Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN HAYATI

ACARA 4
KEMAMPUAN MEMANGSA PREDATOR PADA SERANGGA

OLEH :
Nama : Leonardo Vigorous Silalahi
NPM : E1J018072
Shift : Kamis, 10:00 – 11:40 WIB
Dosen : Dr. Ir. Bilman Wilman S, M.P

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang :
Di alam terdapat lebih dari 700.000 jenis serangga yang telah diketahui akan tetapi
serangga yang dikategorikan sebagai hama hanya sekitar 25% dari jumlah tersebut. Jenis
serangga yang begitu banyaknya terbagi – bagi, sesuai perannya di dalam ekosistem alam ini.
Serangga yang merugikan bagi manusia disebut sebagai hama sedangkan sisanya bisa menjadi
predator dan parasitoid. Keanekaragaman organisme yang ada di bumi sangat banyak, semua
organisme tersebut memiliki caranya sendiri dalam bertahan hidup seperti makan, tumbuh dan
mulai berkembang biak. Organisme – organisme yang ada ini membentuk sebuah rantai di
mana ada yang berperan sebagai pemangsa dan yang di mangsa. Hama merupakan salah satu
organisme yang ada, tetapi hama sering kali menjadi masalah, karena hama dapat menurunkan
kualitas, ketersediaan suatu sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia.

Tanggap fungsional predator merupakan faktor yang mengatur dinamika populasi


antara predator-mangsa (Jeschke et al. 2002 ; Milonas et al. 2011). Hal ini menggambarkan
di mana predator membunuh mangsanya dan dengan demikian dapat menentukan efisiensi
dari predator dalam mengatur populasi mangsa (Oaten and Murdoch 1975; Shah and Khan
2013). Tanggap fungsional juga memberikan deskripsi kuantitatif perilaku predator ketika
bertemu mangsanya dengan kepadatan yang berbeda (Dehkordi et al. 2012) dan salah satu
kunci komponen dalam pemilihan agen pengendali biologis (Lester & Harmsen 2002). Dalam
hal pengendalian biologis, studi tanggap fungsional dilakukan dalam rangka memberikan
informasi mengenai efisiensi spesies serangga yang berbeda sebagai musuh alami.
Menurut Purnomo (2010), pengendalian terhadap hama sangat diperlukan agar bisa
mencegah terjadinya hal yang paling fatal yaitu kegagalan panen dan pengendalian saat ini
sudah banyak ditemukan di mana terdapat pengendalian secara kultur teknis, secara mekanis,
secara kimia dan ada pula dengan pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan
pengendalian yang menggunakan musuh alami suatu serangga sebagai predator, parasitoid,
maupun patogen serangga. Musuh alami dimanfaatkan sebagai penekan populasi hama dan
membantu merngurangi kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama sehingga dapat
meminimalisir kehilangan hasil yang sering kali merugikan (Arobi, 2013).
Menurut Devi (2018), serangan yang dilakukan oleh musuh alami memiliki karakteristik
masing – masing, kondisi laingkungan pun dapat mempengaruhi cat musuh alami menyerang
inangnya. Kinerja dari musuh alami pada suatu lahan dapat ditingkatkan dengan melakukan
cara – cara seperti menciptakan habitat yang sesuai dan disukai oleh musuh alami tersebut
sehingga sehingga tersedia sumber makan ataupun inang alternatif bagi musuh alami tersebut.
Kondisi lingkungan yang sesuai dapat mempengaruhi pertumbuhan musuh alami, seperti
suhu ataupun keadaan lingkungan yang cocok, mangsanya yang cocok bagi musuh alami
tersebut serta ketersediaan mangsa tersebut dalam (Nelly, 2012).

Interaksi antara predator dan mangsa memainkan peran penting dalam membentuk
distribusi spasial organisme di komunitas biologi. Teori terbaru telah mempertimbangkan
strategi pilihan habitat yang optimal bagi predator dan mangsa yang berinteraksi secara real
time. Hal itu bisa adaptif bagi predator untuk menilai dan menanggapi kualitas sumber daya
yang dikonsumsi oleh mangsanya (Williams and Flaxman 2012). Agregasi predator dalam
menanggapi kepadatan mangsa berkembang dari tindakan kolektif individu predator, dimana
perilaku mencari makan (foraging behavior) biasanya sangat dipengaruhi oleh tingkat dan
sifat bertemu mangsa (Evans and Toler 2007). Memahami hubungan antara predator dan
mangsa adalah tujuan utama dalam ekologi dan salah satu komponen hubungan predator-
mangsa adalah tingkat makan dari predator pada mangsa. Tingkat makan menggambarkan
transfer biomassa antara tingkat trofik dalam model sederhana dan benar-benar
menggambarkan hubungan dinamis antara kelimpahan predator dan kelimpahan mangsa
(Skalski and Gilliam 2001).

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
 Untuk mengetahui kemampuan memangsa Predator pada hama
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu
dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator,
parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan
sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan
pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang
dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian
yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh
alami (Effendi, 2014).

A. Coccineliidae
Identifikasi, deskripsi, pengumpulan data tentang contoh serangga yang diselidiki juga
pencarian pustaka mengenai serangga tersebut seperti adaptasi, distribusi dan macam
tanaman inangnya termasuk dalam ilmu taksonomi. Taksonomi sebagian besar didasarkan
atas persamaan cirinya. Serangga dengan ciri yang sama dimasukkan dalam kelompok yang
sama. Kategori

klasifikasi E. admirabilis adalah :

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Coleoptera

Familia : Coccinellidae

Sub-Familia : Epilachninae

Genus : Epilachna

Species : Epilachna admirabilis


Kingdom : Animalia (Lilies, 1991)

Sekitar 6000 spesies kumbang Coccinellidae dikenal di seluruh dunia, dan memberikan
peran penting dalam bidang pertanian yakni sebagai predator baik dalam stadia larva dan
tahap dewasa pada berbagai hama tanaman penting seperti kutu daun. Kumbang coccinellidae
umumnya dikenal sebagai lady beetles, yang merupakan kelompok penting dari serangga
predator untuk digunakan sebagai agen biokontrol kutu daun dan spesies hama lainnya
(Kumar et al. 2014). Contoh spesies dari famili Coccinellidae yang merupakan predator kutu
daun yaitu Coccinella repanda dan Coccinella arcuata. Bentuk tubuh C. repanda agak
lonjong, berwarna merah coklat, panjang badan sekitar 6 mm, dengan bercak-bercak dan pita
hitam pada elitra. Pronotum hitam, kepala hitam dengan 2 spot merah coklat, elitra berwarna
merah coklat, pada elitra kanan kiri terdapat masing-masing garis zig-zag transversal, dan
garis median hitam besar, terdapat satu buah spot pada garis median.

Kumbang C. arcuata tubuhnya berwarna merah orange sampai merah kekuningan.


Panjang badan sekitar 4-8 mm, kepala coklat kekuningan agak lebar. Protoraks kuning coklat,
ditengah terdapat dua totol besar yang bertemu di tengah. Elitra berwarna kuning kecoklatan,
pada setiap sisi elitra terdapat dua pasang totol hitam di depan dan di tengah, dan satu totol
hitam di belakang, di tengah elitra terdapat garis median hitam (Herlinda et al. 2010). Untuk
mencari makan (foraging), kumbang coccinellidae dewasa fokus pada tempat dimana jumlah
kutu daun meningkat (Evans and Toler 2007). Kebanyakan prdator bersifat polifag atau
oligofag, yaitu dapat memangsa beberapa jenis mangsa. Walaupun kumbang Coccinellidae
bersifat generalis dan sangat efektif terhadap hama kutu daun, tetapi memiliki preferensi
terhadap mangsa tertentu (Udiarto et al. 2012). Beberapa volatil tanaman dan volatil tanaman
yang terinduksi oleh kutu daun dapat menarik secara signifikan jumlah Coccinellidae dewasa
(Zhu and Park 2005; Obrycki et al. 2009).

B. Aphids
Myzus persicae (Kutu daun persik)
Nama Ilmiah : Myzus persicae Sulzer
(1776) Ordo / Famili : Hemiptera /
Aphididae

Aphis gossypii G. (Hemiptera: Aphididae) merupakan serangga fitofag kosmopolit yang


dapat ditemukan di wilayah tropis, subtropis dan temperata (Schirmer et al. 2008). Warna
kutudaun (A. gossypii) hijau tua sampai hitam atau kuning coklat. Umumnya aphids tidak
bersayap seperti yang terlihat pada Gambar 6, tetapi kadang yang dewasa mempunyai sayap
transparan (tembus cahaya). Kutudaun (A. gossypii) biasa menularkan penyakit pada
tanaman. Di dataran rendah tropis, perkembangan kutu daun sangat subur, terutama pada
waktu permulaan musim kemarau.

Tunas-tunas muda pun banyak dikerumuni aphids (Rismayani et al. 2013). A.gossypii
juga menyerang tanaman kopi yang muda, berkoloni di bawah permukaan daun atau di sela-
sela daun kopi, menyebabkan tanaman kopi menjadi kerdil, daun keriting menggulung, dan
mozaik. Pada kasus yang ekstrim, kutu daun yang berkoloni dapat menggugurkan daun kopi.
A. gossypii dapat menusukkan bagian mulutnya ke daun dan batang, lalu mengisap nutrisi
tumbuhan inang sehingga tunas-tunas yang dimakan daunnya menjadi terganggu (Rismayani
et al. 2013). Selain itu, A. Gossypii juga merupakan hama pada tanaman Cabai merah
(Capsicum annum L) (Salbiah et al. 2013).

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Tempat dan Waktu

Adapun tempat dan waktu pelaksaan praktikum diakukan dilokasi tempat yaitu di area
perkebunan rumah saya di Desa Tirta Kencana, Air Rami Mukomuko. Dan waktu
pelaksanaannya dilakukan pada tanggal 23 November 2020 pada pukul 15:00-18:00 WIB

3.2. Bahan dan Alat

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah sebagai
berikut:

Alat Bahan
stoples kaca atau plastik Larva dan dewasa Coccineliidae
kuas kecil aphids atau Belalang sembah dengan hama
lainnya
Daun cabe/tomat atau pakan hama yang
anda gunakan sebagai praktek

3.3. Pelaksanaan Praktikum

Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum acara ini adalah sebagai berikut :

1. Coccineliidae larva instar 3 dilaparkan selama 3 jam dimasukkan ke dalam


petridis (dialasi kertas filter basah) diberi pakan masing-masing dengan 40 ekor
aphid, dan aphid diberi makan daun cabe kemudian wadah ditutup.
2. Membuat 3 ulangan
3. Mengamati perilaku makan Coccinellidae
4. Mengitung jumlah aphid yang dimangsa oleh larva Coccinelliidae
5. Menghitung waktu pemangsaan.
6. Melakukan hal yang sama pada dewasa Coocinellidae
7. Bisa saja anda lakukan pada predator apa saja yang anda dapatkan di sekitar anda.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adapun hasil pengamatan yang saya dapatin di lapangan sebagai berikut;
Coccineliidae Aphids

Di sini saya melakukan 3 kali pengulaman akan tetapi saat saya mendokumentasi data
yang saya foto dan masuk kedalam word terjadi terkendala crash karena data yang
dimasukkan terlalu besar shingga saya yang masukan hanya foto awal pertama kali akan
tetapi saya akan menjelaskan pembahasan secara lengkap dengan table
B. Pembahasan
Dari hasil pratikum saya dapatkan di amatin di rumah. Saya mendapatkan
hamper kesamaan dalam 3 kali pengulangan. Sehingga itu saya kumpulkan menjadi
satu. Akan tetapi disini saya juga melakukan uji coba dengan melihat si kutu daun
ini sudah di kasih makan sehingga untuk ini saya akan menjelaskan di bawah ini.
Untuk tempat sendiri saya lakukan di air rami Mukomuko Sp1 Tirta kencana.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan predator (lapar &
kenyang) untuk lama pencarian mangsa (searching time) dan lama penanganan mangsa
(handling time) sangat bervariasi berdasarkan jumlah kepadatan mangsa. Selain itu,
perlakuan terhadap predator yang dilaparkan dan tidak dilaparkann juga memberikan hasil
yang berbeda dimana predator yang tidak dilaparkan cenderung lebih banyak memakan
mangsa diandingkan dengan predator yang dilaparkan sebelumnya.

Lama pencarian mangsa (searching time) yang dibutuhkan meningkat pada kepadatan
mangsa yang sedikit untuk predator yang sebelumnya diberi makan dan pada predator yang
tidak diberi makan, meningkat pada kerapatan mangsa yang tinggi (Gambar 1a), sedangkan
untuk lama penanganan mangsa (handling time) yang dibutuhkan larva Coccinellidae
terhadap A. gossypii meningkat pada kepadatan mangsa 8 (Gambar 1b).
a
2500

f(x) = 280.09 x² − 2033.01 x + 3985.72


2000 R² = 1
Laju konsumsi per-kapita

Predator tidak diberi makan


1500 Polynomial (Predator tidak
diberi makan)
diberi makan
Polynomial (diberi makan)
1000
f(x) = − 149.63 x² + 979.34 x − 582.57
R² = 0.69

500 Kepadatan mangsa

0
2 4 8 16

b
1200

1000
Laju konsumsi per-kapita

800
f(x) = − 109.83 x² + 522.84 x + 150.02
600 R² = 0.23 Predator dilaparkan
Polynomial (Predator
400 f(x) = − 125.86 x² + 664.72 x − 403.02 dilaparkan)
R² = 1
200

0
2 4 8 16 Kepadatan mangsa

Gambar 1. Lama pencarian mangsa (searching time) (a) dan lama penanganan mangsa
(handling time) (b) oleh larva Coccinellidae terhadap A. gossypii.
Lama pencarian mangsa (searching time) waktu yang dibutuhkan meningkat pada
kepadatan mangsa yang sedikit untuk predator yang tidak dilaparkan dan pada predator yang
dilaparkan, meningkat pada kerapatan mangsa yang tinggi (Gambar 1b). sedangkan lama
penanganan mangsa (handling time) yang dibutuhkan larva Coccinellidae yang dilaparkan
lebih lebih lama dibandingkan dengan larva yang dilaparkan (Gambar 1a). Hal ini disebabkan
karena kekurangan energi sebagai akibat dari perlakuan sebelumnya (dilaparkan) sehingga
adanya perbedaan kecepatan bergerak. Salah satu faktor yang mempengaruhi koefisien laju
pemangsaan dan waktu pemangsaan yaitu kecepatan bergerak (Pervez and Omkar 2005;
Radiyanto et al. 2011).
Kemampuan memangsa larva Coccinellidae terhadap A. gossypii terlihat perbedaan
antara larva yang dilaparkan dan tidak dilaparkan. Kemampuan memangsa meningkat pada
larva Coccinellidae yang tidak dilaparkan. Untuk larva yang tidak dilaparkan, keseluruhan A.
gossypii pada setiap variasi kepadatan dapat dimangsa semuanya, namun untuk larva yang
dilaparkan, A. gossypii tidak seluruhnya termangsa pada kepadatan 8 dan 16. Grafik yang
ditunjukan (Gambar 2) memperlihatkan kemampuan memangsa larva Coccinellidae yang
tidak dilaparkan meningkat seiring dengan bertambhanya kepadatan mangsa.
18

16
Jumlah A.gossypii yang dimangsa

14

12 f(x) = 9.14 ln(x) + 0.24


R² = 0.79 Predator dilaparkan
10 Logarithmic (Predator
dilaparkan)
8 Predator tidak dilaparkan
Logarithmic (Predator
6 tidak dilaparkan)

4 f(x) = 1.73 ln(x) + 2.12


R² = 0.65
2
Kepadatan mangsa
0
2 4 8 16
Gambar 2. Kemampuan memangsa larva Coccinellidae yang tidak dilaparkan (a) dan larva
Coccinellidae yang dilaparkan (b) terhadap beberapa kepadatan Aphis gossypii

Interaksi antara predator dan mangsa merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan keberhasilan predator sebagai egen pengendalian hayati. Salah satu interaksi
predator dan mangsa adalah tanggap fungsional. Grafik tanggap fungsional larva
Coccinellidae terhadap Aphis gossypii menunjukan adanya perbedaan antara larva
Coccinelidae yang tidak dilaparkan dan dilaparkan terhadap. Hal ini memberikan bukti
bahwa faktor kekenyangan, tingkat kelaparan merupakan faktor tanggap fungsional predator.
Menurut Pervez and Omkar (2005) ; Radiyanto et al. (2011) bahwa perbedaan nilai parameter
tanggap fungsional yaitu koefisien laju pemangsaan dan waktu pemangsaan disebabkan oleh
adanya variasi ukuran mangsa, kerakusan pemangsa, faktor kekenyangan, tingkat kelaparan
pemangsa, kemampuan pemangsa untuk mencerna mangsa, dan kecepatan bergerak.
Kemampuan memangsa larva Coccinellidae terhadap A. gossypii menunjukkan adanya
kecenderungan tanggap fungsional tipe 3. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah
A.gossypii yang termangsa tinggi pada kepadatan yang makin tinggi. Peningkatan populasi
A.gossypii yang cukup tinggi membuat jumlah A.gossypii yang dimangsa pun makin
meningkat. Semakin tinggi kerapatan populasi mangsa, semakin tinggi pula peluang predator
bertemu dengan mangsanya (Santoso dan Iswella 2013). Tanggap fungsional tipe 3 memiliki
kestabilan sistem predator-mangsa (Oaten and Murdoch 1975). Hasil ini menunjukan bahwa
menunjukkan bahwa larva Coccinellidae tersebut secara alami dapat mengendalikan
peningkatan populasi A.gossypii, artinya kumbang ini dapat meningkatkan efisiensi pada
penekanan di bidang hama (Cabral et al. 2009).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan sesudah melaksanakan pretikum mengenai “ Kemampuan memangsa larva


Coccinellidae terhadap A. gossypii” menunjukkan adanya kecenderungan tanggap fungsional
tipe 3. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah A.gossypii yang termangsa tinggi
pada kepadatan yang makin tinggi. Peningkatan populasi A.gossypii yang cukup tinggi
membuat jumlah A.gossypii yang dimangsa pun makin meningkat. Hasil ini menunjukan
bahwa menunjukkan bahwa larva Coccinellidae tersebut secara alami dapat mengendalikan
peningkatan populasi A.gossypii, artinya kumbang ini dapat meningkatkan efisiensi pada
penekanan di bidang hama.

B. Saran

Saran saya yaitu semoga corona cepat selesai dan juga untuk dapat pratikum secara tatap
muka

DAFTAR PUSTAKA
Devi, S. 2018. Effect of Intercropping on Sucking Insect Pets and Natural Enemies of Cotton.
International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 7(4): 1101-
1109.
Evans EW, Toler TR. 2007. Aggregation of Polyphagous Predators in Response to Multiple
Prey: Ladybirds (Coleoptera: Coccinellidae) Foraging in Alfalfa. J Popul Ecol.
49:29–36. doi: 10.1007/s10144-006-0022-4.
Effendi, 2014.Pengendalian Hayati.Yogyakarta:Jaya Pos
Herlinda S, Wati C, Khodijah, Nunilahwati H, Meidalima D, Mazid A. 2010. Eksplorasi dan
Identifikasi Serangga Predator Lipaphis erysimi (Kalt.) (Homoptera: Aphididae) dari
Ekosistem Sayuran Dataran Rendah dan Tinggi Sumatera Selatan. Seminar Nasional
Hasil Penelitian Bidang Petanian [internet]. [Palembang 20 Oktober 2010].
Palembang (ID): hlm 1-13: [diunduh 22 September 2014]. Tersedia pada :
http://eprints.unsri.ac.id/245/1/Eksplorasi%20%20dan%20Identifikasi%20Serangga
%20Predator%20%20Lipaphis%20erysimi.pdf.

Kumar B, Mishra G, Omkar. 2014. Functional Response and Predatory Interactions in


Conspecific and Heterospecific Combinations of Two Congeneric Species
(Coleoptera: Coccinellidae). Eur J Entomol. 111(2):257–265.

Milonas PG, Kontodimas DCh, Martinou AF. 2011. A Predator’s Functional Response:
Influence of Prey Species and Size. J Biol Cont. 59 : 141–146.
doi:10.1016/j.biocontrol.2011.06.016.
Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta : Andi.
Rismayani, Rubiyo, Ibrahim MSD. 2013. Dinamika Populasi Kutu Tempurung (Coccus
viridis) dan Kutu daun (Aphis gossypii) pada Tiga Varietas Kopi Arabika (Coffea
Arabica). J Littri. 19(4):159-166
Rosellia, F. 2018. Model Matematika Sistem Dinamika Mangsa Pemangsa Dengan Respon
Fungsional Akar Kuadrat. Jurnal Ilmiah Matematika. 9(2): 66-69.
Salbiah D, Sutikno A, Turnip BP. 2013. Pengaruh jumlah baris tanaman perangkap pada
tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) Untuk mengendalikan serangan kutu daun
Aphis gossypii Glover (Homoptera: Aphididae). Pest Tropical Journal. 1(2):1-6.
Schirmer S, Sengonca C, Blaeser P. 2008. Influence of Abiotic Factors on Some Biological
and Ecological Characteristics of the Aphid Parasitoid Aphelinus asychis
(Hymenoptera: Aphelinidae) Parasitizing Aphis gossypii (Sternorrhyncha: Aphididae).
Eur J Entomol. 105: 121–129.
Shah MA, Khan AA. 2013. Functional Response a Function of Predator and Prey Species. J
Bioscan. 8(3): 751-758.
Skalski GT, Gilliam JF. 2001. Functional Responses with Predator Interference: Viable
Alternatives to the Holling Type II Model. J Ecol. 82(11): 3083–3092.
Udiarto BK, Hidayat P, Rauf A, Pudjianto, Hidayat SH. 2012. Kajian Potensi Predator
Coccinellidae untuk Pengendalian Bemisia tabaci (Gennadius) pada Cabai Merah. J
Hort. 22(1): 76-84.
Williams AC, Flaxman SM. 2012. Can predators assess the quality of their prey’s resource?.
J Anim Behav. 83: 883-890..
Zhu J, Park KC. 2005. Methyl Salicylate, a Soybean Aphid-Induced Plant Volatile Attractive
to the Predator Coccinella septempunctata. J Chem Ecol. 31(8):1733- 1746. doi:
10.1007/s10886-005-5923-8.

Anda mungkin juga menyukai