Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Penggunaan Pestisida dalam Pengendalian Hama Tanaman Terhadap Pencemaran dan Kualitas Air

Oleh : Ido Fiska Ilfaza Aditya Yulian P. Andriawan Maulana (091510501060) (091510501073) (091510501078)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik dan biologis yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan. Kita mengetahui bahwa proses perkembangan/perubahan lingkungan tergantung pada kegiatan mahluk hidup lainnya. Lingkungan yang sehat merupakan dasar dalam menjaga keseimbangan sistem pada lahan pertanian. Lingkungan yang sehat mencakup sungai, hutan, areal pemukiman, dan lain sebagainya. Menjaga sumber-sumber air, menghentikan pembakaran hutan, dan mencegah erosi merupakan langkah-langkah untuk mencapai sebuah lingkungan yang sehat. Lingkungan yang sehat juga mendukung teknik-teknik PHT lainnya. Dalam suatu ekosistem yang sehat dan seimbang, tiap-tiap tanaman memiliki hama yang menyerangnya dan masing-masing hama memiliki predator yang memakannya. Ini akan menyebabkan terkendalinya jumlah hama dalam ekosistem. Predator alami sangat efektif dalam mengendalikan hama. Pada saat masa orde baru di Indonesia pernah mengadakan swasembada tanaman pangan khususnya tanaman serelaria untuk mengatasi krisis pangan dilakukan dengan Program Padi Sentra, yang merupakan awal Revolusi Hijau (green revolution) di Indonesia atau disebut Revolusi Pertanian Gelombang Kedua pada periode hingga 1979. Revolusi hijau adalah program pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan dengan cara intensifikasi petanian dengan cara memberikan input yang besar pada pertanian. Sehingga dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi pertambahan produksi pertanian tanaman pangan menjadi berlipat ganda sehingga tercukupi untuk kebutuhan sendiri. Pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan memberi subsidi pupuk dan pestisida dan petani lebih mudah untuk mendapatkan pupuk dan pestisida kimiawi karena harganya yang terjangkau sehingga penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia terjadi besar-besaran (Pranadji, 2005).

Penggunaan pestisida kimiawi untuk mengatasi masalah hama secara besar-besaran dalam jangka waktu yang singkat akan terjadi proses pestisida treadmill. pestidida treadmill adalah aplikasi pestidida secara terus menerus yang menyebabkan populasi hama tidak menurun tetapi justru semakin meningkat karena terjadinya resistensi dan resurgensi hama dan penyakit tanaman dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan (Hari, 2010). Dampak negatif yang sangat dirasakan adalah munculnya hama biotipe baru dari famili serangga, seperti kasus serangan wereng. Sampai-sampai kecepatan inovasi bahan kimia pembunuh serangga tidak mampu mengimbangi perkembangan biotipe baru serangga tersebut. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan kesuburan tanah. Untuk mengatasi masalah hama haruslah menggunakan solusi jangka panjang dan bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan alam. Solusi jangka panjang bisa memerlukan waktu bertahun-tahun, oleh karena itu dibutuhkan solusi jangka pendek seperti penggunaan pestisida alami. Berbagai macam teknik alami untuk mengatasi masalah hama tergabung dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT mempunyai tujuan dasar untuk mencegah hama dan apabila masalah hama sampai terjadi, mengatasinya selalu menggunakan teknik yang ramah lingkungan. Tiap bagian dalam lingkungan berkaitan dengan tiap bagian lainnya, termasuk manusia. Apa yang terjadi pada suatu bagian dari suatu sistem akan mempengaruhi sistem-sistem lainnya. Filosofi ini merupakan dasar dalam tiap penerapan PHT (Anonim, 2006). Para petani di Indonesia umumnya masih belum bisa menerima cara teknik Pengelolaan Hama Terpadu meskipun PHT sudah menjadi kebijakan pemerintah. banyak petani masih mempercayakan pengendalian dengan cara penyemprotan pestisida kimia. Penggunaan pestisida bertujuan untuk memperoleh hasil yang maksimal karena berguna untuk mengendalikan berbagai hama serta mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman sehingga dapat memaksimalkan hasil pertanian. Namun residu dari pestisida tersebut

berbahaya bagi lingkungan dan berpengaruh pada makhluk hidup lainnya dan menjadi suatu dilemma (Anonim, 2008). Disatu sisi penggunaan pestisida dapat memaksimalkan hasil panen namun disisi lain menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pestisida dapat mencemari tanah dan juga mencemari air tanah. Pencemaran air tanah tersebut akan mengakibatkan menurunnya kualitas air tanah dan berdampak pada kesehatan masyarakat.

1.2 Rumusan masalah 1. Apa penyebab kerusakan ekosistem oleh pestisida? 2. Bagaimana mekanisme pencemaran air oleh pestisida? 3. Apa dampak kerusakan pencemaran oleh pestisida? 4. Bagaimana cara mengatasi dampak pencemaran pestisida?

II. PEMBAHASAN

Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan dapat menyebabkan resistensi terhadap hama sehingga penggunaan pestisida dengan bahan aktif yang sama dan dosis yang sama tidak akan mempan terhadap hama yang resisten terhadap pestisida. Hal yang pertama dilakukan petani terhadap pestisida yang kehilangan efektivitasnya adalah dengan meningkatkan dosis dan frekuensi aplikasi. Bila hal ini tak berhasil mereka akan menggunakan jenis pestisida yang lebih baru, lebih mahal dan mereka harapkan lebih manjur daripada jenis pestisida yang digunakan sebelumnya. Pergeseran petani dari penggunaan pestisida baru tanpa adanya perubahan mendasar dalam filosofi dan strategi pengendalian hama dengan pestisida, merupakan solusi sementara yang akan menimbulkan masalah baru yang lebih parah yaitu terjadinya resistensi hama pada jenis pestisida yang baru dan pencemaran lingkungan yang serius. Pencemaran pestisida dapat terjadi bila pestisida digunakan secara berlebihan. Tidak semua aplikasi penyemprotan pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20% pestisida mengenai sasaran sedangkan 80% lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker (Diana, 2010). Pencemaran yang diakibatkan oleh pestisida dapat melalui berbagai cara salah satunya adalah Pestisida diserap oleh berbagai komponen lingkungan kemudian terbawa oleh angin, air dan organisme yang hidup di tanah. Selain itu, residu pestisida yang terakumulasi selama bertahun-tahun juga akan merembes ke tanah. Pencemaran air tanah oleh pestisida dipengaruhi oleh kejenuhan air dalam tanah serta curah hujan. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin jenuh air dalam tanah. Tanah yang jenuh air akan mempercepat perpindahan residu pestisida ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Air tanah yang tercemar pestisida mengisi air tanah dangkal.

Pestisida juga dapat menguap. Penguapan pestisida terjadi karena suhu yang tinggi. Pestisida yang menguap terbawa debu bermigrasi dan kembali ke tanah oleh pengendapan debu. Pencemaran pestisida dapat terjadi melalui siklus hidrologi. Pestisida di udara kembali ke tanah melalui hujan yang turun. Air hujan mengandung pestisida yang jatuh ke lahan pertanian akan terserap ke dalam tanah. Pestisida akan terakumulasi dan mengisi akuifer sehingga terjadi pencemaran air tanah. Pencemaran air oleh pestisida berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, dan dapat mempengaruhi kualitas air. Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan kadar pestisida dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel tanah. Kadar pestisida dalam air yang tinggi dapat membunuh organisme air antara lain ikan dan hewan air lainnya. Pada kadar yang rendah pestisida dalam air meracuni organisme kecil. Organisme kecil yang telah teracuni oleh pestisida itu, kemudian dimakan oleh ikan yang terkontaminasi senyawa pestisida. Dengan adanya rantai makanan maka perpindahan residu pestisida juga akan terus berlangsung hingga konsumen tingkat akhir termasuk manusia. Manusia sebagai konsumen tingkat akhir sangat rawan terhadap pencemaran senyawa kimia pestisida. Residu pestisida akan mengendap dalam tubuh dan akan menimbulkan berbagai penyakit. Penggunaan pestisida merupakan suatu metode yang pada umumnya bukan membasmi melainkan mengendalikan hama yang menyerang tanaman, akan tetapi para petani kita khususnya patani awam yang berasal dari pedesaan salah menyimpulkan dengan cara pemakaian atau penggunaan pestisida yang baik dan benar. Para petani tidak memikirkan dampak yang akan terjadi dikemudian hari yang akan menghasilkan dampak negatif pada lahan pertaniannya. Sehingga para petani kita khususnya para petani didaerah pedesaan diadakan pertemuan untuk memberi wawasan dan pengarahan pada para petani sehingga mereka mengerti dan memahami bagaimana cara untuk menangani hama dan penyakit

dengan cara yang ramah lingkungan khususnya tidak mencemari air yang dapat berdampak membahayakan bagi kehidupan masyarakat disekitarnya (Pranadji, 2005). Hal yang harus dilakukan untuk mencegah pencemaran pestisida lebih parah adalah dengan pengelolaan hama secara terpadu dengan memanfaatkan berbagai teknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik dan hayati) dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya untuk menciptakan suatu sistem pertanian yang berkelanjutan dengan menekan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh pestisida dan kerusakan lingkungan secara umum. Sebelum mengendalikan hama, pertama harus dilakukan identifikasi hama lapang yang menyerang pertanaman, kegiatan identifikasi sangatlah penting untuk menentukan karakteristik, kebiasaan, dan jenis hama yang menyerang sehingga dapat menentukan hal yang harus dilakukan dalam pengendalian hama. Setelah identifikasi dilakukan harus dilakukan monitoring hama yang menyerang. Kegiatan monitoring dilakukan untuk mengikuti perkembangan keadaan ekosistem yang meliputi perkembangan komponen biotik dan abiotik, seperti keadaan tanaman, populasi hama dan penyakit, populasi musuh alami, suhu, curah hujan, kelembaban, kecepatan angin, dan lain-lain. Kegiatan monitoring bertujuan untuk menentukan apakah sudah waktunya dilakukan atau belum dilakukan untuk tindakan pengendalian hama sesuai dengan perhitungan ambang batas keruskaan ekonomi yang diperhitungkan. Apabila hampir mendekati ambang batas kerusakan ekonomi maka dilakukan taktik pengendalian dengan cara kombinasi beberapa cara diantaranya secara biologis, fisik dan kimia. Pada pengendalian secara biologis dapat dilakukan dengan agen pengendalian hayati. Definisi pengendalian hayati Pengendalian hayati atau biologi pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan. Musuh alami adalah organisme yang dapat menyerang serangga hama. Dilihat dari fungsinya, musuh alami dikelompokkan menjadi parasitoid, predator dan patogen. Pada taktik pengendalian secara kimia salah satunya adalah dengan dilakukan tindakan penyemprotan menggunakan pestisida kimiawi sintetis

maupun pestisida hayati. Menurut konsep PHT, pestisida digunakan hanya bila pengendalian dengan cara lain tidak dapat menurunkan populasi hama dan kerusakan tanaman. Jadi pengendalian kimiawi dijadikan alternatif terakhir. Penyemprotan pestisida harus dilakukan secara sangat berhati-hati dan sangat selektif. Mengingat keampuhannya membasmi hama maka perkembangan penggunaan pestisida sangat cepat. Pestisida sebagai racun umumnya meracuni semua jenis makhluk hidup termasuk manusia. Untuk mengendalikan hama yang menyerang pertanaman gunakan metode dan penyemprotan yang berbeda untuk mengendalikan hama yang berbeda. Menggunakan penyemprotan untuk membasmi hama tertentu akan lebih baik daripada menggunakan semprotan yang dapat membunuh keseluruhan serangga. Pengamatan yang baik akan sangat membantu Anda dalam menentukan jenis semprotan apa yang terbaik (Anonim, 2006). Pengendalian secara kimiawi selain dengan teknik pengendalian pestisida untuk membunuh hama sebenarnya dapat dilakukan dengan menggunakan zat pemikat (attractans), zat penolak (repellents), pestisida atau zat pemandul (kemosterilans). Diantara berbagai cara, pengendalian menggunakan bahan kimia yang paling banyak digunakan adalah pestisida. Dalam pengendalian hama secara harus dilakukan dengan bijaksana, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pemakaian pestisida efektif, efisien, optimal dan maksimal. Langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah kontaminasi pencemaran air karena pestisida yaitu terdapat beberapa langkah. Sebelum langkah penanganan, penanggulangan pencemaran lingkungan pertanian harus didasarkan pada hasil analisis sumber penyebab utama terjdinya pencemaran. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian laboratorium dan lapangan. Salah satu cara penanggulangan untuk mengurangi dan mengatasi masalah pencemaran air yang cukup parah adalah dengan bioremediasi. Bioremediasi untuk air tanah dapat dilakukan secara on-site dan off-site. Beberapa teknik bioremediasi untuk air tanah antara lain pump and treat, teknik soil venting, dan land farming. bioremediasi yang umum digunakan untuk lahan pertanian adalah

land farming sedangkan untuk pencemaran air tanah, teknik yang umum digunakan adalah pump and treat. Land farming merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan dalam sel biotreatman. Tanah yang terkontaminasi dimasukkan lumpur atau sedimen yang mengandung nutrient untuk pertumbuhan mikroorganisme dan digarap secara berkala untuk mensuplai air dan udara udaran ke tanah. sehingga degradasi kontaminan diremediasi melaui proses mikrobiologi dan oksidasi. Faktor yang harus selalu dikontrol dalam land farming adalah kadar air, frekuensi aerasi dan pH. Teknik pump and treat merupakan remediasi secara in-site, air tanah di ekstraksi dari bawah permukaan tanah kemudian dilakukan treatment kemudian dikembalikan ke tanah. pemompaan menyababkan air tanah tertekan dan kontaminan diserap oleh tanah. Air yang telah ditreatmen kemudian dikembalikan ke tanah dan digunakan untuk melarutkan kontaminan yang telah diserap tanah.

III. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pestisida kimia yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan dapat menyebabkan resistensi terhadap hama. 2. Pencemaran air oleh pestisida dapat berdampak luas, misalnya dapat meracuni sumber air minum, meracuni makanan hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai, danau dan dapat mempengaruhi kualitas air. 3. Salah satu cara untuk menekan pencemaran oleh pestisida kimia adalah dengan menekan penggunaan pestisida kimia dengan teknik Pengelolaan hama secara terpadu dengan memanfaatkan berbagai teknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik dan hayati) dengan tetap memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya. 4. Salah satu cara penanggulangan untuk mengurangi dan mengatasi masalah pencemaran air yang cukup parah adalah dengan remediasi. Remediasi untuk air tanah dapat dilakukan secara on-site dan off-site.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Mengendalikan Hama. http://belajar.internetsehat.org/pustaka /pendidikan/materikejuruan/pertanian/budidaya-tanaman/ mengendalikan _hama.pdf [diakses tanggal 18 september 2011] Anonim. 2006. Panduan Premakultur Modul No. 9 Pengendalian Hama Terpadu. Anonim. 2008. Pengelolaan Hama Terpadu. Http://cdsindonesia.wordpress.com /2008/04/09/pengelolaan-hama-terpadu/ [diakses tanggal 18 september 2011]. Pranadji, Tri,. Saptana. 2005. Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik Berkelanjutan di Pedesaan : Menuju Revolusi Pertanian Gelombang Ketiga Di Abad 21. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 23 No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Penerbit Andi. Yogyakarta. Sofia, Diana. 2010. Pengaruh Pestisida dalam Lingkungan Pertanian. Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1106/1/ fp-diana.pdf [diakses tanggal 18 september 2011].
Sudirja, Rija. 2008. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian UNPAD. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai