PENDAHULUAN
Kendala utama yang sering dihadapi oleh petani adalah adanya Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Dimana Organisme pengganggu ini berupa hama
penyakit dan gulma yang dapat menyebabkan rendahnya produktivitas padi per
hektar, bahkan dapat menyebabkan gagal panen atau puso. Rata-rata kehilangan
hasil tanaman padi karena serangan OPT yakni ± 30% dan kehilangan hasil
karena hama sekitar 20 – 25% setiap tahun ( Untung K, 2010).
Salah satu jenis jasad pengganggu yang banyak merugikan petani adalah
jenis serangga hama yakni serangga werng, walang sangit, penggerek batang
padi, hama putih palsu, hama ganjur, ulat grayak, kepik hijau dan beberapa
serangga hama lainnya yang sering dijumpai yang keberadaannya dapat
mengganggu tanaman padi sehingga berdampak pada penurunan hasil. Salah satu
daerah yang mengalami kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangga hama
walang sangit yakni daerah Sumatra mulai dari Aceh menelusuri pantai barat
sampai Lampung mencapai 50%/ha (Kahlshoven dalam Kartohardjono, et al.,
2009). Mengingat serangga merupakan organisme tanaman yang dapat
menurunkan hasil, maka keberadaan serangga perlu diantisipasi
perkembangannya karena dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Oleh karena
itu untuk meningkatkan produksi padi, beberapa hal perlu dilakukan adalah
dengan memperbaiki kultur teknik budidaya padi sawah dan menanam padi
hibrida atau varietas unggul yang bersertifikat, serta pemakaian pupuk, dan cara
bercocok tanam dalam hal pengaturan jarak tanam.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah menjawab semua tujuan yang
telah dipaparkan diatas.
Pada tahun 1978-1979 terjadi letusan hama wereng coklat padi pada
ratusan ribu hektar sawah. Pada tahun 1985–1986, populasi kembali meletus dan
merusak lahan padi seluas kira-kira 275.000 hektar (Untung, 2006). Ledakan
serupa ini terjadi pula di Malaysia dan Thailand antara tahun 1977 dan 1990
(Whitten et al., 1990). Hama wereng coklat merupakan hama padi “baru”.
Sebelum tahun 1970 hama ini belum pernah tercatat sebagai hama padi penting
Indonesia. Akibat letusan wereng coklat tersebut pencapaian sasaran produksi
beras nasional terhambat. Namun, ironisnya, sampai tahun 1979, banyak pakar
belum menyadari bahwa kemunculan dan letusan wereng coklat di Indonesia tidak
dapat dilepaskan dari penggunaan pestisida kimia.
Pada titik kritis tahun 1985 – 1986, ketika ledakan kedua wereng coklat
padi sangat mempengaruhi kondisi swa sembada beras yang baru saja tercapai,
Indonesia memilih menggunakan pendekatan PHT. Pemerintah mengumumkan
Kebijakan PHT Nasional Indonesia pada tanggal 5 November 1986, dengan
munculnya Instruksi Presiden no. 3 tahun 1986 (INPRES 3/86) tentang
2.2.1. Hama
Hama adalah hewan yang merusak secara langsung pada tanaman. Hama
terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga), moluska (bekicot,
keong), rodenta (tikus), mamalia (babi), nematoda, dll. Serangan hama sangat
terlihat dan dapat memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massive.
Namun serangan hama umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali
apabila hama tersebut sebagai vektor suatu penyakit.
Serangga yang berperan sebagai vektor penyakit pada hewan dan manusia
yang diketahui hingga saat ini terdiri dari tiga ordo yaitu Siphonaptera,
Phthiraptera, dan Diptera. Di antara ketiga ordo ini, yang paling dominan adalah
Diptera.
2.2.3. Gulma
1. Gagal Panen
Akibat serangan hama yang paling ditakuti oleh para petani adalah terjadinya
gagal panen. Kegagalan ini dikarenakan hama yang menyerang tanaman
menjadikan tanaman sebagai bahan makanan, dan tempat tinggal bagi mereka.
Hama merusak tanaman dengan cara :
Dengan serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman
tidak akan mampu menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya
pembatasan pertumbuhan akibat hama yang berada pada tanaman budidaya. Hal
ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan
batang serta tunas-tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak
langsung tanaman tidak dapat melaukan proses fotosintesis untuk menghasilkan
produksi dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosentesis.
