)
PADA LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH
SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PANGAN
NUR HAMIDAH
CAA 115 006
ii
RINGKASAN
ii
SUMMARY
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-NYA sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “Upaya
Pengembangan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada Lahan Gambut di Kalimantan
Tengah sebagai Alternatif Bahan Pangan” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulils ilmiah ini dibuat dalam rangka ikut berpartisipasi dalam
pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat Universitas Palangka Raya.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum
sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat. Terimakasih.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN.............................................................................................. ii
SUMMARY.................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................ v
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................. 3
1.4. Manfaat Penulisan........................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4
2.1. Karakteristik Tumbuhan Sagu......................................................... 4
2.2. Syarat Tumbuh Sagu....................................................................... 5
2.3. Lahan Pengembangan Sagu di Indonesia....................................... 6
III. METODE PENULISAN....................................................................... 8
IV. PEMBAHASAN.................................................................................... 9
4.1. Sebaran Sagu di Kalimantan Tengah............................................. 9
4.2. Potensi Sagu sebagai Bahan Pangan dan Energi........................... 11
4.3. Potensi Sagu untuk Konservasi dan Rehabilitasi.......................... 13
V. PENUTUP.............................................................................................. 15
5.1. Kesimpulan..................................................................................... 15
5.2. Saran............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
bagaimana cara pemerintah Indonesia menjaga kuantitas pangan dalam negeri
dengan melakukan impor berbagai jenis pangan. Mulai dari beras, gandum,
kedelai, bahkan juga dalam sektor peternakan seperti sapi dan kambing. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, untuk impor beras selama Januari-
November 2016, tercatat sebesar 1,2 juta ton. Sementara itu, jagung impor masuk
ke Indonesia untuk periode yang sama tercatat 130,677 ton. Impor bahan pangan
oleh pemerintah pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal, utamanya yang
sering disebutkan pemerintah adalah karena kurangnya produksi dalam negeri
sehingga perlu melakukan impor. Pernyataan kurangnya pangan dalam negeri juga
mendapat kritikan. Kurang di sini bisa juga berarti tidak merata distribusi pangan
tersebu, artinya fungsi pemerintah dalam hal menyediakan dan memastikan
distribusi pangan merata tidak berjalan, misalnya terkait beras.
Kualitas pangan salah satunya berhubungan dengan kondisi gizi
masyarakat. Persoalan gizi ini di tingkat internasional maupun nasional menjadi
perhatian utama. Hal ini karena persoalan kurang gizi masih menjadi momok
dalam pembangunan suatu bangsa. World Food Program (WFP) mencatat bahwa
tahun ini masih ada 2 Milyar orang yang kekurangan gizi di seluruh dunia, mulai
dari yang kekurangan asupan vitamin hingga yang kronis. Kekurangan gizi
terutama untuk balita dan ibu hamil menimbulkan keprihatinan mendalam karena
akan berpengaruh kepada perkembangan balita dan calon bayi itu sendiri. Dalam
jangka panjang, hal ini akan mempengaruhi kualitas manusia itu sendiri dan lebih
luas lagi mempengaruhi pembangunan suatu negara.
Berdasarkan permasalahan di atas, perlunya evaluasi terhadap kebijakan
impor berbagai sumber pangan seperti yang telah diuraikan, peningkatan kualitas
sumber pangan lokal penting dilakukan, agar kebutuhan gizi masyarakat
terpenuhi. Perlu dipastikan bahwa masyarakat mendapatkan makanan yang
menyediakan semua nutrisi yang mereka butuhkan untuk mengembangkan potensi
mereka sepenuhnya, untuk meningkatkan taraf hidup pribadi individu dan juga
taraf hidup bangsa.
2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu sagu?
2. Bagaimana sebaran pertanaman sagu di Kalimantan Tengah?
3. Apa saja potensi sagu yang dapat dikembangkan khususnya di Kalimantan
Tengah?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
tunas-tunas pada pangkal batang sagu. Oleh karena itu, tegakan sagu di daerah-
daerah Indonesia tumbuh dalam keadaan rapat dan tidak beraturan.
Sagu (Metroxylon sagu Robbt.) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tinggi batang sekitar 10-14 m, diameter sekitar 40-60 cm dan berat
batang mencapai 1,2 ton atau lebih.
2. Jenis sagu ini tidak berduri, ujung daun panjang meruncing sehingga
dapat melukai orang bila tersentuh.
3. Letak daun berjauhan, panjang tangkai daun sekitar 4,5 m, panjang
lembaran daun sekitar 1,5 m dan lebarnya kira-kira 7 cm.
4. Bunganya adalah bunga majemuk berwarna sawo matang kemerah-
merahan.
5. Empulurnya lunak dan berwarna putih, oleh karena itu acinya berwarna
putih dan enak rasanya sehingga sangat disukai penduduk.
a. Lahan
Topografi umum dari kawasan pertanaman sagu yaitu datar, landai hingga
bergelombang. Tipe lahan rawa dan gambut atau sepanjang pinggiran sungai
merupakan tempat tumbuh ideal. Kawasan sagu yang mendapat genangan
periodik atau pengaruh pasang-surut atau penataan sistem drainase yang baik
dapat meningkatkan penampilan sagu.
Jenis tanah yang untuk pertumbuhan sagu cakupannya luas, mulai dari
tanah dengan komposisi liat >70%, dengan bahan organik 30% dan pH tanah
5.5 – 6.5, tetapi sagu masih bisa beradaptasi dengan kemasaman lebih tinggi.
Jenis-jenis tanah seperti liat kuning coklat atau hitam dengan kadar organik
tinggi, kemudian tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning,
aluvial, hidromorfik kelabu tidak menjadi masalah bagi perkembangan sagu.
5
b. Bibit
Perbanyakan tanaman sagu umumnya dengan anakan (vegetatif), tetapi
tidak semua anakan dapat dijadikan sebagai sumber perbanyakan. Sagu dapat
diperbanyak atau dibudidaya dengan menggunakan biji (generatif) atau
dengan anakan (vegetatif). Perbanyakan dengan biji diperoleh dari buah sagu
yang telah matang fisiologis serta tidak cacat fisik. Jika menggunakan biji,
maka waktu yang diperlukan selama pendederan hingga pembenihan
memakan waktu cukup lama yaitu 12 bulan. Sedangkan perbanyakan dengan
anakan, memiliki kriteria yaitu anakan yang dipakai sudah keras dan
mempunyai akar yang banyak dan berbentuk huruf L, daun atau pelepah dan
pucuk tanaman masih segar hijau, bobot bibit 2-5 kg, dan bebas serangan
hama dan penyakit.
c. Penanaman Sagu
Sagu ditanam dengan jarak yang bervariasi mulai dari 8 m hingga 10 m
dengan sistem tanam segi empat. Jarak dan sistem tanam disesuaikan dengan
jenis sagu karena berhubungan dengan ukuran tajuk. Sagu ditanam pada lubang
dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm. Benih yang ditanam sebaiknya diberi penahan
dari gaba-gaba (tulang daun) diletakkan menyilang di bagian depan dari batang
benih setelah ditimbun dengan tanah sebatas leher benih. Tingkat keberhasilan
tanaman muda di areal pertanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air.
Itulah sebabnya, dianjurkan penanaman dilakukan saat musim hujan atau
tergantung pada ketersediaan air di lokasi pertanaman. Keberhasilan budidaya
sagu ditentukan oleh kemampuan petani mengendalikan populasi anakan atau
tanaman sagu dalam satu rumpun. Populasi anakan hanya dapat dikendalikan
dengan cara memangkas atau mengurangi jumlah anakan.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan sagu tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pada
tanaman tahunan lainnya. Secara umum, pemeliharaan tanaman meliputi
pengendalian gulma (blok maupun per tanaman atau per rumpun),
6
pengendalian OPT utama, penjarangan anakan, serta pengamanan lokasi
pengembangan (pencegahan kebakaran).
e. Pemanenan
Panen dapat dilakukan mulai umur 8-12 tahun, atau bila ujung batang
mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun
berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10-15 m, diameter
60-70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50-
60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan
yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang.
7
antara komoditas komersial penghasil pati. Walaupun dalam berbagai hasil
penelitian dilaporkan bahwa potensi hasil pati sagu dapat mecapai 25 ton/ha,
tetapi produksi rata-rata tanaman sagu tradisional hanya sekitar 10 ton/ha/tahun
(Syakir, 2013).
8
BAB III
METODE PENULISAN
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Daerah Kalimantan Tengah, sagu tumbuh liar dan tersebar pada beberapa
kabupaten dengan populasi yang berbeda dari setiap kabupaten. Berdasarkan hasil
wawancara bahwa di kabupaten Barito selatan ditemukan cukup banyak pohon
sagu tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal, begitu pula dengan daerah
kabupaten lain. Saat ini, masyarakat baru memanfaatkan sebagian kecil dari
potensi sumber daya sagu, dan umumnya mereka hanya memanfaatkan tumbuhan
sagu yang ada di alam tanpa menanam kembali atau sebagai usaha perkebunan
hutan sagu alami yang dikelola dengan baik agar memberikan hasil yang lebih
tinggi. Kondisi demikian tampak jelas bahwa potensi sumber daya sagu belum
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Kalimantaan Tengah, pemanfaatan
yang dilakukan umumnya hanya mengambil bagian daun sebagai bahan atap dan
batang yang masih muda dan diambil umbutnya sebagai sayur. Tanaman sagu
yang melewati masa kematangannya secara alami akan mati dan kandungan pati
sagu dalam batang sagu akan membusuk dan terbuang percuma. Berdasarkan
luasan lahan yang terdapat di Kalimantan Tengah, maka ada baiknya sebagian
10
digunakan untuk menanam sagu untuk optimalisasi diversifikasi pangan bagi
masyarakat yang akan memberikan keuntungan ekonomi serta keuntungan
ekologi.
11
Tabel 1. Perolehan Etanol dari Berbahan Jenis Bahan Baku
Produktivitas Perolehan etanol
Liter/ton Liter/ha/tahun
Sumber (ton/ha/tahun)
Singkong 25 180 4.500
Molase (tetes tebu) 3,6 270 937
Ubi jalar 62,5 125 7.812
Sagu 6,8 608 4.133
Tebu 75 67 5.052
Nipah 27 92 5.500
(Sumber : Numberi, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian kandungan pati yang dilakukan di Kalimantan
Barat bahwa kandungan pati berdasarkan umur tebang akan berbeda-beda. Hasil
menunjukkan bahwa kandungan pati dan amilosa paling tertinggi pada umur 9
tahun, komponen utama pati ialah amilosa dan amilopektin yang mencapai 38-
41% (Maherawati, 2011).
Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Sagu dari Berbagai Umur Tebang
Umur Kadar Kadar Kadar Serat
tebang air abu lemak Protein kasar Pati Amilosa
(th) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
9 14,09 0,12 0,06 0,26 0,018 87,25 41,80
10 13,43 0,11 0,05 0,36 0,017 86,88 41,39
11 17,42 0,13 0,05 0,29 0,017 86,97 38,63
12 16,62 0,17 0,06 0,28 0,020 87,09 39,59
(Sumber : Maherawati, 2011)
Komposisi kimia pati sagu mengandung karbohidrat sebesar 82,80-84,96
%, kelembaban 12,80-17,28%, lemak 0,11-0,28%, protein 0,03 %, abu 0,15-
0,28%, dan senyawa lain 1,18-1,64%. Kandungan karbohidrat yang tinggi itulah
yang memberi peluang bagi sagu untuk menghasilkan etanol yang tinggi pula.
Mengkonsumsi sagu juga kaya akan manfaat lain bagi kesehatan terutama bagi
penderita diabetes. Sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tidak kalah
dengan nasi, pada 100 gram sagu terkandung 94 gram karbohidrat dan pada 100
gram nasi terdapat 27,9 gram karbohidrat. Telah dilakukan pengujian terhadap
beras sagu dan kacang merah pada relawan prediabetes selama 4 minggu dapat
menurunkan glukosa post prandial secara signifikan dan juga menurunkan total
kolesterol dan trigliserida. Hal ini menunjukkan bahwa efek penurunan glukosa
12
post prandial lebih disebabkan oleh pati resisten dalam beras sagu yang bersifat
viskous sehingga menghambat absorpsi glukosa, kolesterol serta trigliserida.
Dengan demikian potensi pangan lokal sagu dapat dimanfaatkan dan
disosialisasikan dengan bentuk beras sagu. Beras sagu tidak sekedar menjadi
pendamping terhadap beras padi namun beras sagu memiliki kelebihan karena
mempunyai efek mengendalikan gula darah sehingga memiliki dampak yang
menyehatkan. Pola konsumsi sagu yang menyertakan protein hewani dari laut dan
huutan serta sayur-sayuran sebagai lauk pauk menghasilkan tingkat nutrisi yang
menyehatkan. Manfaat lain mengkonsumsi sagu secara rutin baik untuk
meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi resiko kanker, dan diabetes. Hal ini
ditunjang oleh kondisi ekologis sagu yang memang belum tersentuh teknologi dan
bahan kimia dalam produksinya (Hariyanto, 2017).
Selain itu di bidang sosial juga terdapat tiga peran utama sagu bagi
masyarakat adat Papua terutama kawasan Danau Sentani yakni sebagai makanan
pokok, sumber pendapatan rumah tangga, dan pengikat kebersamaan bagi pemilik
areal sagu yang menghibahkan sebagian tegakan sagu kepada sesama warga yang
tidak memiliki (Novarianto, 2015).
13
tanaman lain tidak mampu tumbuh (Bintoro, 2008). Tanaman sagu dikenal sebagai
tanaman penimbun (sink) CO2 sehingga menghambat pelepasan CO2 di lahan
rawa dan gambut. Di samping itu, sagu merupakan tanaman tahunan yang sangat
produktif, dimana dengan mengelola sejumlah anakannya, panen dapat dilakukan
secara terus menerus tanpa penanaman ulang, sehingga budidayanya dapat
berkelanjutan. Secara ekologis sagu selain sebagai pangan juga menjadi
pengendali kondisi lingkungan daerah kawasan pesisir dan datarann rendah
dengan curah hujan dan erositas tinggi, topografi yang didominasi oleh daerah
bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng curam. Dibanding kelapa
sawit, sagu jelas lebih bagus karena tidak terganggu oleh ada semak belukar dan
tanaman sagu tidak perlu menggunakan pupuk karena bibit dapat tumbuh dengan
sendirinya. Pohon sagu bisa tumbuh bagus di lahan gambut meskipun tumbuh
bersama tanaman hutan lainnya. Dalam upaya restorasi gambut, pohon sagu
dinilai cocok untuk terus dibudidayakan karena tidak membuat lahan gambut
kering dan karena dikelola dengan baik sehingga dapat meminimalisasi kebakaran
hutan (Herman, 2016).
14
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Tumbuhan sagu memiliki adaptasi kuat untuk tumbuh pada lahan marjinal
seperti lahan tergenang air tawar, lahan gambut, dan air payau). Habitat tumbuh
sagu dicirikan oleh sifat tanah, air, mikro iklim, dan spesies vegetasi dalam habitat
itu. Sagu mampu tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam
sepanjang masa sampai ke lahan yang tidak terendam air yang sebagian besar
tanaman lain tidak mampu tumbuh
Sagu di daerah Kalimantan Tengah umumnya tidak ditanam, melainkan
tumbuh liar pada daerah rawa ataupun pinggiran sungai. Tersebar pada beberapa
kabupaten dengan populasi yang berbeda dari setiap kabupaten, namun belum ada
data pasti yang menunjukan sebaran sagu di Kalimantan Tengah. Berdasarkan
hasil wawancara bahwa di kabupaten Barito Selatan ditemukan cukup banyak
pohon sagu tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal.
Sagu memiliki banyak manfaat, industri pangan saat ini banyak
menggunakan sagu sebagai bahan baku, diantaranya yaitu mie, soun, penyedap
makanan, gula cair sarbitol, serta sirup fruktosa. Industri roti juga mulai
menggunakan sagu sebagai pengganti gandum, hal ini sangat memiliki prospek
yang besar untuk menghemat penggunaan gandum. Potensi sagu yang lain yaitu
sebagai bahan baku energi alternatif nabati atau disebut sebagai biofuel. Tanaman
sagu dikenal sebagai tanaman penimbun (sink) CO2 sehingga menghambat
pelepasan CO2 di lahan rawa dan gambut.
5.2. Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai sagu di Kalimantan
Tengah yang potensinya cukup besar untuk dikembangkan di lahan gambut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bontari, Samin. Dede, S. dkk,. 2011. Studi ekologi tumbuhan sagu (Metroxylon
spp.) dalam komunitas alami di Pulau Seram, Maluku. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman. 8 (3). Hal 135-145.
Maherawati1, R., B Lestari, Haryadi. 2011. Karakteristik pati dari batang sagu
Kalimantan Barat pada tahap pertumbuhan yang berbeda. Jurnal
Agritech. 31 (1).
Numberi, Freddy. 2011. Sagu Potensi yang Terlupakan. PT. Bhuana Ilmu Populer :
Jakarta Barat.
Syakir, M dan Elna, K. 2013. Potensi tanaman sagu (Metroxylon spp.) sebagai
bahan bioenergi. Jurnal Perspektif. 12 (2). Hal 57-64.
16