Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Kondisi di Indonesia yang beriklim tropis dan perubahan iklim gobal serta
pola tanam pada musim kemarau merupakan salah satu faktor penghambat
produksi komoditas pertanian. Di lain pihak, kebijakan kedaulatan pangan,
pangan diproduksi secara agroekologi, multikultur dan sistim pertanian
berkelanjutan, sehingga keberlanjutan dan faktor lingkungan menjadi hal utama.
Fluktuasi suhu dan kelembapan udara yang semakin meningkat mampu
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan hama dan virus tanaman, sehingga
menyulitkan dalam pengelolaannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, pengelolaan
hama dan virus dengan pestisida kimia sering tidak dapat dihindarkan, bahkan
menjadi pilihan utama.
Sampai saat ini petani masih menggunakan pestisida kimia sintetis dalam
pemberantasan hama dan penyakit, karena dianggap lebih menguntungkan
sehubungan daya racun atau daya bunuh hama dan penyakit yang tinggi dan cepat,
namun penggunaan racun pestisida yang berlebihan, selain semakin resistennya
hama dan penyakit terhadap racun pestisida, juga dapat mencemari lingkungan.
Selain itu juga racun pestisida cenderung harganya meningkat, sehingga secara
ekonomis tidaklah memberikan peningkatann nilai produksi.
Pestisida kimia hanya digunakan jika perlu dan harus didasarkan pada
pemantauan populasi OPT yang dilakukan secara rutin dan sering. Pemantauan
terhadap populasi musuh alami harus dilakukan untuk menentukan dampaknya
terhadap populasi OPT. Pengendalian Terpadu merupakan suatu kegiatan yang
dinamis dan selalu berkembang. Strategi pengelolaan OPT bervariasi sesuai
dengan jenis tanaman, lokasi, waktu, dan didasarkan pada perubahan populasi
OPT serta pengendalian alaminya.
6. Penyakit “Bulai”
Penyakit ini menyerang tanaman jagung. Penyakit ini disebut juga penyakit
“Liyer” yang disebabkan oleh fungi Sclerospora maidis. Penyakit ini dapat
menyebabkan terjadinya tingkat produksi yang membuat harga tanaman jagung
meningkat.
Ada tiga hal dasar pendekatan yang digunakan dalam pengendalian biologi dan
hayati, yaitu :