Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan kritis pada saat ini sangatlah luas dengan  kondisi sangat memprihatinkan, masalah
semak belukar, rumput ilalang yang tinggi ataupun gundulnya lahan menjadi kesulitan untuk
dijadikan lahan produktif. Perlu sentuhan dari berbagai pihak yang peduli, sehingga lahan
tersebut menjadi produktif dan dapat menjadi saluran berkah bagi banyak orang, khususnya
petani penggarap setempat.
POTENSI yang sangat besar terkandung dilahan kritis tersebut, dan itu dapat menjadi sebuah
sumber pendapatan bagi banyak orang. Tanpa adanya  uluran tangan kesadaran dari pihak
yang peduli, potensi itu tidak akan muncul bahkan  akan terkubur sangat dalam, seiring
dengan semakin bertambahnya perjalanan waktu.
Tanah, udara, air, api, tumbuhan, binatang serta semua yang terkandung di bumi ini adalah di
peruntukan untuk kebutuhan hidup makhluk Tuhan yang bernama MANUSIA. Hubungan
yang Terbentuk dari rasa saling membutuhkan dan berakibat pada keuntungan secara
bersama menjadi dasar kebersamaan yang terlahir  dari ungkapan hati “PEDULI”. Yang
lemah membutuhkan yang kuat, yang kuat membutuhkan yang lemah, yang kecil
membutuhkan yang besar,  yang besar membutuhkan yang kecil, dan lain sebagainya.
Adapun Nilai ekonomi yang timbul hasil dari  hubungan kebersamaan tersebut adalah
dampak positip dari kepedulian. Besar atau kecilnya nilai ekonomi yang didapat tergantung
pada seberapa besar keikhlasan ataupun keseriusan dari kepedulian itu.
Seiring bertambahnya waktu dan semakin berkurangnya keseimbangan bumi beserta alam
lingkungan ini, sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan manusia, sadar ataupun tidak sadar
kegiatan-kegiatan manusia menyebabkan perubahan keseimbangan bumi dan merusak alam
lingkungan, seperti penipisan lapisan Atmosfir Bumi yang memicu pemanasan Global
(Global Warming), pencemaran udara, air dan tanah, menimbulkan berbagai macam bencana
terjadi, keterbatasan ketersediaan kebutuhan manusia yang ada di alam, kesulitan memenuhi
kebutuhan hidup, bahkan menimbulkan karakter-karakter moral calon generasi penerus yang
jauh dari kecintaan akan alam lingkungan ini.
BAB II
MORFOLOGI DAN ANATOMI

A. MORFOLOGI

 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Fabales
Famili : Fabaceae
Sub Famili : Mimosoidae
Marga : Paraserianthes
Jenis : Paraserianthes falcataria
Sinonim : Albizia moluccana Miq. Albizia falcataBacker; Albizia falcataria (L.)
Fosberg.
Nama lokal/daerah : Sengon (umum), jeungjing (Sunda), sengon laut (Jawa), sika
(Maluku), tedehu pute (Sulawesi), bae, wahogon (Irja).

Deskripsi
 botani
1. Batang
Pohon berukuran sedang sampai besar, tinggi dapat mencapai 40 m, tinggi batang bebas
cabang 20 m. Tidak berbanir, kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Diameter
pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih. Tajuk berbentuk perisai, jarang, selalu hijau.

2. Daun
Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda panjang dapat mencapai 40 cm, terdiri dari 8
– 15 pasang anak tangkai daun yang berisi 15 – 25 helai daun, dengan anak daunnya kecil-
kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan
dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
3. Akar
Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya
tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya
berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon
menjadi subur.

4. Bunga
Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna
putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga
jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga.

5. Buah
Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, tidak bersekat-sekat dan panjangnya sekitar 6 –
12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil, waktu muda
berwarna hijau dan jika sudah tua biji akan berubah kuning sampai berwarna coklat
kehitaman,agak keras, dan berlilin

6. Benih
Pipih, lonjong, 3 – 4 x 6 – 7 mm, warna hijau, bagian tengah coklat. Jumlah benih 40.000
butir/kg. Daya berkecambah rata-rata 80%. Berat 1.000 butir 16 – 26 gram.
Kegunaan
Merupakan kayu serba guna untuk konstruksi ringan,
kerajinan tangan, kotak cerutu, veneer, kayu lapis, korek api, alat musik,
pulp. Daun sebagai pakan ayam dan kambing. Di Ambon kulit batang digunakan
untuk penyamak jaring, kadang-kadang sebagai pengganti sabun. Ditanam sebagai pohon
pelindung, tanaman hias, reboisasi dan penghijauan.

