Anda di halaman 1dari 30

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang penting di dunia.

Hampir 90% penduduk Asia menanam padi dan mengonsumsi beras

(Khus and Brar, 2002). Di Indonesia, Padi merupakan salah satu makanan pokok

dan merupakan sumber makanan utama bagi masyarakat. Rata-rata konsumsi

beras di Indonesia mencapai 130 kilogram per kapita per tahun atau lebih dari dua

kali lipat konsumsi rata-rata dunia (Susakti 2013). Produksi padi nasional pada

tahun 2018 sebesar 59,20 juta ton dengan luas panen sekitar 11,37 ha. Namun

pada tahun 2019 mengalami penurunan produksi menjadi 54.60 juta ton dengan

luas panen 10,67 ha (BPS, 2019).

Salah satu hal yang menyebabkan produksi padi nasional mengalami

kenaikan dan penurunan produksi (tidak tetap) adalah serangan hama. Adapun

hama-hama penting pada tanaman padi antara lain tikus, wereng coklat,

penggerek batang padi (Soetarto et al. 2001 dalam Widiarta dan Suharto 2009)

dan keong mas (Suharto dan Kurniawati 2009).

Wereng batang coklat/WBC (Nilaparvata lugens Stal.) merupakan salah satu

hama pada tanaman padi. Pada awalnya, WBC merupakan hama dengan wilayah

serangan yang terbatas. Namun, saat ini WBC menjadi hama utama pada tanaman

padi. Hama ini dapat menyebabkan hooperburn dimana tanaman padi terlihat

kering seperi terbakar. Hal tersebut terjadi karena WBC menghisap cairan sel

pada batang tanaman padi (Yaherwandani dkk., 2010). Menurut Mochida (1978)

dikutip Yaherwandani dkk. (2010), WBC dapat menjadi vektor penyakit kerdil

rumput dan kerdil hampa yang disebabkan oleh virus pada tanaman padi.
2

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Hortikultura sangat

dianjurkan untuk memperhatikan aspek teknis, ekologis, sosial dan ekonomi agar

produk hasil pertanian yang diinginkan terbebas dari residu pestisida kimia

(Prayogo, 2011). Salah satu alternatif pengendalian yang bersifat ramah

lingkungan, yaitu dengan memanfaatkan agens hayati menggunakan

mikroorganisme sebagai bioinsektisida untuk pengendalian hama

(Soenartiningsih, 2010).

Selama ini peningkatan produktivitas tanaman padi selalu mendapat

gangguan berasal dari faktor biotik dan abiotik. Gangguan faktor abiotik

umumnya datang dari lingkungan tumbuh tanaman, contohnya tanaman

menjadi stres karena terjadi kekeringan, banjir dan bencana alam (meletusnya

gunung berapi). Gangguan yang berasal dari faktor biotik adalah : serangan

serangga hama dan penyakit tanaman. Salah satu serangga hama paling

merusak yang menyerang tanaman padi di negara produsen beras adalah

wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) (Hemiptera: Delphacidae) (CABI

(2019). Untung (1995) melaporkan bahwa wereng coklat telah menjadi hama

tanaman padi di Indonesia sejak tahun 1854. Pada tahun 1970 populasinya

mengalami eksplosif sehingga menjadi hama utama tanaman padi sawah dan

padi gogo. Oleh karena itu perlu diadakannya penelitian mengenai efektifitas

pemberian beberapa pestisida nabati untuk mengendalikan hama wereng batang

coklat (Nilaparvata lugens) Pada tanaman padi dengan konsentrsi dan dosis

pengaplikasian yang tepat.


3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa

insektisida nabati terhadap hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens).

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh pemberian beberapa insektisida nabati terhadap wereng

batang coklat (Nilaparvata lugens).

Kegunaaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapat gelar

sarjana di Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai

bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


4

TINJAUAN PUSTAKA

Padi

Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang

tiap ruas tidak sama panjangnya, ruas yang paling pendek terdapat pada pangkal

batang. Ruas yang kedua, ketiga dan seterusnya lebih panjang dari pada ruas yang

berada dibawahnya. Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana

terdapat satu batang tunggal atau batang utama yang mempunyai mata tunas. Ciri

khas dari daun tanaman padi yaitu adanya sisik/terlihat seperti bulu-bulu dan

telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis

rumput yang lain (Herawati, 2009).

Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat

yang cukup bagi tubuh manusia, sebab di dalam padi terkandung bahan yang

mudah diubah menjadi energi. Nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang

dewasa adalah 1821 kalori yang apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari

diperlukan beras sebanyak 0,88 kg, beras mengandung berbagai zat makanan

antara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu, vitamin, dan unsur

mineral antara lain: kalsium, magnesium, sodium, fosphor dan lain sebagainya

(Amirullah, 2008).

Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak

mengandung uap air dengan curah hujan yang baik rata-rata 200 mm bulan-1 atau

lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki tahun-1

sekitar 1500 - 2000 mm, suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23°C,

dengan tinggi tempat berkisar antara 0 - 1500 m dpl dan tanah yang baik untuk
5

pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu

dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah

yang cukup yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 - 22 cm dengan pH antara

4- 7 (Ngraho, 2007)

Wereng Batang Coklat

Wereng Batang Coklat/ WBC (Nilaparvata lugens Stal.) (Hemiptera:

Delpachidae) merupakan hama utama monofag yang menyerang hampir semua

varietas padi dengan tingkat kerusakan mulai dari ringan sampai dengan berat

bahkan puso (gagal panen). WBC dianggap berbahaya karena bersifat plastis

mudah beradaptasi dengan lingkungan dan juga merupakan vektor virus beberapa

jenis penyakit. WBC merusak tanaman dengan cara menghisap cairan pada batang

hingga tanaman padi menjadi kering. Gejala serangan WBC ditandai dengan ciri-

ciri daun dari rumpun padi berubah warnanya menjadi kuning kecoklatan

(Nurbaeti, dkk., 2010).

Wereng batang coklat merupakan hama laten yang sulit dideteksi, tetapi

keberadaannya selalu mengancam kestabilan produksi padi nasional. Serangan

wereng batang coklat di lapangan berfluktuatif, mulai ringan sampai mencapai

puncak perkembangannya saat terjadi ledakan yang menimbulkan puso/mati

terbakar (hopperburn). Wereng batang coklat menyerang langsung tanaman padi

dengan mengisap cairan sel tanaman sehingga tanaman menjadi kering. Serangan

tidak langsungnya yaitu wereng dapat mentransfer tiga virus yang berbahaya bagi

tanaman padi, yaitu virus kerdil hampa, virus kerdil rumput tipe 1, dan virus

kerdil rumput tipe 2.


6

Keberadaan WBC pada lahan sawah dipengaruhi oleh faktor biotik dan

abiotik (Dianawati dan Sujitno, 2015). Faktor biotik yang mempengaruhi

keberadaan WBC di lahan diantaranya yaitu varietas tanaman padi serta

keberadaan musuh alami. Penggunaan varietas yang rentan merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan kemunculan WBC di lahan (Rahmini, dkk., 2012).

Keberadaan musuh alami dapat mempengaruhi populasi WBC yang berada pada

lahan (Gunawan, dkk., 2015). Selain faktor biotik, terdapat faktor abiotik yang

mempengaruhi keberadaan WBC dilahan, seperti faktor iklim yaitu suhu,

kelembaban, dan curah hujan. Kondisi iklim yang memadai akan menyebabkan

kemunculan WBC di lahan dan mempengaruhi perkembangan populasinya

(Nurbaeti, dkk., 2010). Untuk mencegah terjadinya ledakan populasi WBC yang

dapat merugikan produksi tanaman padi, maka diperlukan tindakan pengendalian

dengan memanfaatkan faktor-faktor bioekologi dari WBC untuk menekan

populasi WBC agar tidak mengganggu produksi tanaman padi (Gunawan, dkk.,

2015).

Wereng WBC melewati satu siklus hidupnya dari telur-nimfa-imago.

Telur berwarna putih, berbentuk buah pisang, biasanya diletakkan berkelompok di

dalam jaringan pelepah daun tanaman padi. Telur menetas setelah 7 -10 hari.

WBC yang baru menetas melewati 5 tahap pertumbuhan nimfa sebelum menjadi

imago (Kalshoven 1981). Periode nimfa berkisar antara 7 sampai 15 hari

(Mochida & Okada, 1979). Nimfa mirip dengan imago, tetapi berukuran lebih

kecil, beda warna, dan tidak mempunyai sayap fungsional. Bakal sayap muncul

selama pengembangan, dapat dilihat pada instar kelima. Nimfa dapat dibedakan

oleh penampilan mesonotum dan metanotum thorax, serta warna dan ukuran
7

tubuh (Phiyaphongkul 2013). Imago betina bertelur dengan menempatkannya

secara berkelompok di dalam jaringan tanaman (Hattori & Sogawa, 2002),

terutama dalam selubung daun dan helai daun (Phiyaphongkul 2013).

Imago terdiri dari dua bentuk, yaitu bersayap panjang (makroptera) dan

bersayap pendek (brakiptera). Pemunculan kedua bentuk tersebut antar lain

dipengaruhi oleh kepadatan populasi. Bentuk makroptera dapat terbang sehingga

merupakan bagian populasi yang berfungsi untuk menemukan tempat hidup baru.

Di daerah tropis, satu generasi wereng coklat berlangsung sekitar satu bulan

(Kalshoven 1981).

Gejala serangan Wereng Batang Coklat

Serangan wereng coklat terjadi pada tanaman padi yang telah dewasa, tetapi

belum memasuki masa panen. Adakalanya juga wereng coklat juga menyerang

persemaian padi. Jika tanaman padi muda yang terserang pertumbuhan akan

terhambat sehingga tanaman tetap menjadi kerdil dan daun akan menguning,

mengering lalu mati (Pracaya, 2008). Wereng coklat dewasa dan nimfa biasanya

akan menetap di bagian pangkal tanaman padi dan mengisap pelepah daun.

Wereng coklat menghisap cairan tanaman dengan menusukkan stiletnya ke dalam

ikatan pembuluh vaskuler tanaman inang dan mengisap cairan tanaman dari

jaringan floem. Nimfa 4 dan 5 menghisap cairan tanaman lebih banyak daripada

instar 1, 2 dan 3. Wereng coklat betina mengisap cairan lebih banyak daripada

yang jantan. Serangan wereng coklat dapat menyebabkan kerusakan seperti

terbakar (hopperburn) dan kematian total pada tanaman padi sebagai akibat dari

hilangnya cairan tanaman yang dihisap dari jaringan xylem maupun phloem

(Pathak dan Khan, 1994). Pada awalnya, gejala hopperburn muncul pada ujung
8

daun yang terlihat menguning kemudian berkembang meluas ke seluruh bagian

tanaman (daun dan batang) (Sogawa, 1982).

Wereng coklat dapat mengakibatkan kehilangan hasil dan berpotensi

menyebabkan puso pada tanaman padi sawah akibat dari serangan yang

dilakukannya. Pada tahun 2011, kejadian puso secara nasional di Indonesia pada

padi sawah akibat serangan wereng coklat mencapai 34.932 hektar. Populasi 10 -

15 ekor per rumpun cukup membuat puso dalam waktu 10 hari. 8 Populasi hama

wereng coklat yang dapat merusak tanaman padi umur kurang dari 40 hari setelah

tanam yaitu 2 - 5 individu per rumpun. Sedangkan pada tanaman padi yang

berumur lebih dari 40 hari setelah tanam yaitu 10 - 15 ekor per rumpun (Baehaki

dan Mejaya, 2011).

Pengendalian Wereng Batang Coklat

Pestisida organik adalah pestisida yang bahan aktifya terdiri dari tanaman

dan tumbuhan,yang berkhasiat untuk mengendalikan serangan hama. Pestisida

organik tidak meniggalkan residu berbahaya seperti pestsida sintetik pada

tanaman maupun mencemari lingkungan, serta dapat dibuat dengan bahan yang

mudah dan alat yang sederhana. (Kardinan, 2002).

Hama wereng coklat tergolong hama yang sukar untuk dikendalikan karena

hama wereng batang coklat mampu berkembang biak dengan cepat, serta mampu

memamfaatkan sumber makanan dengan baik sebelum serangga lain

mendapatkatkan sumbre makanan, dan mampu menemukan habitat barudengan

cepat sebelum habitat lama tidak berguna lagi (Endah, 2010).

Insektisida BPMC adalah insektisida kimia yang berbahan aktif

buthylphenylmethyl carbamate 500 g/l. Insektisida BPMC mempunyai daya


9

basmi tinggi dan mempunyai knock down efek yang cepat. Keefektifan

insektisida BPMC terhadap WBC telah dilaporkan (Nagata, 1985). Insektisida

BPMC mempunyai cara kerja menghambat enzim kolinesterase dalam tubuh,

tetapi reaksi yang ditimbulkannya bersifat reversible (dapat balik) dan bekerja

lebih banyak pada jaringan, bukan dalam plasma darah. BPMC bekerja mengikat

asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase adalah enzim yang diperlukan untuk

menjamin kelangsungan vertebrata dan insekta. Fungsi asetikolinesterase adalah

mengatur produksi dan degradasi asetilkolin, suatu neurotransmiter pada sistem

saraf otomom (parasimpatik) dan somatik (Wispriyono dkk., 2013).

Ekstrak Daun Serai

Tanaman serai wangi merupakan tumbuhan menahun dengan tinggi sekitar

50-100 cm. Batang berlapis-lapis dan tumbuh lurus tinggi, daun sangat panjang

seperti pedang (Obute dan Godswill, 2007). Batang tidak berkayu dan berwarna

putih keunguan. Sistem perakarannya serabut (Sumiartha et al., 2012). Tanaman

serai sangat sulit dipangkas karena batang berserat seperti kayu pada bagian dekat

akar. Tanaman serai tumbuh berumpun dengan tepi daun yang tajam (Obute dan

Godswill,2007). Serai wangi tidak berbiji meskipun tumbuh di iklim yang sesuai

dan bertahun-tahun tidak dipotong. Pengembangbiakan dilakukan dengan

memotong bagian batang semu yang tua setinggi 3 inci. Satu rumpun serai dapat

terdiri dari 50 batang semu (Guenther, 1990).

Serai wangi termasuk famili graminae. Produk tanaman ini umumnya

digunakan sebagai penghasil minyak atsiri (parfum, kosmetik, dan lain-lain).


10

Kandungan utama dari minyak atsiri serai wangi adalah sitronelal, sitronelol, dan

geraniol (Sastrohamidjojo, 2002).

Minyak serai wangi juga bersifat insektisida terhadap lalat rumah Musca

domestica (Samarasekera et al., 2006), dan juga berpotensi untuk mengontrol

serangga hama Aphids (Abramson et al., 2006). Sitronellal dari serai wangi

bersifat repelen terhadap lebah pada bunga Ocimumsellowii (Souza dan Couto,

2004).Serai wangimenghasilkan minyak atsiri yang dikenal sebagai Citronella Oil.

Minyak citronella mengandung dua senyawa kimia penting yaitu sitronelal dan

geraniol, yang berfungsi sebagai pengusir nyamuk (Flona,2006).

Pada penelitian sebelumnya, tentang penggunaan minyak serai wangi yang

telah dilakukan oleh Sasmita (2014) terhadap hama Aphis gossypii dengan

menggunakan metode penyemprotan dengan cara menyemprotkan minyak serai

wangi yang telah diencerkan kepada nimfa A.gossypii pada konsentrasi 0,4%

yang menghasilkan tingkat kematian A. gossypii dalam waktu 3,3 jam dan

jumlah mortalitas hama kutu daun A. gossypii yaitu sebesar 93,78%.

Ekstrak Daun Mengkudu

Senyawa sitronela mempunyai sifat racun kontak yang dapat

mengakibatkan kematian karena kehilangan cairan terus menerus. Sedangkan

kandungan senyawa mengkudu yang paling besar yaitu senyawa tanin. Dengan

adanya senyawa sitronela dan tanin ini dapat menyebabkan keracunan perut pada

moluska, dan menyebabkan kematian pada moluska, sehingga dengan adanya


11

kandungan senyawa tersebut dapat dijadikan bahan pestisida yang alami untuk

membasmi hama pada tanaman (Parmithi, et al. 2019)

Salah satu tanaman yang bersifat sebagai insektisida nabati adalah

mengkudu (Morinda citrifolia L.). Mursito (2005), menyebutkan bahwa

mengkudu mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan

antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin,

serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin (Bangun &

Sarwono, 2005)

biji mengkudu mengandung senyawa yang bisa digunakan dalam

pembuatan insektisida nabati, diantaranya alkaloid, tanin dan glikosida jantung.

Senyawa ini dapat menganggu sistem pencernaan, karena mempunyai efek

kardiotonik atau merupakan zat yang mampu mengatur metabolisme.

(Mutiyah et al., (2013)

Ekstrak Daun Mimba

Mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan bahan nabati yang

memiliki kemampuan anti-bacterial dan insektisidal, sehingga dapat digunakan

sebagai pengendali OPT pada budidaya pertanian. Mimba dapat tumbuh baik di

daerah panas dengan ketinggian 1-700 m dpl dan tahan

cekaman air (Kardinan 2002). Menurut Debashri dan Tamal (2012), semua bagian

dari pohon mimba memiliki aktivitas pestisida. Biji dan daun mimba

mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu

azadirachtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Senyawa Azadirachtin dapat

menghambat pertumbuhan serangga hama, mengurangi nafsu makan, mengurangi

produksi dan penetasan telur, meningkatkan mortalitas, mengaktifkan infertilitas


12

dan menolak hama di sekitar pohon mimba (Rukmana & Oesman 2002). Ekstrak

mimba yang terbuat dari daun, bunga, dan biji mimba

dapat digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama, misalnya Helopelthis

sp., ulat jengkal, Aphis sp., Nilarvata sp., dan Sitophilus sp. Daun mimba juga

dapat meningkatkan mortalitas larva nyamuk (Maragathavalli et al., 2012). Bahan

aktif ini terdapat di semua bagian tanaman, tetapi yang paling tinggi terdapat

pada bijinya (Kardinan 2002).

Ekstrak Kecubung

Kecubung (Datura metel L.) adalah sumber insektisida botanis yang

potensial. Tanaman ini mengandung alkaloid, saponin, flavanoid,

dan polifenol pada bagian daun, bunga, biji serta akar. Kandungan senyawa

alkaloidnya antara lain zat lemak, steroid, fenol saponin, tannin, dan terpentin

dengan bahan aktif, seperti atropine, hiostamin, scopolamin, hiosin, zat lemak

kalsium oksalat, metosdina, norhio- siamina, norskopolamina, kuskohigrina,

nikotin, dan hyoscamine (Huong, 1990; Thomas, 2003). Kandungan Pengapuran

(CaO) dapat menyebabkan keong mas kurang aktif, turunnya daya makan dan

bahkan mati. Pengapuran dengan takaran 50 kg/ha efektif menekan perkembangan

keong mas (Hendarsih dan Kurniawati, 2002). atropine pada daun dan biji

kecubung dapat mencapai 8- 12% bobot kering.


13
14

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Patumbukan, Kecamatan Galang,

Kabupaten Deli Serdang pada Oktober-November 2022. Pengambilan sampel

daun serai wangi, mengkudu, kecubung untuk ekstrak insektisida nabati dari Desa

Durin Tongkal, Simalingkar B, Kecamatan Pancur Batu, Deli Serdang dan

pengambilan daun mimba dari Desa Batang Kuis, Kecamatan Batang Kuis, Deli

Serdang.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu daun serai wangi (Cymbopogon citratus),

daun mengkudu (Morinda citrifolia), daun mimba (Azadirachta indica), daun

kecubung (Datura metel), wereng batang coklat, aquades, kertas saring, dan

bahan-bahan lain yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan yaitu gunting untuk memotong plastik, toples,

handspayer, kain kasa, alat penangkap wereng batang coklat, lampu senter,

blender, gelas ukur, timbangan analitik, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non-

faktorial dengan diulang sebanyak 4 kali. Perlakuan yang akan diterapkan adalah:

M0 = kontrol

M1 = 10 g ekstrak daun serai wangi

M2 = 10 g ekstrak daun mengkudu

M3 = 10 g ekstrak daun mimba

M4 = 10 g eksrtak daun kecubung


15

UI UII UIII UIV UV

M0 M1 M4 M2 M3

M1 M4 M2 M3 M0

M2 M3 M0 M1 M4

M3 M0 M1 M4 M2

M2 M2 M3 M0 M1

Jumlah Perlakuan : 5 Perlakuan

Jumlah Ulangan : 4 Ulangan

Jumlah Tanaman/pot : 3 tanaman/ pot

Jumlah Tanaman Seluruhnya : 60 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam

berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yij = µ + τi + βj + eij

i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4,5,6,7

Dimana :

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh blok ke-j

eij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data dianalisis dengan analisis sidik ragam, dan dilanjutkan menggunakan

Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% dengan software IBM SPSS.
16

PELAKSANAAN PENELITIAN

Pembuatan Insektisida Nabati

Setiap sampel daun ditimbang sebanyak 10 g dan dipotong menjadi ukuran

kecil kemudian ditambahkan 1000 ml aquades dan diblender. Hasil ekstrakan

disaring dan dimasukkan ke botol penyimpanan.

Koleksi Wereng Batang Coklat

Wereng batang coklat diambil dari batang pertanaman padi sawah dengan

alat perangkap sebaanyak 375 ekor kemudian dimasukkan ke masing-masing

toples sebanyak 15 ekor. Terlebih dahulu dimasukkan batang padi ke dalam toples

sebagai sumber makanan. Permukaan toples dibungkus dengan kain kasa.

Aplikasi Insektisida Nabati

Wereng batang coklat yang sudah didalam toples dibiarkan selama 1 hari

kemudian dilakukan penyemprotan masing-masing ekstrakan dengan handsprayer

dan dilakukan pengamatan.

Peubah Amatan

Waktu Kematian

Waktu kematian adalah rentan waktu yang diperlukan oleh masing masing

perlakuan sampai menimbulkan kematian wereng batang coklat. Waktu kematian

dilakukan mulai dari 1-7 hari setelah aplikasi.

Mortalitas (%)

Pengambilan data persentase mortalitas wereng batang coklat dilakukan

pada 7 hari setelah aplikasi (HSA), menggunakan menggunakan rumus:

P = a/a+b x100 %

P = Persentasi mortalitas wereng batang coklat


17

a = Jumlah wereng yang mati

b = Jumlah wereng yang hidup

Kategori Hambatan

Kategori hambatan diukur dari persentase mortalitas dengan

mengklasifikasikan berdasarkan Mokodompit et al., (2013), kategori sangat tinggi

jika mortalitas ≥ 80%; tergolong tinggi jika mortalitas berkisar 60-80%; tergolong

moderat jika mortalitas berkisar 40-60%; tergolong rendah jika mortalitas berkisar

0,1-40%; dan tidak ada hambatan jika mortalitas 0%.

Bobot WBC yang Mati (g)

Setiap wereng batang coklat yang mati setiap harinya dari masing-masing

perlakuan ditimbang sampai hari ke-7 menggunakan timbangan analitik.


18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jumlah Wereng Batang Coklat yang Mati

Hasil menunjukkan beberapa insektisida nabati signifikan terhadap jumlah

wereng batang coklat yang mati pada 1-5 Hari Setelah Perlakuan (HSP), namun

berpengaruh tidak nyata pada umur 6-7 HSP (Lampiran 1-14 dan Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa insektisida
nabati pada 1-7 hari setelah perlakuan
Hari setelah perlakuan (HSP)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
M0 0,00 c 0.00 c 0.00 c 0.00 c 0.00 c 0.00tn 0.00tn
M1 0,80 bc 1.00 bc 2.00 b 2.60 ab 4.60 b 0.00tn 0.00tn
M2 1,20 b 1.80 ab 1.80 b 2.20 ab 6.20 a 0.00tn 0.00tn
M3 1,00 bc 1.20 b 2.20 b 3.40 a 4.40 b 0.60tn 0.00tn
M4 4,60 a 2.60 a 4.80 a 1.40 b 0.00 c 0.20tn 0.00tn
Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata
pada uji DMRT 5%. tn= berpengaruh tidak nyata. (M1= ekstrak daun serai wangi,
M2= ekstrak daun mengkudu, M3= ekstrak daun mimba, M4= eksrtak daun
kecubung).

Tabel 1 menunjukkan bahwa insektisida nabati dari daun serai wangi,

daun mengkudu, dan daun mimba (M1-M3) mengalami peningkatan dalam

menekan wereng batang coklat pada 1-5 HSP, namun mengalami penurunan dari

hari 6-7 HSP. Hasil lainnya menunjukkan bahwa ekstrak daun kecubung (M4)

memiliki tingkat penekanan jumlah wereng batang coklat tertinggi pada 3 HSP,

kemudian mengalami penurunan dari 4-7 HSP.

Mortalitas Wereng Batang Coklat

Hasil menunjukkan beberapa insektisida nabati signifikan terhadap jumlah

mortalitas wereng batang coklat (Lampiran 15-16 dan Tabel 2).


19

Tabel 2. Mortalitas wereng batang coklat yang mati akibat beberapa insektisida
nabati
Perlakuan Mortalitas (%) Kategori Hambatan
Kontrol 0,00 c Tidak terjadi hambatan
Ekstrak daun serai wangi 73,33 b Tinggi
Ekstrak daun mengkudu 88,00 a Sangat Tinggi
Ekstrak daun mimba 85,33 a Sangat Tinggi
Eksrtak daun kecubung 90,67 a Sangat Tinggi
Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata
pada uji DMRT 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa insektisida nabati dari daun mengkudu,

mimba, dan kecubung (M2-M4) efektif menekan kematian (mortalitas) wereng

batang coklat dan berbeda dibandingkan tanpa insektisida nabati (M0) dan daun

serai wangi (M1). Tingkat mortalitas pengendalian wereng batang coklat tertinggi

terdapat pada daun kecubung sebesar 90,67% dan memiliki kategori hambatan

tergolong sangat tinggi.

Bobot Wereng Batang Coklat

Hasil menunjukkan beberapa insektisida nabati signifikan terhadap bobot

wereng batang coklat (Lampiran 17-18 dan Tabel 3)

Tabel 3. Bobot wereng batang coklat yang mati akibat beberapa insektisida nabati
Perlakuan Bobot WBC (g)
Ekstrak daun serai wangi 0,0124 c
Ekstrak daun mengkudu 0,0102 b
Ekstrak daun mimba 0,0085 a
Eksrtak daun kecubung 0,0085 a
Keterangan: rataan yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang nyata
pada uji DMRT 5%.

Tabel 3 menunjukkan insektisida nabati dari daun mimba dan kecubung

memiliki efektifitas yang sama menghambat bobot wereng batang coklat dan

berbeda dibandingkan insektisida nabati daun serai wangi (M1), dan mengkudu

(M2).
20

Pembahasan

Hasil menunjukkan bahwa penekanan jumlah wereng batang coklat paling

cepat terdapat pada insektisida nabati dari ekstrak daun kecubung (M4) diikuti

serai wangi, mengkudu, dan mimba. Namun penekanan jumlah wereng batang

coklat tertinggi ditemukan pada ekstrak daun mengkudu (6,20 ekor) pada 5 HSP

(Tabel 1). Hal ini diasumsikan bahwa daun mengkudu memiliki beberapa

metabolit sekunder yang mempengaruhi sistem pencernaan, syaraf, hormon, dan

menganggu reseptor perasa. Kondisi ini mengakibatkan wereng batang coklat

tidak mengenali makanan, mengganggu sistem pencernaan, dan mengarah pada

tingkat kematian. Temuan ini didukung oleh Mokodompit et al., (2013) bahwa

alkaloid dan flavonoid dapat mengganggu sistem pencernaan dan reseptor perasa

yang menyebabkan kematian wereng batang coklat akibat kelaparan. Valli &

Murugalakshmi, (2014) menemukan mengkudu memiliki fenol, alkaloid, dan

flavonoid. Almeida et al., (2019) melaporkan bahwa mengkudu memiliki fenol,

antrakuinon, karotenoid, triterpenoid, flavonoid, glikosida, triterpenida, sterol, dan

senyawa aromatik. Khairani et al., (2019) menambahkan larutan esktrak

mengkudu memiliki kemampuan tertinggi (60%) terhadap mortalitas wereng

batang coklat dibandingkan esktrakan lainnya (pinang, kepayang, dan loa).

Mortalitas wereng batang coklat signifikan dapat dikendalikan insektisida

nabati dari daun mengkudu, mimba, dan kecubung. Penekanan tertinggi terdapat

pada ekstrak daun kecubung sebesar 90,67% (Tabel 2). Hal ini dapat disebabkan

kandungan senyawa dari ekstrak daun kecubung bersifat racun kontak yang dapat

mengganggu metabolisme hama wereng batang coklat dan akhirnya mengalami

kematian. Temuan ini didukung oleh Hossain et al., (2014) bahwa tanaman
21

kecubung memiliki kandungan total fenolik dan flavonoid. Céspedes-Méndez et

al., (2021) menemukan kandungan dari tanaman kecubung memiliki terpenoid,

fenolik, alkaloid, dan withanolida. Kuganathan & Ganeshalingam, (2011) juga

menemukan kandungan daun kecubung memiliki alkaloid dan steroid, serta

efektif mengendalikan hama belalang kayu dan semut rangrang pada kisaran EC 50

masing-masing sebesar 12.000 dan 11.600 ppm. Ali et al., (2017) menjelaskan

bahwa steroid dan alkaloid dari ekstrak daun kecubung dapat mengganggu

depolarisasi untuk kontraksi otot dan sistem syaraf serangga dengan menghambat

kerja enzim asetilkolinesterase (AChE) dan menyebabkan akumulasi asetilkolin

sehingga terjadi kelumpuhan pada penghantaran rangsangan melalui sinapsis dan

kematian. Ulva et al., (2014) juga menambahkan semakin tinggi pemberian

ekstrak daun kecubung sampai 1000 ppm signifikan meningkatkan mortalitas

imago wereng batang coklat sampai 78%.

Insektisida nabati dari daun mimba dan kecubung memiliki kemampuan

menghambat bobot wereng batang coklat tertinggi dibandingkan insektisida nabati

lainnya (Tabel 3). Hal ini disebabkan senyawa dari ekstrak daun mimba dan

kecubung dapat mempengaruhi metabolisme enzim dalam tubuh wereng batang

coklat sehingga menyebabkan perubahan perilaku makan dan berdampak pada

kematian. Temuan ini didukung Akihisa et al., (2021) bahwa ekstrak tanaman

mimba memiliki senyawa liminoid, diterpenoid, dan flavonoid. Singh & Sharma,

(2020) juga menemukan senyawa dari ekstrak daun mimba memiliki nimbin,

nimbidin, asam nimbik, nimbidinin, nimbinin, 13,14-desepoxyazadirachtin-A, dan

tetranortriterpenoid. Begitu juga senyawa pada daun kecubung memiliki senyawa

fenolik, flavonoid, terpenoid, alkaloid, withanolida, dan steroid (Hossain et al.,


22

2014; Céspedes-Méndez et al., 2021; Kuganathan & Ganeshalingam, 2011).

Rharrabe et al., (2008) juga menunjukkan senyawa dari daun mimba memiliki

efek menghambat protein, glikogen, dan lemak hama nygengat pada 7 hari setelah

perlakuan. Ali et al., (2017) menambahkan steroid dan alkaloid dari ekstrak daun

kecubung dapat mengganggu sistem syaraf serangga dengan menghambat kerja

enzim asetilkolinesterase (AChE). Hambatan ini menyebabkan bobot hama

wereng batang coklat pada perlakuan ekstrak daun mimba dan kecubung lebih

rendah dibandingkan perlakuan ekstrak lainnya.


23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ekstrak beberapa insektisida nabati pada penelitian ini signifikan menekan

hama wereng batang coklat dengan penekanan jumlah yang mati tertinggi terdapat

pada daun mengkudu (6,20 ekor), tingkat mortalitas tertinggi pada daun kecubung

(90,67%), dan menghambat bobot hama tertinggi pada daun mimba dan

kecubung.

Saran

Diperlukan pengujian beberapa konsentrasi dari ekstrak daun mengkudu,

nimba, dan kecubung untuk mendapatkan lethal concentration 50 (LC50) pada

hama wereng batang coklat menggunakan analisis regresi probit.


24

DAFTAR PUSTAKA

Akihisa, T., Zhang, J., Manosroi, A., Kikuchi, T., Manosroi, J., & Abe, M. 2021.
Limonoids and other secondary metabolites of Azadirachta indica (neem)
and Azadirachta indica var. siamensis (Siamese neem), and their
bioactivities. Studies in Natural Products Chemistry, 68, 29-65.

Ali, K., Shuaib, M., Ilyas, M., Hussain, F., Arif, M., Ali, S., Jang, N., & Hussain,
F. 2017. Efficacy of various botanical and chemical insecticides against flea
beetles on maize (Zea maize L.). Veterinary Research, 2(1), 6-9.

Almeida, É. S., de Oliveira, D., & Hotza, D. 2019. Properties and applications of
Morinda citrifolia (noni): A review. Comprehensive Reviews in Food
Science and Food Safety, 18(4), 883-909.

Céspedes-Méndez, C., Iturriaga-Vásquez, P., & Hormazábal, E. 2021. Secondary


metabolites and biological profiles of Datura genus. Journal of the Chilean
Chemical Society, 66(2), 5183-5189.

Hossain, M. A., Al Kalbani, M. S. A., Al Farsi, S. A. J., Weli, A. M., & Al-
Riyami, Q. 2014. Comparative study of total phenolics, flavonoids contents
and evaluation of antioxidant and antimicrobial activities of different
polarities fruits crude extracts of Datura metel L. Asian Pacific Journal of
Tropical Disease, 4(5), 378-383.

Khairani, M. A., Soedijo, S., & Aidawati, N. 2019. Pengaruh pemberian larutan
tumbuhan sebagai pestisida nabati dalam mengendalikan wereng batang
coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Jurnal Proteksi Tanaman Tropika, 2(2),
123-128.

Kuganathan, N., & Ganeshalingam, S. 2011. Chemical analysis of Datura metel


leaves and investigation of the acute toxicity on grasshoppers and red ants.
E-Journal of Chemistry, 8(1), 107-112.

Mokodompit, T. A., Koneri, R., Siahaan, P., dan Tangapo, A. M. 2013. Uji
ekstrak daun Tithonia diversifolia sebagai penghambat daya makan
Nilaparvata lugens Stal. pada Oryza sativa L. Jurnal Bios Logos, 3(2), 50-
56.

Rharrabe, K., Amri, H., Bouayad, N., & Sayah, F. 2008. Effects of azadirachtin
on post-embryonic development, energy reserves and α-amylase activity of
Plodia interpunctella Hübner (Lepidoptera: Pyralidae). Journal of Stored
Products Research, 44(3), 290-294.

Singh, B., & Sharma, R. A. 2020. Azadirachta species. In Secondary metabolites


of medicinal plants: ethnopharmacological properties, biological activity
and production strategies. John Wiley & Sons.
25

Ulva, D., Prihatin, J., & Pujiastuti. 2014. Efektivitas ekstrak daun kecubung
(Datura metel L.) terhadap imago wereng batang coklat (Nilaparvata lugens
Stal.) (Hemiptera: Delphacidae) dan pemanfaatannya sebagai buku non teks.
Artikel Ilmiah Mahasiswa, 1-5.

Valli, G., & Murugalakshmi, M. 2014. Isolation, preliminary phytochemical and


antibacterial activity studies of the constituents present in ethanol extract of
manjanathi fruits. International Journal of Innovative Research in Science,
Engineering and Technology, 3(3), 9940-9946.
26

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 1 hari setelah aplikasi.
Perlakua ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
M1 1 0 1 1 1 4,00 0,80
M2 1 2 1 1 1 6,00 1,20
M3 1 1 1 0 2 5,00 1,00
M4 3 4 4 7 5 23,00 4,60
Total 6,00 7,00 7,00 9,00 9,00
Rataan 1,20 1,40 1,40 1,80 1,80 1,52

Lampiran 2. ANOVA jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 1 hari setelah aplikasi.
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 63.440 4 15.860 24.781* 0.000
Within Groups 12.800 20 0.640
Total 76.240 24

Lampiran 3. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 2 hari setelah aplikasi.
Perlakua ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M1 0 2 2 1 0 5.00 1.00
M2 1 1 2 2 3 9.00 1.80
M3 1 1 1 2 1 6.00 1.20
M4 4 2 2 1 4 13.00 2.60
Total 6.00 6.00 7.00 6.00 8.00
Rataan 1.20 1.20 1.40 1.20 1.60 1.32

Lampiran 4. ANOVA wereng batang coklat yang mati akibat beberapa insektisida
nabati pada 2 hari setelah aplikasi.
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 18.640 4 4.660 6.297* 0.002
Within Groups 14.800 20 0.740
Total 33.440 24
27

Lampiran 5. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 3 hari setelah aplikasi.
Perlakua ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M1 2 2 1 3 2 10.00 2.00
M2 2 2 2 1 2 9.00 1.80
M3 2 3 4 1 1 11.00 2.20
M4 5 8 5 3 3 24.00 4.80
Total 11.00 15.00 12.00 8.00 8.00
Rataan 2.20 3.00 2.40 1.60 1.60 2.16

Lampiran 6. ANOVA wereng batang coklat yang mati akibat beberapa insektisida
nabati pada 3 hari setelah aplikasi.
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 58.960 4 14.740 11.167* 0.000


Within Groups 26.400 20 1.320
Total 85.360 24

Lampiran 7. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 4 hari setelah aplikasi.
Perlakua ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M1 4 2 2 1 4 13.00 2.60
M2 2 2 2 3 2 11.00 2.20
M3 3 3 2 5 4 17.00 3.40
M4 2 1 2 2 0 7.00 1.40
Total 11.00 8.00 8.00 11.00 10.00
Rataan 2.20 1.60 1.60 2.20 2.00 1.92

Lampiran 8. ANOVA wereng batang coklat yang mati akibat beberapa insektisida
nabati pada 4 hari setelah aplikasi.
source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 33.440 4 8.360 10.195* 0.000
Within Groups 16.400 20 0.820
Total 49.840 24
28

Lampiran 9. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 5 hari setelah aplikasi.
Perlakua ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M1 4 6 6 5 2 23.00 4.60
M2 8 6 6 7 4 31.00 6.20
M3 7 4 4 4 3 22.00 4.40
M4 0 0 0 0 0 0.00 0.00
Total 19.00 16.00 16.00 16.00 9.00
Rataan 3.80 3.20 3.20 3.20 1.80 3.04

Lampiran 10. ANOVA wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 5 hari setelah aplikasi.
source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 163.760 4 40.940 28.041* 0.000
Within Groups 29.200 20 1.460
Total 192.960 24

Lampiran 11. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 6 hari setelah aplikasi.
Perlakua ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M1 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M2 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M3 0 1 0 0 2 3.00 0.60
M4 0 0 1 0 0 1.00 0.20
Total 0.00 1.00 1.00 0.00 2.00
Rataan 0.00 0.20 0.20 0.00 0.40 0.16

Lampiran 12. ANOVA wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 6 hari setelah aplikasi.
source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
tn
Between Groups 1.360 4 0.340 1.700 0.190
Within Groups 4.000 20 0.200
Total 5.360 24
29

Lampiran 13. Data jumlah wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 7 hari setelah aplikasi.
Perlakua Ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M1 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M2 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M3 0 0 0 0 0 0.00 0.00
M4 0 0 0 0 0 0.00 0.00
Total 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Rataan 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Lampiran 14. ANOVA wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati pada 7 hari setelah aplikasi.
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups - 4 - - -
Within Groups - 20 -
Total - 24

Lampiran 15. Data mortalitas wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati
Perlakua Ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
M1 73,33 80,00 80,00 73,33 60,00 366,67 73,33
M2 93,33 86,67 86,67 93,33 80,00 440,00 88,00
M3 93,33 86,67 80,00 80,00 86,67 426,67 85,33
M4 93,33 100,00 93,33 86,67 80,00 453,33 90,67
Total 353,33 353,33 340,00 333,33 306,67
Rataan 70,67 70,67 68,00 66,67 61,33 67,47

Lampiran 16. ANOVA mortalitas wereng batang coklat akibat beberapa


insektisida nabati.
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 29326.108 4 7331.527 196.429* 0.000
Within Groups 746.480 20 37.324
Total 30072.589 24
30

Lampiran 17. Data bobot wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati.
Perlakua Ulangan
Total Rataan
n 1 2 3 4 5
M1 0.0124 0.0128 0.0123 0.0121 0.0125 0.0621 0.0124
M2 0.0101 0.0102 0.0104 0.0099 0.0105 0.0511 0.0102
M3 0.0085 0.0084 0.0087 0.0082 0.0086 0.0424 0.0085
M4 0.0087 0.0086 0.0091 0.0089 0.0074 0.0427 0.0085
Total 0.0397 0.0400 0.0405 0.0391 0.0390
Rataan 0.0099 0.0100 0.0101 0.0098 0.0098 0.0099

Lampiran 18. ANOVA bobot wereng batang coklat yang mati akibat beberapa
insektisida nabati.
Source Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 0.000 3 0.000 113.884* 0.000
Within Groups 0.000 16 0.000
Total 0.000 19

Anda mungkin juga menyukai