Anda di halaman 1dari 21

UPAYA PENGEMBANGAN SAGU (Metroxylon sagu Rottb.

)
PADA LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH
SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PANGAN

NUR HAMIDAH
CAA 115 006

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS PERTANIAN
2018

ii
RINGKASAN

Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan wilayah terluas nomor tiga di


Indonesia ditandai dengan lahan yang sebagian besarnya ditutupi oleh tumbuh-
tumbuhan atau vegetasi tropis yang beragam jenisnya. Lahan pertanian di
Kalimantan Tengah sebagian besar adalah lahan gambut, yakni diperkirakan
mencakup areal seluas 3.472 juta ha, atau sekitar 21,98 % dari total luas wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah yang mencapai 15.798 juta ha. Kawasan gambut di
Kalimantan Tengah didominasi oleh tanaman industri, salah satunya kelapa sawit.
Sepanjang tahun lalu, beberapa wilayah di Indonesia tercatat mengalami
kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya lahan gambut yang kering ditambah
dengan musim kemarau yang berkepanjangan membuat kebakaran semakin parah.
Salah satu tumbuhan yang dapat tumbuh pada lahan gambut adalah sagu. Sagu
tidak membuat tanah gambut menjadi kering sehingga dapat meminimalisasi
kebakaran hutan. Sagu sudah menjadi salah satu komoditas utama di Kabupaten
Kepulauan Meranti. Kalimantan Tengah sebenarnya memiliki sebaran sagu yang
cukup banyak, namun belum ada data yang pasti terkait penyebaran sagu.
Berdasarkan hasil wawancara dari masyarakat, sagu tersebar di beberapa
kabupaten dan pemanfaatannya belum optimal. Komposisi kimia pati sagu
mengandung karbohidrat sebesar 82,80-84,96 %, kelembaban 12,80-17,28%,
lemak 0,11-0,28%, protein 0,03 %, abu 0,15-0,28%, dan senyawa lain 1,18-
1,64%. Selain sebagai pangan dan industri, sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bioetanol yang mampu menghasilkan etanol sebesar 608 liter/ha. Potensi
lain sagu pada gambut yaitu utuk pengendali kondisi lingkungan daerah kawasan
pesisir dan dataran rendah dengan curah hujan dan erositas tinggi, tofografi yang
didominasi oleh daerah bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng
curam serta menghambat pelepasan CO2 di lahan rawa dan gambut. Tujuan dari
penulisan karya ilmiah ini yaitu mengetahui karakteristik dari sagu, mengetahui
sebaran sagu yang berada di Kalimantan Tengah, mengetahui keterkaitan antara
sagu dengan lahan gambut, mengetahui keterkaitan antara sagu dengan lahan
gambut dilihat dari segi potensi sagu sebagai alternatif bahan pangan dan juga
sebagai konservasi lahan gambut khususnya di Kalimantan Tengah.

ii
SUMMARY

Central Borneo is the third most populous province in Indonesia characterized by


the most of covered tropical vegetation. Agricultural land in Central Borneo is
dominated by peatland, which is estimated of 3.472 million ha, or about 21.98 %
of the total area of Central Borneo Province which reach 15.798 million ha.
Peatlands in Central Borneo is dominated by industrial plants, one of them is palm
oil. Over the past year, several areas in Indonesia have been recorded in forest and
land fires. The number of dry peatlands with dry season makes fires worse. One of
the plants that can grow on peatlands is sago. Sago does not make peat soil drying
so it can minimize forest fires. Sago has become one of the main commodities in
the District of Meranti, Riau. Central Borneo actually has a fairly large spread of
sago, but there is no definitive data related to the spread of sago. Based on the
results of interviews from the community, sago spread in several districts and its
utilization are not optimal. Chemical composition of sago starch contains
carbohydrate equal to 82,80-84,96%, humidity 12,80-17,28%, fat 0,11-0,28%,
protein 0,03%, ash 0,15-0,28 %, and other compounds 1.18-1.64%. In addition to
food and industry, sago can also be utilized as bioethanol material. Its capability to
produce ethanol is about 608 liters / ha. Another potential for sago on peat is to
control the environmental conditions of coastal and lowland areas with high
rainfall and erosity, dominated by bumpy, hilly and mountainous terrain
dominated by steep slopes as well as to inhibit the release of CO 2 in swamp and
peatlands. The purpose of this paper is to 1) to study the characteristics of sago; 2)
to know the distribution of sago in Central Borneo; 3) to ensure the relation
between sago and peat land in terms of the potential of sago as an alternative food
and also as land conservation peat especially in Central Borneo.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-NYA sehingga penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “Upaya
Pengembangan Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) pada Lahan Gambut di Kalimantan
Tengah sebagai Alternatif Bahan Pangan” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Karya tulils ilmiah ini dibuat dalam rangka ikut berpartisipasi dalam
pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat Universitas Palangka Raya.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum
sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat. Terimakasih.

Palangka Raya, 23 Maret 2018

iv
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN.............................................................................................. ii
SUMMARY.................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR................................................................................... iv
DAFTAR ISI................................................................................................ v
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................. 3
1.4. Manfaat Penulisan........................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4
2.1. Karakteristik Tumbuhan Sagu......................................................... 4
2.2. Syarat Tumbuh Sagu....................................................................... 5
2.3. Lahan Pengembangan Sagu di Indonesia....................................... 6
III. METODE PENULISAN....................................................................... 8
IV. PEMBAHASAN.................................................................................... 9
4.1. Sebaran Sagu di Kalimantan Tengah............................................. 9
4.2. Potensi Sagu sebagai Bahan Pangan dan Energi........................... 11
4.3. Potensi Sagu untuk Konservasi dan Rehabilitasi.......................... 13
V. PENUTUP.............................................................................................. 15
5.1. Kesimpulan..................................................................................... 15
5.2. Saran............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki lahan gambut yang cukup luas dan diperkirakan
sekitar 50% areal lahan gambut tropis berada di Indonesia. Sebagian besar lahan
gambut telah digunakan untuk berbagai keperluan terutama untuk lahan pertanian
dan hutan tanaman industri. Kalimantan Tengah adalah provinsi dengan wilayah
terluas nomor tiga di Indonesia yang sebagian besarnya ditutupi oleh tumbuh-
tumbuhan atau vegetasi tropis yang beragam jenisnya. Kawasan gambut di
Kalimantan Tengah didominasi dengan tanaman industri, salah satunya kelapa
sawit. Pada tahun 2015 lalu, beberapa wilayah di Indonesia tercatat mengalami
kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya lahan gambut yang kering ditambah
dengan musim kemarau yang berkepanjangan membuat kebakaran semakin parah.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kebakaran hutan dan
lahan paling banyak terjadi di Kalimantan. Lahan paling banyak terbakar berada
di provinsi Kalimantan Tengah yang mencapai 196.987 hektar, sedangkan di
Sumatra, lahan gambut seluas 267.974 hektar juga habis terbakar. Ketua Badan
Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead menjelaskan, tanaman sagu menjadi pilihan
yang tepat untuk tumbuh di tanah gambut. Sagu tidak membuat tanah gambut
menjadi kering sehingga dapat meminimalisasi kebakaran hutan. Sagu sudah
menjadi salah satu komoditas utama di Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan
begitu restorasi gambut bukan hal yang baru bagi warga di wilayah tersebut.
Kalimantan Tengah sendiri sebenarnya memiliki sebaran sagu yang cukup banyak,
namun belum ada data yang pasti terkait penyebaran sagu. Berdasarkan hasil
wawancara dari masyarakat, sagu tersebar di beberapa kabupaten dan
pemanfaatannya belum optimal.
Berbicara terkait lahan pertanian yang jumlahnya terbatas, tidak terlepas
dari komoditi yang ditanam di lahan tersebut. Komoditi yang ditanam
beranekaragam jenisnya, salah satunya tanaman pangan. Keseimbangan antara
kuantitas dan kualitas pangan yang baiknya disediakan, merupakan kunci dari
kemandirian pangan yang dicita-citakan. Sudah banyak diulas di media massa,

1
bagaimana cara pemerintah Indonesia menjaga kuantitas pangan dalam negeri
dengan melakukan impor berbagai jenis pangan. Mulai dari beras, gandum,
kedelai, bahkan juga dalam sektor peternakan seperti sapi dan kambing. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, untuk impor beras selama Januari-
November 2016, tercatat sebesar 1,2 juta ton. Sementara itu, jagung impor masuk
ke Indonesia untuk periode yang sama tercatat 130,677 ton. Impor bahan pangan
oleh pemerintah pada dasarnya disebabkan oleh beberapa hal, utamanya yang
sering disebutkan pemerintah adalah karena kurangnya produksi dalam negeri
sehingga perlu melakukan impor. Pernyataan kurangnya pangan dalam negeri juga
mendapat kritikan. Kurang di sini bisa juga berarti tidak merata distribusi pangan
tersebu, artinya fungsi pemerintah dalam hal menyediakan dan memastikan
distribusi pangan merata tidak berjalan, misalnya terkait beras.
Kualitas pangan salah satunya berhubungan dengan kondisi gizi
masyarakat. Persoalan gizi ini di tingkat internasional maupun nasional menjadi
perhatian utama. Hal ini karena persoalan kurang gizi masih menjadi momok
dalam pembangunan suatu bangsa. World Food Program (WFP) mencatat bahwa
tahun ini masih ada 2 Milyar orang yang kekurangan gizi di seluruh dunia, mulai
dari yang kekurangan asupan vitamin hingga yang kronis. Kekurangan gizi
terutama untuk balita dan ibu hamil menimbulkan keprihatinan mendalam karena
akan berpengaruh kepada perkembangan balita dan calon bayi itu sendiri. Dalam
jangka panjang, hal ini akan mempengaruhi kualitas manusia itu sendiri dan lebih
luas lagi mempengaruhi pembangunan suatu negara.
Berdasarkan permasalahan di atas, perlunya evaluasi terhadap kebijakan
impor berbagai sumber pangan seperti yang telah diuraikan, peningkatan kualitas
sumber pangan lokal penting dilakukan, agar kebutuhan gizi masyarakat
terpenuhi. Perlu dipastikan bahwa masyarakat mendapatkan makanan yang
menyediakan semua nutrisi yang mereka butuhkan untuk mengembangkan potensi
mereka sepenuhnya, untuk meningkatkan taraf hidup pribadi individu dan juga
taraf hidup bangsa.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu sagu?
2. Bagaimana sebaran pertanaman sagu di Kalimantan Tengah?
3. Apa saja potensi sagu yang dapat dikembangkan khususnya di Kalimantan
Tengah?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui karakteristik dari sagu.
2. Mengetahui sebaran sagu yang berada di Kalimantan Tengah.
3. Mengetahui keterkaitan antara sagu dengan lahan gambut dilihat dari segi
potensi sagu sebagai alternatif bahan pangan dan juga sebagai konservasi
lahan gambut khususnya di Kalimantan Tengah.

1.4. Manfaat Penulisan


Penulis berharap dengan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi tambahan
pengetahuan terkait potensi sagu yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan
pangan dan potensi sagu sebagai komoditi konservasi lahan gambut khususnya di
Kalimantan Tengah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karateristik Sagu


Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan salah satu tumbuhan dari
keluarga palmae wilayah tropik basah. Tumbuhan sagu memiliki adaptasi kuat
untuk tumbuh pada lahan marjinal seperti lahan tergenang air tawar, lahan
gambut, dan air payau. Habitat tumbuh sagu dicirikan oleh sifat tanah, air,
mikroiklim, dan spesies vegetasi dalam habitat tersebut. Berdasarkan informasi
tempat tumbuh sagu yang cukup bervariasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
tumbuhan sagu mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Secara alami, sagu tersebar
diseluruh kepulauan Indonesia dengan luasan terbesar di Papua, sedangkan semi
budidaya di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatra (Botanri, 2011).
Klasifikasi tumbuhan sagu adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Spadicifflorae
Famili : Palmae
Genus : Metroxylon
Spesies : Metroxylon sagu Rottb.
Sagu menyerupai tanaman kelapa, memiliki batang berwarna cokelat
dengan daun berwarna hijau tua. Pohon yang sudah tua dan tumbuh dengan
sempurna, kulit luarnya mengeras dan membentuk lapisan kayu di sekeliling
batangnya dengan ketebalan antara 2-4 cm. Tanaman sagu dewasa atau masak
tebang (siap panen) berumur 8 sampai 12 tahun.
Tanaman sagu (Metroxylonsagu Rottb.) terbagi dalam 2 golongan, yaitu:
1. Tanaman sagu yang berbunga atau berbuah satu kali, disebut Hapaxanthic,
2. Tanaman sagu yang berbunga atau berbuah dua kali atau lebih, disebut
Pleonanthic.
Dari kedua golongan ini, Hapaxanthic yang mempunyai nilai ekonomis
karena mengandung karbohidrat yang lebih tinggi. Sagu dapat berkembangbiak
melalui biji (generatif) atau anakan (vegetatif) yang tumbuh dalam bentuk

4
tunas-tunas pada pangkal batang sagu. Oleh karena itu, tegakan sagu di daerah-
daerah Indonesia tumbuh dalam keadaan rapat dan tidak beraturan.
Sagu (Metroxylon sagu Robbt.) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tinggi batang sekitar 10-14 m, diameter sekitar 40-60 cm dan berat
batang mencapai 1,2 ton atau lebih.
2. Jenis sagu ini tidak berduri, ujung daun panjang meruncing sehingga
dapat melukai orang bila tersentuh.
3. Letak daun berjauhan, panjang tangkai daun sekitar 4,5 m, panjang
lembaran daun sekitar 1,5 m dan lebarnya kira-kira 7 cm.
4. Bunganya adalah bunga majemuk berwarna sawo matang kemerah-
merahan.
5. Empulurnya lunak dan berwarna putih, oleh karena itu acinya berwarna
putih dan enak rasanya sehingga sangat disukai penduduk.

2.2. Syarat Tumbuh Sagu


Pertumbuhan dan produksi sagu dipengaruhi oleh faktor genetis dan
agroklimat. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai jenis sagu dan kondisi
agroklimat suatu daerah dalam rangka pengusahaan sagu sangat penting.

a. Lahan
Topografi umum dari kawasan pertanaman sagu yaitu datar, landai hingga
bergelombang. Tipe lahan rawa dan gambut atau sepanjang pinggiran sungai
merupakan tempat tumbuh ideal. Kawasan sagu yang mendapat genangan
periodik atau pengaruh pasang-surut atau penataan sistem drainase yang baik
dapat meningkatkan penampilan sagu.
Jenis tanah yang untuk pertumbuhan sagu cakupannya luas, mulai dari
tanah dengan komposisi liat >70%, dengan bahan organik 30% dan pH tanah
5.5 – 6.5, tetapi sagu masih bisa beradaptasi dengan kemasaman lebih tinggi.
Jenis-jenis tanah seperti liat kuning coklat atau hitam dengan kadar organik
tinggi, kemudian tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning,
aluvial, hidromorfik kelabu tidak menjadi masalah bagi perkembangan sagu.

5
b. Bibit
Perbanyakan tanaman sagu umumnya dengan anakan (vegetatif), tetapi
tidak semua anakan dapat dijadikan sebagai sumber perbanyakan. Sagu dapat
diperbanyak atau dibudidaya dengan menggunakan biji (generatif) atau
dengan anakan (vegetatif). Perbanyakan dengan biji diperoleh dari buah sagu
yang telah matang fisiologis serta tidak cacat fisik. Jika menggunakan biji,
maka waktu yang diperlukan selama pendederan hingga pembenihan
memakan waktu cukup lama yaitu 12 bulan. Sedangkan perbanyakan dengan
anakan, memiliki kriteria yaitu anakan yang dipakai sudah keras dan
mempunyai akar yang banyak dan berbentuk huruf L, daun atau pelepah dan
pucuk tanaman masih segar hijau, bobot bibit 2-5 kg, dan bebas serangan
hama dan penyakit.

c. Penanaman Sagu
Sagu ditanam dengan jarak yang bervariasi mulai dari 8 m hingga 10 m
dengan sistem tanam segi empat. Jarak dan sistem tanam disesuaikan dengan
jenis sagu karena berhubungan dengan ukuran tajuk. Sagu ditanam pada lubang
dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm. Benih yang ditanam sebaiknya diberi penahan
dari gaba-gaba (tulang daun) diletakkan menyilang di bagian depan dari batang
benih setelah ditimbun dengan tanah sebatas leher benih. Tingkat keberhasilan
tanaman muda di areal pertanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air.
Itulah sebabnya, dianjurkan penanaman dilakukan saat musim hujan atau
tergantung pada ketersediaan air di lokasi pertanaman. Keberhasilan budidaya
sagu ditentukan oleh kemampuan petani mengendalikan populasi anakan atau
tanaman sagu dalam satu rumpun. Populasi anakan hanya dapat dikendalikan
dengan cara memangkas atau mengurangi jumlah anakan.

d. Pemeliharaan
Pemeliharaan sagu tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pada
tanaman tahunan lainnya. Secara umum, pemeliharaan tanaman meliputi
pengendalian gulma (blok maupun per tanaman atau per rumpun),

6
pengendalian OPT utama, penjarangan anakan, serta pengamanan lokasi
pengembangan (pencegahan kebakaran).

e. Pemanenan
Panen dapat dilakukan mulai umur 8-12 tahun, atau bila ujung batang
mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun
berwarna putih terutama pada bagian luarnya. Tinggi pohon 10-15 m, diameter
60-70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50-
60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya dapat dilihat dari perubahan
yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang.

2.3. Lahan Pengembangan Sagu di Indonesia


Lahan pertanian di Indonesia menurut Badan Statistik Pertanian tahun
2013 yaitu 39,5 juta ha, dengan pembagian lahan sawah 8,1 juta ha, perkebunan
11,9 juta ha, ladang 5,25 juta ha, dan lahan yang sementara tidak diusahakan
14,25 juta ha. Data tersebut menunjukan bahwa lahan perkebunan tergolong
paling luas dari pembagian lahan lainnya. Indonesia sendiri merupakan negara
yang mempunyai luas areal sagu terluas di dunia. Pengembangan pertanaman sagu
sejak dulu masih dalam bentuk hutan, areal pertanaman yang ada 95 % tersebar di
bagian timur dan 4,1 % berada di kawasan barat, sedangkan di Kalimantan Tengah
belum diketahui secara pasti luas lahan penyebaran sagu. Informasi didapatkan
berdasarkan hasil dari wawancara masyarakat dari berbagai kabupaten yang ada,
bahwa sagu juga banyak tersebar di Kalimantan Tengah, namun pemanfaatannya
masih sangat terbatas. Sagu merupakan tanaman keluarga dari palem tropika
basah, memiliki adaptasi kuat untuk tumbuh pada lahan marjinal, seperti lahan
tergenang air tawar, bahkan lahan gambut. Kawasan gambut di Kalimantan
Tengah melingkupi hamparan areal yang cukup luas, yakni diperkirakan
mencakup areal seluas 3.472 juta ha, atau sekitar 21,98% dari total luas wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah yang mencapai 15.798 juta ha, ini berarti sagu
berpotensi dapat dikembangkan di Kalimantan Tengah (Syakir, 2013).
Sagu termasuk komoditas unggulan, namun pengembangannya belum
ditangani secara intensif. Tanaman sagu merupakan penghasil pati tertinggi di

7
antara komoditas komersial penghasil pati. Walaupun dalam berbagai hasil
penelitian dilaporkan bahwa potensi hasil pati sagu dapat mecapai 25 ton/ha,
tetapi produksi rata-rata tanaman sagu tradisional hanya sekitar 10 ton/ha/tahun
(Syakir, 2013).

8
BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Sumber dan Jenis Data


Data-data yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan topik yang dibahas.
Beberapa jenis sumber referensi yang digunakan yaitu jurnal-jurnal penelitian
online, buku-buku cetak sesuai topik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Badan
Pusat Statistik Kalimantan Tengah, dan Lembaga Penelitian. Jenis data yang
diperoleh variatif, bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

3.2. Pengumpulan Data


Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkait antar satu sama lain dan sesuai
dengan topik yang dibahas.

3.3. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan


Data yang terkumpul diurutkan sesuai dengan topik, kemudian dilakukan
penyusunan karya tulis berdasarkan data yang telah dipersiapkan secara logis dan
sistematis. Kesimpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada rumusan
masalah, tujuan penulisan, serta pembahasan.

9
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Sebaran Sagu di Kalimantan Tengah


Sagu di daerah Kalimantan Tengah umumnya tidak ditanam, melainkan
tumbuh liar pada daerah rawa ataupun pinggiran sungai. Menurut Wasingun
(2016), tanaman sagu yang merupakan hasil semi budidaya (sengaja ditanam)
mencapai 158 ribu hektar, dengan rincian 34 ribu hektar di Papua dan Papua
Barat, 10 ribu hektar di Maluku, 30 ribu hektar di Sulawesi, 20 ribu hektar di
Kalimantan, 30 ribu hektar di Sumatera, 20 ribu hektar di Kepulauan Riau, dan 10
ribu hektar di Kepulauan Mentawai (Direktorat Jendral Perkebunan, 2017).
Tabel 1. Luas Areal Lahan dan Produksi Sagu di Kalimantan Tahun 2015
Daerah Luas areal (ha) Produksi
(ton)
Kalimantan Barat 1.298 ha 301 ton
Kalimantan Selatan 7.857 ha 4.511 ton
Kalimantan Timur 29 ha 3 ton
(Sumber: Direktorat Jendral Perkebunan, 2017)

Daerah Kalimantan Tengah, sagu tumbuh liar dan tersebar pada beberapa
kabupaten dengan populasi yang berbeda dari setiap kabupaten. Berdasarkan hasil
wawancara bahwa di kabupaten Barito selatan ditemukan cukup banyak pohon
sagu tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal, begitu pula dengan daerah
kabupaten lain. Saat ini, masyarakat baru memanfaatkan sebagian kecil dari
potensi sumber daya sagu, dan umumnya mereka hanya memanfaatkan tumbuhan
sagu yang ada di alam tanpa menanam kembali atau sebagai usaha perkebunan
hutan sagu alami yang dikelola dengan baik agar memberikan hasil yang lebih
tinggi. Kondisi demikian tampak jelas bahwa potensi sumber daya sagu belum
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Kalimantaan Tengah, pemanfaatan
yang dilakukan umumnya hanya mengambil bagian daun sebagai bahan atap dan
batang yang masih muda dan diambil umbutnya sebagai sayur. Tanaman sagu
yang melewati masa kematangannya secara alami akan mati dan kandungan pati
sagu dalam batang sagu akan membusuk dan terbuang percuma. Berdasarkan
luasan lahan yang terdapat di Kalimantan Tengah, maka ada baiknya sebagian

10
digunakan untuk menanam sagu untuk optimalisasi diversifikasi pangan bagi
masyarakat yang akan memberikan keuntungan ekonomi serta keuntungan
ekologi.

4.2. Potensi Sagu Sebagai Bahan Pangan dan Energi


Sagu berpotensi besar sebagai bahan pangan dengan kandungan pati yang
tinggi. Sagu memiliki banyak manfaat, masyarakat Papua menjadikan pati sagu
sebagai papeda, dapat dijadikan kue, sagu mutiara, bahan baku spiritus, atau
alkohol. Industri saat ini banyak menggunakan sagu sebagai bahan baku,
diantaranya yaitu mie, soun, penyedap makanan, gula cair sarbitol, serta sirup
fruktosa. Industri roti juga mulai menggunakan sagu sebagai pengganti gandum,
hal ini sangat memiliki prospek yang besar untuk menghemat penggunaan
gandum. Industri lain juga dimanfaatkan sebagai tekstil, kertas, tripleks, bahan
kimia (glukosa, dekstrin, asam organik, dan lainnya). Pemanfaatan lain sagu yaitu
bagian daun yang dimanfaatkan sebagai atap rumah dan keranjang, pelepah untuk
dinding, tali dan lantai rumah, kulit batang dijadikan bahan lantai dn kayu bakar,
batang muda sebagai pakan ternak, bekas batang tebangan dijadikan media ulat
sagu, ampas dapat dijadikan sebagai campuran briket arang, campuran papan
partikel, media jamur, dan pakan ternak
Potensi sagu yang lain yaitu sebagai bahan baku energi alternatif nabati
atau disebut sebagai biofuel. Produktivitas sagu sekitar 6,8 ton per hektar per
tahun yang dapat menghasilkan etanol 608 liter per ton. Etanol sebagai campuran
premium tidak mengandung timbal dan menghasilkan emisi hidrokarbon sehingga
ramah lingkungan. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100
gram tepung sagu, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Selain
untuk pangan sagu juga berpotensi untuk bidang energi dan bernilai tambah tinggi
dan bermanfaat bagi orang banyak (Numberi, 2011).

11
Tabel 1. Perolehan Etanol dari Berbahan Jenis Bahan Baku
Produktivitas Perolehan etanol
Liter/ton Liter/ha/tahun
Sumber (ton/ha/tahun)
Singkong 25 180 4.500
Molase (tetes tebu) 3,6 270 937
Ubi jalar 62,5 125 7.812
Sagu 6,8 608 4.133
Tebu 75 67 5.052
Nipah 27 92 5.500
(Sumber : Numberi, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian kandungan pati yang dilakukan di Kalimantan
Barat bahwa kandungan pati berdasarkan umur tebang akan berbeda-beda. Hasil
menunjukkan bahwa kandungan pati dan amilosa paling tertinggi pada umur 9
tahun, komponen utama pati ialah amilosa dan amilopektin yang mencapai 38-
41% (Maherawati, 2011).
Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Sagu dari Berbagai Umur Tebang
Umur Kadar Kadar Kadar Serat
tebang air abu lemak Protein kasar Pati Amilosa
(th) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
9 14,09 0,12 0,06 0,26 0,018 87,25 41,80
10 13,43 0,11 0,05 0,36 0,017 86,88 41,39
11 17,42 0,13 0,05 0,29 0,017 86,97 38,63
12 16,62 0,17 0,06 0,28 0,020 87,09 39,59
(Sumber : Maherawati, 2011)
Komposisi kimia pati sagu mengandung karbohidrat sebesar 82,80-84,96
%, kelembaban 12,80-17,28%, lemak 0,11-0,28%, protein 0,03 %, abu 0,15-
0,28%, dan senyawa lain 1,18-1,64%. Kandungan karbohidrat yang tinggi itulah
yang memberi peluang bagi sagu untuk menghasilkan etanol yang tinggi pula.
Mengkonsumsi sagu juga kaya akan manfaat lain bagi kesehatan terutama bagi
penderita diabetes. Sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tidak kalah
dengan nasi, pada 100 gram sagu terkandung 94 gram karbohidrat dan pada 100
gram nasi terdapat 27,9 gram karbohidrat. Telah dilakukan pengujian terhadap
beras sagu dan kacang merah pada relawan prediabetes selama 4 minggu dapat
menurunkan glukosa post prandial secara signifikan dan juga menurunkan total
kolesterol dan trigliserida. Hal ini menunjukkan bahwa efek penurunan glukosa