B. ANATOMI
Nama botanis: (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen), syn. Albizia falcata Backer,
famili Mimosaceae. Nama daerah :Albizia, bae, bai, jeungjing, jeungjing laut,
jing laut, rare, salawaku, salawaku merah, salawaku putih, salawoku, sekat,
sengon laut, sengon sabrang, sika, sika bot, sikas, tawa sela, wai, wahagom,
wiekkie.Nama lain : Batai (Malaysia Barat, Sabah, Philipina, Inggris, Amerika
Serikat, Perancis, Spanyol, Italia, Belanda, Jerman); kayu machis (Sarawak);
puah (Brunei). Penyebaran : Seluruh Jawa, Maluku, Irian Jaya.
Ciri umum : Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging)
warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasar dan
merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin
atau licin dan agak mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, tetapi bau tersebut
lambat laun hilang jika kayunya menjadi kering. Sifat kayu : Kayu sengon termasuk kelas
awet IV/V dan kelas IV-V dengan berat jenis 0,33 (0,24-0,49). Kayunya lunak dan
mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2,5 persen dan
5,2 persen (basah sampai kering tanur). Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak
semudah kayu meranti merah dan dapat dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang
berarti. Cacat pengeringan yang lazim adalah kayunya melengkung atau memilin.
(Martawijaya dan Kartasujana, 1977).
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan
rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lain
BAB III
PEMBAHASAN

A. KEBUTUHAN KAYU

Kebutuhan kayu untuk pasar global pada tahun 2001 saja mengalami kekurangan yang
semakin meningkat tajam sementara pada saat yang bersamaan terjadi proses penyempitan
kawasan hutan. Kenyataan tersebut telah membuka pasar yang lebar bagi siapapun yang
melakukan investasi dalam bidang perkayuan ini. Kawasan hutan tropis mengalami
kerusakan yang cukup parah. Penebangan tanpa diimbangi dengan upaya regenerasi serius
menjadi penyebab utama masalah ini. Kerusakan hutan di kawasan tropis meningkatkan suhu
bumi dan menipiskan kadar oksigen bumi. Kenyataan tersebut telah ikut mendorong
organisasi international perkayuan (ITTO) untuk ikut serta menentukan masa depan
perdagangan kayu tropis. Organisasi ITTO (International Tropical Timber Organization)
telah mengumumkan beberapa langkah untuk melindungi hutan tropis yang telah
dilaksanakan mulai tahun 2002. Menjelang abad yang mendatang, ITTO menggunakan syarat
bahwa kayu-kayu tropis tidak boleh diekspor kecuali kayu tersebut merupakan hasil
pengolahan. Oleh karena itu sangat diperlukan program pembudidayaan kayu secara
komersial untuk menghasilkan kayu bermutu dengan nilai yang lebih tinggi.

B. SEKILAS TENTANG GMELINA (JATI PUTIH)

Nama botani : Gmelina arborea Roxb.


Famili : Verbenaceae.
Nama daerah : Gmelina, Gamalina, Jati Putih, Jati Bodas.
Gmelina terdiri dari 33 jenis tersebar dari Pakistan dan India, Srilanka, Asia Tenggara sampai
Australia. Ada 12 jenis di Asia Tenggara.
Gmelina adalah jenis yang paling dikenal terutama di Asia Tenggara untuk penanaman pohon
fast growing.
Pada umur 5 tahun tinggi pohon Gmelina dapat mencapai 30 m, diameter 30 cm, pada usia
tua diameter bisa mencapai 140 cm, bentuk batang silindris, tidak berbanir, tajuk membulat.
Kayu teras berwarna abu-abu muda keputih-putihan atau kekuning-kuningan
Berat jenis Gmelina adalah 0,41; kelas kuat III dan keawetan gmelina termasuk kelas awet V.
Kayu Gmelina dipakai untuk berbagai keperluan khususnya untuk bahan kontruksi,
pertukangan, packing, furniture, pulp dan venir. Selain itu juga untuk flooring, alat musik,
korek api, partikel board dan bahan bodi kendaraan
Silvikultur:
Gmelina dapat tumbuh baik di daerah dengan musim kemarau yang basah maupun kering,
yaitu pada tipe curah hujan A sampai D. Jenis ini tumbuh pada tanah yang agak liat dan kurus
dengan ketinggian sampai 1000 m dpl. Permudaan dilakukan secara buatan dengan bibit yang
berasal dari penyemaian biji. Jarak tanam 2 x 2 m atau 3 x 3 m.

