Anda di halaman 1dari 45

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Padi merupakan tanaman serealia penting dan digunakan sebagai makanan


pokok oleh bangsa Indonesia. Itulah sebabnya produksi padi sangat perlu untuk
ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi faktor penggangu yang
dapat berakibat pada penurunan produksi. Beberapa faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya produksi padi adalah penggunaan varietas, pemakaian pupuk,
cara bercocok tanam, serta jasad pengganggu (OPT) (Tarunoku, 2011).

Kendala utama yang sering dihadapi oleh petani adalah adanya Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Dimana Organisme pengganggu ini berupa hama
penyakit dan gulma yang dapat menyebabkan rendahnya produktivitas padi per
hektar, bahkan dapat menyebabkan gagal panen atau puso. Rata-rata kehilangan
hasil tanaman padi karena serangan OPT yakni ± 30% dan kehilangan hasil
karena hama sekitar 20 – 25% setiap tahun ( Untung K, 2010).

Salah satu jenis jasad pengganggu yang banyak merugikan petani adalah
jenis serangga hama yakni serangga werng, walang sangit, penggerek batang
padi, hama putih palsu, hama ganjur, ulat grayak, kepik hijau dan beberapa
serangga hama lainnya yang sering dijumpai yang keberadaannya dapat
mengganggu tanaman padi sehingga berdampak pada penurunan hasil. Salah satu
daerah yang mengalami kehilangan hasil yang disebabkan oleh serangga hama
walang sangit yakni daerah Sumatra mulai dari Aceh menelusuri pantai barat
sampai Lampung mencapai 50%/ha (Kahlshoven dalam Kartohardjono, et al.,
2009). Mengingat serangga merupakan organisme tanaman yang dapat
menurunkan hasil, maka keberadaan serangga perlu diantisipasi
perkembangannya karena dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Oleh karena
itu untuk meningkatkan produksi padi, beberapa hal perlu dilakukan adalah
dengan memperbaiki kultur teknik budidaya padi sawah dan menanam padi
hibrida atau varietas unggul yang bersertifikat, serta pemakaian pupuk, dan cara
bercocok tanam dalam hal pengaturan jarak tanam.

1 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Varietas unggul berperan penting dalam program peningkatan produksi
padi dimana penggunaan varietas unggul dan tahan terhadap serangan hama
penyakit merupakan dasar sistem PHT (pengendalian hama terpadu) untuk
berbagai jenis OPT. Semakin peka sesuatu varietas, semakin besar kerusakan,
yang akhirnya akan berakibat pada penurunan hasil produksi. Demikian pula
semakin besar kerusakan, semakin besar usaha pengendalian yang dilakukan dan
akan semakin banyak pestisida yang digunakan, akhirnya kerusakan lingkungan
semakin besar pula (Nurwahidah dan Sacnong, 2010). Selain pemilihan varietas
unggul, penggunaan pupuk yang tidak sesuai juga dapat mempengaruhi populasi
serangga dan penurunan hasil produksi.

Pemakaian pupuk yang baik dan tepat waktu dapat memperbaiki


kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas padi per hektar. Selama ini
petani lebih banyak menggunakan pupuk anorganik seperti urea dan lainnya,
daripada pupuk organik seperti kompos, pupuk kandang dan sebagainya.
Penggunaan pupuk anorganik ini dapat mengurangi kesuburan tanah disamping
itu pemakaian pupuk yang tidak sesuai atau berlebihan seperti dalam pemberian
pupuk N secara berlebihan dapat mengakibatkan tanaman sukulen dan mudah
terserang hama penyakit tanaman.

Faktor lain yang menyebabkan tanaman mudah terserang hama penyakit


adalah cara bercocok tanam, misalnya dalam hal mengatur jarak tanam. Dimana
pengaturan jarak tanam hendaknya dilakukan sedemikian rupa agar tidak tercipta
kondisi lingkungan yang mendorong berkembangnya hama (Romdhoni, 2008).
Sistem jarak tanam yang baik dapat mengurangi tingkat kelembaban suatu
tanaman sebab sirkulasi udara terkontrol dan penyinaran matahari pun merata
pada setiap tanaman padi, sedangkan jarak tanam yang terlalu rapat dapat
menyebabkan iklim mikro bagi kehidupan hama pada suatu tanaman, sehingga
mudah terserang hama penyakit. Oleh karena itu dengan adanya perbedaan
penerapan teknologi PHT dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keadaan
lingkungan yang dapat menekan populasi serangga hama dan jenis-jenis hama.
Selain itu dengan adanya perbedaan penggunaan varietas, pemupukan dan sistem
jarak tanam maka akan membentuk Agroekosistem berbeda pada pertanaman

2 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


padi, dimana jenis dan populasi serangga akan berbeda pada setiap agroekosistem.
sehingga perlu pengetahuan mengenai identifikasi dan klasifikasi serangga.

Identifikasi dan klasifikasi serangga diperlukan agar jenis-jenis serangga


yang demikian banyaknya dapat dibedakan. Misalnya, dari sekian banyak
serangga yang menjadi hama tanaman padi sangat perlu diketahui jenis-jenisnya,
karena mereka memiliki perilaku hidup yang berbeda, menyerang bagian tanaman
yang berbeda (daun, buah, batang, akar) menyebabkan kerugian yang berbeda
sehingga berbeda pula cara penanganannya. Oleh karena itu proses identifikasi
yang akurat harus dilakukan. Salah satu syarat keberhasilan usaha pengendalian
hama padi adalah dengan identifikasi langsung terhadap jasad pengganggunya,
sehingga dengan demikian dapat diketahui hama serangga apa yang menyerang
pada tanaman tersebut.

1.2. Maksud dan Tujuan


1. Sebagai tugas mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman
2. Menjelaskan bagaimana hama walang sangit (Leptcorisa oratorius)
menyerang tanaman padi (Oryza sativa L.)
3. Menjelaskan bagaimana teknik pengendalian hama walang sangit
(Leptcorisa oratorius) pada tanaman padi (Oryza sativa L.)

1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah menjawab semua tujuan yang
telah dipaparkan diatas.

3 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Swasembada Beras di Indonesia

Sejak awal berkuasa, pemerintah Orde Baru menitik beratkan fokusnya


pada pengembangan sektor pertanian karena menganggap ketahanan pangan
adalah prasyarat utama kestabilan ekonomi dan politik. Sektor ini berkembang
pesat setelah pemerintah membangun berbagai prasarana pertanian seperti irigasi
dan perhubungan, teknologi pertanian, hingga penyuluhan bisnis. Pemerintah juga
memberikan kepastian pemasaran hasil produksi melalui lembaga yang diberi
nama Bulog (Badan Urusan Logistik). Pada masa pemerintahan Orde Baru tahun
1970an, Presiden Soeharto mengeluarkan Program Repelita I dan diikuti dengan
Repelita-repelita selanjutnya (lihat lampiran bagian 1). Program pembangunan
berencana tersebut memberikan prioritas utama pada pembangunan pertanian
nasional dengan tujuan peningkatan produksi padi menuju tercapainya
swasembada beras nasional (Untung, 2007).

Dalam program swasembada pangan tersebut, pestisida dimasukkan


sebagai salah satu paket produksi yang harus diambil sebagai kredit oleh petani
peserta program. Kredit tersebut nanti harus dikembalikan oleh petani setelah
panen tiba. Kebijakan intensifikasi pertanian yang mendorong peningkatan
penggunaan pestisida oleh petani di Indonesia yang semula belum mengenal
pestisida (Untung, 2006). Usaha mencapai swasembada beras dilakukan dengan
memanfaatkan semaksimal mungkin teknologi revolusi hijau. Berbagai sarana dan
prasarana dibangun seperti bendungan-bendungan besar yang dapat meningkatkan
luas panen tanaman padi. Berbagai program peningkatan produksi beras
diintroduksikan dan diterapkan secara nasional pada kurun waktu tertentu sampai
tahun 1990an.

Mulai tahun 1968 hingga 1992, produksi hasil-hasil pertanian meningkat


tajam. Pada tahun 1962, misalnya, produksi padi hanya mencapai 17.156 ribu ton.
Jumlah ini berhasil ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 47.293 ribu ton pada tahun
1992, yang berarti produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0
kg per jiwa. Prestasi ini merupakan sebuah prestasi besar mengingat Indonesia

4 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


pernah menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun
1970-an.

Pada tahun 1978-1979 terjadi letusan hama wereng coklat padi pada
ratusan ribu hektar sawah. Pada tahun 1985–1986, populasi kembali meletus dan
merusak lahan padi seluas kira-kira 275.000 hektar (Untung, 2006). Ledakan
serupa ini terjadi pula di Malaysia dan Thailand antara tahun 1977 dan 1990
(Whitten et al., 1990). Hama wereng coklat merupakan hama padi “baru”.
Sebelum tahun 1970 hama ini belum pernah tercatat sebagai hama padi penting
Indonesia. Akibat letusan wereng coklat tersebut pencapaian sasaran produksi
beras nasional terhambat. Namun, ironisnya, sampai tahun 1979, banyak pakar
belum menyadari bahwa kemunculan dan letusan wereng coklat di Indonesia tidak
dapat dilepaskan dari penggunaan pestisida kimia.

Sejak tahun 1977, kelompok pakar perlindungan tanaman mengusulkan


agar Pemerintah menerapkan PHT untuk mengendalikan hama-hama tanaman
pangan. Pada tahun 1980 Pemerintah melaksanakan Proyek Rintisan Penerapan
PHT pada tanaman padi di 6 propinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara. Dari kegiatan tersebut dapat
diketahui bahwa sawah yang menerapkan PHT produktivitasnya tidak berbeda
dengan sawah non-PHT tetapi penggunaan pestisida kimia lebih sedikit Untung,
2006).

Pada tahun 1984 Indonesia berhasil mencapai sasaran swasembada beras


naional. Pada tahun 1985/1986 status swasembada beras terancam karena terjadi
lagi letusan lokal wereng coklat padi di pulau Jawa. Banyak hasil penelitian yang
telah dipublikasikan menunjukkan bahwa sebagian insektisida padi yang
direkomendasi mendorong terjadinya resurjensi wereng coklat (Untung dan
Mahrub, 1986 dalam Untung, 2006).

Pada titik kritis tahun 1985 – 1986, ketika ledakan kedua wereng coklat
padi sangat mempengaruhi kondisi swa sembada beras yang baru saja tercapai,
Indonesia memilih menggunakan pendekatan PHT. Pemerintah mengumumkan
Kebijakan PHT Nasional Indonesia pada tanggal 5 November 1986, dengan
munculnya Instruksi Presiden no. 3 tahun 1986 (INPRES 3/86) tentang

5 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Pengendalian Hama Wereng Cokelat Padi. Melalui Inpres tersebut, Presiden
menginstruksikan untuk melakukan paling sedikit 4 butir kebijakan, yaitu:

1. Menerapkan PHT untuk pengendalian hama wereng batang cokelat dan


hama-hama padi lainnya
2. Melarang penggunaan 57 nama dagang formulasi (merek) insektisida pada
padi
3. Melaksanakan koordinasi untuk peningkatan pengendalian wereng cokelat
4. Melakukan pelatihan petani dan petugas tentang PHT

Inpres 3/1986 tersebut merupakan tonggak sejarah penerapan PHT di


Indonesia (Untung, 2006). Kebijakan pelarangan pestisida tersebut diikuti dengan
kebijakan pemerintah tentang pencabutan subsidi pestisida pada tahun 1989
(Martono, 2009). Langkah-langkah kebijakan tersebut memperoleh penghargaan
dari banyak negara dan lembaga internasional (Untung, 2000). Sebagai
tindaklanjut dari INPRES 3/86, dibentuklah kelompok kerja menteri antarsektor
untuk menerapkan kebijakan PHT. Tanggungjawab penerapan PHT dipindahkan
dari Departemen Pertanian ke BAPPENAS.

Prioritas yang diutamakan adalah mengubah perilaku petani, administrator


dan petugas pertanian dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan
keterampilan mereka. Kegiatan awal yang dilakukan adalah menyelenggarakan
rekrutmen dan kursus kilat PHT untuk memilih dan melatih para calon pemandu,
pengamat hama, petugas penyuluh lapangan (PPL) dan petani. Bank Dunia
menyetujui realokasi sisa pinjamannya yang digunakan pada proyek Penyuluhan
Nasional (USD 4,2 juta untuk Proyek Penyuluhan Nasional tahap II) untuk
pelatihan PHT. Integrated Crop Protection (ICP) FAO membantu Direktorat
Perlindungan Tanaman Departemen Pertanian untuk memperoleh data lapangan
PHT dan memperluas kisaran latihan kepada para spesialis. Varietas tahan wereng
(VUTW, misalnya IR36 dan IR64) dipromosikan dengan lebih gencar, dan
jaringan Pengamatan, Peramalan dan Peringatan Dini diperluas agar dapat dengan
segera mengatasi permasalahan hama (wereng) di lapangan.

Proyek Perintis PHT Nasional dilaksanakan di Jawa, Sumatera dan


Sulawesi Selatan. Antara tahun 1980 dan 1983, Program Nasional PHT menerima

6 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


bantuan teknis dari kelompok khusus IRRI dan proyek penelitian dari Jepang
(FAO, 1989). ICP mulai memperkuat Program Nasional PHT Indonesia pada
tahun 1980 dengan mengingkatkan paket pelatihan dan teknologi dengan
pengalaman yang diperoleh dari proyeksi Program Nasional Filipina. Direktorat
Perlidungan Tanaman mengatur pelaksanaan demonstrasi PHT dengan
pendekatan yang sama dengan pendekatan pada program Bimas (LAKU). Pada
tahun 1984, ICP dan Direktorat Perlindungan Tanaman melakukan survei pada
lahan-lahan demonstrasi PHT dan melihat bahwa populasi hama di beberapa
wilayah meningkat pesat (van de Fliert, 1993).

Setelah Inpres 3/1986, dukungan yuridis terhadap PHT diperkuat dengan


keluarnya UU. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. UU tersebut
menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem
Pengendalian Hama Terpadu. Berdasarkan UU ini, tahun 1995 Pemerintah
menetapkan Peraturan Pemerintah No.6 tahu 1995 tentang Perlindungan
Tanaman. Dengan dua peraturan perundang-undangan tersebut, kedudukan PHT
sebagai kebijakan nasional perlindungan tanaman menjadi sangat kuat (Untung,
2007).

2.2. Pengertian Organisme Penggganggu Tanaman

Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik


berukuran mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan
mematikan tanaman yang dibudidayakan. Berdasarkan jenis seranganya OPT
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu hama, vektor penyakit, dan gulma.

2.2.1. Hama

Hama adalah hewan yang merusak secara langsung pada tanaman. Hama
terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga), moluska (bekicot,
keong), rodenta (tikus), mamalia (babi), nematoda, dll. Serangan hama sangat
terlihat dan dapat memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massive.
Namun serangan hama umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali
apabila hama tersebut sebagai vektor suatu penyakit.

7 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


2.2.2. Vektor Penyakit

Vektor penyakit atau biasa disebut sebagai faktor pembawa penyakit


adalah organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan imunitas, atau
mengganggu metabolisme tanaman sehingga terjadi gejala abnormal pada sistem
metabolisme tanaman tersebut. Beberapa penyakit masih dapat ditanggulangi dan
tidak memberikan efek serius apabila imunitas tanaman dapat ditingkatkan atau
varietas tersebut toleran terhadap penyakit yang menyerangnya. Namun terdapat
pula penyakit yang memberikan efek serius pada tanaman dan bahkan
menyebabkan kematian. Beberapa vektor penyakit tanaman adalah virus, bakteri,
dan cendawan. Umumnya gejala penyakit memiliki efek menular yang sangat
cepat dan sulit dibendung.

A. Vektor penyakit tumbuhan

Beberapa serangga yang berperan sebagai vektor penyakit yaitu:

1. Ordo Homoptera, misal: wereng coklat (Nilaparvata, anggota


Familia Delphacidae) vektor penyakit virus pada tanaman padi; kutu kebul
(Bemisia, anggota Familia Aleyrodidae) vektor penyakit virus pada tanaman
tembakau, tomat, terung, cabai, kacang-kacangan, dll; green planthopper
(Siphanta acuta, anggota Familia Flatidae); Paracoccus
burnerae (Planococcidae) vektor penyakit virus pada tanaman pisang;
Cacopsylla melanoneura (Psyllidae) vektor fitoplasma tanaman apel; wereng
hijau (Nephotettix, anggota Familia Cicadellidae) vektor penyakit tungro pada
tanaman padi; Aphid beberapa anggota dari Familia Aphidoidae merupakan
vektor tidak kurang dari 250 virus penyakit berbagai tanaman pangan seperti
virus mozaik, ring spot, virus penyebab tanaman kerdil); mealybugs (Familia
Pseudococcidae) vektor penyakit virus pada kakao; dan beberapa anggota
Familia Fulgoroidae.
2. Ordo Coleoptera: kumbang Ambrosia, Ambrosia Beetle (Coleoptera:
Scolytinae) vektor penyakit jamur fusarium pada berbagai tanaman pangan
seperti Scolytus (kumbang perusak kayu); beberapa anggota Familia
Scolytidae and Nitidulidae sebagai vektor penyakit
jamur Phytophthora; kumbang daun anggota Familia Chrysomelidae seperti

8 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


kumbang kutu kentang (Epitrix cucumeris) sebagai vektor Actinomyces
scabies umbi kentang, kumbang kutu jagung (Chaetocnema pulicaria) dan
penggerek akar jagung (Diabrotica) yang merupakan vektor Bacterium
stewarti; dan Conotrachelus (anggota Familia Curculionidae)
3. Ordo Diptera, misal lalat buah (Bactrocera spp., anggota
Familia Tephritidae) merupakan vektor penyakit jamur Pseudomonas pada
berbagai macam buah, ulat kobis Delia radicum (anggota Familia
Anthomyiidae) yang merupakan vektor jamur Phoma pada tanaman kobis;
dan beberapa penggerek daun dari Familia Agromyzidae yang merupakan
vektor virus mozaik pada berbagai tanaman buah dan sayur.
4. Ordo Hemiptera, misal walang sangit (Leptocorisa oratoria, anggota
Familia Alydidae); True bugs anggota Familia Piesmatidae vektor virus yang
menyebabkan daun keriting.
5. Ordo Thysanoptera, misal tritip (beberapa anggota dari Familia Thripidae)
merupakan vektor jamur, bakteri dan virus penyebab penyakit pada berbagai
tanaman pangan.
6. Ordo Hymenoptera, misal semut (beberapa anggota Familia Formicidae)
yang berasosiasi dengan hama Homoptera. Beberapa Homoptera seperti mealy
bugs dan aphid dipindahkan oleh semut dari satu tanaman ke tanaman yang
lain. Dalam asosiasi ini semut memperoleh keuntungan dengan mendapatkan
“madu” yang disekresikan oleh Homoptera, sedangkan Homoptera
mendapatkan perlindungan dan terbantu dalam persebarannya.

B. Vektor penyakit pada hewan dan atau manusia

Serangga yang berperan sebagai vektor penyakit pada hewan dan manusia
yang diketahui hingga saat ini terdiri dari tiga ordo yaitu Siphonaptera,
Phthiraptera, dan Diptera. Di antara ketiga ordo ini, yang paling dominan adalah
Diptera.

