F. x. Wagiman
Laboratorium Pengendalian Hayati
Fakultas Pertanian UGM
Sejarah Singkat dan Perkembangan Pengendalian Hayati
Usaha awal untuk pengendalian hama dengan melepaskan agens hayati kira-kira
tahun 200 A. D. hingga 1887 A. D. dengan tanpa pendekatan ilmiah.
Dalam periode pertengahan, tahun 1888 hingga 1955, pengendalian hayati telah dimulai
dengan introduksi kumbang Vedalia (Rodolia cardinalis Mulsant) dari Australia ke
California pada tahun 1888 dan berhasil sempurna untuk pengendalian kutu jeruk
Icerya purchasi Maskell.
Dalam periode modern, tahun 1956 hingga kini, pengendalian hayati dicirikan oleh
perencanaan yang lebih hati-hati dan evaluasi yang lebih tepat terhadap musuh alami.
Aktivitas pengendalian hayati di dunia mencapai puncaknya dari tahun 1930
hingga 1940, musuh alami sebanyak 57 jenis telah mapan di berbagai daerah.
Perang Dunia II menyebabkan aktivitas pengendalian hayati turun drastis.
Pengendalian hayati tidak populer setelah PD II, oleh karena kalah tersaing dengan
produksi insektisida organik sintetik yang relatif sangat mahal.
Sementara itu penelitian entomologi pindah ke penelitian pestisida. Kini sejak
disadarinya efek negatif pestisida kimia, penelitian pestisida semakin berkurang dan
kembali ke penelitian entomologi atau pengendalian hayati yang arahnya ke pestisida
hayati akrab lingkungan.
Stern et al. (1959) mengusulkan pendekatan baru dalam pengendalian hama
antara lain memadukan pengendalian hayati dan pengendalian kimiawi.
Pengendalian Hayati dalam Sistem PHT
Prinsip pengelolan hama terpadu (PHT) ialah budidaya tanaman sehat,
pemberdayaan musuh alami, monitoring dan petani sebagai ahli PHT.
Semaksimal mungkin proses pengendalian hama terjadi secara alami terutama
oleh bekerjanya faktor biotik antara lain musuh alami hama.
Pengendalian hayati merupakan komponen utama PHT, mengingat dasar PHT
adalah ekologi, ekonomi dan sosial.
4.
1.
2.
3.
4.
Hama dalam arti sempit adalah binatang perusak, antara lain nematoda parasitik
tanaman, tungau, serangga, dan binatang vertebrata. Hama dalam arti luas meliputi
binatang perusak, patogen tanaman dan gulma.
Pengendalian hayati sebagai ilmu akan membahas tentang peranan musuh alami
dalam meregulasi banyaknya inang, khususnya inang sebagai hama dan pesaing
tanaman atau hewan.
Tipe-tipe Musuh Alami
Musuh alami hama adalah musuh hama berasal dari alam berupa parasitoid,
predator dan patogen. Jika suatu musuh alami telah diteliti secara mendalam dan
telah diyakini kehandalannya serta layak sebagai faktor pengendali populasi suatu hama
yang efektif maka musuh alami tersebut disebut sebagai agens pengendalian hayati
(biological control agents).
1. Parasitoid dan predator:
a. Serangga dan tungau (kelompok utama)
b. Lainnya: keong dan vertebrata
2. Patogen: virus, bakteria (dan racunnya), fungi, protozoa dan nematoda
Definisi singkat musuh alami
1. Patogen: suatu mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di
dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit
atau mati.
2. Predator: suatu binatang yang makan binatang lain sebagai mangsa, baik
tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar daripada dirinya.
3. Parasitoid: suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga
(atau arthropoda lain) inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh
inangnya.
Perbandingan antara suatu serangga parasit (istilah kesehatan) dengan suatu
serangga parasitoid; parasit misalnya nyamuk malaria, parasitoid misalnya
Trichogramma spp.
1. Parasitoid biasanya menghancurkan inangnya selama periode pertumbuhan dan
perkembangannya, sedangkan parasit tidak.
2. Inang parasitoid biasanya termasuk dalam kelas taksonomik (serangga) yang
sama; sedangkan untuk parasit tidak.
3. Parasitoid dewasa hidup bebas sementara itu hanya stadia pradewasa saja yang
parasitik, sedang pada parasit tidak.
4. Parasitoid berkembang hanya pada satu individu inang selama stadia pradewasa,
sedangkan parasit selalu berganti-ganti inang.
5. Dalam hal dinamika populasi, parasitoid mirip dengan serangga predator,
sedangkan untuk parasit tidak.
Stadia hidup
a.
b.
Daya cari;
predator merespon tanda-tanda pengenal (cues)
lingkungan untuk menuju ke mangsanya. Seleksi habitat -> penemuan mangsa
-> penerimaan mangsa -> kesesuaian atau kecocokan mangsa.
b.
Kebanyakan predator imago memerlukan sejumlah minimum mangsa
untuk menghasilkan telur dan meletakkan telurnya. Sejumlah minimum mangsa
harus dimakan oleh stadia pradewasa predator untuk memenuhi kebutuhan
energi dalam mempertahankan hidup, mencari mangsa, tumbuh dan
berkembang. Banyaknya mangsa yang diperlukan suatu predator tergantung
pada:
b.1. ukuran tubuh predator
b.2. lamanya mencari mangsa dan aktivitas lain
b.3. ukuran tubuh mangsa dan kualitas nutrisinya
c.
Mudah tidaknya mangsa ditemukan oleh predator tergantung pada:
c.1. efisiensi mencari oleh predator
c.2. tingkat populasi mangsa
c.3. distribusi spasial mangsa
c.4. kesulitan atau hambatan yang dialami predator di dalam habitat mangsa
3.
e.
Impek predator
1. Pengendalian hayati klasik
Hanya sekitar 11% program pengendalian hayati menggunakan predator yang
berhasil. Sejumlah spesies hama telah dikendalikan oleh beberapa jenis predator. Tipe
hama yang berhasil dikendalikan oleh predator adalah jenis hama yang relatif pasif
(sessile), tidak berdiapause dan tidak migrasi seperti kutu perisai, telur wereng dan kutu
dompolan. Atribut predator impor yang berhasil antara lain multivoltin (tidak
berdiapause), monofagus atau oligofagus, efisiensi daya carinya tinggi dengan umur
imago yang panjang, dan sesuai dengan kondisi habitat mangsanya. Contoh: kumbang
Vedalia (Rodolia cardinalis Mulsant) untuk pengendalian kutu jeruk Icerya purchasi
Maskell, Cryptognatha nodiceps untuk pengendalian kutu perisai kelapa, kumbang
kubah Curinus coeruleus Mulsant untuk pengendalian kutu loncat lamtoro Heteropsylla
cubana. Alasan kegagalan introduksi predator meliputi iklim daerah pelepasan predator
tidak mirip dengan daerah asli asalnya, kurangnya mangsa, tidak adanya
mikroorganisme simbiotik.
2. Predator asli dari agro-ecosystem
Impek predator pada habitat pertanian sulit ditunjukkan, karena sulitnya
mengisolasi pengaruh predator tersebut dari faktor-faktor pengendali alami lain dalam
kondisi lapangan. DeBach menyatakan bahwa predator polifagus merupakan
penyeimbang dalam kompleks musuh alami hama. Walaupun demikian, pengendalian
alami sempurna tidak pernah dicapai. Predator generalist tersebut hanya menghambat
laju peningkatan populasi banyak spesies hama. Dalam ekosistem kapas, predator ini
(Geocoris, Orius, Nabis, dan Chrysopa) sering mencegah meledaknya hama-hama
seperti ulat grayak dan ulat jengkal.
3. Augmentasi Predator
Pakan tambahan disebarkan pada pertanaman untuk menahan predator (arrest),
atau agar predator tetap tinggal (retain), atau menarik predator agar meningkatkan
penelurannya di lahan. Pakan tambahan ini berupa honeydew buatan, merupakan
campuran dari sukrose, yeast dan gula. Polen juga dapat disebarkan di lahan untuk
augmentasi tungau predator. Upaya augmentasi yang lain dapat dilakukan dengan
melepas predator secara inundatif misalnya: Cryptolaemus montrouzieri (penghancur
kutu dompolan), tungau predator Phytoseiulus persimilis.
Biologi Parsitoid
Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup pada atau di dalam tubuh
suatu serangga (atau arthropoda lain) inang yang lebih besar dan akhirnya membunuh
inang tersebut.
Karakteristik parasitoid
1.
2.
10
12
PUSTAKA
Bacaan PH hama tanaman
Coppel, H. C. and J. W. Mertins. 1977. Biological Insect Pest Suppression. SpringerVerlag, New York.
Davis, D. W., S. C. Hoyt, J. A. McMurtry, and M. T. AliNiazee. 1979. Biological
Control and Insect Pest Management. University of California.
*) Debach, P. and D. Rosen. 1991. Biological Control by Natural Enemies, 2nd ed.
Cambridge University Press, Sydney.
Hoy, M. A. and D. C. Herzog. 1985. Biological Control in Agricultural IPM systems.
Academic Press, New York.
Mangoendihardjo, S. dan E. Mahrub. 1983. Diktat Kuliah Pengendalian Hayati.
Ridgway, R. L. and S. B. Vinson. 1976. Biological Control by Augmentation of Natural
Enemies. Insect and Mite Control with Parasites and Predators. Plenum Press,
New York.
*) Tanada and Kaya. 1993. Insect Pathology. Academic. New York. 666 p
Fuxa and Tanada. 1987. Epizootiology of Insect Diseases. John Wiley. New York
Wagiman, F. X. 2006. Pengendalian Hayati Hama Kutu Perisai Kelapa dengan
Predator Chilocorus politus. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Bacaan PH gulma
*) Harley, K. L. S. and I. W. Forno. 1992. Biological Control of Weeds. A
Handbook for practitioners and students.
Bacaan PH penyakit tanaman
*) Boucias and Pendland. 1998. Principle of Insect Pathology. Kluwer Academic.
London. 550 pp.
*) Cook, R. J. and K. F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control
of Plant Patogens. The APPS Press. St. Paul Minnesota.
Baker, K. F. and R. J. Cook. 1974. Biological Control of Plant Pathogens. W. H.
Freeman. San Fransisco.
Keterangan:
*) Tersedia di Perpustakaan Jurusan HPT
13