Latar Belakang
Predator adalah binatang yang memburu dan memakan atau menghisap cairan
tubuh mangsanya. Contoh : Lycosa pseudoannulata (laba-laba).
Parasitoid adalah serangga yang hidup sebagai parasit pada atau di dalam serangga
lainnya (serangga inang) hanya selama masa pra dewasa (masa larva). Imago
hidup bebas bukan sebagai parasit dan hidup dari memakan nektar, embun madu,
air dan lain-lain. Contoh : Diadegma semiclausum (parasitoid terhadap ulat daun
kubis).
Patogen adalah mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan menimbulkan
penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme yang dapat menimbulkan
penyakit pada serangga disebut mikroorganisme entomopatogen, yang terdiri dari
cendawan, bakteri dan virus.
Agens antagonis adalah mikroorganisme yang mengintervensi/menghambat
pertumbuhan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan.
Pengendalian hayati memiliki dua sisi, satu sisi ada yang kelebihannya dan di
sisi lain ada kelemahannya.
a) Selektifitas yang tinggi, agens hayati hanya membunuh OPT dan tidak membunuh
organisme non OPT ataupun musuh alami. Dengan demikian tidak akan terjadi
resurgensi atau ledakan OPT sekunder.
c) Agens hayati (parasitoid dan predator) dapat mencari sendiri inang atau
mangsanya.
f) Pengendalian ini dapat berjalan dengan sendirinya karena sifat agens hayati
tersebut.
g) Tidak ada pengaruh samping yang buruk seperti pada penggunaan pestisida.
Pengendalian hama dan penyakit secara bilogis atau hayati dapat dilakukan
dengan caramenggunakan makhluk hidup lain selain dari jasad pengganggunya dan
tanaman budidaya itu sendiri. Dari kegiatan pemakaian jasad pengganggu untuk
pengendali tersebut dapat dikatagorikan menjadi beberapa strategi yaitu
5) Augmentasi artinya usaha mempertinggi daya guna musuh alami yang ada di
lapangan yaitu dengan membiakan jenis musuh alami atau makhluk pengendali di
laboratorium lalu dilepaskan ke lapangan untuk menambah populasi yang masih
sedikit agar efektif mengendalikan jasad pengganggu.
Hama yang umumnya terdapat pada tanaman cabai di Indonesia
adalah jenis T. parvispinus, lalat buah (Bactrocera sp.), kutu kebul (Bemisia
tabaci), kutu daun persik (Myzus persicae), kutu daun (Aphididae), dan
tungau (Polyphagotarsonemus latus dan Tetranychus sp.). Dari keempat
jenis hama utama tersebut, trips dan lalat buah merupakan jenis serangga
hama yang mendominasi karena menimbulkan kerusakan yang cukup serius
pada pertanaman di lapangan.
Jenis trips yang berasosiasi dengan tanaman cabai adalah T.
parvispinus jenis trips yang umumnya dijumpai pada tanaman cabai.
Serangan trips yang tinggi pada suatu area pertanaman dapat
mengakibatkan kehilangan hasil panen sebesar 13% sampai 64%
Kehilangan hasil panen sebesar 100% juga dapat terjadi apabila trips yang
menyerang pertanaman berperan sebagai vektor virus, karena tanaman
yang terinfeksi akan mengalami gejala pada daun, seperti bercak dan bintik,
klorosis, nekrotik, malformasi, layu, hingga tanaman menjadi kerdil dan
mati. Peranan trips sebagai hama pada tanaman disebabkan oleh aktivitas
makannya yang menimbulkan kerusakan. Gejala yang terlihat pada
tanaman berupa bintik putih atau merah pada bunga dan bercak
keperakan pada daun, daun menjadi keriting dan tunas terminal menjadi
kerdi. Semua gejala tersebut akan mengganggu proses fotosintesis T.
parvispinus merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting pada
cabai. Serangan trips pada musim kemarau umumnya lebih tinggi
bila dibandingkan musim penghujan.
Thrips parvispinus jantan & betina
Azmi. 2017. Pengertian, Prinsip Dasar dan Konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). Http://milton.com/pengertian-prinsip-dasar-dan-konsep-pengendalian-
hama-terpadu-pht/. Diakses pada 26 November 2019.