1. Ordo Siphonaptera: penyakit Rickettsia seperti demam typus dan


perdarahan pada area gigitan serangga
2. Ordo Phthiraptera: vektor penyakit pes pada manusia dan tikus
3. Ordo Diptera: serangga bersayap sepasang

9 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


a. Nyamuk penggigit (Culicoides anggota dari
Familia Ceratopogonidae) sebagai vektor Orbivirus penyebab
penyakit demam, gangguan paru-paru, jantung dan membran
mukosa pada kuda. Serangga ini juga merupakan vektor Orbivirus
penyakit “lidah biru” pada ternak domba yang menyebabkan
domba demam, kepala dan lidah bengkak.

b. nyamuk, berbagai spesies dalam Genus Anopheles, Aedes,


Mansonia, dan Culex (anggota dari Familia Culicidae) merupakan
serangga vektor berbagai penyakit pada manusia seperti demam
berdarah, malaria, kaki gajah/ filariasis,chikungunya dll.

c. Lalat Tsetse (Genus Glossina anggota dari Familia Glossinidae)


merupakan vektor protozoa Trypanosoma brucei penyebab
penyakit tidur, yaitu penyakit yang menyebabkan demam, radang
sendi, pembengkakan kelenjar limfa dan susah tidur pada
penderitanya.

d. Agas (sandfly) merupakan serangga dari


Familia Tabanidae, Ceratopogonidae, dan Psychodidae merupakan
vektor protozoa Leishmania penyebab penyakit Leishmaniasis
yang menyebabkan kerusakan organ hati, limpa, dan juga anemia.

4. Ordo Hemiptera, misal: serangga pembunuh dari Familia Triatominae


merupakan vektor Trypanosoma cruzi penyebab penyakit Chagas yang
mengakibatkan pembengkakan kronis organ jantung dan otak; kutu
busuk (Cimex anggota dari Familia Cimicidae) yang dapat berperan sebagai
vektor penyakit typus dan juga anemia.

2.2.3. Gulma

Gulma memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada pertumbuhan


tanaman, meskipun biasanya tidak menimbulkan kematian. Gulma bisa disebut
juga sebagai kompetitor penyerap nutrisi daerah perakaran tanaman. Apabila
pertumbuhan gulma lebih cepat dibandingkan tanaman, maka sudah dapat

10 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


dipastikan tanaman yang dibudidayakan akan mengalami pertumbuhan yang tidak
optimal. Beberapa jenis gulma bahkan ada yang memberikan efek racun pada
perakaran tanaman, seperti kandungan metabolit sekunder (cairan) pada akar
alang-alang.

2.3. Dampak Kerugian OPT


2.3.1. Dampak Kerugian Akibat Hama pada Tanaman

Hama adalah sekelompok organisme pengganggu tanaman yagn dapat


merusak tanaman budidaya baik secara fisik maupun fisiologisnya. Dampak
kerugian akibat serangan hama tersebut adalah :

1. Gagal Panen

Akibat serangan hama yang paling ditakuti oleh para petani adalah terjadinya
gagal panen. Kegagalan ini dikarenakan hama yang menyerang tanaman
menjadikan tanaman sebagai bahan makanan, dan tempat tinggal bagi mereka.
Hama merusak tanaman dengan cara :

a. Menghisap cairan tanaman


b. Memotong batang tanaman baik yang muda maupun tua
c. Memakan daun muda dan tua serta tunas-tunas muda pada tanaman
d. Menghisap cairan dan memakan daging buah yang dapat
menurunkan nilai ekonomis buah
e. Memnbuat rumah atau sarang sebagai tempat tinggal dan
berkembang biak baik pada batang, daun maupaun buah.
2. Menurunnya Jumlah Produksi Tanaman

Dengan serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman
tidak akan mampu menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya
pembatasan pertumbuhan akibat hama yang berada pada tanaman budidaya. Hal
ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan
batang serta tunas-tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak
langsung tanaman tidak dapat melaukan proses fotosintesis untuk menghasilkan
produksi dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosentesis.

11 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


3. Pertumbuhan Tanaman yang Terganggu

Serangan hama dapat meyebabkan pertumbuh tanaman menjadi terhambat dan


bahkan tidak jarang mengalami stagnan pertumbuhan atau kerdil. Seperti serangan
hama wereng pada tanaman padi yang dapat mengakibatkan tanaman padi
menjadi kerdi dan tidak dapat berproduksi.

4. Menurunkan Nilai Ekonomis Hasil Produksi

Hama yang menyerang pada buah atau bagian tanaman yang memiliki nilai
ekonomis akan menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama merusak bagian-
bagian buah mupun daun tanaman. Dimana penurunan ini karena adanya bagian
yang diseranga oleh hama mengalami cacat dan busuk serta mengandung ulat atau
larva-larva hama. Sehingga produksi tidak dapat dikonsumsi.

5. Kerugian bagi para Petani

Dampak ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh
tanaman atau gagal panen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian
ini disebabkan tidak adanya pendapatan petani sedangkan biaya budidaya tanaman
telah mereka keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baik dari segi pengolahan
lahan, benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak meraka
dapatkan. Hal ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di
Indonesia.

6. Terjadinya Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan dilakukan oleh para petani dikarenakan pendapatan yang
mereka dapatkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang dilakakan dalam usaha
pertanian. Sehingga muncul pemikiran untuk mengalih fungsikan lahan pertanian
yagn subur ke bidang usaha lain yang lebih menjanjikan keuntungan bagi mereka.
Kondisi seperti ini semakin memperpuruk iklim pertanian di indonesia serta
ketahan bahan pangan dalam negri.

7. Degradasi Agroekosistem

Degradasi ekosistem terjadi karena adanya usaha yng dilakukan oleh para
petani dalam penaggulangan serangan hama yang tidak memikirikan dampak
negatif terhadap lingkungan serta komponen-komponen penyusun agroekosistem.

12 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Pencemaran lingkungan tersebut kerena adanya zat-zat yang berbahaya akibat
digunakannya pestisida. Dengan adanya penanggulanag serangan hama yang tida
sesuai ini menyebabkan terjadinya degradasi ekosistem alami.

8. Munculnya resistensi dan returgensi hama

Dengan penanggulangan serangan hama yang tidak sesuai akan menyebabkan


resistensi atau kekebalan hama terhadap pestisida dan returgensi atau ledakan
jumlah populasi hama yang berakibat pada damapa kerugian aygn lebih komplek
dalam usaha budidaya tanaman itu sendiri.

2.3.2. Dampak Kerugian Akibat Penyakit pada Tanaman

Dampak serangan penyakit tanaman tidak separah dampak yang


ditimbulkan akibat serangan oleh hama. Namun, dampak yang timbul juga tidak
kalah hebatnya dengan serangan hama. Serangan penyakit pada tanaman budidaya
lebih banyak mengarah pada proses fisiologinya. Karena menyerang sel dan
jaringan tanaman. Adapun dampak kerugian yang ditimbulkan yaitu :

1. Terganggunya Proses Fotosintesis tanaman

Hal ini terjadi karena terjadinya kerusakan pada bagain penampang daun akibat
penyakit. Sehingga daun tidak dapat meyerap sinar matahari secara maksimal.
Penyakit yang menyerang daun antara lain :

a. Karat daun oleh Cendawan Phachyrizi phakospora


b. Penyakit bercak bakteri oleh Xanthomonas phaseoli
c. Virus mozaik yang menyerang daun muda dan tunas muda.
2. Terganggunya proses absorbsi unsur hara dan mineral tanah

Dengan terganggunya proses penyerapan unsur hara dan mineral dalam tanah
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi terganggu.
Penyakit ini biasanya menyerang bagian akar tanaman sperti penyakit jamur akar
merah, putih pada tanaman karet. Penyekit ini juga menyebabkan tanaman
menjadi layu dan mati akibat kekurangan asupan nutrisi.

13 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


3. Kegagalan Panen

serangan penyakit tanaman juga mengakibatkan kegagalan panen. Seperti


pada tanaman jeruk yang terserangan penyakit CCBD. Tanaman jeruk tidak akan
menghasilkan buah akibat serangan penyakit ini. Selain itu, tanaman juga harus di
musnahkan dan diganti dengan tanaman baru yagn merupakan kerugian besar bagi
para petani karena harus mengeluarkan biaya yang besar.

4. Penurunan nilai ekonomis

Disebakan terjadinya kerusakan pada bagian-bagian hasil produksi tanaman.


Seperti terjadi busuk, polong yang tida berisi pada tanaman legum dan lain-lain.
Dengan dampak ini akan semakin mempersulit kehidupan para petani.

2.3.3. Permasalahan Penerapan PHT di Tingkat Petani


1. Kurang meratanya informasi mengenai ketahanan tanaman terhadap
penyakit pada berbagai komoditas tanaman. Apalagi masih banyak petani
yang menggunakan benih tidak bersertifikat yang ketahanannya tidak
diketahui.
2. Penelitian tentang ras patogen juga kurang di Indonesia padahal ras selalu
berkaitan dengan ketahanan tanaman. Tanaman yang tahan terhadap ras
tertentu dapat menjadi sangat rentan terhadap ras lainnya.
3. Aspek budidaya, mulai perencanaan tanam, persiapan tanam, pengolahan
tanah, pemupukan, penyiangan, dan pemeliharaan lain belum disengaja
agar tingkat penyakit tertekan. Selama ini, aspek budidaya masih lebih
ditujukan agar tanaman tumbuh subur, dan berproduksi tinggi, bukan
menjadi lebih tahan.
4. Musuh alami yang dimaksud dalam prinsip PHT kurang berkaitan dengan
musuh alami patogen tumbuhan. Permasalahannya adalah bahwa patogen
yang renik juga mempunyai musuh alami yang renik pula, sehingga tidak
mudah dipahami petani. Demikian juga, ternyata belum banyak penelitian
yang mengungkap tentang bahaya pestisida terhadap kelestarian musuh
alami patogen tumbuhan.

