PENDAHULUAN
Ubi kayu atau cassava (Manihot utilissima Pohl) merupakan salah satu
oleh potensi ubi kayu sebagai sumber gizi dengan komposisi karbohidrat (161
Kkal), air (60%), protein, mineral, serat, kalsium, fosfat (Noerwijati dan Mejaya,
menduduki posisi ke empat negara eksportir ubi kayu di dunia dengan volume
ekspor (19,9 juta ton), dibawah Nigeria (34,4 juta ton), Thailand (26,9 juta ton),
dan Brasil (26,5 juta ton) (Suherman, 2014 dalam Abdulchalek et al., 2017).
Produsi ubi kayu cenderung mengalami peningkatan dari 19.986.640 ton (2006)
menjadi 24.177.372 ton (2012) namun, pada tahun 2013 dan 2014 produksi ubi
2015).
belalang, ulat keket dan kutu putih (Kementan, 2013). Kutu putih merupakan
salah satu hama yang mengancam produksi singkong di Indonesia. Hal ini
(Dwianri, 2013; Wardani, 2015). Kutu putih termasuk dalam Fillum Arthropoda,
1
Kelas Insecta, Ordo Hemiptera, Subordo Stenorrhybcha, Superfamili Coccea dan
(2014) serangan kutu putih di Indonesia pada tahun 2014 jika dirupiahkan
mencapai Rp 900 miliar. Serangan kutu pada tanaman ubi kayu ditandai dengan
munculnya material berwarna putih dan pada permukaan daun (Nurmasari, 2015).
pucuk serta pemendekan ruas pada bagian batang singkongt, sehingga kualitas dan
kuantitas umbi ubi kayu menurun (Abdulchalek, 2016). Kutu putih merupakan
merupakan hama kutu putih pada tanaman pepaya, namun hama juga ditemukan
pada tanaman singkong. Hama ini berasal dari Benua Amerika dan diperkirakan
masuk ke Indonesia pada tahun 2008 (Rauf, 2009). F.Virgata merupakan hama
yang dijumpai pada tanaman jarak pagar dan jambu mete, namun hama ini juga
serangga polifag yang berasal dari Neotropical, Kanada, Amerika Serikat (Gimpel
jeruk, jagung, cabai, singkong dan lain-lain (Guessan et al., 2014). P. manihoti
2
pertanaman singkong di Indonesia. Pada awal tahun 1970-an, P. manihoti terbawa
masuk ke Afrika dari Brazil, Amerika Selatan yang menyebabkan kelaparan akibat
Negara Thailand, dengan kehilangan hasil sekitar 30% (Muniappan et al., 2011
Sampai saat ini upaya pengendalian hama kutu putih pada tanaman ubi
kayu yang dilakukan oleh petani masih bertumpu pada penggunaan insektisida.
efek samping yang merugikan bagii lingkungan dan menyebabkan tingginya biaya
produksi (Nurmasari, 2015). Selain itu aplikasi insektisida juga memiliki resiko
2012). Maka dari itu perlu dilakukan alternatif lain untuk mengendalikan serangan
kutu putih yang tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan dan petani.
Salah satu pengendalian alternatif yang telah ditelaah dan ramah lingkungan
pada tubuh serangga lain (inang) yang dapat membunuh atau melemahkan
satu parasitoid yang dilaporkan memparasit kutu putih adalah Anagyrus lopezi
3
Selama ini, informasi rinci mengenai struktur komunitas kutu putih dan
parasitoid kutu putih yang berasosiasi dengan tanaman ubi kayu masih sangat
komunitas kutu putih dan parasitoid yang berasosiasi dengan tanaman ubi kayu
komunitas kutu putih dan parasitoid kutu putih yang berasosiasi dengan tanaman
ubi kayu di provinsi Bali perlu dilakukan untuk mengetahui spesies kutu putih dan
merupakan suatu konsep yang mempelajari susunan atau komposisi spesies dan
antara lain :
1. Bagaimanakah struktur komunitas kutu putih dan parasitoid kutu putih yang
masing spesies kutu putih dan indeks kesamaan parasitoid kutu putih pada
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
4
1. Untuk mengetahui struktu komunitas kutu putih dan parasitoid kutu putih
spesies kutu putih dan indeks kesamaan parasitoid kutu putih pada masing-
akademis.
1. Bidang akademis
2.
2. Bidang non akademis
Sebagai informasi yang dapat digunakan petani sebagai pedoman
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari benua Amerika
tepatnya Brazil. Ubi kayu menyebar hamper ke seluruh dunia antara lain Afrika,
Madagaskar, India dan Tiongkok (Abrori, 20016). Tanaman ubi kayu banayak
digunakan sebagai sumber pangan dan bahan baku industry (Pramesty et al.,
2017). Menurut Purwono dan Purnawati (2007) tanaman ubi kayu masuk ke
Kerajaan : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceace
Subfamili : Crotonoideae
Bangsa : Manihoteae
Genus : Manihot
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada curah hujan 760 – 1.015 mm/tahun,
18O C - 35O C (Abrori, 2016; Pratama, 2017; Samosir, 2016). Pada suhu di bawah
10OC pertumbuhan tanaman ubi kayu akan terhambat dan bahakan tidak akan
serangan jamur dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase kurang
tanaman ubi kayu ditanaman pada ketinggian 150 m diatas permukaan laut (dpl)
6
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tanah yang
paling sesuai untuk tanaman ubi kayu adalah tanah berstruktur remah, gembur,
tidak terlalu liat dan kaya akan bahan organik (Abrori, 2016). Pada tanah yang
Samosir (2016) sebagaian besar pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan
jenis tanah Aluvia, Latosol, Podsolik dan sebagian kecul terdapat di daerah
dengan jenis tanah Mediteran, Grumusol dan Andosol. Tanaman ubi kayu dapat
tumbuh optimal di tanah yang memiliki tingkat keasaman tanah (pH) berkisar
Tanaman ubi kayu terdiri dari bagian batang, daun, bunga dan umbi. Batang
dengan warna batang yang bervariasi tergantung kulit luar, namun batang yang
masih muda pada umumnya berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi hijau
kelabu atau coklat kelabu (Rukmana, 2000). Batang tanaman ubi kayu berlubang
yang berisi empulur berwarna putih, luna dan strukturnya seperti gabus. Tanaman
ubi kayu memiliki susunan daun berurat menjari dengan cangkap 5-9 helai. Daun
ubi kayu uang masih muda mengandung racun sianida namun masih bias
Tanaman ubi kayu memiliki bunga jantan dan betina yang terpisah pada
tanaman yang sama atau biasa disebut dengan bunga berumah satu. Waktu
berbunga pada saat tanaman berumur 6-18 bulan setelah tanam dan bahkan baru
dapat berbunga setelah 24 bulan setelah tanam, hal ini dipengaruhi oleh genotype
dan lingkungannya (Alves, 2002). Umbi tanaman ubi kayu terbentuk dari akar
cadangan. Bentuk umbi ubi kayu biasanya bulat memanjang, daging umbi
7
mengandung pati berwarna putiih gelap atau kuning gelap, dan tiap tanaman
Coccidea, dan Famili Pseudococcidae. Kutu putih memiliki lapisan lilin berwarna
putih hampir di semua bagian tubuhnya yang dikeluarkan oleh porus trilokular
pada kutikula melalui proses sekresi (Nurhayati, 2012; Wardani, 2015). Famili ini
merupakan serangga yang memiliki kisaran inang yang luas sehingga bersifat
polifag. Serangga ini menyerang beberapa jenis tanaman seperti kopi, kakao, jeruk,
manga, tebu, palem, anggrek, singkong dan berbagai tanaman buah serta tanaman
hias (Williams & Granara de Willink, 1992). Kutu putih mulai menyerang tanaman
singkong pad umur 8 minggu setelah tanam (MST) (Nurmasari, 2015). Serangga ini
pernah menyebabkan kerusakan serius pada tanaman singkong di Afrika dan Amerika
Selatan.
Kutu putih umumnya bereproduksi secara aseksual, baik secara ovivar dan
1985). Selain itu ada beberapa kutu putih yang bersifat partenogenetik telitoki
yaitu keturunan yang dihasilkan adalah betina seperti Phenacoccus solani Ferris
1985; Calatayud & Le Ru,2006). Kutu putih dapat berkembang dengan optimal
pada suhu 28oC. Pada suhu diatas 35oC dan dibawah 14oC kut putih tidak dapat
berkembang (Zakaria, 2014). Kutu putih biasanya berada di batang pucuk muda
8
tanaman singkong, dibawah permukaan daun singkong dan berada didekat
tubuh yang dapat dijadikan pembeda untuk setiap spesies, diantaranya (Williams
1. Tubuh
Kutu putih pada umumnya memilki bentuk tubuh bulat, oval dan
memanjang. Ukuran panjang kutu putih ini sekitar 0,5-8,0 mm. Pada abdomen
bagian ventral terdapat vulva yang terletak di antara segmen VII atau VIII.
2. Mulut
Kutu putih ini mempunyai alat mulut tipe mulut bertipe menusuk dan
mengisap yang terdiri dari sebuah rostrum, sepasang stilet mandible, sepasang
stilet maksila dan sebuah labrum kecil (Rizky, 2018). Serangga ini akan
tumbuhan.
3. Antena
Antena merupakan organ penerima rangsangan seperti bau, rasa, raba dan panas.
Sebagian besar antenanya terdiri dari 6-9 segmen, tetapi kadang-kadang tereduksi
menjadi 2, 4, atau 5 segmen. Umumnya segmen terakhir lebih lebar dan lebih
4. Tungkai
dan biasanya digunakan sebagai alat berpindah tempat. Kutu putih memiliki
9
pada kuku tarsus, dan memilki porus translulen di permukaan koksa, femur atau
4. Ostiol
Kutu putih memiliki jumlah ostiol 2 pasang, sepasang ostiol pada bagian
posterior dan sepasang pada bagian anterior yang bentuknya berupa belahan yang
terdiri dari sedikit seta dan porus trilokular. Organ ini berfungsi sebagai alat
pertahanan.
5. Cincin Anal
Organ ini terletak pada ujung abdomen bagian ventral. Cincin ini berfungsi
untuk mengeluarkan embun madu yang merupakan limbah dari pencernaan kutu
ini.
6. Porus
a. Porus Trilokular.
Porus ini terdapat pada tubuh bagian ventral dan dorsal, berbentuk
segitiga, dan bentuknya akan sama pada setiap spesies yang sama. Porus
pada tubuh bagian dorsal. Porus ini berfungsi untuk membuat kantung
telur atau untuk melindungi telur-telur yang diletakkan oleh imago betina.
Rastrococcus.
d. Porus Diskoidal.
Porus ini berupa lingkaran sederhana dan menyebar diseluruh permukaan
10
pada segmen posterior, dorsal, dan mata. Salah satu spesies yang memilki
7. Tubular Duct.
Organ ini terdiri dari 2 bentuk yaitu: oral collar tubular duct dan oral rim
tubular duct. Oral collar tubular duct ini menghasilkan lilin untuk membentuk
kantung telur dan terdapat pada bagian ventral. Oral rim tubular duct umumnya
8. Seta.
Bentuk seta pada famili ini bisa berbentuk kerucut, lanseolat, atau truncate.
Biasanya bentuk dan jumlah seta ini digunakan untuk mengidentifikasi spesies.
9. Vulva.
Organ ini hanya dimiliki oleh kutu putih yang telah mencapai fase imago, dan
10 Lobus Anal.
Organ ini berbentuk bulat dan agak menonjol, terletak di sisi cincin anal dan
11. Serari.
berjumlah 1-18 pasang serari, dan terletak di bagian sisi tubuhnya yang berfungsi
sebagai penghasil tonjolan lilin lateral. Pada bagian posterior terdapat 2 pasang
serari, yaitu serari lobus anal dan serari penultimate. Pada bagian anterior terdapat
11
William et al.,(1992) melaporkan ada 19 spesies kutu putih yang ditemukan
menyerang tanaman singkong yang sebagian besar tersebar di daerah beriklim panas
dan beberapa jenis di daerah tropis. Menurut Lovalini, (2016) dan Nurmasari,
(2015) di Indonesia ada 4 spesies kutu putih yang ditemukan menyerang tanaman
A. Paracoccus marginatus
Kutu putih P. marginatus Williams & Granara de Willink, termasuk dalam Filum
masuk ke Indonesia pada tahun 2008 (Rauf, 2009). Serangga ini merupakan hama
tanaman pepaya, kutu putih P. marginatus ini dapat menyerang tanaman hias,
lapisan lilin berwarna putih. Tubuh berbentuk oval dengan embelan seperti rambut-
rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek. Hama ini mengalami tipe
perkembangan yang berbeda antara jantan dan betina. Serangga jantan mengalami
metamorfosis sempurna (holometabola), yang terdiri dari stadium telur, nimfa, pupa
instar-1, nimfa instar-2, nimfa instar-3 dan imago. Perpindahan antar stadia nimfa dan
12
imago tidak mengalami perubahan bentuk, hanya terjadi pertambahan ukuran tubuh
dan fungsi organ. Setiap pergantian stadium serangga ditandai dengan pergantian
Menurut Miller & Miller, (2002), P. Marginatus memiliki telur berwarna hijau
kekuningan yang terbungkus dalam kantung telur (ovisac) yang memiliki panjang 3-4
kali panjang tubuh imago betina. Kantung telur terbuat dari benang-benang lilin yang
lengket, mudah melekat pada permukaan daun dan dapat diterbangkan oleh angin
(Miller & Miller 2002). Pada suhu 20-30 ºC telur mampu bertahan hingga 80-90%,
Serangga betina mampu bertelur hingga 500 butir. Telur akan menetas menjadi nimfa
Stadia nimfa pada serangga jantan dan betina memiliki ukuran yang berbeda.
Pada serangga betina instar pertama memiliki panjang tubuh kisaran 0,3-0,5 mm dan
lebar tubuh kisaran 0,2-0,3 mm. Nimfa instar kedua memiliki panjang tubuh 0,5-1,0
mm dan lebar tubuh 60,2-0,6 mm. Kutu putih pepaya instar ketiga betina memiliki
panjang 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh 0,3-1,1 mm. Pada serangga jantan, nimfa
instar kedua jantan berwarna merah muda dan terkadang kuning, dengan panjang
tubuh 0,5-1,1 mm dan lebar tubuh 0,2-0,6 mm. Pada stadium instar ketiga hama
kutu putih pepaya jantan disebut prapupa, dengan panjang tubuh antara 0,8-1,1
mm dan lebar tubuh 0,3-0,4 mm. Stadium instar keempat serangga jantan disebut
pupa, panjang tubuh berkisar antara 0,9-1,0 mm dan lebar tubuh antara 0,3-0,4
mm Secara umum P. Marginatus instar ketiga betina ukuran tubuhnya lebih besar
dan lebih lebar dibandingkan dengan yang jantan (Miller & Miller 2002).
untuk membantu saat migrasi sedangkan serangga betina tidak memiliki sayap (Miller
13
& Miller, 2002). Imago betina memiliki warna tubuh kuning sedangkan imago jantan
luas diantaranya pepaya, kembang sepatu, alpukat, jeruk, kapas, tomat, terong,
lada, buncis dan kacang hijau, ubi jalar, mangga, cherry, dan delima (Muniapan et
al., 2008; Walker et al., 2003). Di Indonesia, kutu putih pepaya ditemukan
menyerang 20 jenis tanaman lain selain pada tanaman pepaya (Sartiami et al. 2009).
B. Phenacocus manihoti
Kutu putih P. manihoti Matile-Ferrero merupakan hama eksotik yang berasal dari
Amerika Selatan (James et al. 2000). Hama ini masuk ke Afrika pada tahun 1970-an
kelaparan. Tahun 2009 P. manihoti menyebar ke Asia, yaitu pertama kali ditemukan
semenjak akhir tahun 1990-an namun baru diketahui menjadi hama pada pertengahan
tahun 2010, yang menyerang pertanaman singkong di Bogor, Jawa Barat (Sartiami et
P. manihoti memiliki tubuh berbentuk oval dan berwarna merah muda yang
dilapisi oleh lapisan lilin putih. Serangga ini bersifat partenogenetik yang berarti
dalam berkembang biak tidak perlu dibuahi oleh jantannya, sehingga semua
keturunan yang dihasilkan akan menjadi betina (Williams & Granara de Willink
1992). Kutu putih P. manihoti berkembang secara optimal pada suhu 28 ºC, namun
mampu hidup pada temperatur udara yang rendah yaitu 14,7 ºC. Serangga ini tidak
14
P. manihoti memiliki 18 pasang seta serari yang masing-masing diperluas
dengan seta yang berbentuk tumpul. Pada permukaan dorsal terdapat sedikit seta
banyak terdapat pada permukaan ventral tubuhnya. Porus ini selalu berjumlah 32-68
terkadang terdapat juga pada bagian torak (Nurhayati, 2012). Karakter penting
lainnya yang terdapat pada P. manihoti adalah 9 segmen antena dan pada tarsus
Siklus hidup P. Manihoti berlangsung selama 21 hari, dari stadia tulur sampai
dengan imago. Siklus hidup P. manihoti tidak dipengaruhi oleh umur tanaman namun
siklus hidup serangga ini dapat dipengaruhi oleh varietas tanaman (Herren &
kuning serta diletakkan secara berkelompok dalam kantung telur (ovisak) yang
berwarna putih. Telur P. manihoti pada tanaman singkong berukuran panjang 0.33
mm dan lebar 0.18 mm (Saputro, 2013). Imago betina mampu menghasilkan sekitar
500 telur selama hidupnya. Telur akan menetas menjadi nimfa instar-1 setelah 8 hari.
berukuran panjang 0.41 mm dan lebar 0.17 mm, nimfa instar-2 memiliki panjang 0.60
mm dan lebar 0.26 mm, nimfa instar-3 memiliki panjang 0.86 mm dan lebar 0.39 mm.
Nimfa instar-1 bersifat aktif dan berperan dalam migrasi untuk membentuk koloni
baru. Perkembangan nimfa instar-1 menjadi nimfa instar-2, dan nimfa instar-2
menjadi nimfa instar-3 memerlukan waktu selama 4 hari. Perkembangan nimfa instar-
3 menjadi imago memerlukan waktu selama 5 hari. Setelah itu imago betina akan
kembali meletakan telur (Calatayud & Le Rü 2006). Perubahan antar instar ditandai
dengan adanya kulit lama (eksuvia) yang berwarna putih menempel pada permukaan
15
bawah daun atau pada bagian tanaman lainnya. Nimfa instar-1 awal tidak terlihat
adanya lapisan lilin pada tubuhnya, lapisan lilin terlihat mulai tampak jelas sejak
instar-2.
memiliki kisaran inang yang cukup luas. Menurut Miller dan Miller (2002) P.
manihoti memiliki lebih dari 25 suku tanaman yang bernilai ekonomi sebagai
inangnya, di antaranya tanaman pepaya, ubi kayu, jarak pagar, tomat, alpukat melon,
dan kembang sepatu. Selain itu, hama ini juga menyerang tanaman jambu, jagung dan
akasia.
C. Ferrisia Virgata
salah satu spesies kutu putih yang berkembang di daerah tropis dan sub tropis.
Hama ini dapat dijumpai di Afrika, Asia dan Amerika (Kranz, et al., 1977). F.
virgata merupakan spesies kutu putih yang bersifat polifag, dimana hama ini
menyerang sekitar 150 genus dari 68 famili tanaman, terutama spesies inang dari
bernilai ekonomi penting seperti alpukat, pisang, sirih, lada hitam, ubi kayu,
kacang mete, kembang kol, jeruk, kakao, kopi, dan kapas. Di Indonesia, F.
virgata ditemukan hidup pada beberapa jenis tanaman yaitu lada, lamtoro, kopi,
kakao, ubi jalar, ketela pohon, jeruk, jambu biji dan jarak pagar (Kalshoven, 1981;
Imago betina F. virgata memiliki ciri yaitu adanya satu pasang filamen dari
lilin pada bagian ujung tubuh seperti ekor dengan panjang setengah dari panjang
tubuhnya, permukaan tubuh dilapisi lilin, kecuali pada bagian tengah dorsum
gundul tanpa lilin dan terdapat dua strip memanjang seperti garis di bagian sub
16
medial (Weicai Li et al.2013). Imago F. virgata berbentuk oval pipih, berwarna
abu-abu gelap hingga terang, dengan panjang tubuh 4-4.5 mm, terdapat benang
aktif dan mobile sepanjang hidupnya, sampai mereka mulai menghasilkan ovisak
dan bertelur. imago betina dapat menghasilkan 200–450 telur dalam waktu beberapa
jam. Sedangkan perubahan bentuk dari telur menjadi nimfa berlangsung 4–9 hari.
Untuk jantan akan menjadi imago dalam waktu 20– 60 hari setelah nimfa menetas
dan imago betina membutuhkan hanya 20–45 hari untuk menyelesaikan masa
nimfanya. Bentuk betina dan jantan dewasa cukup berbeda. Perkembangan nimfa
melalu tiga tahapan instar dengan stadium nimfa betina 43.2–92.6 hari dan lama
hidup imago mencapai 36-53 hari. Sedangkan stadium nimfa jantan sekitar 25.4
hari dengan lama hidup imago 1-3 hari (Awadallah et al. 1979; CABI 2013).
Seperti kutu putih lainnya, tahap penyebaran utama F. virgata adalah pada instar
pertama yang dapat secara alami tersebar oleh angin dan hewan. Kutu ini F.
virgata merupakan serangga hama yang berfungsi sebagai vektor virus sehingga
bagian tanaman juga dapat menjadi keriting karena terserang virus cocoa Trinidad
D. Pseudococcus Jackbeardslyei
merupakan salah satu hama yang sering ditemukan pada tanaman ubi kayu. P.
negara di Asia Selatan (Williams dan Watson 1988). Kutu putih ini masuk ke
Singapura pada tahun 1958, beberapa wilayah Asia Tenggara tahun 1970-an, dan
17
Maldives pada tahun 1994 (Gimpel dan Miller 1996). Kutu putih Jackbeardsley
Imago betina P. jackbeardsleyi berbentuk oval, agak bulat jika terlihat dari
bagian lateral dan berwarna keabu-abuan. Seluruh tubuh imago dipenuhi filamen
lilin tipis, pada masing-masing bagian lateral terdapat 17 filamen dan pada bagian
ujung terdapat sepasang filamen yang panjangnya sekitar setengah dari panjang
berkembang baik terdapat pori translusen pada femur dan tibia tungkai belakang.
Pori diskoidal terdapat di dekat mata pada bagian sclerotised rim. serari terdiri
atas 17 pasang, serari lobus anal dengan 2 seta konikal dan terdapat banyak pori
trilokular pada sclerotised area. Serari lainnya terdapat pada area membran,
kemudian serari anterior dengan seta relatif kecil dengan 2-3 seta tambahan
Permukaan atas tubuh kutu putih dipenuhi secara merata dengan seta berukuran
Biologi kutu putih ini umumnya memerlukan waktu selama sekitar satu
mampu meletakkan telur sebanyak 300 sampai 600 telur di dalam ovisak. Dalam
kondisi rumah kaca telur dapat menetas sekitar 10 hari. Nimfa yang baru keluar
dari telur mulai aktif mencari makanan, dan tubuhnya mulai mengeluarkan lilin
menjadi imago betina hanya mengalami perubahan pada ukuran tubuhnya saja,
sedangkan nimfa yang akan menjadi imago jantan, setelah nimfa instar III, nimfa
akan membentuk pupa dan muncul imago jantan. Imago jantan berukuran sangat
kecil dan memiliki sepasang sayap (Mau & Kessing 2000). Kutu putih ini
18
mengeluarkan cairan seperti gula cair yang selanjutnya dapat menarik semut
Jackbeardslyei
manihoti memiliki Tubuh berwarna merah muda, memiliki ovisac atau kantung
telur , memiliki 18 pasang seta serari yang masing-masing diperluas dengan seta
yang berbentuk tumpul. Pada permukaan dorsal terdapat sedikit seta tumpul tanpa
terdapat pada permukaan ventral tubuhnya. Porus ini selalu berjumlah 32-68 di
ukuran yang pendek, memiliki telur berwarna hijau kekuningan yang terbungkus
dalam kantung telur (ovisac) yang memiliki panjang 3-4 kali panjang tubuh imago
tubuh berwarna terang, tidak memproduksi ovisac, terdapat satu pasang filamen
dari lilin pada bagian ujung tubuh seperti ekor dengan panjang setengah dari
panjang tubuhnya, permukaan tubuh dilapisi lilin, kecuali pada bagian tengah
dorsum gundul tanpa lilin dan terdapat dua strip memanjang seperti garis di
19
ciri-ciri antena yang terdiri atas 8 ruas, tungkai berkembang baik terdapat pori
translusen pada femur dan tibia tungkai belakang. Pori diskoidal terdapat di dekat
mata pada bagian sclerotised rim. serari terdiri atas 17 pasang, serari lobus anal
dengan 2 seta konikal dan terdapat banyak pori trilokular pada sclerotised area.
Imago betina P. jackbeardsleyi berbentuk oval, agak bulat jika terlihat dari bagian
Secara umum gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh kutu putih adalah
keriting pada bagian tunas daun, daun menguning, perubahan bentuk pada batang,
roset pada titik tumbuh dan kematian pada tanaman muda (Belloti et al. 2003).
Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan
jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam. Kehilangan hasil
akibat serangan kutu putih singkong dapat mencapai 68-88% bergantung pada
kultivarnya.
atau didalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar
atau embun madu sebagai makanannya. Parasitoid merupakan salah satu musuh
hama kutu putih. Pengendalian hayati merupakan salah satu strategi PHT yang
(Rauf, 2000). Ada beberapa parasitoid yang diketahui memparasit kutu putih
20
antara lain Apoanagyrus (Epidinocarsis) lopezi De Santis (Hymenoptera:
(Neuenschwander, 2001).
1994). Untuk menggamabarkan struktur komunitasm ada tiga pendekatan yang dapat
BAB III
21
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian
22
Penelitian Lapangan
Penelitian Laboratorium
Parasitoid Kutu Putih Tanggap Fungsional
(Metode Eksperimental)
-Keragaman parasitoid terhadap
Kelimpahan spesies kutu putih
-Dominasi
-Parasitisasi
23
1. Terdapat perbedaan struktur komunitas kutu putih (mealybug) dan
Bali.
BAB IV
METODE PENELITIAN
24
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap penelitian. Penelitian tahap
Penelitian lapang dilaksanakan di lahan ubi kayu milik petani di Provinsi Bali,
yang bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas kutu putih yang berasosiasi
dengan kutu putih. Penelitian dimulai pada Januari 2019 sampai dengan Maret
2018.
petri, pinset, kuas, gunting, kain kasa yang memiliki ukuran 10 cm x 20 cm, kertas
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah hama kutu putih,
tanaman ubi kayu, cairan madu dan alkohol 95 % yang digunakan untuk
mengawetkan spesimen..
Persiapan Penelitian, 2) Pengambilan sampel kutu putih dari lahan, 3.) Identifikasi
kutu putih, 4) Koleksi dan Identifikasi parasitoid kutu putih, 5) Uji tanggap
fungsional parasitoid.
25
4.3.1 Persiapan Penelitian
pembuatan alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian ini seperti
membeli gunting, menyiapkan tanaman ubi kayu, mikroskop dan lain-lain serta
mencari refrensiyang nanti dapat digunakan dalam proses identifikasi kutu putih
Eksplorasi kutu putih dan parasitoid kutu putih diperoleh dengan cara
mengambil sampel kutu putih di beberapa lahan tanaman ubi kayu di provinsi
sampling. Metode pengambilan sampel kutu putih disetiap unit sampel dilakukan
dengan metode purposive sampel (Pangestu, 2017). Sampel yang diambil adalah
bagian tanaman singkong yang terdapat kutu putih. Sampel yang diambil
dengan nama tanaman, nama tempat, ketinggian tempat dan tanggal pengambilannya.
agar mengetahui spesies kutu putih tersebut. Identifikasi kutu putih dilakukan
dengan cara mengamati karakter morfologi seperti warna, lapisan lilin, dan seta.
mikroskop agar morfologi kutu putih dapat dilihat secara jelas. Berdasarkan
26
artikel-artikel yang membahas mengenai identifikasi kutu putih, sehingga dapat
diisini kutu putih sebanyak 20 ekor sesuai dengan spesiesnya. Selanjutnya ditutup
Kemudian gelas plastik diberi label sesuai dengan nama spesies, nama tempat,
ketinggian tempat dan tanggal pengambilannya. Kutu putih yang berada di dalam
gelas plastik akan dipelihara sampai parasitoid muncul. P arasitoid yang telah muncul
kemudian diawetkan dengan cairan alcohol 80% (Noyes, 1982) untuk identifikasi
dan sebagian lagi diperbanyak untuk melakukan uji kesesuaian spesies inang dan
tanggap fungsional.
sehingga diketahui famili hingga genus dari masing-masing parasitoid. Buku yang
27
4.3.5 Uji Kesesuaian Spesies Inang Parasitoid dan Tanggap Fungsional
Parasitoid.
parasitoid yang ditemukan dilapangan pada beberapa spesies kutu putih. Contoh
diitemukan parasitoid A. lopezi pada spesies kutu putih P. manihoti kemudian kita
lakukan uji kesesuaan inang pada spesies kutu putih yang lain yang ditemukan
diinfestasikan pada daun tanaman singkong dan diletakan di gelas plastic dengan
bagian atasnya tetutup kain kasa. Selanjutnya 3 individu A. lopezi betina yang
berumur satu hari dan sudah ber kopulasi dipaparkan ke dalam kurungan selama
24 jam dan setelah itu parasitoid dikeluarkan (Karyani et al., 2016). Kutu putih
dibiarkan hidup pada daun ubi kayu dan diamati sampai imago parasitoid muncul.
esensial dalam dinamika interaksi parasitoid dan inang, karena dapat memberikan
kerapatan 5, 10, 15, 30, 35 nimfa kutu putih instar 3. Masing-masing diletakan
28
satu hari dan sudah ber kopulasi dipaparkan ke dalam wadah plastik selama 24
jam dan setelah itu parasitoid dikeluarkan (Karyani et al., 2016). Adapun
percobaan yang dilakukan pada penelitian ini mencakup (1) jumlah inang yang
H’ = - Σ Pi log Pi
Keterangan :
H’ = Indeks keragaman
Nilai indeks :
29
Kelimpahan dihitung dengan menggunakan rumus dalam Odum (1993),
yaitu:
KR = 𝑛� � � 100 %
Keterangan:
KR = Kelimpahan Relatif
Menurut Simpson (1949) dalam Odum (1993) indeks dominansi ini dapat
C = (ni/N)2
Keterangan:
kutu daun yang didapatkan dan jumlah kutu daun yang diindikasi terserang
Baehaki (1997)
30
Persentase Parasitisasi =
IS = 2�/�+� x 100%
Keterangan :
dibandingkan.
Nilai Indeks Kesamaan dibagi dalam dua kriteria yaitu jika nilai Indeks >
50% maka kesamaan spesies tinggi pada habitat yang dibandingkan dan jika nilai
Data penelitian hasil uji parasitisasi parasitoid kutu putih terhadap spesies
kutu putih dianalisis dengan sidik ragam menggunakan uji F pada taraf 5%.
kontrol maka analisis dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf
5%. Sementara hasil penelitian tanggap fungsional dianalisis dengan tiga model
31
regresi (linear, logaritmik, dan eksponensial) untuk menetukan tipe tanggap
(Holling,1959).
32
DAFTAR PUSTAKA
33
CABI. 2008. Data sheet Invasive species compendium: Epidinocarsis lopezi.[diunduh
2014 Apr 15]. Tersedia pada: http://www.cabi.org/isc/ datasheet/21498.
Calatayud. 2006. The intrinsic rate of natural increase of an insect population. Journal
of Animal Ecology. 17 : 15-26.
Dwianri, I. 2013. Praktek Budi Daya Dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap Hama
Kutu Putih Phenacoccus Manihoti Di Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Georghiou, G. P., Saito. T. 2012. Pest Resistance To Pesticides. Plenum Press. New
York. 890p
Gimpel, W. F., Andmiller, D. R. 1996. Systematic Analysis Of The Mealybugs In The
Pseudococcus Maritimus Complex (Homoptera: Pseudococcidae). Contrib.
Entomol. Intl. Assoc. Publ. 2: 1-163
Hidrayani, R. Rusli, Dan Y. S. Lubis. 2013. Keanekaragaman Spesies Parasitoid Telur
Hama Lepidopteradan Parasitisasinya Pada Beberapa Tanaman Di
Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Jurnal Natur Indonesia. 15(1), Februari
2013: 9–14.
James B, Yaninek J, Neuenschwander P, Cudjoe A, Modder W, Echendu N, Toko M.
2000. Pest Control in Cassava Farms. International Institute of Tropical
Agriculture.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve. Jakarta.
Karmawati, E. dan R. Balfas. 2008. Pengendalian kutu daun dengan pestisida nabati.
Info Tek Jarak Pagar 3(7) :27.
Karmawati, E., Widi Rukmini dan R. Balfas. 2008. Inventarisasi dan identifikasi
hama utama pada tanaman jarak pagar serta pengendaliannya secara ramah
lingkungan. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 14(3) :
23-25.
Karyani, R, D., Nina, M., Dan Rauf, A. 2016. Pengujian Kekhususan Inang
Parasitoid Anagyrus Lopezi (De Santis) (Hymenoptera: Encyrtidae) Pada
34
Empat Spesies Kutu Putih Yang Berasosiasi Dengan Tanaman Singkong.
Jurnal Entomologi Indonesia. Vol. 13 No. 1, 30–39.
Kementrian Pertanian (Kementan), 2012. Di Akses Melalui
Ttp://Www.Ekon.Go.Id/News/Singkong-Dapat-Perkuat-Ketahanan-Pangan
Diakses 24 September 2018
Kompas.Com. 2014. Serangan Kutu Putih Bikin Indonesia Tekor Rp 900
Miliar.Https://Sains.Kompas.Com/Read/2014/09/24/2010024/Serangan.Ku
tu.Putih.Bikin.Indonesia.Tekor.Rp.900.Miliar. Diakses 2018.
Lovalini, D. 2016. Jenis dan Tingkat Serangan hama Kutu Putih dan Tungau Merah
pada tanaman Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) di Kota Padang.
Mani M, Joshi S, Kalyanasundaram M, Shivaraju C, Krishnamoorhy A, Asokan R,
Rebijith KB. 2013. A new invasive jack beardsley mealybug,
Pseudococcus jackbeardsleyi (Hemiptera: Pseudococcidae) on papaya in
India. Florida Entomologist. 96(1): 242-245.
Mau RFL, Kessing JLM. 2000. Crop knowledge master: Pseudococcusjackbeardsleyi
Gimpel and Miller [internet]. [diunduh 2014 Jun 01]. Tersedia pada:
http://www.extento.hawaii.edu/kbase/crop/type/p_jackbe.htm.
Miller DR, Williams DJ, Hamon AB. 1999. Notes on a new mealybug (Hemi-ptera:
Coccoidea: Pseudococcidae) pest in Florida and the Caribbean: the papaya
mealy bug, Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink.
Insecta Mundi 13 (no. 3-4): 178-181.
Miller DR, and Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Willink
(Hemiptera: Coccidae: Pseudococcidae) Including Descriptions of the
Immature Stage and Adult Male. Proc. Entamol. Soc. Wash. 104: 1-23
Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Sartiami D, Rauf A, and
Hammig MD. 2008. First Report of the papaya mealy bug, Paracoccus
marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae), in Indonesia and India. J. Agric.
Urban Entomol. 25(1): 37-40.
Muniappan R, Shepard BM, Watson W, Carner GR, Rauf A, Sartiami D, Hidayat P,
Afun JVK, Goergen G, Ziaur Rahman AKM. 2011. New records of
35
invasive insects (Hemiptera: Sternorrhyncha) in Southeast Asia and West
Africa. J Agric Urban Entomol. 26(4):167-174.
Nelly.N., Trimurti.H., Rahmat.S.,, Sahari., Damayanti.B. 2005. Tanggap Fungsional
Parasitoid Eriborus Argenteopilosus (Cameron) Terhadap Crocidolomia
Pavonana (Fabricius) Pada Suhu Yang Berbeda. Jurnal Entomologi
Indonesia. Vol. 13 No. 1, 30–39.
Neuenschwander P. 2001. Biological control of the cassava mealybug in Africa: a review.
Biological Control 21:214–229.
Noerwijati, S, K, Mejaya, I, M, J. 2015. Penampilan Tujuh Klon Harapan Ubi Kayu
Di Lahan Kering Masam. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian
Tanaman Aneka Kacang Dan Umbi Tahun 2015, Bogor, Pp. 521-527
Noyes, J. S. 1982. Collecting And Preserving Chalcid Wasps (Hymenoptera:
Chalcidoidea). Natural History. 16. 315-334.
Nurmasari, F. 2015. Keanekaragaman Kutu Putih Dan Musuh Alami Pada Tanaman
Singkong (Manihot Esculenta Crantz). Tesis. Universitas Jember.
Nurhayati,A.2012. Insidensi Cendawan Entomophthorales Pada Kutu Putih Pepaya
Dan Singkong (Hemiptera: Pseudococcidae) Di Wilayah Bogor.
Skripsi.IPB
Pangestu, W,W., 2017. Komposisi Spesies Parasitoid Kutu Daun Pada Beberapa Jenis
Tanaman Inang. Skripsi. Universitas Jember.
Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug (Phenacoccus manihoti)
in Asia: first records, potential distribution, and identification key
[Internet]. Plos One. 7(10):e47675. doi: 10.1371/journal.pone.0047675.
Pramesti .F.Surya., Endang.S.R, Agustono. 2017. Analisis Daya Saing Ubi Kayu
Indonesia Di Pasar Internasional. J. Sepa. Vol.14. No.1. Hal :1-7.
[Pusdatin] Pusat Data Dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Outlook Ubi Kayu.
Jakarta: Kementerian Pertanian.
Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Rani Dessy Karyani1, Nina Maryana2, Aunu Rauf. 2016. Pengujian Kekhususan
Inang Parasitoid Anagyrus Lopezi (De Santis) (Hymenoptera: Encyrtidae)
36
Pada Empat Spesies Kutu Putih Yang Berasosiasi Dengan Tanaman
Singkong. Jurnal Entomologi Indonesia. Vol. 13 No. 1, 30–39
Rauf A. 2009. Pest Risk Analysis: Paracoccus Marginatus.Departemen Proteksi
Tanaman.Fakultas Pertanian Ipb, Bogor.
Rizky,M. 2018. intensitas serangan dan populasi hama utama pada ubi kayu (manihot
esculenta crantz) dengan perlakuan pupuk zincmikro. Skripsi. Universitas
Lampung
Robert W. Tairas, Max Tulung Dan Jantje Pelealu.2015. Musuh Alami Kutu Putih
Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink, (Hemiptera:
Pseudococcidae) Pada Tanaman Pepaya Di Minahasa Utara. Eugenia.
Volume 21 No. 2. Hal 62-69.
Rukmana, R. 2000. Ubikayu: Budidaya dan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. 82
hlm.
Samosir. R.A.2016. Tanggap Tanaman Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz)
Terhadap Induksi Pembungaan Dini Akibat Jarak Waktu Penyiraman.
Skripsi. Universitas Lampung.
Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009. Persebaran Hama Baru Paracoccus
marginatus di Propinsi Jawa Barat. Di dalam: Buku Panduan Seminar
Nasional Perlindungan Tanaman. Bogor, 5-6 Agustus 2009.
Saputro AR. 2013. Biologi dan potensi peningkatan populasi kutu putih singkong,
Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), hama
pendatang baru di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009a. Persebaran hama baru Paracoccus
marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Di dalam:
Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; Bogor, 5-6 Agustus
2009. Bogor: Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. hlm 453-462
Schreiner, I. 2000. Striped mealybug (Ferrisia virgata (Cockerell)). ADAP 200-18.
Reissued August 2000.
Sundari.T. 2010. Pengenalan Varietas Unggul dan Teknik Budidaya Ubi Kayu.
Report No. 55. STE. Final.
37
Suherman M. 2014. Kebijakan Pengembangan Singkong Di Indonesia. Di Dalam:
Seminar Kutu Putih Vsparasitoid: Pengelolaan Hama Asing Invasive
Berbasis Ekologi. Bogor 24 September 2014.
Walker A, Hoy M, Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug (Paracoccus marginatus
Williams and Granara de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae).
Featured creatures. Entomology and Nematology Department, Florida
Cooperative Extension Service, Institut of Food and Agricultural Sciences,
University of Florida, Grainesville, FL.
Wardani N. 2015. Kutu Putih Ubi Kayu, Phenacoccus Manihoti Matile-Ferrero
(Hemiptera: Pseudo-Coccidae), Hama Invasif Baru Di Indonesia.
Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Williams Dj, Granara De Willink Mc. 1992. Mealybugs Of Central And South
America. Wallingford, Oxon, United Kingdom: Cab International.
Wyckhuys.K., Rauf.A., Ketelaar.J. 2014. Parasitoids Introduced Into Indonesia: Part
Of A Region-Wide Campaign To Tackle Emerging Cassava Pests And
Diseases. Biocontrol News And Information 35:35n–38n.
Zakaria F. 2010. Pengendalian Kutu Putih Phenacoccus manihoti, Hama “Impor”
Baru pada Tanaman Ubi Kayu.
.
38