Anda di halaman 1dari 41

BAB I

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura komersial yang dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Indonesia
mulai dari dataran rendah hingga sedang. Mentimun memiliki berbagai manfaat
yaitu, buahnya dapat dikonsumsi dalam bentuk acar, bahan obat-obatan, dan dapat
digunakan sebagai bahan baku industri minuman dan kosmetik (Rukmana, 1994).
Tanaman mentimun cukup mudah dibudidayakan dan dirawat. Menurut Herawati
(2012), tanaman mentimun mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap
lingkungan. Iritani (2012) menambahkan, tanaman mentimun tidak membutuhkan
perawatan yang khusus, dan tidak begitu membutuhkan tempat karena tumbuhnya
yang menjalar.
Menurut Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka (2008 cit
Zulkarnain 2013), tanaman mentimun dapat tumbuh dengan baik di daerah
dataran rendah sampai dataran sedang kisaran 200-800 mdpl. Suhu udara
optimum untuk pertumbuhan tanaman mentimun adalah 21.1-26.7 °C, tidak
banyak hujan, dan iklim kering. Jika dibandingkan persyaratan tumbuh, tanaman
mentimun pada kondisi lapangan memang kurang sesuai.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya fluktuasi produktivitas
tanaman mentimun salah satunya keberadaan serangga hama. Menurut Suyanto
(1994), ada beberapa jenis hama penting yang menyerang tanaman mentimun
yaitu, dari ordo Coleoptera kumbang mentimun (Aulocophora similis Oliver),
ordo Hemiptera kutu daun (Aphis gossypii Glow), ordo Lepidoptera ulat tanah
(Agrotis epsilon), ordo Lepidoptera ulat daun (Diaphania indica), dan ordo
Diptera lalat buah (Bactrocera spp.).
Keberadaan serangga hama dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik.
Faktor biotik seperti ketahanan genetik, serangga mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan fisiologis inang dan makanannya sedangkan faktor abiotik
seperti iklim mempengaruhi serangga secara langsung maupun tidak langsung
2

terutama orientasi serangga saat mencari makanan yang menyebabkan perubahan


pada fisiologi serangga dalam antisipasi kondisi iklim yang merugikan. Menurut
Wiyono, et al., (2007, cit Koesmaryono, 1985), keragaman iklim mempengaruhi
populasi dan penyebaran serangga sehingga dalam kurun waktu singkat
menimbulkan ledakan populasi tertentu dan berdampak pada kerusakan tanaman,
terganggunya produktivitas, dan penurunan pendapatan petani.
Menurut Kamarudin et al (2005), populasi serangga kadang-kadang
berubah-ubah pada awal musim, terutama oleh faktor lingkungan yang
mendukung seperti curah hujan, temperatur, dan kelembabajekan n. Coleoptera
dan serangga lainnya akan melimpah setelah hujan. Kumbang badak termasuk
golongan Coleoptera yang berdasarkan hasil penelitian di lapangan jumlahnya
juga meningkat di musim penghujan.
Tanaman mentimun banyak ditanam beberapa Lokasi di Kota Palangka
Raya salah satunya di Kecamatan Bukit Batu. Luas lokasi tanaman mentimun di
Kota Palangka Raya pada tahun 2021 seluas 24,70 Ha yang terdiri dari Kecamatan
Sebangau dengan luas 5,70 Ha, Kecamatan Jekan Raya dengan luas 8,50 Ha, dan
Kecamatan Bukit Batu dengan luas 10,50 Ha. (Kota Palangka Raya Dalam
Angka, 2022). Kebutuhan buah mentimun cenderung terus meningkat sejalan
dengan pertambahan penduduk, peningkatan taraf hidup, tingkat pendidikan, dan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya nilai gizi. Beberapa alasan mengapa
peneliti tertarik meneliti hama kecamatan tersebut yaitu karena daerah ini
merupakan produsen sayur bagi kota Palangka Raya. Selain itu, berdasarkan
informasi dari petani terdapat banyak hama yang dapat menurunkan hasil panen
mentimun. Ssalah satu hama yang berpotensi menurunkan produksi mentimun
adalah lalat buah. lalat buah dapat mengakibatkan presentase kerusakan yang
tinggi karena hama ini langsung menyerang buah yang mengakibatkan busuk
buah.
Dengan mempelajari struktur ekosistem seperti komposisi jenis-jenis
tanaman, hama, musuh alami, dan kelompok biotik lainnya, serta interaksi
dinamis antarkomponen biotik, dapat ditetapkan strategi pengelolaan yang mampu
mempertahankan populasi hama pada suatu aras yang tidak merugikan (Pradhana
3

et al., 2014). Informasi mengenai inventarisasi keragaman serangga hama pada


tanaman mentimun di Kota Palangka Raya perlu dilakukan agar pengelolaan yang
dilakukan pada tanaman mentimun dapat dilakukan dengan baik. Latar belakang
tersebut merupakan alasan mengapa penulis tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Inventarisasi Serangga Hama Pada Tanaman Mentimun (C. sativus L.)
di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya”.

I.2. Tujuan Penelitian


Tujuan dari Penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Mendapatkan informasi mengenai lahan pertanaman mentimun dan


Teknik penanaman serta perawatan tanaman mentimun di Desa Habaring
Hurung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya.
2. Mengetahui jenis dan populasi hama serangga yang menyerang tanaman
mentimun di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu, Kota
Palangka Raya.
3. Mengetahui Intensitas serangan hama pada buah mentimun di Desa
Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya..
4. Mengetahui Indeks Keanekaragaman Hama Serangga yang menyerang
tanaman mentimun di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu,
Kota Palangka Raya.
I.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai data dasar dalam
rancangan pengendalian serangga hama pada tanaman mentimun di Desa
Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya.
4

BAB II
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)


Tanaman mentimun (C. sativus L.) merupakan tanaman semusim
dari keluarga labu-labuan atau Cucurbitaceae yang menghasilkan buah
dan dapat dimakan. Tanaman mentimun tumbuhnya menjalar atau
memanjat pada alat pemanjat. Pada umumnya, alat pemanjat yang banyak
digunakan petani berupa ajir bambu berukuran lebar 3-4 cm dan panjang 2
meter (Warsana dan Samadi, 2018).
Menurut klasifikasi tanaman, mentimun digolongkan dalam keluarga labu-labuan
(Cucurbitaceae). Adapun tanaman Cucurbitaceae dicirikan dengan batangnya
yang panjang dan lunak. Di Indonesia, mentimun memiliki sebutan yang berbeda,
seperti di Aceh (Timon), Batak (Ansiman), Jawa (Timun), Madura (Temon),
Sunda (Bonteng), dan Bali (Katimun). Terdapat beberapa jenis tanaman lainnya
yang satu famili dengan mentimun, seperti oyong, pare, labu siam, dan waluh
(Warsana dan Samadi, 2018).
Mentimun pada umumnya disajikan dalam bentuk olahan segar
seperti acar, asinan, kimchi, salad, dan lalapan. Mentimun dapat
dikonsumsi sebagai minuman segar berupa jus. Jus mentimun yang
diminum secara rutin setiap dua hari sekali berkhasiat menghaluskan kulit,
menjaga kerusakan kulit dari sengatan sinar matahari dan dapat
menurunkan panas dalam (Cahyono, 2003). Mentimun memiliki senyawa
kukurbitasin yang merupakan senyawa yang memiliki aktivitas anti tumor.
Selain itu, pada biji mentimun terdapat senyawa Cojugated Linoleic Acid
yang bersifat antioksidan untuk mencegah kerusakan tubuh akibat radikal
bebas. Mentimun juga mengandung asam malonat yang berfungsi
menekan gula darah agar tidak berubah menjadi lemak, baik untuk
menurunkan berat badan (Astawan, 2008).
Tanaman mentimun kurang tahan terhadap curah hujan yang
tinggi. Hal ini disebabkan karena dalam cuaca yang ekstrim seperti itu
5

dapat mengakibatkan bunga yang terbentuk berguguran sehingga gagal


membentuk buah. Begitu juga
6

dengan daerah yang temperatur siang dan malam harinya berbeda sangat tajam,
dapat memicu serangan penyakit tepung (Andi, 2015).
Menurut Sulistyono (1995), ketinggian tempat berpengaruh
terhadap temperatur udara dan intensitas cahaya. Temperatur dan
intensitas cahaya akan semakin kecil dengan semakin tingginya tempat
tumbuh. Berkurangnya temperatur dan intensitas cahaya dapat
menghambat pertumbuhan karena proses fotosintesis terganggu. Daerah
yang memiliki elevasi tinggi jumlah konsentrasi CO2 relatif lebih kecil
bila dibandingkan pada daerah yang lebih rendah.

II.2. Hama Tanaman Mentimun


II.2.1. Oteng-oteng (Aulacophora similis Oliver)
Aulacophora similis merupakan kumbang yang menimbulkan
kerusakan cukup serius pada pertanaman mentimun (Gungun, 2013).
Menurut Luther (2006), kerusakan yang ditimbulkan dapat mengurangi
ukuran buah, mengakibatkan buah sulit dipasarkan terutama untuk
kerusakan yang tampak pada buah.
Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh A. similis yaitu imago
memakan daun dan bunga dengan membuat lubang semisirkuler, dan larva
menyerang akar tanaman (Chanthy, 2010). Serangga larva dalam jumlah
besar dapat mematikan tanaman, dan biasanya terjadi pada area yang
ditanami satu varietas yang sama secara terus menerus tanpa adanya rotasi
dengan tanaman bukan inang sehingga tanaman menjadi layu karena
jaringan akarnya dimakan larva dan daunnya berlubang dimakan
kumbang. Gejala khas yang ditunjukkan serangga ini adalah lubang
gerekan pada daun yang membentuk semisirkuler. Aktifitas makannya
pada daun dilakukan dengan cara memutar tubuhnya menggunakan ujung
poros abdomen, sehingga menghasilkan luka melingkar dan pada akhirnya
lingkaran tersebut akan luruh sehingga membentuk luka melingkar yang
besar. Kerusakan pada fase perkecambahan dapat mengakibatkan daun
muda terlambat muncul, bahkan pada tingkat kerusakan yang parah dapat
mengakibatkan kematian kecambah. Walaupun daun muda muncul, tetap
7

akan mengakibatkan keterlambatan dalam pertumbuhannya (Dhillon dan


Wehner, 1991).
Menurut Tarno (2003), kerusakan terbesar mencapai 25% dan terjadi
pada populasi 15 ekor per tanaman. Persentase kerusakan daun tertinggi
terjadi pada umur tanaman mencapai 7 dan 13 hst, dimana kerusakan
mencapai 17%. Pada umur tanaman 25 hst kerusakan mengalami
penurunan menjadi 4% dan mengalami peningkatan kembali pada umur 45
dan 65 hst, peningkatan mencapai 5 dan 7%. Pada usia muda jumlah daun
mentimun yang terbentuk masih sedikit sehingga kerusakan yang terjadi
cukup berarti. Demikian halnya untuk tanaman yang sudah tua karena
sebagian dari daun sudah rontok sehingga efek dari kerusakan sangat jelas
terlihat. Pada fase generatif dengan jumlah daun yang cukup banyak, efek
kerusakan terlihat agak menurun. Presentase kehilangan hasil ekonomi
yang disebabkan oleh A. similis mencapai sebesar 21,76 % pada persentase
jumlah tanaman terserang mencapai 54,47%.
II.2.2. Kutu daun (Aphis gossypi Glow)
Kutu daun tergolong pada ordo Hemiptera sub ordo Homoptera
famili Aphididae. Kutu daun hidup secara berkoloni. Karakter koloni
dapat dibedakan menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran, yaitu koloni
kecil (2-10 individu), koloni sedang (11-50 individu), dan koloni besar
(>50 individu) (Sinaga, 2014). Kutu daun memilki lebih dari 100 jenis
tanaman inang seperti kacang panjang, kentang, tembakau, kubis, sawi,
cabai, ketimun, jeruk, bunga mawar, tomat, terung, buncis. Kutu daun
ditemukan hampir diseluruh benua, baik di dataran tinggi maupun di
dataran rendah (Pracaya, 2007).
Kutu daun menyerang bagian batang, bunga, daun, polong dan
pucuk muda (Waluyo dan Kuswanto, 2007). Kutu daun menghisap cairan
tanaman seperti pada daun sehingga menyebabkan helaian daun
menggulung, pembentukan daun-daun baru terhalang dan akan
mengganggu proses fotosintesis (Fianka, 2011). Tanaman yang terserang
kutu daun biasanya terdapat banyak semut pada tanaman karena kutu daun
8

menghasilkan embun madu. Bersamaan dengan ini akan datang juga


sejenis jamur atau cendawan yang berwarna kehitaman yang disebut
dengan cendawan jelaga (Dafrinal, et al., 2012). Cendawan jelaga akan
melapisi permukaan daun sehingga dapat menghambat proses fotosintesis.
Disamping itu, kutu daun juga mengeluarkan toksin melalui air ludahnya
sehingga timbul gejala kerdil dan terbentuk puru pada helaian daun
(Jumar, 2000). Kerugian yang diakibatkan oleh kutu daun sebagai hama
berkisar antara 6-25% dan sebagai vektor dapat mencapai 80% (Irsan,
2003).
Pada musim kemarau, populasi kutu daun biasanya meningkat
sedangkan pada musim hujan populasinya menurun. Hal ini disebabkan
karena adanya siraman air hujan yang dilaporkan dapat menekan populasi
kutu daun. Kelembapan di lapangan mempengaruhi fluktuasi populasi
kutu daun serta curah hujan yang tinggi dapat menurunkan populasi kutu
daun di lapangan (Stoyenoff, 2001).
II.2.3. Ulat tanah (Agrotis epsilon)
Klasifikasi dari hama ulat tanah (Agrotis ipsilon) adalah dari ordo
Lepidoptera, famili Noctuidae, spesies Agrotis ipsilon. Ulat berwarna
coklat berminyak sampai coklat keabu-abuan pada punggungnya, dengan
garis-garis berwarna lebih terang di tengah-tengah punggung. Gejala
serangan hama ini merusak bagian batang dan daun tanaman. Tanaman
tampak seperti dikerat, dipotong, dan ditarik-tarik. Serangan dilakukan
pada sore dan malam hari. Tanaman yang diserang biasanya berumur
sekitar 2-3 minggu (Rahayu, 2004).
Telur diletakkan secara tunggal atau beberapa butir bersama-sama
pada tanaman muda, rerumputan dan lain-lain. Bentuk telur bulat kecil
berdiameter 0,5 mm dan berwarna kuning muda, sehingga di lapangan
sulit untuk ditemukan. Telur menetas setelah 3-5 hari (Pracaya, 2009).
Stadium larva berlangsung selama 18 hari. Pada siang hari ulat
bersembunyi di dalam tanah di sekitar batang dan rumput, serta aktif pada
malam hari. Pupa terbentuk didalam tanah, kemudian menjadi imago yang
9

terbentuk kupu-kupu setelah 6-7 hari (Pitojo, 2005). Ngengat ulat tanah
berukuran kecil, berwarna coklat tua dan bergaris-garis serta memiliki
beberapa titik putih, ngengat meletakkan telur pada tanaman muda, gulma,
atau pupuk kandang. Telur berbentuk bulat, bergaris tengah 0,5 mm.
Siklus hidup hama ini berlangsung selama 6-8 minggu. Ulat berwarna
coklat sampai hitam, dengan panjang maksimal 4 cm-5 cm, dan aktif pada
malam hari Cara pengendalian non-kimiawi adalah dengan
mengumpulkan ulat dan langsung dibunuh (Rukmana, 2002).
10