14 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


5. Masalah lainnya adalah bahwa pengamatan mingguan tidak mudah
diterapkan untuk penyakit tertentu yang menyebabkan kerusakan secara
cepat dan keberadaannya sangat tergantung cuaca, seperti hawar daun
kentang dll. Untuk kasus demikian justru yang diperlukan adalah
pengamatan terhadap cuaca untuk meramalkan kapan datangnya penyakit.
Ternyata, teknologi peramalan penyakit tumbuhan masih sangat minim
dikembangkan di Indonesia. Nampaknya teknologi peramalan nasib justru
lebih berkembang di negara kita.
6. Untuk menjadikan petani sebagai ahli PHT dengan metode SLPHT
ternyata terbentur pada kurangnya materi tentang aspek patogen, penyakit
dan pengendaliannya terutama untuk komoditas tertentu.

2.4. Konsep Pengendalian OPT


2.4.1. Pengendalian Hama

Organisme pengganggu tanaman ini terdiri dari hama, gulma dll. Untuk
cara menanggulangi hama berbeda dengan gulma, untuk mengendalikan hama
konsep pengendalian telah mengalami evolusi dari tahun ke tahun makin cangih
dan sebagian besar menjadi makin efektif. Metode pertama kali yang digunakan
dalam mengendalikan hama yang tidak diragukan lagi adalah menangkap,
menapis atau memukul serangga dan invertebrata kecil lainnya. Contoh awal
penggunaan konsep pengendalian OPT adalah penggenangan atau pembakaran
lahan untuk memusnahakan gulma serangga dan hama invertebrata lainnya, serta
pengunaan boneka sawah untuk mengusir burung-burung. pemanfaatan musuh
alami untuk mengendalikan hama sudah dimulai beberapa ribu tahun sebelumnya.
Meskipun demikian demonstrasi pentingya pendekatan ini baru terlihat pada
pemanfaatan metode pengendalian biologi untuik melawan serangan kutu bersisik
(cottony cushion scale). Tetapi kemudian muncul wacana penggunaan pestisida
kimia, dengan konsep ini sedikit demi sedikit hama dapat dikendalikan, disamping
mempunyai dampak positif terdapat pula dampak negatifnya yaitu penggunaan
pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya:
mengakibatkan resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya

15 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan
kesehatan bagi pengguna (Oka 1995), bahkan beberapa pestisida disinyalir
memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global warming) dan
penipisan lapisan ozon (Reynolds, 1997).

Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida, saja, memiliki


pertimbangan yang kurang terhadap aspek-aspek lain dari sistem pertanian.
Penyemprotan insektisida sering dilakukan berdasarkan kepada jadwal kalender
dan tanpa pengetahuan tentang fenologi hama, kerapatan, dan potensi kerusakan.
Penggunaan bahan kimia yang rendah biaya dan berdampak kuat ini telah
menekan pengembangan mekanisme lain untuk pengendalian hama. Pendekatan
ini juga telah merubah pola pikir petani dari melindungi tumbuhan pertanian
menjadi membunuh serangga.

Praktek seperti ini hanya bertahan dalam waktu singkat, dan sejalan
dengan perjalanan waktu akan muncul resistensi terhadap insektisida dan
kemunculan masalah-masalah lain secara bertahap. Jadi, penting sekali untuk
dipahami bahwa pengendalian hama pada dasarnya adalah masalah ekologi.
Berikut beberapa konsep pengendalian hama yang berkembang dari tahun ke
tahun:

a. Pengendalian Secara Bercocok Tanam

Pengendalian hama secara bercocok tanam atau pengendalian agronomic


bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga
lingkungan tersebut menjadi kurang cocok bagi kehidupan dan pembiakan hama
sehingga dapat mengurangi laju peningkatan populasi dan peningkatan kerusakan
tanaman. Kecuali itu pengelolaan lingkungan tanaman melalui teknik bercocok
tanam ini juga ditujukan agar lingkungan tersebut dapat mendorong berfungsinya
musuh alami secara efektif. Istilah pengendalian secara bercocok tanam atau
dalam bahasa inggris cultural control sudah lama dikembangkan. Umumnya
teknik bercocok tanam yang digunakan adalah teknik bertanam yang sudah ada
dan kurang melihat perpaduannya dengan teknik lain seperti pemanfaatan musuh
alami. Dalam rangka sistem PHT akhir-akhir ini teknik pengendalian secara

16 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


bercocok tanam telah dikembangkan menjadi penghertian yang lebih luas yaitu
pengelolaan ekologi. (Pedigo,1989).

Pengendalian secara bercocok tanam merupakan usaha pengendalian yang


bersifat preventif yang dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan harapan
agar populasi hama tidak meningkat sampai melebihi ambang pengendaliannya.
Oleh karena itu, penerapan teknik ini perlu direncanakan jauh sebelumnya agar
hasilnya memuaskan. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi hasil
pengendalian teknik pengendalian secara bercocok tanam perlu dipadukan dengan
teknik pengendalian hama lainnya sesuai dengan prinsip-prinsip PHT. Karena
teknik pengendalian ini merupakan bagian teknik bercocok tanam yang umum
untuk memperoleh produktivitas tinggi, petani tidak perlu mengeluarkan biaya
khusus untuk pengendalian. Oleh karena itu, teknik pengendalian ini merupakan
teknik pengendalian yang murah. Teknik pengendalian ini tidak mengakibatkan
pencemaran bagi lingkungan, dan mudah dikerjakan oleh petani baik secara
perseorangan maupun secara kelompok.

b. Pengendalian Dengan Tanaman Tahan Lama

Pengendalian hama dengan cara menanam tanaman yang tahan terhadap


serangan hama telah lama dilakukan dan merupakan cara pengendalian yang
efektif, murah dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan varietas tahan
hama akhir-akhir ini berhasil mengendalikan hama wereng coklat padi. Di luar
tanaman padi penggunaan varietas tahan hama di Indonesia masih terbatas karena
masih langkanya tersedia varietas atau tanaman yang memiliki ketahanan p. Saat
ini lebih dari 80% pertanaman padi di Indonesia yang luas panennya meliputi
areal sekitar 10 juta hektar merupakan varietas unggul yang berproduksi tinggi
produksi dan tahan terhadap hama wereng coklat. Karena sifatnya yang
berproduksi tinggi produksi beras di Indonesia dapat meningkat. Meskipun
keberhasilan telah dicapai oleh teknik pengendalian tersebut, tetapi karena
terjadinya keseragaman genetik yang besar pada ekosistem persawahan, sifat
ketahanan suatu varietas padi seringkali tidak berjalan lama. Hama dalam hal ini
wereng coklat karena proses seleksi alami mampu mematahkan sifat ketahanan

17 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


tersebut. Dalam membicarakan prinsip dan teknik hama dengan tanaman tahan
harus mulai mempelajari fenomena evolusioner antara tanaman dan herbivora
yang kemudian bagaimana memanfaatkan sifat-sifat ketahanan alami tersebut
untuk memperoleh varietas tahan lama yang diinginkan.

Ketahanan atau resistensi tanaman yang merupakan pengertian yang


bersifat relatif karena untuk melihat ketahanan suatu jenis tanaman, sifat tanaman
yang tahan harus dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau peka.
Tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit
bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat populasi
hama yang sama dan keadaan lingkungan yang sama. Jadi pada tanaman yang
tahan, kehidupan dan perkembangbiakan serangga hama menjadi lebih terhambat
bila dibandingkan dengan apabila sejumlah populasi tersebut berada pada
tanaman yang tidak atau kurang tahan. Sifat ketahanan yang dimiliki oleh
tanaman dapat merupakan sifat asli atau terbawa keturunan (faktor genetik) tetapi
dapat juga karena keadaan lingkungan yang menyebabkan tanaman tahan terhadap
serangan hama.

c. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanik

Dibandingkan dengan teknik pengendalian hama lainnya pengendalian


fisik dan mekanik merupakan teknologi pengendalian hama yang paling kuno
dilakukan oleh manusia sejak manusia mengusahakan pertanian. Pengendalian
dilakukan dengan mematikan hama yang menyerang dengan tangan atau dengan
bantuan peralatan. Meskipun cara pengendalian tersebut merupakan cara yang
paling kuno teapi masih dipraktekkan sampai saat ini karena kesederhanaannya
dan kemudahannya. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang
kita lakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung mematikan hama,
mengganggu aktivitas fisiologi hama yang normal dengan cara lain di luar
pestisida dan mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan
menjadi kurang sesuai bagi kehidupan hama. Perbedaan pengendalian fisik dan
mekanik tindakan mengubah lingkungan memang ditujukan khusus untuk
mematikan atau menghambat kehidupan hama, dan bukan merupakan bagian dari

18 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


praktek budidaya atau bercocok tanam yang umum seperti pengendalian secara
bercocok tanam.

Pengendalian fisik dan mekanik harus dilandasi oleh pengetahuan yang


menyeluruh tentang ekologi serangga hama dan adanya kenyataan bahwa setiap
jenis serangga memiliki batas toleransi terhadap faktor lingkungan fisik seperti
suhu, kebasahan, bunyi, sinar, spektrum elektromagnetik, dll. Dengan mengetahui
ekologi serangga hama sasaran kita dapat mengetahui kapan, dimana, bagaimana
tindakan fisik dan mekanik dilakukan agar memperoleh hasil yang efektif dan
efisien. Tanpa pengetahuan yang lengkap kemungkinan besar akan memboroskan
tenaga, waktu, dan biaya yang besar tetapi populasi hama yang terbunuh atau
dihambat kehidupannya hanya sedikit. Meskipun pengendalian ini merupakan
yang paling klasik namun tetap memerlukan adanya penelitian dan informasi yang
relevan seperti untuk teknik pengendalian yang lain.

d. Pengendalian Hayati

Berbeda dengan pendekatan pengendalian hama yang konvensional PHT


lebih mengutamakan berjalannya pengendalian hama yang dilakukan oleh
berbagai musuh alami hama. Dalam keadaan seimbang musuh alami selalu
berhasil mengendalikan populasi hama sehingga tetap berada di bawah aras
ekonomik. Dengan memberikan kesempatan sepenuh-penuhnya kepada musuh
alami untuk bekerja berarti menekan sedikit mungkin penggunaan pestisida.
Pestisida sendiri secara langsung dan tidak langsung dapat merugikan
perkembangan populasi musuh alami. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah
pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama
yang merugikan.

Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan


dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali dari
parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali utama hama yang bekerja
secara “density-dependent” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan
perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomik bagi petani disebabkan karena keadaan

19 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk
menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami diberikan kesempatan untuk
menjalankan fungsinya antara lain dengan jalan rekayasa lingkungan seperti
introduksi musuh alami, memperbanayak dan melapaskannya, serta mengurangi
berbagai dampak negatif terhadap musuh alami, maka musuh alami akan dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.

Sesuai dengan konsepsi dasar PHT pengendalian hayati memgang peranan


yang menentukan karena semua usaha teknik pengendalian yang lain secara
bersama ditujukan untuk mempertahankan dan memperkuat berfungsinya musuh
alami sehingga populasi hama tetap berada di bawah aras ekonomik.
Dibandingkan dengan teknik-teknik pengendalian yang lain terutama pestisida,
pengenalian hayati memiliki tiga keuntungan utama yaitu permanen, aman, dan
ekonomi.

Dikatakan permanen karena demikian pengendalian hayati berhasil, musuh


alami telah menjadi lebih mapan dan selanjutnya secara alami musuh alami akan
mampu menjaga populasi hama dalam keadaan yang seimbang di bawah aras
ekonomi dalam jangka waktu yang panjang. Pengendalian hayati aman bagi
lingkungan karena tidak memiliki dampak samping terhadap lingkungan terutama
terhadap serangga atau organisme bukan sasaran. Karena musuh alami adalah
khas inang. Meskipun pernah terjadi ketahanan suatu jenis hama terhadap
serangan musuh alami anatra lain dengan membentuk kapsul dalam tubuh inang,
namun kejadian tersebut sangat langka. Pengendalian hayati juga relatif ekonomik
karena begitu usaha tersebut berhasil tidak diperlukan lagi tambahan biaya khusus
untuk pengendalian hama yang diupayakan kemudian hanya menghindari
tindakan-tindakan yang merugikan perkembangan musuh alami.

e. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian kimiawi yang dimaksudkan di sini adalah penggunaan


pestisida untuk mengendalikan hama agar hama tidak menimbulkan kerusakan
bagi tanaman yang diusahakan. Pestisida mungkin merupakan bahan kimiawi
yang dalam sejarah umat manusia telah memberikan banayak jasanya baik dalam

20 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


bidang pertanian, kesehatan, pemukiman, dan kesejahteraan masyarakat yang lain.
Berkat pesitisida manusia telah dapat dibebaskan dari ancaman berbagai penyakit
yang membahayakan seperti malaria, DBD, dll. Berbagai jenis serangga vektor
penyakit manusia yang berbahaya telah berhasil dikendalikan dengan pestisida.
Pada mulanya produksi pertanian juga berhasil ditingkatkan karena pemakaian
pestisida yang dapat menekan populasi hama dan kerusakan tanaman akibat
serangan hama. Karena keberhasilan tersebut dunia pertanian pestisida seakan-
akan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budidaya segala jenis tanaman
baik tanaman pangan maupun perkebunan. Meskipun pestisida memiliki banyak
keuntungan seperti cepat menurunkan populasi hama, mudah penggunaannya dan
secara ekonomik menguntungkan namun dampak negatif penggunaannya semakin
lama semakin dirasakan oleh masyarakat. Dampak negatif pestisida yang
merugikan kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup semakin lama
semakin menonjol dan perlu memperoleh perhatian sungguh-sungguh dari
masyarakat dan pemerintah. Seperti diuraikan di atas damapak negatif pestisida
ini yang mendorong dikembangkannya konsep PHT. Diharapakan dengan PHT
dapat meningkatakan efisiensi penggunaan pestisida sehingga secara keseluruhan
diperoleh hasil pengelolaan ekosistem yang optimal.

2.4.2. Pengendalian Gulma

Gulma yang selalu tumbuh di sekitar pertanaman (crop) mengakibatkan


penurunan laju pertumbuhan serta hasil akhir. Adanya gulma tersebut
membahayakan bagi kelangsungan pertumbuhan dan menghalangi tercapainya
sasaran produksi pertanaman pada umumnya. Usaha manusia dalam mengatasi hal
tersebut dapat berupa pemberantasan atau pengendalian, tergantung pada keadaan
tanaman, tujuam bertanam, dan biaya. Budidaya pada tanaman dan pengelolaan
masih merupakan usaha yang cukup memadai dalam pertanian. Dengan
ditemukannya herbisida, peristiwa peracunan dan dosis dalam derajad
pengendalian masih perlu dipertimbangkan, demikan pula tentang selektivitas
“mode of action” dan efek residu. Pemberantasan gulma dilaksanakan bila gulma
itu benar-benar “jahat”, tumbuh di suatu tempat tertentu dalam lintasan yang

21 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


cukup sempit dan dapat membahayakan lingkungan. Dengan demikian tujuan
pemberantasan gulma semata-mata untuk membasmi tumbuhnya tumbuhan itu
selengkapnya.

Adapun pengendalian dilaksanakan, bila gulma tumbuh pada area tertentu


disekitar pertanaman, dan tidak seluruh waktu tumbuh gulma akan mempengaruhi
pertumbuhan pertanaman seluruhnya. Hanya pada saat-saat tertentu (saat periode
kritis) saja gulma tersebut harus diberantas. Dengan demikian tujuan
pemberantasan dan pengendalian gulma berbeda. Pengendalian gulma
dilaksanakanpada saat tertentu, yang bila tak diberantas pada saat itu akan benar-
benar menurunkan hasil akhir pertanaman. Pengendalian terhadap gulma yang
berkembang luas dan sulit untuk dibasmi secara menyeluruh, bila dikerjakan akan
memakan biaya cukup mahal dan hasil pertanaman secara ekonomis tidak
memadai. Pengendalian gulma hendaknya dilaksanakan jika kita telah memiliki
pengetahuan tentang gulma itu. Bagaimana gulma itu dibiakan, disebarkan,
bagaimana bereaksi dengan perubahan lingkungan, dan bagaimana dapat
beradaptasi dengan lingkungan tersebut, ataupun bagaiman tanggapnya terhadap
perlakuan zat kimia, serta panjang siklus hidupnya, seperti annual, biennial, dan
perennial. Namun panjang siklus hidup ini beragam dengan beda iklim.

Dengan pengalaman pengetahuan di atas, pengendalian gulma dapat


dibagi menjadi beberapa golongan yaitu secara:

a. Mekanik

Pengendalian gulma dengan cara ini hanya mengandalkan kekuatan fisik


atau mekanik, baik dengan tangan biasa, alat sederhana maupun alat berat.

 Pencabutan dengan tangan atau disebut penyiangan dengan tangan

Cara semacam ini sangat praktis, efisien, dan terutama murah jika diterapkan
pada suatu area yang tidak luas. Pencabutan dengan tangan ditujukan pada gulma
annual dan biennial. Untuk gulma perennial pencabutan semacam ini
mengakibatakan terpotong dan tertinggalnya bagian di dalam tanah yang akhirnya
kecambah baru dapat tumbuh. Pencabutan bagi jenis gulma yang terakhir ini
menjadi berulang-ulang dan pekerjaan menjadi tidak efektif. Pada taman, cara
pencabutan akan berhasil akan baik bila diberi air sampai basah benar, sehingga

22 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


memudahkan pencabutan. Pelaksanaan pencabutan terbaik adalah pada saat
sebelum pemebentuksn biji.

 Bajak tangan.

Alat semacam ini dinamakan most satisfactorily meets the weeds. Alat ini
sangat berguna pada halaman dan sebagai alat tambahan pengolah tanah dalam
penyiangan di segala jenis barisan pertanaman. Jenis gulma perennial yang
persisten dapat pula diberantas dengan alat ini. Dalam 3 sampai 4 bulan pertama
pembajakan dengan intrval 10 harian dianjurkan. Alat ini sangat praktis pula
dilaksanakan pada tempat yang tak dapat dijangkau dengan alat berat maupun
herbisida.

 Pengolahan tanah

Suatu usaha yang cukup praktis pada pengendalian gulma annual, biennial,
perennial, ialah cara pengolahan tanah. Dalam pengendalian gulma annual cukup
dibajak dangkal saja. Dengan cara ini gulma tersebut dirusakkan bagian atas tanah
saja. Sedang untuk biennal bagian atas tanah dan mahkota, dab bagi perennial
kedua bagian di bawah dan di atas tanah dirusakkan. Kebanyakan gulma annual
dapat dikendalikan hanay dengan sekali pemberoan. Bila tanah banyak
mengandung biji gulma yang viabel, maka perlu diikuti tahun kedua dengan
pertanaman barisan dan pengolahan yang bersih untuk mencegah pembentukan
biji. Sedangkan untuk gulma perennial, pemberoan semusim belum cukup.
Sebaiknya perlakuan digaabung dengan pengunaan herbisida dan pengolahan
yang bersih. Metoden ini cukup memadai dan beragam dengan spesies gulma,
usia infestasi dan sifat tanah, kesuburan serta kedalaman air tanah. Gulma
perennial yang berakar dangkal sekali pembajakan cukup dapat mereduser,
dengan “membawa” akar ke atas dan dikeringkan. Pembajakan di atas akan
menekan pemebentukan dan tunas baru. Untuk gulma perennial berakar dalam
pembajakan berulangkali dan pada interval teratur akan menguarangi
perkembangannya. Perlakuan ini akan menguras cadangan pangan dalam akar
dengan berulangkali merusak bagian atas. Pada tanah ringan dan kurang subur
perlakuan tersebut sangat berhasil. Dari pengolahan tanah dapat disimpukan
bahwa penimbunan titik tumbuh gulma dan mengganggu sistem perakaran dengan

23 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


pemotongan akar dapat membuat gulma mati, karena potongan-potongan akar
dapat mengering sebelum pulih kembali.

 Penggenangan

Pelaksanaan penggenangan pada umumnya berhasil untuk gulma perennial.


Penggenangan dibatasi dengan galangan, dengan tinggi kurang lebih 15-25 cm
selama 3-8 minggu. Sebelumnya dibajak terlebih dahulu dan tak dibenarkan ada
tumbuhan yang mencuat di atas permukaan air. Gulma “ganas” yang perennial
dan tumbuh dengan padi sawah pada umumnya diberantas dengan cara ini dan
sangat berhasil pada tanah ringan, sedang pada tanah keras dianjurkan.
Penggenangan dapat berhasil dengan memuaskan bila ketinggian air tidak
menyebabkan pertumbuhan baru, namun informasi andal tentang penggenangan
ini juga masih belum lengkap.

 Panas

Suhu tinggi menyebabkan panas. Panas dapat mengkoagulasikan protopalsma


dan mengurangi enzim. Titik mati menyebabkan sel tanaman karena panas
terletak antara 45◦-55◦ C. Api atau uap panas sehubungan dengan pengendalian
gulma mempunyai tujuan untuk: menghancurkan bagian atas gulma yang telah tua
atau terpotong oleh alat lain (api), pada tempat berbatu atau jalan kereta api, uap
panas dan hembusan api dapat dikerjakan lebih praktis, pada barisan tanaman
kapas biji gulma yang berkecambah dapat dibasmi oleh hembusan api, yang
dikerjakan berulang kali sejak batang tanaman bergaris tengah kurang lebih 0,5
cm, panas sering untuk membasmi biji yang terpendam (gulma perennial).

Pembakaran lebih sering untuk menghilangkan samapah bekas tanaman


daripada sebagai cara pengendalian. Hanya sebagian kecil biji gulma dapat
selamat, apabila masuk dalam celah-celah tanah, ikut “drift” dari angin atau aliran
air. Di lain pihak, api dapat memacu perkecambahan biji gulma tertentu yang
tertimbun tanah sangat dangkal. Meskipun pembakaran gulma tua tidak begitu
memadai, namun dapat membantu dalam hal: menghindari bahaya kebakaran,
membersihkan aliran air, membunuh hama dan penyakit yang bersarang pada
gulma dari sisa bajakan atau potongan, dan menghilangkan samaph itu sendiri.

24 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


 Pembubuhan mulsa

Untuk menghalangi sampainya cahaya matahari pada gulma dan menghalangi


pertumbuhan bagian atas, maka selapis bahan mulsa yang ditutupkan di atas
gulma akan sangat berhasil. Gulma perennial menghendaki selapis tebal jerami,
namun gulma yang mempunyai pertumbuhan vegetatif indertiminite kurang sesuai
dengan perlakuan ini. Tetapi perlakuan mulsa dengan jerami, dan lain-lain, hanya
dipergunakan dalam ukuran kecil saja.

b. Metode Pola Tanam Atau Persaingan

Bercocok tanam dengan cara bergiliran akan meningkatkan kemampuan


crop (pertanaman). Masing-masing crop berasosiasi dengan sejenis gulma tertentu
dengan khas. Menanam crop seperti ini terus menerus (beruntun) dapat
mengakibatkan akumulasi gulma, oleh karena itu, perencanaan pergiliran tanaman
tidak boleh mengabaikan faktor gulma. Pergiliran tanaman memberi kemungkinan
segolongan gulma tidak mempunyai kesempatan mengganggu perkembangan
pertanaman berikutnya. Pesaing kuat bagi suatu pertanaman memberi banyak
keuntungan. Misalnya, pertanaman itu cepat tumbuh, berkanopi lebat sehingga
cepat memberikan naungan pada daerah di bawahnya, dan cepat masak untuk
dipanen, karena persaingan yang diperebutkan adalah cahaya, air, dan nutrisi,
maupun ruangan.

c. Pengendalian Gulma Secara Biologis

Telah diketahui bahwa insekta dan jamur merupakan hama dan penyakit
bagi pertanaman. Di lain pihak ada insekta yang memakan gulma, maka
masalahnya lain. Insekta tersebut jadinya dapat memberantas gulma. Sebagai
contoh klasuik ialah setelah diperkenalkannya sejenis penggerek Argentine
(Cactoblastis cactorum) di Queensland, maka kaktus (Opuntia) yang menghuni
lahan seluas kurang lebih 25 juta ha selama 12 tahun dapat ditekan sampai 95%.
Demikian pula pengenalan insekta pemakan daun (Chryssalnia spp.) di California
dapat menekan sejenis gulma. Namun perlu diingat bahwa penggunaan musuh

25 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


gulma tersebut harus hati-hati, jangan sampai setelah gulma dimangsa, tanaman
pun dapat pula diganggu. Tidak lazim, ada pula, sejumlah hewan ternak yang
memakan rerumputan secara teratur dapat menekan sejenis gulma.

d. Pengendalian Gulma Secara Kultur Preventif (Pencegahan)

Pencegahan lebih baik daripada perawatan, karena itu harus menjaga benih
yang akan ditanamkan sebersih mungkin dan bebas dari kontaminasi dengan biji
gulma, juga pembuatan kompos harus sempurna, pengunaan alat pertanian harus
bersih, serta “menyaring” air pengairan agar tidak membawa biji gulma ke petak
pertanaman, ataupun lebih luasnya tidak membawa biji gulma masuk ke tempat
penampang air pengairan.

e. Pengendalian Gulma Secara Kultur Teknis

Membiarkan tumbuhan tinggal pada suatu lahan dapat mengakibatkan


tanah “terpegang” oleh perakaran dan jatuhnya air hujat tertahan oleh kanopi,
akibatnya erosi dapat dikurangi. Namun demikian pada suatu lahan yang
ditumbuhi sejenis atau beberapa jenis gulma, bila lahan tersebut hendak ditanami
dengan crop, perlu diadakan pengiolahan lahan terlebuh dahulu. Pengolahan tanah
yang cukup dalam dan berulangkali dapat menghancurkan tumbuhnya
kebanyakan gulma meskipun tindakan semacam ini memerlukan tambahan
tenaga. Saat pengolahan tanah yang tepat perlu dipertimbangkan, yaitu sebelum
pembentukan tunas, jangan sampai gulma berbunga apalagi membentuk biji.
Demikian pula, jenis alat pengolah akan memberi pengaruh pada “bersihnya”
pengolahan tanah dari gulma. Alat pengolah yang sederhana sampai sempurna
akan memberi beda pada timbulnya gulma selanjutnya. Alat sederhana
menggunakan tenaga manusia atau hewan, sedang yang sempurna boleh
disebutkan alat berat yang menggunakan mesin.

26 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


f. Pengendalian Gulma Secara Ekologis

Memodifikasikan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman


menmenjadi baik dan pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan
gulma menjadi buruk adalah cara lain dalam pengendalian gulma. Misalnya
mengubah kedudukan air dan nutrisi dalam tanah saat tertentu (pada saat ada atau
tiada tanaman yang tumbuh pada suatu lahan), dengan cara pemberoan setelah
suatu tanaman dipanen, ataupun pemberoan yagn diberi genangan. Di lain pihak
membuat drainase bagi tanah berair dapat membantu pengendalian gulma dan
pengolahan lebih awal dapat dilaksanakan.

g. Pengendalian Gulma Secara Terpadu

Akibat parahnya penekanan gulma pada pertumbuhan membuat para


petani berusaha dengan sunguh-sunguh dalam menanganinya. Suatu pengendalian
gulma yagn efektif melibatkan beberapa cara dalam waktu yang berurutan dalam
suatu musim tanam. Misalnya saja, satu jenis spesies pertanaman kurang mampu
menekan pertumbuhan gulma, pengendalian secara mekanik sendiri tidak
sempurna dalam mengatasi gulma tertentu. Maka timbul pemikiran bahwa paduan
antara beberapa cara pengendalian dalam satu musim tanam diharapkan dapat
mengatasi masalahnya. Seperti perpaduan antara pengendalian secara mekanik
diteruskan dengan pemberian herbisida pasca tumbuh, penggunaan herbisida pra-
tumbuh dan lain lagi perpaduan yang sekiranya dapat menekan infestasi gulma
yang sulit untuk dibasmi. Penentuan keputusan pelaksanaan pengendalian secara
terpadu sangat penting dalam keberhasilannya. Apakah perpaduan cara
pengendalian itu menguntungkan atau tidak. Kombinasi dalam perpaduan yang
tepat akan memberikan hasil yang maksimal dalam pengendalian gulma.

h. Pengendalian Gulma Secara Kimiawi

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian gulma dengan


menggunakan bahan kimiawi yang dapat menekan atau bahkan mematikan gulma.
Bahan kimiawi itu disebut herbisida: herba=gulma dan sida=membunuh; jadi zat
herbisida ialah zat kimiawi yang dapat mematikan gulma. Pengendalian dengan
cara ini membutuhkan alat penyebar herbisida serta pengetahuan tentang herbisida

27 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


itu sendiri, agar pengendalian yang dilakukan dapat berhasil. Namun secara garis
besar dapat diutarakan disini bahwa ada dua golongan utama herbisida yang
dengan sendirinya penggunaannya memberikan konsekuensi tertentu pula. Dua
golongan itu ialah herbisida selektif dan herbisida non selektif. Kebanyakan
herbisida akan lebih efektif pada gulma daun lebar, bila besar konsentrasi
herbisida yang dipergunakan tepat dan tepat pula saat pemberian yang
dibutuhkan. Sesuai dengan waktu pemberian, maka herbisida dapat diberikan
secara:

- Pra-pengolahan, sebelum pengolahan tanah, gulma yang di atas lahan


diberi herbisida untuk memudahkan pengolahan.
- Pra-tanam, setelah pengolahan tanah dan sebelum tanam herbisida
diberikan untuk menghambat pertumbuhan gulma dan memudahkan
menanam.
- Pra-tumbuh, setelah tanam, herbisida diberikan sebelum tanaman
maupun gulma muncul atau tumbuh.

