Anda di halaman 1dari 16

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Insektisida Profenofos (Organofosfat) dari Tanah Lahan Pertanian di Kecamatan Kawangkoan *) RIDWAN

NURDIN / 071012017 **)

I.
1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN

Di bidang pertanian, pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Tingginya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindar dari penggunaan pestisida. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme secara selektif, akan tetapi pada prakteknya pemakaian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme nontarget. Dampak negatif tersebut antara lain terjadinya pencemaran lahan pertanian, adanya residu pestisida pada tanaman, serta keracunan, dan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Short, 1996 dan Derache, 1977 dalam Raharjo dan Suwondo (2004)). Polusi lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan secara terus menerus baik dengan sengaja maupun tidak disengaja sangat berpengaruh pada kualitas tanah, air tanah, daratan dan perairan pesisir, dan udara (Chapalamadugu dan Chaudry, 1992 dalam Laura dan Snchez (2010)). Di Indonesia, penggunaan pestisida jenis insektisida menempati urutan teratas. Dengan demikian pencemaran tertinggi di lahan pertanian terjadi akibat penggunaan insektisida. Salah satu jenis insektisida yang sering digunakan adalah insektisida golongan organofosfat seperti profenofos (Djojosumarto, 2000). Untuk mengatasi masalah pencemaran karena insektisida maka perlu adanya bioremediasi. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran dengan menggunakan makhluk hidup, misalnya mikroorganisme. Pestisida di dalam tanah dan air dapat didegradasi oleh mikroorganisme sehingga dengan demikian mikroorganisme pengaruh besar dalam mendegrasi pestisida (Surekha et al., 2008).
*Makalah ini diseminarkan pada forum seminar usul penelitian Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tanggal 30 Mei 2011. **Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeersitas Sam Ratulangi dibawa h Komisi Pembimbing Febby Kandou, S.Si., M.Kes sebagai Ketua, Dr. Trina Tallei, M. Si dan Dr. Ir. Johanes Pelealu, M.Si. sebagai anggota.

memiliki

Pada beberapa lingkungan yang terkontaminasi, populasi mikroorganisme berkembang dengan cara beradaptasi terhadap kontaminan. Dengan demikian mikroorganisme dapat digunakan sebagai agen bioremediasi. Salah satu

mikroorganisme yang digunakan dalam kegiatan bioremediasi adalah bakter (Pahm i dan Alexander, 1993). Bakteri memiliki kemampuan untuk memecah atau mendegradasi pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (Anonim, 2007 dalam Warouw (2008)). Salah satu bakteri yang memanfaatkan insektisida organofosfat sebagai sumber karbon dan fosfat adalah Pseudomonas sp. yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolase yang berperan dalam proses pendegradasian insektisida organofosfat (Best et al., 1985). Mengingat penggunaan pestisida jenis insektisida profenofos (organofosfat) di bidang pertanian sangat tinggi, maka muncul pemikiran bahwa kemungkinan terdapat bakteri yang mampu mendegradasi senyawa pestisida sebagai bentuk adaptasi bakteri untuk bertahan hidup di lingkungan yang tercemar pestisida. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya penelitian tentang bakteri apa saja yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa profenofos dalam rangka mendukung program bioremediasi.

1.2

Rumusan Masalah Apakah terdapat bakteri yang mampu mendegradasi senyawa profenosof

pada tanah yang tercemar dengan pestisida tersebut?

1.3

Tujuan Mengisolasi dan mengindentifikasi bakteri yang mampu mendegradasi

senyawa profenofos dari tanah yang tercemar insektisida tersebut.

1.4

Manfaat Penelitian Menyebarluaskan informasi mengenai isolat-isolat bakteri yang mampu

mendegradasi senyawa profenofos. Informasi ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program bioremediasi.

II.
2.1 Pengertian Pestisida

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Peraturan Pemerintah No. 7/1973, pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: 1. Mengendalikan atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian, 2. Mengendalikan rerumputan, 3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan, 4. Mengendalikan atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak, 5. Mengendalikan hama-hama air, 6. Mengendalikan atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Djojosumarto, 2000).

Hama dan penyakit yang menyerang tanaman disebabkan oleh berbagai jenis organisme, sehingga jenis pestisida yang digunakan harus sesuai dengan target sasarannya. Pengelompokkan pestisida menurut target sasarannya antara lain: a. Insektisida untuk memberantas serangga. b. Herbisida untuk memberantas rumput-rumputan atau tumbuhan pengganggu. c. Nematisida untuk memberantas cacing. d. Molluskisida untuk memberantas molliusca seperti siput. e. Fungisida untuk memberantas jamur. f. Akarisida untuk memberantas laba-laba, caplak, dan tungau. g. Rodentisida untuk memberantas berbagai binatang pengerat, misalnya tikus (Munaf, 1997).

2.2

Resiko Penggunaan Pestisida Penggunaan pestisida disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi

pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata

tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20% pestisida mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat dan sebagainya (Said, 1994).

2.3

Insektisida Profenofos (Organofosfat) Pestisida organofosfat merupakan pestisida organosintetik yang ditemukan

pertama kali oleh seorang ilmuan Jerman, Gerhard Scharader (Dongowea dan Ariono, 1996). Pada saat ini telah ditemukan sekitar 100.000 senyawa organofosfat yang dapat digunakan untuk memberantas hama. Penelitian tentang pestisida organofosfat terus dilakukan untuk menemukan jenis baru yang dapat menggantikan pestisida organoklorin yang diketahui bersifat sangat toksik terhadap lingkungan. Hal ini dikarenakan pestisida organofosfat memiliki beberapa keistimewaan, terutama pada struktur kimianya yang secara umum lebih baik dibandingkan pestisida organoklorin (Hassall, 1990). Bahan aktif profenofos adalah insektisida turunan dari fenil organofosfat. Nama kimia profenofos adalah O-(4-bromo-2-klorofenil)-O-etil-S-propil fosforotioat (Worthing 1979 dalam Irfandri (2002)). Cara kerja profenofos yaitu sebagai racun kontak dan racun perut, bersifat nonsistemik dan mempunyai spektrum yang luas. Profenofos berupa cairan berwarna kuning pucat dengan titik didih 1100C (0,001 mm Hg) dan tekanan uap 1,3 mPA pada 200C. Massa jenis profenofos 1,455 g/cm3 pada 200C dan sifat racunnya akan hilang 50% (t1/2 ) dalam waktu 93 hari pada ph 5, dalam waktu 14,6 hari pada pH 7 dan dalam waktu 5,7 pada pH 9 (Worting, 1979 dalam Irfandri (2002)).

Gambar 1. Struktur Kimia Profenofos (Irfandri, 2002)

Menurut Matsumura (1985), senyawa organofosfat (Gambar 1) bekerja dengan cara mempengaruhi syaraf. Mekanisme kerjanya terhadap metabolisme serangga yaitu menghambat kerja enzim kolinesterase. Gejala yang ditimbulkan oleh senyawa organofosfat adalah terlalu aktif, gerakan tidak terkoordinasi, kejang-kejang dan akhirnya menyebabkan kematian.

2.4

Bakteri Pendegradasi Pestisida Sebagian besar organisme hidup secara langsung mampu berinteraksi dengan

polutan, dan beberapa organisme mampu memetabolisasi polutan. Degradasi adalah semua bentuk perubahan, baik penyusunan maupun perombakan senyawa. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa yang lebih stabil dari senyawa semula (Atlas dan Bartha, 1993). Menurut Hassall (1990), degradasi pestisida organofosfat melibatkan beberapa proses metabolisme sehingga terjadi degradasi secara sempurna. Mikroorganisme diketahui memainkan peran utama dalam metabolisme bahan kimia di lingkungan (Hill dan Wright, 1978 dalam Matsumura (1989)). Kontribusi mikroorganime terhadap perubahan metabolik polutan di lingkungan dapat dilihat dengan adanya fenomena bahwa sebagian besar residu polutan ditemukan di sedimen tanah dan air yang kaya akan mikroorganisme Matsumura, ( 1989). Penggunaan mikroorganisme dalam mendegradasi dan detoksifikasi senyawa xenobiotik beracun terutama pestisida adalah alat yang efisien untuk dekontaminasi lingkungan yang tercemar (Mohammed, 2009). Banyak bakteri yang mampu mendegradasi senyawa-senyawa esensial seperti pestisida telah diisolasi dari tanah di seluruh dunia (Desaint et al., 2000 dalam Olawale et al. 2011). Salah satu bakteri yang memanfaatkan insektisida organofosfat sebagai sumber karbon dan fosfat adalah Pseudomonas sp. yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolase yang berperan dalam proses pendegradasian insektisida organofosfat (Best et al., 1985). Dalam proses hidrolisis tersebut terjadi pemutusan ikatan antara C dan P sehingga Pseudomonas sp. dapat memanfaatkan C dan P tersebut sebagai sumber karbon dan fosfat (Jacob et al., 1997).

Menurut

Munnecke

dan

Hsieh

(1976),

proses

degradasi pestisida

organofosfat dapat ditunjukkan pada degradasi salah satu jenis pestisida organofosfat yaitu parathion (Gambar. 2).

Gambar 2. Proses degradasi parathion oleh Pseudomonas sp. (Munnecke dan Hsieh, 1976) Proses degradasi parathion tersebut melibatkan enzim parathion hydrolase dalam tiga jalur yaitu: 1. Pada kondisi aerob, parathion (I) langsung terhidrolisis sehingga dihasilkan senyawa p-Nitrofenol (IV) dan asam ditiltiofosforic (VI). 2. Parathion (I) mengalami oksidasi menjadi paraoxon (II), selanjutnya paraoxon akan terhidrolisis menjadi p-Nitrofenol (IV) dan asam dietilfosfat (VII). Kemampuan parathion hidrolase dalam menghidrolisis paraoxon 11%

lebih cepat dibanding menghidrolisis parathion. Kemudian p-Nitrofenol dari hasil hidrolisis membebaskan gugus nitro aromatik sebagai nitrit sehingga terbentuk hidroquinon (VIII) dan mengalami pemecahan pada cincin orto menjadi 1, 2 , 4-trihidroksi benzena. 3. Pada kondisi oksigen rendah maka parathion (I) tereduksi menjadi paminoparathion (III), yang kemudian terhidrolisis menjadi p-aminofenol (V) dan asam dietiltiofosforik (VI). Pada keadaan oksigen rendah kultur Pseudomonas sp. menghasilkan warna coklat. Warna coklat tersebut disebabkan adanya polimer aminofenolat yang terbentuk dari p-aminofenol (Munnecke dan Hsieh, 1976).

Dalam degradasi pestisida organofosfat terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, diantaranya temperatur, pH dan kadar oksigen. Nilai optimum dari masing-masing faktor tersebut berbeda-beda, tergantung dari jenis enzim hidrolase yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp. (Munnecke dan Hsieh, 1976).

III.
3.1

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel akan dilakukan di lahan pertanian tomat yang

menggunakan insektisida profenofos di Kecamatan Kawangkoan dan selanjutnya Bakteri dari sampel tanah akan ditumbuhkan dan diuji kemampuan mendegradasi insektisida profenofos di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Juni 2011.

3.2

Alat dan Bahan

3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cawan petri, balu Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, autopipet, labu ukur, jarum ose, lampu spritus, kertas saring, neraca analitik, dan autoclaf.

3.2.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan yaitu: sampel tanah yang diambil dari lahan pertanian yang menggunakan insektisida profenofos, Nutrien Agar (NA), media selektif Mineral Salt Pepton Yeast (MSPY), alkohol, Curacron (insektisida profenofos).

3.3

Sterilisasi Alat Sebelum melakukan penelitian, alat-alat yang digunakan distrerilkan pada

suhu 121 oC selama 15 menit dengan menggunakan autocaf.

3.4 3.4.1

Isolasi Bakteri Pendegradasi Profenofos Medium untuk Isolasi Medium yang digunakan adalah nutrient agar (NA) dan nutrient broth (NB).

Nutrient agar (20 g/L) diotoklaf, didinginkan sampai 40oC dan diberi 100 mg /L profenofos.

3.4.2

Prosedur Isolasi Metode isolasi mengikuti Prescott (2002) dengan beberapa modifikasi.

