Anda di halaman 1dari 13

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri  dari hama, penyakit
dan gulma, merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman. Organisme
pengganggu tanaman ini pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju
pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman yang
dibudidayakan dengan OPT ini bersaing untuk mendapatkan makanan dan tempat
perlindungan, maka dari itu untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya
pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas tanaman tersebut. Oleh karena
itu pencarian teknologi pengendalian OPT terus berkembang sejalan  dengan
perkembangan teknologi dan tuntutan sosial, ekonomi dan ekologi. Dalam suatu
ekosistem pertanian antara tanaman dengan OPT saling berkesinambungan baik
itu dari sisi positif maupun negatifnya.
Salah satu hama yang penting yaitu dari ordo lepidoptera, famili
Noctuidae (moth) salah satunya adalah ulat grayak (Spodoptera litura) hama ini
merupakan salah satu hama daun yang penting karena mempunyai kisaran inang
yang luas meliputi kedelai, kacang tanah, kubis, kentang, dan sayuran lain.
Spodoptera litura menyerang tanaman budidaya pada fase vegetatif yaitu
memakan daun tanaman yang muda sehingga tinggal tulang daun saja dan tentu
saja mengganggu proses fotosintesis tanaman sehingga produksi cadangan
makanan yang berupa biji atau buah dapat tidak dihasilkan. Pada fase generatif
dengan memangkas polong-polong muda.
Serangan Spodoptera litura menyebabkan kerusakan sekitar 12,5% dan
lebih dari 20% pada tanaman umur lebih dari 20 hst. Pengendalian terhadap ulat
grayak pada tingkat petani pada umumnya masih menggunakan insektisida yang
berasal dari senyawa kimia sintetik yang merusak organisme non target, resistensi
hama, reurgensi hama dan menimbulkan efek residu pada tanaman dan
lingkungan.
Untuk meminimalkan penggunaan insektisida perlu dicari pengendali
pengganti yang efektif dan aman terhadap lingkungan. Salah satunya dengan
pemanfaatan mikroorfanisme seperti cendawan, bakteri, dan virus untuk menekan
populasi hama. Akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan bioinsektisida
entomopatogen yang menyerang hama secara spesifik dan tidak menyerang
organisme non-target salah satunya menggunakan virus entomopatogen bagi
serangga Spodoptera litura yang merupakan hama penting bagi produksi tanaman
terutama tanaman bawang-bawangan, kacang-kacangan, tembakau. Salah satu
virus entomopatogen yang digunakan untuk mengendalikan ulat grayak
(Spodoptera litura) adalah dengan menggunakan virus NPV (Nuclear
Polyhedrosis Virus).
Virus secara umum adalah organisme nonseluler yang mengandung DNA
atau RNA. Karena virus hanya bisa memperbanyak diri pada jaringan yang hidup,
maka semua virus adalah parasit interseluler obligat. Sesudah memperbanyak
genom DNA atau RNA dalam sel inangnya, virus akan terbungkus dalam partikel
yang dikenal sebagai virion yang merupakan partikel infektif untuk menginfeksi
lagi inang baru.
Virus dibagi berdasarkan komposisi asam nukleat, struktur genom, dan
morfologi eksternal dari pembungkus. Ukuran virus sangat kecil sekali sehingga
hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Morfologi virus harus
diinvestigasi menggunakan mikroskop elektron dan menggunakan teknik biologi
molekuler. Struktur dasar virus adalah viral DNA atau RNA yang dikelilingi oleh
kapsul protein dan ini dikenal sebagai virion. Virus diklasifikasikan kedalam
famili, dan individual virus diberi nama sesuai dengan yang ditemukan pertama
kali pada inang seperti Spodoptera litura NPV, Helicoverpa armigera NPV.
Diantara virus yang menyerang serangga, ada 3 famili yang mempunyai
struktur yang spesial untuk beradaptasi dan survival di lingkungan. Baculoviridae,
Poxviridae, dan Reoviridae memproduksi tubuh oklusi, strukutur yang melindungi
partikel virus atau virion.

1.1 Tujuan
Mengetahui efektivitas pengendalian hama inang NPV dengan aplikasi virus
NPV terhadap berbagai hama pada serangga inang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan virus entomopatogen NPV terhadap larva hama
lepidoptera pada tanaman?
2. Bagaimana cara kerja virus NPV terhadap larva hama lepidoptera pada
tanaman?
3. Apa kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan yang digunakan untuk
secara massal untuk NPV.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Spodoptera litura Multiple Nucleohedrosis Virus (SpltMNPV)


SlNPV berbentuk batang dan terdapat didalam iclusion bodie yang disebut
polihedra. Polihedra berbetuk kristal bersegi banyak dan berukuran cukup
besara(0,5-15nm) sehingga mudah dideteksi dengan mikroskop perbesaran
600kali. Polihedra terdapat di dalam inti sel yang rentan dari serangga inang,
seperti hemolimfa, badan lemak, hipodermi, dan matriks trakea.
Ulat yang terinfeksi SlNPV tampak berminyak, disertai dengan membran
intergumen yang membengkak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat-
kemerahan, terutama pada bagian perut. Ulat cenderung merayap ke pucuk
tanaman kemudian mati dalam keadaan menggantung dengan kaki semunya pada
bagian tanaman. Intergumen ulat yang mati mengalami lisis dan disintegrasi
sehingga sangat rapuh. Apabila robek, dari dalam tubuh ulat keluar cairan
hemolimfa yang mengandung banyak polihedra. Ulat muda mati dalam 2 hari
sedangkan ulat tua mati dalam 4-9 hari setelah terinfeksi. SlNPV memiliki
tingkat patogenitas yang relatif tinggi. Nilai LC = 50 (konsentrasi yang
mematikan 50% populasi).
Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV)
Walaupun NPV secara keseluruhan dapat menyerang berbagai spesies
invertebrata, tetapi secara umum, isolat atau jenis NPV relatif sangat spesifik.
BmNPV diketahui hanya bersifat patogen terhadap Bombyx mori, atau AcNPV
(Autographa californica Nuclear Polyhedrosis Virus), hanya mempunyai hot
range dari ordo Lepidoptera.
Secara alamiah, HaNPV hanya mampu menginfeksi spesies inangnya
yaitu Helicoverpa armigera. Akan tetapi, beberapa peneliti menemukan bahwa
NPV dapat menyerang inang bukan spesies utama. Malacooma californicum
Pluviale Nuclear Polyhedrosis Virus (MdNPV) dapat menyerang larva serangga
Lymantria dipar. Selanjutnya diketahui pula bahwa Bombyx mori Nuclear
Polyhedrosis Virus (BmNPV) dapat menyerang Galleria mellonella. Mametra
braicae Nuclear Polyhedrosis Virus (MbNPV) dapat menyerang Spodoptera
litura (Sunarto, 2002). Dan Malacooma californicum pluviale Nuclear
Polyhedrosis Virus (MpNPV) dapat menyerang M, ditria (Pratiwi, 2008).
Namun demikian, terdapat pula isolat NPV yang memiliki kisaran inang
(Hot range) yang relatif luas seperti Autographa californica Nuclear Polyhedrosis
Virus (AcNPV) Scheepen dan Wyoki, 1989, menemukan bahwa AcNPV ini bisa
menyerang larva H. Armigera, Heliothi peltigera, Boarmia elenaria dan Ephetia
cautella. AcNPV juga dapat menginfeksi larva Trichopluia ni. Dengan demikian,
NPV memiliki potensi yang besar untuk digunakan sebagai agensia pengendali
populasi serangga hama.
Penggunaan NPV sebagai pengendali populasi serangga hama ternyata
tidak saja aman untuk spesies non-serangga termasuk manusia. Parasitoid
Micropliti crocerpe yang hidup pada larva Helicoverpa virecreen terinfeksi
AcNPV, tetap hidup hingga dewasa dan tidak terpengaruh oleh serangan virus
terhadap inangnya. Virus NPV tidak dapat aktif pada suhu tubuh yang dimiliki
hewan berdarah panas yaitu sekitar 37ºC. Kemampuan NPV yang tidak dapat
menginfeksi manusia diperkuat oleh hasil penelitian yang menemukan bahwa
Autographa californica Nuclear Polyhedrosis Virus (AcNPV) tidak dapat
bereplikasi ketika dicoba ditumbuhkan pada kultur sel mamalia, termasuk sel
ginjal manusia. Selain bersifat spesifik hanya pada serangga tertentu,
dibandingkan dengan jenis virus serangga lain, NPV relatif lebih tahan terhadap
pengaruh lingkungan. Kristal protein yang membungkus partikel virus pada NPV
melindungi virus tersebut dari pengaruh suhu dan radiasi sinar ultraviolet
(http://www.wikipedia.com//).
Polihedral Inclusion Bodie (PIB) dapat tetap aktif dalam tanah sampai 40
tahun dan tetap berpotensi untuk menginfeksi larva serangga yang menjadi
inangnya, menyebar di dalam populasi serangga tersebut dan mengakibatkan
epizootik (Sunarto, 2002).
Faktor lain yang menyebabkan NPV menarik untuk dijadikan agensia
pengendali populasi serangga hama adalah kadaver larva yang terinfeksi NPV
dapatdigunakan sebagai bahan untuk membuat sediaan virus. Pada saart ini telah
diperoleh isolat Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) wild
tipe asal Lembang. Isolat virus ini diketahui memiliki patogenisitas yang tinggi
pada Helicoverpa armigera. HaNPV ini memiliki potensi yang sangat baik untuk
ddigunakan sebagai agensia pengendali populasi Helicoverpa armigera. HaNPV
terhadap larva Helicoverpa armigera mengakibatkan kerusakan pada membran
peritrofik yang kemudian diikuti dengan kerusakan jaringan secara cepat.
Penggunaan HaNPV secara berulang pada Helicoverpa armigera tidak
menyebabkan kemunculan respon kekebalan. Patogenisitas isolat HaNPV yang
tinggi terhadap Helicoverpa armigera juga telah diteliti. Infeksi HaNPV
mengakibatkan tingkat kematian yang tinggi terhadap populasi larva Helicoverpa
armigera yaitu dapat menyebabkan kematian pada populasi hingga 70-100%.
Selain itu infeksi ini juga mengakibatkan penurunan konsumsi makan sampai
50%, penurunan berat badan hingga 70% dan penurunan kemampuan lolos hidup
menjadiimago hingga 85%.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka isolat HaNPV yang digunakan pada
penelitian tersebut memiliki potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai agensia
pengendali populasi Helicoverpa armigera. Namun demikian, penggunaan
HaNPV ini dihadapkan pada masalah, antara lain penyediaan virus tersebut untuk
digunakan secara komersial.
Untuk HaNPV, penggunaan metode invivo untuk memperbanyak HaNPV
relatif sulit untuk dilakukan karena larva Helicoverpa armigera memiliki sifat
kanibal dan sulit untuk dipelihara secara masal sebagai media produksi HaNPV.
Hal ini dapat mengakibatkan biaya produksi meningkat sehingga perlu digunakan
inang pengganti sebagai media prodiksi HaNPV (Pratiwi dkk, 2008).
BAB III. PEMBAHASAN

Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) adalah salah satu jenis virus patogen
yang berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak karena
bersifat spesifik, selektif, dan efektif untuk hama-hama yang telah resisten
terhadap insektisida dan aman terhadap lingkungan.
NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam
Inclusion Bodie yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus).
NPV memiliki badan inklusi berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein
pembungkus virion dengan diameter 0,2 – 20nm. Kristal protein ini disebut
dengan protein polihedrin yang berukuran ± 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal
protein ini berfungsi sebagai pelindung infeksifitas partikel.
Virus menjaga viabilitasnya di alam serta melindungi DNA virus dari
degradasi akibat sinar ultraviolet matahari.
NPV telah ditemukan pada 523 spesies serangga, sebagian besar NPV
bersifat spesifik inang, yaitu hanya dapat menginfeksi dan mematikan spesies
inang alaminya. Sehingga pada mulanya penamaan NPV disesuaikan dengan
nama inang asli dimana dia pertama kali disilolasi sebagai contoh NPV yang
menginfeksi ulat Spodoptera litura dinamai Spodoptera litura Nucleo
Polyhedrosis Virus (SlNPV), yang menginfeksi ulat Spodoptera exigua dinamai
Spodoptera exigua Nucleo Polyhedrosis Virus (SeNPV), yang menginfeksi larva
serangga Helicoverpa armigera dinamai helicoverpa armigera Nuclear
Polyhedrosis Virus (HaNPV).
Mekanisme Dan Siklus Hidup NPV Di Alam
Di alam, NPV biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah.
Manakala termakan oleh serangga inang (ulat) dan masuk ke saluran pencernaan
yang memiliki pH tinggi (>10), maka polihedra akan pecah melepaskan virion
infektid. Virion yang terlepas dari matriks protein (pembungkus) akan memulai
infeksi ke dalam sel-sel saluran pencernaan ulat yang kemudian DNA akan
mengadakan replikasi kedalam inti sel.
Proses infeksi SlNPV atau SeNPV dimulai dari terletannya polihedra
(berisi virus) bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkali,
polihedra larut sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus
menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra
tertelan, ulat yang terinfeksi akan mengalami gejala abnormal secara morfologi,
fisiologi dan perilakunya.
Secara morfologi, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan
secara fisiologi, ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat
kemerahan, terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung
merayap ke pucuk tanaman, yang kemudian mati dalam keadaam menggantung
dengan kaki semunya pada bagian tanaman.
Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat
mengkilap pada awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan hancur. Apabila
tersentuh, tubuh ulat akan mengeluarkan cairan kental berbau seperti nanah yang
berisi partikel virus. Ulat mati dalam waktu 3 – 7 hari setelah polihedra tertelan.
Sebelum mati ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang
diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan
kemampuan makan dari ulat sampai 84%.
Pemanfaatan NPV Sebagai Bioinsektisida
Potensi pemanfaatan NPV untuk mengendalikan pertama kali diketahui
pada awal tahun 1900-an. Saat ini di luar negri, beberapa jenis NPV telah
diperjualbelikan sebagai produk bionsektisida, misalnya : Elcar (berbahan aktif
HzNPV) digunakan untuk mengendalikan Helicoverpa zea pada tanaman kapas di
Amerika Serikat, Helicoverpa armigera NPV digunakan pada tanaman kapas,
tomat dan tembakau di Cina, SAN 404 (berbahan aktif AcNPV) dan Diprion
(berbahan aktif NsNPV) telah dipasarkan secara bebas.
Di Indonesia pemanfaatan NPV sebelumnya hanya terbatas pada tingkat
petani-petani pemandu PHT yang jumlahnya sangan kecil, dan belum diproduksi
secara komersial di dalam negeri. Pada tahun 1999, Laboratorium Pertanian Sehat
(LPS) melakukan uji coba biopestisida NPVsecara masal pada tanaman bawang
merah dan kedelai sebagai bagian dari program pengembangan PHT.
Produksi Bioinsektisida SlNPV
SlNPV dapat diproduksi dan dikembangkan sebagai biopestisida sehingga
mempiliki prospek komersial. Ada tiga tahapan kegiatan dalam proses produksi
biopestisida SlNPV, yaitu (a) pembiakan masal ulat grayak dengan pakan buatan,
(b) perbanyakan SlNPV secara invivo dalam tubuh serangga inang, dan (c)
pemformulasian dan pengemasan SlNPV.
SlNPV diformulasikan dengan bahan pembawa (carrier) dengan bentuk
tepung (wettable powder) yang diperkaya dengan berbagai bahan additif.
Bioinsektisida SlNPV dijual secara komersial dengan harga Rp
300.000/kg atau Rp 150.000/ha. Aplikasi bioinsektisida SlNPV memiliki tingkat
keefektifan yang tinggi hingga 88% terhadap ulat grayak kedelai. Produk dapat
disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar (30ºC) tanpa mengalamu perubahan
tingkat keefektifan SlNPV. Produk sebaiknya disimpan dalam refrigerator.
Keeektifan Produk
Bioinsektisida SlNPV dengan dosis 500g/ha (setara dengan 1,5 10 11
PIB/ha) yang diaplikasikan dua kali dalam selang seminggu, masing-masing
dengan dosis 250g/ha, efektif terhadap ulat grayak pada kedelai. Perlakuan SlNPV
tersebut menurunkan populasi ulat 91% lebih rendah dan menyelamatkan hasil
14% lebih tinggi daripada perlakuan insektisida kimiawi sintesis.
Teknik Aplikasi
Bioinsektisida SlNPV diaplikasikan dengan alat semprot seperti yang
digunakan untuk insektisida. Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk mengendalikan
ulat intar I-III, diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, dan dilakukan pada
sore atau petang hari untuk menghindari pengaruh radiasi sinar ultraviolet dari
matahari yang dapat menginaktifkan SlNPV.
Peranan Bioinsektsida SlNPV
Sebagai alternatif cara pengendalian hama yang efektif, ramah
lingkungan, dapat menstabilkan populasi hama, dan menjamin pendapatan petani.
Sebagai komponen PHT yang kompatibel dengan komponen PHT lainnya,
termasuk insektisida kimiawi dalam mengendalikan hama. Manfaat lain :
 Mengatasi masalah keresistensian larva ulat terhadap insektisida kimiawi.
 Mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi.
 Mendukung pengembangan budidaya pertanian yang ramah lingkungan dan
ekonomis.
Pengemasan Spodoptera litura Multi Nucleopolyhedrosis virus (Splt MNPV)
Melihat besarnya SlNpv dan SeNPV sebagai agensia pengendali ulat
grayak yang biasanya menyerang tanaman kacang-kacangan, tembakau, dan
sayuran, maka NPV berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai biopestisida
yang memiliki proyek komersial, tidak berdampak negatif bagi pengguna serta
ramah lingkungan. Bioinsektisida VIR-X (VIREXI) secara spesifik hanya
digunakan sebagai pengendali ulat grayak. Spodoptera exigua yang menyerang
tanaman bawang merah, bawang putih, bawang daun. Sedangkan VIR-L
(VITURA) hanya untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura yang
biasanya menyerang tanaman cabe, kedelai/kacang-kacangan, dan tembakau.
Namun tidak menutup kemungkinan juga menyerang tanaman sayuran daun/buah
yang lain, karena ulat Spodoptera litura tergolong polifag (memiliki banyak
inang).
BAB IV. KESIMPULAN

Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) merupakan virus entomopatogen yang


telah diisolasi dari kadaver larva. Penggunaan NPV sebagai pengendali populasi
serangga hama ternyata tidak saja aman untuk spesies non-serangga termasuk
manusia karena virus bekerja secara spesifik pada inang tertentu.
Peranan Bioinsektsida NPV antara lain:

 Mengatasi masalah keresistensian hama terhadap insektisida kimiawi.


 Mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi.
 Mendukung pengembangan budidaya pertanian yang ramah lingkungan dan
ekonomis.
Di alam, NPV biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah.
apabila termakan oleh serangga inang (ulat) dan masuk ke saluran pencernaan
yang memiliki pH tinggi (>10), maka polihedra akan pecah melepaskan virion
infektid. Virion yang terlepas dari matriks protein (pembungkus) akan memulai
infeksi ke dalam sel-sel saluran pencernaan ulat yang kemudian DNA akan
mengadakan replikasi kedalam inti sel.
Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkali, polihedra larut
sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus menginfeksi sel-sel yang
rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra tertelan, ulat yang terinfeksi akan
mengalami gejala abnormal secara morfologi, fisiologi dan perilakunya.
Secara morfologi, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan
secara fisiologi, ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat
kemerahan, terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung
merayap ke pucuk tanaman, yang kemudian mati dalam keadaam menggantung
dengan kaki semunya pada bagian tanaman.
Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat
mengkilap pada awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan hancur. Apabila
tersentuh, tubuh ulat akan mengeluarkan cairan kental berbau seperti nanah yang
berisi partikel virus. Ulat mati dalam waktu 3 – 7 hari setelah polihedra tertelan.
Sebelum mati ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang
diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan
kemampuan makan dari ulat sampai 50-84%.
Untuk HaNPV, penggunaan metode invivo untuk memperbanyak HaNPV
relatif sulit untuk dilakukan karena larva Helicoverpa armigera memiliki sifat
kanibal dan sulit untuk dipelihara secara masal sebagai media produksi HaNPV.
Hal ini dapat mengakibatkan biaya produksi meningkat sehingga perlu digunakan
inang pengganti sebagai media prodiksi HaNPV.
DAFTAR PUSTAKA

Indrayani, I. G. A. A. dan Winarno, D. 2004. Potensi NPV dalam Pengendalian


Heliicoverpa armigera pada Tumpang Sari Kapas dan Kedelai. Jurnal
Perspektif. 12 (2) : 26-32. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Malang.

Prananingrum, Pratiwi., dkk. 2008. Peningkatan Efektifitas BioInsektisida Dalam


Membasmi Ulat Grayak (Spodoptera Litura). Jurnal Biologi 12(2) : 36-40.
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Malang.

Sri-Hadiyani, D.A. Sunarto, A.A.A. Gothama, dan S.A. Wahyuni. 2002.


Perbaikan rekomendasi paket PHT untuk pengendalian hama Helicoverpa
armigera Hbn. Pada tanaman kapas. Jurnal Penelitian Tanaman
Industri.9(2): 63-69. Universitas pakuan. Bogor.

http://www.wikipedia.com//. diakses tanggal 06 Desember 2010.

Anda mungkin juga menyukai