Anda di halaman 1dari 20

HAMA & PENYAKIT TANAMAN

PADI GOGO

ERVAN TYAS WIDYANTO

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN


KECAMATAN WONOTIRTO
KABUPATEN BLITAR
PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena RidhoNya


sehingga dapat tersusun materi Hama dan Penyakit Tanaman Padi Gogo.

Materi ini disusun sebagai media pelaksanaan kegiatan penyuluhan agar


lebih terarah, efektif, dan efisien sehingga berdaya guna dan berhasil guna tinggi.

Kami menyadari penyusunan materi ini masih terdapat kekurangan.


Kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan dan kebaikan di masa yang akan datang serta dapat berguna bagi
petani.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
HAMA PADI GOGO ................................................................................. 2
1. Penggerek batang ............................................................................ 2
2. Wereng coklat ................................................................................. 4
3. Lalat bibit ........................................................................................ 5
4. Lundi/Uret ....................................................................................... 6
5. Tikus ............................................................................................... 8
6. Orong-Orong ................................................................................... 11
7. Walang Sangit ................................................................................. 12
PENYAKIT PADI GOGO ......................................................................... 13
1. Bercak coklat .................................................................................. 13
2. Bercak daun .................................................................................... 14
3. Blast ................................................................................................ 15
4. Hawar daun ..................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17
Pendahuluan

Padi gogo merupakan jenis padi yang dibudidayakan pada lahan


marginal atau lahan kering dimana pemenuhan kebutuhan air tanaman
tergantung pada hujan yang turun (tadah hujan). Oleh karena itu penaman yang
baik dilakukan setelah terdapat 1 – 2 kali hujan, awal musim penghujan (Oktober
– Nopember) agar kebutuhan air teerpenuhi.
Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air
tersebut hanya mengandalkan curah hujan. Tanaman dapat tumbuh pada derah
mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi.
Beberapa hama dan penyakit dapat mengganggu pertanaman padi gogo,
sehingga menurunkan hasil dan kualitas hasil. Hama adalah organisme
pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, atau semua
hewan yang menyebabkan kerugian dalam pertanian seperti serangga, tikus, babi
dan sebagainya. Penyakit adalah mikroorganisme/pathogen yang menyebabkan
tanaman berfungsi tidak normal. Penyebabnya bisa berasal dari
jamur/cendawan, bakteri, nematode, virus.
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi,
perlu dilakukan usaha pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) merupakan pendekatan pengendalian yang memperhitungkan
faktor pengendalian ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu
mengganggu keseimbanganalami dan tidak menimbukan kerugian besar. PHT
merupakan paduan beberapa cara pengendalian diantaranya melakukan
monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan
teknologi pengendalian dapat ditetapkan. Lima strategi PHT, yaitu: (1) sanitasi
lingkungan di sekitar pertanaman, (2) penggunaan VUB tahan hamapenyakit,
(3) penanaman serempak, (4) penerapan pola tanam (untuk memutus siklus
hidup hama dan patogen penyebab penyakit, dan (5)penggunaan pestisida
secara bijaksana.
Sebelum melakukan pengendalian hama dan penyakit, perlu
diperhatikan:
- Yakinkan hama dan penyakit apa yang menyerang.
- Lestarikan musuh alami dengan mengurangi atau tidak melakukan
pengendalian.
- Amati populasi hama atau kerusakan, dan musuh alami.
- Lakukan pengendalian dengan pestisida apabila serangan telah
melebihi ambang batas ekonomi.
a) Ambang ekonomi adalah kerapatan populasi hama atau
persentase kerusakan akibat hama yang membutuhkan tindakan
pengendalian untuk mencegah meningkatnya populasi yang
dapat mencapai tingkat luka ekonomik.
b) Prinsip PHT, bila perlu berdasarkan hasil monitoring dapat
digunakan pestisida kimia, hayati, dan nabati maupun
kombinasinya.

Hama Tanaman Padi Gogo


1. Penggerek Batang (stem borer)
Penggerek batang termasuk hama paling penting pada tanaman padi
yang sering menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil yangtinggi.
Di lapang, keberadaan hama ini ditandai dengan kehadiran ngengat (kupu-
kupu), kematian tunas-tunas padi (sundep, dead heart), kematian malai
(beluk, white head), dan ulat (larva) penggerek batang. Hama ini dapat
merusak tanaman pada semua fase tumbuh, baik pada saat pembibitan, fase
anakan, maupun fase berbunga. Bila serangan terjadi pada pembibitan
sampai fase anakan, hama ini disebut sundep dan jika terjadi pada saat
berbunga, disebut beluk.

