Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN PADI

Dosen pengampu:
Irwanto Sucipto S.P., M.Si

Disusun Oleh
Kelompok 7:
Intan Dwi Adinda 171510501005
Chairul Akbar Aziz 171510501021
Maritsa Muqaffani 171510501083
Adheastt PDH 171510501087
Agus Yudi Karmala 171510501124
Santi Prastiwi 171510501125

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENDAHULUAN

Hasil produksi pertanian menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan


suatu usaha budidaya pertanian. Keberhasilan tersebut dinilai dari tingkat
produksi yang memiliki kualitas, kuantitas hasil yang tinggi dan terbebas dari
serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Organisme pengganggu
tanaman merupakan semua jenis organisme dimana dalam aktivitas hidupnya
dapat menyebabkan kerusakan yang dianggap merugikan bagi tanaman dan tidak
diinginkan kehadirannya dalam kegiatan bercocok tanam. Permasalahan yang
sering dihadapi petani saat budidaya tanaman adalah adanya serangan OPT yang
dapat menurunkan tingkat produksi dan produktifitas hasil, atau bahkan
menyebabkan terjadinya kegagalan panen. Serangan OPT dapat berupa serangan
hama atau penyakit tanaman, hama dan penyakit tanaman ini dinilai sebagai
cekaman biotis terhadap tanaman (Manueke, 2017). Serangan OPT yang semakin
banyak mendorong petani untuk melakukan pengendalian dengan menggunakan
pestisida kimia sintetis secara tidak bijaksana, dimana aplikasi pestisida tersebut
dilakukan tanpa mempertimbangkan dosis, waktu, cara dan sasaran yang tepat
sehingga perlakuan tersebut mengakibatkan banyak organisme bukan sasaran ikut
terbunuh seperti musuh alami, parasitoid, predator, dan lain-lain. Usaha yang tepat
untuk pengendalian OPT dapat dilakukan dengan konsep pengendalian hama
terpadu (PHT) (Heviyanti, 2016). Penerapan konsep pengendalian hama terpadu
pada suatu usaha budidaya juga diimbangi dengan manipulasi lingkungan atau
rekayasa ekologi agar lebih berpeluang untuk menekan perkembangan penyakit
pada tanaman budidaya (Nuryanto, 2018).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian
yang mempertimbangkan kesehatan ekologi dan efisiensi ekonomi, dimana
pengendalian ini dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alami
dan tidak menimbulkan kerugian besar. PHT menerapkan beberapa cara
pengendalian diantaranya monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman
sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat ditetapkan. PHT diterapkan
dengan tujuan memperoleh produksi pertanian yang tinggi, memperoleh
penghasilan dan kesejahteraan petani yang meningkat, mencegah kerusakan
tanaman agar tidak terlalu merugikan petani, dan mengurangi resiko pencemaran
lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan (Salaki, 2017). Konsep
PHT menerapkan cara-cara alami dan tindakan preventif untuk mengendalikan
populasi OPT, namun apabila OPT masih berkembang hingga batas ambang
ekonomi maka akan dilakukan tindakan pengendalian secara mekanis, fisis,
maupun menggunakan pestisida secara bijaksana (Mudjiono, 2014). PHT
memiliki prinsip dasar dalam penerapannya sebagai program pembangunan
berkelanjutan yaitu, budidaya tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami,
pengendalian menggunakan teknik budisaya, pengendalian secara mekanik dan
fisis, serta penggunaan pestisida an-organik secara bijaksana (Indiati, 2017).

PEMBAHASAN

1. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati merupakan suatu pengendalian serangga hama yang
dilakukan dengan cara biologi, yaitu menggunakan musuh-musuh alaminya (agen
pengendali biologi). Musuh-musuh alami terdiri dari predator, insektisida
penyerbuk, parasitoid. Pengendalian hayati ini biasanya dilakukan dengan
melakukan perbanyakan pada musuh alami yang dilakukan di laboratorium
(Anonim, 2002). Teknik dalam melakukan pengendalian hayati menggunakan
parasitoid dan predator dilakukan dengan 3 kategori yaitu konservasi, introduksi,
dan augmentasi. Konservasi yang dimaksud yaitu menjaga dan melestarikan
populasi musuh alami agar populasi meningkat. Tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan melaksanakan sistem tanam yang beraneka ragam jenis tanaman
nya, mengurangi penggunaan pestisida berlebihan, menanam tanaman yang
berbunga untuk habitat dan sumber makanan bagi musuh alami. Introduksi
merupakan memasukkan populasi musuh alami dalam jumlah banyak untuk
digunakan sebagai pengendali seperti sebagai predator, patogen atau parasitoid.
Introduksi merupakan teknik klasik pengendalian hayati dikarenakan sejak lama
sudah menerapkan teknik ini. Augmentasi adalah teknik peningkatan jumlah dan
pengaruh musuh alami dengan cara pelepasan tambahan baru atau melakukan
modifikasi ekosistem untuk meningkatkan jumlah musuh alami (Rukmana dan
Sugandi, 2002).
Pengendalian hama secara hayati dikelompokkan menjadi 2 yaitu
pengaplikasian insektisida hayati dan penggunaan musuh alami yang dapat
menyebar dengan sendirinya. Penggunaan pestisida kimia masih tinggi dilakukan
oleh petani, selain itu pemanfaatan musuh alami kurang diterapkan kepada petani.
Pengendalian hayati untuk hama keong dapat dilakukan dengan melepaskan itik
peliharaan ke area sawah, yang kemudian itik tersebut akan memakan telur keong
muda yang ada di sawah. Pelepasan itik dapat diterapkan pada saat tanaman padi
berusia 2 bulan sampai panen (Manueke dkk, 2017). Penerapan parasitoid telur
dilakukan untuk mengatasi hama wereng batang coklat. Prinsip kerja nya yaitu
parasitoid hidup menumpang didalam telur wereng batang coklat. Ketika
parasitoid dewasa, akan hidup bebas dengan memanfaatkan nektar dari gulma
berbunga sebagai sumber makannya. Adanya parasitoid di telur wereng batang
coklat akan membuat populasi atau individu baru wereng berkurang (Minarni dkk,
2018).

2. Pengendalian Fisik dan Mekanik


Pengendalian secara mekanik merupakan perlakuan atau tindakan yang
bertujuan untuk mematikan atau memindahkan hama secara langsung, baik
dengan tangan atau dengan bantuan alat dan bahan lain. Cara pengendalian secara
mekanik adalah diambil langsung dengan tangan, memasang perangkap,
pengusiran, pengasapan, penggunaan lampu perangkap, pemangkasan bagian
tanaman yang terserang, kemudian dibakar. Pengendalian ini umumnya
diterapkan pada lahan sempit/kecil yang dilakukan berulang dan membutuhkan
banyak tenaga (Idiati dan Marwoto, 2017). Pengendalian secara mekanik
dilakukan dengan menggunakan alat atau bahan untuk mengendalikan hama
dengan cara memagari tanaman, menggunakan tangan atau alat, alat pengisap, dan
alat penangkap (Diratmaja dan Zakiah, 2015).
Pengendalian fisik merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan
secara langsung maupun tidak langsung dengan mengganggu aktivitas fisiologis
hama yang normal, mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi
kehidupan dan perkembangan hama, dan mematikan hama untuk mengurangi
populasi hama (Idiati dan Marwoto, 2017). Pengendalian secara fisik yaitu dengan
cara pemamfaatan faktor fisik seperti suhu, kelembaban, energi, perangkap, dan
pengaturan cahaya (Diratmaja dan Zakiah, 2015).

3. pengendalian dengan teknik budidaya


Pengendalian dengan teknik budidaya ini bertujuan untuk membuat
lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai dengan kehidupan dan pembiakan
atau pertumbuhan serangga hama dan penyakit serta mendorong berfungsinya
agensia pengendalian hayati. Teknik pengendalian hama secara budidaya dapat
dikelompokkan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai, antara lain :

Pemilihan Varietas Padi


Penggunaan varietas tahan penyakit adalah salah satu cara pengendalian
yang murah, mudah, aman dan efektif. Varietas padi yang tahan terhadap penyakit
mampu menekan perkembangan pathogen sehingga mampu menurunkan
kemampuan menginfeksi tanaman. Penggunaan varietas yang unggul juga akan
mempengaruhi harga jual (Syahri dan Renny. 2016). Teknik budidaya pemiihan
varietas padi ini dapat dilakukan dengan cara menanam varietas-varietas padi
yang tahan, seperti varietas padi yang tahan terhadap hawar daun bakteri (HDB)
yang juga dikenal sebagai penyakit kresek dapat ditanam padi varietas Angke,
Code, Inpari-4, Inpari-6 dan Inpari-32. Varietas tahan tungro anatar lain Tukad
Balian, Tukad Petanu, Tukad Unda, Kalimas, Bondoyudo, Inpari-35 dan Inpari-
37. Varietas unggul baru padi yang tahan terhadap hama wereng coklat adalah
Inpari-13 dan Inpari-33. Padi unggul baru yang tahan terhadap penyakit blas
adalah varietas Towuti, Situ Patenggang, Batutegi, Inpago-6, Inpago-7 dan
Inpago-8 (Puslitbangtan. 2011).
Penggunaan Benih Sehat
Benih terdiri atas materi genetic yang dapat mengatur sistem pertumbuhan
secara keseluruhan. Benih juga menjadi medium pembawa berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat maupun yang merugikan. Kedua kelompok
mikroorganisme tersebut berpengaruh terhadap kualitas benih, bibit dan tanaman.
Benih yang berkualitas tinggi dapat menghasilkan tanaman yang sehat dan
tumbuh seragam serta mamapu menghasilkan produksi yang tinggi. Mutu benih
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tanaman padi (Erliadi. 2015).
Benih padi sehat umumya bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit,
berwarna kuning cerah, tidak mengalami penyimpangan warna gabah atau tidak
terdapat bercak hitam . Mutu benih padi dapat diketahui dengan cara memasukkan
benih ke dalam air. Benih yang tenggelam dalam air dipilih untuk selanjutnya
ditanam . Di daerah edemis penyakit diperlukan perlakuan benih (seed treatment)
dengan pelapisan fungisida tau bakterisida. Pemilihan benih sehat berarti juga
mengurangi inoculum awal pathogen penyebab penyakit, terutama pathogen
terbawa benih (seed borne) (Amteme dan Anna. 2018).
Pengelolaan Tanah
Pengelolaan tanah meningkatkan laju resapan air dan menurunkan jumlah
padatan tanah pada lapisan olah atau daerah perakaran tanaman. Pembalikan tanah
dengan bajak dapat mengeluarkan gas-gas beracun dan mengalami pencucian.
Pori tanah yang terbentuk memperbaiki aliran udara sehingga meningkatkan
proses dekomposisi residu tanaman. Sistem kehidupan mikroorgnisme yang
terbentuk makin kompleks sehingga mampu menjaga keseimbangan alamiah
ekosistem tanah. Pengolahan tanah dengan cara basah dan kering mempunyai
dampak yang berbeda terhadap perkembangan penyakit tanaman. Tanah tidak
hanya sebagai penyangga tegakan tanaman, namun juga sebagai pemenuhan unsur
hara dan air yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Lahan yang
berkualitas baik megandung air, oksigen, dan unsur hara yang cukup di daerah
perakaran dan bebas dari hara dan air yang meracuni tanaman. Pada saat tanah di
olah terjadi peningkatan difusi gas O2 ke tanah dan CO2 keluar dari tanah,
sehingga akumulasi CO2 tidak sampai mengganggu kehidupan ekosistem
perakaran tanaman. Tanaman padi yang ditanam di tanah dengan konsentrasi CO2
tinggi berisiko terkena gangguang penyakit blas daun dan hawar pelepah. Maka
dari itu sangat diperlukan respirasi tanah sebgaai salah satu indicator dari aktivitas
biologi seperti mikroba, akar atau kehidupan lain di dalam tanah dan aktivitas ini
sangat penting untuk ekosistem di dalam tanah (Nasution dkk. 2016).
Waktu dan Jarak Tanam
Waktu tanam padi perlu disesuaikan dengan lingkungan, diusahakan umur
tanaman padi di astu lokasi tidak jauh berbeda dengan di lokasi sekitarnya. Pada
hamparan sawah dengan waktu tanam padi tidak serempak, pertanaman awal
dapat menjadi sumber inoculum penyakit bagi tanaman yang lebih muda,
terutama penyakit yang ditularkan melalui angina tau serangga vector. Penyakit
virus kerdil rumput dan kerdil hampa ditularkan oleh hama wereng cokelat.
Populasinya wereng cokelat tinggi pada pertanaman padi dengan waktu tanam
tidak serempak. Oleh karena itu dengan lahan yang luas penyakit kerdil akna
mudah menyerang apabila penanaman tidak dilakukan secara serempak. Di daerah
endemis penyakit blas, terutama blas leher, kerusakan tanaman padi dapat direkan
dengan memperhitungkan waktu tanaman padi berbunga, diusahakan tidak
bersamaan dengan curah hujan tinggi (Sianipar. 2018))
Jarak tanam diatur tidak terlalu rapat agar kelembapan dan suhu di sekitar
lingkungan tanaman tidak terlalu tinggi, terutama tanaman padi yang mempunyai
anakan banyak dan berdaun lebat. Kelembapan dan suhu tinggi di lingkungan
pertanmaan akan memicu perkembangan penyakit yang meginfeksi bagian
pelepah dan batang padi, seperti hawra pelepah dan busuk batang. Semakin
rendah suhu dan kelembapan di bawah kanopi tanaman, semakin kecil laju
perkembangan penyakit. Penentuan jarak tanam pada tanaman padi selai untuk
mencegah penyerangan hama juga sebagai peningkatan produksi pada padi
tersebut (Suhendrata. 2017)
Pengairan Tanaman
Pengairan tanaman adalah salah satu komponen budidaya padi sawah yang
mutlak diperlukan. Cara pengairan yang berbeda berpengaruh berbeda juga
terhadap lingkungan fisik tanaman. Penggenanangan lahan menciptakan
lingkungan pertumbuhan tanaman dengan kelembapan tinggi (Subari dkk. 2012).
Keparahan penyakit hawar pelepah pada tanaman padi bergantung pada jumlah
inoculum awal yang tersedia dan kondisi lingkungan pertumbuhan akibat
manajemen budidaya seperti cara pengairan. Pengelolaan faktor lingkungan yang
dikombinasikan dengan potensi ketahanan tanaman inang dan pengurangan
inoculum awal saling mendukung dalam proses penekanan perkembangan
penyakit (Nuryanto. 2017).

4. Penggunaan pestisida an-organik secara bijaksana.


Petani diperbolehkan menggunakan pestisida an-organik apabila sebelumnya
sudah melaksanakan usaha pencegahan tetapi belum memberikan hasil optimal
dan populasi hama masih di tingkat ambang ekonomi. Penggunaan pestisida an-
organik harus secara bijaksana, baik dari pemilihan jenis pestisida, dosis, maupun
cara aplikasi. Penggunaaan pestisida dilakukan apabila gangguan hama sudah
mencapai ambang ekonomi dan menggunakan pestisida secara bijaksana.
Tabel 1. Ambang Ekonomi Tunggal Menurut Jenis Hama dan Stadia Tumbuh
Tanaman Padi
Jenis hama Stadia tumbuh tanaman Ambang ekonomi tunggal
< 40 HST 9 ekor Wc/rumpun
Wereng coklat
> 40 HST 18 ekor Wc/rumpun
< 40 HST 14 ekor Wpp/rumpun
W.P.Wereng putih
> 40 HST 21 ekor Wpp/rumpun
Walang sangit Matang susu 10 ekor Ws/rumpun
Kepinding tanah Semua stadia 5 ekor Kt/rumpun
4 hari setelah
Vegetatif/generatif
Penggerek batang penerbangan
Vegetatif/reproduktif
6% sundep; 9% beluk
Pelipat daun Vegetatif 13% daun rusak
< 40 HST 25% daun rusak
Penggulung daun
> 40 HST 15% daun rusak
Vegetatif 25% daun rusak
Ulat grayak
Reproduktif 15% daun rusak
Sumber: Yusuf et al. 2011.
Ketentuan penggunaan pestisida yang diperbolehkan dilakukan apabila gangguan
hama sudah mencapai ambang ekonomi adalah untuk menghindari penggunaan
pestisida secara terjadwal. Penggunan pestisida secara terjadwal akan merugikan
karena mengorbankan sejumlah biaya pengendalian hama yang sebenarnya tidak
perlu, kurang memberikan dampak ekonomis bahkan mengurangi nilai
pendapatan dan memperbesar peluang terjadinya pencemaran lingkungan akibat
residu pestisida.
Menurut (Adriyani, 2006) Prinsip-prinsip Penggunaan Pestisida Memperhatikan
bahwa Pestisida dapat memberikan dampak negatif terhadap manusia maupun
lingkungan, maka penggunaan Pestisida harus dilaksanakan secara bijaksana
dengan mentaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Prinsip-prinsip penggunaan Pestisida secara bijaksana adalah sebagai berikut:
1. Menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT).
2. Menggunakan pestisida yang terdaftar dan diijinkan menteri pertanian.
3. Menggunakan pestisida sesuai dengan jenis komoditi dan jenis organisme
sasaran yang diijinkan.
4. Memperhatikan dosis dan anjuran yang tercantum pada label.
KESIMPULAN

Pengendalian hama terpadu merupakan pengendalian organisme


pengganggu tanaman dengan pendekatan pengandalian yang
mempertimbangkan kesehatna ekologi dan efisiensi ekonomi. Pengendalian
hama terpadu pada tanaman padi dapat dilakukan dengan pengendalian
hayati, pengendalian fisik dan mekanik, teknik budidaya, dan penggunaan
bahan anorganik secara bijaksana. Pengendalian secara hayati yaitu dapat
dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami hama. Pengendalian ecara fisik
dan mekanik dengan penangkapan hama secara langsung ataupun
penggunaan perangkap. Penggunaan bibit yang tahan, olah tanah secara baik,
perawatan tanaman secara baik merupakan pengendalian berdasarkan teknik
budidaya Serta penggunaan bahan anorganik sesuai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, R. 2006. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat


Penggunaan Pestisida Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3(1):95-
106

Amteme. K dan Anna. T. 2018. Identifikasi Cendawan Patogen pada Beberapa


Varietas Benih Padi Sawah Berdasarkan Model Penyimpanan. Jurnal
Pertanian Konversi Lahan Kering. 3(1): 4-7.

Anonim, 2002. Model Budidaya Tanaman Sehat (Budidaya Tanaman Sayuran


Secara Sehat Melalui Penerapan PHT). Jakarta : Dirjen Perlindungan
Tanaman.

Diratmaja, A. dan Zakiah. 2015. Konsep Dasar dan Penerapan PHT Padi Sawah di
Tingkat Petani. Agros. 17(1): 33-45

Erliadi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Petani Menggunakan Benih


Varietas Unggul pada Usahatani Padi Sawah (Oryza sativa, L) di
Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang. AGRISAMUDRA
Jurnal Penelitian. 2(1): 91-98.

Heviyanti, M dan C. Mulyani. 2016. Keanekaragaman Predator Serangga Hama


Pada Tanaman Padi Sawah (Oryzae sativa, L.) di Desa Paya Rahat
Kecamatan Banda Mulia, Kabupaten Aceh Tamiang. Agrosamudra, 3(2):
28-37.

Indiati, S. W dan Marwoto. 2017. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)


pada Tanaman Kedelai. Buletin Palawija, 15(2): 87-100.

Indiati, S. W. dan Marwoto. 2017. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu pada


Tanaman Kedelai. Buletin Palawija. 15 (2): 87-100

Manueke, J., B. H. Assa dan A. E. Pelealu. 2017. Rekomendasi Teknologi


Pengendalian Hama Secara Terpadu (PHT) Hama Tanaman Padi Sawah
(Oryza sativa) di Desa Makalonsow Kecamatan Tondano Timur
Kabupaten Minahasa. LPPM Bidang Sains dan Teknologi, 4(1): 23-34.

Manueke,J., B.H.Assa., dan A.E.Pelealu. 2017. Rekomendasi Teknologi


Pengendalian Hama Secara Terpadu (PHT) Hama Tanman Padi Sawah
(Oryza sativa) di Desa Makalonsow Kecamatan Tondano Timur
Kabupaten Minahasa. LPPM Bidang Sains dan Teknologi, 4(1): 23-34.

Minarni,E.W., A.Suyanto., dan Kartini. 2018. Potensi Parasitoid Telur dalam


mengendalikan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) Pasca
Ledakan Populasi di Kabupaten Banyumas. Perlindungan Tanaman
Indonesia, 22(2): 132-142.

Mudjiono, G. 2014. Pengelolaan Hama Terpadu: Konsep, Taktik, Strategi,


Penyusunan Program PHT, dan Implementasinya. Malang: UB Press.

Nasution. N. A., Sri. Y., Ainin. N dan Dermiyati. 2015. Respirasi Tanah Pada
Sebagian Lokasi di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
(TNBBS). J. Agrotek Tropika. 3 (3): 427-433.

Nuryanto Bambang. 2017. Penyakit Hawar Pelepah (Rhizoctonia solani) pada


Padi dan Taktik Pengelolaannya. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia. 21 (2): 63-71.

Nuryanto, B. 2018. Pengendalian Penyakit Tanaman Padi Berwawasan


Lingkungan Melalui Pengelolaan Komponen Epidemik. Litbang
Pertanian, 37(1): 1-12.

Puslitbangtan. 2011. Varietas Unggul Baru. 49 :1-10.

Rukmana,R. Dan Sugandi. 2002. Hama Tanaman dan Teknik Pengendaliannya.


Yogyakarta : Kanisius.

Salaki, C. L dan S. Dumalang. 2017. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada


Tanaman Sayuran di Kota Tomohon Sulawesi Utara. Community
Engagement, 2(2): 246-255.

Sianipar. M. S. 2018. Fluktuasi Populasi dan Keragaman Musuh Alami Hama


Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) pada Lahan Padi Sawah
di Wilayah Universitas Wiralodra, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Jurnal Agrikultura. 29 (2): 82-88.

Subari., Marasi. D. J., Hanhan. A. S dan Joko. T. 2012. Pengaruh Perlakuan


Pemberian Air Irigasi pada Budidaya SRI, PTT dan Konvensional
Terhadap Produktivoitas Air. Jurnal Irigasi. 7(1): 28-35.

Suhendrata Tota. 2017. Pengaruh Jarak Tanam Pada Sistem Tanah Jajar Legowo
Terhadap Pertumbuhan, Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Sawah
di Kabupaten Sragen Jawa Tengah. SEPA. 13(2): 188-194.

Syahri dan Renny. U. S. 2016. Penggunaan Varietas Unggul Tahan Hama dan
Penyakit Mendukung Peningkatan Produksi Padi Nasional. J. Litbang
Pertanian. 35(1) : 25-36.

Anda mungkin juga menyukai