C.    NILAI EKONOMI

Budidaya Gmelina akan memberikan keuntungan yang sangat menggiurkan apabila


dikerjakan secara serius dan benar. Perkiraan dari penjualan dari pola tanam 3x3m atau 1100
pohon/ha, berumur 5 tahun rata-rata terendah sebanyak 550 m3 per ha. Prediksi harga kayu
Gmelina pada 5 tahun mendatang Rp1,2 juta/m3. Dengan harga jual Rp 1,2 juta per m3 dan
produksi 550 m3, maka omset dari penanaman Gmelina mencapai Rp. 600 juta per ha. Saat
ini harga per m3 Gmelina berdiameter 25 cm Rp. 850.000,- , kalau seandainya saja harga
jualnya tak terkerek naik pun, hasil Investasi nya masih sangat menguntungkan.

Informasi Harga kayu Gmelina per kubik pada tahun 2012 :


1.    Diameter       30-39 cm, Rp. 1.000.000,-
2.    Diameter       40-49 cm, Rp. 1.100.000,-
3.    Diameter         > 50 cm, Rp. 1.200.000,-

Harga ini diprediksi akan mengalami kenaikan seiring dengan tingkat kebutuhan/permintaan
yang semakin bertambah tiap tahunnya, sedangkan persediaan kayu Gmelina semakin lama
semakin terbatas. Dalam 1 Ha lahan dapat ditanam 1100 batang bibit Gmelina dengan jarak
tanam 3x3 m, dan dapat ditanam 2500 batang bibit Gmelina jika ditanam dengan jarak tanam
2x2 m.

D. HIDUP LAGI, EKSPOR KAYU JATI PUTIH


Kendari, Tribun – Pengusaha di Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menjajaki ekspor kayu
jati putih (gemelina arborea) ke Jepang setelah terhenti selama hampir 10 tahun.
“Pada 1998 hingga 2002 ekspor kayu jati pernah kami lakukan namun terhenti karena
ketersediaan bahan baku lokal terbatas,” kata salah seorang eksportir kayu jati  Ilham Tahir di
Kendari, Kamis (15/10).
Menurut Ilham, prospek ekspor kayu jati cukup besar namun karena ketersediaan bahan baku
pada waktu itu yang terbatas,  kegiatan ekspor pun hanya dilakukan pada waktu tertentu.
Namun, belakangan ini tanaman kayu jati putih yang dikembangkan masyarakat di sejumlah
daerah di Sultra rata-rata sudah mulai berproduksi namun terkendala pada masalah
pemasaran. “Dengan peluang ini, kami akan kembali berupaya untuk kegiatan ekspor dengan
harapan ketersediaan bahan baku mencukupi,” katanya dikutip Antara.
Di Jepang, bahan baku kayu jati putih tersebut digunakan untuk berbagai kebutuhan industri
perabot rumah tangga yang menghasilkna berbagai produk cinderamata bernilai jual karena
serat dan warna kayu  bila sudah diolah hasilnya cukup bagus. Bahkan, pengusaha di Jepang
menjadikan produk kayu jati putih untuk menghiasi bagian atas (langit-langit) rumah, hotel,
dan restoran mewah.
“Meskipun dari segi kualitas kayu itu masuk dalam kategori  sebagai kayu kelas bawah,
namun karena proses pengolahannya dengan menggunakan teknologi maju, harga jual
dipasaran tetap bersaing dengan produk kayu kualitas tinggi,” katanya.
Ilham yang juga sabagai tokoh masyarakat yang merintis usaha pengembangan dan
penyediaan bibit kayu jati putih pada era 1997 itu mengatakan, luas areal tanaman kayu jati
milik petani yang siap diproduksi saat ini mencapai ribuan hektare.
“Kalau harga kayu jati putih pada 2000-an hanya berkisar antara Rp 5 juta per ha, dengan
permintaan pasar mancanegara saat ini harganya bisa mencapai Rp 50-Rp100 juta per
hektare, tergantung pada diameter kayu tersebut,” katanya.(tb)
(sumber : Tribun Timur)
DAFTAR PUSTAKA

Martawijaya. A, I. Kartasujana. 1977.


Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Publikasi Khusus No.
41. LPHH, Bogor.
Praptoyo,H.,2005. Studi
Perbandingan Metode Sampling Bor Riap dengan Disk untuk Pengukuran Proporsi dan
Dimensi Serat Kayu Sengon Salomon (Paraserianthes falcataria, (L.)
Nielsen) J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol.3 • No. 2 • 2005
MAKALAH
MIKROBOLOGI PERTANIAN
(Habitat Jati Putih)

Anda mungkin juga menyukai