II.2.4. Ulat daun (Diaphania indica)


Ulat daun Diaphania indica merupakan salah satu hama serius pada
pertanaman mentimun di Asia dan Afrika (MacLeod, 2005). Ulat ini juga
menyerang mentimun di Indonesia (Asikin, 2004). Larva ulat berwarna
hijau gelap dengan dua garis putih sepanjang tubuh (Brown, 2003).
Larva memakan daun, batang muda yang lunak dan menggerek
buah. Kerusakan yang paling merugikan adalah jika larva menyerang buah
mentimun. Pada buah, terlihat lubang pada permukaan buah menyebabkan
buah menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan dijual serta menyebabkan
buah menjadi cepat busuk (CABI, 2005).
II.2.5. Lalat buah (Bactrocera spp.)
Lalat buah termasuk ke dalam anggota Famili Tephritidae, Ordo
Diptera yang termasuk ke dalam Tribe Dacini terdiri atas 2 genus, yaitu
Bactrocera dan Dacus. Di dunia, Bactrocera spp. tersebar di wilayah
India, Asia Tenggara, hingga wilayah Pasifik, sedangkan Dacus spp. lebih
banyak ditemukan di wilayah Afrika (Drew, 2004).
Ciri-ciri morfologis B. cucurbitae adalah memiliki tubuh berwarna
dasar oranye-coklat. Pada skutum terdapat dua garis kuning lateral dan
satu garis kuning median. Rentang sayapnya mencapai 4,2-7,1 mm dengan
pola sayap yang khas. Pada tergit ketiga ruas abdomen lalat jantan terdapat
pekten. Sebagai anggota ordo diptera, lalat buah hanya memilki sepasang
sayap. Metamorfosis lalat buah adalah sempurna (holometabola) yang
meliputi tahap telur, larva, pupa, dan imago. Tipe mulut lalat buah dewasa
apabila dilihat seperti alat penyedot debu berupa suatu saluran yang bagian
ujungnya melebar (Putra, 2003).
Subahar, et al., (1997) menyatakan, ukuran tubuh lalat buah betina
lebih besar daripada ukuran tubuh lalat buah jantan. Perkawinan dimulai
pada umur 9-11 hari. Perilaku menjelang periode kawin yaitu adanya
perilaku membersihkan diri, perkelahian dan menggetarkan sayap. Pada
lalat betina, ujung abdomen lebih runcing dan memiliki alat peletak telur
11

(ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan lalat
jantan abdomennya lebih bulat (Soeroto, et al., 1995).
BAB III
BAHAN DAN METODE

II.3. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan dari April sampai Mei 2023. Pengambilan
sampel serangga hama dilakukan di Desa Habaring Hurung, Kecamatan
Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Kemudian dilanjutkan dengan
pengamatan di Laboratorium Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya.

II.4. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman mentimun
yang berumur 15-35 hari, alkohol 70%, perangkap lalat buah (Methyl
eugenol). Alat yang digunakan adalah kertas label, tali rafia, kamera,
kantong plastik, mikroskop binokuler, botol film, kaca pembesar, pinset,
Sweep net, alat tulis, dan GPS (Global Positioning System).

II.5. Metode Penelitian


Penelitian dilakukan dengan menggunakan observasi langsung di
lapangan dan sampel diambil secara acak terpilih (Purposive random
sampling). Kriteria yang digunakan untuk penentuan lokasi sampel adalah
pertanaman mentimun dengan luas lahan ±100 m dan umur tanaman ±15-
35 hari yaitu sejak sebelum dan setelah berbuah menggunakan tehnik
pertimbangan tertentu dengan ciri tanaman sama tapi tidak berdekatan dan
mewakili lahan yang di amati.
II.5.1. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan sampel ditetapkan berdasarkan kriteria luasan
pertanaman mentimun di kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya.
Pada lokasi yang telah ditentukan, dipilih satu lokasi pertanaman
mentimun dengan luas ±100 m persegi.
12

II.5.2. Pengambilan Petak dan Tanaman Sampel


Pengambilan serangga hama dilakukan pada lokasi dengan kriteria
yang telah ditentukan. Pada tiap lokasi luas hamparan mentimun ±100
meter persegi kemudian diamati tanaman mentimun sebanyak 14 titik
sampel dan dilakukan tiga kali pengamatan dengan interval waktu 1
minggu.
II.5.3. Pengambilan Sampel Serangga Hama
Koleksi serangga hama dilakukan secara langsung dengan tangan
dan dengan menggunakan alat perangkap pada sub petak sampel. Untuk
membedakan jenis serangga hama yang ditemukan di lapangan didasarkan
pada perbedaan morfologi serangga hama tersebut. Pengambilan sampel
dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00 sampel 16.00. Pengambilan
sampel serangga hama dilakukan sebanyak 3 tahap pengamatan untuk
setiap lokasi penelitian dengan interval waktu pengambilan 1 minggu
sekali.
Cara pengamatan dan penangkapan hama pada tanaman sampel
yang akan diamati sebagai berikut:
a. Jaring Ayun (Sweep net)
Jaring ayun berfungsi menangkap predator dan serangga yang terdapat
pada tajuk tanaman. Penangkapan ini dilakukan pada pagi hari sekitar
pukul 08.00 karena pada saat itu serangga aktif mencari makan.
Penggunaan penangkap ini yakni dengan mengayun ganda sebanyak 2 kali
dilakukan pada masing-masing tanaman mentimun yang dijadikan sampel.
13

Gambar 1. Jaring ayun (Sweep net)


b. Perangkap lalat buah (Methyl eugenol)
Bahan yang digunakan adalah botol air mineral bekas yang
dimodifikasi, pisau, kapas, tali rafia, gunting, botol koleksi, air detergen,
Methyl eugenol, dan alkohol 70%. Perangkap digantungkan pada
pertanaman mentimun masing-masing 1 perangkap per tanaman sampel
yang diamati.

Gambar 2. Perangkap lalat buah mentimun (Methyl eugenol).

