Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH DASAR DASAR AGRONOMI

HAMA DAN PENYAKIT JAGUNG MANIS

Oleh:

ALYATUL ILHAM

(1754211048)

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini Penulis membahas mengenai Hama dan penyakit
tanaman jagung manis.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang
dapat membangun.Kritik konstruktif dari pembaca sangat di harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Pekanbaru, April 2018

Penulis

I
DAFTAR ISI
Kata pengantar.............................................................................................................................i

Daftar isi.....................................................................................................................................ii

Bab i pendahuluan......................................................................................................................1

1.1 Latar belakang.......................................................................................................................1


1.2 Tujuan pembuatan makalah..................................................................................................2
1.3 Manfaat pembuatan makalah................................................................................................2

Bab ii pembahasan......................................................................................................................3

2.1 Hama tanaman jagung manis................................................................................................3


2.1 Penyakit tanaman jagung manis...........................................................................................9

Bab iii Kesimpulan dan saran...................................................................................................14

3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................14
3.2 saran....................................................................................................................................14

Daftar pustaka............................................................................................................................ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Jagung manis atau sweet corn (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan salah satu jenis
jagung yang mempunyai kandungan gula tinggi. Biji jagung manis mengandung pati dan gula
bebas sehingga memiliki rasa manis ketika baru dipanen. Rasa manis ini dapat bertahan selama
dua hari dalam suhu ruang karena gula yang terbentuk belum berubah menjadi pati. Banyak
kultivar jagung manis yang memiliki kandungan provitamin A (kriptosantin) yang tinggi, suatu
pigmen karotenoid (Rubatzky dan Yamaguchi 1995). Tongkol adalah bentuk Produksi jagung
manis, yang akan menentukan besaran hasil yang diperoleh dari suatu proses budidaya
(Surtinah & Lidar, 2017). Produksi jagung manis akan berkurang jika Jenis tanah didominasi
oleh Podsolik Merah Kuning (PMK) yaitu tanah mengandung sedikit unsur hara, sedikit
mengandung bahan organik, dan pH yang rendah (Surtinah & Lidar, 2012).

Jagung manis memiliki daya adaptasi yang baik sehingga dapat ditanam di berbagai elevasi,
dengan syarat kesuburan tanah cukup mendukung (Thompson dan Kelly 1957). Tanaman ini
dapat dipanen ketika berumur 18-24 hari setelah penyerbukan (Rubatzky dan Yamaguchi 1995),
yang memungkinkan frekuensi penanamannya lebih sering dibandingkan dengan jagung biasa.
Keuntungan lain dari jagung manis adalah sisa brangkasan yang masih hijau dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Jagung manis dapat dibudidayakan baik secara monokultur, tumpangsari,
tumpang gilir maupun campuran. Budidaya tumpangsari dapat meningkatkan pendapatan
persatuan luas lahan karena adanya efisiensi lahan, waktu, dan biaya terutama biaya pengolahan
tanah dan pupuk. Selain itu, pola tumpangsari dapat menekan populasi hama. Keanekaragaman
dan kelimpahan artropoda pada pertanaman tumpangsari cenderung lebih tinggi, karena
menyediakan relung lebih banyak dibandingkan pertanaman monokultur (Russell 1989).
Keanekaragaman artropoda yang tinggi mendorong terjadinya kestabilan populasi, sehingga
serangan hama cenderung akan lebih rendah (Price 1984).

Peningkatan pendapatan petani dengan pola tumpangsari dapat diketahui dengan melakukan
analisis usahatani. 2 Faktor pembatas utama dalam budidaya jagung manis adalah gangguan
organisme pengganggu tanaman (OPT), karena jagung manis merupakan salah satu jenis
tanaman yang rentan terhadap serangan berbagai jenis hama dan patogen tanaman. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa faktor lain yang mempunyai kontribusi sebagai penyebab
rendahnya tingkat produktivitas jagung manis adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah serta
rendahnya kualitas benih. Informasi mengenai hama dan penyakit perlu diketahui dalam
budidaya tanaman apapun termasuk jagung manis.

1
Dengan demikian pengelolaan hama dan penyakit tersebut dapat dilakukan secara efektif dan
efisien.
1.2 tujuan pembuatan makalah

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui jenis hama dan penyakit

1.3 manfaat pembuatan makalah

Manfaat makalah ini adalah memberikan informasi mengenai berbagai jenis hama dan penyakit
yang menyerang tanaman jagung manis

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hama Tanaman Jagung Manis

a. Penggerek Batang Jagung, O. furnacalis (Lepidoptera:Pyralidae)

O. furnacalis termasuk ke dalam ordo Lepodoptera dan famili Pyralidae.Hama ini tersebar luas
di Asia dan Australia dan dapat menyerang tanaman jagung baik pada fase vegetatif maupun
fase generatif.Kerusakan tanaman terjadi karena larva menggerek bagian batang tanaman
untuk mendapatkan makanan.Beberapa peneliti mengemukakaan bahwa gerekan O. furnacalis
pada batang tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan hasil tanaman jagung (Nafus dan
Schreiner 1991).

Imago O. furnacalis dapat meletakkan telur 300-500 butir dan umumnya meletakkan telur
secara berkelompok di permukaan bawah daun pada tanaman yang berumur 2 minggu
terutama pada daun muda yaitu tiga daun teratas (Kalshoven 1981).Jumlah telur tiap kelompok
sangat beragam antara 30-50 butir atau bahkan dapat lebih dari 90 butir.Puncak peletakan
telur terjadi pada stadia pembentukan malai sampai keluarnya bunga jantan.Kelompok telur
yang diletakkan selama fase pembentukan bunga jantan sampai rambut tongkol berwarna
coklat, larvanya memberi kontribusi terbesar terhadap kerusakan tanaman (Subandi et al.
1988).

Larva instar pertama langsung berpencar segera sesudah menetas ke bagian tanaman yang lain.
Pada stadia pembentukan malai larva instar I hingga instar III akan makan daun muda yang
masih menggulung dan pada permukaan daun yang terlindung dari daun yang telah membuka.
Sekitar 67-100% dari larva instar I dan 7 II berada pada bunga jantan. Larva instar III masih
sebagian besar berada pada bunga jantan meskipun sudah ada pada bagian tanaman yang lain.
Instar IV hingga VI mulai menggerek pada bagian buku dan masuk ke dalam batang. Larva
masuk ke dalam batang dan menggerek ke bagian atas.Dalam satu lubang dapat ditemukan
lebih dari satu larva.Gejala visual serangan O. furnacalis pada batang adalah adanya lubang
gerek pada batang serta terdapatnya kotoran larva di dekat lubang tersebut. Apabila batang
dibelah akan tampak liang gerek larva di dalam batang (Malijan dan Sanchez, 1986 dalam
Subandi et al. 1988). Menurut Culy (2001), gerekan larva pada batang menyebabkan kerusakan
jaringan pembuluh sehingga menggangu proses transportasi air dan unsur hara dan
mengakibatkan pertumbuhan terhambat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil
tanaman.
3
Selain itu, sering ditemukan juga larva instar I-III makan pada pucuk tongkol dan rambut
tongkol. Instar berikutnya makan pada tongkol dan biji. Larva yang akan membentuk pupa
membuat lubang keluar yang ditutup dengan lapisan epidermis. Sebagian stadia larva
ditemukan makan pada sorgum, Panicum viride, Amaranthus dan berbagai jenis tumbuhan lain
apabila tanaman jagung sudah dipanen.

Pengendalian O. furnacalis dapat dilakukan secara kultur teknis, hayati maupun kimiawi. Kultur
teknis yaitu dengan tumpangsari jagung dengan kedelai atan kacang tanah, pemotongan
sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris tanaman), dan waktu tanam yang tepat. Pengendalian
hayati yaitu dengan pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid Trichogramma spp., predator
Euborellia annulata memangsa larva dan pupa O. furnacalis, bakteri Bacillus thuringiensis
Kurstaki mengendalikan larva O. furnacalis, cendawan sebagai entomopatogenik adalah
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae mengendalikan larva O. furnacalis.
Pengendalian kimiawi yaitu penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos,
triazofos, diklhrofos, dan karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek batang jagung.

b. Ulat tongkol, Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera: Noctuidae)

Salah satu hama utama yang menyerang jagung di setiap daerah sentra maupun
pengembangan adalah ulat penggerek tongkol Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera:
Noctuidae) (Baco dan Tandiabang 1988 dalam Anonim 8 2000).Beberapa inang yang diserang
ulat penggerek tongkol jagung antara lain tomat, kedelai, kapas, tembakau, dan sorgum
(Kalshoven 1981).Di Indonesia serangga ini dijumpai pada ketinggian 2000 m dpl. Serangga ini
merupakan hama penting pada kapas di Indonesia dan Filipina. Imago meletakkan telur pada
malam hari dan sering dijumpai pada rambut tongkol jagung.Telur diletakkan satu per satu di
atas rambut jagung.Setelah menetas larva berpindah ke bagian tongkol jagung yang masih
muda dan memakan langsung biji-biji jagung.Seekor betina dapat meletakkan telur hingga 1000
butir.Stadium telur 2-5 hari. Larva yang baru menetas akan makan pada rambut tongkol dan
kemudian membuat lubang masuk ke tongkol. Ketika larva makan akan meninggalkan kotoran
dan tercipta iklim mikro yang cocok untuk pertumbuhan cendawan yang menghasilkan
mikotoksin sehingga tongkol rusak.

Larva H. armigera memiliki kebiasaan makan secara berpindah dari satu buah ke buah lainnya,
sehingga jumlah buah yang dirusak selalu lebih banyak daripada jumlah larva yang ada pada
tanaman (Daha et al. 1998).Penggerek ini juga dapat menyerang tanaman muda terutama pada
pucuk atau malai yang dapat mengakibatkan tidak terbentuknya bunga jantan, berkurangnya
hasil dan bahkan tanaman dapat mati (Subandi et al. 1988).

4
Larva muda berwarna putih kekuning-kuningan dengan toraks berwarna hitam. Stadium larva
terdiri dari 6 instar dan berjumlah antara 17-24 dalam satu tongkol. Larva instar terakhir akan
meninggalkan tongkol dan membentuk pupa dalam tanah. Stadium pupa berkisar antara 12-14
hari.Dari telur hingga stadia dewasa berupa kupu-kupu kecil berkisar 35 hari dan terbang
mengisap madu dari bunga (Kalshoven 1981).

Gejala serangan ulat penggerek tongkol dimulai pada saat pembentukan kuncup bunga dan
buah muda. Menurut Daha et al. (1998), tanaman tomat atraktif terhadap peneluran H.
armigera selama berlangsung fase pembungaan. Larva H. armigera masuk ke dalam buah
muda, memakan biji-biji jagung karena larva hidup di dalam buah, biasanya serangan serangga
ini sulit diketahui dan sulit dikendalikan dengan insektisida (Sarwono 2003).Aplikasi insektisida
tidak berpengaruh terhadap peletakan telur (Daha et al. 1998).Pengendalian ketika larva
berukuran besar dapat berakibat kurang menguntungkan karena kerusakan 9 buah mungkin
sudah terjadi. Antara tingkat serangan ulat penggerek tongkol dengan produksi didapatkan
hubungan yang mempunyai korelasi positif nyata r = 0,80 dengan persamaan penduga Y = 2,88
– 0,058 x. Dari persamaan ini dapat diduga bahwa dalam setiap peningkatan 1% serangan ulat
penggerek mengakibatkan penurunan produksi jagung sebesar 0,058% (Sarwono 2003). Oleh
karena itu, upaya pengendalian sebaliknya dilaksanakan pada saat larva masih kecil sebelum
menimbulkan banyak kerusakan pada tongkol (Daha et al. 1998).

Pengendalian H. armigera dapat dilakukan dengan cara hayati, kultur teknis, dan kimiawi.
Pengendalian hayati yaitu menggunakan parasitoid Trichogramma spp. yang merupakan parasit
telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada larva muda, cendawan
Metarhizium anisopliae menginfeksi larva, bakteri Bacillus thuringensis dan virus Helicoverpa
armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) menginfeksi larva. Pengendalian kultur teknis
yaitu pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat
mengurangi populasi H. armigera berikutnya. Pengendalian kimiawi yaitu dengan
penyemprotan insektisida Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada tongkol
dan diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat.

5
c. Kutu Daun, Rhopalosiphum maidis Fitch. (Homoptera: Aphididae)

Kutu daun termasuk ke dalam ordo Homoptera dan famili Aphididae.Kutu daun biasanya
membentuk koloni yang besar pada daun.Betina bereproduksi secara partenogenesis (tanpa
kawin). Umumnya, stadia nimfa terdiri atas empat instar (Kalshoven 1981). Stadium nimfa
terjadi selama 16 hari pada suhu 150 C, sembilan hari pada suhu 200 C, dan lima hari pada suhu
300 C. Seekor betina yang tidak bersayap mampu melahirkan rata-rata 68,2 ekor nimfa,
sementara betina bersayap melahirkan 49 nimfa. Lama hidup imago adalah 4-12 hari. Ketiadaan
fase telur di luar tubuh R. maidis betina karena proses inkubasi dan penetasan terjadi dalam
alat reproduksi betina dan diduga telur tidak mampu bertahan pada semua kondisi lingkungan.
Serangga ini lebih menyukai suhu yang hangat. Imago lebih aktif di lapangan pada suhu 170 C
dan 270 C. Gejala Serangan R. maidis dalam kelompok yang besar mengisap cairan daun dan
batang, akibatnya 10 warna dan bentuk daun tidak normal yang pada akhirnya tanaman
mengering Kutu daun R. maidis menghasilkan embun madu yang dikeluarkan melalui sersinya,
sehingga membentuk embun jelaga berwarna hitam yang menutupi daun sehingga
menghalangi proses fotosintesis. Pengendalian hama ini dapat menggunakan musuh alami yaitu
dengan parasitoid Lysiphlebus mirzai (Famili: Braconidae). Coccinella sp. dan Micraspis sp. juga
dapat dimanfaatkan sebagai predator. Selain itu, pengendalian dengan kultur teknis juga dapat
dilakukan yaitu dengan penanaman jagung secara polikultur karena akan meningkatkan predasi
dari predator kutu daun dibandingkan dengan penanaman secara monokultur.

d.Belalang, Oxya spp. (Orthophtera: Acrididae)

Genus Oxya spp. (Orthophtera: Acrididae) pada umumnya terdapat di dataran rendah pada
pertanaman padi dan padang rumput tetapi dapat pula dijumpai di dataran tinggi. Spesies Oxya
sp. merupakan hama yang cukup penting pada beberapa tanaman pangan. Oxya sp. memiliki
kisaran inang yang cukup luas, diantaranya jagung, kacang-kacangan, padi, kapas dan gandum
(Kalshoven 1981).Oxya sp. tergolong dalam famili Acrididae, ordo Orthoptera.Species Oxya sp.
yang telah diketahui di dunia berjumlah 18 species yang tersebar diberbagai tempat. Di Cina
dilaporkan bahwa belalang ini merupakan hama penting yang menyerang tanaman padi dan
rumput-rumputan (CPC 2000).

Imago betina Oxya sp. meletakkan telur secara berkelompok dan ditutupi dengan zat yang
menyerupai busa.Telur-telur tersebut diletakkan di dalam tanah atau jaringan tanaman
padi.Telur Oxya sp. berwarna coklat kekuningan berbentuk silinder menyerupai butiran gabah.
Satu kelompok telur rata-rata berisi sembilan butir dan umumnya kelompok telur tersebut akan
menetas pada pagi hari empat minggu setelah peletakkan (Kalshoven 1981).
6
Nimfa terdiri dari lima instar yang masing-masing dapat dibedakan dari ukuran dan warna.
Nimfa instar I berukuran 7 mm, berwarna hitam mengkilap kehijauan dengan mata majemuk
abu-abu keperakan. Nimfa instar 2 berukuran 6- 11 mm, dengan warna hitam memudar. Nimfa
instar 3 berukuran 9-14 mm, berwarna coklat kehijauan dan sudah terbentuk bakal sayap.
Nimfa instar 4 berukuran 12-17 mm, berwarna hijau kecoklatan dengan bakal sayap mencapai
11 mesotoraks dan metatoraks. Nimfa instar 5 berukuran 16-22 mm, bakal sayap mencapai
abdomen ruas ketiga. Lama stadium nimfa berkisar antara 51- 73 hari.

Imago jantan umumnya berukuran 18-27 mm, sedangkan imago betina antara 24-43,5 mm.
Imago berwarna hijau kekuningan atau kuning kecoklatan dan tampak mengkilat. Imago jantan
mempunyai sepasang garis terang dikepala dan bagian dorsal sedangkan pada imago betina
terdapat garis gelap dibagian mata hingga pangkal sayap (CPC 2000).

Beberapa musuh alami berupa parasitoid dan predator telah dilaporkan dapat mengendalikan
populasi Oxya sp. musuh alami tersebut diantaranya adalah larva Systoechus sp. (Diptera:
Bombyliidae). Selain itu, burung dan laba-laba dapat menurunkan populasi Oxya sp. (CPC
2000).Musuh alami Oxya sp. dari golongan patogen serangga adalah Metarhizium anisopliae.

Dalam penelitian yang telah dilakukan, patogen ini digunakan sebagai biopestisida yang mampu
mengendalikan 70-90% belalang selama kurun waktu 14-20 hari (Pabbage et al. 2007).

f.Tikus, Rattus argentiventer

Tanaman jagung manis yang diserang tikus biasanya adalah jagung manis yang ditanam pada
lahan sawah setelah padi. Tikus tersebut adalah dari spesies Rattus argentiventer.Tikus
memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupannya.Di antara
kelima organ inderanya, hanya penglihatan yang kurang baik, namun kekurangan ini ditutupi
oleh indera lainnya yang berfungsi dengan baik.

Tikus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap cahaya.Meski indera penglihatannya kurang
berfungsi dengan baik.Indera penciuman tikus berfungsi dengan baik.Hal ini ditunjukkan oleh
aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala dan mengendus pada saat mencium bau pakan, tikus
lain, dan musuhnya.Indera pendengarannya juga berfungsi dengan sempurna karena mampu
mendengar suara pada frekwensi audibel (40 kHz), dan frekwensi ultrasonik (100 kHz).Dengan
indera perasa, tikus mampu mendeteksi zat yang pahit, beracun, atau tidak enak.

Tikus termasuk pemakan menyukai hampir semua makanan yang dimakan manusia. Dalam
kondisi cukup makanan, tikus beraktivitas sejauh rata-rata 30 m dan tidak pernah lebih dari 200
m. Jika kondisi tidak menguntungkan, jarak 12 tempuh tikus dapat mencapai 700 m atau lebih.
Populasi tikus dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik.
7
Faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap dinamika populasi tikus adalah air dan
sarang, sementara faktor biotik adalah tanaman dan hewan kecil sebagai sumber pakan,
patogen, predator, tikus lain sebagai pesaing, dan manusia.

Tikus biasanya menyerang tanaman jagung pada fase generatif atau fase pengisian tongkol.
Tongkol yang sedang matang susu dimakan oleh tikus sehingga tongkol menjadi rusak.
Umumnya tikus makan biji pada tongkol mulai dari ujung tongkol sampai pertengahan tongkol.

8
2.2 Penyakit Tanaman Jagung Manis

a. Bulai (Peronosclespora maydis (Rac.)) Shaw.

Penyakit yang sering terjadi pada tanaman jagung adalah penyakit bulai atau downy mildew
yang disebabkan oleh Peronosclespora maydis (Rac.) Shaw. yang sejak lama telah menimbulkan
kerugian yang cukup besar, sehingga penyakit ini banyak dikenal petani. Penyakit bulai
merupakan penyakit epidemik yang menyerang hampir disetiap musim terutama pada tanaman
jagung yang ditanam di luar musim tanam atau terlambat tanam (Sudana et al. 2002).P. maydis
merupakan patogen yang cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga
100% atau puso seperti yang pernah terjadi di Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al.1996).

Gejala akibat patogen ini pada permukaan daun terdapat garis-garis berwarna putih sampai
kuning diikuti dengan garis-garis klorotik sampai coklat Tanaman yang terinfeksi pada waktu
masih sangat muda biasanya tidak membentuk buah.Bila infeksi terjadi pada tanaman yang
sudah tua, tanaman dapat tumbuh terus dan membentuk buah (Semangun 2004).Buah sering
mempunyai tangkai yang panjang dengan kelobot yang tidak menutup pada ujungnya dan
hanya membentuk sedikit biji (tongkol tidak sempurna).Patogen berkembang secara sistemik
sehingga bila patogen mencapai titik tumbuh, maka seluruh daun muda yang muncul kemudian
mengalami klorotik, sedang daun pertama sampai keempat masih terlihat sebagian hijau.Ini
merupaka ciri-ciri dari infeksi patogen melalui udara tetapi bila biji jagung sudah terinfeksi
maka bibit 13 muda yang tumbuh meperlihatkan gejala klorotik pada seluruh daun dan
tanaman cepat mati (Subandi et al. 1988).Bila patogen dalam daun yang terinfeksi pertama kali
tidak dapat mencapai titik tumbuh, gejala hanya terdapat pada daun-daun yang bersangkutan
sebagai garis-garis klorotik, yang disebut juga sebagai gejala lokal (Semangun 1968).Di
permukaan bawah daun yang terinfeksi, banyak terbentuk tepung putih yang merupakan spora
patogen tersebut.

Patogen membentuk dua tipe hifa di dalam jaringan daun yaitu hifa kurang bercabang dan hifa
banyak bercabang, dan berkelompok.Patogen membentuk haustoria dalam sel-sel inang untuk
menyerap makanan.

Patogen dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam embrio biji yang terinfeksi.Bila biji ini
ditanam, patogen ikut berkembang dan menginfeksi bibit.Selanjutnya, dapat menjadi sumber
inokulum (penyakit).Infeksi terjadi melalui stomata daun jagung muda (di bawah umur satu
bulan).Jamur berkembang secara lokal atau sistemik.Sporangia dan sporangiospora dihasilkan
pada permukaan daun yang basah dalam gelap.Sporangia berperan sebagai inokulum sekunder.

9
Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan, pemusnahan
tanaman terinfeksi, pencegahan dengan fungisida berbahan aktif metalaksil, pengaturan waktu
tanam agar serempak, dan pergiliran tanaman.

b. Karat (Puccinia sorghi Schwein.)

Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Penyakit
karat disebabkan oleh Puccinia sorghi Schwein.P. sorghi lebih banyak terdapat di pegunungan
beriklim tropik dan di daerah beriklim sedang.Gejala yang tampak pada tanaman adalah pada
permukaan daun atas dan bawah terdapat bercak-bercak kecil bulat sampai oval, berwarna
coklat sampai merah orange karena cendawan ini membentuk urediosorus panjang atau bulat
panjang pada daun. Epidermis pecah sebagian dan massa spora dibebaskan menyebabkan
urediosorus berwarna coklat atau coklat tua. Urediosorus yang masak berubah menjadi hitam
bila teliospora terbentuk (Semangun 2004).

P. sorghi mempunyai uredospora berwarna coklat, berbentuk bulat sampai elip, dengan ukuran
21-30 x 24-33 μm. Tebal dinding spora 1,5-2 μm. Tiap sel mempunyai dua inti. Teliospora yang
menggantikan uredospora di dalam pustul 14

berwarna coklat keemasan, halus, berbentuk bulat sampai elip, dua sel, ukuran 14- 25 x 28-46
μm (White 1999).

Pada P. sorghi, teliospora berkecambah membentuk basidia yang memproduksi basiodiospora


kecil, berdinding tipis, hialin, haploid.Basidiospora berkecambah dan mengadakan penetrasi
pada daun Oxalis spp. membentuk spermagonia dengan spermatia kecil pada permukaan atas
daun.Spermatia mengadakan fusi dengan hipa lentur untuk memasuki stadia aecia di
permukaan bawah daun Oxalis spp., selanjutnya terbentuk aeciospora.Aeciospora berinti dua
dan mudah diterbangkan oleh angin sampai jatuh pada daun jagung dan menginfeksinya.Pada
daun jagung uredospora terbentuk (Subandi et al. 1988).

P. sorghi berkembang baik pada suhu 16-230 C dan kelembaban udara tinggi.Patogen ini dapat
mempertahankan diri pada tanaman jagung yang hidup dan dapat disebarkan melalui
penyebaran angin dan menginfeksi tanaman jagung lainnya (Semangun 2004).Selain pada
jagung, cendawan ini telah diketahui membentuk uredium dan telium pada Euclaena mexicana,
Tripsacum sp., dan Erianthus sp (Subandi et al. 1988).

Cendawan ini tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak dapat mempertahankan diri
pada sisa-sisa tanaman jagung.Tidak terdapat bukti-bukti bahwa cendawan ini
mempertahankan diri dalam biji yang dihasilkan oleh tanaman sakit (Holliday 1980 dalam
Semangun 2004).
10
Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan cara menanam varietas tahan, menjaga
sanitasi lingkungan di pertanaman tanaman jagung manis, aplikasi pestisida pada saat mulai
tampak bisul karat pada daun.

c. Hawar daun (Helminthosporium turcicum Pass.)

Penyakit hawar daun disebabkan oleh Helminthosporium turcicum Pass. Patogen ini menyerang
bagian daun tanaman dengan gejala mula-mula terlihat bercak kecil berbentuk oval kemudian
bercak berkembang menjadi hawar berwarna hijau keabu-abuan atau coklat, dengan panjang
hawar 2,5-15 cm. Bercak-bercak ini pertama kali terdapat pada daun-daun bawah (tua)
kemudian berkembang menuju daun-daun atas (muda). Bila infeksi cukup berat, tanaman cepat
mati, dengan hawar berwarna abu-abu seperti terbakar atau mengering.Tongkol tidak terinfeksi
walaupun hawar dapat terjadi pada kelobot. Biasanya 15 gejala ini akan cepat menyebar
dengan cepat pada cuaca yang lembab. Penyakit ini dapat berkembang dengan bantuan curah
hujan yang tinggi, suhu yang relatif rendah dan intensitas penyinaran matahari yang kurang
(Sudjono 1989 dalam Subandi et al. 1988). Produktivitas tanaman jagung manis secara
signifikan dipengaruhi tingkat kerusakan tanaman oleh penyakit hawar. Pada musim hujan
umumnya serangan terjadi sangat berat, bisa mencapai 50-70% atau lebih terutama ditempat
dengan elevasi yang tinggi lebih dari 500 m dpl (Adnan 2008)

H. turcicum bertahan hidup sampai satu tahun berupa miselium dorman pada tanaman jagung
hidup yang selalu terdapat di daerah tropik, pada rumput-rumputan termasuk sorgum, pada
sisa-sisa tanaman sakit, dan pada biji jagung (Semangun 2004).Diantara konidia yang tua dapat
berubah menjadi klamidiospora yang berdinding tebal sehingga dapat bertahan
lama.Cendawan tersebut dapat dipencarkan oleh angin.Di udara konidium terbanyak terdapat
pada saat menjelang tengah hari.Konidium menginfeksi tanaman melalui stomata atau dengan
mengadakan penetrasi secara langsung yang didahului dengan pembentukkan apresorium.
Cendawan ini dapat menginfeksi tanaman dengan dua cara, infeksi pertama konidia dapat
disebarkan jauh oleh angin atau percikan air hujan sampai pada tanaman jagung. Infeksi kedua
terjadi diantara tanaman jagung disekitarnya karena adanya bercak-bercak yang terbentuk
pada daun.Pada keadaan yang baik siklus lengkap penyakit berlangsung selama 3-4 hari.Biji
jagung yang terinfeksi berperan sebagai sumber inokulum pertama dalam penyebaran penyakit
ini.Biji yang terinfeksi tidak meracuni hewan ternak yang memakannya.Penyakit ini sudah
tersebar di seluruh dunia (bersifat kosmopolitan) dan sangat penting di daerah yang bersuhu
hangat antara 20-32o C dan lembab (White 1999).

11
Hingga saat ini telah diketahui beberapa cara pengendalian penyakit hawar daun yang efektif
yaitu dengan penggunaan varietas tahan,sanitasi lingkungan, pengelolaan tanah yang baik dan
penyiangan yang sempurna dapat menekan atau mengurangi sumber inokulum awal,
pengaturan jarak tanam, dan fungisida jika diperlukan (Pabbage et al. 2007). 16

d. Hawar Daun (Curvularia sp.)

Penyakit hawar daun disebabkan oleh Curvularia sp. Patogen ini menyerang bagian daun
tanaman dengan gejala mula-mula terlihat bercak daun yang tidak teratur pada ujung daun,
pusat bercak berwarna coklat keputih-putihan dan tepinya berwarna coklat tua, kemudian akan
meluas ke arah pangkal daun sehingga seluruh daun mengering.

Biasanya gejala ini akan cepat menyebar dengan cepat pada cuaca yang lembab dan curah
hujan yang tinggi. Penyakit ini dapat berkembang dengan bantuan curah hujan yang tinggi,
suhu yang relatif rendah dan intensitas penyinaran matahari yang kurang (Sudjono 1989 dalam
Subandi et al. 1988).

Cendawan ini dapat menginfeksi tanaman dengan dua cara, infeksi pertama konidia dapat
disebarkan jauh oleh angin atau percikan air hujan sampai pada tanaman jagung. Infeksi kedua
terjadi diantara tanaman jagung disekitarnya karena adanya bercak-bercak yang terbentuk
pada daun.

Hingga saat ini telah diketahui beberapa cara pengendalian penyakit hawar daun yang
disebabkan oleh Curvularia sp. yaitu dengan penggunaan varietas tahan, perbaikan drainase
tanah, sanitasi kebun dan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman yang terserang berat,
dan fungisida jika diperlukan (Pabbage et al. 2007).

e. Hawar Upih (Rhizoctonia solani Kuhn.)

Penyebaran penyakit ini meliputi daerah tropika dan subtropika.Gejala penyakit busuk pelepah
pada tanaman jagung umumnya terjadi pada pelepah daun, bercak berwarna agak kemerahan
kemudian berubah menjadi abu-abu, bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan
sklerotium dengan bentuk yang tidak beraturan mula-mula berwarna putih kemudian berubah
menjadi cokelat.Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan
permukaan tanah dan menjalar kebagian atas, pada varietas yang rentan serangan jamur dapat
mencapai pucuk atau tongkol.Cendawan ini bertahan hidup sebagai miselium dan sklerotium
pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang.

12
Keadaan tanah yang basah, lembab dan drainase yang kurang baik akan merangsang
pertumbuhan miselium dan sklerotia, sehingga merupakan sumber inokulum utama (Wakman
dan Burhanuddin 2007). Penyebab penyakit hawar upih adalah 17 cendawan R.
solani.Cendawan R. solani membentuk struktur bertahan yang dapat bertahan hidup lama
dalam keadaan kering.Sklerotia mudah lepas dari permukaan tanaman inang dan hanyut
terbawa air bila terjadi hujan atau pengairan. Apabila menempel pada tanaman inangnya, maka
cendawan akan tumbuh dan menginfeksi ke jaringan tanaman. Selain bertahan hidup dalam
bentuk sklerotia, cendawan ini juga dapat bertahan dalam biji terinfeksi atau sisa-sisa tanaman
di lapang (Subandi et al. 1988).R. solani mempunyai banyak tanaman inang, selain dari famili
rumput-rumputan juga dari famili kacang-kacangan.

Penyakit hawar upih dapat dikendalikan dengan penanaman varietas tahan pada musim hujan,
penanaman jagung sebaiknya pada musim kemarau, penanaman varietas yang letak tongkolnya
tinggi, membuang (merompes) daun yang berada di bawah tongkol yang pelepahnya telah
tertular hawar upih, sanitasi kebun dengan membersihkan dari gulma dan memotong bagian
tanaman yang terserang dan dimusnahkan, drainase yang baik, dan pergiliran tanaman
(Subandi et al. 1988).

13
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Hama tanaman jagung manis adalah Penggerek Batang Jagung, O. furnacalis


(Lepidoptera:Pyralidae), Ulat tongkol, Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera: Noctuidae),
Kutu Daun, Rhopalosiphum maidis Fitch. (Homoptera: Aphididae) Belalang, Oxya spp.
(Orthophtera: Acrididae), Tikus, Rattus argentiventer. Penyakit tanaman jagung manis adalah
Bulai (Peronosclespora maydis (Rac.)) Shaw. , Karat (Puccinia sorghi Schwein.), Hawar daun
(Helminthosporium turcicum Pass.), Hawar Daun (Curvularia sp.), Hawar Upih (Rhizoctonia
solani Kuhn.)

3.2 Saran

Pengendalian hama bisanya selalu di kaitkan dengan bahan-bahan kimia yang bisa
menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Pengendalian hama sebaiknya di lakukan secara
terpadu dengan memanfaatkan lingkungan sebagai pengendaliannya, seperti dengan
menggunakan musuh alami atau dengan bahan-bahan organik.

14
DAFTAR PUSTAKA

S. "Surtinah.(2012). Respon Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata, Sturt) Akibat
Pemberian Tiens Golden Harvest." Jurnal Ilmiah Pertanian 8.2: 1-5.

Surtinah, S Lidar."Pertumbuhan Vegetatif dan Kadar Gula Biji Jagung Manis (Zea mays
saccharata, Sturt) di Pekanbaru."Jurnal Ilmiah Pertanian 13.2 (2017).v

Said, M. Yasin, Soenartiningsih, A. Tenrirawe, A. M. Adnan, Wasmo,Wakman, A. Haris


Talanca, dan Syafrudin.2008. petunhuk lapang, hama, penyakit hara pada jagung. Pusat
penelitian dan pengembangan pertanian,Badan Penelitian dan pengembangan pertanian. C.V
yasaguna. Jakarta

ii

Anda mungkin juga menyukai