Hama yang menyerang pada buah atau bagian tanaman yang memiliki nilai
ekonomis akan menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama merusak bagian-
bagian buah mupun daun tanaman. Dimana penurunan ini karena adanya bagian
yang diseranga oleh hama mengalami cacat dan busuk serta mengandung ulat atau
larva-larva hama. Sehingga produksi tidak dapat dikonsumsi.
Dampak ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh
tanaman atau gagal panen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian
ini disebabkan tidak adanya pendapatan petani sedangkan biaya budidaya tanaman
telah mereka keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baik dari segi pengolahan
lahan, benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak meraka
dapatkan. Hal ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di
Indonesia.
Alih fungsi lahan dilakukan oleh para petani dikarenakan pendapatan yang
mereka dapatkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang dilakakan dalam usaha
pertanian. Sehingga muncul pemikiran untuk mengalih fungsikan lahan pertanian
yagn subur ke bidang usaha lain yang lebih menjanjikan keuntungan bagi mereka.
Kondisi seperti ini semakin memperpuruk iklim pertanian di indonesia serta
ketahan bahan pangan dalam negri.
7. Degradasi Agroekosistem
Degradasi ekosistem terjadi karena adanya usaha yng dilakukan oleh para
petani dalam penaggulangan serangan hama yang tidak memikirikan dampak
negatif terhadap lingkungan serta komponen-komponen penyusun agroekosistem.
Hal ini terjadi karena terjadinya kerusakan pada bagain penampang daun akibat
penyakit. Sehingga daun tidak dapat meyerap sinar matahari secara maksimal.
Penyakit yang menyerang daun antara lain :
Dengan terganggunya proses penyerapan unsur hara dan mineral dalam tanah
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terganggu.
Penyakit ini biasanya menyerang bagian akar tanaman sperti penyakit jamur akar
merah, putih pada tanaman karet. Penyekit ini juga menyebabkan tanaman
menjadi layu dan mati akibat kekurangan asupan nutrisi.
Organisme pengganggu tanaman ini terdiri dari hama, gulma dll. Untuk
cara menanggulangi hama berbeda dengan gulma, untuk mengendalikan hama
konsep pengendalian telah mengalami evolusi dari tahun ke tahun makin cangih
dan sebagian besar menjadi makin efektif. Metode pertama kali yang digunakan
dalam mengendalikan hama yang tidak diragukan lagi adalah menangkap,
menapis atau memukul serangga dan invertebrata kecil lainnya. Contoh awal
penggunaan konsep pengendalian OPT adalah penggenangan atau pembakaran
lahan untuk memusnahakan gulma serangga dan hama invertebrata lainnya, serta
pengunaan boneka sawah untuk mengusir burung-burung. pemanfaatan musuh
alami untuk mengendalikan hama sudah dimulai beberapa ribu tahun sebelumnya.
Meskipun demikian demonstrasi pentingya pendekatan ini baru terlihat pada
pemanfaatan metode pengendalian biologi untuik melawan serangan kutu bersisik
(cottony cushion scale). Tetapi kemudian muncul wacana penggunaan pestisida
kimia, dengan konsep ini sedikit demi sedikit hama dapat dikendalikan, disamping
mempunyai dampak positif terdapat pula dampak negatifnya yaitu penggunaan
pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya:
mengakibatkan resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya
Praktek seperti ini hanya bertahan dalam waktu singkat, dan sejalan
dengan perjalanan waktu akan muncul resistensi terhadap insektisida dan
kemunculan masalah-masalah lain secara bertahap. Jadi, penting sekali untuk
dipahami bahwa pengendalian hama pada dasarnya adalah masalah ekologi.
Berikut beberapa konsep pengendalian hama yang berkembang dari tahun ke
tahun:
d. Pengendalian Hayati
e. Pengendalian Kimiawi
a. Mekanik
Cara semacam ini sangat praktis, efisien, dan terutama murah jika diterapkan
pada suatu area yang tidak luas. Pencabutan dengan tangan ditujukan pada gulma
annual dan biennial. Untuk gulma perennial pencabutan semacam ini
mengakibatakan terpotong dan tertinggalnya bagian di dalam tanah yang akhirnya
kecambah baru dapat tumbuh. Pencabutan bagi jenis gulma yang terakhir ini
menjadi berulang-ulang dan pekerjaan menjadi tidak efektif. Pada taman, cara
pencabutan akan berhasil akan baik bila diberi air sampai basah benar, sehingga
Bajak tangan.
Alat semacam ini dinamakan most satisfactorily meets the weeds. Alat ini
sangat berguna pada halaman dan sebagai alat tambahan pengolah tanah dalam
penyiangan di segala jenis barisan pertanaman. Jenis gulma perennial yang
persisten dapat pula diberantas dengan alat ini. Dalam 3 sampai 4 bulan pertama
pembajakan dengan intrval 10 harian dianjurkan. Alat ini sangat praktis pula
dilaksanakan pada tempat yang tak dapat dijangkau dengan alat berat maupun
herbisida.
Pengolahan tanah
Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual, biennial,
perennial, ialah cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma annual cukup
dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut dirusakkan bagian atas tanah
saja. Sedang untuk biennal bagian atas tanah dan mahkota, dab bagi perennial
kedua bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan. Kebanyakan gulma annual
dapat dikendalikan hanay dengan sekali pemberoan. Bila tanah banyak
mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan
pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah pembentukan
biji. Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim belum cukup.
Sebaiknya perlakuan digaabung dengan pengunaan herbisida dan pengolahan
yang bersih. Metoden ini cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma,
usia infestasi dan sifat tanah, kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma
perennial yang berakar dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser,
dengan “membawa” akar ke atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan
menekan pemebentukan dan tunas baru. Untuk gulma perennial berakar dalam
pembajakan berulangkali dan pada interval teratur akan menguarangi
perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras cadangan pangan dalam akar
dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur
perlakuan tersebut sangat berhasil. Dari pengolahan tanah dapat disimpukan
bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem perakaran dengan
Penggenangan
Panas
Telah diketahui bahwa insekta dan jamur merupakan hama dan penyakit
bagi pertanaman. Di lain pihak ada insekta yang memakan gulma, maka
masalahnya lain. Insekta tersebut jadinya dapat memberantas gulma. Sebagai
contoh klasuik ialah setelah diperkenalkannya sejenis penggerek Argentine
(Cactoblastis cactorum) di Queensland, maka kaktus (Opuntia) yang menghuni
lahan seluas kurang lebih 25 juta ha selama 12 tahun dapat ditekan sampai 95%.
Demikian pula pengenalan insekta pemakan daun (Chryssalnia spp.) di California
dapat menekan sejenis gulma. Namun perlu diingat bahwa penggunaan musuh
Pencegahan lebih baik daripada perawatan, karena itu harus menjaga benih
yang akan ditanamkan sebersih mungkin dan bebas dari kontaminasi dengan biji
gulma, juga pembuatan kompos harus sempurna, pengunaan alat pertanian harus
bersih, serta “menyaring” air pengairan agar tidak membawa biji gulma ke petak
pertanaman, ataupun lebih luasnya tidak membawa biji gulma masuk ke tempat
penampang air pengairan.
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorisa
Walang sangit ini memiliki bentuk memanjang dan memiliki ukuran yang
berkisar rata – rata 2 cm bahkan lebih, memiliki warna kecoklatan kelabu dan
Selain itu, walang sangit ini memiliki bentuk kaki yang panjang sehingga
dapat melompat dengan jarak ½ – 1 meter dengan warna kecoklatan dan memiliki
kepala yang berbentuk kerucut dilengkapi dengan bagian mata bulat yang
berdampingan dengan belalainya. Pada bagian kaki walang sangit ini mempunyai
kaki enam bagian kaki dan dilengkapi dengan bagian sayap yang memiliki lebar
2-3 cm.
Nimfa pada walang sangit ini memiliki warna kekuningan, dan terjadang
juga memiliki warna kehijauan mudah. Nimfa ini memiliki bentuk berukuran
kecil dan tidak memiliki sayap, dengan panjang rata – rata mencapai 14-17 mm
dan lebar mencapai 3-4 mm.
Telur setelah menetas menjadi nimfa aktif bergerak ke malai mencari bulir
padi yang masih stadia masak susu sebagai makananan. Nimpa-nimpa dan dewasa
pada siang hari yang panas bersembunyi dibawah kanopi tanaman. Serangga
dewasa pada pagi hari aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan
penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau malam hari.
Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Lama periode
nimfa rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi
coklat kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa.
Walaupun demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada
periode nimfa. Bagian ventral abdomen walang sangit berwarna coklat kekuning-
kuningan jika dipelihara pada padi, tetapi hijau keputihan bila dipelihara pada
rumput-rumputan.
Setelah menjadi imago, serangga ini baru dapat kawin setelah 4-6 hari,
dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit antara 32-43 hari.
Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari, sedangkan
serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari) (Siwi et al.,
1981).
3.1.4. Bioekologi
Selain padi, walang sangit juga mempunyai inang alternative yang berupa
tanaman rumput-rumputan antara lain : Panicum spp; Andropogon sorgum;
Digitaria consanguinaria; Eleusine coracoma; Setaria italica; Cyperus polystachys,
Paspalum spp; dan Pennisetum typhoideum.
Di alam hama walang sangit diketahui diserang oleh dua jenis parasitoid
telur yaitu Gryon nixoni Mesner dan O. malayensis Ferr. Parasitasi kedua
parasitoid ini di lapangan dibawah 50%. Pengamatan yang dilakukan pada tahun
1997 dan 2000 pada beberapa daerah di Jawa Barat menunjukkan parasitoid G.
nixoni lebih dominan dibandingkan dengan parasitoid O. malayensis. Parasitoid
O. malayensis hanya ditemukan pada daerah pertanaman padi di daerah agak
pegunungan dimana disamping pertanaman padi banyak ditanaman palawija
seperti kedelai atau kacang panjang O. malayensis selain menyerang telur walang
sangit juga menyerang telur hama Riptortus linearis dan Nezara viridula yang
merupakan hama utama tanaman kedelai. Berbagai jenis laba-laba dan jenis
belalang famili Gryllidae dan Tettigonidae menjadi predator hama walang sangit.
Dalam satu hamparan padi yang luas, sebaiknya padi ditanam secara
serempak sehingga perkembangan hama walang sangit bisa diminimalisir. Selisih
waktu tanam dalam satu hamparan tidak boleh lebih dari 2,5 bulan.
Pada dasarnya walang sangit sangat tertarik pada bau yang menyengat.
Penggunaan bangkai keong mas/bekicot atau kepiting di tiap pematang sawah
dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengendalian walang sangit. Keong mas
dan kepiting cukup di tumbuk dari cangkangnya kemudian diletakkan di atas
bambu yang sebelumnya di tancapkan ditiap pematang. Bangkai keong dan
4.1. Kesimpulan
1. Senatasi lapangan
2. Pola tanam serentak
3. Penggunaan perangkap
4. Pengendalian secara biologi
5. Pengendalaian secara kimia
Sitinjak, D. 2017. Kerugian Akibat Serangan Hama dan Penyakit pada Tanaman.
https://www.academia.edu/6841096/kerugian_akibat_serangan_hama_dan
_penyakit_pada_tanaman [Diakses pada tanggal 7 Oktober 2019 pukul
21.00 WIB]
Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret
1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup
berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60%
dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada
tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.
Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret
1984.[butuh rujukan] Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada
Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.
Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini
pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada
masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik,
dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.[butuh rujukan]
Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.
Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program
pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi
dipandang sebagai penggerak pembangunan. [butuh rujukan] Namun
pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah
menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan
runtuhnya pemerintahan Orde Baru.
Tentang Pertanian
Pasal 20
1) Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama
terpadu.
2) Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.
Pasal 21
Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan
tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
c. eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.
Pasal 22
1) Dalam pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana
dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam
keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya
alam dan/atau lingkungan hidup.
2) Ketentuan mengenai penggunaan sarana dan/atau cara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
Pasal 24
1) Setiap orang atau badan hukum yang memiliki atau menguasai tanaman harus
melaporkan adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan pada
tanamannya kepada pejabat yang berwenang dan yang bersangkutan harus
mengendalikannya.
2) Apabila serangan organisme pengganggu tumbuhan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), merupakan eksplosi, Pemerintah bertanggung jawab
menanggulanginya bersama masyarakat.
Pasal 25
1) Pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya eradikasi
terhadap tanaman dan/atau benda lain yang menyebabkan tersebarnya
organisme pengganggu tumbuhan.
2) Eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan apabila
organisme pengganggu tumbuhan tersebut dianggap sangat berbahaya dan
mengancam keselamatan tanaman secara meluas.
Pasal 26
3) Kepada pemilik yang tanaman dan/atau benda lainnya dimusnahkan dalam
rangka eradikasi dapat diberikan kompensasi.
4) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan hanya atas
tanaman dan/atau benda lainnya yang tidak terserang organisme pengganggu
tumbuhan tetapi harus dimusnahkan dalam rangka eradikasi.