Sampai saat ini belum ada varietas yang tahan penggerek batang.
Oleh karena itu gejala serangan hama ini perlu diwaspadai, terutama pada
pertanaman musim hujan. Waktu tanam yang tepat, merupakan cara yang
efektif untuk menghindari serangan penggerek batang. Tindakan
pengendalian harus segera dilakukan, kalau > 10% rumpun memperlihatkan
gejala sundep atau beluk.

Insektisida yang efektif terhadap penggerek batang tersedia di kios-


kios sarana pertanian, terutama yang berbahan aktif: karbofuran, bensultap,
karbosulfan, dimenhipo, amitraz, dan fipronil. Sebelum menggunakan suatu
produk pestisida, baca dan pahami informasi yang tertera pada label.
Kecuali untuk kupu-kupu yang banyak beterbangan, jangan memakai
pestisida semprot untuk sundep dan beluk(Puslitbangtan dan IRRI, 2011).

Gambar 1. Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas) dan


penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata)
2. Wereng Coklat (brown panthopper-BPH)
Wereng coklat / WCk (Nilaparvata lugens) menjadi salah satu hama
utama tanaman padi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1970- an. Ini
merupakan konsekuensi dari penerapan sistem intensifikasi padi (varietas
unggul, pemupukan N dosis tinggi, penerapan IP>200, dsb). Penggunaan
pestisida yang melanggar kaidah-kaidah PHT (tepat jenis, tepat dosis, dan
tepat waktu aplikasi) turut memicu ledakan werengcoklat. Tergantung pada
tingkat kerusakan, serangan wereng coklat dapat meningkatkan kerugian
hasil padi dari hanya beberapa kuintal gabah sampai puso. Selain itu, WCk
juga merupakan vektor penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa.
Dengan menghisap cairan dari dalam jaringan pengangkutan
tanaman padi, WCk dapat menimbulkan kerusakan ringan sampai berat
pada hampir semua fase tumbuh, sejak fase bibit, anakan, sampai fase masak
susu (pengisian). Gejala WCk pada individu rumpun dapat terlihat dari
daun-daun yang menguning, kemudian tanaman menguning dengan cepat
(seperti terbakar). Gejala ini dikenal dengan istilah hopperburn. Dalam
suatu hamparan, gejala hopperburn terlihat sebagai bentuk lingkaran, yang
menunjukkan pola penyebaran WCk yang dimulai dari satu titik,
kemudian menyebar ke segala arah dalam bentuk lingkaran. Dalam keadaan
demikian, populasi WCk biasanya sudah sangat tinggi.

WCk dapat dikendalikan dengan varietas tahan. Penanaman padi


dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat, pergiliran varietas, dan
insektisida juga efektif untuk mengendalikan hama ini. Berbagai insektisida
yang efektif antara lain yang berbahan aktif bupofresin, fipronil,
amidakloprid, karbofuran, atau teametoksan (Puslitbangtan dan IRRI,
2011).
Gambar 2. Wereng coklat dan gejala serangannya
3. Lalat bibit (rice whorl maggot)
Lalat bibit (Hydrellia philippina Ferino) merupakan hama penting
pada daerah yang kondisi airnya sulit diatur. Dalam serangan yang tinggi,
hama ini dapat menyebabkan petani harus melakukan tanam ulang, karena
lebih dari 50% tanaman baru mereka mati oleh lalat bibit. Hama ini
umumnya menyerang pertanaman yang baru dipindah di sawah yang
tergenang. Gejala serangan berupa bercak kuning di sepanjang tepi daun,
daun yang terserang menjadi berubah bentuk, dan daun menggulung. Telur
serangga ini diletakkan di permukaan atas daun, berwarna keputih- putihan,
berbentuk lonjong menyerupai bauh pisang. Bila daun yang menggulung
dibuka, dengan mudah dapat dijumpai larva yang berwarna kuning
kehijauan yang tembus cahaya. Larva juga bergerak ke bagian tengah
tanaman sampai mencapai titik tumbuh.
Hama ini dapat dikendalikan dengan cara mengeringkan sawah.
Pengendalian lalat bibit yang tepat adalah melalui pencegahan karena ketika
gejala kerusakan terlihat di lapang, lalat bibit sudah tidak ada di pertanaman.
Penggunaan insektisida (jika diperlukan) adalah yang berbahan aktif:
bensultap, BPMC, atau karbofuran (Puslitbangtan danIRRI, 2011).
Gambar 3. Larva lalat bibit, Lalat bibit dan gejala serangannya

