang berbeda (Gambar 4). Jadi sebuah molekul akan
menghasilkan sebuah seri karakteristik pola pemotongan DNA saat dipotong dengan satu
set enzim restriksi yang berbeda.
15
Gambar 2. Pemotongan DNA dengan EcoRI menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran
yang bervariasi
Enzim restriksi jenis lain seperti Sau3A1 yang ditemukan pada bakteri
Staphylococcus aureus mengenali sekuens teramerik (4bp) dengan urutan 5′-GATC-3′
sehingga enzim ini memiliki frekuensi yang lebih tinggi dalam memotong DNA, kira-kira
satu kali dalam 250bp. Di sisi lain terdapat enzim retriksi yang mengenali sekuens
oktamerik (8 bp) yaitu enzim NotI yang mengenali uruta 5′-GCGGCCGC-3′ dan rata-rata
memotong hanya sekali dalam 65 kb.
Enzim restriksi tidk hanya berbeda dalam urutan basa yang dikenali, tetapi juga pada
pada struktur hasil produk pemotongannya. Beberapa enzim seperti HpaI menghasilkan
produk dengan ujung tumpul, enzim lain seperti EcoRI, HindIII dan PstI menghasilkan
ujung lengket (Gambar 3).
16
Gambar 3. Ujung lengket dan ujung tumpul yang merupakan hasil pemotongan DNA
dengan enzim restriksi
Banyak teknik yang tergantung pada ke-khas-an hibridisasi antara dua molekul DNA dari
sekuens yang komplementer. Sebagai contoh, hibridisasi merupakan dasar untuk
mendeteksi sekuens spesifik dalam campuran asam nukleat yang kompleks. Dalam hal
ini, satu molekul adalah ‘probe’ dari sekuens tertentu (dapat berupa sekuens yang
dimurnikan atau molekul DNA yang disintesis secara kimia. Probe digunakan untuk
mencari molekul yang memiliki sekuens komplementer dalam campuran DNA.
17
DNA probe harus dilabel, sehingga dapat dengan mudah diketahui lokasinya saat
telah menemukan sekuens targetnya. Campuran yang telah ter=probe dipisahkan
berdasarkan ukuran pada gel atau didistribusikan sebagai perpustakaan klon (library of
clones) Gambar 6.
Misalnya genom yeast dipotong dengan enzim EcoRI dan peneliti ingin mengetahui
ukuran fragmen DNA yang mengandung gen yang diinginkan. Saat diwarnai dengan
etidium bromida, ribuan fragmen DNA yang dihasilkan dari pemotongan genom yeast
dengan enzim restriksi berjumlah terlalu banyak sehingga tidak dapat dipisahkan menjadi
‘band’ DNA yang terpisah. Mereka tampak ‘smear’. Teknik yang dianamakan Southern
blot hybridization akan mengidentifikasi ukuran dari fragmen tertentu di antara smear
DNA.
Media film atau media yang sensitif terhadap cahaya atau elektron yang dikeluarkan oleh
DNA yang dilabel dapat mendeteksi lokasi probe berhibridisasi. Saat X-ray film diekspos
ke filter dan di-develop, maka akan menghasilkan autoradiogram dengan pola terekspos
sama dengan lokasi hybrid (Gambar 1).
18
Gambar 1. Hasil probing DNA
4. Kloning DNA
19
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik
maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam
molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid
pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai
bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar
ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan
tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila
dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan
dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya serap etidium bromid, zat pewarna
DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela-sela basa molekul DNA. DNA
plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit daripada jumlah yang diserap
oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan demikian, perlakuan menggunakan
etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA kromosom lebih tinggi daripada
kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat dipisahkan melalui sentrifugasi
kerapatan.
20
Vektor yang paling umum berukuran kecil (kira-kira 3 kb) merupakan molekul DNA
sirkular disebut plasmid. Molekul ini biasanya ditemukan pada banyak bakteri. Pada
banyak kasus, DNA plasmid membawa gen resistensi terhadap antibiotika.
Memasukkan fragmen DNA ke dalam vector pada dasarnya merupakan proses yang
mudah. Misalnya plasmid memiliki situs pengenalan untuk EcoRI, maka vector
disiapkan dengan memotongnya dengan Eco RI. Potongan DNA yang akan diklon
kemudian disambungkan dengan bantuan DNA ligase (Gambar 1).
21
c. Perpustakaan molekul DNA (DNA library) dapat dihasilkan melalui cloning
22
Selanjutnya, proses pembentukan library sama dengan pembentukan library pada
DNA genomic. cDNA dan vector diberi perlakuan dengan enzim restriksi yang sama dan
fragmen-fragmen hasilnya disambungkan ke dalam vektor.
Identifikasi fragmen dari sebuah gen di antara klon-kon dapat dilakukan dengan
menggunakan DNA probe yang urutan DNAnya sesuai dengan sebagian dari urutan
DNA gen yang diinginkan. Proses penggunaan probe dengan DNA yang dilabel
digunakan untuk melakukan screening terhadap library disebut colony hybridization.
cDNA library akan memiliki ribuan insert yang berbeda dan masing-masing terdapat
dalam vektot umum. Setelah transformasi ke dalam bakteri khusus yang cocok sebagai
inang, sel ditumbuhkan dalam cawan petri dalam media agar. Tiap sel akan tumbuh
menjadi koloni dan tiap sel dalam koloni mengandung vector yang sama dan insert dari
library, membrane filter dengan positive charge digunakan untuk probing.
23
Membran ditekan di atas koloni dan cetakan koloni aakan berada pada
membrane. Selanjutnya dilakukan probing terhadap filter. Filter yang mengandung sel
diberi perlakuan yang memecah sel dan mengeluarkan DNA yang kemudian terikat pada
filter pada lokasi yang sama dengan sel. Filter selajutnya diinkubasi dengan probe.
PCR adalah sebuah teknik biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan
menggunakan enzim Taq polimerase. PCR digunakan untuk mengamplifikasi bagian
DNA yang pendek (sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983,
teknik ini telah melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat
bervariasi. Protokol dasar PCR adalah:
1. DNA utas ganda didenaturasi pada suhu 95C sehingga membentuj DNA utas yang
berfungsi sebagai cetakan.
2. DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer) berikatan dengan DNA cetakan pada
temperature rendah. Ikatan preimer terjadi pada utas yang komplementer dengan
cetakan pada daerah ujung batas sekuen DNA target.
3. Suhu ditingkatkan menjadi 72C sehingga enzim DNA polymerase dapat melakukan
sintesis DNA membentuk utas ganda DNA baru.
4. Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi pada suhu tinggi dan siklus
berulang.
24
Gambar 10 menunjukkan proses PCR. Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis
dengan menggunakan gel agarose ataupun gel poliakrilamida dan diamati dengan uv-
transiluminator.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Dengan mempelajari Biologi Molekuler diharapkan kita bisa menerapkan berbagai teknologi
untuk hal-hal yang lebih berguna.
26
DAFTAR PUSTAKA
Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T. 1989. Molecular cloning. A laboratory manual.
Cold Spring Harbor Lab Press, USA.
Watson, J.D., T.A. Baker, S.P. Bell, A. Gann, M. Levine, R. Losick. 2008. Molecular
Biology of The Gene. Pearson Education, Inc, San Francisco
27