GURU PENGAMPU
Ita Rosita S. S
DISUSUN OLEH
Dia Amalia Aminin (11)
Dinar Rahayu Ningsih (12)
KELAS X IPA 1
MAN 1 BLITAR
2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Memberikan solusi yang lebih mudah kepada masyarakat untuk mengatasi hama
wereng menggunakan daun jeringau.
1.1 Hama
1.1.1 Definisi Hama
Dalam arti sempit, hama adalah binatang perusak yang mengganggu
kepentingan manusia. Da!am pengertian ini, walaupun binatang perusak itu berada
pada ekosistem tanaman, sejauh populasinya rendah dan tidak mengganggu
kepentingan manusia, maka tidak dianggap sebagai harna, hama dengan populasi
yang rendah dan tidak merugikan dipandang sebagai organisme yang melakukan
fungsi biologisnya dalarn rantai makanan di alam dan berperan menjaga
keseirnbangan ekosistem karena merupakan mangsa atau inang musuh alami hama
(Retna Astuti Kuswardani,2013).
Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia,
ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan
kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya
yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara
ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama. Namun demikian potensi
mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut
pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang dapat menjadi hama dapat
dari jenis serangga, moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin di
suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi
hama (Dadang, 2006).
1.2 Wereng
Wereng cokelat tersebar luas di wilayah Palaeartik (China, Jepang dan Korea),
Oriental (Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Malaysia, Serawak, Taiwan,
Muangthai, Vietnam, dan Filipina), dan Australian (Australia, Kep. Fiji, Kaledonia,
Kep. Solomon, dan New Gunea). Data menunjukkan wereng cokelat saat ini sudah
menjadi hama global (the global pest). Serangan wereng cokelat bukan hanya terjadi
di Indonesia, tetapi juga telah menyerang pertanaman padi di China, Vietnam,
Thailand, India, Pakistan, Malaysia, Filipina, bahkan Jepang dan Korea. (Catindig et
al. 2009)
Wereng cokelat (brown planthopper = BPH) Nilaparvata lugens Stal.
merupakan hama tua yang masih menjadi masalah dalam usaha produksi padi di
Indonesia.
Klasifikasi Wereng cokelat (brown planthopper = BPH) (Nilaparvata lugens
Stal) sebagai berikut.
Ordo : Homoptera
Sub ordo : Auchenorrhyncha
Infra ordo : Fulgoromorpha
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : Nilaparvata lugens Stal.
Wereng cokelat merupakan hama laten yang selalu ada setiap tahun, karena
selalu ada tanaman padi di lapangan sebagai makanannya, akibat tanam yang tidak
serempak seperti yang terjadi di daerah segitiga produksi padi Klaten- Boyolali-
Sukohardjo Jawa Tengah (Baehaki 2004). Ledakan hama wereng cokelat tidak hanya
terjadi pada padi sawah, tetapi juga pada tanaman padi gogo (Baehaki et al. 2001),
sehingga di mana pun ada tanaman padi selalu ada risiko hama wereng cokelat.
Ledakan hama wereng cokelat di Indonesia terus berlangsung dari tahun ke tahun dan
puncak serangan terjadi pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing mencapai 137.768
ha dan 218.060 ha.
1.3 Padi
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang berasal dari
dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Penanaman padi sendiri
sudah dimulai sejak Tahun 3.000 sebelum masehi di Zhejiang, Tiongkok (Purwono
dan Purnamawati, 2007). Hampir setengah dari penduduk dunia terutama dari negara
berkembang termasuk Indonesia sebagian besar menjadikan padi sebagai makanan
pokok yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pangannya setiap hari
(Rahmawati, 2006). Hal tersebut menjadikan tanaman padi mempunyai nilai spiritual,
budaya, ekonomi, maupun politik bagi bangsa Indonesia karena dapat mempengaruhi
hajat hidup banyak orang (Utama, 2015). Padi sebagai makanan pokok dapat
memenuhi 56 – 80% kebutuhan kalori penduduk di Indonesia (Syahri dan Somantri,
2016).
Klasifikasi tanaman padi (Oryza sativa) sebagai berikut.
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Species : Oryza sativa L.
1.4 Inteksida pada Padi
Menurut Mangoendihardjo (1978) dalam Abidodifu (2013) salah satu
penyebab kerusakan padi di dalam gudang penyimpanan adalah adanya serangan
hama gudang/bubuk padi (Sitophilus oryzae, L). Serangga ini merupakan hama
gudang primer yang menyerang padi dalam penyimpanan. Hama gudang atau hama
bubuk padi (Sitophilus oryzae, L) menyerang padi yang disimpan dengan cara
menggerek butir padi atau beras dan memakan habis isinya. Serangan hama ini dapat
mengakibatkan kualitas dan kuantitas bahan simpanan merosot.
Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan pengendalian hama bubuk
padi (Sitophilus oryzae, L). Cara yang banyak digunakan untuk mengendalikannya
adalah menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida cukup efektif, tetapi
mendatangkan permasalahan yaitu terdapat residu pada padi dan beras yang diberi
insektisida. Sebagai alternatif, penggunaan insektisida organik dapat dijadikan jalan
keluar dalam pengendaliannya.
Insektisida nabati merupakan salah satu sarana pengendalian hama alternatif
yang layak dikembangkan, karena senyawa insektisida dari tumbuhan tersebut mudah
terurai di lingkungan dan relatif aman terhadap mahkluk bukan sasaran (Martono,
dkk, 2012). Andoko (2002) menambahkan, insektisida nabati ialah insektisida yang
berasal dari dari bahan-bahan tumbuhan. Insektisida ini memiliki keunggulan yang
ramah lingkungan.
Tumbuhan sirih hutan Piper aduncum L (Piperaceae) berasal dari Amerika
tropis dan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1860. Sirih hutan tumbuh pada
ketinggian 90 sampai 1000 m dpl (Heyne 1987). Perlakuan dengan minyak atsiri daun
P. aduncum pada konsentrasi 0,1 mg/ml mengakibatkan kematian larva caplak
Rhipicephalus microplus, parasit pada ternak seperti sapi, keledai, kuda, dan domba,
sampai 100% (Silva et al. 2009).
Sementara itu perlakuan dengan Minyak atsiri P. aduncum dilaporkan juga
toksik terhadap kumbang daun kacang Cerotoma tingomarianus dengan metode
aplikasi kontak, perlakuan pada konsentrasi 1% dapat mengakibatkan kematian
kumbang hampir 100% (Fazolin etal. 2005). Bernard et al. (1995) menyebutkan
bahwa ekstrak kasar daun P.aduncum pada konsentrasi 0,4% dapat menghambat
perkembangan larva penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis hingga 90%.
3.3.2 Bahan
1. Daun Jeringau
2. Air
3. Padi
P0 = x 100%
Keterangan :
P0 : Moralitas wereng cokelat
r : Jumlah wereng coklat yang mati
n : Jumlah wereng cokelat seluruhnya
Hasil Pembahasan
2.1 Moralitas Total Wereng Cokelat (Nilaparvata lugens) (%)
Hasil analisis menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak daun jeringau pada
berbagai tingkat konsentrasi berpengaruh terhadap moralitas wereng cokelat
(Nilaparvata Lugens). Hasil analisis pengaplikasian ekstrak daun jeringau (Acorus
calamus) pada wereng cokelat (Nilaparvata Lugens) di setiap padi dapat dilihat pada
Tabel.2. Adapun rata-rata moralitas dapat dilihat pada Tabel.3 di bawah.
Tabel.2. Hasil analisis pengaplikasian ekstrak daun jeringau (Acorus calamus) pada wereng
cokelat (Nilaparvata Lugens) di setiap padi
Moralitas (%)
Perlakuan
Pengulangan ke-1 Pengulangan ke-2 Pengulangan ke-3
K0 0, 00 0,00 0, 00
A1 0,00 40,00 20,00
A2 60,00 40,00 60,00
A3 60,00 80,00 60,00
Tabel.3 Rata-rata moralitas
Perlakuan Rata-Rata Moralitas (%)
K0 0,00
A1 20,00
A2 53,33
A3 66,67
Kesimpulan
Perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak daun jeringau (Accorus calamus) dapat
membunuh hama wereng cokelat (Nilaparvata Lugens) tetapi menunjukkan efektifitas yang
berbeda. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jeringau maka semakin tinggi pula
moralitas wereng cokelat. Namun konsentrasi 5% ekstrak daun jeringau yang menghasilkan
moralitas wereng cokelat (Nilaparvata Lugens) sebesar 66,67% kurang efektif jika
digunakan pada lahan yang luas karena hanya membunuh setengah dari populasi.
Saran
1. Ekstrak daun jeringau (Accorus calamus) dapat direkomendasikan untuk
pengendalian hama wereng cokelat (Nilaparvata Lugens).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi ekstrak daun jeringau (Accorus
calamus) dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi ekstrak daun jeringau (Accorus
calamus) terhadap hama-hama lain.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dampak penggunaan ekstrak daun
jeringau (Accorus calamus) terhadap ekosistem.