Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGENDALIAN HAYATI & PENGOLAHAN HABITAT

Oleh:
FERRI IRAWAN
18021087

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ASAHAN

KISARAN

2021
BAB I
PENDAHULUAN

Konsepsi Integrated Pest Control atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mulai
diperkenalkan pada tahun 1959 yang bertujuan agar pengendalian hama dapat dilakukan
dengan memadukan pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi. Hal ini dimaksudkan
agar pelaku usaha tani dalam mengendalikan hama tidak hanya menggunakan
pengendalian kimiawi tetapi juga pengendalian secara hayati. Pestisida hanya digunakan
apabila populasi hama meningkat dan berada pada ambang ekonomi,
jikapopulasihamamasihberadadibawahambangekonomi,makapestisidatidakperlu digunakan
karena populasi hama akan mengalami tekanan yang berasal dari kompleks musuhalami.
Mulanya, konsep PHT hanya mengikutsertakan dua metode atau teknik pengendalian,
kemudian dikembangkan dengan memadukan semua metode pengendalian hama yang
dikenal, termasuk di dalamnya pengendalian secara fisik, pengendalian mekanik,
pengendalian secara bercocoktanam, pengendalian dengan tanaman tahan, pengendalian
hayati dan pengendalian kimiawi. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat diartikan
sebagai pengendalian hama yang memadukan semua teknik atau metode pengendalian
hama sedemikian rupa sehingga populasi hamadapat tetap berada di bawah ambang
ekonomi. Dalam penerapannya,, PHT harus memperhitungkan dampaknya, baik yang
bersifat ekologis, ekonomis, dan sosiologis sehingga secara keseluruhan dapat diperoleh
hasil yang terbaik (Untung, Kasumbogo, 2001). Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini
dimaksudkan untuk membahas mengenai pengelolaan hama secara hayati sebagai salah
satu komponen PHT, sehingga dapat menambah informasi dan perhatian stakeholder
pertanian terhadap pemanfaatan dan pengembangan agensia pengendali hayati.
Konsep PHT muncul akibat kesadaran tentang bahaya pestisida sintetis sebagai bahan
pengendali hama yang digunakan secara tidak terkontrol sehingga mengakibatkan efek
samping negative terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Penggunaan pestisida yang
tidak terukur dan tidak bijaksana tersebut menimbulkan resistensi/ ketahanan hama
terhadap insektisida, timbulnya resurgensi/ peningkatan populasi hama, letusan hama
kedua, pencemaran lingkungan, serta meningkatnya biaya pengendalian hama.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PengendalianHayati

Setiap spesies mempunyai tempat dan peran di alam. Kelangkaan suatuspesies akan
menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan dan keharmonisan alam. Populasi spesies
akan teratur dalam kompleksitas interaksi dalam jarring makanan. Populasi dalam kurun
waktu tertentu dan pada kombinasi komponen ekosistem tertentu akan berada pada suatu
keadaan keseimbangan yangdinamik.

Populasi hama pada semua tingkatan dapat meningkat atau menurun akibat interaksi
yang bersifat kompetitif, antagonistic atau simbiotik. Musuh alami memberikan tekanan
antagonis terhadap hama sehingga dikenal sebagai factor pengatur atau pengendali
populasi hama yang efektif. Predator, parasitoid, dan pathogen adalah musuh alami yang
telah lama digunakan untuk mengendalikan hama. Akan tetapi penggunaan istilah
pengendalian hayati (biological control) pada kegiatan tersebut baru dikenalkan pada tahun
1919 oleh Harry Smith dari Universitas California yang mendevinisikan pengendalian
hayati sebagai penurunan populasi hama akibat kinerja musuhalaminya.
Pengendalian alami adalah pemeliharaan tingkat populasi suatu organism pada periode
tertentu karena aksi factor abiotic dan biotik, sedangkan pengendalian hayati merupakan
aksi dari parasitoid, predator dan pathogen dalam usaha untuk memelihara kepadatan
populasi organisme lain pada tingkat terendah dibandingkan apabilamereka tidak ada.
Menurut Untung, K. (2001) bahwa pengendalian hayati adalah taktik
pengelolaanhamayangdilakukansecarasengajamemanfaatkanataumemanipulasikan musuh
alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Pengendalian alami yaitu
proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan manusia.