Sampel-sampel tanah diambil secukupnya dari lahan pertanian secara aseptik dari bagian permukaan tanah sampai kedalaman sektitar 10 cm. Sampel tanah yang diambil ditapis melalui penyaring tanah 90-mesh untuk memisahkan tanah dari batubatu dan materi tumbuhan. Sebanyak 10 g tanah ditempatkan pada 250 mL Erlenmeyer yang mengandung 100 mL media NB dan diinkubasi pada suhu 30oC selama dua hari dan sesekali dilakukan penggoyangan. Erlenmeyer kemudian dibiarkan beberapa jam untuk mengendapkan partikel dan 1 ml suspensi yang mengandung mikroorganisme diinokulasikan ke dalam medium NA yang mengandung 100 mL/L profenofos. Hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan bakteri terhadap insektisida profenofos serta menyeleksi bakteri yang mampu tumbuh atau tidak di media yang terkontaminasi dengan insektisida profenofos. Cawan Petri kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 30oC. Untuk mendapatkan kultur isolat murni yang akan diuji kemampuan mendegradasi profenofos, sekitar 3-5 koloni berbeda yang ditumbuhkan pada medium NA yang mengandung 100 mL/L profenofos dimurnikan dengan cara streak dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 2 hari. Koloni yang terpisah kemudian disubkultur pada medium yang sama.

3.5

Pengujian Kemampuan Bakteri Mendegradasi Profenofos Pengujian ini menggunakan media Mineral Salt Pepton Yeast dengan

komposisi 0,2 g/L KH2PO4, 0,5 g/L K2 HPO4, 0,2 g/L MgSO4 7 H2 O, 0,2 g/L NaCl, 0,05 g/L CaCl2 2H2 O, 0,025 g/L FeSO4 7H2O, 0,005 g/L Na2MoO4, 0,00056 g/L MnSO4 2H2 0, 0,00056 g/L Na2 WO4, 1 g/L Pepton, 2 g/L Yeast ekstrak, 15 g/L Bacto Agar. Sebelum pengujian kemampuan bakteri mendegradasi profenofos, isolat murni yang sudah ada diinokulasi ke dalam media NB. Isolat-isolat dalam media NB kemudian diuji kemampuannya dalam mendegradasi insektisida profenofos dengan meneteskan isolat di atas permukaan medium MSPY yang mengandung 100 mL/L profenofos kemudian diinkubasi selam 24-48 jam. Isolat-isolat murni bakteri akan terlihat kemampuannya mendegradasi profenofos apabila terdapat zona bening di sekitar koloni bakteri.

3.6

Identifikasi Isolat Untuk mengidentifikasi bakteri dilakukan beberapa pengujian diantaranya:

1. Uji Morfologi a. Uji Pewarnaan Gram. Uji ini bertujuan untuk menentukan karakteristik mikroskop setiap isolat uji, baik reaksinya terhadap pewarnaan, bentuk sel dan ukuran sel. Pertama-tama siapkan kaca preparat bersih, bebas dari kotoran terutama minyak. Kemudian buat tanda dengan spidol menyerupai lingkaran dengan garis tengah sekitar 0,5 cm pada sisi bawah kaca preparat. Secara aseptik, kultur murni bakteri diambil dengan jarum ose dan dioleskan pada kaca preparat, diberi setetes air steril untuk membantu menyebarkan sel secara merata pada kaca preparat. Olesan bakteri dibiarkan mengering kemudian diikuti dengan fiksasi di atas lampu spritus sampai olesan bakteri benar-benar kering. Kemudian kristal ungu diteteskan di atas olesan bakteri sampai semua olesan terendam dan biarkan selama satu menit. Setelah satu menit, olesan dicuci dengan menggunakan aquades lalu tambahkan lugol dan biarkan terendam selama satu menit, kemudian dicuci dengan air dan dilanjutkan dengan alkohol (90%) dan dikeringkan dengan kertas tissue. Setelah itu safranin diteteskan pada preparat dan biarkan terendam selama 3045 detik selanjutnya dicuci dengan aquades dan dikeringkan. Preparat kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. b. Uji Motilitas. Uji ini bertujuan untuk melihat pergerakan bakteri. Pertamatama dibuat media Motility Test Medium, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL. Setelah itu media disterilkan pada suhu 121oC dalam autoclaf selama 15 menit lalu dinginkan. Setelah media dingin, kultur murni diinokulasi ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan jarum inokulasi sampai kedalaman 3/4 bagian dari permukaan media dan diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 35oC. Setelah diinkubasi, diamati

pertumbuhannya. Jika pertumbuhannya lurus maka uji dinyatakan negatif, sedangkan jika pertumbuhannya melebar maka dinyatakan positif.

10

2. Biokimiawi a. Uji indol. Uji ini bertujuan untuk menentukan kemampuan isolat uji dalam mendegradasi triptofan. Untuk uji ini menggunakan media semi padat yang kaya akan triptofan. Biakan bakteri yang digunakan untuk uji motiliti ditambahkan Reagen Kovacs sebanyak 2-3 tetes. Uji akan bersifat positif jika terbentuk warna merah seperti lingkaran cincin sebagai akibat pembentukan indol. b. Uji H2S. Uji ini bertujuan untuk menentukan kemampuan isolat uji dalam memproduksi H2S melalui reduksi thiosulfat. Uji ini menggunakan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 6 mL. Setelah itu media disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit lalu diletakkan pada posisi miring sampai media dingin. Setelah media menjadi dingin, secara aseptik isolat uji baketeri diinokulasi dengan jarum inokulasi lurus dengan cara ditusuk pada bagian tengah sampai kedalaman 3/4 bagian dari permukaan media dan setelah itu digores pada bagian miring (slant) dari media kemudian diinkubasi selama 18-48 jam pada 35oC. Jika terbentuk endapan berwarna hitam pada bagian bawah ( butt) media berarti bakteri dapat membentuk H2S maka uji dinyatakan positif. c. Uji Fermentasi Karbohidrat. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam mendegradasi atau memfermentasikan karbohidrat tertentu dengan memproduksi suatu asam dan gas. Pengujian ini menggunakan tiga macam media fermentasi karbohidrat yang meliputi phenol red-glukosa broth, phenol red-laktosa broth dan phenol red-maltosa broth dengan cara masingmasing gula ditimbang 0,5 g dan ditambahkan dengan komposisi media fermentasi karbohidrat yang lainnya. Setiap media dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi tabung Durham masing-masing sebanyak 6 mL. Seluruh media disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Kemudian isolat uji diinokulasi secara aseptik ke setiap media yang ada dalam tabung-tabung tersebut dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Adanya fermentasi karbohidrat dapat dilihat dengan adanya pembentukan asam dan

pembentukan gas. Pembentukan asam terlihat dengan adanya perubahan

11

warna substrat karbohidrat dari warna merah menjadi kuning sedangkan pembentukan gas terlihat dalam tabung Durham. d. Uji Katalase. Uji ini bertujian untuk menentukan kemampuan bakteri untuk mendegradasi hidrogen peroksida melalui produksi enzim katalase. Pertamatama media Nutrien Broth dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL kemudian isolat uji diinokulasi ke dalam tabung yang berisi media Nutrien Broth. Setelah itu diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Kemudian tambahkan 3-4 tetes hidrogen peroksida 3% ke dalam kultur. Hasil pengamatan dicatat berdasarkan pembentukan gelembung udara di dalam tabung reaksi. Bila terjadi pembentukan gelembung udara maka uji ini bersifat positif. e. Uji Sitrat. Uji ini bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi. Uji ini menggunakan media Simmonss Citrate Agar yang disiapkan dalam tabung dengan kondisi miring. Isolat uji secara aseptik diinokulasi dengan cara penggoresan ke dalam tabung mendia Simmonss Citrate Agar. Setelah itu diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37oC. Bila terjadi perubahan warna pada media dari hijau tua menjadi warna biru maka pengujian bersifat positif. f. Uji Lysine Dekarboksilasi. Uji ini digunakan untuk melihat kemampuan bakteri melakukan dekarboksilasi dalam asam amino berupa lisin melalui produksi enzim dekarboksilase. Proses dekarboksilasi lisin sering digunakan bakteri untuk menetralisasikan lingkungan asam menjadi basa. Pengujian ini menggunakan media Lysin Iron Agar yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 6 mL. Media disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit setelah itu dibuat menjadi agar miring. Kemudian isolat uji diinokulasi ke dalam media Lysin Iron Agar dengan cara ditusuk dan digores setelah itu diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24-48 jam. Pengujian bersifat positif jika adanya perubahan warna pada media menjadi warna violet sedangkan reaksi negatif ditandai dengan warna kuning pada media.

12

Berdasarkan hasil pengujian morfologi dan biokimia tersebut, isolat-isolat diidentifikasi secara taksonomi menggunakan Bergeys Manual of Systematic Bacteriology.

13

DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R. M. dan Bartha, R. 1992. Microbial Ecology, Fundamental and Application. Third edition. The Benjamin Cummings Publishing Company Inc. California. Best, D. J., Jones, J. dan Starfford, D. 1985. Biotechnologi, Principles and Application. Oxford. London. Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta. Kanisius.

Dongowea, H. E. dan David Ariono. 1996. Biodegradasi Pestisida Organofosfat oleh Pseudomonas sp. Biota. v. I(2):29-33. Hassall, K. A. 1990. The Biochemistry and Uses of Pesticides. Second edition. Macmillan Press Ltd. London. Irfandri. 2002. Kajian Aplikasi Insektisida Curacron 500EC (Profenofos) Pada Bayam (Amaranthus tricolor L.) di Daerah Simpang Tiga Kota Pekanbaru. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jacob, G. S., Garbow, J. R., Schaefer, J. 1997. Solid-state NMR Studies of Regulation N-glycine and Glycine Metabolism in Pseudomonas sp. strain PG2982. The Journal of Biological Chemistry 262 (4): 1552-1557. Laura M. O dan Snchez S. E. 2010. Biodegradation of The Organophosphate Pesticide Tetrachlorvinphos By Bacteria Isolated From Agricultural Soils In Mxico. Revista Internacional de Contaminacin Ambiental. Universidad Nacional Autnoma de Mxico. vol. 26, nm. 1. febrero. pp. 27-38. Mxico. Matsumura, F. 1985. Toxicology of Insecticides. 2 nd Edition. Plenum Press. London. 598 hlm. . 1989. Biotik Degradation of Pollutantas. http://dge.stanford.edu/SCOPE/SCOPE_38/SCOPE_38_3.2_Matsumura_7990.pdf. (20 April 2001). Mohammed M. S. 2009. Degradation of Methomyl By The Novel Bacterial Strain Strain Stenotrophomonas maltophilia M1. e.j. biotechnology. 12: 1-6.
Munaf, S. 1997. Keracunan Akut Pestisida. Widya Medika. Jakarta.

Munnecke, D. M. Dan Hsieh, D. H. 1976. Patways of Microbial Metabolism of Parathion. Applied and Environmental Microbiology 31(1): 63-69.

14

Olawale, Adetunji, Kolawole, Akintobi, Olubiyi, dan Akinsoji. 2011. Biodegradation of Glyphosate Pesticide by Bacteria Isolated From Agricultural Soil. Report and Opinion. v. 1. p. 124-128. Pahm M. and Alexander M. (1993). Selecting Inocula For The Biodegradation Of Organic Compounds At Low Concentration. M. Microb. Ecol. 25, 275-286. Raharjo, M. dan Suwondo, A. 2004. Kualitas Air Tanah di Daerah Pertanian Sayuran Sebagai Dampak Penggunaan Pestisida. Laporan Kegiatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang. Said, E.G. 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor, hal 71-72. Surekha R. M., Lakshmi P. K. L., Suvarnalatha D., Jaya M., Aruna S., Jyothi K., Narasimha G. dan Venkateswarlu K. 2008. Isolation and Characterization of A Chlorpyrifos Degrading Bacterium From Agricultural Soil and Its Growth Response. Afr. J. Microbiol. Res. 2, 026-031. Warouw, Z. W. M. 2008. Teknologi Bioremediasi Sebagai Pembersih Lahan Tercemar Metil Merkuri. Jurnal Formas. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. V. 1. p. 292-301.

15

LAMPIRAN Alur Penelitian


Persiapan Alat dan Bahan

Pengambilan Sampel Tanah

Isolasi dan Menumbuhkan Bakteri Dari Tanah

Pembuatan Kultur Isolat Murni

Uji Kemampuan Bakteri Isolat Murni dalam Mendegradasi Profenofos dengan menggunakan media MSPY dilihat dari pembentukan zona bening yang terbentuk di sekitar koloni

Bakteri yang mampu mendegradasi Profenofos diidentifikasi dengan beberapa pengujian morfologi dan biokimia dan secara taksonomi menggunakan Bergey s Manual of Systematic Bacteriology.

16

Anda mungkin juga menyukai