Anda di halaman 1dari 9

“PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)

DENGAN PENGGUNAN MUSUH ALAMI DALAM PERTANIAN


BERKELANJUTAN”

DOSEN PENGAMPU

Dr. Ir. Budiyati Ichwan, M.S.

DISUSUN OLEH

Kelompok 2:

Pernata Sihombing (D1A019108)

Leonardo Nababan (D1A019092)

Egya Latersia Tarigan (D1A019097)

Andreansyah (D1A019041)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Untung K. (2001) bahwa Pengendalian Hayati adalah taktik pengolahan
hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasi musuh alami
untuk menurunkan atau mengendalikan pipulasi hama. Penegndalian alami yaitu proses
pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan manusia. H. S.
Smith (1919) pertama kali menggunakan istilah “Pengendalian Hayati” untuk
menyatakan penggunaan musuh alami dalam mengendalikan hama-hama serangga.
P. DeBach (1964) lebih lanjut memperbaiki istilah pengendalian hayati dan
membedakan antara “pengendalian alami” dari “pengendalian hayati”. Pengendalian
alami ialah proses pengaturan kepadatan populasi suatu organisme yang berfluktuasi di
antara batas bawah dan batas atas populasi selama kurun waktu tertentu oleh pengaruh
faktor-faktor lingkungan abiotik atau biotik.Pengendalian hayati (dari pandangan
ekologis) ialah “aksi parasit(oid), predator dan patogen” dalam pemeliharaan kepadatan
populasi organisme lain pada suatu rata-rata populasi yang lebih rendah daripada yang
akan terjadi jika musuh alami tersebut tidak ada.
Van den Bosch et al. (1982) memodifikasi sebagian istilah-istilah tersebut di atas
menurut dua pengertian: Pengendalian hayati terapan ialah manipulasi musuh alami oleh
manusia untuk pengendalian hama. Pengendalian hayati alami ialah pengendalian hama
oleh musuh alaminya yang terjadi tanpa intervensi manusia.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran
mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang
dibudidayakan. Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
hama, vektor penyakit, dan gulma. Hama adalah hewan yang merusak secara langsung
pada tanaman. Hama terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga),
moluska (bekicot, keong), rodenta (tikus), mamalia (babi), nematoda, dll. Serangan hama
sangat terlihat dan dapat memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara massive.
Namun serangan hama umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali apabila
hama tersebut sebagai vektor suatu penyakit.
Menurut Sunarno, (2012) Salah satu upaya pengendalian yang aman untuk digunakan
yaitu pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan sebuah pengendalian hama
dan penyakit yang memanfaatkan agen-agen hayati (musuh alami) dan sudah ada campur
tangan dari manusia. Sedangkan Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi
didefinisikan sebagai pengaturan populasi organisme dengan musuh-musuh alam hingga
kepadatan populasi organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya dibandingkan bila
tanpa pengendalian. Musuh alami yang berperan dalam pengendalian hayati berupa
parasitoid, predator, dan pathogen. Dalam makalah ini akan membahas tentang
pengendalian hama secara hayati.
1.2 Tujuan
Dengan penulisan karya ilmiah ini diharapkan Mahasiswa dan pembaca dapat
memahami dan menambah wawasan menegenai teknik Pengendalian Hama dengan
memanfaatkan Musuh Alami dalam teknik Pertanian Berkelanjutan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tipe Musuh Alami

Musuh alami hama adalah musuh hama berasal dari alam berupa parasitoid,
predator dan patogen. Jenis Parasitoid dan predator diantaranya adalah, Serangga dan
tungau (kelompok utama) Lainnya: keong dan vertebrata jenis Patogen yaitu: virus, bakteria
(dan racunnya), fungi, protozoa dan nematoda.

Parasitoid biasanya menghancurkan inangnya selama periode pertumbuhan dan


perkembangannya, sedangkan parasit tidak. Inang parasitoid biasanya termasuk dalam kelas
taksonomik (serangga) yang sama; sedangkan untuk parasit tidak. Parasitoid dewasa hidup
bebas sementara itu hanya stadia pradewasa saja yang parasitik, sedang pada parasit tidak.
Parasitoid berkembang hanya pada satu individu inang selama stadia pradewasa, sedangkan
parasit selalu berganti-ganti inang. Dalam hal dinamika populasi, parasitoid mirip dengan
serangga predator, sedangkan untuk parasit tidak.

Biologi dan Impek Predator


Predator adalah suatu binatang yang makan binatang lain sebagai mangsa, baik
tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar atau lebih lemah daripada dirinya.

Karakteristik predator
1. Suatu predator pradewasa makan sejumlah mangsa selama proses
pertumbuhan dan perkembangannya hingga mencapai dewasa.
2. Kecuali stadia telur atau kepompong, semua stadia hidup predator
hidup bebas.
3. Telur predator biasanya diletakkan di dekat koloni mangsanya.
4. Begitu menetas dari telur, nimfe atau larva predator aktif mencari,
menangkap dan membunuh serta memakan mangsanya.
5. Banyak predator karnivorus baik nimfe atau larva maupun stadia
dewasanya, kecuali beberapa yang tidak misalnya lalat sirfid.
Perilaku makan predator
Berdasarkan mekanisme memakan:
1. Predator yang mempunyai alat mulut penggigit pengunyah, memakan dan menelan
mangsanya. Contoh: kumbang kubah, kumbang karab, belalang sembah.
2. Predator yang mempunyai alat pencucuk penghisap, menusukkan stiletnya kedalam
tubuh mangsa kemudian darahnya dihisap hingga habis. Predator ini sering mempunyai
racun yang kuat dan ensim pencernakan yang menyebabkan mangsanya lumpuh. Contoh:
kepik pentatomid, larva lalat jala dan larva sirfid.
Berdasarkan kisaran inang:
1. Monofagus: suatu jenis predator yang sangat membatasi kisaran inangnya. Kadang-
kadang terbatas pada satu jenis inang saja. Contoh: kumbang Vedalia.
2. Oligofagus: suatu jenis predator yang agak membatasi kisaran inangnya. Terbatas pada
beberapa jenis inang. Contoh: kumbang kubah pemakan afid dan sirfid.
3. Polifagus: suatu jenis predator yang kisaran inangnya lebar. Kadang-kadang terbatas
pada satu jenis inang saja. Contoh: Lalat jala hijau dan belalang sembah.

2.2 Hubungan predator dengan mangsa

a. Daya cari; predator merespon tanda-tanda pengenal (cues) lingkungan


untuk menuju ke mangsanya. Seleksi habitat -> penemuan mangsa -> penerimaan
mangsa -> kesesuaian atau kecocokan mangsa.
b. Kebanyakan predator imago memerlukan sejumlah minimum mangsa
untuk menghasilkan telur dan meletakkan telurnya. Banyaknya mangsa yang
diperlukan suatu predator tergantung pada ukuran tubuh predator, lamanya mencari
mangsa dan aktivitas lain, ukuran tubuh mangsa dan kualitas nutrisinya
c. Mudah tidaknya mangsa ditemukan oleh predator tergantung pada efisiensi
mencari oleh predator, tingkat populasi mangsa, distribusi spasial mangsa, kesulitan
atau hambatan yang dialami predator di dalam habitat mangsa

2.3 Impek predator

1. Pengendalian hayati klasik


Tipe hama yang berhasil dikendalikan oleh predator adalah jenis hama yang
relatif pasif (sessile), tidak berdiapause dan tidak migrasi seperti kutu perisai,
telur wereng dan kutu dompolan.

2. Predator asli dari agro-ecosystem

Impek predator pada habitat pertanian sulit ditunjukkan, karena sulitnya


mengisolasi pengaruh predator tersebut dari faktor-faktor pengendali alami lain
dalam kondisi lapangan. DeBach menyatakan bahwa predator polifagus
merupakan penyeimbang dalam kompleks musuh alami – hama.

3. Augmentasi Predator

Pakan tambahan disebarkan pada pertanaman untuk menahan predator


(arrest), atau agar predator tetap tinggal (retain), atau menarik predator agar
meningkatkan penelurannya di lahan

2.4 Konservasi musuh alami

1. Pekerjaan konservasi musuh alami paling baik dilakukan di habitatnya yang hanya
kekurangan kebutuhan pokok tertentu sehingga dapat memanipulasikannya hingga
habitat tersebut sesuai untuk perkembangan musuh alami. Efektivitas musuh alami
tergantung pada tingkat permanensi, stabilitas dan kenyamanan umum dari
kondisi lingkungan. Modifikasi lingkungan diarahkan untuk meningkatkan
efektivitas musuh alami; dapat dilakukan dengan:

 Konstruksi struktur buatan


 Penyediaan pakan tambahan
 Penyediaan inang alternatif
 Perbaikan sinkronisasi musuh alami – hama
 Pengendalian semut pemakan honeydew.
 Mencegah praktek pertanian yang mengganggu kelestarian musuh alami.
3. Konstruksi struktur buatan. Maksud kegiatan ini ialah untuk meningkatkan kepadatan
serangga predator, burung dan vertebrata pemakan serangga.
4. Penyediaan pakan tambahan. Musuh alami imago sering memerlukan nektar dan
polen sebagai sumber pakan dan air. Di alam berbagai tetumbuhan menyediakan
nektar dan polen tersebut. Tetapi, di dalam agroekosistem berbagai tumbuhan tersebut
adalah gulma yang sering dibersihkan dari lahan pertanian. Sistem tanam tumpang
sari dapat menyediakan pakan tambahan tersebut
5. Penyediaan inang alternatif. Pada dasarnya inang alternatif, meningkatkan
sinkronisasi antara inang utama dengan parasit non-spesifik dan predator melalui
beberapa mekanisme berikut: (a) meredam gejolak kepadatan populasi hama dan
musuh alaminya, (b) menjaga fungsi populasi musuh alami selama periode
kelangkaan inang utama (hama), (c) mengurangi penekanan populasi inang utama, (d)
memfasilitasi distribusi musuh alami, dan (e) mengurangi kanibalisme. Penyediaan
inang alternatif ini dengan tanaman tumpangsari.
6. Perbaikan sinkronisasi musuh alami – hama. Efektivitas musuh alami berkurang atau
hilang karena sebagian musuh alami atau seluruhnya jauh dari inangnya secara
temporal atau spasial. Infestasi hama secara buatan pada pertanaman pernah
dilakukan untuk augmentasi musuh alaminya, agar musuh alami meningkat
populasinya sebelum hama tersebut populasinya berkembang mendekati ambang
pengendalian.
7. Pengendalian semut pemakan honeydew. Semut sering melindungi serangga penghasil
honeydew seperti afis, kutu dompolan, kutu perisai, dari serangan musuh alaminya.
Pengendalian semut dengan insektisida sering meningkatkan efektivitas pengendalian
hayati.
8. Mencegah praktek pertanian yang mengganggu kelestarian musuh alami.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini adalah, bahwa Pengendalian Hayati
adalah taktik pengolahan hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau
memanipulasi musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan pipulasi hama.
Musuh alami yang berperan dalam pengendalian hayati berupa parasitoid, predator, dan
pathogen.
Pengendalian secara hayati, kita harus terlebih dahulu mengetahui tipe-tipe musuh
alami, karakteristik dan hubungan predator dengan mangsa. Setelah mengetahui hal
tersebut kita dapat mengambil langkah yang tepat seperti yang sudah dijelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai