Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

“PENGENDALIAN HAMA PADI SECARA HAYATI”


Dosen Pengampu Mata Kuliah :
Dr. Ir., Marwanto, M.Sc

Disusun Oleh:
Nama : WIKO REDHO ILLAHI
NPM : E1J020103
Prodi : Agroekoteknologi

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................i

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................2

BAB 3 PENUTUP..................................................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................5

i
BAB 1 PENDAULUAN

Praktik budidaya tanaman saat ini masih didominasi oleh penggunaan input luar yang
tinggi. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia masih menjadi kebutuhan utama dan sangat
diandalkan untuk mendongkrak target produksi. Namun, praktik budidaya tanaman yang
dilakukan seprti pada masa revolusi hijau telah terbukti menimbulkan pencemaran, merusak
ekosistem, dan berpotensi mengganggu kesehatan manusia. Sistem pertanian konvensional
disamping menghasilkan produksi panenan yang meningkat namun telah terbukti pula
menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pertanian itu sendiri dan juga ligkungan
lainnya. Keberhasilan yang dicapai dalam sistem konvensional ini juga hanya bersifat
sementara, karena lambat laun ternyata tidak dapat dipertahankan akibat rusaknya habitat
pertanian itu sendiri. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memperbaiki sistem
konvensional ini dengan mengedepankan kaidah ekosistem yang berkelanjutan

Produk tanaman yang sehat dan aman menjadi sasaran kita semua serta produk
tanaman yang sehat dan aman tidak dihasilkan dari penggunaan bahan kimia yang terus
menerus dan tidak bijaksana di dunia pertanian, seperti pemakaian pestisida dan pupuk kimia
sintetis. Khususnya dengan penggunaan pestisida kimia, banyak dampak negatif yang dapat
timbul (Beaumont, 1998), seperti yang telah dijelaskan di muka, sehingga diperlukan metode
pengendalian yang aman dan ramah lingkungan.

Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu
dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator,
parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan
sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan
pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang
dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami Merupakan Proses pengendalian
yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh
alami

Lebih lanjut dikatakan bahwa pengendalian hayati dalam pengertian ekologi


didifinisikan sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alam hingga
kepadatan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa
pengendalian.

Teknik pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid dan predator yang


dilakukan sampai saat ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu, Konservasi,
Introduksi, dan Augmentasi. Meskipun ketiga teknik pengendalian hayati tersebut berbeda
tetapi dalam pelaksanaanya sering digunakan secara bersama. Musuh alami mempunyai andil
yang sangat besar dalam pembangunan pertanian berwawasan lingkungan karena daya
kendali terhadap hama cukup tinggi dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Oleh karena itu, keberadaan musuh alami perlu dijaga.

1
BAB 2 PEMBAHASAN

Salah satu jenis musuh alami hama utama tanaman padi adalah parasitoid. Parasitoid
adalah serangga yang ukuran tubuhnya lebih kecil dibanding serangga inangnya. Parasitoid
menyerang inang pada saat stadium larva, sedangkan setelah menjadi imago, parasitoid hidup
bebas di alam. jenis parasitoid dapat dibedakan menurut cara parasitasinya. Parasitoid yang
menyerang bagian luar serangga disebut ektoparasitoid, dan jika menyerang bagian dalam
serangga disebut endoparasitoid. Parasitoid yang hanya terdapat satu ekor dalam serangga
inang disebut parasitoid soliter dan jika ditemui lebih dari seekor pada serangga inang disebut
parasitoid gregarius. Jika lebih dari satu jenis parasitoid yang menyerang satu serangga inang
disebut multiple parasitism atau parasitasi ganda. Super parasitisme yaitu terdapat lebih dari
satu parasitoid yang dapat tumbuh dan berkembang hingga menjadi dewasa pada lingkungan
satu jenis inangnya.

Pada areal pertanaman padi terdapat beberapa jenis parasitoid telur dan larva penggerek
batang padi. Di antara jenis parasitoid tersebut terdapat tiga parasitoid telur, yaitu
Tetrastichus schoenobii, Telenomus beneficiens, dan Trichogramma japonicum. Parasitoid
yang lebih berperan adalah T. schoenobii. Ketiga jenis parasitoid tersebut memarasit
kelompok telur penggerek batang padi kuning dan penggerek batang padi putih, baik pada
pertanaman padi di dataran rendah maupun di dataran tinggi.

Pada areal pertanaman padi juga ditemukan beberapa musuh alami wereng batang
coklat, antara lain parasitoid Anagrus sp. dan Oligosita sp. Kemampuan parasitasi Anagrus
sp. terhadap wereng batang coklat lebih tinggi pada saat tanaman padi berumur 5 minggu
setelah tanam (MST) dibanding 3 dan 7 MST. Anagrus sp. lebih memilih inang wereng
batang coklat daripada wereng punggung putih dan wereng hijau. Kerapatan Oligosita
dipengaruhi oleh populasi kelompok telur wereng batang coklat, tetapi tidak demikian dengan
Anagrus. Namun, penyebaran kedua parasitoid ini bersifat mengelompok

Predator memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dari serangga inangnya. Predator bersifat
monofagus atau oligofagus jika hanya memangsa satu atau dua jenis inang, tetapi lebih
banyak bersifat polifagus, yaitu memangsa berbagai jenis inang. Predator yang bersifat
polifag tidak seefektif predator monofag

Musuh alami wereng batang coklat yang berupa predator yaitu laba-laba(Lycosa sp.,
Tetragnatha spp., Oxyopessp., Callitrichia sp.), Paederus fucipes,Cyrtorhinuslividipennis,
Coccinella spp.,Ophionea sp., dan Microvelia atrolineata. Penelitian menunjukkan,
kemampuan predator tersebut memangsa serangga dewasa wereng batang coklat berkisar
antara 1-5 ekor Cyrtorhinus akan memangsa inang alternatifnya, yaitu wereng Inazuma
dorsalis jika inang utama tidak

ada di pertanaman padi. Cyrtorhinus memangsa lebihbanyak nimfa instar pertama daripada
instar keempat. Predator Paederus lebih menyukai inang dengan urutan wereng batang coklat,
wereng punggung putih wereng zigzag, dan wereng hijau. Paederus memangsa berbagai
stadia wereng, kecuali stadia telur. Beberapa predator juga ditemui pada penggerek batang
padi, tetapi perannya kurang nyata

2
Patogen serangga adalah jenis jasad renik (jamur, bakteri, dan virus) yang
menginfeksi serangga inang sehingga menyebabkan kematian inangnya. Jamur yang
menginfeksi serangga disebut jamur entomopatogenik, yaitu menginfeksi inang melalui kulit
atau masuk ke dalam alat pencernaan melalui makanan. Inang yang terjangkiti berubah warna
menjadi merah muda atau kemerahan. Serangga yang terinfeksi bakteri menjadi sakit, tidak
mau makan, lemah, dan tidak aktif. Larva yang tertular virus juga menjadi lemah, warnnya
pucat dan mengering, kemudian larva menuju pucuk tanaman dan akan mati menggantung.
Jamur patogen serangga, Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae dapat menekan
populasi wereng batang coklat masing-masing 40% dan 23%

Mengingat peran dan manfaat parasitoid, predator, dan patogen serangga yang sangat
nyata maka keberadaannya perlu dipertahankan dengan merencanakan pola tanam dan waktu
tanam yang tepat, menggunakan varietas yang sesuai, dan cara budi daya (cara tanam,
pemupukan, pengairan, dan penyiangan) berdasarkan anjuran sehingga memungkinkan
musuh alami mengendalikan inangnya. Penggunaan pestisida (insektisida, fungisida, dan
herbisida) agar dilakukan secara selektif, bijaksana, dan seminim mungkin agar tidak
mengontaminasi musuh alami.

