Anda di halaman 1dari 18

i

PAPER
PENGELOLAAN LAHAN KERING BERIKLIM KERING
UNTUK PENGEMBANGAN JAGUNG DI NUSA TENGGARA
Dosen Pengampu : Ir. R. Sutriono, MP.

Oleh :
Diah Mala Sari (C1B021024)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, karena kami telah diberikan kekuatan dan
kesabaran sehingga dapat menyelesaikan Paper Materi Pengelolaan Lahan Kering.
Makalah ini disusun sedemikian rupa untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengelolaan Lahan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
akan besar manfaatnya bila pembaca berkenan memberi saran dan kritik, yang akan
kami gunakan untuk memperbaiki pembuatan makalah dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini kami sampaikan ucapan terimakasih kepada bapak selaku
dosen mata kuliah pengelolaan lahan serta rekan-rekan kelas yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua. Akhir kata, kami mohon maaf apabila banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini.

Mataram , 27 September 2023


iii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
KATA PENGANTAR ......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................v
I. PENDAHULUAN .........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum ....................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................4
III. METODE PRAKTIKUM ..........................................................................6
3.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................6
3.2 Analisis Data.............................................................................................6
3.3 Pengolahan data dan Informasi.................................................................6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................7
4.1 Karakterisitik Lahan Kering Beriklim Kering .........................................7
4.2 Penjelasan Lahan Kerng dan Lahan Berbatu ...........................................7
4.3 Pemanfaatan Lahan Berbatu untuk Tanaman Jagung ..............................9
4.4. Strategi Pengolahan Lahan Berbatu untuk Tanaman Jagung ..................10
V. PENUTUP .....................................................................................................11
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................11
5.2 Saran .........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................12
LAMPIRAN .......................................................................................................13
iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Curah Hujan dan Tipe Iklim NTB & NTT ..........................7
Tabel 2. Sebaran Lahan Basag dan Lahan Kering Beriklim Kering Berbatu .....7
Tabel 3. Luas Sebaran lahan Kering dan Berbatu ...............................................8
Tabel 4. Contoh Kandungan Hara Pada Lahan Berbatu Untuk Jagung ..............9
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gambar Lahan Kering Beriklim Kering Dan Berbatu.............................................. 13


1

BAB 1.PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang ada di Asia Tenggara. Negara
dengan iklim tropis ini memiliki luas daratan mencapai + 191,09 juta ha. Luas
tersebut merupakan total daratan dari pulau-pulau yang ada di
Indonesia.Karakteristik lingkungan atau biofisik di Indonesia cukup beragam,
terutamadalam peranannya dalam bidang pertanian. Karakteristik tersebut meliputi
keragaman bahan induk, jenis tanah, iklim dan topografi. Selain faktor
biofisik,aspek lain yang juga berkaitan dalam pemanfaatan dan pengembangan
lahan antara lain aspek sosial, ekonomi serta kearifan lokal.
Lahan adalah permukaan bumi yang mencakup iklim, topografi/relief,hidrologi
serta keadaan/jenis vegetasi. Selain itu lahan terdiri dari tanah, bahan induk/batuan,
mineral dan unsur hara yang terkandung dan memiliki fungsi yang dimanfaatkan
oleh makhluk hidup. Sifat lahan dapat berupa atribut atau keadaan unsur-unsur
lahan yang terukur atau dapat diperkirakan, seperti sifat fisik tanah (tekstur tanah
dan struktur tanah), temperatur dan sebagainya. Salah satu fungsi lahan yaitu untuk
dimanfaatkan dan dikelola oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidup.
Lahan kering merupakan bentang alam yang tergenang air pada waktu yang
lama atau sepanjang waktu. Penggunaan lahan kering sering berupa upland, dryland
atau unirrigated land. Sistem tadah hujan merupakan penggunaan lahan di bidang
pertanian yang mengandalkan hujan sebagai sumber air atau menjamin ketersediaan
air. Sistem tersebut digunakan untuk penggunaan lahan kering pada dryland atau
unirrigated land. Upland merupakan lahan yang berada di dataran tinggi atau secara
geografis merupakan daerah yang berada pada > 700 mdpl.
Pemanfaatan lahan kering untuk pertanian sering diabaikan oleh para
pengambil kebijakan, yang lebih tertarik pada peningkatan produksi beras pada
lahan sawah. Lahan kering yang potensial dapat menghasilkan bahan pangan
yang cukup dan bervariasi. Bahan pangan bukan hanya beras, tetapi juga
jagung, sorgum, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, dan sebagainya,
2

