ANDIKA SAPUTRA
CAA 116 040
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
I.1. Latar Belakang............................................................................. 1
I.2. Rumusan Masalah....................................................................... 1
I.3. Tujuan Penulisan......................................................................... 1
II. PEMBAHASAN................................................................................. 2
II.1....................................................................... Pengelolaan Tanah
....................................................................................................2
II.2.................................................................... Pengelolaan Tata Air
....................................................................................................6
III. KESIMPULAN.................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA
iii
I. PENDAHULUAN
2.1.1. Pembakaran
Kearifan lokal ini pada umumnya dilakukan pada lahan gambut
yang telah di drainase. Pembakaran lahan gambut dapat membersihkan
lahan dengan cepat dan minim biaya. Selain karena alasan tersebut,
pembakaran juga dilakukan karena abu dari sisa pembakaran oleh petani
gambut dinilai sebagai bahan penyubur yang penting dalam bercocok
tanam di lahan gambut. Pembakaran hanya dilakukan pada lapisan
permukaan gambut yang masih mentah dan kasar dengan kedalaman 5 cm.
Proses pembakaran ini biasanya dilakukan untuk luasan lahan yang tidak
terlalu luas. Proses pembakaran lahan dilakukan dengan langkah berikut:
1. Langkah pertama yaitu dengan membersihkan lahan dengan menebang
hutan dimulai dari semak-semak dan pohon-pohon kecil. Setelah lahan
cukup bersih, dilanjutkan dengan membuat parit batas sekeliling kawasan
yang akan diolah sebagai lahan pertanaman. Pembuatan parit dilakukan
untuk mencegah menjalarnya api ke lahan di sekelilingnya. Disamping
membuat parit, siapkan juga air pada saat pembakaran lahan untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan.
2. Sesudah lahan dibakar, maka kayu-kayu atau dahan yang tidak terbakar
dikumpulkan di sekeliling pohon-pohon besar yang tidak terbakar. Setelah
2
terkumpul di sekitar pohon-pohon besar, serasah dan ranting-ranting kayu
segera dibakar. Hasil pembakaran tersebut kemudian disiram air sehingga
abu tidak terbang terbawa angin. Abu yang ada nantinya akan digunakan
sebagai tambahan unsur hara pada tanah.
3. Setelah hutan terbuka, dilanjutkan dengan membuat bedengan-bedengan.
Pembuatan bedengan dilakukan dengan cara mencangkul tanah dan
meninggikan bagian tanah yang akan ditanami. Jika ada tunggul dan akar-
akaran ketika membuat bedengan maka potongan kayu ditumpuk ditempat
tersebut, untuk membakar tunggul/akar.
4. Setelah bedengan selesai dibuat kemudian tinggal melakukan penanaman.
Penanaman sayuran mulai dilakukan dengan menggunakan abu dari
pembakaran sebelumnya, dicampur pupuk kandang dan kapur pertanian.
5. Tahap selanjutnya adalah dilakukan pencangkulan, pembersihan dan
pembuatan dan penyempurnaan bedengan dan dilakukan pembakaran lagi
seperti sebelum tanam tahun ke-1. Setelah itu ditanami lagi dengan sayur-
mayur seperti tahapan sebelumnya. Setelah 4 – 5 tahun akan muncul gulma
generasi ke-2 yaitu rumput-rumputan. Pembakaran selanjutnya dilakukan
setiap memulai tanam, namun yang dibakar hanyalah sisa panen dan gulma
tanpa membakar gambutnya lagi (Firmansyah, 2011).
3
memotong-motong kumpai babulu secara berlajur-lajur. Kumpai yang telah
terpotong berjalur-jalur tersebut kemudian dibiarkan 2-3 minggu hingga
mengering.
2. Kumpai yang telah mengering lalu digulung berselingan, yaitu satu lajur
digulung lajur berikutnya dibiarkan, begitu seterusnya. Lajur kumpai yang
digulung, akan terlihat tanah gambutnya dan digunakan untuk tempat
menanam bibit. Cara penggulungan memerlukan tenaga 2 orang, seorang
menebas dasar kumpai menggunakan parang lais panjang dan seorang lagi
menggunakan dua alat pengait untuk menarik dan menggulung kumpai yang
telah ditebas dasarnya. Setelah gulungan cukup besar atau setelah tergulung
sepanjang 10 m maka gulungan dihentikan, dan beralih lagi ke kumpai
berikutnya.
3. Setelah kumpai siap, kemudian dapat melakukan penanaman. Setelah bibit
ditanam pada tanah dimana kumpainya tergulung, diperlukan waktu 1
minggu hingga bibit cukup kuat. Setelah itu gulungan kumpai tersebut
diurai dan dihamparkan lagi pada lajur semula. Untuk melindungi bibit
tanaman yang masih muda, maka bibit ditutupi dengan ember, setelah
kumpai selesai di hampar, maka ember diambil kembali.
4. Setelah tanaman dipanen, maka lahan usahatani akan ditanami kembali
dengan kumpai babulu. Bibit kumpai babulu direndam di air saluran 1-3
hari untuk menumbuhkan akar-akar baru.
5. Menjelang memasuki musim hujan, kumpai yang tertanam akan memanjang
mengikuti ketinggian banjir. Kumpai akan tumbuh rapat dan lebat kembali
dan siap di potong dan dimanfaatkan sebagai mulsa pada musim pertanaman
berikutnya (Firmansyah, 2011).
4
saluran-saluran masuk yang mengarah tegak lurus dari pinggir sungai ke
arah pedalaman, saluran tersebut dikenal dengan istilah handil. Sistem
handil sesuai untuk skala pengembangan yang relatif kecil, biasanya
dikerjakan secara gotong royong sekitar 7-10 orang. Untuk skala
pengembangan yang lebih besar, dikenal dengan sistem anjir/kanal, yaitu
saluran besar/primer yang menghubungkan dua sungai besar (Kurniawan,
2012).
5
membelah lahan usaha menjadi empat bagian. Salah satu saluran dibuat
memanjang yang bermuara pada saluran besar di depan rumah. Saluran
keliling ini tidak pernah ditutup agar pada waktu hujan lebat lahan tidak
tergenang. Dalam membuat sistem pengelolaan sistem handil yaitu dengan
cara-cara sebagai berikut :
1. Penerapan sistem handil diawali dengan usaha pembukaan lahan dengan
merintis dan menebang pohon-pohon besar. Handil dibuat mengarah tegak
lurus dari pinggir sungai ke arah pedalaman sejauh 2-3 km.
2. Pembuatan handil dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kondisi
perubahan lahan, pengaruh pasang surut dan ketebalan gambut. Saluran
cacing/kemalir berfungsi untuk memasukkan dan mengeluarkan air pada
petak pertanaman.
3. Pada saat kegiatan pertanaman dimulai seperti pengolahan tanah atau tanam,
air dalam saluran handil ditahan dengan tabat, dengan tujuan agar lahan
mudah diolah dan memudahkan dalam proses penanaman. Sisi kiri dan kanan
handil dijadikan masyarakat sebagai tempat pertanaman.
4. Tabat yang terdapat pada handil, dibuat oleh petani dengan cara yang sangat
sederhana yaitu dengan mengambil tanah mineral dan papan kayu untuk
dijadikan tanggul penahan air sehingga air dari atas yang mengalir dapat
ditahan untuk waktu tertentu. Jika tabat tersebut tidak diperlukan lagi maka
tabat tersebut dapat dengan mudah diruntuhkan. Tabat dibuat pada akhir
musim hujan
6
III. KESIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA