Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pentingnya Monitoring


Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan penting yang menjadi
makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia karena mengandung nutrisi yang
diperlukan tubuh. Di negara agraris seperti Indonesia, pertanian merupakan bagian yang
sangat penting dalam kehidupan. Bagi sebagian besar petani, peningkatan produksi tanaman
padi sangat penting. Namun dalam proses budidaya padi ada kendala yang mempengaruhi
penurunan hasil panen padi. human error atau kelalaian petani dalam menangani padi itu
sendiri dan serangan berbagai hama. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan dan
penghilangan hama yang tidak tepat dapat menyebabkan kondisi lahan yang semakin
merugikan.

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat


merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan. Sedangkan Musuh
alami adalah suatu mahluk hidup (Predator, Parasitoid dan Patogen) yang dapat
mengendalikan hama penyakit dan gulma (OPT). Pengamatan adalah kegiatan penghitungan
dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi atau tingkat serangan OPT, banjir dan
kekeringan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (varietas, umur tanaman, musuh alami,
curah hujan, suhu, kecepatan angin dan radiasi matahari). Pengamatan rutin merupakan
pengamatan yang dilakukan secara berkala dengan menjelajahi/mengelilingi wilayah
pengamatan untuk mengetahui keadaan serangan OPT, serta perbandingan jumlah OPT dan
musuh alami dilahan pertanaman tersebut.

Pengamatan yang dilakukan secara langsung dan rutin dapat membantu meminimalisir
terjadinya serangan hama dan juga penyakit. Setidaknya, dengan kita melakukan pengamatan
secara rutin kita bisa mengetahui lebih awal populasi hama atau gejala penyakit pada tanaman
padi dan bisa langsung dilakukan pengendalian sedini mungkin sebelum terlambat.
Pengamatan terhadap hama dan penyakit yang harus diperhatikan adalah jumlah populasi,
gejala serangan, gejala serangan hama penyakit dapat diketahui dengan gejala serangan yang
ditimbulkan. Oleh karena itu pengamatan dapat dilakukan sedini mungkin guna
mengendalikan serangan hama penyakit. Pengamatan sendiri dapat dimulai dari umur 2
Minggu Setelah Tanam (MST) hingga tanaman menjelang panen.

1.2 Tujuan Monitoring

1. Mahasiswa bisa melihat gejala dan penanganan Hama dan Penyakit


2. Mahasiswa bisa untuk mengamati dan menghitung vegetasi Gulma.
3. Bekal untuk mahasiswa agar bisa dengan mandiri memajukan produksi tanaman padi untuk
lebih baik dimasa depan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 OPT Penting Padi

Organisme penggangu tanaman (OPT) merupakan semua hewan yang karena aktifitas
hidupnya dapat merusak tanaman atau hasilnya (Semangun, 2001) sehingga timbul kerugian
ekonomi. Pada tanaman padi, OPT penting meliputi hama wereng coklat (Nilaparvat alugens)
dan wereng hijau (Nepotetix apicalis), walang sangit (Leptocorixa acuta), keong mas (Pomacea
canaliculata), tikus (Ratus-ratus sp) serta beberapa jenis unggas (Sudewi et al, 2020). Beberapa
diantaranya diketahui menyerang tanaman padi petani di Desa Bontosunggu, Kabupaten Gowa.
Berdasarkan hasil observasi sebelum kegiatan dilaksanakan beberapa petani belum bisa
membedakan jenis-jenis hama beserta gejala serangan yang disebabkan. Setiap OPT memiliki
waktu serang dan relung yang berbeda (Hasanuddin, 2009), meskipun beberapa diantaranya
berasal dari golongan yang sama. Mayoritas petani menganggap semua OPT adalah sama
sehingga pengendaliannya pun masih digeneralisasi.

Pengendalian yang tidak tepat diduga menyebabkan pengendalian tidak berjalan efektif,
sehingga terdapat keluhan petani mengenai kekebalan hama terhadap pestisida yang
diaplikasikan. Jalan keluar yang kemudian mereka lakukan adalah pemakaian secara
serampangan atau tidak mengikuti dosis yang dianjurkan. Perlunya upaya memberi kesadaran
mengenai bahaya pestisida perlu dilakukan. Kerusakan lingkungan akibat residu pestisida terlihat
dari berubahnya warna tanah persawahan, terjadi kekebalan hama dan rentannya petani terhadap
penyakit pernafasan (Mahyuni, 2015; Yushananta et al, 2020). Menurut Rahmasari et al. (2020)
pengetahuan petani masih rendah begitu pula dengan persuasinya masih direspon kurang baik
terhadap OPT dan adopsi teknologi pengendalian terpadu pada tanaman padi. Selain mengetahui
penggunaan dosis pestisida, kegiatan penyuluhan ini juga memuat protokol keamanan yang harus
diterapkan petani sebelum mengaplikasikan pestisida.

Pestisida merupakan zat kimia yang telah diformulasikan untuk mengendalikan hama atau
penyakit tanaman (Djojosumarto, 2008). Penggunaan yang tidak bijaksana seperti tepat dosis dan
tepat sasaran akan berpengaruh negatif pada kekebalan hama, kerusakan lingkungan, dan
kesehatan petani sebagai pengguna. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, maka petani
perlu mendapat edukasi akan penggunaan pestisida secara baik dan benar.

Berikut OPT penting dan penanganannya meliputi :

1. Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal), Wereng batang coklat (WBC), atau
Nilaparvata lugens, menyerang tanaman padi varietas Inpari 16 pada fase pertumbuhan
vegetatif dengan persentase serangan sebesar 12,35%. Gejala serangan melibatkan
kerusakan pada daun, yang tampak menguning dan mengering. Varietas Inpari 42 dan
varietas lokal Kamba yang diamati tidak menunjukkan gejala serangan atau populasi
wereng pada batang tanaman. Pengendalian yang dilakukan melibatkan pemisahan
rumpun tanaman yang terserang dari yang tidak.
2. Wereng hijau merupakan salah satu hama utama yang sering menyebabkan kerusakan
pada tanaman padi, karena hama tersebut dapat menularkan (vektor) penyakit tungro.
Kerusakan yang diakibatkan oleh wereng hijau dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung karena kemampuan wereng hijau menghisap cairan sel
tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan secara tidak langsung dapat
menjadi vektor penyakit tungro (Meidiwarman, 2008; Mariati, 1999). Pengendalian
wereng hijau dengan penggunaan insektisida secara terencana dan efektif. Pemilihan
jenis insektisida yang tepat dan pengaturan dosis yang sesuai dengan tingkat infestasi
wereng hijau dapat membantu mengurangi populasi hama tanpa merusak lingkungan atau
mengganggu keseimbangan ekosistem pertanian
3. Keong Emas merupakan hama penting pada tanaman padi di beberapa daerah di
Indonesia. Hama ini menyerang mulai dari pesemaian sampai kepertanaman. Serangan
paling berat biasanya terjadi pada saat tanaman berumur 1-7 hari setelah pindah tanam
sampai tanaman berumur kurang lebih 30 hari. Keong Emas terutama menyerang pada
bakal anakan tanaman padi, sehingga mengurangi anakan tanaman (Anonim, 2012b;
Sulistiono, 2012; Susanto, 2013). Salah satu metode pengendalian yang umum digunakan
adalah penggunaan agen hayati, seperti predator alami atau pengenam mikroba yang
dapat membantu mengurangi populasi keong mas tanpa merugikan lingkungan. Selain
itu, penerapan praktik pertanian terpadu, pengelolaan air sawah, dan penggunaan varietas
tanaman yang lebih tahan terhadap serangan keong mas juga dapat menjadi langkah-
langkah efektif dalam mengendalikan hama tersebut. Dengan demikian, pengendalian
keong mas yang berkelanjutan dan berbasis ekologi dapat membantu menjaga
keseimbangan ekosistem pertanian dan meningkatkan hasil produksi tanaman padi.
4. Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama utama pada pertanaman padi di
Indonesia Dedi et al, (2012). Hama ini menyerang hampir semua wilayah pertanaman
padi di Indonesia. Tikus sawah menyerang dengan cara memakan batang padi. Tikus
menyerang pada semua stadium pertumbuhan tanaman padi mulai dari vegetatif maupun
generatif sehingga menyebabkan kerugian aspek ekonomi yang cukup berarti
(Sukmawati et al. 2017). Kerusakan akibat serangan tikus sangat besar dan dapat
menyebabkan gagal panen atau puso. Untuk mengendalikan populasi tikus, petani dapat
menerapkan berbagai metode seperti penggunaan umpan racun tikus yang aman,
pemasangan perangkap, dan menciptakan habitat alami bagi pemangsa alami tikus,
seperti burung pemangsa dan ular.
5. Walang sangit (Leptocorisa oratorius) merupakan hama pada tanaman padi yang dapat
menimbulkan gejala seperti daun kuning, pertumbuhan tanaman terhambat, kerusakan pada
malai padi, dan pembentukan bulir padi yang tidak normal. Serangan walang sangit juga
dapat meninggalkan bekas air liur pada tanaman. Untuk mengendalikan walang sangit,
beberapa metode dapat diterapkan, antara lain penggunaan insektisida secara selektif untuk
mengurangi populasi, pengelolaan tanaman dengan menanam varietas padi yang tahan
terhadap serangan, pemantauan dan deteksi dini gejala serangan, pemanfaatan musuh alami
walang sangit, praktik rotasi tanaman, dan pengelolaan lingkungan pertanian untuk
menciptakan kondisi yang tidak mendukung perkembangan populasi walang sangit secara
berlebihan. Pendekatan-pendekatan ini dapat membantu meminimalkan dampak serangan
walang sangit secara efektif dan berkelanjutan.

2.2 Tanaman padi usia 45 HST

Fase Pembentukan Malai (30-45 HST):

30-35 HST: Fase ini ditandai dengan mulainya pembentukan malai. Bunga padi muncul, dan
tanaman memasuki fase reproduksi. Pembentukan malai ini merupakan persiapan untuk proses
pembuahan yang akan terjadi. Malai padi terus berkembang dan menghasilkan bunga padi yang
kemudian akan menjadi bulir padi. Proses ini merupakan tahap awal dari pembentukan hasil
panen.

Fase Pengurangan anakan (45-60 HST):

tanaman mencapai titik maksimum jumlah anakan pada pengamatan 45 HST dan mengalami
pengurangan jumlah anakan pada 60 HST, dikarenakan jumlah anakan produktif mengalami
pengurangan jika dibandingkan dengan jumlah anakan per rumpun, disebabkan adanya anakan
yang mati dan tidak produktif, hal itu dikarenakan persaingan sesamanya untuk mendaptkan
unsur hara, cahaya dan air yang dibutuhkan, selain itu tanaman akan memasuki fase generatif
yang mengakibatkan pertumbuhan anakan tanaman terhenti sehingga fotosintat yang
dihasilkannya tidak lagi digunakan untuk perkembangan dan pertambahan tinggi batang, namun
dialihkan keperkembangan dan pengisian bulir padi (fase generatif) (Lestari, 2012)
BAB III
METODELOGI

3.1 WAKTU DAN TEMPAT MONITORING


Kegiatan praktikum monitoring dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 31
Oktober 2023 dan tanggal 14 November 2023 serta bertempat di lahan (PBL) Produksi
Benih Padi IR 64, PRODI Teknik Produksi Benih, Politeknik
Negeri Jember.

3.2 ALAT DAN BAHAN


ALAT: BAHAN:
1. Meteran 1. Tanaman padi usia 45HST.
2. Patok bambu
3. Insect net
4. Alat tulis

3.3 METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


1. Membuat plot sampel dengan luasan 1x2 m dan ditandai dengan patok bambu.
2. Menangkap sampel hama maupun predator menggunakan insect net pada plot yang
sudah dibuat.
3. Mengidentifikasi spesies dan menghitung jumlah individu setiap spesies hama yang
terperangkap pada insect net. Kemudian dicatat hasilnya.
4. Mengidentifikasi intensitas serangan penyakit pada plot.
5. Melakukan analisa vegetasi gulma pada plot yang sudah dibuat dengan cara
mengidentifikasi spesies dan menghitung jumlah individu setiap spesies gulma.
Kemudian dicatat hasilnya.
6. Mengukur tinggi tanaman dan juga jumlah anakan mengguanakan 5 tanaman padi
sebagai perwakilan.
7. Melakukan perhitungan summed dominance ratio (SDR) pada data hasil analisa
begetasi gulma.
8. Melakukan pengolahan data hasil identifikasi hama dan penyakit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL VEGETASI GULMA

Tabel 1. Identifikasi Gulma pada Lahan Pertanaman Padi.

PEMBAHASAN:

Berdasarkan hasil pengamatan pada table1 diatas, ditemukan pada plot c2 yang dominan adalah
(Poaceae). Poaceae, atau lebih dikenal sebagai famili rumput-rumputan, termasuk beberapa
gulma yang umum di Indonesia.

Dan gulma yang dominan pada plot 1,2,3,4 adalah Rumput teki (Cyperus Rotundus L.) Rumput
teki menduduki posisi rank 1 dengan jumlah yang ditemukan pada semua plot adalah 24 rumpun,
dengan kerapatan mutlak 25,00%. Indeks keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan
bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi spesies yang tinggi dalam
komunitasnya dan jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dan sebaliknya, suatu
komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang renda jika komunitas itu disusun
oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan (Indriyanto, 2010).

Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) merupakan gulma yang sangat mengganggu pada
pertanaman padi dan beberapa tanaman lain. Melalui mekanisme alelopati, teki menyebabkan
penghambatan pembelahan sel dan pertumbuhan, aktivitas enzim, sintesis protein, proses
fotosintesis, permiabilitas membran sel dan penyerapan unsur hara serta meningkatkan respirasi
secara berlebihan (Sastroutomo, 1990). Proses pengendalian gulma teki (Cyperus rotundus L.)
diantaranya secara kimia dan mekanik, serta penggunaan organisme hidup. Selama ini
penggunaan pengendalian gulma dengan cara kimia yang mengandalkan herbisida lebih dipilih
oleh petani karena cara yang cepat memperlihatkan hasilnya. Herbisida adalah suatu senyawa
kimia yang digunakan sebagai pengendali gulma tanpa mengganggu tanaman pokok (Einhellig,
1996). Pesatnya penggunaan herbisida kimia secara terus menerus menimbulkan efek negatif
bagi lingkungan, mengakibatkan suatu gulma tertentu menjadi resisten dan juga dapat memicu
timbulnya gulma baru yang lebih agresif (Rahayu, 2003). Dimasa yang akan datang cara
pengendalian ini akan semakin banyak mengalami tantangan dikarenakan perkembangan
herbisida dihadapkan pada kebutuhan senyawa kimia yang lebih spesifik dengan biaya
pengembangan yang semakin meningkat dan penurunan permintaan.

PEMBAHASAN:

4.2 HASIL VEGETASI HAMA

Tabel 2. Identifikasi Hama pada Lahan Pertanaman Padi.

PEMBAHASAN:

Berdasarkan table 2 diatas, keanekaragaman hama yang menyerang pada plot c2 berjumlah 6
jenis, pada 2kali pengamatan yang paling banyak ditemukan adalah tomcat (Paederus littoralis).
Namun hama terbanyak pada tanaman padi adalah Keong sawah () dan Walang Sangit () akan
tetapi pada usia saat ini keong sawah dan Walang Sangit sudah bisa dikatakan tidak berpengaruh,
dikarenakan pada umumnya walang sangit menyerang tanaman padi pada saat matang susu.
Peningkatan populasi walangsangit dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya factor
makanan dan lingkungan sekitar tanaman, dan
juga disebabkan karena tidak dilakukannya
sanitasi sehingga banyak gulma yang tumbuh
disekitar sawah. Selain itu, jika ada petak sawah
yang lain melakukan panen maka walang sangit
akan berimigrasi dari petak sawah yang dipanen
ke petak sawah yang masih ada tanaman padi
(Purnomo,2013).

Selain populasi hama walang sangit, populasi


keong mas juga banyak ditemukan, peningkatan
ppopulasi hama keong mas juga dapat dipengaruhi
oleh factor cuaca, hama keong mas biasanya
banyak ditemukan pada musim penghujan
dikarenakan hama ini hidup diarea yang selalu
tergenang air, ham aini biasanya menyerang pada
fase vegetative. Diperkirakan setiap petak sawah
populasi keomng ini banyak yang bertebaran, baik
anakan keong yang masih baru menetas maupun
keong dewasa (public,2017).

4.3 HASIL PENGUKURAN TINGGI

Tabel 3. Pengukuran pada Lahan Pertanaman Padi

PEMBAHASAN:

Pada pengukuran tanaman padi diambil 5 sampel


rumpun padi untukl perwakilan tanaman padi
perplot yang diamati di lahan PBL milik Program
Studi Teknologi Produksi Benih. Pada Plot
pertanaman padi yang diamati oleh c2
diamati/diukur sebanyak 2kali pengukuran yang
bisa dibilang memiliki tinggi normal padi pada
umumnya di varietas IR-64 berkisar 62-71cm pada
pengamatan pertama, pada pengamatan kedua
tinggi yang dimiliki berkisar 69-78cm. Jangka
pengukuran tinggi padi pada plot 2 adalah 2
minggu, yaitu pengukuran pertama pada 31
oktober dan pengukuran kedua pada 14 november. Rata-rata akhir yaitu 71,8 dari kelima
perwakilan sample di plot c2.

4.4 HASIL PENGAMATAN PENYAKIT


DAFTAR PUSTAKA

Pengganggu Tanaman (OPT) Pada Tanaman Padi Varietas Unggul Baru (VUB) dan Varietas
Lokal Pada Percobaan Semi Lapangan. Jurnal Agrikultura 31(1), 15-24

Mahyuni, E. L. (2015). Faktor Risiko Dalam Penggunaan Pestisida Terhadap Keluhan Kesehatan
Pada Petani Di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Kesmas 9(1), 79-89.

Sulistiono, 2012. Cara Aman Mengendalikan Keong Emas. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB). http://
dinpertantph.jatengprov.go.id/artikel110310a.htm. Tanggal akses 22 Sepetember 2013.

Susanto, M. R, 2013. Keong Emas Menyerang Sawah Petani karena Kurang Antisipasi.
http://www.rmol.co/read/2013/04/16/106612/Keong-Mas-Menyerang-Sawah-Petani- karena-
Kurang-Antisipasi. Tanggal akses 27 Oktober 2013.

Sukmawati, M. S., Siti, N. W., & Candraasih, K. (2017). Pengembangan burung hantu (Tyto
alba) sebagai pengendali hama tikus di desa babahan dan senganan, penebel, Tabanan, Bali.
Buletin Udayana mengabdi, 16(1)

Dedi, Sarbino, & Hendarti I. (2012). Uji preferensi beberapa jenis bahan untuk dijadikan umpan
Tikus Sawah (Rattus argentiventer). J Sains Mahasiswa Pertanian Untan, 2(2).

Lestari, A. 2012. Uji Daya Hasil Beberapa Varietas Padi (Oryza Sativa L.) Dengan Metode SRI
(The System of Rice Intensification) di Kota Solok.

Einhellig FA. 1996. Interactions involving allelopathy in cropping systems. Agron J. 88:886-893.

Rahayu ES. 2003. Peranan penelitian alelopati dalam pelaksanaan Low External Input and
Sustainable Agriculture (LEISA). Bogor: Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sastroutomo, S.S. 1990. Ekologi Gulma. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 216 hal.
Purnomo, R. 2013. Pengaruh Berbagai Macam Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.). Jurnal Produksi Tanaman.
1(3):93-100.

Anda mungkin juga menyukai