Untuk mengembangkan musuh alami dapat dilakukan dengan membiakkannya secara massal
kemudian dilepas di daerah endemis serangan hama tersebut. Untuk patogen serangga,
pengembangannya dilakukan dengan mengaplikasikan patogen siap pakai saat populasi inang
sedang tinggi. Beberapa cara meningkatkan manfaat musuh alami adalah secara
inundasiaugmentasi dan konservasi. Inundasi adalah memperbanyak agens hayati kemudian
melepaskannya dalam jumlah banyak di lapangan untuk mengendalikan hama. Cara ini telah
diterapkan pada parasitoid Trichogramma yang dibiakkan di laboratorium pada telur Corcyra.
Hasil perbanyakan kemudian dilepas di lapangan untuk mengendalikan penggerek batang
padi Konservasi agens hayati dilakukan dengan cara melestarikan keberadaan dan
memberdayakan peran musuh alami pada pertanaman padi. Pada cara ini, predator
Cyrtorhinus akan memangsa inang yang berada pada gulma Cynodon dactylon, Leersia
hexandra, Paspalum vaginalis, Digitaria sp., dan Echinocloa gruscalli jika wereng batang
coklat tidak ada di pertanaman padi. Gulma-gulma tersebut juga menjadi tempat berkembang
biak Cyrtorhinus. Untuk parasitoid Anagrus sp., gulma yang menjadi habitatnya adalah
Panicum repens, Paspalum paspoledes, Leersia hexandra, Digitaria sp., dan Drymoria villosa.
Keberadaan predator dan parasitoid pada vegetasi rerumputan berperan penting dari segi
ekologi, terutama dalam pengendalian hama secara hayati.

3
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Musuh alami berperan penting dalam menekan populasi hama padi. Peran musuh
alami dalam mengendalikan hama padi perlu dipantau dan diidentifikasi di lapangan.
Penggunaan pestisida secara bijaksana merupakan alternatif terakhir dalam upaya
pengendalian hama. Pendayagunaan musuh alami penting untuk menekan populasi hama dan
melestarikan lingkungan. Peran musuh alami dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan
penggunaannya melalui perbanyakan lalu melepaskannya ke lapangan secara massal. Petani
yang merasakan manfaat pengendalian secara hayati akan melakukan cara ini secara
berkelanjutan.

Pengendalian hama padi secara hayati yang merupakan komponen pengendalian dalam PHT
padi memerlukan implikasi kebijakan sebagai berikut:

1. Perlu perubahan pola pikir petani, petugas pertanian, pemangku kepentingan, dan penentu
kebijakan akan pentingnya pengendalian hama secara hayati dalam upaya mewujudkan
sistem pertanian ramah lingkungan.

2. Keberhasilan pengendalian hama secara hayati ditentukan oleh kebijakan peningkatan


kemampuan sumber daya manusia, penelitian yang komprehensif, dan sarana yang memadai.

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pengendalian hama secara hayati perlu
disebarluaskan dan disosialisasikan, terutama kepada petani.

4. Pelatihan bagi kelompok tani untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi
pengendalian hama secara hayati perlu dilakukan.

5. Agar pengendalian hama secara hayati dapat berkelanjutan perlu disediakan musuh alami
siap pakai.

3.2 Saran

4
DAFTAR PUSTAKA

Kartohardjono, A. (2011). Penggunaan musuh alami sebagai komponen pengendalian hama


padi berbasis ekologi. Pengembangan Inovasi Pertanian, 4(1), 29-46.

Widiarta, I. N., & Suharto, H. (2009). Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi secara
terpadu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian-Balitbangtan, 441-442.

Manueke, J., Assa, B. H., & Pelealu, A. E. (2018). Rekomendasi teknologi pengendalian
hama secara terpadu (pht) hama tanaman padi sawah (oryza sativa) di desa makalonsow
kecamatan tondano timur kabupaten minahasa. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi,
4(1), 23-34.

Alfayanti, A., Yesmawati, Y., Harta, L., Dinata, K., & Yuliasari, S. (2021, December).
Persepsi Petani terhadap Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu Padi Sawah
dengan Agensia Hayati (Studi Kasus di Kelurahan Semarang Kota Bengkulu). In Seminar
Nasional Lahan Suboptimal (Vol. 9, No. 2021, pp. 233-241).

Anda mungkin juga menyukai