Beberapa ahli ekologi mengembangkan pengertian pengendalian hayati sebagai


penggunaan organisme hidup atau musuh alami untuk menekan kepadatan populasi atau
memberi pengaruh terhadap organisme hama spesifik, sehingga menurunkan kepadatan
populasi dan menurunkan tingkat kerusakan bila dibandingkan dengan apabila musuh
alami itu tidak ada. Keberadaan pengendalian hayati terhadap suatu spesies yang yang
bertindak sebagai hama dikarenakan karena mereka telahmemasuki dan mempengaruhi
rantai makanan yang menuntut adanya jumlah atau level tertentu dari spesies itu dalam
jarring makanan.Sering kali pengendalian hayati ditujukan dalam rangka melestarikan
musuh alami atau mengembalikan populasi ke level dimana pengendalian alami dapat
terjadi, baik melalui introduksi atau manipulasi lingkungan agar peran musuh alami dapat
meningkat.
B. Agens Pengendali Hayati (MusuhAlami)

Populasi organisme secara alami selalu berfluktuasi, kadangkala menurun atau


berkurang, kadang meningkat. Kondisi ini terjadi karena adanya factor pembatas baik
secara internal maupun eksternal. Faktor internal biasanya disebut sebagai potensi biotik,
sedangkan factor eksternal biasa disebut sebagai factor abiotic/ lingkungan. Faktor
eksternal mencakup musuh alami, iklim, suplai makanan, dan tempat
berlindung.Sedangkan factor internal meliputi umur, jenis kelamin, fisiologi, perilaku,
sertagenetic.
Musuh alami merupakan organisme berupa predator, parasitoid, dan pathogen
(antagonis dan entomopatogen) yang merupakan pengendali alami utama hama. Antagonis
adalah mikroorganisme yang merupakan pengendali alami penyebab penyakit tanaman,
sedangkan entomopatogen adalah mikroorganisme yang digunakan untuk menyebabkan
penyakit pada serangga hama. Predator dan parasitoid biasa juga disebut sebagai
arthropoda musuh alami. Istilah tersebut selanjutnya disebut sebagai agenshayati.
Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga lain atau arthropoda lainnya.
Mempunyai ukuran tubuh yang relative sama atau lebih kecil daripada inangnya,
membunuh inang, dan memerlukan satu inang untuk berkembang menjadi dewasa yang
hidup bebas. Stadium parasitoid yang membunuh inangnya adalah pradewasa. Stadium
inang yang diserang adalah telur, larva/nimfa, pupa, dan jarang sekali imago
(Agus,Nurariaty,2014). Menurut Untung,K.(2001) bahwa ada beberapa faktor yang
mendukung efektivitas pengendalian dengan parasitoid, yaitu : 1. Daya kelangsungan
hidup yang baik; 2. Hanya satu atau sedikit individu inang diperlukan untuk melengkapi
daur hidupnya; 3.Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun dalam tingkatan yang
rendah; 4. Sebagian besar parasitoid adalah monofag atau oligofag yang artinya hanya
memiliki kisaran inang yang sempit.

