Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK APLIKASI PESTISIDA

ACARA

: APLIKASI INSEKTISIDA PADA TANAMAN PADI


OLEH

LABORATORIUM PENYAKIT TUMBUHAN


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dampak perubahan iklim yang ekstrim (la-nina dan el-nino), serta
keanekaragaman stadia tanaman di ekosistem pertanian khususnya tanaman padi
sawah, kerap kali menjadi kendala dalam peningkatan produksi. Pengaruh iklim
tersebut dapat bersifat positif maupun sebaliknya. Pengaruh positif dari el-nino
misalnya terputusnya siklus hidup hama akibat kekeringan sehingga tanaman relatif
sedikit terutama di lahan tadah hujan. Kesuburan tanahpun meningkat atau relatif
lebih baik karena tanah mengalami masa istirahat selama musim kemarau (aerasi
tanah meningkat).
Meskipun demikian dalam beberapa kasus cenderung terjadi hal yang bersifat
negatif khususnya bagi kehidupan organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti
terjadinya hibernasi (mengalami masa istirahat selama musim dingin) dan aestivasi
(mengalami masa istirahat selama musim panas). Misalnya Wereng Batang Coklat
(Nilaparvata lugens) membentuk biotipe-biotipe baru selain akibat penggunaan
varietas. Larva Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga sp) mengalami masa
diaphause sebelum menjadi dewasa. Keadaan tersebut dampak dari kombinasi
seleksi alam yang cukup kuat.
Ancaman OPT setiap tahun terus terjadi seperti pada Juli 2005, dimana
serangan wereng cokelat di pantura jawa telah memporakporandakan sedikitnya
10.644 ha tanaman padi di Kabupaten Cirebon. Seluas 419 ha diantaranya telah
dinyatakan puso alias gagal panen. Serangan OPT yang sama juga terjadi di sentra
produksi padi Kab. Indramayu. Sedikitnya 8.000 ha tanaman padi terancam terganggu
produksinya akibat serangan hama wereng. Wereng batang coklat (WBC) merupakan
hama kedua yang menyerang dengan ganas terhadap areal pertanian di daerah sentra
pangan terbesar Jawa Barat itu. WBC yang sempat absen selama beberapa tahun dan
muncul lagi, sedikitnya telah merusak pertanaman padi di areal seluas 571 ha.

Serangan hama dan penyakit tanaman padi di beberapa tempat mengalami fluktuasi
dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Sebenarnya keberadaan hama dan penyakit tanaman yang disebut organisme
pengganggu tanaman (OPT) pada areal pertanian merupakan akibat ulah manusia.
Perubahan ekosistem hutan menjadi areal pertanian adalah salah satu penyebab
utama. Dalam ekosistem hutan, setiap rantai makanan berada dalam keadaan normal.
Setiap organisme berada dalam jumlah yang seimbang dengan organisme lain yang
menjadi musuh atau pemangsanya, sehingga tidak ditemui organisme telah merusak
keseimbangan tersebut, di antaranya terjadi pemutusan beberapa rantai makanan.
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk
membunuh serangga. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan,
tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta
aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu
tanaman (SPT). Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida.Pestisida adalah
substansi kimia dan bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama.
Dalam konsep pengendalian hama terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan
bukan untuk memberantas atau membunuh hama namun lebih dititikberatkan untuk
mengendalikan hama sehingga berada di bawah ambang kendali.
1.2 Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami cara aplikasi insektisida pada tanaman padi yang
tepat.
2. Agar mahasiswa dapat menggunakan pestisida secara bijaksana.
3. Agar mahasiswa dapat mengerti macam- macam jenis insektisida.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk


membunuh serangga. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan,
tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta
aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu
tanaman. Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida (Anonim, 2011).
Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh
serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan
dengan langsung meracuni serangga tersebut (Anonim, 2006).
Teknik aplikasi pestisida sangat menentukan berhasil tidaknya pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman/Tumbuhan (OPT). Kegagalan pengendalian OPT
secara kimiawi dapat disebabkan oleh kesalahan aplikasi pestisida. Di samping itu,
kesalahan aplikasi pesitisida juga sangat berbahaya bagi pengguna, konsumen, dan
lingkungan (Djojosumarto, 2010).
Insektisida adalah salah satu jenis pestisida yang berfungsi untuk memberantas
serangga. Insektisida dapat kita bagi menurut sifat dasar senyawa kimianya yaitu
dalam Insektisida Anorganik yang tidak mengandung unsur karbon dan Insektisida
Organik yang mengandung unsur karbon. Insektisida lama yang digunakan sebelum
tahu 1945 umumnya merupakan insektisida anorganik sedangkan insektisida modern
setelah DDT ditemukan umumnya merupakan insektisida organik. Insektisida organik
masih dapat dibagi menjadi insektisida organik alami dan insektisida organik sintetik.
Insektisida organik alami merupakan insektisida yang terbuat dari tanaman
(insektisida botanik) dan bahan alami lainnya. Sedangkan insektisida sintetik
merupakan hasil buatan pabrik dengan melalui proses sintesis kimiawi. Insektisida
modern pada umumnya merupakan insektisida organik sintetik (Tim Magang
B2P2VRP Epidemiologi, 2007).

Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi
mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan
syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874 ditemukan
DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari
Jerman. Pada tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan
bagi kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama
dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat stabil
baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan hewan (Enny S Purwukir, 2002).
Insektisida organofosfat adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat yang
sifatnya menghambat asetilkolinesterase (AChE) sehingga terjadi akumulasi
acetilkolin (Ach) yang berkorelasi dengan tingkat penghambat cholinesterase dalam
darah. Organofosfat masuk kedalam tubuh melalui kulit, mulut dan saluran
pernafasan. Organofosfat terikat dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja syaraf, yaitu cholinesterase. Apabila cholinesterase terikat, maka enzim ini
tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan pengiriman
perintah kepada otot-otot tertentu sehingga senantiasa otot-otot bergerak tanpa dapat
dikendalikan. Gejala ini muncul dengan cepat yakni dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa jam. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang
(Sutikno, 1992).
Dosis insektisida sangat penting untuk diketahui, karena pada dasarnya adalah
racun pembunuh atau penghambat proses yang berlangsung pada sistem hidup
khususnya serangga atau

anthropoda termasuk manusia. Tindakan pengamanan

dalam pembuatan dan pemakaiannya diperlukan informasi penggunaannya lebih


efektif, efisien, dan ekonomis serta pertimbangan keamanan bagi manusia dan
lingkungan hidup. Daya racun terhadap organisme tertentu dinyatakan dalam nilai LD
50 ( Lethal Dose atau takaran yang mematikan). LD 50
menunjukkan banyaknya racun persatuan berat organisme yang dapat membunuh
50% dari populasi jenis binatang yang digunakan untuk pengujian, biasanya
dinyatakan sebagai berat bahan racun dalam milligram, perkilogram berat satu ekor

binatang uji. Jadi semakin besar daya racunnya semakin besar dosis pemakainnya
(Sudarmo, 1991).
Dalam aplikasi pestisida ada beberapa ketentuan yang harus dilakukan temanteman petani agar bisa efektif dan efisian dalam mengendalikan hama atau penyakit
tanaman. Ketentuan tersebut yaitu :
1.

Tepat dosis / konsentrasi


Dosis adalah kebutuhan pestisida per ha (lt/ha) sedangkan konsentrasi adalah
kebutuhan pestisida per liter air (ml/lt). Dalam penggunaan pestisida, penggunaan
dosis di bawah anjuran akan mengakibatkan hama / penyakit tidak mati kadang
mengakibatkan hama resisten sedangkan dengan dosis berlebihan akan
mengakibatkan boros biaya.

2.

Tepat waktu
Sebaiknya waktu penyemprotan pagi hari sebelum jam 10 dan sore hari setelah
jam 3. Di pagi hari dipastikan belum banyak angin dan matahari belum terik. Saat
pagi hari hama-hama masih enggan bergerak.

3.

Tepat cara
Cara aplikasi pestisida harus disesuaikan dengan bentuk atau formulasi pestisida
tersebut. Formulasi EC, SL, SC, WP, WDG diaplikasi dengan penyemprotan.
Sedangkan formulasi G harus diaplikasikan dengan penaburan.

4.

Tepat sasaran
Dalam aplikasi pestisida harus disesuaikan dengan hama/ penyakit sasaran,
bagaimana cara hidupnya, apa kelemahan hama / penyakit tersebut dan tentunya
bagaimana cara kerja pestisida tersebut (kontak atau sistemik).

5.

Tepat kombinasi
Tidak sedikit petani yang mencampur lebih dari satu pestisida dalam satu kali
semprot.(Maspary, 2010).

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Table 1. Aplikasi Insektisida Beauveria bassiana
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Jenis Musuh Alami


Laba-laba
Coccinella
Capung
Belalang sembah
Tabunan

1
7
3

2
-

3
2
-

4
2

5
3
-

6
8
1
1
-

7
6
1

8
8
1
8

9
11
1
4

10
6
2
-

Table 2. Aplikasi Insektisida Bacillus thuringiensis


No.
1.
2.
3.
4.

Jenis Musuh Alami


Laba-laba
Coccinella
Capung
Tabunan

1
7
2
1

2
2
2
5

3
8
2
2
5

4
4
7
-

5
3
2
3

6
6
1
-

7
14
1
2

8
7
3
1
1

9
4
2
-

10
4
2
2

3
2
-

4
5
-

5
2
-

6
1
-

7
1
1
-

8
11
1

9
5
3

10
5
-

Table 3. Aplikasi Insektisida Buldok


No.
1.
2.
3.
4.

Jenis Musuh Alami


Laba-laba
Capung
Coccinella
Tabunan

1
2
1

2
6
-

4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, digunakan tiga jenis insektisida yang diaplikasikan pada
tanaman padi. Ketiga insektisida tersebut yaitu Beauveria bassiana, Bacillus
thuringiensis, dan insektisida kimia Buldok. Pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah musuh alami yang masih hidup atau tidak terpengaruh oleh
pestisida yang dilakukan tiga jam setelah aplikasi. Terdapat lima jenis musuh alami
yang dapat diamati, yaitu laba-laba, coccinella, capung, belalang sembah, dan

tabunan. Musuh alami tersebut ditangkap dengan menggunakan jaring. Pada satu
lahan terdapat sepuluh ulangan dalam menghitung musuh alami.
Pada aplikasi Beauveria bassiana jumlah laba-laba yang ditemukan pada
sepuluh ulangan sebanyak 51 ekor. Coccinella yang ditemukan pada sepuluh ulangan
sebanyak 4 ekor. Capung yang ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 1 ekor.
Belalang sembah yang ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 1 ekor juga.
Sedangkan tabunan ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 18 ekor.
Pada aplikasi Bacillus thuringiensis tidak ditemukan jenis musuh alami
belalang sembah. Laba-laba yang ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 59 ekor.
Coccinella yang ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 20 ekor. Capung yang
ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 7 ekor. Sedangkan tabunan ditemukan
pada sepuluh ulangan sebanyak 19 ekor. Pada aplikasi insektisida Buldok juga tidak
ditemukan jenis musuh alami belalang sembah dan coccinella. Laba-laba yang
ditemukan pada sepuluh ulangan sebanyak 40 ekor. Capung yang ditemukan pada
sepuluh ulangan sebanyak 1 ekor. Sedangkan tabunan ditemukan pada sepuluh
ulangan sebanyak 5 ekor.
Jamur Beauveria bassiana adalah jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk
benang-benang halus (hifa). Kemudian hifa-hifa tadi membentuk koloni yang disebut
miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia
bersifat parasit terhadap serangga inangnya. Jamur Beauveria bassiana menyerang
banyak jenis serangga, diantaranya kumbang, ngengat, ulat, kepik dan belalang.
Jamur ini umumnya ditemukan pada serangga yang hidup di dalam tanah, tetapi juga
mampu menyerang serangga pada tanaman atau pohon. Terdapat lebih dari 175 jenis
serangga hama yang menjadi inang jamur B. bassiana. Berdasarkan hasil kajian jamur
ini efektif mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng
batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphids sp.)
pada tanaman sayuran.
Taksonomi jamur Beauveria bassiana :
Kingdom

: Fungi

Divisi

: Deuteromycotina

Kelas

: Deuteromycetes

Ordo

: Moniliales

Famili

: Moniliaceae

Genus

: Beauveria

Spesies

: Beauveria bassiana.

Sistem kerjanya yaitu spora jamur Beauveria bassiana masuk ketubuh serangga
inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu
inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan
berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula
tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan
mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun
beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari,
serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh
serangga. Serangga yang terserang jamur Beauveria bassiana akan mati dengan tubuh
mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih.
Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif berbentuk batang dan
berflagelum. Bakteri ini dapat membentuk spora secara aerobik, dan selama masa
sporulasi juga dapat membentuk kristal protein yang toksik. Spora yang dihasilkan
oleh Bacillus thuringiensis berbentuk oval dan berwarna terang, dengan rat-rata
dimensi 1,0-1,3 m. Taksonomi Bacillus thuringiensis adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Sub-Ordo

: Eubacteriineae

Famili

: Bacillaceae

Genus

: Bacillus

Spesies

: Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis adalah bakteri yang menghasilkan kristal protein yang


bersifat membunuh serangga (insektisidal) sewaktu mengalami proses sporulasinya.
Kristal protein yang bersifat insektisidal ini sering disebut dengan -endotoksin.
Kristal ini sebenarnya hanya merupakan protoksin yang jika larut dalam usus
serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta
mempunyai sifat insektisidal. Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin,
karena ada-nya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga dapat
mengubah Bt-protoksin menjadipolipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin.
Toksin yang telahaktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di midgut serangga.
Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya poripori (lubang yang sangat kecil) di sel membran di saluran pencernaan dan
mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-sel tersebut. Karena keseimbangan
osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan menyebabkan matinya
serangga.
Insektisida kimia yang digunakan yaitu Buldok 25 EC.
Grup

: Insektisida

Bahan Aktif

: Beta cyfluthrin 25 g/ L

Ukuran Kemasan

: 50 ml, 80 ml, 300 ml, 500 ml, 5 L.

Insektisida dari grup pyrethroid yang bekerja sebagai racun kontak dan perut/
pencernaan. Produk ini punya efek knock-down yang sangat cepat dengan efek residu
yang tahan lama. Buldok bekerja dengan cakupan luas dan sangat baik mengatasi
serangga pemakan tanaman seperti Spodoptera litura dan Spodoptera exigua. Agrotis
sp. Yang juga salah satu spesies serangga tanah yang dapat dikontrol dengan baik.
Terdapat lima hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi insektisida pada
tanaman padi, yaitu :
1. Tepat Waktu

Jangan menyemport terlalu pagi. Hal ini dikarenakan masih banyaknya embun
dikhawatirkan banyak insektisida yang ikut terjatuh bersamaan dengan jatuhnya
embun.
Namun juga jangan terlalu siang dalam aplikais insektisida antara pukul 11.00
14.00 WIB. Pada jam-jam tersebut dikhawatirkan insektisida akan menguap,
meskipun masih ada yang menempel namun hasilnya tidak akan maksimal.
Selain itu, aplikasi pada saat matahari terik dapat membuat tubuh berkeringat
sehingga pori-pori tubuh membuka. Hal ini akan membuat pestisida masuk ke
dalam pori-pori tubuh.
Jangan menyemprot saat ada angina, apalagi menyemprot dnegan melawan
angina. Di khawatirkan insektisida mengenai muka dan terhirup oleh hidung.
Jangan menyemprot dissat hujan karena jelas hanya akan membuang insektisida
secara percuma karena banyak insektisida yang etrcuci oleh air hujan.
Usahakan menyemprot insektisida sebelum terjadi serangan hama parah. Tapi
semprotlah sebelum adanya serangan atau baru berupa gejala.
2. Tepat Dosis
Gunakan dosis sesuai dengan anjuran yang tertera pada label insektisida.
Sebaiknya sebelum aplikasi menghitung dosis yang dibutuhkan.
3. Tepat Insektisida

Gunakan insektisida sesuai dengan hama yang menyerang tanaman padi. Bila
mungkin usahakan mengggunakan insektisida yang ramah lingkungan.

4. Tepat Aplikasi
Jangan mengaplikasikan insektisida setelah atau sesudah parah terjadi serangan
hama melainkan aplikasikan sebelum terjadinya serangan hama paling tidak
baru ada gejala.
5. Tepat Cara
Perhatikanlah cara-cara menyemprot insektisida yang baik dan benar, mulai
dari insektisidanya, dosisnya, waktunya dan caranya.

Dasar dasar pengujian insektisida


Berdasarkan permasalahan yang ingin dipecahkan,pengujian insektisida dapat
dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu :
1. Pengujian potensi ( daya racun ) insektisida
2. Pengujian kepekaan serangga
Pada pengujian potensi, insektisida ( atau sarana pengendali lain ) merupakan
peubag yang tidak diketahui, yang diuji daya racunnya menggunakan strain standart
serangga uji. Contoh pengujian yangtermasuk golongan ini antara lain :
1. Penelitian dasar atau terapan yang berkaitan dengan pengembangan insektisida
baru atau pemilihan insektisida yang efektif
2. Pengujian senyawa yang bersifat sebagai zat kimia pemandul
3. Pengujian sarana pengendali mikroba
4. Uji biologis dalam arti sempit, misalnya penggunaan serangga sebagai sarana
untuk mengukur daya racun insektisida atau sarana pengendali lain
Pada pengujian kepekaan, insektisida digunakan sebagai standar untuk menguji
terjadinya perubahan kepekaan serangga terhadap insektisida tertentu. Pengujian
resistensi serangga terhadap insektisida masuk dalam golongan ini
Faktor faktor yang mempengaruhi pengujian insektisida
Hasil pengujian insektisida tergantung dari metode yang digunakan. Dengan
menggunakan metode yang sama sekalipun, hasil yang diperoleh dapat berbeda
tergantung dari berbagai factor yang mempengaruhi serangga uji. Faktor factor ini
dapat dikelompokkan menjadi factor dalam dan factor luar.

Faktor dalam
Factor dalam serangga yang dapat mempengaruhi hasil pengujian adalah

spesies, fase perkembangan serangga, umur, jenis kelamin, dan ukuran. Daya racun
insektisida terhadap suatu spesies umumnya berbeda dengan spesies lain. Penyebab
perbedaan ini tergantung dari daya insektisida.
Racun perut

Perbedaan dara racun insektisida racun perut terhadap spesies yang berbeda
kemungkinan kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dalam :
1. Pengambilan bahan racun ( jumlah racun yangtermakan )
2. Penetrasi insektisida
3. Degradasi insektisida
4. Daya racun intrinsic setelah penetrasi
1. Pengambilan bahan racun
Pengambilan bahan racun tergantung dari lapar tidaknya serangga uji,
keadaan fisik bahan racun, dan cara pencampuran bahan racun dengan makanan
serangga uji. Disamping itu beberapa bahan racun bersifat sebagai zat penolak
terhadap spesies tertentu, sehingga spesies tersebut tidak segera makan bahan
makanan yang dicampuri racun tadi.
2. Penetrasi insektisida
Daya kerja insektisida racun perut tergantng dari jumlah bahan racun yang menembus
selaput saluran pencernaan. Hal ini dipengaruhi oleh :
a. Retensi di dalam saluran pencernaan
Beberapa senyawa tertentu, terutama senyawa arsen menyebabkan pemutahan
pada serangga yang menelan bahan racun tersebut. Hal ini terjadi lebih cepat pada
spesies terentu daripada spesies lain. Disamping itu, lamanya insektisida tertahan
dalam usus halus berpengaruh terhadap jumlah bahan racun yang terserap. Senyawa
tertentu seperti senyawa arsen mempercepat aliran makanan dalam saluran
pencernaan serangga tertentu sehingga mengurangi kemungkinan penyerapan bahan
racunoleh selaput usus halus.
b. Pengaruh pH saluran pencernaan terhadap kelarutan insektisida
Suasana pH saluran pencernaan mempenagruhi kelarutan bahan racun, dan
selanjutnya mempengaruhi penyerapannya. Sebagai cintoh timbale arsenat yang lebih
larut pada ph tinggi, lebih beracun pada serangga yang memiliki saluran besuasana
basa. Kalsium dan magnesium arsenat, yang lebih larut dalam larutan asam, lebih

beracun terhadap serangga yang memiliki salurann pencernaan yang bersuasana


netral atau agak asam
c. Rendahnya penyerapan bahan racun oleh selaput saluran pencernaan
Toleransi yang tinggi dari larva Lepidoptera terhadap rotenone kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya penyerapan bahan racun tersebut. Setelah serangga ini
diberi oleh rotenone dengan dosis yang cukup tinggi, hamper semua bahan racun
dapat ditemukan dalam kotorannya dan sama sekali tidak dijumpai dalam jaringan
tubuhnya.
3. Degradasi insektisida
Serangga tertentu dalam tubuhnya memiliki sistem enzim yang dapat
menguraikan atau mengubah insektisida yang beracun menjadi senyawa yang kurang
atau tidak beracun bagi serangga tersebut.
4. Daya racun intrinsik setelah penetrasi
Daya racun beberapa insektisida racun perut terhadap spesies serangga yang
berlainan kemungkinan berbeda meskipun jumlah bahan racun yang menembus
saluran pencernaan sama.
Racun kontak
Perbedaan daya racun insektisida racun kontak terhadap spesies yang berbeda
kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dalam hal kontaminasi dan penetrasi.
a. Kontaminasi
Keadaan fisik dan formulasi insektisida kontak sangat berpengaruh terhadap
dayaracunnya, dan dalam hal ini tentu dapat mengakibatkan perbedaan daya racun
terhadap spesies yang berbeda. Disamping perbedaan kedaan fisik insektisida ( misal
residu piretrum atau Kristal DDT ), kontaminasi relative pada serangga yang
berlainan dapat disebabkan oleh cirri morfologi serangga, misalnya keberadaan
rambut atau lilin pada tubuh serangga.
b. Penetrasi
Pentrasi insektisida tergantung dari kelarutan insektisida dalam lapisan lilin kutikula.
Untuk insektisida tertentu daya racun tidak selalu dipengaruhi oleh penetrasi

insektisida tersebut melalui kutikula. Sebagai contoh, perbedaan racun kontak antara
isomer gamma BHC dengan isomer lainnya terhadap Sithopilus granaries cukup
besar walaupun perbedaan dalam laju penetrasinya realtiv kecil. Dengan molekul
injeksi, isomer gamma BHC juga jauh lebih beracun daripada ismer lain.

Faktor luar

Faktor luar yang mempengaruhi hasil pengujian adalah suhu kelembaban,


makanan, kepadapatn populasi, dan pencahayaan.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
1. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku,
perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta
aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga
pengganggu tanaman (SPT).
2. Pada aplikasi Beauveria bassiana musuh alami yang ditemukan adalah labalaba, Coccinella, Capung, Belalang sembah dan tabunan dengan jumlah 51 :
4 : 1 : 1 : 18. Musuh alami ini ditemukan dengan cara menggunakan jarring
serangga sebanyak 10 ulangan.
3. Pada aplikasi Bacillus thuringiensis musuh alami yang ditemukan adalah
laba-laba, Coccinella, Capung, dan tabunan dengan jumlah 59 : 20 : 7 : 19.
Musuh alami ini ditemukan dengan cara menggunakan jarring serangga
sebanyak 10 ulangan.
4. Pada aplikasi insektisida Buldok musuh alami yang ditemukan adalah labalaba, Capung, dan tabunan dengan jumlah 40 : 1 :

5. Musuh alami ini

ditemukan dengan cara menggunakan jarring serangga sebanyak 10 ulangan.


5. Dari ketiga aplikasi menggunakan Beauveria bassiana, Bacillus thuringiensis,
dan insektisida Buldok yang paling banyak ditemukan musuh alami yaitu
menggunakan Bacillus thuringiensis dengan jumlah 105

ekor. Dan yang

paling sedikit menggunakan insektisida buldok sebanyak 46 ekor.


5.2 Saran
Pada saat praktikum disarankan kepada para praktikan untuk dating tepat
waktu agar proses pratikum dapat berjalan dengan baik, terutama pada saat pratikum
dimulai pratikan harus lebih serius lagi agar apa yang telah dilakukan dapat
bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pengenalan Insektisida. http://www.anggrek.org/pengenalaninsektisida.html, diakses tanggal 24 November 2013.


Anonim. 2012. Insektisida. http://id.wikipedia.org/wiki/Insektisida, diakses tanggal
24 November 2013.
Djojosumarto,
Panut.
2010.
Teknik
Aplikasi
Pestisida
Pertanian.
http://xavierbook.wordpress.com/2010/09/30/teknik-aplikasi-pestisidapertanian/, diakses tanggal 24 November 2013.
Enny S Purwukir, Joko. 2002. Hubungan antara penggunaan pestisida dan dampak
kesehatan: Studi Kasus di Dataran Tinggi Sumatra, Manusia dan Lingkungan,
vol IX No. 3 November 2002 hal 126-136, Pusat Studi Lingkungan Hidup
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Maspary.
2010.
Cara
Aplikasi
Pestisida
Secara
Benar.
http://www.gerbangpertanian.com/2010/04/cara-aplikasi-pestisida-secarabenar.html, diakses tanggal 24 November 2013.
Sudarmo, S. 1991. Pestisida, Kanisius, Yogyakarta.
Sutikno, S. 1992. Dasar Dasar Pestisida dan Dampak Penggunaannya, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Tim Magang B2P2VRP Epidemiologi. 2007. Uji Kaji Insektisida di Laboratorium.
http://epitropcommunity.blogspot.com/2011/01/uji-kaji-insektisida-dilaboratorium.html, diakses tanggal 24 November 2013.

Anda mungkin juga menyukai