yang kesemuanya dapat dibudidayakan di lahan kering. Lahan kering


merupakan salah satu agroekosistem yang mempunyai potensi besar untuk usaha
pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (sayuran dan buah-buahan) maupun
tanaman tahunan dan peternakan. Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang
Pertanian Indonesia skala 1:1.000.000 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
dan Agroklimat, 2001), Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri
atas 148 juta ha lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%).
Lahan kering beriklim kering mempunyai karakteristik tanah yang berbeda
dengan lahan kering beriklim basah, terutama dari sifat biofisiknya di antaranya
tanah bersolum dangkal dan sangat berbatu. Dari 5,2 juta hektar lahan kering iklim
kering di kedua provinsi tersebut, lahan kering yang berbatu seluas 2,2 juta ha
(42,3%) dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung (lereng >40%). Meskipun
demikian, ditinjau dari aspek kesuburan tanah dan kandungan haranya lebih baik
dibandingkan di wilayah beriklim basah yang umumnya miskin hara dan bertanah
masam. Pada wilayah beriklim kering karena keterbatasan air maka proses
pelapukan
kimia berjalan lebih lambat sehingga proses pencucian lebih sedikit dan basa-basa
lebih banyak tertinggal di lingkungan tanah
Kendala produksi di lahan kering adalah kondisi fisik lahan, teknologi /
dan sosial ekonomi. Oleh karena itu pengelolaan lahan kering yang tepat yang
mengarah pada peningkatan produksi yang berkesinambungan mutlak
diperlukan. Teknologi pengelolaan lahan kering yang umum dilakukan meliputi
: konservasi air dan pemanfaatan bahan organik, dan akan semakin berarti
apabila diintegrasikan dengan usahatani ternak, karena dalam
implementasinya konservasi lahan dan air akan terjamin keberlanjutannya jika
diintegrasikan dengan ternak. Dengan merekayasa model pengelolaan usahatani
lahan kering sesuai dengan kearifan lokal masyarakat diharapkan dapat menjadi
model pengembangan lahan kering berkelanjutan yang berwawasan agribisnis
3

1.2.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas pengelolaan lahan kering
beriklim kering untuk pengembangan jagung di Nusa Tenggara. Makalah ini
membahas karakteristik lahan kering dan lahan berbatu, potensi dan permasalahan,
serta alternatif pemecahan masalah dan rekomendasi kebijakan yang diperlukan
untuk pengembangan jagung di daerah tersebut. Selain itu, artikel ini juga
membahas inovasi teknologi yang dapat membantu meningkatkan produktivitas
tanaman jagung di daerah tersebut.
4

