OLEH:
ISI…………………………………………………………………………….
Hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens) .............................................
Taksonomi Wereng Coklat (Nilaparvata lugens) .....................................
Gejala Serangan Wereng Coklat (Nilaparvata lugens).............................
7 Teknik Pengendalian Hama Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)........
menyebarkan beberapa virus yang menyebabkan penyakit seperti kerdil rumput dan
cokelat tua, berbintik cokelat gelap pada pertemuan sayap depan nya, panjang
badan jantan rata-rata 2-3 mm dan betina 3-4 mm. Wereng cokelat berkembang
biak secara seksual, siklus hidupnya relatif pendek. Inang utama hama wereng
cokelat adalah tanaman padi. Telur wereng coklat berwarna putih, berbentuk oval
yang bagian ujungnya berbentuk tumpul dan mempunyai perekat pada pangkal
telurnya sehingga menghubungkan satu telur dengan yang lainnya. Biasanya telur
diletakkan berkelompok di dalam pelepah daun tanaman padi, namun telur wereng
tahap pertumbuhan nimfa (instar) yang dibedakan berdasarkan ukuran tubuh dan
bentuk sayapnya. Serangga yang masih muda disebut nimfa. Nimfa dewasa dapat
mempunyai sayap depan dan belakang normal baik jantan ataupun betina. Bentuk
kedua yaitu brakhiptera (bersayap kerdil) yang mempunyai sayap belakang sangat
lebih besar, mempunyai tungkai dan peletak telur lebih panjang (Harahap,2019).
Wereng batang cokelat memiliki siklus hidup yang di mulai dari telur
menetas berkisar antara 7-10 hari dan biasanya penetasan terjadi pada saat pagi hari.
Setelah menetas maka telur akan menjadi nimfa, priode ini berkisar antara 12-15
hari. Nimfa wereng coklat terdiri dari 5 instar sebelum akhirnya menjadi dewasa.
Nimfa 1 mempunyai lama hidup 1-4 hari, nimfa 2 selama 1-4 hari, nimfa 3 selama
1-2 hari, nimfa 4 selama 2-3 hari, dan nimfa 5 selama 2-4 hari. Setelah nimfa 5
maka wereng batang cokelat akan menjadi dewasa yang lama hidup wereng coklat
dewasa antara 18-28 hari. Gambar siklus hama wereng batang coklat dapat dilihat
pada gambar 1. Di daerah tropis, satu generasi wereng batang cokelat berlangsung
stiletnya kedalam ikatan pembuluh vaskuler tanaman inang dan mengisap cairan
tanaman dari jaringan floem. Wereng batang cokelat betina lebih banyak mengisap
cairan daripada yang jantan. Serangan wereng batang cokelat dapat menyebabkkan
kerusakan seperti terbakar (hopperburn) dan kematian tanaman 5 padi akibat dari
hilangnya cairan tanaman yang dihisap dari jaringan xylem maupun phloem. Pada
awalnya, gejala hopperburn muncul pada bagian ujung daun yang terlihat
dan batang)(Sogawa,2016).
berpotensi menyebabkan puso pada tanaman padi sawah akibat dari serangan yang
dilakukan oleh wereng coklat. Pada tahun 2011, kejadian puso secara nasional di
Indonesia pada padi sawah akibat dari serangan wereng coklat mencapai 34.932
hektar. Populasi 10-15 ekor per rumpun cukup membuat puso dalam waktu 10 hari.
Populasi hama wereng coklat yang dapat merusak tanaman padi kurang dari 40 hari
setelah tanam yaitu 2 - 5 wereng coklat per rumpun tanaman. Sedangkan pada
tanaman padi berumur lebih dari 40 hari setelah tanam yaitu 10 – 15 ekor per
Wereng batang cokelat juga dapat menularkan dua macam penyakit virus
padi, virus kedil rumput (VKR) dan virus kerdi hampa (VKH). VKR adalah anggota
kelompok Oryzavirus dan VKH anggota kelompok Tenuivirus, dua virus tersebut
dapat memberikan gejala bersama-sama dalam satu tanaman padi atau pada
epidemik setelah ekspolitasi wereng batang cokelat. Tanaman padi yang terserang
kerdil rumput pertumbuhan nya menjadi sangat terhambat, sehingga menjadi kerdil
dan memiliki banyak anakan. Daun nya menjadi lebih sempit, pendek,berwarna
kuning pucat dan berbintik coklat tua, sedangkan serangan virus kerdil hampa
Pada saat stadia vegetatif, serangan virus kerdil hampa mengakibatkan daun
tumbuh kerdil dengan reduksi tinggi tanaman antara 24-67%, keluar malai
diperlambat sampai 10 hari. Keluar malai tidak normal (tidak keluar penuh), dan
terjadi distorsi pada daun . Saat menuju pematangan, buah tidak mengis dan
Tanam serempak merupakan kegiatan budi daya padi yang dimulai dari
pengolahan tanah, semai atau tanam bersama-sama dalam hamparan luas dan dalam
kurun waktu tertentu. Tanam padi secara serempak minimal pada areal sawah
dengan golongan air yang sama. Di Pantura Jawa Barat, terdapat 4-5 golongan air
dengan interval waktu pengairan antar golongan air 2 minggu. Namun saat ini,
pengaturan golongan air tidak berjalan dengan baik, karena petani saling
mendahului dalam pengolahan lahan akibat pembagian air yang tidak teratur Bila
pengairan tersedia sepanjang tahun perlu dipertegas pengaturan jadwal tanam agar
dapat tanam serempak. Pada pertanaman yang tidak serempak, tanaman yang
terserang hama menjadi sumber bagi pertanaman lain, karena adanya berbagai
stadia tumbuh tanaman dalam satu hamparan. Dalam kondisi ini, serangga hama
puso.
ditanam lebih awal mempunyai populasi serangga hama dan musuh alami yang
serangga hama imigran yang datang akan tersebar merata pada suatu hamparan,
sehingga populasi hama tiap rumpun menjadi lebih rendah dan dapat dikendalikan
oleh musuh alami, baik predator maupun parasitoid. Bila pertanaman pada
golongan air pertama mampu dikendalikan maka hama tidak akan migrasi atau
menyebar ke pertanaman pada golongan air selanjutnya. Wereng cokelat dapat
penerapan PHT biointensif dengan tanam varietas tahan secara serempak pada
waktu yang tepat dilaksanakan di Desa Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
pada MK 2011. Pertanaman padi seluas 804 ha memberikan hasil yang mamadai
dengan tanam serempak, setelah 2 tahun sebelumnya tidak panen akibat serangan
Varietas tahan merupakan salah satu komponen teknologi yang murah dan
cokelat berperan dalam proses produksi asam amino penting. Hasil penelitian Cruz
varietas tahan IR62 setelah generasi ke-13. Perakitan varietas tahan dengan
menggabungkan dua atau lebih gen ketahanan (pyramiding genes) diharapkan dapat
tahan IR74 dan Ciherang mampu menurunkan nimfa wereng cokelat generasi
pertama berturut-turut 52,0% dan 19,1% dibanding populasi nimfa wereng cokelat
untuk mengetahui waktu tanam yang tepat, yaitu pada saat populasi hama rendah.
wereng imigran yang pertama kali datang ke pertanaman dapat diketahui dari hasil
besarnya cahaya yang dipasang, makin tinggi cahaya makin banyak hasil
tangkapannya. Hasil tangkapan hama pada solar cell (tenaga surya) dengan cahaya
setara 20 watt lebih rendah dibanding hasil tangkapan lampu perangkap elektrik
100- 160 watt. Jumlah tangkapan juga ditentukan oleh tempat/ lokasi pemasangan.
tangkapan yang lebih banyak dibanding lampu perangkap yang jauh dari sumber
waktu semai yang baik. Bila wereng imigran tidak tumpang tindih maka persemaian
tumpang tindih maka akan terjadi dua puncak tangkapan, persemaian dibuat 15 hari
setelah puncak tangkapan ke dua. Persemaian dibuat setelah populasi hama rendah,
saat yang tepat bisa diketahui dari hasil tangkapan lampu perangkap. Semai atau
tanam pada saat populasi hama rendah, perkembangan hama dapat dikontrol oleh
musuh alami. Sebaliknya, jika semai/tanam pada saat populasi tinggi menyulitkan
wereng cokelat pada pertanaman yang masih ada di sekitar hamparan. Bila kondisi
aman, maka dapat dimulai persemaian, bila populasi tinggi harus dilakukan
Pada saat sudah ada pertanaman (stadia vegetatif dan generatif), bila wereng
populasi di atas ambang ekonomi. Bila lebih dari 50 ekor/malam, air irigasi pada
4. Musuh Alami
predator dari sebuah hama. Musuh alami bisa berada langsung di areal pertanaman
tanpa maupun kita yang memasukkan nya. Musuh alami dari hama wereng batang
disebut juga sebagai pengendalian hayati . Terdapat berbagai jenis predator dan
parasitoid yang dapat menjadi musuh alami WBC. Beberapa jenis parasitoid yang
integrasi palawija pada tanaman padi (SIPALAPA) pada tahun 2002, yaitu
menanam kedelai, jagung, dan sayuran seperti sawi dan kacang panjang di
pematang . Hal demikian juga dilakukan di Vietnam, dengan tanaman bunga (Huan
and Chien, 2015). Tanaman bunga yang ditanam adalah yang mengandung nektar
sawah.
wereng cokelat mengisap cairan tanaman, sedangkan asam sitrat, malat, dan
suksinat tidak dapat menghambat hisapan cairan tanaman oleh wereng cokelat. Data
disertai dengan bermacam tekanan seperti melukai, stres oksidatif, patogenesis dan
yang kuat terjadi pada galur rentan dibandingkan dengan galur tahan. Ekspresi
protein jasmonic acid (JA) sintesis, protein stres oksidatif, Gns1 (glucanase 1),
protein kinase dan clathrin dengan rantai protein yang berat meningkat pada kedua
galur rentan maupun tahan, tetapi tingkat ekspresi yang lebih tinggi terlihat pada
galur rentan setelah diberi perlakuan wereng cokelat (Wei et al. 2017).
Ekspresi Gns5 tetap tidak berubah dan glycine cleavage H-protein diatur
meningkat hanya pada galur tahan. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh
perbedaan tingkat kerusakan yang ditimbulkan pada galur rentan dan tahan, serta
perbedaan dalam genotipe antara keduanya. Galur tahan membawa gen resistensi
melibatkan Gns5 dan sistem glycine cleavage Hprotein (Wei et al. 2017). Uraian di
perakitan varietas yang tahan wereng cokelat, sehingga dalam perakitan varietas
Penggunaan pestida ada dua jenis yaitu pestisida kimia dan pestisida nabati,
namun yang biasanya digunakan oleh petani adalah menggunakan pestisida yang
berbahan kimia namun penggunaan ini harus di kurangi karena dapat merusak
lingkungan. Tindakan pengendalian kimia yang berlebihan dan terus menerus akan
Pestisida nabati adalah petisida yang bahan aktifnya berasal dari tanaman atau
tumbuhan dan bahan organik lain nya yang bisa mengendalikan serangan hama.
Pestisida ini selain murah dalam biayanya juga tidak meninggalkan residu yang
hasil dari tanaman tersebut. Secara umum, mekanisme kerja pestisida nabati dalam
1) Teknologi pembuatannya mudah dan murah sehingga dapat dibuat dalam skala
rumah tangga.
keseimbangan ekosistem
5) Hasil pertanian lebih sehat dan bebas dari residu pestisida kimiawi.
1) Daya kerja lambat, tidak dapat dilihat dalam jangka waktu dekat.
2) Pada umumnya tidak mematikan langsung hama sasaran, tetapi hanya bersifat
budidaya.
4) Daya simpan relatif pendek sehingga harus segera digunakan setelah diproduksi
konvensional.
Baehaki, S.E. 2014. Budi daya tanam padi berjamaah suatu upaya meredam ledakan
hama dan penyakit dalam rangka swasembada beras berkelanjutan.Edisi 2.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang. 209p.
Baehaki, S.E., Imam, M. 2015. Status Hama Wereng Pada Tanaman Padi Dan
Pengendaliannya. Padi Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
BB Padi. 2014. Uji kelayakan lampu perangkap hama sollar cell dan elektrik.
Laporan Hasil Penelitian 2013. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan
Litbang, Kementerian Pertanian.
Cruz, A.P., A. Arrida, K.L. Heong, and F.G. Horgan. 2016. Aspect of brown
planthopper adaptation to resistant rice variety with the Bph3 gene.
Entomologia Experimentalis et Applicata 141(3):245-257.
Harahap, I.S dan Budi, T. 1999. Pengendalian Hama Penyakit Tanaman Padi.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Lu, Z.X., Kong-Luen Heong, Xiao-Ping Yu, and Cui Hu. 2014. Effects of nitrogen
on the tolerance of brown planthopper, Nilaparvata lugens, to adverse
environmental factors. Insect Science 12(2):121-128.
Magunmder, S.K.G., M.P. Ali, T.R. Choudhury, and S.A. Rahin. 2013. Effect of
variety and transplanting date on the insidance of insect pests and their
natural enemies. World Journal of Agricultural Science 1(5):158-167.