Anda di halaman 1dari 12

Nama: Putri Rizki Khairina

NIM : 2106103040013

Pencemaran Air
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang menjadi sumber kehidupan bagi
seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini, tidak ada yang bisa menyangkal, bahwa air
merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia, bukan hanya untuk dikonsumsi, air juga
banyak membantu aktivitas manusia. Dan masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air
meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus-menerus
meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik menurun. Aktivitas industri, domestik, dan
aktivitas lain berdampak negatif terhadap sumber daya air karena dapat menyebabkan penurunan
kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua
makhluk hidup yang bergantung pada sumber air tersebut ( Effendi, 2003).

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup


selanjutnya diubah menjadi Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan pemerintah No.20 tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air menyebutkan bahwa pencemaran air adalah
masuknya’/dimasukkannya makhluk hidup, zat, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia itu sendiri, sehingga menyebabkan turunnya fungsi dan kualitas air tersebut.

Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya ke
dalam air, sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai
dengan perubahan bau, rasa, dan warna. Menurut Effendi(2003), Pencemaran air merupakan
kondisi yang diakibatkan adanya masukan beban pencemar/limbah buangan yang berupai gas,
bahan yang terlarut, dan partikulat. Pencemar yang masuk ke dalam badan perairan dapat
dilakukan melalui atmosfer, tanah, limpasan/run off dari lahan pertanian, limbah domestik,
perkotaan, industri, dan lain-lain.

Secara umum pencemaran air dapat dikelompokan menjadi 5 yaitu:(1) Pencemaran air
yang diakibatkan oleh sampah yang mengandung senyawa organik seperti sampah industri
makanan, sampah rumah tangga, kotoran manusia atau hewan, (2) Pencemaram air yang
diakibatkan oleh limbah yang mengandung virus/bakteri, seperti limbah rumah tangga,
kotoran manusia/hewan,(3)Pencemaran air yang diakibatkan oleh terkontaminasinya senyawa
anorganik, seperti mineral atau logam berat,(4).Pencemaran air yang diakibatkan oleh
terkontaminasinya senyawa organik, seperti pestisida, detergen, dan limbah minyak, dan
(5) Pencemaran air yang diakibatkan oleh endapan atau sidemen berupa tanah/lumpur akibat
erosi.(Artajaya,2021)
Beberapa permasalahan pencemaran air yang terjadi di sekitar lingkungan adalah sebagai
berikut:

1. Pencemaran air disebabkan oleh pestisida

Salah satu bahan pencemar yang kerap ditemui di sekitar daerah aliran sungai
adalah pestisida. Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan masyarakat sekitar khususnya
petani yang menggunakan pestisida sebagai bahan untuk mengendalikan hama pada lahan
pertanian dan perkebunannya (Khoirunisa & Fitrianingrum, 2019; Curchod et al. 2020;
Qin & Lu, 2020)

Pestisida adalah istilah gabungan yang mencakup semua bahan kimia yang
digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Pestisida dan bahan kimia terkait
dapat merusak keseimbangan antara spesies dengan ekosistemnya. Pestisida banyak
memberikan andil terhadap perubahan fisiologis dan biokimia terhadap organisme air
tawar serta mempengaruhi aktivisat beberapa enzim ( Khan, Law, 2005).

Jenis pestisida polutan yang sering digunakan diantaranya yaitu golongan


organoklorin, organofosfat, karbamat(Taufik et al , 2003), piretroid, triazin, asam
fenoksikarboksilat, kloroasetamid, dan triazol( Szekacs et al, 2015). Secara keseluruhan,
hampir semua pestisida yang digunakan dan dilepaskan ke lingkungan memiliki spektrum
yang luas sebagai zat beracun, sehingga berpotensi menjadi sumber pencemaran bagi
sumber daya air dan lingkungan termasuk sungai( taufik, 2011: Musa et al, 2019).

Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam
sistem biota air(kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat
membunuh organisme air. Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat
kumulatif karena sengaja ditebarkan ke dalam lingkungan dengan tujuan untuk
mengontrol hama tanaman atau organisme-organisme lainnya. Penggunaan pestisida
yang memiliki ikatan molekul yang kuat akan bertahan di alam hingga beberapa tahun
sejak mulai digunakan.( Reposatory.ac.id, 2011).

Pestisida golongan organofosfat bersifat tidak persisten dan mudah larut dalam air
dan sedikit residu dalam tanaman dan tanah yang disemprot. Pestisida golongan ini tidak
diikat koloid tanah sehingga dengan mudah bergerak bersama air limpasan permukaan
dan perkolasi mengalir ke sungai dan waduk. Keadaan tersebut, secara potensial akan
dapat mencemari sungai. Pestisida ini menghasilkan konsentrasi atrazin dan metribuzin
minimum yang aman bagi kesehatan 3ug/ liter. (United State Environmental Protection
Agency USEPA, 1989 dalam Kusuma, 2009).

Residu pestisida yang berada di sekitar sungai terbawa oleh aliran air hujan
maupun air tanah, dan mengakibatkan penurunan kualitas air, akumulasi di dalam tubuh
biota akuatik dan sedimen (Aryani et al. 2013). Setelah dilepaskan ke lingkungan,
pestisida dapat berpindah melalui sistem hidrologi ke sungai dan air tanah, di mana
pestisida dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada manusia dan lingkungan
akuatik (Ryberg & Giliom, 2015). Sebagian besar pestisida yang dilepaskan ke
lingkungan dianggap sebagai zat beracun, dan interaksi toksikologis yang muncul juga
telah diidentifikasi seperti mutagenisitas, karsinogenisitas, efek modulasi hormon dari
bahan kimia pengganggu endokrin lingkungan (EDC), dan efek imunomodulan (Székács
et al. 2015).

Cara-cara yang bisa digunakan untuk mencegah pencemaran air oleh pestisida,
yaitu:

 Pengelolaan pestisida
Tindakan pengelolaan ini bertujuan supaya manusia terbebas dari
keracunan dan pencemaran oleh pestisida. Beberapa tindakan yang bisa
dilakukan adalah penyimpanan, pembuangan serta pemusnahan limbah
pestisida(Depkes, 2000)
 Penggunaan pestisida yang aman
Perencanaan dalam penggunaan pestisida harus dilakukan untuk
memperkecil kemungkinan manusia dan lingkungan tercemar oleh
pestisida yang beracun dan resisten di alam. Termasuk didalamnya
terdapat peraturan pengendalian penggunaan pestisida di sektor pertanian
 Pengawasan terhadap penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida baik pada bidang kesehatan masyarakat untuk
pemberantasan vektor penyakit ataupun pada bidang pertanian harus
dimonitor oleh perwakilan WHO pada tingkat nasional untuk membantu
pengembangan strategi manajemen resistensi dan petunjuk penggunaan
pes tisida secara aman dan terbatas, dan perjanjian penggunaan pestisida
pada tingkat internasional (WHO, 2001 dan WHO, 1999).
 Sistem Pertanian Back to nature
Sistim pertanian dengan konsep back to nature merupakan salah satu
solusi yang menarik untuk mengurangi penggunaan pestisida dalam
bidang pertanian. Dalam konsep ini dikembangkan sistem pertanian yang
tidak menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama tanaman. Cara
yang dapat ditempuh untuk mencegah dan mengurangi serangan hama
antara lain mengatur jenis tanaman dan waktu tanam, memilih varietas
yang ta han hama, memanfaatkan predator alami, menggunakan hormon
serangga, memanfaatkan daya tarik seks pada serangga, sterilisasi
(Depkes, 2000).

Alternatif lain yang bisa diadopsi dalam manajemen pestisida adalah pendekatan
Integrated Pest Management (IPM) untuk mengendalikan hama, karena praktik ini
dirancang untuk meminimalkan gangguan lingkungan. Tujuan IPM tidak hanya untuk
mengurangi penggunaan pestisida sembarangan, tetapi juga untuk mengganti bahan kimia
berbahaya dengan yang aman. Pendekatan canggih seperti bioteknologi dan
nanoteknologi dapat memfasilitasi pengembangan genotipe atau pestisida yang resisten
dengan efek samping lebih sedikit. Pengembangan masyarakat dan berbagai program
penyuluhan dapat mendidik dan mendorong petani untuk mengadopsi strategi IPM
inovatif sebagai kunci untuk mengurangi dampak buruk pestisida terhadap lingkungan
(Gill & Garg, 2014)

2. Pencemaran air disebabkan oleh sampah rumah tangga

Air merupakan salah satu kebutuhan yang paling esensial bagi makhluk hidup.
Ketersediaan sumber daya air sangat bervariasi. Fungsi dan manfaat sumber daya air
sendiri termasuk sungai memerlukan berbagai upaya untuk peningkatan dan
perlindungan air agar berdaya guna dan berhasil guna bagi makhluk hidup dan
lingkungan sekitar.

Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang bersifat mengalir,
sehingga air yang berada di hulu sungai akan bermanfaat di hilir sungai. Sungai
sendiri sangat bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya. Sumber daya air yang
terdapat disungai merupakan kebutuhan utama yang sangat potensial bagi aktivitas
makhluk hidup untuk menjaga proses perkembangan hidupnya. Air yang bersih
tentunya sangat didambakan oleh semua makhluk hidup.

Pada saat ini manusia kurang akan kesadaran untuk menjaga lingkungan. Banyak
diantaranya tidak mengerti tentang masalah kebersihan lingkungan, Sehingga mereka
dengan mudahnya membuat limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Berdsarkan
data, limbah yang paling banyak diproduksi oleh aktivitas manusia adalah limbah rumah
tangga.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Limbah adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan. Sedangkan limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan dari
satu atau beberapa rumah.

Adapun sumber limbah adalah sebagai berikut :


 Limbah Organik
Secara kimiawi, limbah organik merupakan segala limbah yang mengandung
unsur karbon(C), sehingga meliputi limbah dari makhluk hidup(kotoran, seperti
tinja yang mengandung mikroba potogen dan urin yang umumnya mengandung
nitrogen dan posfor), sisa makanan, kertas, kardus, karton, air cucian, minyak
goreng bekas, dll.Limbah tersebut ada yang mempunyai daya racun yang tinggi,
seperti sisa obat, baterai bekas, dan air aki.
 Limbah Anorganik
Secara kimiawi, limbah anorganik adalah limbah yang tidak mengandung unsur
karbon, seperti logam (misalnya besi dari mobil bekas atau perkakas dan
almunium dari kaleng bekas atau peralatan rumah tangga), kaca dan pupuk
anorganik (misalnya yang mengandung unsure nitrogen dan fospor). Limbah-
limbah ini tidak memiliki unsur karbon sehingga tiak dapat di urai oleh mikro
organisme. Dalam hal ini bahan organicseperti plastic, karet, kertas, juga
dikelompokan sebagai limbah anorganik. Bahan- bahan tersebut sulit terurai
oleh mikroorganisme sebab unsur karbonnya memebentuk rantai kimia yang
kompleks dan panjang.

Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air. Dari limbah
rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan organik( misalnya sisa sayur, ikan,
nasi, minyak, lemak, air buangan manusia) yang terbawa air got/parit, kemudian ikut
aliran sungai

Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan pembusukan.
Akibatnya kadar O2 dalam air turun dratis, sehingga biota air akan mati. Jika pencemaran
bahan organik meningkat, kita dapat menemui cacing Tubifex berwarna kemerahan
bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk biologis (bioindikator) parahnya
pencemaran oleh bahan organik dari limbah pemukiman. Di kota-kota, air got berwarna
kehitaman dan mengeluarkan bau yang menyengat. Di dalam air got yang demikian tidak
ada organisme hidup kecuali bakteri dan jamur. Dibandingkan dengan limbah industri,
limbah rumah tangga di daerah perkotaan di Indonesia mencapai 60% dari seluruh limbah
yang ada.(Erma, S, 2015).

Ada pula bahan-bahan anorganik seperti plastik, alumunium, dan botol yang
hanyut terbawa arus air. Sampah bertimbun, menyumbat saluran air, dan mengakibatkan
banjir. Bahan pencemar lain dari limbah rumah tangga adalah pencemar biologis berupa
bibit penyakit, bakteri, dan jamur.

Dampak dari pembungan limbah padat organik yang berasal dari kegiatan rumah
tangga, limbah padat organik yang didegradasi oleh mikroorganisme akan menimbulkan
bau yang tidak sedap (busuk) akibat penguraian limbah tersebut menjadi yang lebih kecil
yang di sertai dengan pelepasan gas yang berbau tidak sedap. Limbah organic yang
mengandung protein akan menghasilkan bau yang tidak sedap lagi (lebih busuk) karena
protein yang yang mengandung gugus amin itu akan terurai menjadi gas ammonia.
(Hasibuan, 2016).

Dampak dalam kesehatan yaitu dapat menyebabkan dan menimbulkan penyakit, potensi
bahaya kesehatan yang dapat di timbulkan adalah: penyakit diare dan tikus, penyakit ini
terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat.
Penyakit kulit seperti kudis dan kurap.
Terjadi pencemaran air sungai diakibatkan oleh dua sumber, yang pertama
sumber tertentu, seperti limbah industri. Sumber kedua yaitu sumber tak tentu, dimana
ini bisa berasal dari pemukiman, transportasi, dan pertanian. Pencemaran air juga dapat
terjadi secara biologi, kimia, dan fisika. Pencemaran secara kimia terbagi dua, yaitu
kimia organik dan kimia anorganik.(Firmansyah ets all, 2021).

Berdasarkan observasi, diperoleh informasi bahwa warga desa lingkungan sekitar


memiliki kesadaran diri yang kurang untuk menjaga sanitasi lingkungan sekitarnya. Hal
ini terlihat dari kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke dalam sungai dan di
sekitaran sungai, dimana kebiasaan tersebut dapat membuat air sungai tercemar.
Sehingga , dapat dilihat tumpukan-tumpukan sampah yang tidak nyaman dipandang
menjadi hal biasa.
Penumpukan sampah yang terjadi

Pembuangan sampah yang tidak diurus dengan baik akan mengakibatkan


masalah besar, karena penumpukan sampah atau membuangnya sembarangan ke
kawasan terbuka akan mengakibatkan pencemaran tanah yang juga akan berdampak
ke saluran air tanah. Demikian juga pembakaran sampah akan mengakibatkan
pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai akan mengakibatkan pencemaran
air, tersumbatnya saluran air dan banjir.
Permasalahan sampah di Indonesia antara lain semakin banyaknya limbah sampah
yang dihasilkan masyarakat, kurangnya tempat sebagai pembuangan sampah, sampah
sebagai tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus, menjadi sumber polusi dan
pencemaran tanah, air, dan udara, menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang
membahayakan kesehatan.
Beberapa hambatan yang terjadi terhadap pengelolaan/penanganan limbah rumah
tangga diantaranya sebagai berikut(Hasibuan,2016):
1. Adanya ketidakpedulian dari orang- orang didalam rumah tangga itu sendiri;
2. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup seperti
membuang sampah rumah tangga ke sungai atau ketempat- tempat yang tidak
semestinya;
3. Kurangnya tempat-tempat sampah yang disediakan oleh pemerintah;
4. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang pentingnya pengelolaan limbah
khsususnya rumah tangga;
5. Tidak adanya perancangan dari perusahaan tentang kemasan yang dapat didaur ulang
6. Kurangnya penegakan terhadap aturan tentang lingkungan hidup.

Cara penanggulangan pencemaran limbah rumah tangga yang efektif supaya tidak
merusak pada lingkungan dan menjadikan lingkungan tetap bersih dan terhindar dari bibit
penyakit yakni dengan cara sebagai berikut(Hasibuan, 2016):
a) Daur ulang
Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang semula bukan apa-apa sehingga bisa
menjadi barang yang ekonomis dan bisa menghasilkan uang.
b) Pengomposan
Merupakan proses biokimia, yaitu zat organic dalam limbah dipecah,menghasilkan
humas yang bermanfaat untuk memperbaiki strutur tanah.

c) Pemisahan
cara pengambilan bahan tertentu kemudian diperoses lagi sehingga mempunyai nilai
ekonomis.

3. Pencemaran air disebabkan oleh penggunaan bahan kimia untuk menangkap ikan

Kerusakan ekosistem akibat pencemaran peracunan ikan sering di jumpai


khususnya untuk ekosistem perairan. Hal ini terjadi karena adanya racun bagi organisme
perairan, sehingga keseimbangan ekosistem perairan akan mengalami kerusakan.( Daud,
2014). Banyak masyarakat yang menyalahgunakan kegiatan perikanan menjadi suatu
keuntungan bagi diri mereka sendiri tanpa memikirkan ekosistem sungai, misalnya
menggunakan alat menangkap ikan yang dilarang.