12
post prandial lebih disebabkan oleh pati resisten dalam beras sagu yang bersifat
viskous sehingga menghambat absorpsi glukosa, kolesterol serta trigliserida.
Dengan demikian potensi pangan lokal sagu dapat dimanfaatkan dan
disosialisasikan dengan bentuk beras sagu. Beras sagu tidak sekedar menjadi
pendamping terhadap beras padi namun beras sagu memiliki kelebihan karena
mempunyai efek mengendalikan gula darah sehingga memiliki dampak yang
menyehatkan. Pola konsumsi sagu yang menyertakan protein hewani dari laut dan
huutan serta sayur-sayuran sebagai lauk pauk menghasilkan tingkat nutrisi yang
menyehatkan. Manfaat lain mengkonsumsi sagu secara rutin baik untuk
meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi resiko kanker, dan diabetes. Hal ini
ditunjang oleh kondisi ekologis sagu yang memang belum tersentuh teknologi dan
bahan kimia dalam produksinya (Hariyanto, 2017).
Selain itu di bidang sosial juga terdapat tiga peran utama sagu bagi
masyarakat adat Papua terutama kawasan Danau Sentani yakni sebagai makanan
pokok, sumber pendapatan rumah tangga, dan pengikat kebersamaan bagi pemilik
areal sagu yang menghibahkan sebagian tegakan sagu kepada sesama warga yang
tidak memiliki (Novarianto, 2015).

4.3. Potensi Sagu untuk Konservasi dan Rehabilitasi


Menunjang potensi tanaman sagu sebagai basis dalam kegiatan konservasi
dan rehabilitasi lahan gambut, perlu dilakukan pemetaan kondisi hutan sagu dan
kondisi lahan gambut. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut dapat diindentifikasi
kawasan hutan sagu yang akan dikonservasi dan kawasan lahan gambut yang akan
direhabilitasi berbasis tanaman sagu. Secara konseptual perlu dilakukan kajian
untuk menilai kelayakannya dari berbagai aspek khususnya aspek lingkungan,
sosial, dan ekonomi, sehingga dapat diketahui tingkat keberlanjutan upaya
konservasi maupun rehabilitasi yang akan dilakukan. Kelayakan dari aspek
lingkungan tanaman sagu merupakan suatu jenis tanaman yang dapat tumbuh
pada berbagai jenis tanah, baik yang berdrainase buruk mampu berdrainase baik.
Sagu mampu tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam
sepanjang masa sampai ke lahan yang tidak terendam air yang sebagian besar

13
tanaman lain tidak mampu tumbuh (Bintoro, 2008). Tanaman sagu dikenal sebagai
tanaman penimbun (sink) CO2 sehingga menghambat pelepasan CO2 di lahan
rawa dan gambut. Di samping itu, sagu merupakan tanaman tahunan yang sangat
produktif, dimana dengan mengelola sejumlah anakannya, panen dapat dilakukan
secara terus menerus tanpa penanaman ulang, sehingga budidayanya dapat
berkelanjutan. Secara ekologis sagu selain sebagai pangan juga menjadi
pengendali kondisi lingkungan daerah kawasan pesisir dan datarann rendah
dengan curah hujan dan erositas tinggi, topografi yang didominasi oleh daerah
bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng curam. Dibanding kelapa
sawit, sagu jelas lebih bagus karena tidak terganggu oleh ada semak belukar dan
tanaman sagu tidak perlu menggunakan pupuk karena bibit dapat tumbuh dengan
sendirinya. Pohon sagu bisa tumbuh bagus di lahan gambut meskipun tumbuh
bersama tanaman hutan lainnya. Dalam upaya restorasi gambut, pohon sagu
dinilai cocok untuk terus dibudidayakan karena tidak membuat lahan gambut
kering dan karena dikelola dengan baik sehingga dapat meminimalisasi kebakaran
hutan (Herman, 2016).

14
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Tumbuhan sagu memiliki adaptasi kuat untuk tumbuh pada lahan marjinal
seperti lahan tergenang air tawar, lahan gambut, dan air payau). Habitat tumbuh
sagu dicirikan oleh sifat tanah, air, mikro iklim, dan spesies vegetasi dalam habitat
itu. Sagu mampu tumbuh pada berbagai kondisi hidrologi dari yang terendam
sepanjang masa sampai ke lahan yang tidak terendam air yang sebagian besar
tanaman lain tidak mampu tumbuh
Sagu di daerah Kalimantan Tengah umumnya tidak ditanam, melainkan
tumbuh liar pada daerah rawa ataupun pinggiran sungai. Tersebar pada beberapa
kabupaten dengan populasi yang berbeda dari setiap kabupaten, namun belum ada
data pasti yang menunjukan sebaran sagu di Kalimantan Tengah. Berdasarkan
hasil wawancara bahwa di kabupaten Barito Selatan ditemukan cukup banyak
pohon sagu tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal.
Sagu memiliki banyak manfaat, industri pangan saat ini banyak
menggunakan sagu sebagai bahan baku, diantaranya yaitu mie, soun, penyedap
makanan, gula cair sarbitol, serta sirup fruktosa. Industri roti juga mulai
menggunakan sagu sebagai pengganti gandum, hal ini sangat memiliki prospek
yang besar untuk menghemat penggunaan gandum. Potensi sagu yang lain yaitu
sebagai bahan baku energi alternatif nabati atau disebut sebagai biofuel. Tanaman
sagu dikenal sebagai tanaman penimbun (sink) CO2 sehingga menghambat
pelepasan CO2 di lahan rawa dan gambut.

5.2. Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut mengenai sagu di Kalimantan
Tengah yang potensinya cukup besar untuk dikembangkan di lahan gambut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bintoro, M.H., 2008. Bercocok Tanam Sagu. Bogor: IPB Press.

Bontari, Samin. Dede, S. dkk,. 2011. Studi ekologi tumbuhan sagu (Metroxylon
spp.) dalam komunitas alami di Pulau Seram, Maluku. Jurnal
Penelitian Hutan Tanaman. 8 (3). Hal 135-145.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia. Sekretariat


Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian.

Hariyanto,B. dan P. Cahaya. 2017. Penggunaan Beras Sagu Untuk Penderita


Pradiabetes. Artikel.

Herman. 2016. Upaya Konservasi dan Rehabilitasi Lahan Gambut Melalui


Pengembangan Industri Perkebunan Sagu. Prosiding Seminar
Nasional Lahan Basah Tahun 2016 Jilid 1: 54-61. ISBN: 978-602-
6483-33-1.

Maherawati1, R., B Lestari, Haryadi. 2011. Karakteristik pati dari batang sagu
Kalimantan Barat pada tahap pertumbuhan yang berbeda. Jurnal
Agritech. 31 (1).

Novarianto, Hengky. 2015. Sumber Daya Genetik Sagu Mendukung


Pengembangan Sagu di Indonesia. Penguatan Inovasi Teknologi
Mendukung Kemandirian Usahatani Perkebunan Rakyat. Balai
Penelitian Tanaman Palma Manado.

Numberi, Freddy. 2011. Sagu Potensi yang Terlupakan. PT. Bhuana Ilmu Populer :
Jakarta Barat.

Syakir, M dan Elna, K. 2013. Potensi tanaman sagu (Metroxylon spp.) sebagai
bahan bioenergi. Jurnal Perspektif. 12 (2). Hal 57-64.

Wasingun, A.R. (2016). Peresmian Pabrik Sagu Perhutani di Kabupaten Sorong


Selatan oleh Presiden Joko Widodo. Direktorat Jenderal Perkebunan.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/tanhun/berita-293peresmian-pabrik-
sagu-perum-perhutani-di kabsorong-selatan--oleh-presiden-joko-
widodo.html

16

Anda mungkin juga menyukai