Predator adalah organisme atau binatang yang memangsa hama dengan cara
membunuh atau makan mangsanya untuk perkembangan dan reproduksinya. Karakteristik
umum predator yaitu : 1) Mengonsumsi banyak individu mangsa selama hidupnya; 2)
Berukuran sebesar atau lebih besar dari pada mangsanya ; 3) Stadium yang memangsa
adalah larva/nimfa, dewasa (jantan dan betina); 4) Bersifat polifag dan menyerang mangsa
pada semua tahap perkembangan; 5) Mangsa biasanya dimakan langsung; 6) Bersifat
generalis; 7) Seringkali memiliki cara khusus dalam menangkap mangsanya.
Entomopatogen adalah mikroorganisme atau jasad renik yang hidup pada atau di
dalam tubuh inangnya sehingga mengakibatkan inang tersebut sakit dan akhirnya mati.
Entomopatogen dapat berupa jamur, bakteri, nematoda, protozoa dan virus. Karakteristik
pathogen yaitu : 1. Menghambat pertumbuhan inang, menghambat reproduksi inang,
membunuh inangnya; 2. Memiliki target inang yang spesifik atau stadium spesifik ;3.
Efektifitasnya sangat tergantung pada kondisi lingkungan; 4. Dapat menimbulkan ledakan
penyakit di dalam populasi serangga; 5. Tingkat pengendalian tidak dapat diprediksi dan
relative lambat karena memerlukan waktu untuk dapat mengendalikan inangnya (Agus,
N.2014).
Tidak semua musuh alami mempunyai karakter yang baik untuk digunakan sebagai
agen dalam program pengendalian, karena seringkali musuh alami berfungsi dengan baik di
suatu tempat tetapi kurang maksimal pada tempat lain. Terdapat sifat intrinsic musuh alami
yang menjadi karakter utama, yaitu mempunyai kemampuan mencari yang tinggi, memiliki
spesifikasi inang, memiliki kecepatan berkembangbiak yang tinggi, mampu hidup atau
beradaptasi pada zona iklim yang luas, mampu membedakan inang yang cocok,, dan mudah
untuk diperbanyak.

C. Metode Pengendalian Hayati

Umumnya para ahli mengelompokkan praktek pengendalian hayati dalam tiga kategori,
yaitu introduksi, augmentasi, dan konservasi. Walaupun ketiga teknik tersebut mempunyai
sasaran dan teknik yang berbeda, tetapi pelaksanaannya sering dilakukan secarabersamaan.
1. Introduksi

Introduksi merupakan usaha untuk memindahkan musuh alami dari suatu tempat ke
daerah sasaran. Teknik ini biasanya juga disebut sebagai importasi musuh alami
merupakan praktek pengendalian hayati klasik, karena semua usaha pengendalian hayai
pada mulanya menggunakan teknik ini. Tujuan teknik ini adalah melepaskan musuh alami
eksotik ke suatu lingkungan yang baru sehingga nantinya dapat mapan secara permanen
dan mampu mengendalikan hama dalam jangka panjang tanpa perlu intervensi lebih lanjut.
Pendekatan ini digunakan karena beberapa spesies hama invasive tidak memiliki musuh
alami lokal yang efektif pada lingkunganbarunya.
Pendekatan ini dilakukan jika tidak ada spesies musuh alami yang mampu secara efektif
mengendalikan populasi hama, maka introduksi atau importasi musuh alami ke daerah yang
terserang hama harus dilakukan. Pendekatan ini dikenal dengan pengendalian hayati klasik.
Musuh alami yang diintroduksi ke lingkungan diharapkan dapat mengembalikan
keseimbangan dalam lingkungan baru. Strategi dari pendekatan ini ialah metode produksi
massal dalam jumlah besar agar musuh alami dapat dilepaskan guna mengendalikan
serangga hama. Tujuan pendekatan ini sangatlah spesifik, yaitu melepas musuh alami
eksotik ke dalam lingkungan baru sehingga nantinya dapat stabil dan mapan secara
permanen danmampu mengendalikan populasi hama dalam jangka waktu panjang tanpa
perlu intervensi lebih lanjut.
Tahapan yang penting untuk dilalui dalam rangka implementasi teknik pengendalian
hayati klasik yaitu : Melakukan seleksi dan penilaian organisme sasaran, studi pendahuluan
(penelitian aksonomi dan survei pendahuluan), memilih daerah eksplorasi, memilih musuh
alami untuk koleksi, eksplorasi dan pengiriman musuh alami, karantina dan ekslusi dengan
mengendalikan organisme lain yang tidak dibutuhkan, mengkaji dan memilih musuh alami
untuk mengetahui hubungan dengan inang, melakukan kolonisasi atau melepas musuh
alami di tingkat lapang, dan melakukan evaluasi efikasi. Karena berbagai hal seperti
lingkungan yang tidak cocok akibat tingginya penggunaan pestisida dan pupuk kimia, atau
faktor geografis, musuh alami tersebut tidak dapat hadir secara alami ke lahan pertanian.
Jika hama tersebut adalah sebuah spesies invasif, maka sangat dimungkinkan jika musuh
alaminya tidak ikut hadir bersama dengan hama tersebut. Hewan yang menjadi predator
alami hama dapat diundang dengan cara tertentu. Misal burung pemakan ulat dapat
diundang dengan membangun rumah burung yang memiliki lubang dengan diameter
tertentu sehingga memungkinkan ia dapat masuk tapi burung lain tidak bisa.
Agar musuh alami hama tersebut dapat bertahan dari muncul dan hilangnya habitat
(akibat pergantian musim tanam), koloni dari musuh alami hama tersebut harus
dipertahankan sehingga dapat jumlah populasi dapat dipertahankan meski mangsanya tidak
ada.

2. Augmentasi

Augmentasi merupakan kegiatan penambahan musuh alami yang telah diproduksi


massal dalam jumlah besar ke areal pertanaman karena populasinya yang semakin
berkurang sehingga populasi musuh alami dapat meningkat dengan cepat dan mampu
menurunkan populasi hama secara cepat pula. Perbedaanya dengan teknik indroduksi yaitu
bahwa pada teknik introduksi bertujuan jangka panjang, sedangkan pada teknik augmentasi
ini diharapkan populasi hama dapat ditekan sementara waktu (satu musim atau kurang).
Pelepasan populasi musuh alami hama dapat dilakukan dengan periode tertentu dan dalam
jumlah tertentu tergantung siklus hidupnya dan siklus pertanaman. Augmentasi dibagi atas
dua yaitu secara inokulasi dan Inundasi, secara inokulasi dapat dikatakan bahwa pelepasan
musuh alami yang dilakukan bertujuan untuk generasi yang selanjutnya sedangkan secara
inundasi adalah pengaplikasian musuh alami yang dilakukan ketika terdapat OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman) yang muncul hingga OPT tersebut tidak ada.
Pendekatan ini dilakukan apabila populasi musuh alami di alam jumlahnya sangat
rendah, karena secara alami populasi predator atau parasitoid gagal berkolonisasi untuk
menekan populasi hama. Jika musuh alami yang ada di areal pertanaman tidak mampu
menekan populasi hama, maka dilakukan pembiakan massal musuh alami tersebut di
laboratorium dan kemudian melepaskannya ke lapangan dengan tujuan untuk
mengakselerasi populasinya sendiri dan menjaga populasi serangga hama. Dalam
pendekatan ini ada dua metode yang dikenal yakni inokulasi dan inundasi.
Inokulasi dilakukan apabila musuh alami di areal pertanaman tidak bertahan lama dari satu
waktu ke waktu musim tanam berikutnya karena faktor klimat atau cuaca yang tidak
menguntungkan, pelepasan musuh alami dilakukan cukup sekali dalam satu musim. Tujuan
dari penggunaan metode ini adalah progeni dari musuh alami yang dilepas diharapkan
survive dan multiply, Populasi hama target ialah generasi hama yang akan datang (musim
selanjutnya. Strategi dari metode ini bersfat preventif. Sedangkan inundasi ialah pelepasan
musuh alami dalam jumlah sangat banyak atau secara sekaligus sehingga dapat menurunkan
populasi hama dengan cepat. Metode ini dilakukan ketika musuh alami tidak berhasil
mencegah peningkatan hama menuju level yang merusak. Metode ini diharapkan dapat
secara cepat menurunkan populasi hama. Dalam satu musim tanam, pelepasan musuh alami
dilakukan beberapa kali aplikasi. Tujuan dari metode ini ialah musuh alami dilepas tanpa
ada ekspektasi progeni untuk survive. Populasi hama target adalah generasi hama saat
dilepas. Strategi dari metode ini bersifat kuratif.
Berdasarkan frekuensi pelepasan, maksud dan sumber musuh alami, maka
teknikaugmentasidilakukandenganduaacarayaitupelepasaninokulatifdanpelepasan
inundatif. Pelepasan inokulatif adalah cara pelepasan agens hayati dalam jumlah
secukupnya dan diharapkan dapat melakukan kolonisasi, berkembang terus-menerus dan
menyebar luas secara alami. Pelepasan musuh alami ini hanya dilakukan satu kali dalam
satu musim atau satu tahun. Metode ini bersifat preventif, pelepasan biasanya dimulai
dalam jumlah yang sedikit pada awal perkembangan hama, dan diharapkan dapat
bereproduksi sepanjang musim tanam dan menekan populasi hama agar tetap rendah.
Pelepasan inundatif merupakan metode pelepasan secara besar-besaran dan serentak
untuk mengendalikan hama sepenuhnya yang ada pada saat dilakukan pelepasan. Tujuan
pelepasan adalah menurunkan populasi hama secara cepat dengan target hama yang ada
pada saatpelepasan.

