Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PERTANIAN ORGANIK

PEMBUATAN PESTISIDA NABATI

Oleh :
Kelompok 5
DANIEL 18011042
Amirul Mukminin 17011046
I Made yongki A 18011040
Muhamad hata 18011016
Edwin anjelinus peka 18011015
M .A. Alfarobi 210130066

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI


FAKULTAS AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2022
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

A. PEMBUATAN PESTISIDA

Usaha memperkecil dampak negatif penggunaan pestisida kimiawi yang tidak


bijaksana, maka dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 telah
ditetapkan bahwa perlidungan tanaman dilaksanakan melalui sistem Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam
rangka pengendalian OPT merupakan alternatif terakhir.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu di cari pengendalian yang


efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan
lingkungan. Salah satu komponen PHT yang mempunyai prospek untuk
dikembangkan adalah pestisida nabati, yaitu pestisida yang bahannya berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Selama ini para petani di Indonesia masih menggunakan pestisida
kimia untuk mengendalikan hama (Semangun, 2000).

Indonesia merupakan negara yang paling banyak menggunakan pestisida kimia


di Asia, setelah Cina dan India (Wahyuni, 2010). Pengendalian dengan menggunakan
senyawa kimia memang memberikan hasil yang cepat dan lebih efektif, namun juga
menimbulkan dampak negatif, diantaranya menghasilkan residu racun yang
berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Keadaan inilah yang
menjadi dasar pertimbangan untuk mencari teknik pengendalian hama yang lebih
ramah lingkungan yang sangat dibutuhkan. Salah satu pilihan yang lebih aman
adalah pemanfaatan bahan dari tumbuhan, termasuk jenis gulma, dalam bentuk
pestisida nabati (Asmaliyah et al., 2010).

Gulma bisa menjadi ancaman karena selain menimbulkan kompetisi unsur


hara dari dalam tanah, gulma juga bisa jadi rumah sekunder beberapa jenis hama.
Namun beberapa dari jenis tanaman yang biasa dianggap gulma justru dapat
mengendalikan hama seperti tanaman Babandotan, Siam dan Ajeran yang memiliki
senyawa aktif seperti Alkaloid dan Saponin yang dapat mengendalikan hama ulat.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa ekstrak gulma siam dapat digunakan untuk
mengendalikan beberapa jenis hama dan bahkan bersifat toksik (Thodenet al., 2007).

2. TUJUAN

1) Mahasiswa mampu memilih dan mentukan bahan yang tepat untuk pembuatan
biopestisida
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PEMBUATAN PESTISIDA
Kehidupan makhluk hidup di daerah tropika sangat melimpah dan tidak
terkendali perkembangannya oleh musim, termasuk suhu, kelembaban dan kehidupan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), yang merusak tanaman dan produknya
(Soesanto, 2017). Sekitar 67.000 OPT yang berbeda spesies termasuk patogen
tanaman, gulma, invertebrata dan beberapa spesies vertebrata hama tanaman bersama-
sama menyebabkan sekitar 40% pengurangan hasil panen dunia. Kerugian tanaman
yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman melemahkan ketahanan pangan
bersama kendala lainnya, seperti cuaca buruk, tanah yang miskin hara dan
terbatasnya akses petani ke pengetahuan teknis (Soesanto, 2017).
Pengendalian hama seringkali menggunakan pestisida kimia dengan dosis yang
berlebih. Penggunaan pestisida kimia dapat menyebabkan adanya residu pada hasil panen
dan bahan olahannya, pencemaran lingkungan dan keracunan bahkan kematian pada
manusia (Prijanto et al. 2009). Salah satu upaya untuk mengurangi efek samping yang
ditimbulkan pestisida kimia adalah dengan menggunakan pestisida nabati, bisa di
manfaatkan dengan tumbuhan yang biasa tumbuh seperti bandotan, sirih hutan,
brotowali, temulawak, biji mahkota dewa (Asmaliyah et al. 2010), serai, daun sirsak,
daun mimba, tembakau, biji bengkuang, cengkeh, bawang putih, daun kecubung, lada
dan daun sirih (Irfan 2010), sebagai sumber pestisida nabati yang memiliki potensi cukup
besar.
Gulma siam merupakan tangguh karena batangnya yang keras, berkayu dan
perakarnya kuat dan dalam. Selain itu gulma siam menghasilkan biji yang banyak dan
mudah tersebar dengan bantuan angin karena adanya rambut palpus. Tanaman Siam
hidup di darat atau tanah yang kering seperti tegalan atau kebun. Tumbuhan ini
mengandung senyawa fenol, alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid (eupatorin) dan
limonen. Kandungan tanin yang terdapat dalam daun gulma siam adalah 2,56%
(Romdonawati, 2009).
Tumbuhan gulma siam (C odorata) biasa dikenal dengan kirinyuh atau gulma
putihan merupakan jenis gulma yang tumbuh liar dan mudah ditemui. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan oleh sudding (2014) bahwa, salah satu kandungan ekstrak
air daun C. odorata adalah senyawa metabolit sekunder golongan steroid yang
diperkirakan dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan menghambat perkembangan
organisme pengganggu tanaman (OPT). Disisi lain C. odorata ini juga memiliki dampak
positif yang dapat menjadi keuntungan bagi para petani. Menurut Yelvi (2012)
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa penggunaan
biopestisida gulma siam (C. odoarta) pada tanaman sawi cenderung menghasilkan tinggi
tanaman dengan nilai rata-rata 14,82 cm, lebar daun dengan nilai rata-rata 5,88 cm,
jumlah daun 12,5 helai daun, kerusakan daun dengan nilai rata-rata 30,49%, dan berat
basah tanaman yang lebih tinggi 55,06 gram dibandingkan dengan tanaman sawi yang
tidak diberi biopestisida (kontrol). Hasil tersebut menunjukkan bahwa biopestisida yang
digunakan tidak berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi, dan
bahkan terlihat adanya penggunaan biopestisida tersebut cenderung memberi pengaruh
positif yang artinya gulma siam dapat dijadikan pupuk organik, obat-obatan maupun
biopestisida.
BAB III
METODE PELAKSANAAN

1. WAKTU PELAKSANAAN
Praktikum dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 14 Oktober 2022, 21 Oktober
2022 dan 28 Oktober 2022, pukul 07.00 – 10.00 di Laboratorium Agronomi Fakultas
Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

2. ALAT DAN BAHAN


 Alat tulis
 Pisau
 Air
 Gulma siam
 Kompor
 Panci
 Saringan
 Derigen

3.1 PEMBUATAN PESTISIDA

Menjemur gulma siam sampai kering

Merebus air sebanyak 10 liter sampai mendidih kemudian masukan gulma siam dan tunggu sampai 10 menit

Menyaring rebusan gulma siam dan memasukan air rebusan tersebut kedalam derigen

Menunggu air rebusan gulma siam sampai dingin dan kemudian tutup dan simpan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gulma siam merupakan tangguh karena batangnya yang keras, berkayu dan
perakarnya kuat dan dalam. Selain itu gulma siam menghasilkan biji yang banyak dan
mudah tersebar dengan bantuan angin karena adanya rambut palpus. Tanaman Siam
hidup di darat atau tanah yang kering seperti tegalan atau kebun. Tumbuhan ini
mengandung senyawa fenol, alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid (eupatorin) dan
limonen. Kandungan tanin yang terdapat dalam daun gulma siam adalah 2,56%
(Romdonawati, 2009).

Pembuatan pestisida tersebut di awali dengan penimbangan daun gulma siam


kering sebanyak 400gram, dan dilakukan merebus air sebanyak 10 liter sampai mendidih
setelah itu masukkan daun gulma siam yang telah di siapkan slama 10 menit. Setelah itu
rebusan trsebut disaring dan ditambahkan deterjen sebanyak 10-15 ml sebelum
pengaplikasianya di lapangan
DAFTAR PUSTAKA

FAO (Food and Agriculture Organization). 1976. A Framework for Land Evaluation.
FAO Soil Bulletin 52. Soil Resources Management and Conservation Service Land and
Water Development Division.
Romdonawati, Y. 2009. Ekstrak Daun Kirinyu [Chromolaena odorata (L.) R. M.
King and H. E. Robinson] sebagai Larvasi dan Nyamuk Aides aegypti.
Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Sastrosiswojo, S., T. S. Uhan., dan R. Sutarya. 2005. Penerapan Teknologi PHT pada
Tanaman Kubis. [Monografi]. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bandung. 64 hal.
Soesanto, Loekas. 2017. Pengantar Pestisida Nabati. Rajawali Pers. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai