PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Mengetahui efektivitas pengendalian hama inang NPV dengan aplikasi virus
NPV terhadap berbagai hama pada serangga inang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan virus entomopatogen NPV terhadap larva hama
lepidoptera pada tanaman?
2. Bagaimana cara kerja virus NPV terhadap larva hama lepidoptera pada
tanaman?
3. Apa kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan yang digunakan untuk
secara massal untuk NPV.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) adalah salah satu jenis virus patogen
yang berpotensi sebagai agensia hayati dalam mengendalikan ulat grayak karena
bersifat spesifik, selektif, dan efektif untuk hama-hama yang telah resisten
terhadap insektisida dan aman terhadap lingkungan.
NPV adalah virus yang berbentuk segi banyak dan terdapat di dalam
Inclusion Bodie yang disebut polihedra dan bereplikasi di dalam inti sel (nukleus).
NPV memiliki badan inklusi berbentuk polihedral yang merupakan kristal protein
pembungkus virion dengan diameter 0,2 – 20nm. Kristal protein ini disebut
dengan protein polihedrin yang berukuran ± 29.000 sampai 31.000 Dalton. Kristal
protein ini berfungsi sebagai pelindung infeksifitas partikel.
Virus menjaga viabilitasnya di alam serta melindungi DNA virus dari
degradasi akibat sinar ultraviolet matahari.
NPV telah ditemukan pada 523 spesies serangga, sebagian besar NPV
bersifat spesifik inang, yaitu hanya dapat menginfeksi dan mematikan spesies
inang alaminya. Sehingga pada mulanya penamaan NPV disesuaikan dengan
nama inang asli dimana dia pertama kali disilolasi sebagai contoh NPV yang
menginfeksi ulat Spodoptera litura dinamai Spodoptera litura Nucleo
Polyhedrosis Virus (SlNPV), yang menginfeksi ulat Spodoptera exigua dinamai
Spodoptera exigua Nucleo Polyhedrosis Virus (SeNPV), yang menginfeksi larva
serangga Helicoverpa armigera dinamai helicoverpa armigera Nuclear
Polyhedrosis Virus (HaNPV).
Mekanisme Dan Siklus Hidup NPV Di Alam
Di alam, NPV biasanya ditemukan pada permukaan tanaman dan tanah.
Manakala termakan oleh serangga inang (ulat) dan masuk ke saluran pencernaan
yang memiliki pH tinggi (>10), maka polihedra akan pecah melepaskan virion
infektid. Virion yang terlepas dari matriks protein (pembungkus) akan memulai
infeksi ke dalam sel-sel saluran pencernaan ulat yang kemudian DNA akan
mengadakan replikasi kedalam inti sel.
Proses infeksi SlNPV atau SeNPV dimulai dari terletannya polihedra
(berisi virus) bersama pakan. Di dalam saluran pencernaan yang bersuasana alkali,
polihedra larut sehingga membebaskan virus (virion). Selanjutnya virus
menginfeksi sel-sel yang rentan. Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra
tertelan, ulat yang terinfeksi akan mengalami gejala abnormal secara morfologi,
fisiologi dan perilakunya.
Secara morfologi, hemolimfa ulat yang semula jernih berubah keruh dan
secara fisiologi, ulat tampak berminyak dan perubahan warna tubuh menjadi pucat
kemerahan, terutama bagian perut. Sedangkan secara perilaku, ulat cenderung
merayap ke pucuk tanaman, yang kemudian mati dalam keadaam menggantung
dengan kaki semunya pada bagian tanaman.
Permukaan kulit ulat akan mengalami perubahan warna dari pucat
mengkilap pada awal terinfeksi kemudian akan menghitam dan hancur. Apabila
tersentuh, tubuh ulat akan mengeluarkan cairan kental berbau seperti nanah yang
berisi partikel virus. Ulat mati dalam waktu 3 – 7 hari setelah polihedra tertelan.
Sebelum mati ulat masih dapat merusak tanaman, namun kerusakan yang
diakibatkan ulat yang sudah terinfeksi sangat rendah, karena terjadi penurunan
kemampuan makan dari ulat sampai 84%.
Pemanfaatan NPV Sebagai Bioinsektisida
Potensi pemanfaatan NPV untuk mengendalikan pertama kali diketahui
pada awal tahun 1900-an. Saat ini di luar negri, beberapa jenis NPV telah
diperjualbelikan sebagai produk bionsektisida, misalnya : Elcar (berbahan aktif
HzNPV) digunakan untuk mengendalikan Helicoverpa zea pada tanaman kapas di
Amerika Serikat, Helicoverpa armigera NPV digunakan pada tanaman kapas,
tomat dan tembakau di Cina, SAN 404 (berbahan aktif AcNPV) dan Diprion
(berbahan aktif NsNPV) telah dipasarkan secara bebas.
Di Indonesia pemanfaatan NPV sebelumnya hanya terbatas pada tingkat
petani-petani pemandu PHT yang jumlahnya sangan kecil, dan belum diproduksi
secara komersial di dalam negeri. Pada tahun 1999, Laboratorium Pertanian Sehat
(LPS) melakukan uji coba biopestisida NPVsecara masal pada tanaman bawang
merah dan kedelai sebagai bagian dari program pengembangan PHT.
Produksi Bioinsektisida SlNPV
SlNPV dapat diproduksi dan dikembangkan sebagai biopestisida sehingga
mempiliki prospek komersial. Ada tiga tahapan kegiatan dalam proses produksi
biopestisida SlNPV, yaitu (a) pembiakan masal ulat grayak dengan pakan buatan,
(b) perbanyakan SlNPV secara invivo dalam tubuh serangga inang, dan (c)
pemformulasian dan pengemasan SlNPV.
SlNPV diformulasikan dengan bahan pembawa (carrier) dengan bentuk
tepung (wettable powder) yang diperkaya dengan berbagai bahan additif.
Bioinsektisida SlNPV dijual secara komersial dengan harga Rp
300.000/kg atau Rp 150.000/ha. Aplikasi bioinsektisida SlNPV memiliki tingkat
keefektifan yang tinggi hingga 88% terhadap ulat grayak kedelai. Produk dapat
disimpan selama 6 bulan pada suhu kamar (30ºC) tanpa mengalamu perubahan
tingkat keefektifan SlNPV. Produk sebaiknya disimpan dalam refrigerator.
Keeektifan Produk
Bioinsektisida SlNPV dengan dosis 500g/ha (setara dengan 1,5 10 11
PIB/ha) yang diaplikasikan dua kali dalam selang seminggu, masing-masing
dengan dosis 250g/ha, efektif terhadap ulat grayak pada kedelai. Perlakuan SlNPV
tersebut menurunkan populasi ulat 91% lebih rendah dan menyelamatkan hasil
14% lebih tinggi daripada perlakuan insektisida kimiawi sintesis.
Teknik Aplikasi
Bioinsektisida SlNPV diaplikasikan dengan alat semprot seperti yang
digunakan untuk insektisida. Aplikasi sebaiknya ditujukan untuk mengendalikan
ulat intar I-III, diarahkan ke permukaan daun bagian bawah, dan dilakukan pada
sore atau petang hari untuk menghindari pengaruh radiasi sinar ultraviolet dari
matahari yang dapat menginaktifkan SlNPV.
Peranan Bioinsektsida SlNPV
Sebagai alternatif cara pengendalian hama yang efektif, ramah
lingkungan, dapat menstabilkan populasi hama, dan menjamin pendapatan petani.
Sebagai komponen PHT yang kompatibel dengan komponen PHT lainnya,
termasuk insektisida kimiawi dalam mengendalikan hama. Manfaat lain :
Mengatasi masalah keresistensian larva ulat terhadap insektisida kimiawi.
Mengurangi ketergantungan terhadap insektisida kimiawi.
Mendukung pengembangan budidaya pertanian yang ramah lingkungan dan
ekonomis.
Pengemasan Spodoptera litura Multi Nucleopolyhedrosis virus (Splt MNPV)
Melihat besarnya SlNpv dan SeNPV sebagai agensia pengendali ulat
grayak yang biasanya menyerang tanaman kacang-kacangan, tembakau, dan
sayuran, maka NPV berpeluang besar untuk dikembangkan sebagai biopestisida
yang memiliki proyek komersial, tidak berdampak negatif bagi pengguna serta
ramah lingkungan. Bioinsektisida VIR-X (VIREXI) secara spesifik hanya
digunakan sebagai pengendali ulat grayak. Spodoptera exigua yang menyerang
tanaman bawang merah, bawang putih, bawang daun. Sedangkan VIR-L
(VITURA) hanya untuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera litura yang
biasanya menyerang tanaman cabe, kedelai/kacang-kacangan, dan tembakau.
Namun tidak menutup kemungkinan juga menyerang tanaman sayuran daun/buah
yang lain, karena ulat Spodoptera litura tergolong polifag (memiliki banyak
inang).
BAB IV. KESIMPULAN