4. Lundi/uret
Uret atau lundi adalah fase larva kumbang Scarabaeidae atau
Cerambycidae dengan ciri larva berukuran besar, gemuk, putih, badan
tembus cahaya, kepala warna coklat dan taring besar. Kaki berwarna coklat
terdapat pada rongga dada dan larva membentuk huruf C. Hama ini
menyerang padi gogo, jagung, ubikayu, tebu, dan tanaman lain. Larva
memiliki 3 instar, namun perkembangannya sangat lambat, untuk mencapai
fase pupa 5 bulan. Kumbang dewasa mulai terbang sore hari dan puncak
penerbangan pukul 21.00.
Kumbang betina dewasa menghasilkan feromon seks untuk menarik
kumbang jantan untuk kawin. Setelah kumbang jantan menemukan betina,
perkawinan berlangsung sampai dua minggu. Setelah kawin, kumbang
betina menggali lubang di tanah dan meletakan hanya satu telur per lubang.
Untuk meletakkan telur, kumbang betina mencari kondisi kelembaban
tanah yang kondusif untuk pematangan telur.
Kumbang betina meletakan 3-5 telur per malam. Telur menetas 7-10
hari,bergantung suhu dan kelembaban tanah. Uret atau lundi yang hidup di
dalam tanah memakan akar tanaman muda, sehingga tanaman menjadi layu
dan mati. Pada daerah yang endemik intensitas serangan lundi dapat
mencapai 50%.
Pengendalian hama uret telah dilakukan melalui berbagai cara
seperti kultur teknis (tanam serempak, rotasi tanaman dengan tanaman
bukan inang, sanitasi lahan, pengolahan lahan yang dalam), pengendalian
biologis dengan jamur Metarhizium anisopliae, pengendalian secara
mekanik (mengumpulkan uret pada saat pengolahan tanah, menangkap
imago dengan memasang lampu perangkap), dan pengendalian secara kimia
dengan aplikasi karbofuran 20 kg/ha secara tugal pada saat tanam.
Pengendalian secara kimia, selain dengan aplikasi karbofuran 20 kg/ha, saat
ini telah diperoleh teknik pengendalian yang efektif yang mampu menekan
serangan hama uret atau lundi pada pertanaman padi gogo dengan teknik
seed treatment.
Berdasarkan hasil penelitian di Subang menunjukkan bahwa seed
treatment dengan insektisida fipronil dosis 25 ml/kg benih paling efektif
dalam menekan serangan hama uret atau lundi di pertanaman padi gogo.
Penampilan pertanaman padi gogo yang mendapat perlakuan seed treatment
terlihat lebih bagus dibandingkan dengan kontrol yang tanpa perlakuan seed
treatment (BB Penelitian Tanaman Padi, 2016).

Gambar 4. Larva uret atau lundi


Larva/ulat menyerang pangkal batang dan akar tanaman
menyebabkan tanaman kerdil dan mati, menimbulkan kehilangan hasil 10
– 50%.
Teknologi Pengendalian :
a) Varietas tahan/kultur teknis/mekanis: Pengaturan pola tanam,pergiliran
tanaman dengan tanaman bukan inang, pengolahan tanah, pengaturan
waktu tanam yaitu menanam pada awal musim hujan.

b) Biologi: musuh alami berupa parasit, predator dan patogen serangga.

c) Kimiawi: Seed treatment dengan fungisida dengan bahan aktif benomil,


insektisida golongan karbofuran. Penyemprotan dengan insekisida
golongan karbofuran.

5. Tikus (rat)
Tikus (Rattus rattus argentiventer) bisa menjadi hama pada
persemaian, masa vegetatif dan generatif padi. Hama ini menyerang pada
malam hari. Pada siang hari, tikus bersembunyi dalam sarangnya ditanggul-
tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan di daerah perkampungan dekat
sawah dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang
generatif. Tikus sangat cepat berkembang biak dan hanya terjadi pada
periode padi generatif. Dalam satu musim tanam, satu ekor tikus betina
dapat melahirkan 80 ekor anak. Pengendalian tikus dilakukan melalui
pendekatan PHTT (PengendalianHama Tikus Terpadu), yaitu pengendalian
yang didasarkan pada biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara bersama
oleh petani sejak dini (sejak sebelum tanam), intensif dan terus-menerus,
memanfaatkan berbagai teknologi pengendalian yang tersedia, dan dalam
wilayah sasaran pengendalian skala luas.
Gambar 5. Hama tikus dan dampak serangannya

Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan


padi antara lain sebagai berikut (Puslitbangtan dan IRRI, 2011):
Cara Stadia padi / kondisi lingkungan sawah
Ola
Pengendal Ber h Sem Tan Bertu Bunti Mata
ian a Tan ai am nas ng ng
ah
Tanam + +
serempak
Sanitasi ++ + +
habitat
Gropyok + ++ +
massal
Fumigasi ++ ++
LTBS ++ + + ++
TBS ++
Rodentisida
(Jika +
diperlukan)
Keterangan: + = dilakukan; ++ = difokuskan

Pada awal musim, pengendalian tikus ditekankan untuk menekan


populasi awal tikus, yang dilakukan melalui gropyok massal, sanitasi
habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System) dan LTBS (Linier Trap
Barrier System), pemasangan bubu perangkap pada persemaian. TBS
merupakan pertanaman padi yang ditanam 3 minggu lebih awal, berukuran
minimal (20x20) m, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan
dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, memiliki bubu perangkap pada
setiap sisi pagar plastik dengan lubang menghadap keluar, dan dilengkapi
dengan tanggul sempit sebagai jalan masuk tikus.
LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang >100 m,
dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara berselang-seling agar
mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah). Pemasangan
LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang
tanggul irigasi, dan tanggul/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap
tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui
tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.

Gambar 6. Skema TBS

Gambar 7. Skema LTBS di lapangan


Fumigasi paling efektif dilakukan pada fase generatif, saat sebagian
besar tikus berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode ini efektif
membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubang. Rodentisida
(klerat, racumin, petrokum) sebaiknya hanya digunakan saat populasi tikus
sangat tinggi, dan hanya efektif pada periode bera dan faseawal vegetatif.

6. Orong-Orong (mole cricket)


Hama (Gryllotalpa orientalis Burmeister) ini dapat merusak tanaman
pada semua fase tumbuh. Biasanya ditemukan pada padi lahan kering atau
di lahan pasang surut. Siklus hidupnya 6 bulan. Benih yang disebar di
pembibitan juga dapat dimakannya. Hama ini memotong tanaman pada
pangkal batang dan orang sering keliru dengan gejala kerusakan yang
disebabkan oleh penggerek batang (sundep). Orong- orong merusak akar
muda dan bagian pangkal tanaman yang berada di bawah tanah.
Pertanaman padi muda yang diserangnya mati sehingga terlihat adanya
spot-spot kosong di lokasi pertanaman padi (Puslitbangtandan IRRI, 2011).
Cara pengendalian orong-orong:

▪ Perataan tanah agar air tergenang merata;


▪ Penggenangan sawah 3-4 hari dapat membantu membunuh telur orong-
orong di tanah;
▪ Penggunaan umpan (sekam dicampur insektisida);
▪ Penggunaan insektisida (bila diperlukan) yang berbahan aktif
karbofuran atau fipronil.
Gambar 8. Orong-orong (A dan B) dan gejala serangannya (C)

7. Walang Sangit (rice bug)


Walang sangit (Leptocorisa oratorius) merupakan hama yang
merusak bulir padi pada fase berbunga sampai matang susu dengan cara
menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Gabah menjadi berkerut,
warna beras menjadi coklat/merah dan mengapur dan rasanya pun tidak
enak. Gejala serangan tampak pada daun terdapat bercak bekas isapan oleh
nimfa walang sangit dan pada bulir padi terdapat bintik hitam bekas tusukan
hama sehingga bulirnya hampa.

Gambar 9. Walang sangit


Hama ini dapat dikendalikan melalui beberapa langkah, seperti
(Puslitbangtan dan IRRI, 2011):
▪ Mengendalikan gulma, baik yang ada di sawah maupun yang ada di
sekitar pertanaman;
▪ Meratakan lahan dengan baik dan memupuk tanaman secara merata
agar tanaman tumbuh seragam;
▪ Menangkap walang sangit dengan menggunakan jaring sebelum
stadia pembungaan;
▪ Mengumpan walang sangit dengan ikan yang sudah busuk, daging
yang sudah rusak, atau dengan kotoran ayam;
▪ Menggunakan insektisida bila diperlukan antara lain yang berbahan
aktif BPMC, fipronil, metolkarb, MIPC, atau propoksur, dan
sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari ketika walang sangit
berada di kanopi.

Penyakit Padi
1. Bercak Coklat (brown spot)
Penyakit ini menyebabkan kerusakan serius pada pertanaman di
lahan yang kurang subur. Gejalanya bercak coklat (Helminthosporium
oryzae) pada daun berbentuk oval yang merata di permukaan daun
dengan titik tengah berwarna abu-abu atau putih. Titik abu-abu di tengah
bercak merupakan gejala khas penyakit bercak daun coklat di lapang.
Bercak yang masih muda berwarna coklat gelap atau keunguan berbentuk
bulat. Pada varietas yang peka panjang bercak dapat mencapai panjang 1cm.
Pada serangan berat, jamur dapat menginfeksi gabah dengan gejala bercak
berwarna hitam atau coklat gelap pada gabah.
Gambar 15. Gejala penyakit bercak daun coklat

Pengendalaian dapat dilakukan dengan menanam varietas tahan,


pemupukan berimbang, mengurangi kelembaban dengan membersihkan
gulma yang ada. Juga bisa dilakukan penggunaan fungisida yang berbahan
aktif iprodione and carbendazim, mancozeb, propiconazole. Rabcide 50 WP
merupakan fungisida yang dianjurkan.

2. Bercak Daun Cercospora (narrow brown leaf spot)


Gejala penyakit timbul pada daun berupa bercak-bercak sempit
memanjang, berwarna coklat kemerahan, sejajar dengan ibu tulang daun,
dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm dan lebar 1-1,5 mm. Pada
varietas tahan, bercak lebih sempit, lebih pendek dan lebih gelap
dibandingkan pada varietas yang rentan. Banyaknya bercak makin
meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada serangan yang
berat bercak-bercak terdapat pada upih daun, batang, dan bunga. Pada saat
tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera
dan gejala paling berat menyebabkan daun mengering. Infeksi yang terjadi
pada pelepah dan batang meyebabkan batang dan pelepah daun busuk
sehingga tanaman menjadi rebah.
Gambar 16. Gejala penyakit bercak daun Cercospora (Cercospora oryzae)

Prioritas utama dalam pengendalian penyakit bercak daun


cercospora adalah dengan penanaman varietas tahan, perbaikan kondisi
tanaman, pemupukan berimbang. Penyemprotan fungisida difenoconazol
satu kali dengan dosis 1 cc per satu liter air volume semprot 400-500 l/ha
pada stadium anakan maksimum, menekan perkembangan penyakit bercak
daun cercospora hingga 32,10%. Selain itu, fungisida berbahan aktif
binomil, dan mankozeb juga dapat digunakan untuk penyemprotan pada
fase berbunga dan pengisian.

3. Blas (blast)
Penyakit blas (Pyricularia oryzae) menimbulkan dua gejala khas,
yaitu blas daun dan blas leher. Blas daun merupakan bercak coklat
kehitaman, berbentuk belah ketupat, dengan pusat bercak berwarna putih.
Sedang blas leher berupa bercak coklat kehitaman pada pangkal leher yang
dapat mengakibatkan leher malai tidak mampu menopangmalai dan
patah. Kemampuan patogen membentuk strain dengan cepatmenyebabkan
pengendalian penyakit ini sangat sulit.
Gambar 17. Gejala blas daun dan blas leher

Pengendalian dilakukan dengan penanaman varietas tahan,


penggunaan benih sehat, sistem tanam multi varietas (mozaik varietas) seed
treatment dengan fungisida dengan bahan aktif benomil, melakukan
pergiliran tanaman dengan bukan padi, membakar sisa tanaman yang
terserang, pemupukan berimbang. Juga dapat diaplikasikan fungisida
berbahan aktif, isoprotionalane, benomyl+mancoseb, metil tiofanat,
fosdifen, atau kasugamisin.

4. Hawar Daun Bakteri (bacterial leaf blight - BLB)


Penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. Oryzae)
bersifat sistemik dan merusak tanaman pada berbagai fase pertumbuhan.
Gejala penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 macam yaitu gejala layu kresek
pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka gejala hawar, dan
gejala daun kuning pucat pada tanaman. Gejala lain yang sering terjadi di
daerah tropis adalah daun berwarna kuning pucat pada tanaman dewasa dan
daun tua berwarna hijau normal. Kadang- kadang pada helaian daun terdapat
garis berwarna hijau pucat.
Gambar 18. Gejala penyakit hawar daun bakteri

Penyakit HDB secara efektif dikendalikan dengan varietas tahan;


pemupukan lengkap; dan pengaturan air.

Daftar Pustaka:
https://www.corteva.id/berita/Hama-dan-Penyakit-pada-Tanaman-Padi-
Gogo.html
https://8villages.com/full/petani/article/id/59ccf521536469d27e7b8113
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2016. Hama Uret Pada Padi
GogoDengan Teknik Seed Treatment.
http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-
teknologi/content/454-hama-uret-pada-padi-gogo-dengan-teknik-
seed-treatment. Diakses 12 September 2017.

Anda mungkin juga menyukai