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

Lahan kering umumnya memiliki kesuburan tanah yang rendah dengan lapisan
olah tanah tipis, kadar bahan organik rendah, dan terbatasnya air tersedia akibat
distribusi dan intensitas hujan yang fluktuatif. Kondisi tersebut mengakibatkan
usahatani di lahan kering tidak dapat dilakukan sepanjang tahun sehingga indeks
pertanaman (IP) kurang dari 1,50. Produktivitas lahan kering saat ini masih relatif
rendah dan belum dikelola secara optimal. Namun demikian lahan kering
berpotensi menghasilkan bahan pangan yang cukup dan bervariasi bila dikelola
dengan teknologi spesifik lokasi untuk meningkatkan intensitas tanam. Pengelolaan
lahan kering secara optimal dan berkelanjutan memerlukan pemahaman faktor
pendukung peningkatan produksi dan kendala yang mempengaruhi degradasi lahan
sesuai tipe iklim di lahan kering (Abdurachman et al., 2008).
Daratan di Indonesia seluas 191,1 juta ha, sebagian besar merupakan lahan
kering seluas 144,5 juta ha atau 75,6 % dari total daratan, yang menyebar sangat
luas di kelima pulau besar. Berdasarkan iklimnya, lahan kering tersebut dapat
dikelompokkan lebih lanjut menjadi lahan kering beriklim basah seluas 133,7 juta
ha dan lahan kering beriklim kering seluas 10,8 juta ha. Dari 10,8 juta lahan kering
beriklim kering, sekitar 5,2 juta ha (48,2%) berada di di Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), sisanya menyebar di seluruh pulau
di Indonesia terutama di wilayah timur. Oleh karena itu, kedua provinsi tersebut
menarik untuk dikaji terkait dengan karakteristik lahan kering beriklim kering dan
potensinya untuk pengembangan jagung, mengingat kedua provinsi ini merupakan
sentra produksi jagung ke 7 dan 8 setelah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, dan Jawa Barat. faktor iklim
berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi jagung, kondisi iklim waktu tanam II
merupakan terbaik untuk tanam jagung (BPS, 2018).
Di Provinsi NTB dan NTT, jagung merupakan komoditas unggulan yang
ditanam baik di lahan sawah pada musim tanam kedua maupun di lahan kering pada
musim hujan. Tanaman jagung relatif lebih menguntungkan dibandingkan tanaman
palawija lain, sehingga minat petani bertanam jagung cukup besar, dan dampaknya
5

adalah lahan berbatu dan berlereng curam pun tetap dibuka dan diusahakan untuk
berusahatani jagung. Pengembangan bisnis dan budidaya komoditas jagung di
wilayah Nusa Tenggara layak untuk dikembangkan, mengingat pangsa pasar
jagung sangat besar yaitu untuk pangan masyarakat setempat dan pakan ternak.
Khusus untuk pakan ke depan, yang perlu menjadi perhatian adalah pemanfaatan
potensi limbah jagung yang cukup melimpah. Usahatani jagung di Indonesia
menguntungkan, dengan keuntungan finansial sekitar Rp 6,7 juta/ha dengan R/C
rasio sebesar 1,73; dan secara ekonomi keuntungannya mencapai Rp 8,7 juta/ha
dengan R/C rasio sebesar 1,90. Usahatani jagung secara nasional juga memiliki
dayasaing kuat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien domestic resource cost ratio
(DRCR) dan private cost ratio (PCR) masing-masing sebesar 0,48, dan 0,54.
Dengan demikian, usahatani jagung efisien secara ekonomi dan finansial atau
memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif ( Ardiana et al., 2015)
Salah satu contoh kasus pemanfaatan lahan berbatu adalah di Kabupaten Bima,
di Kecamatan Donggo. Di lokasi ini masyarakat menanam jagung saat musim hujan
pada lahan bergunung dan berbatu dengan lereng curam >25% . Lahan tersebut jika
menggunakan juknis kesesuaian lahan komoditas jagung (BBSDLP 2011)
dikelaskan menjadi lahan tidak sesuai karena lereng sangat curam.
Pertimbangannya adalah untuk menghindari terjadinya erosi, longsor dan
penurunan kualitas lahan serta degradasi berkelanjutan sehingga akhirnya menjadi
lahan kritis (Mulyani et al., 2014).
Pertanian konservasi yang dikenalkan oleh FAO dan telah diterapkan di banyak
lokasi di NTB dan NTT dengan mengabungkan antara pemanfaatan bahan organik
dan mulsa sisa tanaman, serta penutupan tanah (cover crops) oleh berbagai tanaman
kacang-kacangan merambat, terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman jagung
dan menyimpan air, sehingga dapat meningkatkan indeks pertanaman menjadi IP
200 dan meningkatkan pendapatan petani. Sebagian besar lahan yang menerapkan
pertanian konservasi ini adalah lahan berbatu, sehingga sistem olah lubang menjadi
salah satu pilihan untuk diterapkan, karena dapat memilih tanah yang bisa dilubangi
di sela-sela batu, meskipun memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk
persiapan tanamnya (FAO, 2018).
6

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Teknik Pengumpulan Data


Penulissan paper ini menggunakan teknik pengambilan data yng dilakukan
dengan melakukan studi literatur. Penulisan meliputi refrensi dari beberapa sumber
yang menggunakan hasilpenelitian sebelumnya seperti artikel ilmiah, jurnal ilmiah,
serta laporan studi. Bahan yang telak dikumpulkan kemudian dianalisis dengan
metode yang menghubungkan keterkaitan anatar literatur selanjutnya.
3.2. Analisis Data
Informasi dan data diperlukan dalam penyusunan paper ini dianalisis
menggunakan analisiss dekriptif kualitatif. Teknik analisis data deskriptif kualitatif
adalah gabungan dari teknik analisis data deskriptif dan kualitatif. Dalam analisis
data kualitatif, data diperoleh dari berbagai macam sumber. Teknik pengumpulan
data juga bermacam-macam dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya
jenuh yang didapatkan dari literatur – literatur yang sudah di tentukan sebelumnya.
3.3. Pengelolaan Data dan Informasi
Dikarenakan paper ini dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif
,maka metode pengolahan data informasi pada paper ini adalah dengan
menguraikan data dalam bentuk yang teratur, logis dan efektif menjadi sebuah
informasi yang mudah untuk dipahami.
7

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KARAKTERISTIK LAHAN KERING IKLIM KERING


Karakteristik Iklim Kering Berdasarkan distribusi pola curah hujan dan tipe iklim
pada skala eksplorasi (Balitklimat 2003), yang mengelompokkan tipe iklim menjadi
dua yaitu iklim kering dengan curah hujan 2.000 mm, seperti disajikan pada Tabel
1. Tipe iklim kering dengan pola curah hujan IIA, curah hujan 1.000-2.000 mm
dengan jumlah bulan kering 5-8 bulan dan bulan basah eluas 1,3 dan 2,3 juta ha,
yang menyebar di seluruh kabupaten di NTB dan NTT.
(Balitklimat 2003). Tabel 2 menyajikan data sebaran lahan kering dan lahan basah
yang dipilah lebih lanjut dengan beriklim basah dan beriklim kering (Balitklimat
2003).
Tabel 1. Distribusi pola curah hujan dan tipe iklim di Provinsi NTB dan NTT

Tabel 2. Sebaran lahan basah dan lahan kering beriklim kering di Provinsi NTB dan
NTT

4.2. Lahan Kering dan Lahan Berbatu


Lahan kering adalah suatu hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau
tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Sedangkan lahan kering
beriklim kering adalah lahan kering yang mempunyai curah hujan <2.000
mm/tahun dan mempunyai bulan kering >7 bulan (<100 mm/bulan). total luas 5
8

pulau besar di kedua provinsi tersebut seluas 6,6 juta ha, yang termasuk lahan
kering beriklim kering dan mempunyai tanah dangkal dan berbatu seluas 2,2 juta
ha (32,7%), yang tersebar pada wilayah dengan lereng <25% seluas 1,1 juta ha dan
pada wilayah dengan lereng >25% seluas 1,1 juta ha (Tabel 3) (Hidayat dan
Mulyani 2002; Mulyani dan Sarwani 2013). Tabel 4 menyajikan kandungan hara
yang mewakili lahan kering beriklim kering dan berbatu berdasarkan hasil
pengambilan sampel pada tahun 2018 dalam kegiatan Pertanian Konservasi .
Hasilnya menunjukkan bahwa wilayah lahan kering beriklim kering mempunyai
pH netral sampai agak basa (alkalin), kandungan bahan organik dan basa-basa
sebagian besar sedang sampai tinggi karena lokasi ini telah melakukan praktik
pertanian konservasi yang menerapkan pemberian bahan organik dan kompos pada
lubang tanam, olah tanah minimum dan tumpangsari antara jagung dengan kacang-
kacangan sehingga menutup seluruh permukaan tanah yang berfugnsi sebagai
mulsa bermanfaat berfungsi untuk memegang air dan menggemburkan tanah (FAO
2018).
Tabel 3. Luas dan sebaran lahan kering beriklim kering dan berbatu di Nusa
Tenggara

Tabel 4. Contoh kandungan hara pada lahan kering berbatu di Pulau Timor, Sumba
dan Lombok
9

4.3.PEMBELAJARAN PEMANFAATAN LAHAN BERBATU UNTUK


JAGUNG
• Pengelolaan Lahan Kering Beriklim Kering Berbatu
Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 telah
melaksanakan program pengelolaan lahan kering beriklim kering dan berbatu di
beberapa kabupaten di Provinsi NTT dan NTB, melalui Sistem Pengelolaan
Terpadu Lahan Kering Iklim Kering (SPTLKIK) secara bertahap. Kegiatan
SPTLKIK diutamakan pada diseminasi teknologi Balitbangtan terutama dalam
penyediaan sumberdaya air, pemgenalan varietas unggul baru dan budidaya
tanaman berbagai jenis tanaman pangan dan hortikultura. Penyediaan sumberdaya
air dilakukan melalui eksplorasi sumberdaya air dan distribusinya, yang bertujuan
untuk mendekatkan air ke lahan petani (Mulyani 2013).
Inovasi teknologi lainnya seperti pembuatan dan penggunaan biochar yang
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan tanah mengikat hara dan air, yang
sebetulnya sangat cocok diterapkan di wilayah beriklim kering. Begitu juga dengan
pemanfaatan pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan
tanaman, namun tidak berkembang di tingkat petani dengan berbagai alasan non
teknis, seperti kesulitan memperoleh pupuk hayati di pasaran pada saat musim
tanam dan factor kebiasaan petani. Demikian juga system kandang sapi komunal
tidak berlanjut, karena kebiasaan masyarakat menggembalakan ternaknya secara
lepas.
Pertanian konservasi dengan sistem lubang permanen sangat cocok untuk
lahan kering beriklim kering berbatu, lubang dapat dibuat di lahan yang berbatu,
hanya saja lubang tanam tersebut tidak beraturan jika batu tersebut tidak dapat
10

digali. Kelemahan dari sistem lubang tanam tersebut adalah sulitnya membuat
lubang tanam ukuran 40x40x40 cm pada lahan berbatu yang keras dan sebagian
brupa padas, memerlukan tenaga dan waktu yang cukup lama untuk memenuhi
populasi lubang per hektar.
4.4.STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN BERBATU UNTUK JAGUNG
Strategi khusus untuk menghadapi lahan berbatu untuk pengembangan
tanaman pangan seperti jagung di antaranya: penyediaan benih varietas unggul baru
(VUB) jagung dengan produktivitas tinggi untuk menyeimbangkan populasi tanam
yang rendah di lahan berbatu sehingga produksi diharapkan hampir sama dengan
tanah-tanah normal. 1). Sebagian petani menggali batu-batu kecil dan ditumpuk di
batas lahan sejajar kontur membentuk teras-teras merupakan hal baik dan perlu
dilakukan oleh semua masyarakat karena berfungsi untuk mencegah erosi pada saat
musim hujan. Selain itu, penggalian batu-batu tersebut dapat memperluas bidang
olah tanah, sehingga diharapkan alsintan roda dua bisa dimanfaatkan untuk
mengolah tanah secara terbatas.2) Beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk
pengelolaan air di lahan kering berbatu antara lain:- Pembuatan sumur resapan atau
sumur bor untuk menampung air hujan dan air tanah yang dapat digunakan untuk
irigasi .- Penggunaan sistem irigasi tetes atau irigasi berkelanjutan yang dapat
menghemat penggunaan air dan meningkatkan efisiensi penggunaan air .-
Penggunaan mulsa atau penutup tanah dengan tanaman kacang-kacangan merambat
untuk meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air .3) Pemanfaatan
lahan berlereng curam dengan bentuk wilayah berbukit dan bergunung untuk
tanaman jagung, dari aspek kelestarian lingkungan sangat mengkhawatirkan.
Kombinasi dengan tanaman tahunan bernilai ekonomi tinggi sangat disarankan.
Sebagai contoh tanaman tahunan yang cocok baik di dataran rendah (kopi robusta)
atau dataran tinggi (kopi arabika) dapat ditanam sejajar kontur.4) Salah satu cara
untuk meningkatkan kesuburan tanah di lahan kering berbatu adalah dengan
memanfaatkan bahan organik dan mulsa sisa tanaman sebagai pupuk alami. Pupuk
organik dapat membantu meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah,
meningkatkan ketersediaan unsur hara, dan meningkatkan kemampuan tanah untuk
menyimpan air.
11

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Inovasi teknologi budidaya dan penyediaan sumberdaya air suplementer (dam
parit, embung, tamren, dan lainnya) menjadi titik ungkit utama dalam
meningkatkan indeks pertanaman, produksi, serta produktivitas tanaman. Jenis
teknologi yang dibutuhkan masyarakat, mudah, murah dan efisien yang akan
berlanjut dan diterapkan masyarakat untuk usahatani tanaman jagung. Penyediaan
air berdampak selain ke peningkatan indeks pertanaman juga terhadap optimalisasi
pemanfaatan lahan, sehingga kondisi lahan bera waktunya tidak terlalu lama, semak
belukar tidak terlalu lebat, dan pembersihan lahan di tahun berikutnya bisa lebih
mudah, dan pembakaran sisa tanaman dapat dikurangi atau tanpa pembakaran.
5.2. Saran
Pengelolaan lahan kering beriklim kering untuk pengembangan jagung di Nusa
Tenggara memerlukan pendekatan yang hati-hati dan berkelanjutan. Seperti
Pemilihan Varietas Jagung yang Tepat, Pengelolaan Air yang Efisien, Penyiapan
Lahan yang Tepat, Penggunaan Pupuk dan Bahan Organik, dan pengelolaan lahan
kering lainnya.
12

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman A, Dariah A, Mulyani A. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan


lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 27(2): 43-49.
Ardiana IW, Widodo Y, Liman. 2015. Potensi pakan hasil limbah jagung di Brojo
Harjasari, Lampung Timur. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol 3 No.3 :
170-174. Agustus 2015
Balitklimat. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia, Skala 1 :
1.000.000. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Bogor.
BPS (Badan Pusat Statistik). 2018. Statistik Indonesia 2018. Badan Pusat Statistik,
Jakarta.
FAO. 2018. Promoting Conservation Agriculture for Productivity, Production, and
Climate Resilience in Indonesia. Presentation on Project Final Workshop,
Kupang 7-9 February 2019.
Hidayat A, Mulyani A. 2002. Lahan Kerig untuk Pertanian. Dalam Abdurachman
et al. (Eds) : Buku Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif
dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor. Hlm 1-34.
Mulyani A, Dariah A, Nurida NL, Sosiawan H, Las I. 2014b. Penelitian dan
pengembangan pertanian di lahan suboptimal lahan kering iklim kering:
Desa Mbawa, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Provinsi NTB.
Makalah dipresentasikan pada Seminar Ilmiah Sistem Riset Inovasi
Nasional (InSinas 2014), Kemenristek, Bandung, 1-2 Oktober 2014.
Mulyani A, Priyono A, Agus F. 2013. Chapters 24: Semiarid Soils of Eastern
Indonesia: Soil Classification and Land Uses. Developments in Soil
Classification, Landuse Planning and Policy Implications. Springer. pp 449-
466.
13

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai