Anda di halaman 1dari 10

Pemanfaat Tanaman Jeringau (Accorus calamus) Untuk

Mengatasi Hama Wereng Cokelat (Nilaparvata Lugens) Pada


Tanaman Padi (Oryza sativa)

GURU PENGAMPU
Ita Rosita S. S

DISUSUN OLEH
Dia Amalia Aminin (11)
Dinar Rahayu Ningsih (12)

KELAS X IPA 1

MAN 1 BLITAR
2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman padi (Oryza sativa) adalah tanaman penghasil beras yang merupakan
makanan pokok di dunia terutama di daerah Asia. Pantingnya padi untuk
kelangsungan hidup manusia membuat manusia harus selalu memproduksi padi
sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan banyak petani yang tertarik untuk menanam
padi. Produksi di seluruh dunia adalah 742.541,804 ton beras diproduksi per tahun
dengan china sebagai sumbangsih terbesar yaitu 211.090.813 ton per tahun yang
diproduksi pada lahan seluas 30.449.860 hektar.
Indonesia sebagai negara tropis tentunya sangat cocok untuk menanam
tanaman padi. Bahkan Indonesia berhasil menduduki posisi ketiga sebagai negara
penghasil padi terbesar di dunia. Namun sayangnya, produksi padi di Indonesia
mengalami penurunan selama 3 tahun terakhir. Dimana pada tahun 2018 Indonesia
berhasil menghasilkan 59 200 533,72 ton. Sementara, pada tahun 2019 hanya
menghasilkan 54 604 033,34 ton saja. Pada Tahun 2020 Indonesia menghasilkan 54
649 202,24 ton, jumlah tersebut mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun 2019
namun masih jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan produksi padi pada tahun
2018.
Salah satu masalah yang dapat menyebabkan penurunan padi di Indonesia
adalah hama. Hama adalah oraganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada
tanaman dan mengurangi hasil produksi. Hama utama dalam produksi padi adalah
wereng cokelat (Nilaparvata Lugens). Hama wereng ini jika dibiarkan akan
menyebabkan penyakit pada padi. Akibatnya produksi tanaman padi menjadi turun
atau gagal panen dan merugikan petani.
Pada umumnya, petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama
wereng. Namun, disamping itu pestisida adalah bahan yang tidak efektiv yang dapat
mencemari lingkungan dan merusak ekosistem. Menggunakan pestisida pun juga
membutuhkan biaya yang cukup banyak. Oleh karena itu, kita bisa menggunakan obat
alami yang ramah lingkungan untuk membasmi wereng. Salah satu nya menggunakan
tanaman daun jeringau. Penggunaannya pun cukup mudah, dengan cara mengestrak
daun jeringau, lalu disemprotkan di tanaman padi sebelum hama muncul. Daun
jeringau bisa banyak ditemukan disekitar kita. Sehingga kita tidak perlu mengeluarkan
biaya yang banyak dan lebih efektiv.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Efektifitas penggunaan daun jeringau untuk mengatasi hama wereng pada tanaman
padi.

1.3 Tujuan
1.3.1 Memberikan solusi yang lebih mudah kepada masyarakat untuk mengatasi hama
wereng menggunakan daun jeringau.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Mengetahui efektivitas daun jeringau untuk mengatasi hama wereng pada tanaman
padi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Hama
1.1.1 Definisi Hama
Dalam arti sempit, hama adalah binatang perusak yang mengganggu
kepentingan manusia. Da!am pengertian ini, walaupun binatang perusak itu berada
pada ekosistem tanaman, sejauh populasinya rendah dan tidak mengganggu
kepentingan manusia, maka tidak dianggap sebagai harna, hama dengan populasi
yang rendah dan tidak merugikan dipandang sebagai organisme yang melakukan
fungsi biologisnya dalarn rantai makanan di alam dan berperan menjaga
keseirnbangan ekosistem karena merupakan mangsa atau inang musuh alami hama
(Retna Astuti Kuswardani,2013).
Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia,
ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan
kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya
yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara
ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama. Namun demikian potensi
mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut
pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan yang dapat menjadi hama dapat
dari jenis serangga, moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin di
suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi
hama (Dadang, 2006).

1.1.2 Definisi Hama Daun


Hama daun adalah hama yang merusak tanaman dengan cara memakan
jaringan daun (defoliator) atau menyebabkan kerusakan pada jaringan daun (Yeni
Nuraeni, Illa Anggraeni dan Hani Sitti Nuroniah).

1.1.3 Klasifikasi Hama Berdasarkan Aspek Bagian Tanaman Yang Dipanen


a. Hama primer
Golongan hama primer adalah species hama yang menyerang bagian tanaman
yang langsung dipanen, atau menyerang bagian vital tanaman. Species hama yang
demikian seringjuga disebut sebagai hama langsung. Istilah hama primer, dalam hama
pasca panen juga sering digunakan untuk menyebut species serangga hama yang
mampu mnyerang, hidup, dan berkembang biak pada bebijian. Misalnya Stophitus
zeamais yang menyerang biji langsung. (Retna Astuti Kuswardani).
b. Hama sekunder
Golongan hama sekunder adalah species hama yang menyerang bagian
tanaman yang tidak langsung dipanen, atau menyerang bagian tanaman yang tidak
vital. Species hama yang demikian seringjuga disebut sebagai hama tidak langsung.
Istilah hama sekunder, dalam hama pascapanen juga sering digunakan untuk
menyebut species serangga hama yang mampu menyerang, hidup dan berkembang
biak pada bebijian. Hama ini hidup pada sisa-sisa pakan dari hama p rimer. Misalnya
Tribolium castaneum, yang hidup pada bijijagung bekas serangan. Sitophilus zeamis
(Retna Astuti Kuswardani).

1.2 Wereng
Wereng cokelat tersebar luas di wilayah Palaeartik (China, Jepang dan Korea),
Oriental (Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Malaysia, Serawak, Taiwan,
Muangthai, Vietnam, dan Filipina), dan Australian (Australia, Kep. Fiji, Kaledonia,
Kep. Solomon, dan New Gunea). Data menunjukkan wereng cokelat saat ini sudah
menjadi hama global (the global pest). Serangan wereng cokelat bukan hanya terjadi
di Indonesia, tetapi juga telah menyerang pertanaman padi di China, Vietnam,
Thailand, India, Pakistan, Malaysia, Filipina, bahkan Jepang dan Korea. (Catindig et
al. 2009)
Wereng cokelat (brown planthopper = BPH) Nilaparvata lugens Stal.
merupakan hama tua yang masih menjadi masalah dalam usaha produksi padi di
Indonesia.
Klasifikasi Wereng cokelat (brown planthopper = BPH) (Nilaparvata lugens
Stal) sebagai berikut.
Ordo : Homoptera
Sub ordo : Auchenorrhyncha
Infra ordo : Fulgoromorpha
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : Nilaparvata lugens Stal.
Wereng cokelat merupakan hama laten yang selalu ada setiap tahun, karena
selalu ada tanaman padi di lapangan sebagai makanannya, akibat tanam yang tidak
serempak seperti yang terjadi di daerah segitiga produksi padi Klaten- Boyolali-
Sukohardjo Jawa Tengah (Baehaki 2004). Ledakan hama wereng cokelat tidak hanya
terjadi pada padi sawah, tetapi juga pada tanaman padi gogo (Baehaki et al. 2001),
sehingga di mana pun ada tanaman padi selalu ada risiko hama wereng cokelat.
Ledakan hama wereng cokelat di Indonesia terus berlangsung dari tahun ke tahun dan
puncak serangan terjadi pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing mencapai 137.768
ha dan 218.060 ha.

1.3 Padi
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang berasal dari
dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Penanaman padi sendiri
sudah dimulai sejak Tahun 3.000 sebelum masehi di Zhejiang, Tiongkok (Purwono
dan Purnamawati, 2007). Hampir setengah dari penduduk dunia terutama dari negara
berkembang termasuk Indonesia sebagian besar menjadikan padi sebagai makanan
pokok yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pangannya setiap hari
(Rahmawati, 2006). Hal tersebut menjadikan tanaman padi mempunyai nilai spiritual,
budaya, ekonomi, maupun politik bagi bangsa Indonesia karena dapat mempengaruhi
hajat hidup banyak orang (Utama, 2015). Padi sebagai makanan pokok dapat
memenuhi 56 – 80% kebutuhan kalori penduduk di Indonesia (Syahri dan Somantri,
2016).
Klasifikasi tanaman padi (Oryza sativa) sebagai berikut.
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Species : Oryza sativa L.
1.4 Inteksida pada Padi
Menurut Mangoendihardjo (1978) dalam Abidodifu (2013) salah satu
penyebab kerusakan padi di dalam gudang penyimpanan adalah adanya serangan
hama gudang/bubuk padi (Sitophilus oryzae, L). Serangga ini merupakan hama
gudang primer yang menyerang padi dalam penyimpanan. Hama gudang atau hama
bubuk padi (Sitophilus oryzae, L) menyerang padi yang disimpan dengan cara
menggerek butir padi atau beras dan memakan habis isinya. Serangan hama ini dapat
mengakibatkan kualitas dan kuantitas bahan simpanan merosot.
Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan pengendalian hama bubuk
padi (Sitophilus oryzae, L). Cara yang banyak digunakan untuk mengendalikannya
adalah menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida cukup efektif, tetapi
mendatangkan permasalahan yaitu terdapat residu pada padi dan beras yang diberi
insektisida. Sebagai alternatif, penggunaan insektisida organik dapat dijadikan jalan
keluar dalam pengendaliannya.
Insektisida nabati merupakan salah satu sarana pengendalian hama alternatif
yang layak dikembangkan, karena senyawa insektisida dari tumbuhan tersebut mudah
terurai di lingkungan dan relatif aman terhadap mahkluk bukan sasaran (Martono,
dkk, 2012). Andoko (2002) menambahkan, insektisida nabati ialah insektisida yang
berasal dari dari bahan-bahan tumbuhan. Insektisida ini memiliki keunggulan yang
ramah lingkungan.
Tumbuhan sirih hutan Piper aduncum L (Piperaceae) berasal dari Amerika
tropis dan diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1860. Sirih hutan tumbuh pada
ketinggian 90 sampai 1000 m dpl (Heyne 1987). Perlakuan dengan minyak atsiri daun
P. aduncum pada konsentrasi 0,1 mg/ml mengakibatkan kematian larva caplak
Rhipicephalus microplus, parasit pada ternak seperti sapi, keledai, kuda, dan domba,
sampai 100% (Silva et al. 2009).
Sementara itu perlakuan dengan Minyak atsiri P. aduncum dilaporkan juga
toksik terhadap kumbang daun kacang Cerotoma tingomarianus dengan metode
aplikasi kontak, perlakuan pada konsentrasi 1% dapat mengakibatkan kematian
kumbang hampir 100% (Fazolin etal. 2005). Bernard et al. (1995) menyebutkan
bahwa ekstrak kasar daun P.aduncum pada konsentrasi 0,4% dapat menghambat
perkembangan larva penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis hingga 90%.

1.5 Tanaman Jeringau


Jeringau tergolong jenis herbal menahun berbentuk mirip rumput, tetapi tinggi
sekitar 75 cm dengan daun dan rimpang yang beraroma kuat. Tumbuhan ini biasa
hidup di tempat lembab, seperti rawa dan air pada semua ketinggian tempat. Batang
basah, pendek, membentuk rimpang, dan berwarna putih kotor. Daunnya tunggal,
bentuk lanset, ujung runcing, tepi rata, panjang 60 cm, lebar sekitar 5 cm, dan warna
hijau. Bunga majemuk bentuk bonggol, ujung meruncing, panjang 20-25 cm terletak
di ketiak daun dan berwarna putih. Perbanyakan dengan stek batang, rimpang, atau
dengan tunas-tunas yang muncul dari buku-buku rimpang. Jeringau mempunyai akar
berbentuk serabut (Kardinan, 2004; Muchtaromah, 2014).
Tanaman jeringau merupakan tumbuhan air, banyak dijumpai tumbuh liar di
pinggiran sungai, rawa-rawa maupun lahan yang tergenang air sepanjang tahun, baik
di Jawa maupun di luar Jawa. Oleh masyarakat, tanaman jeringau dibudidayakan
dengan cara menanamnya di comberan di halaman samping atau rumah. Sepintas
tanaman ini mirip dengan pandan, tetapi daunnya lebih kecil dan tumbuh lurus seperti
pedang. Warna daun hijau tua dan permukaannya licin. Batang tanaman berada dalam
lumpur berupa rimpang dengan akar serabut yang besar-besar (Pakasi dan Christina,
2013).
Tanaman jeringau (Acorus calamus L.) diklasifikasikan sebagai berikut
(Cronquist, 1981):
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Liliopsida
Sub classis: Arecidae
Ordo : Arales
Familia : Araceae
Genus : Acorus
Spesies : Acorus calamus L.

1.6 Ekstrak Daun Jeringau


1.6.1 Definisi Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan
menggunakan pelarut tertentu. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan
bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponenkomponen aktif
(Harborne, 1984).

1.6.2 Tipe Proses Ekstraksi


Proses ekstraksi berdasarkan media pengekstraknya dapat dibedakan menjadi
empat tipe, yaitu solvent extraction, supercritical fluids extraction, steam destilation
dan headspace techniques (Beek, 1999).
a. solvent extraction
Pengertian Solvent extracted Solvent extracted adalah suatu metode yang
digunakan untuk mengekstraksi minyak dengan bantuan pelarut organik (Anggorodi,
1985).
b. supercritical fluids extraction
(SFE) merupakan metode pemisahan yang menggunakan fluida superkritis
untuk membentuk fase gerak. Dalam proses ini, fase gerak berada dalam keadaan
tekanan dan suhu yang mendekati atau di atas titik kritis untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melarutkan analit. Proses ini dimulai saat CO2 berada dalam
bentuk uap, kemudian dirubah dalam bentuk cairan sebelum berada dalam keadaan
superkritis. Ketika keadaannya telah mencapai superkritis, maka ekstraksi akan
berlangsung (Yuni Muftihatin).
c. steam destilation
Penyulingan (steam destilation) dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan
sistem kukus. Cara ini sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku
dan air tidak bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.Cara
ini adalah yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup
membutuhkan sedikit air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi (Atsiri).

1.7 Sifat Insektisida pada Ekstrak Jeringau


Ekstrak rimpang jeringau (A. calamus) memiliki sifat insektisida yang tinggi.
Ekstrak rimpang jeringau konsentrasi3% menunjukkan aktivitas insektisida yang
terbaik karena menyebabkan mortalitas larva S. exigua instar 3 sebesar 65,42%, dan
menghambat pembentukan pupa dan imago S. exigua sebesar 99,1% (Selmiana
Rahman, Flora Pasaru, Shahabuddin, 2018).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
mengetahui efektivitas daun jeringau untuk mengatasi hama wereng pada tanaman
padi. Kami menggunakan menggunakan metode kuantitatif dengan mengumpulkan
data hasil eksperimen.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 13 Maret 2022 sampai dengan 17 Maret
2022 di Desa Tlogo, Kanigoro, Blitar dan di Desa Sawentar, Kanigoro, Blitar.

3.3 Instrumen Penelitian


3.3.1 Alat
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
mengetahui efektivitas daun jeringau untuk mengatasi hama wereng pada tanaman
padi. Kami menggunakan menggunakan metode kuantitatif dengan mengumpulkan
data hasil eksperimen.

3.3.2 Bahan
1. Daun Jeringau
2. Air
3. Padi

3.3.3 Cara Pembuatan Ekstrak Daun Jeringau


1. Iris kasar daun jeringau.
2. Beri sedikit air kemudian blender.
3. Saring air daun jeringau.
4. Campurkan ekstrak daun jeringau dengan air.

3.4 Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data


K0 = kontrol
A1 = larutan ekstrak daun jeringau dengan konsentrasi 2%
A2 = larutan ekstrak daun jeringau dengan konsentrasi 3,5%
A3 = larutan ekstrak daun jeringau dengan konsentrasi 5%
Menyiapkan ekstrak daun jeringau dengan masing-masing dosis. Kemudian
semprotkan ekstrak daun jeringau pada tanaman padi berumur 90 hst, setiap
konsentrasi dari ekstrak daun jeringau diulang 3 kali. Setelah disemprot, letakkan lima
ekor wereng coklat, sehingga pada satu konsentrasi diuji 15 ekor wereng cokelat.
Kemudian tutup tanaman padi dengan penutup bening. Pengamatan moralitas wereng
dilakukan 48 jam setelah perlakuan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Rancangan yang Digunakan


Menggunakan 4 perlaukan, yaitu 0%, 3%, 4%, dan 5%. Tiap perlakuan diulangi
sebanyak 3 kali sehingga jumlah unit percobaan sebanyak 12 unit percobaan. Adapun
susunan perlakuan dapat dilihat pada Tabel.1 berikut.

Tabel.1. Susunan Perlakuan


Konsentrasi Ekstrak / Akuades (ml)
0% 100 ml akuades
3% 3 ml ekstrak + 97 ml akuades
4% 4 ml ekstrak + 96 ml akuades
5% 5 ml ekstrak + 95 ml akuades

Perubahan yang diamati.


1.1 Moralitas wereng cokelat (Nilaparvata lugens) (%)
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah wereng cokelat
(Nilaparvata Lugens) yang mati sejak dua hari setelah aplikasi. Moralitas wereng
cokelat (Nilaparvata Lugens) dihitung dengan menggunakan rumus Abbot (1925)
dalam Prijono (1999) yaitu :

P0 = x 100%
Keterangan :
P0 : Moralitas wereng cokelat
r : Jumlah wereng coklat yang mati
n : Jumlah wereng cokelat seluruhnya

1.2 Gejala yang dialami wereng cokelat (Nilaparvata lugens)


Pengamatan kondisi dialami wereng cokelat (Nilaparvata lugens) pada saat
sebelum sesuah diberi perlakuan.

1.3 Kondisi pada padi (Oryza Sativa)


Pengamatan kondisi padi (Oryza Sativa) pada saat sebelum sesuah diberi perlakuan.

Hasil Pembahasan
2.1 Moralitas Total Wereng Cokelat (Nilaparvata lugens) (%)
Hasil analisis menunjukkan bahwa aplikasi ekstrak daun jeringau pada
berbagai tingkat konsentrasi berpengaruh terhadap moralitas wereng cokelat
(Nilaparvata Lugens). Hasil analisis pengaplikasian ekstrak daun jeringau (Acorus
calamus) pada wereng cokelat (Nilaparvata Lugens) di setiap padi dapat dilihat pada
Tabel.2. Adapun rata-rata moralitas dapat dilihat pada Tabel.3 di bawah.

Tabel.2. Hasil analisis pengaplikasian ekstrak daun jeringau (Acorus calamus) pada wereng
cokelat (Nilaparvata Lugens) di setiap padi
Moralitas (%)
Perlakuan
Pengulangan ke-1 Pengulangan ke-2 Pengulangan ke-3
K0 0, 00 0,00 0, 00
A1 0,00 40,00 20,00
A2 60,00 40,00 60,00
A3 60,00 80,00 60,00
Tabel.3 Rata-rata moralitas
Perlakuan Rata-Rata Moralitas (%)
K0 0,00
A1 20,00
A2 53,33
A3 66,67

Tabel.3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan moralitas hama wereng


cokelat (Nilaparvata lugens) antar perlakuan pengaplikasian ekstrak daun jeringau
(Acorus calamus). Pada konsentrasi 3% ekstrak daun jeringau rata-rata moralitashama
wereng cokelat hanya mencapai 20,0%. Sedangkan pada konsentrasi 4% ekstrak daun
jeringau rata-rata moralitas hama wereng cokelat mencapai 53,33%. Konsentrasi 5%
ekstrak daun jeringau memiliki rata-rata moralitas hama wereng cokelat paling tinggi
yaitu mencapai 66,67%. Hal ini terjadi karena daun jeringau (Acorus calamus)
mengandung β-asarone yang merupakan senyawa bersifat insektisida sehingga dapat
menaikkan moralitas hama wereng cokelat (Nilaparvata lugens). Pernyataan tersebut
sesuai dengan pernyataan Mazaya Dzanti Hulwani (2018) bahwa β- asarone
berpotensi sebagai insektisida botani.

2.2 Gejala yang dialami wereng cokelat (Nilaparvata lugens)


Hasil pengamatan secara visual terlihat bahwa wereng cokelat (Nilaparvata
lugens) mengalami perubahan perilaku. Dari semula yang cenderung loncat menjauh
dari bahaya, setelah diberi perlakuan menjadi kurang merespon terhadap bahaya
(lemah) dan terlihat tidak sehat jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

2.3 Kondisi pada padi (Oryza Sativa)


Daun padi yang semula berwarna hijau segar bertubah menjadi kuning
kecokelatan dan muncul bitnik-bintik hitam setelah dihinngapi wereng cokelat
(Nilaparvata lugens). Gejala tersebut sama seperti gejala pada padi yang terkena virus
Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV) yang
menyebabkan penyakit tungro. Hal ini sesuai dengan pernyataan A. Hamid dan Herry
Nirwanto (2009) bahwa wereng dapat menyebarkan virus penyebab penyakit tungro.
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak daun jeringau (Accorus calamus) dapat
membunuh hama wereng cokelat (Nilaparvata Lugens) tetapi menunjukkan efektifitas yang
berbeda. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun jeringau maka semakin tinggi pula
moralitas wereng cokelat. Namun konsentrasi 5% ekstrak daun jeringau yang menghasilkan
moralitas wereng cokelat (Nilaparvata Lugens) sebesar 66,67% kurang efektif jika
digunakan pada lahan yang luas karena hanya membunuh setengah dari populasi.

Saran
1. Ekstrak daun jeringau (Accorus calamus) dapat direkomendasikan untuk
pengendalian hama wereng cokelat (Nilaparvata Lugens).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi ekstrak daun jeringau (Accorus
calamus) dengan konsentrasi yang lebih tinggi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk aplikasi ekstrak daun jeringau (Accorus
calamus) terhadap hama-hama lain.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dampak penggunaan ekstrak daun
jeringau (Accorus calamus) terhadap ekosistem.

Anda mungkin juga menyukai