Alat tangkap yang sering digunakan oleh warga setempat adalah jaring, jala dan
pancing. Namun seiring berjalannya teknologi, terdapat beberawa warga yang
mengunakan zat-zat kimia berbahaya untuk menangkap ikandalam penangkapan ikan.
Penggunaan zat kimia dalam penangkapan ikan mampu membuat ikan-ikan mati baik
ikan dewasa maupun bibit-bibit ikan yang masih berukuran kecil.

Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan ini pada dasarnya
merupakan kegiatan penangkapan ikan yang tidak legal, yang menyebabkan terancamnya
kelestarian sumberdaya hayati laut, akibat kerusakan habitat biota laut dan kematian
sumber daya ikan. Nelayan meyadari bahwa aktivitas perikanan merusak itu illegal,
namun hanya itu cara untuk mendapatkan hasil secara cepat, efisien dan dapat menjawab
tuntutan kebutuhan ekonomi.

Potasium Cianida merupakan jenis bahan kimia yang digunakan oleh para nelayan
untuk penangkapan ikan yang berdampak pada kerusakan ekosistem lautan. Potasium
Cianida juga disebut dengan KCN yang merupakan senyawa paling beracun. Potasium
adalah bahan kimia yang digunakan petani untuk membasmi hama tanamannya. Bahan
kimia berupa potasium tersebut untuk menangkap ikan yaitu bahan kimia potasium yang
berbentuk padat. Cianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok siano C≡N,
dengan atom karbon terikat tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan dalam
banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair. Beberapa
seperti garam, beberapa kovalen. Beberapa molekular, beberapa ionik, dan banyak juga
polimerik. Senyawa yang dapat melepas ion cianida CN sangat beracun. Cianida telah
digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Efek dari cianida ini sangat cepat dan dapat
mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit.(Alvin, dkk, (2021)

Sianida juga sering ditemukan dalam air, yaitu sianida sintetis potas yang
umumnya sengaja ditambahkan ke dalam air minum untuk membunuh ternak. Adanya
kandungan sianida dalam air dapat pula terjadi karena air terkontaminasi buangan limbah
asal industri plastik, pertambangan atau pelapisan logam tembaga (Cu), emas (Au), dan
perak (Ag). Di Indonesia, limbah pertambangan emas cukup mengkhawatirkan
masyarakat sekitarnya karena masih ditemukan sianida sebagai hasil proses ekstraksi
emas (gold cyanidation). Sianida asal limbah industri pupuk kalsium sinanamid, sebagai
hasil hidrolisisnya, juga dapat mencemari sumber air minum di sekitarnya (Clarke dan
Clarke 1977)

Racun potas atau potasium sianida ini sering kali digunakan untuk menangkap
ikan di sungai ataupun danau, racun ini tergolong sangat mudah di dapatkan dan banyak
dijual di took pupuk ataupun took pancing. Racun potassium Sianida adalah racun yang
sangat mematikan, dengan waktu reaksi hingga 3-4 jam lalu akan berefek kematian,
racun ini menyerang pembuluh darah jantung, menutup aliran darah sehingga korban
kolap dan mati, dan jenis racun inilah yang ada di dalam Racun ikan yang dinamakan
“Potas”. Dan jenis racun ini juga ada di dalam pupuk urea.

Dalam penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia berupa potasium


ciri-cirinya adalah mata ikan rabun (kabur) dan kulit ikan berwarna kusam (pucat).
Pengaruh langsung terhadap ikan penggunaan bahan kimia berupa potasium terhadap
ekosistem laut menimbulkan kerusakan pada ekosistem perairan dimana ikan-ikan,
terumbu karang sebagai tempat berkembang biaknya ikan dan biota lainya akan
mati/rusak serta lingkungan perairan tercemar.
Kerugian dari yang ditimbulkan dalam penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan kimia berupa potasium yaitu berakibat akan matinya ikan-ikan kecil maupun besar
termasuk telur-telurnya dan hancurnya terumbu karang. Pencemaran potasium cianida
dapat mengubah sifat kimia air, seperti menurunkan kadar oksigen terlarut, yang dapat
berdampak negatif pada organisme air yang membutuhkan oksigen. Potasium cianida
juga dapat menyebabkan gangguan pada rantai makanan dan ekosistem air. Kematian
massal organisme tertentu dapat mengubah dinamika populasi dan struktur ekosistem
perairan.(Gupta, A, 2014)

Selain racun potas, sebagian penduduk dan nelayan ada yang mnggunakan tuba
tidak hanya untuk menangkap ikan tangkapan, melainkan juga semua biota air. Racun
tersebut tidak hanya hewan-hewan dewasa, tetapi juga hewan-hewan yang masih kecil.
Dengan demikian, racun yang disebarkan akan memusnahkan jenis makhluk hidup yang
ada di dalamnya. Kegiatan penangkapan ikan dengan cara tersebut mengakibatkan
pencemaran di lingkungan perairan dan menurunkan sumberdaya perairan. Akibat yang
ditimbulkan oleh pencemaran air, yakni: (1) terganggunya kehidupan organisme air
karena berkurangnya kandungan O2; (2) terjadinya ledakan populasi ganggang dan
tumbuhan air; (3) pendangkalan dasar perairan; (4) punahnya biota air, misalnya ikan,
yuyu, udang, dan serangga air; (5) munculnya banjir akibat got tersumbat sampah; dan
(6) menjalarnya wabah muntaber.(Erma, S, 2015)
Daftar Pustaka

Artajaya, I. W., & Putri, N. K. (2021). Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran Air Di
Sungai Bindu. Jurnal Hukum Saraswati (JHS), 3(2)

Clarke, E.G.C. and M.L. Clarke. 1977. Cyanides. Veterinary Toxicology. 1st Ed. Collier
Macmillan Publ., New York. p. 250−255.

Depkes. 2000. Pencemaran pestisida dan pencegahannya.


Infokesehatan.net.http://www.infokes.com/today/artikelview.html?it e
m_ID=228&topic=keluarga. Tanggal sitasi 04 Desember 2023.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air (Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan). Yogyakarta: Kanisius.

Erma Suryani Sahabuddin, 2015, FILOSOFI “Cemaran” Air, Kupang, PTK PRESS

Gupta, A., & Sharma, D. (2014). Cyanide toxicity and its treatment. The
ScientificWorldJournal, 2014, 408076. doi: 10.1155/2014/408076

Gill HK, Garg H. 2014. Pesticides: Environmental Impacts and Management Strategies Cahpter
8. Http://dx.doi.org/10.5772/57399

Hasibuan, Rosmidah. (2016). “Analisis Dampak Limbah/Sampah Rumah Tangga Terhadap


Lingkungan Hidup.” Jurnal Ilmiah “Advokasi” 04(01):42–52.
https://doi.org/10.36987/jiad.v4i1.354

Khan, M.Z. and F.C.P. Law. 2005. Enzyme and Hormone Systems of Fish. Amphibians and
reptiles: A Review. Proc. Pakistan Acad, Sci 42(4) : 315-323

Khoirunisa H, Fitrianingrum K. 2019. Penggunaan Drone dalam Mengaplikasikan Pestisida di


Daerah Sungai Besar, Malaysia. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat 1(1):87– 91

Kusuma, Z. 2009. Dampak Pencemaran residu Pestisida di DAS Brantas Hulu. Agritek 17(3):
563-581.

Musa M, Buwono NR, Iman MN, Ayuning SW, Lusiana ED. 2019. Pesticides in Kalisat River:
Water and Sediment Assessment. AACL Bioflux 15(Issue 5):1806-1813

Ryberg KR, Gilliom RJ. 2015. Trends in Pesticide Concentrations and Use for Major Rivers of
The United States. Science of The Total Environment 538:431-444.

Székács A, Mörtl M, Darvas B. 2015. Monitoring Pesticide Residues in Surface and Ground
Water in Hungary: Surveys in 1990–2015. Journal of Chemistry 1:1-15
Taufik I, Koesoemadinata S, Sutrisno, Nugraha A. 2003. Tingkat Akumulasi Residu Pestisida
Pertanian di Perairan Tambak. Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia 9(4):53-62

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup.

WHO. 1999. Food Safety Issues Associated with Products from Aquaculture. WHO Technical
Report Series ; 883. FAO/NACA/WHO. Spanyol: Study Group on Food Safety Issues
Associated with Products from Aquaculture.

WHO. 2001. Chemistry and Specification of Pesticides. WHO Technical Report Series ; 899.
Singapore : Expert Committee on Vector Biology and Control.

Anda mungkin juga menyukai