3. Konservasi

Konservasi adalah usaha untuk melestarikan musuh alami dengan cara melakukan
manipulasi lingkungan dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat menurunkan
populasi musuh alami dan memberikan keuntungan bagi keberlanjutan hidup dan
reproduksinya. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengurangi penggunaan
pestisida sintetis dan melakukan praktek budidaya tanaman yang menguntungkan musuh
alami antara lain menyediakan inang alternative, tempat tinggal, dan sumber makanan
tambahan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara manajemen habitat.
Penambahan fasilitas tertentu seperti pemecah angin, pagar hidup, kolam, kompos, mulsa,
dan sebagainya dapat membantu mempertahankan populasi. Berbagai musuh alami hama
dapat memiliki habitat yang bervariasi. Burung hantu misalnya, hidup di lubang pohon,
katak berenang di kolam, dan landak hidup di lubang-lubang di dalam tanah dan kayu. Sisa
tanaman pertanian yang relatif keras dan berkayu dapat dipertahankan di musim dingin
sebagai sarana untuk mempertahankan diri dari cuaca dingin.
Kegiatan konservasi menekankan pada manajemen agroekosistem secara kompleks,
sehingga dapat menyediakan lingkungan yang kondusif bagi musuh alami. Tindakan
konservasi yang penting antara lain : mengurangi penggunaan pestisida,
menggunakaninsektisidaselektif,menerapkanpraktekyangmendukungkelangsungan hidup
dan reproduksi musuh alami, manajemen habitat di pertanaman (misalnya penggunaan
penutup tanah, polikultur, tumpangsari), pengelolaan gulma untuktempat pengunsian di
dekat pertanaman dan juga sebagai tempat inang pengganti, menyediakan makanan
tambahan, menyediakan pelindung, transfer musuh alami antar pertanaman dapat
dilakukan dengan mengelola limbah tanaman.
Pendekatan ini bertujuan untuk konservasi dan meningkatkan dampak dari musuh
alami yang telah ada pada areal pertanaman. Salah Satu caranya adalah dengan
memperkecil dampak negatif penggunaan pestisida. Biasanya musuh alami lebih sensitif
terhadap pestisida dibandingkan dengan hama. Efek bahan pestisida kimia pada musuh
alami dapat bersifat langsung (direct effects) dan tidak langsung (indirect effects). Efek
langsung pestisida dapat mempengaruhi kematian musuh alami dalam waktu jangka
pendek atau kurang dari 24 jam (short term mortality) dan jangka panjang (long term
sublethal).
Beberapa tindakan untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida terhadap musuh
alami :
1. Semprot jika diperlukan
2. Pemantauan populasi hama
3. Hindari kontak antara musuh alami dengan pestisida
4. Pemilihan insektisida yang tepat
5. Pengujian efikasi pestisida
6. Perhitungkan efek samping pestisida
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan mengubah lingkungan pertanaman dan
cara bercocok tanam yaitu dengan cara meningkatkan peran lingkungan untuk
meningkatkan jumlah musuh alami.

Adapun pendekatan yang dapat dilakukan adalah :


1. Mengubah lingkungan pertanaman
2. Mengubah tata cara praktik budidaya
Kelebihan dan Kekurangan PengendalianHayati

Sebagaimana teknik pengendalian yang lainnya, pengendalian secara hayati


mempunyai keunggulan dan kelemahan. Kesuksesan penerapan tergantung pada kondisi
setempat dan tingkat usaha manusia.
4. Kelebihan

a). Aman, bebas dari dampak samping yang merusak. Musuh alami yang digunakan
sebagai agen hayati telah diseleksi dengan seksama sehingga tidak akan merusak
keseimbangan hayati ekosistem. Agen hayati tidak meninggalkan residu yang dapat
merusak lingkungan, selain itu juga tidak mengeluarkan zat beracun yang dapat secara
langsung membunuh organisme nontarget atautanaman.
b). Ekonomis, biaya pengendalian kadang relative rendah. Pada awalnya, biaya
pengendalian memang kadang tinggi karena karena harus dilakukan penelitian dan
mencariagenhayatiyangtepatditempattertentu.Akantetapisetelahdidapatkan,maka biaya
pengendalian sangat rendah dibanting pengendalian dengan pestisida sintetis. Apalagi bila
agen hayati yang telah dilepaskan telah berkembangbiak, sehingga tidak lagi diperlukan
aplikasi yangberulangkali.
c). Memiliki derajat spesifitas yang tinggi.
d). Memiliki sifat yang dapat memperbanyak diri.
e). Pengendalian dapat bersifat permanen.
f). Mudah diterapkan.
g). Agens hayati mencari musuhnya.
5. Kekurangan

a. Kemampuan terbatas dalam menekan populasihama.

b. Pencarian agen hayati yang tepat cukuprumit.

c. Tidak semua agen biotik dapat dibiakkan di laboratorium.

d. Sukses hanya terbatas pada daerah dan jenis hamatertentu.

e. Memerlukan waktu yanglama.

f. Penerapan membutuhkan tenaga terampil danprofessional.


BAB III
KESIMPULAN

Pengendalian alami adalah mempertahankan jumlah populasi di dalam batas atas dan
bawah dengan aktivitas lingkungan secara keseluruhan. Pengendalian hayati secara
tradisional dibatasi pada aktivitas musuh alami dan serangga fitofog pemakan gulma,
meskipun ruang lingkup tersebut kemudian diperluas yaitu termasuk di dalamnya semua
aktivitas organisme hidup. Pengendalian hayati adalah strategi pengendalian alami yang
memanfaatkan agen hayati untuk pengendalian hama. Batasan pengendalian hayati yang
lebih luas adalah meliputi setiap kegiatan pengelolaan yang terkait yang dirancang untuk
melindungi atau melestarikan musuh alami.
Daftar Pustaka

Agus, Nurariaty (2014). Pengendalian Hayati Hama Dan Konservasi Musuh Alami.
PT.Penerbit IPB Press.Bogor.
Sopialena. 2018. Pengendalian Hayati dengan Memberdayakan Potensi
Mikroba. Mulawarman University Press. Samarinda.
Untung, Kasumbogo, (2001). Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai