DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. Lika Ambu
2. Nelson A. Raga
3. Dila Landutana
4. Reyci K. U. Kerken
5. Panda J. R. Lubu
6. Erwin H. Mbaha
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena anugrahnya kami
dapat menyelsaikan makalah ini, kami juga sampaikan terimakasih kepada dosen pengampu
matakuliah Dasar Perlindungan Tanaman dan pada pihak tempat kami ambil refrensi
Makalah ini membahas tentang Hama Utama Pada Tanaman Pangan ( Padi, Jagung,
Sorgum,Kedelai ). Oleh karena itu kami berharap makalah ini dapat bermanfaat kepada
masyarakat luas dan bagi pelajar untuk menambah pengetahuan dan referensi. Dalam
pembahasan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kritikan dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
COVER .................................................................................................................................1
KATA PENGANTA..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1....................................................................................................................Latar Belakang
..........................................................................................................................................4
1.2...............................................................................................................Rumusan Masalah
..........................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................5
3.1.Kesimpulan.....................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Budidaya tanaman padi banyak mengalami kendala terutama tanaman padi yang ditanam
di daerah pasang surut. Kendala tersebut antara lain serangan hama. Ada beberapa hama yang
menyerang tanaman padi diantaranya wereng coklat, penggerak batang, wereng hijau, dan
belalang. Serangan hama yang timbul dapat dipengaruhi oleh lingkungan misalnya keadaan
air, kemasaman tanah, suhu, kelembaban udara, penggunaan bibit unggul dan cara budidaya.
Penggunaan varietas tanaman dan pemupukan yang tidak tepat dapat memicu timbulnya
serangan hama. Iklim atau musim yang tidak menentu dapat mempengaruhi tingkat serangan
hama (Hasibuan, 2008). Berikut ini adalah beberapa hama tanaman yang menyerang tanaman
padi:
Wereng coklat menjadi salah satu hama utama tanaman padi di Indonesia sejak pertengahan
tahun 1970-an. Penggunaan pestisida yang melanggar kaidah-kaidah PHT (tepat jenis, tepat
dosis, dan tepat waktu aplikasi) turut memicu ledakan wereng coklat. Tergantung pada
tingkat kerusakan, serangan wereng coklat dapat meningkatkan kerugian hasil padi dari
hanya beberapa kuintal gabah. Selain itu, juga merupakan penyebab penyakit virus kerdil
rumput dan kerdil hampa. Dengan menghisap cairan dari dalam jaringan pengangkutan
tanaman padi, WCk dapat menimbulkan kerusakan ringan sampai berat pada hampir semua
fase tumbuh, sejak fase bibit, anakan, sampai fase masak susu (pengisian). Gejala WCk pada
individu rumpun dapat terlihat dari daun- daun yang menguning, kemudian tanaman
mengering dengan cepat (seperti terbakar). Dalam suatu hamparan, gejala terlihat sebagai
bentuk lingkaran, yang menunjukkan pola penyebaran WCk yang dimulai dari satu titik,
kemudian meyebar ke segala arah dalam bentuk lingkaran. Dalam keadaan demikian,
populasi WCk biasanya sudah sangat tinggi. Wereng ini menyerang tanaman padi pada
bagian batangnya. Hama wereng cokelat terdiri dari 2 jenis Nilaparvata lungens, yang berciri
panjang badan berkisar 3-4 mm. Pada bagian punggung terdapat 3 buah garis samarsamar.
Sogatela furcifera yang panjang badanya kurang lebih 3-4 mm dan pada punggungnya
terdapat 3 buah baris berwarna cokelat hitam dengan
Cara pengendalian dapat dilakukan dengan pengaturan pola tanam (tanam serentak dan rotasi
tanaman), mekanik (pengumpulan kelompok telur penggerek batang padi di persemaian dan
di pertanaman), menangkap ngengat dengan light trap (untuk luas 50 ha cukup 1 light trap),
cara fisik (penyabitan tanaman serendah mungkin.
3. Wereng Hijau
Peran wereng hijau (WH) dalam sistem pertanaman padi menjadi penting oleh karena WH
merupakan penyebab penyakit tungro, yang merupakan salah satu penyakit virus terpenting
di Indonesia. Kemampuan WH sebagai penghambat dalam sistem pertanian padi sangat
tergantung pada penyakit virus tungro. Sebagai hama, WH banyak ditemukan pada sistem
sawah irigasi teknis, ekosistem tadah hujan. WH menghisap cairan dari dalam daun bagian
pinggir, tidak menyukai pelepah, ataupun daun-daun bagian tengah. WH menyebabkan daun-
daun padi berwarna kuning sampai kuning oranye, penurunan jumlah anakan, dan
pertumbuhan tanaman yang terhambat (memendek). Pemupukan unsur nitrogen yang tinggi
sangat memicu perkembangan WH. Disebut wereng padi hijau karena warnanya memang
hijau. Serangga ini masih muda berwarna hijau muda, sedangkan yang dewasa mempunyai
bintik-bintik hitan pada ujung dan tengah sayap. Pada serangga jantan bintik-bintik ini sangat
jelas. Wereng ini menghisap daun dan juga menularkan virus, dibanding dengan wereng
cokelat kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu berwereng cokelat kerusakan yang
ditimbulkan tidak begitu berarti. (Pracaya, 2007: 76). Kerusakan tanaman yang diakibatkan
oleh hama wereng hijau menyebabkan daun tanaman akan menguning atau kuning oranye,
berkurangnya daya tumbuh terhadap jumlah anakan dan menghambat
pertumbuhan tanaman secara total sehingga tanaman terlihat kerdil atau pendek.
2. Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang.
4. Penggunaan pestisida.
4.Belalang
Belalang adalah serangga herbivora yang terkenal sebagai hama dengan kemampuan
melompat mumpuni dapat mencapai jarak hingga 20 kali panjang tubuhnya. Klasifikasi
menurut Kalshoven, L.G.E, (1981)
Kelas : Insekta,
Ordo : Orthoptera,
Famili : Acridida,
Genus : Locusta
Gejala serangan yang ditimbulkan adalah terdapat robekan pada daun, dan pada serangan
yang hebat dapat terlihat tinggal tulang-tulang daun saja. Gejala serangan belalang tidak
spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi. Serangan pada
daun biasanya bagian daun pertama. Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang daun.
Hama utama tanaman Jagung yang sering minimbulkan kerugian secara kualitas dan
kuantitatif adalah penggerek tongkol Jagung Helicoverpa armigera. Penggerek tongkol
Helicoverpa armigera mulai muncul di pertanaman pada stadia generatif 43-70 hari setelah
tanam. Ngengat H. armigera aktif pada malam hari. Ngengat betina meletakkan telurnya
secara tunggal pada tanaman berumur 45 - 56 hari setelah tanam bersamaan dengan
munculnya rambut tongkol. Imago betina mampu menghasilkan telur 600 - 1000 butir. Telur
baru menetas setelah 4-7 hari. Larva hama ini selain menyerang tongkol juga menyerang
pucuk dan menyerang malai sehingga bunga jantan tidak terbentuk , yang mengakibatkan
hasil biji berkurang. Stadia pupa ada di dalam tongkol. Siklus hidupnya antara 36-45 hari
(Kalshoven,1981). Hama tanaman jagung yang umum di temukan menurut (Susmawati,
2014) sebagai berikut:
1.Penggerek Batang
(Ostrinia furnacalis Guen ) (Lepidoptera: Noctuidae) Ngengat aktif pada malam hari, dan
menghasilkan beberapa generasi per tahun. Umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari. Telur
berwarna putih diletakkan berkelompok. Satu kelompok telur beragam antara 30 - 50 butir.
Seekor ngengat betina mampu meletakkan 602-817 butir telur. Telur menetas 3-4 hari.
Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur
di letakkan pada permukaan bagian bawah daun, terutama pada daun ke 5-6. Larva yang baru
menetas berwarna putih kekuning-kuningan. Dalam mencari makan, larva berpindah pindah
tempat. Larva muda makan pada bagian alur bunga jantan. Setelah instar lanjut larva
menggerek batang. Larva akan menjadi pupa setelah 17-30 hari (Susmawati, 2014).
Karakteristik kerusakan tanaman jagung akibat dari serangan larva hama ini yaitu:
Secara Hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : Parasitoid (Trichogramma spp)
Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki mengendalikan larva O. furnacalis,
Cendawan adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae
Secara Kimiawi
Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos, diklhrofos, dan
karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek batang jagu
2.Penggerek tongkol (Helicoverpa armigera)
(Lepidoptera: Noctuidae) Imago betina H. armigera meletakkan telur pada rambut jagung.
Purata produksi telur imago betina adalah 730 butir. Telur menetas dalam tiga hari setelah
diletakkan . Larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar. Imago betina akan
meletakkan telur pada rambut tongkol jagung. Sesaat setelah menetas larva akan menginvasi
masuk ke dalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan.
Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung (Susmawati,
2014).
Pengendalian secara hayati dilakukan dengan menggunakan agen hayati seperti Trichoderma
sp dan Eriborus argentipilosa. Eriborus argentipilosa. Trichoderma sp berperan sebagai
parasit telur, sedangkan Eriborus argentipilosa berperan sebagai parasit larva.
Pengendalian secara kultur teknis dilakukan dengan cara melakukan pengelolaan media
tanam, membersihkan gulma, dan memberikan pupuk yang tidak berlebihan. Hal tersebut
akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan mengurangi populasi dari hama
penggerek tongkol jagung.
Ulat Grayak merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman jagung. Ulat ini tidak
berbulu dan biasa disebut oleh petani sebagai ulat tentara karena menyerang dengan populasi
tinggi. Siklus hidup ulat grayak dapat berlangsung dari 32 – 46 hari. Fase Telur selama 2-3
hari dengan jumlah telur dapat mencapai 1.046 telur. Fase larva selama 14-19 hari. Fase pupa
selama 9-12 hari dan Fase Imago selama 7-12 hari. Ulat ini memiliki daya migrasi tinggi di
mana imago mampu terbang 100 km/malam dan 500 km sebelum meletakkan telurnya.
Dengan bantuan angin, larva mampu menginvasi tanaman budidaya di sebelahnya. Ulat
grayak umumnya menyerang pada malam hari, sedangkan pada siang hari ulat ini
bersembunyi di bawah tanaman, mulsa atau dalam tanah. Gejala tanaman terserang ulat
grayak adalah daun rusak terkoyak, berlubang tidak beraturan, terdapat kotoran seperti serbuk
gergaji dan pada serangan berat daun menjadi gundul.
Tanaman jagung yang diserang oleh hama jagung ulat grayak kerusakannya ditandai dengan:
Pada permukaan atas daun atau disekitar pucuk tanaman jagung, ditemukan serbuk
kasar seperti serbuk gergaji.
Ulat grayak ini merusak bagian pucuk, daun muda, maka tanaman jagung dipastikan
akan mati.
Ketika populasi ulat grayak ini sangat tinggi, maka bagian tongkol jagung juga akan
diserang oleh hama ini.
Pencegahan dan Pengendalian Ulat Grayak perlu dilakukan agar petani tidak mengalami
kerugian akibat gagal panen.
a. Tindakan Pencegahan
1. Pengunaan benih dan varietas yang memiliki daya kecambah yang baik dan bebas dari
penyakit.
2. Lakukan waktu penanaman yang tepat waktu dan hindari waktu penanaman yang
tidak seragam pada satu lahan. Itu untuk menghindari ketersediaan tanaman ianang
hama ini ini secara terus menerus.
3. Kondisi tanah yang baik dengan penggunaan pupuk anorganik secara seimbang untuk
mengurangi intesitas serangan hama ulat grayak ini.
4. Lakukan sistem tumpang sari tanaman jagung dengan tanaman lain yang tidak
disukasi oleh hama ini.
Tindakan Pengendalian
Secara mekanis, dapat dilakukan adalah dengan cara mencari dan membunuh larva dan telur
hama ini secara mekanis, yakni dengan dihancurkan dengan tangan.
Secara biologis, dengan penggunaan musuh alami yang berperan sebagai agen pengendali
hayati untuk mengurangi populasi hama ulat grayak. Beberapa contoh musuh alami dari
hama ini yaitu jenis parasitoid Trichogramma spp. dan jenis predator cecopet, kumbang
kepik, dan semut.
Merupakan salah satu hama tanaman jagung yang dapat mengakibatkan gagal panen,
serang hama ini bisa mencapai 80 – 100 %.
Lalat bibit sangat mudah berkembang biak di kelembapan yang tinggi. Oleh karena itu, lalat
ini sangat mudah dijumpai pada musim hujan. Siklus hidupnya berlangsung selama 15—25
hari. Satu ekor lalat betina mampu menghasilkan telur hingga sebanyak 20—25 butir. Telur
lalat berwarna mutiara dan biasanya ada di daun muda yang berada di bagian bawah.
Telur lalat akan menetas setelah 48 jam. Telur biasanya menetas pada malam hari dan
menjadi tempayak. Tempayak akan keluar dari telur dan bergerak menuju titik tumbuh
tanaman yang merupakan makanan utama. Tempayak juga bisa bergerak ke bagian atas
tanaman setelah menggerek batang bagian bawah dan keluar untuk berpupa di dalam tanah.
Hama ini bisa menyerang tanaman sejak tumbuh hingga sudah berumur satu bulan.
Tempayak lalat biasanya menggerek pucuk tanaman dan masuk ke batang tanaman. Lalat
sangat menyukai tanaman muda yang masih berumur 6—9 hari setelah tanam untuk
meletakkan telurnya. Saat itu, tanaman baru memiliki 2—3 helai daun. Biasanya, lalat
meletakkan telurnya di daun pertama.
Tanaman yang sudah terserang hama ini memiliki gejala seperti daun tanaman yang berubah
kekuningan, terdapat bekas gigitan di bagian daun atau pucuk daun. Sementara itu, serangan
yang sangat berat bisa menyebabkan tanaman menjadi layu dan mati. Hama bisa
menyebabkan pertumbuhan tanaman jagung melambat.
Lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman lain yang bukan inang lalat,
Lakukan pencabutan tanaman yang sudah terserang hama,
Dan jaga kebersihan lingkungan perkebunan dari gulma yang merupakan inang lalat.
Hama merupakan salah satu kendala dalam budi daya sorgum, karena serangan yang
ditimbulkan dan menyebabkan kehilangan hasil. Ada beberapa hama utama yang sering
menyerang tanaman sorgum, yaitu lalat bibit, penggerek batang, penggerek buah, belalang,
burung, dan beberapa spesies hama. Dalam proses penyimpanan sorgum, hama kumbang
bubuk (S. zeamais) merupakan kendala utama. Hama ini termasuk dalam ordo Coleoptera,
famili Curculionidae, yang merupakan hama gudang utama pada komoditas sereal, terutama
di daerah tropis (Dobie et al. 1984, Santos et al. 1992), dan merupakan hama penting sorgum
di tempat penyimpanan.
1. Lalat bibit
Bioekologi Lalat bibit selain menyerang sorgum juga jagung dan millet. Serangga betina
meletakkan telur pada tanaman sorgum berumur satu minggu setelah tumbuh. Puncak
peletakan telur pada minggu ketujuh. Telur umumnya diletakkan pada daun ketiga dan
keempat (Kordali et al. 2008). Telur diletakkan satu per satu, umumnya satu per tanaman,
sangat jarang 10 telur per tanaman. Pengamatan pada 385 tanaman, telur yang diletakkan 444
biji dan umumnya pada permukaan daun yang bersih (Reddy and Davies 1978). Telur yang
telah diletakkan pada umur 2-3 hari akan menetas menjadi larva dan umurnya 10-12 hari
sebelum menjadi pupa. Lalat dewasa akan keluar dari pupa yang telah berumur seminggu.
Larva berukuran 1,5-7,8 mm dan akan membuat lubang pada batang untuk membentuk pupa.
Kerusakan umumnya terjadi pada tanaman sorgum muda, bahkan dapat menyebabkan
tanaman muda mati akibat gerekan larva.
Pengendalian
Kultur teknis. Lalat bibit dapat hidup pada sorgum liar, jagung, dan millet. Oleh karena itu,
penyiangan tanaman akan mengurangi intensitas serangan pada tanaman. Waktu tanam
segera sesudah hujan akan mengurangi serangan, terlambat tanam akan meningkatkan
infestasi lalat bibit (Reddy 1981).
Kimiawi. Beberapa insektisida yang cukup efektif antara lain carbofuran, fensulfothion,
isofenphos (Reddy 1981), tetapi secara ekonomi kurang menguntungkan selain berbahaya
bagi kesehatan.
Varietas tahan. Pengembangan varietas tahan lalat bibit terus dikembangkan oleh ICRISAT.
Telah diketahui ketahanan varietas terhadap lalat bibit bersifat polygenic yang ditentukan
oleh banyak gen yang bersifat additive (Reddy 1982). Varietas Pirira-1 dan Pirira-2 cukup
tahan terhadap lalat bibit dan telah ditanam secara luas di Afrika Selatan (Berg et al. 2005).
Pengendalian biologi. Beberapa musuh alami telah berperan di lapangan seperti parasit telur
Trichogramma kalkae di Kenya dengan tingkat parasitasi 50-60%, Aprostocetus spp. di
Nigeria dengan tingkat parasitasi 15- 35%, parasit larva instar (1-2) Tetrastichus nyemitawus
dengan tingkat parasitasi 10% (Reddy 1981). Namun belum ada yang digunakan secara
massal dalam pengendalian lalat bibit.
2. Penggerek batang
Serangga ini dikenal sebagai penggerek batang sorgum Afrika (African sorghum stemborer),
merupakan hama utama sorgum di daerah subsahara Afrika pada ketinggian di atas 500 mdpl.
Selain sorgum, hama ini juga menyerang tanaman jagung. Belum ada laporan keberadaan
hama ini di Indonesia. Serangga dewasa berwarna coklat tua, meletakkan telur berwarna
kuning bening berbentuk lonjong secara berkelompok, 11-25 telur pada pelepah daun muda
bagian dalam. Telur akan menetas 7-12 hari setelah diletakkan. Larva muda akan makan pada
daun muda yang masih menggulung dan seringkali merusak titik tumbuh. Kemudian larva
yang sudah instar lanjut akan melubangi batang dan membentuk pupa. Fase larva adalah 25-
35 hari. Larva generasi kedua akan merusak bagian batang atas tempat biji sorgum.
Umumnya terdapat dua generasi per tahun.
Pengendalian
Kultur teknis. Batang sorgum dan residu tanaman yang masih ada di lapangan merupakan
sumber populasi awal dari hama penggerek batang ini. Oleh karena itu, batang sorgum perlu
dimusnahkan sebelum pertanaman berikutnya. Di Negeria, petani umumnya menggunakan
batang sorgum sebagai kayu bakar. Pengolahan tanah yang baik akan merusak pupa
penggerek batang sorgum yang berdiapause. Penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa
sebaiknya dihindari (Reddy 1982). Rotasi tanaman dan tanam seawal mungkin sesudah cukup
hujan akan mengurangi serangan hama ini.
Tanaman tahan. Hama ini dapat berkembang hingga dua generasi pada tanaman sorgum,
sehingga diperlukan tanaman tahan untuk mengurangi kehilangan hasil, terutama pada
generasi kedua. Penelitian di Kenya pada tahun 2010 menunjukkan bahwa genotipe ICSA
467, ICSA 473, dan ICSB 464 tahan terhadap B. fusca. Genotipe ini dapat digunakan sebagai
sumber ketahanan yang dapat disilangkan dengan varietas yang umum digunakan (Muturi et
al. 2012).
Pengendalian biologi. Beberapa musuh alami seperti parasitoids Trichogramma sp. cukup
efektif mengendalikan penggerek batang sorgum B. fusca di Ghana dan Afrika Selatan, selain
itu beberapa parasitoid yang telah diketahui cukup baik antara lain Cotesia flavipes, C.
chilonis, Bracon onulei, dan Sturmiopsis inferens dapat diintroduksi pada daerah yang
terserang B. furca (Harris and Nwanze, 1992).
3. Penggerek buah
Imago betina H. armigera meletakkan telur rata-rata 730 butir, telur menetas setelah tiga hari
diletakkan. Larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar. Larva berkembang pada
suhu 24-27,2oC selama rata-rata 12,8-21,3 hari. Larva serangga memiliki sifat kanibalisme
dan mengalami masa prapupa selama 1-4 hari. Masa prapupa dan pupa biasanya terjadi dalam
tanah pada kedalaman bergantung pada kekerasan tanah. Pupa umumnya terbentuk pada
kedalaman 2,5-17,5 cm. Serangga ini adakalanya berpupa pada permukaan tumpukan limbah
tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari 6 hari pada suhu
35oC sampai 30 hari pada suhu 15o C. Tanaman inang selain sorgum adalah jagung, kapas,
dan tomat.
Pengendalian Hayati. Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup
efektif mengendalikan Helicoverpa armigera adalah virus Helicoverpa armigera, Nuclear
Polyhedrosis Virus (HaNPV). menginfeksi larva. Parasit, Microplitis demolitor. yang
merupakan parasit pada larva muda. Cendwan, Metarhizium anisopliae.menginfeksi larva.
Bakteri, Bacillus thuringensis.
Kultur teknis. Pengelolaan tanah. yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah
dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
4. Hama Gudang
Sitophilus zeamais (Motsch) , Coleoptera, Curculionidae Bioekologi Sitophilus zeamais
Motsch atau maize weevil atau kumbang bubuk merupakan serangga yang bersifat polifag,
selain menyerang sorgum juga menyukai jagung, beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri,
kedelai, kelapa, dan jambu mente. S. zeamais lebih menyukai jagung dan beras. Hama ini
merusak biji sorgum dalam penyimpanan dan masih di pertanaman. Telur diletakkan satu per
satu pada lubang gerekan di dalam biji. Keperidian imago 300-400 butir telur; stadia telur
sekitar 6 hari pada suhu 250 C. Larva menggerek biji dan hidup di dalam biji, umur kurang
lebih 20 hari pada suhu 250 C dan kelembaban nisbi 70%. Pupa terbentuk di dalam biji
dengan stadia pupa 5-8 hari. Imago yang terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari
sebelum membuat lubang keluar. Imago dapat bertahan hidup cukup lama, yaitu 3-5 bulan
jika makanan tersedia dan sekitar 36 hari tanpa makanan. Siklus hidupnya 30-45 hari pada
kondisi suhu optimum 290 C, kadar air biji 14%, dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan
populasi sangat cepat bila bahan disimpan pada kadar air di atas 15%.
Corcyra cephalonica (Stainton.) Nama umum: Rice moth Merupakan salah satu hama penting
sorgum dan jagung dalam penyimpanan. Toleran terhadap kelembaban tinggi, ditemukan di
seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Mampu makan biji utuh, lebih sering ditemukan dan
cepat berbiak sebagai hama sekunder. Siklus hidup optimum 26-27 hari pada 30-32,50 C dan
70% RH, laju pertumbuhan maksimum 10 ekor/induk. Dewasa bukan penerbang yang baik,
praoviposisi 2 hari, meletakkan telur pada malam hari, bisa ditemukan pada bagian yang
gelap. Ngengat betina meletakkan telur secara terpisah pada bahan simpan. Seekor ngengat
menghasilkan telur berkisar antara 100-300 butir. Telur berbentuk oval, ukuran 0,5 x 0,3 mm,
menempel pada bahan pangan atau serat karung. Larva berwarna krem-putih, kecuali bagian
kapsul kepala dan protoraks berwarna coklat. Memproduksi benang sutera untuk berpupa,
bila dipelihara secara terpisah larva betina mengalami tujuh instar, dan larva jantan enam
instar (Russel et al. 1980). Cadapan (1988) melaporkan keperidian C. cephalonica rata-rata
197 butir per betina. Larva membuat jaringan benang sutra, dan melekatkan beberapa butir
sorgum sebagai tempat tinggal larva dan menggerek satu per satu. Perkembangan telur
hingga dewasa berkisar antara 30-40 hari. Ngengat berumur 8-10 hari dan tidak memakan
bahan simpan. Serangga ini banyak ditemukan pada gudang beras, jagung, dan sorgum.
Pengendalian
Pengelolaan tanaman. Serangan selama tanaman di lapangan dapat terjadi jika tongkol
terbuka, sehingga mudah terserang kumbang bubuk. Tanaman yang kekeringan dan dengan
pemberian pupuk yang rendah menyebabkan tanaman mudah tertular busuk tongkol sehingga
dapat diinfeksi oleh kumbang bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak
fisiologis dapat menekan serangan. Terlambat panen dapat menyebabkan meningkatnya
kerusakan biji di penyimpanan.
Varietas tanaman. Penggunaan varietas dengan kandungan asam fenolat tinggi dan
kandungan asam amino rendah dapat menekan kumbang bubuk Sitophilus zeamais
(Tenrirawe and Tandiabang 2010).
Pada suhu lebih rendah dari 50 C dan di atas 350 C perkembangan serangga akan berhenti.
Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Sortasi dapat dilakukan
dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh).
Bahan tanaman. Bahan nabati yang dapat digunakan adalah daun Annona sp., Hyptis
spricigera, Lantana camara, daun Ageratum conyzoides, Chromolaena odorata, akar Khaya
senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji Annona
sp. dan Melia sp. Hasil penelitian menunjukkan minyak esensial yang mengandung kimia
bioaktif dari keluarga tanaman Lamiaceae (Labiatae) mampu mengusir serangga dari produk
yang disimpan (Pavela 2009). Kordali et al. (2008) juga melaporkan bahwa minyak terisolasi
dari acutidens Origanum Turki dapat menghambat perkembangan jamur. Insektisida dari
tanah liat dan Xylopia aethiopica formulasi minyak esensial terbukti meningkatkan toksisitas
dan stabilitas minyak esensial (Nguemtchouin et al. 2010).
Salah satu kendala kurang maksimalnya produksi kedelai di Indonesia adalah karena adanya
kehadiran hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman kedelai. Hama utama yang
sering ditemukan dan dapat menyebkan kerugian yang besar adalah ulat (Helicoverpa
armigera). Tingkat kerusakan yang di sebabkan Helicoverpa armigera berkisar antara 35,50-
60% (Herlinda at all,1999).
Hama ini memiliki kisaran inang yang luas atau porifag. Inang dari Helicoverpa armigera
adalah tanaman kedelai, jagung, kapas, tomat, tembakau, kentang, kubis, kacang gude, bunga
matahari, kacang hijau, sorgum, kacang panjang dan beberapa gulma (Kalshoren, 1981;
Cunningham at all, 1999;Nurindah 2002; Deptan 2005).
Hingga saat ini penggunaan insektisida kimia masih menjadi pilihan pertama dalam
mengatasi hama pada tumbuhan termasuk Helicoverpa armigera. Alasan utama penggunaan
insektisida kimia yaitu daya bunuh yang tinggi dan pengaruhnya dapat dilihat secara
langsung, sehingga pada jangka pendek masalah segera teratasi. Namun, penggunaan
insektisida yang tidak bijaksana dapat menyebabkan resistensi hama terhadap insektisida,
peledakan hama sekunder,
gangguan terhadap kehidupan serangga berguna, serta kerusakan lingkungan akibat residu
(Untung, 1993). Oleh karena itu, perlu dicari insektisida alternative untuk mensubtitusi
insektisida kimia. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan adalah dengan
memanfaatkan berbagai senyawa kimia alami dari berbagai macam tumbuhaan
(Schmutterer,1990; Musbyimana at all, 2001).
Hama utama pada tanaman kedelai dikelompokkan menjadi hama perusak bibit, perusak
daun, dan perusak polong. Hama perusak polong terdiri dari hama penggerek polong.
Kumbang ini dapat menyerang tanaman muda sampai menjelang panen. Baik kumbang
dewasa maupun larva dapat merusak pucuk, tangkai daun muda, polong serta daun. Serangan
pada stadia kecambah dapan menyebabkan tanaman mati. Serangan pada daun tampak
berlubang-lubang, polong muda luka-luka, sedangkan pada polong tua bagian kulitnya yang
dimakan.
Hama kumbang kedelai adalah hama yang menyerang biji kedelai di penyimpanan. Stadia
yang merugikan adalah stadium larva yang selama hidupnya berada dalam biji. Kerugian
yang ditimbulkan menyebabkan biji kedelai berlubang sehingga menurunkan kualitas dan
kuantitas biji ( Hardjosuwadi et al.,1992). Gejala serangan pada biji kedelai ditandai adanya
titik berukuran 0,6 mm x 0,35 mm berwarna putih. Pada biji terserang terdapat lubang bulat
berdiameter 2-4 mm dengan kedalaman ± 4 mm ( Djalil, 1992).
C.analis berwarna merah kecoklatan, memiliki bintik-bintik putih kekuningan pada bagian
abdomennya. Siklus hidup C.analis ± 30-35 hari. Imago betina dapat bertelur hingga 150
butir (Kalhsoven, 1981). Kumbang bruchus mempunyai moncong yang pendek dan femur
tungkai belakang membesar. Bentuk tubuh kumbang dewasa kebanyakan bulat atau lonjong (
Mangoendiharjo,1983). Bruchus hampir sama dengan Caryoborus tetapi pada sayap
depannya terdapat flek hitam yang menutupi lebih dari separoh kedua sayap dengan bagian
bawah dan ditengahnya terdapat bercak “putih” yang menyilang ( Mangundiharjo,1983).
Umur telur kumbang bubuk kedelai ini berkisar 6-8 hari, panjang 0,6 m dan lebar 0,35 mm,
telur berbentuk lonjong, menempel pada permukaan biji atau polong. Larva terdiri dari empat
instar dengan umur 14-19 hari pada biji mm dan lebar 2,09 mm, berwarna putih susu. Pupa
berada dalam biji, berwarna putih susu ukuran panjang 3,52 mm dan lebar 2,13 mm dan
umurnya 5-9 hari. Imago yang ada di dalam biji berwarna merah kecoklatan, ukuran panjang
3,49 mm dan lebar 1,90 mm. Imago muda berada dalam biji selama 4-8 hari. Imago yang siap
kawin keluar dari biji kedelai dan mampu hidup selama 7-19 hari. Imago betina bertelur
sebanyak 64-68 butir, tergantung pada biji kacang-kacangan yang dikonsumsi saat stadium
larva ( Djalil, 1992).
Penyemprotan insektisida
Siklus hidup :
Telur diletakkan berkelompok di bawah atau atas permukaan daun, awalnya berwarna putih
bening atau hijau pucat, hari berikutnya berubah menjadi hijau kecoklatan, dan berwarna
cokelat saat akan menetas.
Larva atau Ulat terdiri dari 6 stadia instar, ulat instar 1-5 berwarna pucat kemudian berwarna
cokelat hingga hijau muda dan berubah menjadi lebih gelap pada tahap perkembangan akhir,
lama stadia ulat sekitar 12-20 hari. Ulat instar akhir (stadia 6) atau instar 3 adalah stadia ulat
yang paling mudah diidentifikasi. Terlihat empat titik hitam yang membentuk persegi di
segmen kedua terakhir (segmen ke-8 abdomen) tubuhnya. Kepala berwarna gelap; terdapat
bentukan huruf Y terbalik berwarna lebih terang di bagian depan kepala.
Pupa atau Kepompong berwarna cokelat gelap biasanya berada di permukaan tanah, masa
berpupa berlangsung selama 12-14 hari sebelum tahap dewasa muncul.
Imago atau Ngengat, memiiki bentangan sayap selebar 3-4 cm, sayap bagian depan berwarna
cokelat gelap, sedangkan sayap belakang berwarna putih keabuan. Ngengat hidup 2-3 minggu
sebelum mati. Ngengat betina dalam satu siklus hidupnya mampu bertelur hingga 1000 telur.
Hama ini merusak saat stadia ulat dengan cara memakan daun sehingga menjadi berlubang.
Ulat menyerang secara bergerombol, lalu meninggalkan tulang-tulang daun dan epidermis
bagian atas sehingga daun tampak transparan. Ulat tua memakan habis daun muda,
sedangkan daun tua, bila diserang akan tersisa tulang daunnya. Ulat ini juga menyerang
polong.
Berakkan tanah selama satu bulan untuk memutus siklus hidup ulat
Penyemprotan insektisida dilakukan pada malam hari (pada saat ulat menyerang).
Insektisida seperti Ambush 2 EC, Arrivo 30 EC, Atabron 50 EC, Buldok 25 EC
Corsair 100 E dan Larvin 75 WP.
Siklus hidup:
siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada
tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari.
Hama ini berupa nimfa, dan nimfa dewasa merusak tanaman dengan cara mengisap cairan
tanaman.
Siklus hidup:
Dengan menggunakan perangkap cahaya, karena ngengat ulat ini tertarik oleh cahaya
lampu
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Hama penting pada tanaman pangan,
Locusta migratoria manilensis, Epilacna sp., Phenacoccus sp., Leptocorisa acuta,
Pomacea canaliculata, Valanga nigricornis, Orycetesrhinocorus, Bactrocera dorsalis,
dan Hypothenemus hampeii dan lain-lainnya
2. Bentuk gejala kerusakan pada tanaman akibat serangan hama berbeda-bedasesuai
dengan cara dan tipe mulut hama masing-masing. Terdapat hama yangmenimbulkan
bercaak pada daun dan terdapat hama yang mengakibatkan bagian daun menghilang.
3. Pada praktikum ini dipelajari 3 cara pengendalian hama yaitu, pengendalianteknis,
pengendalian hayati, dan pengendalian kimiawi.
4. Tanaman inang dari setiap hama berbeda, ada yang berinang pada padi,
kopi,singkong, dan lain-lain.
5. Pengendalian terhadap kerusakan hama dapat dilakukan dengan cara sanitasi,
penggunaan tanamana tahan, rotasi tanamanveromon seks, pengendalianhayati
(musuh alami), dan sebagainya
DAFTAR PUSTAKA
Herlina,S.P Penyuluh Pertanian Madya (KJF) Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan,
Hortikultura Dan Perkebunan Kabupaten Lampu
A.I. Karboli, H.H. and A.I. Nakhli. 2008. The economic importance of shoot fly Atherigona
soccata Rondani on sorghum in Iraq. Arab J. PL. Prot. 26:89-94.
Amoako-Att a, B. and E.O. Omolo. 1983. Yield losses caused by the stem podborer complex
with n maizecowpea- sorghum inter cropping systems in Kenya. Insect Science and its
Application 4(1-2):39-46.
Bedjo. 1993. Pengaruh pengasapan kayu Albizziz terhadap infestasi hama gudang Sitophilus
sp. Pada penyimpanan jagung. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balittan Malang.
Berg, J. van Den, B. Khorst L., Mgonja, and A.B Obilana. 2005. Resistance of sorghum
varieties to the shoot fly, Atherigona soccara Rondani. In Southern Africa. International
Journal of Pest Management 51(1):1-5.