Tentang arah penggunaan herbisida dengan alat penyemprot dapat diberikan


secara:

- Langsung pada gulmanya


- Langsung pada gulma yang tumbuh terpencar
- Langsung pada gulma dalam larikan
- Diberikan di atas tanaman
- Diberikan pada keseluruhan tanaman pada gulma.

2.5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992


Tentang Pertanian
Regulasi mengenai pertanian khususnya system budidaya dan
perlindungan tanaman telah ditetapkan pemerintah sejak dahulu untuk menunjang
sector pertanian di Indonesia (lihat lampiran bagian 2)

28 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


III. HAMA WALANG SANGIT (Leptcorisa oratorius) PADA
TANAMAN PADI (Oriza sativa L.)

3.1. Deskripsi Walang Sangit (Leptcorisa oratorius)


Walang sangit (Leptocorisa oratorius) adalah serangga yang menjadi hama
penting pada tanaman budidaya, terutama padi. Di Indonesia, serangga ini
disebut: kungkang (Jawa Barat ), pianggang (Sumatera), dan tenang (Madura).

Walang sangit menghisap cairan tanaman dari tangkai bunga (paniculae)


sehingga menyebabkan tanaman kekurangan hara dan menguning (klorosis), dan
perlahan-lahan melemah. Hama ini bukan saja dapat menurunkan hasil tetapi juga
menurunkan kualitas gabah seperti bintik-bintik coklat pada gabah akibat isapan
cairan dari hama tersebut pada saat padi matang susu. Nama hewan ini
menunjukkan bentuk pertahanan dirinya, yaitu mengeluarkan aroma yang
menyengat hidung (sehingga dinamakan "sangit").

3.1.1. Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Alydidae

Genus : Leptocorisa

Spesies : Leptocorisa acuta

3.1.2. Morfologi Walang Sangit

Walang sangit ini memiliki bentuk memanjang dan memiliki ukuran yang
berkisar rata – rata 2 cm bahkan lebih, memiliki warna kecoklatan kelabu dan

29 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


mempunyai belalai dengan panjang 0,5 – 1 cm berguna untuk menghisap daun,
dan bakal buah.

Selain itu, walang sangit ini memiliki bentuk kaki yang panjang sehingga
dapat melompat dengan jarak ½ – 1 meter dengan warna kecoklatan dan memiliki
kepala yang berbentuk kerucut dilengkapi dengan bagian mata bulat yang
berdampingan dengan belalainya. Pada bagian kaki walang sangit ini mempunyai
kaki enam bagian kaki dan dilengkapi dengan bagian sayap yang memiliki lebar
2-3 cm.

Walang sangit ini juga bermetamorfosis melalui perkembangan sel telur,


yang terdapat dua bagian utama yaitu nimfa dan imago. Telu walang sangit ini
memiliki bentuk bulat tidak beratur atau cakram berwarna merah gelap hingga
kecoklatan dan biasanya diletakan pada satu tanaman. Telur ini berjumlah 10 -20
butir perekornya.

Nimfa pada walang sangit ini memiliki warna kekuningan, dan terjadang
juga memiliki warna kehijauan mudah. Nimfa ini memiliki bentuk berukuran
kecil dan tidak memiliki sayap, dengan panjang rata – rata mencapai 14-17 mm
dan lebar mencapai 3-4 mm.

30 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


3.1.3. Siklus Hidup

Walang sangit (Leptocorisa acuta) mengalami metamorfosis sederhana


yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago (Harahap dan
Tjahyono, 1997). Walang sangit dewasa meletakkan telur pada bagian atas daun
tanaman khususnya pada area daun bendera tanaman padi. Lama periode bertelur
57 hari dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7
hari, terdapat lima instar pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama
preoviposition + 21 hari, sehingga lama satu siklus hidup hama walang sangit +
46 hari

Telur setelah menetas menjadi nimfa aktif bergerak ke malai mencari bulir
padi yang masih stadia masak susu sebagai makananan. Nimpa-nimpa dan dewasa
pada siang hari yang panas bersembunyi dibawah kanopi tanaman. Serangga
dewasa pada pagi hari aktif terbang dari rumpun ke rumpun sedangkan
penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau malam hari.

Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Lama periode
nimfa rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi
coklat kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa.
Walaupun demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada
periode nimfa. Bagian ventral abdomen walang sangit berwarna coklat kekuning-
kuningan jika dipelihara pada padi, tetapi hijau keputihan bila dipelihara pada
rumput-rumputan.

31 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran
panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm dengan tungkai dan antenna yang
panjang. Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1.

Tanaman padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi


dan berkembang biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen.
Banyaknya generasi dalam satu hamparan pertanaman padi tergantung dari
lamanya dan banyaknya interval tanam padi pada hamparan tersebut. Makin
serempak tanam makin sedikit jumlah generasi perkembangan hama walang
sangit.

Setelah menjadi imago, serangga ini baru dapat kawin setelah 4-6 hari,
dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit antara 32-43 hari.
Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari, sedangkan
serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari) (Siwi et al.,
1981).

3.1.4. Bioekologi

Selain padi, walang sangit juga mempunyai inang alternative yang berupa
tanaman rumput-rumputan antara lain : Panicum spp; Andropogon sorgum;
Digitaria consanguinaria; Eleusine coracoma; Setaria italica; Cyperus polystachys,
Paspalum spp; dan Pennisetum typhoideum.

Di alam hama walang sangit diketahui diserang oleh dua jenis parasitoid
telur yaitu Gryon nixoni Mesner dan O. malayensis Ferr. Parasitasi kedua
parasitoid ini di lapangan dibawah 50%. Pengamatan yang dilakukan pada tahun
1997 dan 2000 pada beberapa daerah di Jawa Barat menunjukkan parasitoid G.
nixoni lebih dominan dibandingkan dengan parasitoid O. malayensis. Parasitoid
O. malayensis hanya ditemukan pada daerah pertanaman padi di daerah agak
pegunungan dimana disamping pertanaman padi banyak ditanaman palawija
seperti kedelai atau kacang panjang O. malayensis selain menyerang telur walang
sangit juga menyerang telur hama Riptortus linearis dan Nezara viridula yang
merupakan hama utama tanaman kedelai. Berbagai jenis laba-laba dan jenis
belalang famili Gryllidae dan Tettigonidae menjadi predator hama walang sangit.

32 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Jamur Beauveria sp juga merupakan musuh alami walang sangit. Jamur ini
menyerang stadia nimpa dan dewasa (Balai Besar Penelitian tanaman padi, 2009).

Kemampuan berkembang biak serangga hama akan menentukan tinggi


rendahnya populasi hama. Apabila di telusuri lebih lanjut, kemampuan
berkembang biak itu bergantung pada kecepatan berkembang biak (rate of
multiplication) dan perbandingan sex ratio serangga hama. Kemudian kecepatan
berkembang biak di tentukan oleh kepribadian dan jangka waktu perkembangan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serangga, yaitu:

 Suhu, Suhu optimal untuk perkembang biakan walang sangit yaitu


sekitaran 27-30 % C.
 Waktu, Hal ini berkaitan dengan waktu pergantian siang, sore dan
malam hari. Waktu sore digunakan walang sangit untuk bertelur. Selain
itu perbandingan fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga
mempengaruhi kapan walang sangit akan menyerang yaitu umumnya
menyerang pada fase muda, sedangkan pada fase tua (generatif umur
tua) walang sangit tidak menyerang dan memilih untuk pindah ke inang
lain.
 Habitat, Habitat tempat lahan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan walang sangat antara lain letak sawah yang dekat
dengan perhutani, populasi gulma yang tinggi dan sistem budidaya
pertanian (penanaman serempak).

3.2. Kerugian yang Diakibatkan pada Tanaman Padi


Walang sangit menyerang tanaman padi terutama dengan merusak biji
padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap cairan susu dari biji padi
pada waktu fase awal pembentukan biji. Alat pengisapnya ditusukkan di antara
dua kulit penutup biji padi dan menghisap cairan susu dari biji yang sedang
berkembang. Akibat dari serangan ini akan mengurangi ukuran dan kwalitas biji
padi. Biji yang terkena serangan ini akan pecah pada waktu digiling menjadi beras
karena banyak biji yang tidak masak penuh.

33 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Walang sangit juga memakan bulir sebelum bunga membuka, dan malai
yang sedang bunting,tetapi akibat nyata dari serangan ini belum diketahui.
Dengan pengamatan ini dapat membantu menjelaskan bagaimana walang sangit
mampu bertahan untuk hidup di pertanaman sebelum fase masak susu.

Adapun beberapa gejala yang ditimbulkan dari serangan walang sangit


adalah :

1. Menghisap butir – butir padi yang masih cair.


2. Biji yang sudah diisap akan menjadi hampa, agak hampa, atau liat.
3. Kulit biji iu akan berwarna kehitam – hitaman.
4. Walang sangit muda (nimfa) lebih aktif dibandingkan dewasanya (imago),
tetapi hewan dewasa dapat merusak lebih hebat karenya hidupnya lebih
lama.
5. Walang sangit dewasa juga dapat memakan biji – biji yang sudah
mengeras, yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna
karbohidrat.
6. Faktor – faktor yang mendukung yang mendukung populasi walang sangit
antara lain sebagai berikut.

3.3. Pengendalian Hama Walang Sangit

Tanaman padi yang terserang hama walang sangit akan menghasilkan


beras dengan kualitas yang buruk, beras yang dihasilkan akan berubah warna
kekuningan dan mengapur sehingga daya jualnya akan rendah.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan


hama walang sangit:

3.3.1. Senatasi Lapangan

Walang sangit mempunyai inang yang cukup banyak berupa tanaman


rumput-rumputan. Untuk itu sebelum musim tanam sampai selesai panen harus
dilakukan pembersihan terhadap tanaman rumput-rumputan, sehingga tidak ada

34 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


tanaman inang alternatif yang dapat digunakan untuk bertahan hidup sebelum
menyerang tanaman padi.

Sanitasi lingkungan dengan membersihkan areal pertanaman padi terbukti


mampu menekan serangan hama walang sangit dan mencegah kerugian.
Pembersihan areal tanaman padi dari gulma dan rerumputan sebaiknya dilakukan
sejak sebelum penanaman hingga masa panen. Tanaman inang hama walang
sangit sangat banyak, yaitu semua jenis rerumputan. Oleh karenanya, pembersihan
gulma dilakukan sesering mungkin supaya tidak ada tanaman inang yang dapat
dimanfaatkan walang sangit untuk bertahan hidup dan berkembang biak.

3.3.2. Pola Tanam Serentak

Dalam satu hamparan padi yang luas, sebaiknya padi ditanam secara
serempak sehingga perkembangan hama walang sangit bisa diminimalisir. Selisih
waktu tanam dalam satu hamparan tidak boleh lebih dari 2,5 bulan.

35 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


3.3.3. Penggunaan Perangkap

Pada dasarnya walang sangit sangat tertarik pada bau yang menyengat.
Penggunaan bangkai keong mas/bekicot atau kepiting di tiap pematang sawah
dapat digunakan sebagai alternatif untuk pengendalian walang sangit. Keong mas
dan kepiting cukup di tumbuk dari cangkangnya kemudian diletakkan di atas
bambu yang sebelumnya di tancapkan ditiap pematang. Bangkai keong dan

kepiting dibiarkan membusuk hingga memancing walang sangit mendekat dan


berkumpul. Setelah terkumpul, walang sangit lalu dimusnahkan.

3.3.4. Pengendalian Secara Biologi

Pengendalian biologi adalah


pengendalian yang dilakukan dengan
agens hayati, yaitu dengan
memanfaatkan parasitoid dan jamur.
Salah satu agens hayati yang dapat
digunakan untuk menekan perkembangan
walang sangit adalah jamur Beauviria
bassiana dan Metharizum sp. Jamur
Beauviria bas siana ini menyerang
walang sangit pada stadia nimpa dan dewasa. Jamur ini menyerang kulit serangga

36 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


sehingga terinfeksi membentuk lapisan putih pada serangga hama dan
mengakibatkan kematian. Jamur Beauviria bassiana ini telah tersedia di lapangan
yaitu pada kios-kios pertanian dengan merk dagang Agens Hayati ” Bive-TM”.
Walang sangit tertarik oleh senyawa (bebauan) yang dikandung tanaman
Lycopodium sp dan Ceratophylum sp.

3.3.5. Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian walang sangit secara kimiawi adalah pengendalian yang


dilakukan dengan penyemprotan insektisida kimia. Pengendalian menggunakan
insektisida kimia dapat dilakukan jika populasi hama walang sangit berada pada
ambang kendali yaitu 6 ekor / m2. Penyemprotan insektisida sebaiknya dilakukan
ketika hama walang sangit aktif, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Penyemprotan
dilakukan menjelang tanaman padi memasuki stadia berbunga dan setelah
memasuki stadia masak susu. Banyak jenis insektisida yang dapat digunakan
untuk mengendalikan walang sangit, misalnya insektisida yang berbahan aktif
pronil, MIPC, BPMC, propoksur atau metolkarb . Hindari menggunakan
insektisida yang berbentuk granul/butiran seperti karbofuran, karbofuran sangat
berbahaya bagi lingkungan dan manusia.

37 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


IV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Walang sangit menyerang tanaman padi terutama dengan merusak biji


padi yang sedang berkembang dengan cara menghisap cairan susu dari biji padi
pada waktu fase awal pembentukan biji. Alat pengisapnya ditusukkan di antara
dua kulit penutup biji padi dan menghisap cairan susu dari biji yang sedang
berkembang.

Adapun cara mengatasi hama ini dengan cara :

1. Senatasi lapangan
2. Pola tanam serentak
3. Penggunaan perangkap
4. Pengendalian secara biologi
5. Pengendalaian secara kimia

38 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1992. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12


TAHUN 1992. http://perundangan.pertanian.go.id/admin/uu/UU-12-92.pdf
[Diakses pada tanggal 7 Oktober 2019 pukul 19.10 WIB]

Anonimous. 2012. Hama Tanaman Padi. http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2012-2-


54211-613410089-bab1-18012013010949.pdf [Diakses pada tanggal 20
Oktober 2019 pukul 21.00 WIB]

Anonimous. 2012. Orde Baru. https://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru [Diakses


pada tanggal 20 Oktober 2019 pukul 16.50 WIB]

Anonimous. 2012. Sejarah Perlindungan Tanaman di Indonesia.


http://artikeltani.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html [Diakses pada tanggal 7 Oktober 2019 pukul 20.30 WIB]

Anonimous. 2015. Organisme Pengganggu Tanaman.


https://pertaniansehat.com/read/2015/10/12/organisme-pengganggu-
tanaman-opt.html [Diakses pada tanggal 18 Oktober 2019 pukul 16.50
WIB]

Anonimous. 2016. Pengendalian Walang Sangit. https://mitalom.com/cara-tepat-


mengendalikan-hama-walang-sangit-pada-tanaman-padi/ [Diakses pada
tanggal 20 Oktober 2019 pukul 21.30 WIB]

Anonimous. 2017. Serangga Vektor.


http://seranggavektor.biologi.ugm.ac.id/2017/07/19/mari-mengenal-
keragaman-serangga-vektor-di-sekitar-kita/ [Diakses pada tanggal 19
Oktober 2019 pukul 14.30 WIB]

Fardi, A. 2011. Siklus Hidup Walang Sangit.


http://aliefardi.blogspot.com/2011/03/siklus-hidup-walang-sangit.html
[Diakses pada tanggal 20 Oktober 2019 pukul 19.00 WIB]

Hamsin. 2015. Walang Sangit.


http://hamsinahali1994.blogspot.com/2015/12/walang-sangit.html
[Diakses pada tanggal 21 Oktober 2019 pukul 11.00 WIB]

Sitinjak, D. 2017. Kerugian Akibat Serangan Hama dan Penyakit pada Tanaman.
https://www.academia.edu/6841096/kerugian_akibat_serangan_hama_dan
_penyakit_pada_tanaman [Diakses pada tanggal 7 Oktober 2019 pukul
21.00 WIB]

39 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Sulistiya. 2010. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Universitas
Janabadra.

40 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


LAMPIRAN

1. Repelita pada masa Orde Baru


 Pelita I
Pelita I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan
menjadi landasan awal pembangunan masa Orde Baru. Tujuan Pelita I
adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah
pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari
hasil pertanian.

 Pelita II
Pelita II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret
1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup
berhasil. Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60%
dan pada akhir Pelita I inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada
tahun keempat Pelita II inflasi turun menjadi 9,5%.

 Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret
1984.[butuh rujukan] Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada
Trilogi Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan.

41 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


 Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989.
Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian untuk menuju
swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung
pembangunan pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi
resesi.[butuh rujukan] Untuk mempertahankan kelangsungan
pembangunan ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter
dan fiskal. Dan pembangunan nasional dapat berlangsung terus.

 Pelita V
Pelita V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini
pembangunan ditekankan pada sector pertanian dan industri. Pada
masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi yang baik,
dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun.[butuh rujukan]
Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang
menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding
sebelumnya.

 Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program
pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi
dipandang sebagai penggerak pembangunan. [butuh rujukan] Namun
pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah
menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan
runtuhnya pemerintahan Orde Baru.

42 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992

Tentang Pertanian

Pasal 20
1) Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama
terpadu.
2) Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.

Pasal 21
Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan
tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;
c. eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.

Pasal 22
1) Dalam pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana
dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam
keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya
alam dan/atau lingkungan hidup.
2) Ketentuan mengenai penggunaan sarana dan/atau cara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

43 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Pasal 23
Setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang dimasukkan ke
dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan
dari wilayah negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina tumbuhan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 24
1) Setiap orang atau badan hukum yang memiliki atau menguasai tanaman harus
melaporkan adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan pada
tanamannya kepada pejabat yang berwenang dan yang bersangkutan harus
mengendalikannya.
2) Apabila serangan organisme pengganggu tumbuhan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), merupakan eksplosi, Pemerintah bertanggung jawab
menanggulanginya bersama masyarakat.

Pasal 25
1) Pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya eradikasi
terhadap tanaman dan/atau benda lain yang menyebabkan tersebarnya
organisme pengganggu tumbuhan.
2) Eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan apabila
organisme pengganggu tumbuhan tersebut dianggap sangat berbahaya dan
mengancam keselamatan tanaman secara meluas.

Pasal 26
3) Kepada pemilik yang tanaman dan/atau benda lainnya dimusnahkan dalam
rangka eradikasi dapat diberikan kompensasi.
4) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan hanya atas
tanaman dan/atau benda lainnya yang tidak terserang organisme pengganggu
tumbuhan tetapi harus dimusnahkan dalam rangka eradikasi.

44 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi


Pasal 27
Ketentuan mengenai pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu
tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 butir b dan butir c serta
ketentuan mengenai kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diatur
lebih lanjut d.ngan Peraturan Pemerintah.

45 | DasLinTan – Hama Tanaman Padi

Anda mungkin juga menyukai