II.6. Pelaksanaan Penelitian


Data yang dikumpulkan adalah data primer berupa pengamatan
langsung jenis serangga hama serta persentase serangan pada tanaman dan
buah mentimun. Data ini dikumpulkan pada tiap-tiap tanaman sampel.
II.6.1. Survei Pendahuluan
14

Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan


berupa peninjauan lokasi penelitian sekaligus wawancara dengan petani
pengelola lahan. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui informasi
tentang kondisi lahan mentimun.
II.6.2. Pengamatan Di lapangan
Pada tahap awal, ditentukan lahan pertanaman mentimun yang
memenuhi kriteria sebagai lokasi penelitian. Sampel diambil sebanyak 14
tanaman dari seluruh total populasi tanaman mentimun yang ada pada
setiap petak sampel. Kemudian dilakukan pendataan jenis serangga hama
yang menyerang dan tingkat serangannya pada pagi hari 08.00 sampel
16.00. Pendataan mengenai jenis serangga hama ini dapat dilakukan secara
langsung dengan mengamati gejala serangan, serta dihitung jumlah
populasi hama yang terdapat pada tanaman sampel, lalu dilakukan untuk
setiap jenis serangga hama yang ditemukan.
II.6.3. Pengamatan Koleksi dan Identifikasi Serangga Hama
Hama yang diperoleh dari lapangan dikoleksi dan diidentifikasi.
Identifikasi serangga hama dilakukan di laboratorium berdasarkan ciri-ciri
morfologi yang mencakup bentuk antena, bentuk kepala, tipe alat mulut,
sayap dan tungkai. Identifikasi dilakukan dengan buku Taksonomi dan
Bioekologi Lalat Buah di Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Pemuliaan Ketahanan pada Tanaman Mentimun Terhadap Kumbang
Pemakan Daun (A. similis) (2013), HPT Statistik Demografi Diaphania
indica Saunders (2015), Dwi Priyo Prabowo Survei Hama dan Penyakit
Pada Pertanaman Mentimun (C. sativus L.) (2009).

II.7. Pengamatan
II.7.1. Kondisi Pertanaman Mentimun
Pengamatan dilakukan dengan mengamati kondisi areal kebun
pertanaman mentimun secara langsung dan mengadakan wawancara
terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan kebun (umur,
varietas mentimun, asal benih, jarak tanam, pengendalian hama dan
15

penyakit, panen, sanitasi, jenis pestisida (bahan aktif), jenis tanaman lain,
pupuk.
II.7.2. Jenis Serangga Hama
Pengamatan dilakukan dengan mengamati langsung hama yang
terdapat pada tanaman mentimun serta mengamati gejala serangan yang
ditimbulkan oleh hama pada bagian-bagian tanaman sampel. Data jenis
hama pada tiap kecamatan ditampilkan dalam bentuk tabel.
II.7.3. Persentase Tanaman Mentimun Terserang
Untuk menghitung Intensitas serangan digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
I = Intensitas Serangan
n = Jumlah buah terserang
v = Besar Skala Serangan
V = Nilai skala tertinggi dari kategori serangan yang ditetapkan
N = jumlah buah tanaman yang diamati
II.7.4. Indeks Keanekaragaman Hama
Indeks Keanekaragaman Shanon and Weaner dapat diukur dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

keterangan :
H’ : Indeks Keanekaragaman Shanon and weaner
ni : Jumlah jenis individu dari jenis ke i
N : Jumlah total individu dari seluruh jenis spesies
Pi :Proporsi dari jumlah individu jenis i dengan jumlah individu dari seluruh jenis
spesies.
16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Tanaman Mentimun


Mentimun atau merupakan tanaman yang  bisa beradaptasi
tumbuh pada berbagai jenis iklim dan  bisa beradaptasi pada berbagai
jenis iklim. Namun, budidaya mentimun lebih maksimal pada
kondisi iklim kering dengan penyinaran penuh pada suhu 21-27ᴼC.
Varietas mentimun yang digunakan oleh petani di lahan yang diamati
yaitu jenis Legend produk dari Mitra Kemajuan Petani (MMT).
Perawatan mentimun yang dilakukan petani Desa Habaring Hurung
sejak tanam hingga panen yaitu :

1. Persemain Benih.
Perkecambahan dilakukan pada bak berukuran 10 cm x 50 cm x 50
cm atau tergantung kebutuhan bagian bak terbuka, kemudian bak diisi
pasir yang sudahh diayak setinggi 7-8 cm, kemudian buat alur tanam
berkedalaman 1 cm dan jarak antar alur 5 cm, panjang alur sesuai panjang
bak. Kemudian benih mentimun disebar dalam alur tanam secara rapat
dan merata, lalu tutup dengan pasir dan siram dengan air sampai lembab.
Pindahkan benih yang sudah berkecambah kedalam polybag semai.

2. Pengolahan lahan
Melalukan pengolahan lahan denagn menggunakan cultivator atau
sejenisnya, kemudian campuran pupuk kandang/kompos dengan dosis 10-
20 ton/ ha. Kemudian buat bedengan ukuran lebar 100 cmx dan panjang
menyesuaikan kondisi lahan, tinggi bedengan 20 cm pada musim
kemarau, 30 cm pada musim hujan.jarak antar bedengan 30 cm.

3. Penanaman
Bibit berumur 20-23 atau tanaman yang sudah memiliki 2-3 helai
daun sejati. Cara penenaman dapat dilakukan :
17

 Cara tanam baris denagn jarak antar tanaman 30 cm x 40 cm


(meggunakan rambatan tunggal atau ganda) lubangtanam berupa
alur
 Cara tanam persegi panjang denagn jarak 90 cm X 60 cm
(menggunakan sistim rambatan piramida)
 Cara tanam persegi panjang dengan jarak tanam 80 cm x 50 cm
(menggunakan sisitim rambat pata-para)

4. Pemupukan
Rekomendasi pupuk yang diberikan: Urea 225 kg/ha, ZA 150 kg/ha,
KCL 525 kg/ha dan pupuk kandang 1,5 -2 kg/tanam. Pemupukan
dilakukan 2 kali aplikasi yakni : setengah dosis sebelum tanam dan
setengah dosis sisanya diaplikasikan pada umur tanaman 30 hari. Cara
memupuk: pupuk dibenamkan ke dalam tanah, jarak pupuk antar tanaman
10-15 cm dengan diameter lubang 3-4 cm. apa bila curah hujan sangat
kurang maka pemupukan dapat dilaksankan dengan cara kocor.

5. Pemeliharaan
Pemasangan mulsa dilakukan 4-5 hari sebelum tanaman di pindah
dari persemaian. Pengairan sangat perlu dilakukan utamnya pada musin
kemarau, penyiraman dilakukan secukupnya dan dilakukan pada pagi
hari. tujuan penyiangan dilakukan salah satunya adalah berfumgsi untuk
menjadi inang pengganti OPT yang dapat menimbulkan persaingan
makanan pada tanaman. sanitasi dilakukan untuk menghilangkan bagian
tanaman yang terserang penyakit.
Pengendalian Organisme Tumbuhan (OPT) dapat dilakukan
dengan cara:
 Pengendalian secara fisik: mengambil dan memusnakan telur,
larva, imago ham, bagian tanaman yang terserang penyakit yang
dapat menjadi sumber serangan.
 Pengendalian kimiawi secara selektif menggunakan pestisida
yeng tepat
18

4.2. Keragaman Hama di Lokasi Pertanaman Mentimun


Keragaman jenis serangga hama yang ditemukan di area
pertanaman mentimun pada lokasi penelitian ditampilkan pada table 3.
Tabel 3. Serangga Hama yang ditemukan di area pertanaman
Jumlah (HST)
Nama Latin Nama Lokal 21 28 35 total
HST HST HST
Bactrocera dorsalis Lalat buah 9 24 35 68
Oxya servile Belalang Jarum 4 1 3 8
Diaphania indica Ulat Daun 9 7 14 30
Menochilus
Kumbang koksi 4 6 6 16
sexmaculatus
Aulacophora femoralis Oteng oteng 16 9 17 42
Valanga nigricornis Belalang 4 7 3 14
Total Populasi 178

4.2.1. Jenis Serangga Hama yang ditemukan


1. Bactrocera dorsalis (Diptera:Tephritidae)
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan serangga hama lalat buah
dengan total populasi sebanyak 68 ekor. Dari hasil referensi yang
diperoleh, B. dorsalis memiliki ciri morfologi yaitu memiliki tubuh
yang bewarna coklat kemerahan, memilki dua pasang sayap dengan tipe
aristat, terdapat spot diujung sayap, memiliki tiga pasang kaki dan antena
yang pendek dan kecil dan memiliki ukuran mata yang besar, bentuk
kepala agak bulat berwarna merah kecoklatan dengan sepasang antena
pendek berbentuk aristat. Bagian dada warnanya jingga, merah agak
coklat, coklat kehitaman, dan umumnya ada dua garis memanjang dengan
sayap tembus pandang berjumlah sepasang. Pada bagian abdomen dapat
dijumpai dua pita menyilang dan satu pita memanjang berwarna hitam.
Menurut Pracarya (2009) B. dorsalis memiliki ciri-ciri warna dadanya
kelabu, sedangkan perutnya (abdomen) berpita melintang dengan warna
coklat kemerahan, sayapnya transparan dan mempunyai kemampuan
berkembang biak 4-9 generasi pertahun, lebar sayap 4-6 mm, panjang
19

badannya 6-8 mm. B. dorsalis jenis tertentu mempunyai bagian sayap


yang atraktif yaitu mempunyai rambut tegak satu atau lebih yang
letaknya dipertengahan bagian depan sayap.

Gambar 3. Bactrocera dorsalis


Sumber : Dokumen Pribadi
2. Oxya servile (Orthoptera:Acrididae)
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan total populasi O. servile
sebanyak 8 buah. Dari referensi yang didapat, O servile memiliki ciri
tubuh berwarna hijau terang, pada bagian tengah tubuhnya terdapat garis
berwarna hijau kekuningan. Memiliki 3 pasang kaki dan pada bagian
kepala terdapat sepasang mata dan antena tipe clavate, mempunyai garis
berwarna kehitaman pada bagian sisi tubuhnya dari mata menuju sayap
depan. O. servile terdiri atas tiga pasang alat bantu yaitu sepasang
mandibula, sepasang labium, sepasang maksila, dan memiliki hipofaring.
Tipe alat mulut dari serangga O. servile adalah penggigit dan pengunyah,
berpotensi sebagai hama pada tanaman.

O. servile memiliki dua jenis organ gerak yaitu sayap dan kaki di
mana sayap melekat pada bagian dada di segmen kedua yaitu
mesothorax dan segmen ketiga yakni metathorax. Bagian kaki terletak
pada tiap segmen dada dan sepasang kaki belakang digunakan untuk
melompat. Pada setiap segmen abdomen dan dadanya terdapat sepasang
lubang spirakel sebagai tempat keluar masuknya udara untuk pernapasan.
Sistem pernapasannya disebut sistem trakea dimana udara masuk ke
20

dalam tubuh serangga melalui lubang spirakel kemudian melalui saluran


trakea dan trakeolus menyebar ke seluruh tubuhsampai ke jaringan tubuh,
pada jaringan tersebut terjadi pertukaran gas dan proses pertukaran gas ini
dibantu oleh sistem sirkulasi darah (Yalindua, 2021).

Gambar 4. Oxya servile


Sumber : Dokumen Pribadi
3. Diaphania indica (Lepidoptera : Crambidae)
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan serangga hama D. indica
dengan total populasi pada 3 pengamatan yaitu sebanyak 30 ekor. Dari
referensi yang diperoleh, D indica mempunyai ciri-ciri morfologi yaitu
keseluruhan tubuh terdapat warna hijau dan berbentuk bulat panjang, di
bagian atas tubuh terdapat garis putih, bagian samping tubuh terdapat
bintil-bintil hitam dan di atas permukaan tubuh, di bagian mulut
terdapat antena kecil dan relatif tidak mencolok. Tubuh larva D. indica
terdiri atas 3 ruas thoraks, dan 10 ruas abdomen. Larva yang baru
muncul berwarna hijau kekuningan dengan kepala berwarna hijau
muda. Larva memakan daun, batang yang bertekstur lunak dan daun
mentimun. Larva instar yang baru muncul tidak langsung aktif bergerak
tetapi bersembunyi terlebih dahulu di antara tulang daun. Setelah dua hari
larva berubah menjadi kehijauan dan larva mulai aktif bergerak dan
memakan bagian tengah menuju bagian tepi daun. Setelah memakan
jaringan daun tubuh larva mulai bewarna kehijauan yang lebin pekat,
larva yang agak besar umumnya bewarna hijau dengan dua garis bewarna
21

putih di sepanjang tubuh bagian dorsal dan kepala bewarna hijau


memiliki tipe mulut penusuk dan pengisap.

D. indica memiliki tubuh lunak yang dapat tumbuh dengan cepat,


ukurannya bervariasi antar spesies dan instar (moults) mulai dari 1
mm hingga 14 cm, larva semacam itu terutama terlihat di subordo
sawfly, namun sementara larva ini secara dangkal menyerupai ulat,
mereka dapat dibedakan dengan adanya proksi pada setiap segmen perut,
tidak adanya crochet atau pengait pada proksi (ini ada pada ulat
lepidopteran), sepasang ocelli terkemuka pada kapsul kepala, dan
tidakadanya jahitan berbentuk Y terbalik di bagian depan kepala. D.
indica adalah anggota ordo lepidoptera, pada bagian kepala terdapat
antena, mata, dan alat mulut pengisap, memiliki antena bersegmen yang
muncul diantara kedua mata (Banun, 2021).

Gambar 5. Diaphania indica


Sumber : Dokumen Pribadi
4. Menochilus sexmaculatus (Coleoptera:Coccinellidae)
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan M. sexmaculatus sebanyak
16 ekor. Dari referensi yang ditemukan, ciri morfologi dari M.
sexmaculatus adalah keseluruhan tubuh berbentuk bulat, berwarna
orange terang, terdapat spot dan bercak bewarna hitam, Tipe kepala
prognatus dengan ukuran kepala yang sangat kecil dan agak sedikit
menunduk. Pada bagian elytra memiliki garis berbentuk pita hitam tebal
yang bervariasi, memiliki mulut dengan tipe pengigit terdapat tiga pasang
kaki dengan tipe kaki ambulatorial yaitu kaki yang digunakan untuk
22

berjalan atau berlari, tipe antena clavate dan tipe mata tunggal atau mata
oselim. Dalam ekosistem M. sexmaculatus berperan sebagai predator.

Kepala (caput) biasanya sangat mengeras karena pembentukan


sclerotindan bervariasi dalam ukuran. Pada kepala terdapat mulut yang
mengarah ke depan atau kadang-kadang berputar kebawah, mata
majemuk dan mungkin memperlihatkan kemampuan beradaptasi yang
luar biasa, serta banyak spesies lainnya memiliki mata yang berlekuk ke
beberapa derajat. M. Sexmaculatus juga memiliki tipe mata tunggal atau
ocelli, yaitu mata sederhana yang kecil yang biasanya terletak jauh di
belakang kepala (Hunt et al, 2007).
Elytra terhubung ke Pterathorax, elytra tidak digunakan untuk
terbang, tetapi cenderung untuk menutupi bagian belakang tubuh dan
melindungi pasangan sayap kedua (alae). Elytra harus dinaikkan untuk
menggerakkan sayap belakang untuk terbang. M. sexmaculatus memiliki
bentuk antena sangat bervariasi, tetapi sering juga serupa dalam beberapa
famili. Dalam beberapa kasus, antena jantan dan betina dalam satu
spesies bisa berbeda bentuk. Antena juga bentuknya bervariasi
mungkin lebih tebal di ujung daripada di dasar, seperti benang,
membengkok dengan sudut tajam, menyerupai\ntaian manik-manik,
menyerupai sisir, atau bergerigi (Powell, 2009).

Gambar 7. Menochilus sexmaculatus


Sumber : Dokumen Pribadi
5. Aulacophora femoralis (Coleoptera : chsyomolidae )
23

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan total populasi hama oteng-


oteng sebanyak 42 ekor. Berdasarkan referensi, A. femoralis dengan ciri
ciri morfologi yaitu memiliki bentuk tubuh oval atau lonjong, A.femoralis,
memiliki tipe antena lamellat, mempunyai warna tubuh kuning
kecoklatan dan mempunyai mesothorax serta metathorax yang kehitam-
hitaman. Secara keseluruhan serangga memiliki warna yang cerah dan
mengkilap polos, memiliki tipe mulut pengigit- pengunyah. A. femoralis
dalam ekosistem berperan sebagai hama.

A. femoralis atau oteng-oteng merupakan hama penting tanaman


cucurbitae diantaranya mentimun, semangka dan melon. Imago kumban
gini berwarna kekuningan, abdomen berbentuk meruncing ke belakang
dan abdomen bagian bawah berwarna hitam dan kaki berwarna
kekuningan. A. femoralis ini meletakkan telurnya di tanah berdekatan
dengan tanaman. Larva A. femoralis memakan jaringan perakaran
sedangkan yang dewasa memakan daun dan bunga, bila serangan hama
cukup berat, semua jaringan daun habis dimakan. Larva A. femoralis ini
juga menggerek bagian akar dan batang tanaman (Falahudin, 2015).

Gambar 8. Aulacophora Femoralis


Sumber : Dokumen Pribadi
6. Valanga nigricornis (Orthopetra : Acrididae)
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan total populasi V. nigricornis
sebanyak 14 ekor. Dari hasil referensi, V. nigricornis memiliki ciri-ciri
antara lain memiliki ukuran tubuh yang panjang dan besar, organ
pendengaran terletak pada ruas abdomen kebanyakan warnanya kelabu
atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warna cemerlang pada sayap
24

V. nigricornis, Pada bagiankepala terdapat sepasang antena tipe


filiform, kepala tipe hipognatus, pada bagian kepala terdapat sepasang
antena dan mata majemuk, memiliki tiga pasang kaki dengan tipe
Saltorial, memiliki femur kaki bagian belakang lebih besar
dibandingkan femur kaki bagian depan, sunggut lebih pendek daripada
tubuh. Organ pendengaran (timpana) terletak pada sisi-sisi ruas abdomen
pertama. Serangga V. nigricornis dalam ekosistem berperan sebagai
hama.

Tipe ordo ini memiliki 2 pasang sayap-sayap depan lebih kecil


dari pada sayap belakang dan memiliki vena-vena yang menebal
yangdisebut dengan tegmina. Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki
melekat pada bagian thorakal. Pada segmen/ruas pertama abdomen
terdapat suatualat pendengar yang disebut tympanium. Spirakulum yang
merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen
abdomen/thorax. Anus dan alat genetalia terdapat pada ujung abdomen,
memiliki alat tambahan yang berupa sepasang mata faset (majemuk) dua
buah, dan tiga buah mata sederhana (oseli), saat muda (nimfa) berwana
hijau dan terkadang terdapat pola coklat dan oranye, kemudian
berubah menjadi coklat sebelum kulitnya terkelupas (moulting).
Selama musim dingin, V. nigricornis ini berhibemasiv (Fak et al, 2017).

Gambar 9. Valanga nigricornis


Sumber : Dokumen Pribadi
4.2.2. Populasi Serangga Hama
25

Populasi serangga yang diperoleh di lokasi penelitian pada areal


pertanaman mentimun di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu
Kota Palangka Raya, sebanyak 181 ekor. Populasi B. dorsalis (lalat buah)
merupakan serangga hama yang paling banyak ditemukan yaitu 68 ekor,
disusul oleh A. femoralis (oteng-oteng) sebanyak 42 ekor. Sedangkan
populasi D. chrysippus (kupu-kupu) yang paling sedikit ditemukan
sebanyak 3 ekor. Pada minggu ke-3 terlihat bahwa hama lalat buah B.
dorsalis mengalami peningkatan jumlah pada minggu ke-3. Hal ini dapat
terjadi karena lalat buah cenderung menyerang tanaman ketika tanaman
mulai berbunga dan berbuah untuk meletakan telor-telornya pada bakal
buah. Jumlah populasi serangga hama pada minggu ke 1, 2, dan 3
ditampilkan pada gambar berikut.

Populasi Hama
40 35
35
30
24
25
20 16 17
14
15
9 9 9
10 7 6 6 7
4 3 4 4 3
5 1 2 1
0
0
lis ile ca s s is is
a rv di pu a tu al rn
rs se in s ip ul or ir co
do ya ni
a ry ac m g
ra ch fe ni
ce Ox ha xm a
a p us se or ga
ctro Di a na lu
s
oph l an
B a D chi la
c Va
o Au
en
M

Minggu Ke-1 Minggu Ke-2 Minggu Ke-3


Gambar 10. Populasi Hama di area Pertanaman Mentimun

4.3. Intensitas Serangan Hama

Tabel 4. Intensitas Serangan Hama pada Buah Tanaman Mentimun

Hama yang menyerang Intensitas Serangan (%)


26

Bactrocera dorsalis 7.14


Oxya servile 0
Diaphania indica 3.57
Danaus chrysippus 0
Menochilus sexmaculatus 0
Aulacophora femoralis 0
Valanga nigricornis 0

Berdasarkan pengamatan tingkat serangan pada buah mentimun pada


masing-masing sampel tanaman pengamatan, didapatkan hasil bahwa dari
7 jenis serangga hama yang ditemukan pada lokasi pengamatan hanya 2
jenis hama yang menyerang buah tanaman mentimun dengan intensitas
serangan yang rendah. Hama yang menyerang buah tanaman mentimun
yaitu Bactrocera dorsalis (lalat buah) dengan persentase serangan 7,14 %
dan Diaphania indica (ulat hijau) dengan intensitas serangan 3,57 %.

Lalat buah akan menyengat buah guna meninggalkan telurnya


didalam buah tersebut. Setelah menetas maka larva dari lalat buah akan
hidup dengan cara memakan daging buah sehinga buah menjadi busuk.
Serangan hama lalat buah tergolong rendah walaupun populasi hama lalat
buah yang terperangkap relatif banyak. Hal ini terjadi karena lalat buah
yang terperangkap merupakan lalat jantan. Rendahnya persentase serangan
lalat buah tersebut juga menunjukkan ada berbagai aspek yang berperan
seperti tindakan budidaya yang dilakukan petani, seperti penggunaan
pestisida. Persentase serangan lalat buah tersebut juga bergantung pada
kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta &
Verma 1978, Dhilton et al., 2005). Sanitasi buah dapat memutuskan
generasi lalat buah selanjutnya dan memperkecil peluang oviposisi oleh
lalat buah betina (Muhlison 2016). Hasyim et al., (2008) melaporkan
bahwa lokasi pertanaman yang tidak menerapkan sanitasi buah dapat
meningkatkan intensitas serangan lalat buah, sebaliknya lokasi pertanaman
yang menerapkan sanitasi buah dapat menurunkan intensitas serangan
sebanyak 20%.
27

Diaphania indica (ulat daun) selain menyerang daun juga dapat


menyerang buah pada tanaman mentimun. Buah yang terserang
menumbulkan gejala lubang bekas gerekan yang ditemukan pada tanaman
sampel maupun tanaman bukan sampel. Hal serupa sama dengan hasil
penelitian Prabowo (2009), bahwa serangan larva D. indica pada daun
menimbulkan gejala bekas gigitan hingga tersisa seperti jaring-jaring pada
daun dan pada buah menimbulkan gejala lubang pada bagian buah karena
larva menggerek ke dalam buah. Serangan larva D. indica akan terus
meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Apabila serangan
larva D. indica tidak dilakukan pengendalian maka akan merusak bagian
tanaman dan menimbulkan kerugian bagi petani. Fitriyana (2020),
menyatakan bahwa larva D. indica merupakan seranga yang memiliki
perkembangan yang cepat, tingkat bertahan yang tinggi dan kapasitas
reproduksi yang besar sehingga D. indica dapat berpotensi menyebabkan
kerusakan dan kerugian yang signifikan dalam jumlah besar dan dapat
menjadi hama primer jika tidak dilakukan penanganan yang tepat.

4.4. Indeks Keragaman Hama


Berdasarkan hasil analisis data terhadap nilai indeks keragamaan
serangga pada tanaman mentimun tergolong sedang dengan nilai indeks
1,623 dimana 1 < H’ <3 (Tabel 3). Keragaman serangga di lokasi
penelitian dikategorikan sedang karena vegetasi yang ada disekitar lahan
penelitian juga banyak, sehingga ketersediaan makanan serangga
tercukupi dan habitat atau tempat hidup yang memungkinkan bagi
serangga. Suhu yang ada dilokasi penelitian juga memungkinkan untuk
perkembangan serangga. ini sesuai dengan pernyatan (Subekti, 2012)
yang menyatakan bahwa keberadaan suatu jenis serangga dalam suatu
habitat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan antara lain kondisi suhu
udara, kelembapan udara, cahaya, vegetasi, dan ketersediaan pakan.
Sumber makanan yang tersedia harus sesuai dan cukup bagi
serangga, apabila ketersediaan makanan pada lingkungan tersebut sesuai
28

dan cukup maka kehadiran serangga akan meningkat. Akan tetapi jika
kurang ketersediaan sumber makanan pada lingkungan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya kompetisi dalam lingkungan untuk memperoleh
sumber makanan, kompetisi yang terjadi antar spesies serangga yang
sama dapat mengurangi keanekaragaman serangga tersebut (Sanjaya,
2005).

Tabel 5. Nilai Indeks Keragaman Serangga Pada Tanaman Mentimun

Jumlah Ni/
Nama Latin In(PI) Pi In Pi
Populasi N(PI)
Bactrocera dorsalis 68 0.376 -0.979 -0.368
Oxya servile 8 0.044 -3.119 -0.138
Diaphania indica 30 0.166 -1.797 -0.298
Danaus chrysippus 3 0.017 -4.100 -0.068
Menochilus sexmaculatus 16 0.088 -2.426 -0.214
Aulacophora femoralis 42 0.232 -1.461 -0.339
Valanga nigricornis 14 0.077 -2.559 -0.198
Total 181     H’=1.623 

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang keragaman serangga pada


tanaman mentimun di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu,
Kota Palangka Raya dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Perawatan mentimun yang dilakukan petani Desa Habaring Hurung


sejak tanam hingga panen yaitu : persemain benih, pengolahan lahan ,
penanaman , pemupukan, dan pemeliharaan
2. Populasi serangga yang diperoleh di lokasi penelitian pada areal
pertanaman mentimun di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit Batu
Kota Palangka Raya, sebanyak 181 ekor. Populasi Bactrocera dorsalis
ditemukan sebanyak 68 ekor, Oxya servile sebanyak 8 ekor, Diaphania
29

indica sebanyak 30 ekor, Danaus chrysippus sebanyak 3 ekor, Menochilus


sexmaculatus sebanyak 16, Aulacophora femoralis (oteng-oteng) sebanyak
42 ekor, dan Valanga nigricornis sebanyak 14 ekor.
3. Berdasarkan hasil pengamatan tanaman sampel, hama yang menyerang
buah tanaman mentimun yaitu Bactrocera dorsalis (lalat buah) dengan
persentase serangan 7,14 % dan Diaphania indica (ulat hijau) dengan
intensitas serangan 3,57 %.
4. Nilai indeks keragamaan serangga pada tanaman mentimun tergolong
sedang dengan nilai indeks 1,623 dimana 1 < H’ <3 (Tabel 3).
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai inventarisari
serangga hama, tingkat serangan, perbedaan variabel waktu pengamatan
dan keragaman jenis hama pada jenis tanaman yang berbeda di sekitar
lokasi.
DAFTAR PUSTAKA

Andi R, Amin, 2015. Mengenal Budidaya Mentimun Melalui Pemanfaatan Media


Informasi.Vol14: Nomor 1.
Asikin S. 2004. Alternative pengendalian hama serangga sayuran ramah
lingkungan dilahan lebak. Laporan tahunan Balittra 2004.Balittra. Banjar
baru.
Astawan, M. 2008. Manfaat Mentimun, Tomat, dan Teh Gaya Hidup Sehat 19-25
September 2008 : 31 (kolom 2)
Astriyani, Ni Kadek Nita Karlina. 2014. Keragaman dan Dinamika Populasi Lalat
Buah (Diptera: Tephritidae) yang Menyerang Tanaman Buah-Buahan di
Bali. Tesispada Program Studi Bioteknologi Pertanian Universitas
Udayana Denpasar
Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya. 2022. Palangka Raya Dalam Angka.
Banun C. 2021. Predator, Parasitoid, dan Hiperparasitoid yang Berasosiasi dengan
Kutudaun (Homoptera: Aphididae) pada Tanaman Talas. Hayati
10(2):884.
Brown, H. 2003. Common insect pests of curcubits. Agnote, 159:39-45.
Cahyono, 2003. Budidaya Tanaman Mentimun. Bogor: Institut Pertanian.
Chanthy, P., Stephanie B., & Robert M., 2010. Insectsof Upland Crops in
Cambodia. Australian Centre for International Agriculture
Research.Australian Government.
Dadang, G Suastika, & R.S Dewi. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Jarak
Pagar (Jatrophacurcas). Surfactant and Bioenergy Research Center,
Bogor.
Dafrinal., R. Widiana & A. Lusi. 2012. Kepadatan Populasi Kutu Daun
(Myzuspersicae) dan Predatornya (Monoshillus sexmaculata) pada
Tanaman Cabe (Capsicum annuum) di Kecamatan Koto parik Gadang
Diateh Kabupaten Solok Selatan. Stkip PGRI Sumatera Barat.
Dhillon, N. P. S. & T.C. Wehner. 1991. Host-Plant Resistance To Insect In
Cucurbit-Germplasm Resources, Genetic and Breeding. Tropical Pest
Management, 37(4), 421-429.
Drew, R.A.I. 2004. Biogeography & speciation in the Dacini
(Diptera:Tephritidae: Dacinae). Bishop Museum Bulletin in Entomology
12:165-17
Gungun, 2013 . Budidaya Mentimun. Jogyakarta. Javalitera.
31

Herawati, W.D , 2012. Budidaya Mentimun. Jogyakarta. Javalitera.


Irsan, C. 2003. Predator, Parasitoid, dan Hiperparasitoid yang Berasosiasi dengan
Kutudaun (Homoptera: Aphididae) pada Tanaman Talas. Hayati
10(2):884.
Iritani, Galuh. 2012. Vegetable Gardening: Menanam Sayuran di Pekarangan
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Aneka Cipta. 273 hal
Kuswanto L,Soetopo., A. Affandhi dan B. Waluyo. 2007. Pendugaan Jumlah dan
Peran Gen Toleransi Kacang Panjang (Vignasesqui pedalis L. Fruwirth)
Terhadap Hama Aphid.Agrivita 29(1):46-52
Peggie, J. 2008. Kupu-kupu Keunikan Tiada Tara. Padang. Universitas Andalas.
Pradhana, RAI, G Mudjiono, S Karindah. 2014. Keanekaragaman serangga dan
laba-laba pada pertanaman padi organic dan konvensional. Jurnal HPT.
2(2) : 58-66.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 434 hal.
Pracaya. 2009. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Putra N.S. 2003. Hama Lalat Buah dan pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.
41 hal.
Pitojo S. 2005. Benih Kacang Tanah. Kanisius.Yogyakarta.75 hal.
Rahayu E. 2004. Bawang Merah.Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana R. 2002. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pascapanen.
Kanisius.Yogyakarta.68 hal.
Rukmana R. 1994. Budidaya Mentimun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.67 hal.
Sanjaya K. 2005. Budaya Cabe Kriting Victory untuk Produksi Benih di CV.
Multi Global Agrindo (MGA) Karang pandan [Skripsi]. Surakarta.
Universitas Sebelas Maret. 56 hal
Sinaga, 2014. Inventarisasi Hama Utama Tanaman Ubi Kayu (Manihotes culenta
Crantz) Di Kabupaten Solok [Skripsi]. Padang. Universitas Andalas.
Subahar S.T., Sastrodiharjo dan Suhara, S. 1997. Kajian Pendahuluan Infestasi
Lalat Buah Genus Bactrocera (Diptera:Tephritidae) Pada Buah Paria.
Dalam Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi V dan Simposium
Entomologi. Bandung. Hal 260-264.
Soeroto, Wasiati, A., Chalid, N.I., Hendrawati, T., dan Hikmat, A. 1995. Petunjuk
Praktis Pengendalian Lalat Buah. Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan
Hortikultura Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. 35 hal.
32

StoyenoffJ.l. 2001.Plant Washing as a Pest Management Technique for Controlof


Aphids (Homoptera :Aphididae). J Econ Entomol 94(6):1492-1499.
Subekti, N. A., Syafruddin, R, Efendi dan S. Sunarti. 2012. Morfologi Tanaman
dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Marros. Hal 185-204
Sulistyono. 1995. Pengaruh Tinggi Tempat Terhadap Pinusmerkusii Junghet de
Vriese di KPH Probolinggo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Skripsi
Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB: Bogor
Tarno H, Gatot M. danLilik S. 2003. Binomi Kumbang Mentimun Aulacophora
similis Oliver. (Coleoptera: Chrysomelidae) Pada Pertanaman Ketimun
(Cucumis sativus L.). Habitat Vol XIV No.3.Hal : 146-161.
Warsana dan Samadi, B. 2018. Bertanam Mentimun Di Musim Kemarau
danMusim Hujan. Papas Sinar Sinanti, Depok Timur.
33

Lampiran 1. Lokasi Penelitian di Desa Habaring Hurung, Kecamatan Bukit


Batu, Kota Palangka Raya
34

Lampiran 2. Tata letak pengambilan sampel

Keterangan :

= Sampel

= Populasi Tanaman

Pada petak sampel diamati sebanyak 14 tanaman.


35

Lampiran 3. Perhitungan Intensitas Serangan Hama


Untuk menghitung Intensitas serangan digunakan rumus sebagai berikut:
I=  (Ni 𝑥 Vi) / NxZ x 100%
Keterangan :
I = Intensitas Serangan
ni = Jumlah buah terserang
vi = Besar Skala Serangan
Z = Nilai skala tertinggi dari kategori serangan yang ditetapkan
N = jumlah buah tanaman yang diamati
Tabel Tingkat Serangan berdasarkan Hama yang menyerang
Tabel perhitungan tingkat serangan hama
Tingkat Serangan (%) Rata- Intensitas
Hama yang
U1 Rata Vi Z Ni Serangan
menyerang U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U14
3 Serangan (%)
Bactrocera
0 0 0 0 0 0 5 0 0 9 5 0 0 5 2 1 1 4 7.14
dorsalis
Diaphania
0 0 0 0 0 10 0 0 7 0 0 0 0 0 1 1 1 2 3.57
indica
Lampiran 4. Data Pengamatan
Pengamatan Minggu Ke-1
Jumlah Hama
Jenis Hama Total
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14
Lalat buah 1 0 1 1 0 1 0 0 1 2 1 1 0 0 9
Belalang Jarum 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 4
Ulat Hijau 1 0 1 2 0 1 0 1 0 2 1 0 0 0 9
Kupu-kupu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kumbang koksi 1 0 0 1 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0 6
Oteng oteng 1 1 3 2 0 0 1 0 2 3 3 0 0 0 16
Belalang 1 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4

Pengamatan Minggu Ke-2


Jumlah Hama
Jenis Hama Total
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14
Lalat buah 1 3 2 2 3 1 3 0 1 4 1 0 0 3 24
Belalang Jarum 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Ulat Hijau 1 0 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 1 1 7
Kupu-kupu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2
Kumbang koksi 1 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 0 2 0 6
Oteng oteng 1 1 0 1 0 0 1 0 0 2 1 1 0 1 9
Belalang 1 0 0 0 2 1 0 0 0 0 3 0 0 0 7
38

Pengamatan Minggu Ke-3


Jumlah Hama
Jenis Hama Total
U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 U11 U12 U13 U14
Lalat buah 2 1 3 3 0 1 4 2 3 2 3 1 5 5 35
Belalang Jarum 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 3
Ulat Hijau 1 0 1 2 0 1 0 1 2 2 1 0 0 3 14
Kupu-kupu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
Kumbang koksi 1 0 0 1 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0 6
Oteng oteng 1 1 3 2 0 0 1 0 2 3 3 0 0 1 17
Belalang 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 4
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan
1. Pengamatan Hama di Lokasi Penelitian
40

2. Kondisi Tanaman di Lokasi Penelitian


41

Anda mungkin juga menyukai