Anda di halaman 1dari 13

TEKNIK RISET MITIGASI BENCANA DEGRADASI LAHAN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Geografi Kebencanaan Yang


Dibina Oleh Prof.Dr. Dedi Hermon, M.P dan Dr (Cand). Aprizon Putra,
S.Pd.,M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 6
Yolanda Putri 19045164/2019
Muhammad Alwi Husein 19045163/2019
Syamsul Minda Prima 19045047/2019
Lastri 19045020/2019
Nisrina Syafa’atidz Dzikra 19045086/2019
Nurmai Zaiti 19045030/2019

PROGRAM SARJANA
PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI
DEPARTEMEN GEOGRAFI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT., karena berkat rahmat
dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berkaitan dengan .
penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi
Kebencanaan yang dibina oleh Prof. Dr. Dedi Hermon, M.P.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis melibatkan berbagai pihak, baik
dari dalam kampus maupun luar kampus. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih atas segala dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan makalah
ini. Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis sebagai
manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya
dan masih jauh dari kata sempurna. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca.
Besar harapan penulis makalah ini dapat menjadi inspirasi atau sarana
pembantu masyarakat dalam mencari bagaimana Tsunami yang terjadi di negara
Tonga. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat
mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Padang, 17 Juni 2022

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. .i
DAFTAR ISI ............................................................................................... .ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... .1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. .2
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... .2

BAB II PEMBAHASAN
A. Degradasi Lahan................................................................................ .3
B. Evaluasi Tingkat Kemampuan Lahan ................................................ .3
C. Evaluasi Tingkat Kesesuaian Lahan .................................................. .6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ....................................................................................... .9
B. Saran ................................................................................................. .9

Daftar Pustaka ............................................................................................ .10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang
sifatnya sementara maupun tetap. Lahan terdegradasi dalam definisi lain sering
disebut lahan tidak produktif, lahan kritis, atau lahan tidur yang dibiarkan
terlantar tidak digarap dan umumnya ditumbuhi semak belukar. Lahan yang
telah terdegradasi berat dan menjadi lahan kritis luasnya sekitar 48,3 juta ha
atau 25,1% dari luas wilayah Indonesia. Untuk lahan gambut dari sekitar 14,9
juta ha lahan gambut di Indonesia, ± 3,74 juta ha atau 25,1 % dari total luas
gambut telah terdegradasi dan ditumbuhi semak belukar. Proses degradasi lahan
dimulai dengan tidak terkontrolnya konversi hutan, dan usaha pertambangan
kemudian diikuti dengan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan potensi
dan pengelolaan lahan yang kurang tepat.
Lahan terdegradasi baik di tanah mineral maupun gambut ini menjadi
sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) karena rentan terhadap kebakaran di
musim kemarau panjang. Sesuai Perpres No. 61 tahun 2011 dan himbauan dari
Kelompok Bank Dunia, bahwa “rehabilitasi lahan terdegradasi/terlantar harus
memprioritaskan investasi pada sektor pertanian dan perkebunan kelapa sawit
untuk produksi pertanian/perkebunan yang berkelanjutan”, hal tersebut perlu
direalisasikan secara nasional.
Dalam inisiatif “Reducing Emission from Deforestation and Forest
Degradation Plus” (REDD+), lahan terdegradasi juga menjadi isu utama yang
ditangani. Namun hingga saat ini, Indonesia belum memiliki definisi,
metodologi pemetaan, dan kebijakan pengelolaan lahan terdegradasi yang
terintegrasi. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang didasarkan pada
kesepahaman tentang lahan terdegradasi yang memuat aspek definisi dan
karakteristiknya, dari berbagai sektor Kementerian/Lembaga (K/L) yang
berkaitan dengan degradasi lahan. Penyeragaman melalui gerakan menuju satu
peta (ONE MAP POLICY movement) yaitu satu referensi, satu database, satu

1
2

prosedur/protokol, satu geoportal) menjadi kebutuhan mutlak. Kata kunci:


Degradasi Lahan / Penyeragaman / Istilah / Pemanfaatan / Berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
1. Ap aitu Degradasi Lahan?
2. Bagaimanakah Evaluasi Tingkat Kemampuan Lahan?
3. Bagaimanakah Evaluasi Tingkat Kesesuaian Lahan?
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan Degradasi Lahan.
2. Mendeskripsikan Evaluasi Tingkat Kemampuan Lahan.
3. Mendeskripsikan Evaluasi Tingkat Kesesuaian Lahan.
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Degradasi Lahan
Degradasi lahan merupakan hilang suatu potensi kegunaan suatu lahan,
kehilangan atau perubahan kenampakan (features) lahan yang tidak dapat
diganti (Sitorus, 2004). Bencana degradasi lahan peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh hilangnya fungsi lahan dalam suatu
ekosistem, tidak jalannya siklus-siklus yang menopang kehidupan manusia,
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan kehilangan sumber hidup dan
penghidupan. Sedangkan mitigasi degradasi lahan merupakan serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko hilangnya fungsi lahan dalam menopang hidup
dan penghidupan, baik melalui tindakan-tindakan konservasi dan reklamasi
lahan maupun melalui tindakan-tindakan evaluasi lahan (Hermon, 2012).
B. Evaluasi Tingkat Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam
satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan yang paling
intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus-
menerus. Dengan kata lain, klasifikasi ini akan menetapkan jenis penggunaan
yang paling sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan
sebagai produksi pertanian secara lestari. Pada dasarnya, sistem klasifikasi
kemampuan lahan yang digunakan adalah sistem yang dikembangkan oleh
USDA. Sistem ini dilakukan dengan cara menguji nilai-nilai sifat tanah dan
lokasi terhadap seperangkat kriteria untuk masing-masing kategori melalui
proses penyaringan. Nilai-nilai tersebut pertama-tama diuji terhadap kriteria
untuk kelas lahan yang terbaik, namun jika tidak semua kriteria dapat dipenuhi,
maka lahan tersebut secara otomatis akan jatuh ke dalam kelas yang lebih
rendah (Suripin, 2004 dalam Hermon, 2012).
Sistem kemampuan lahan menurut USDA mempunyai VIII kelas
kemampuan lahan, di mana kelas I sampai IV merupakan kelas yang dapat
diusahakan untuk pertanian sedangkan kelas V sampai VIII merupakan kelas

3
4

yang tidak dapat diusahakan untuk usaha pertanian. Kelas I, tanah pada kelas
ini hanya mempunyai sedikit faktor pembatas tetap dan karena itu risiko
kerusakannya juga kecil. Tanah-tanah yang tergolong pada kelas ini sangat baik
dan dapat diusahakan untuk segala macam usaha pertanian. Tanahtanah ini
umumnya datar, bahaya erosinya kecil, solum tanah dalam, drainase baik,
mudah diolah, dapat menahan air dengan baik dan responsif terhadap
pemupukan. Perlu diperhatikan bahwa tanah-tanah ini menghadapi risiko
penurunan kesuburan dan pemadatan, karena itu agar terus produktif diperlukan
usahausaha pemupukan dan pemeliharaan struktur tanah. Kelas II, tanah pada
kelas ini mempunyai sedikit faktor pembatas yang dapat mengurangi pilihan
penggunaannya atau membutuhkan tindakan konservasi yang sedang. Karena
itu tanah pada kelas ini membutuhkan pengelolaan tanah yang cukup hati-hati
meliputi tindakan konservasi, menghindari kerusakan, dan memperbaiki
hubungan air-udara dalam tanah bila ditanami.
Faktor pembatas dalam kelas ini dapat merupakan satu atau kombinasi
dari faktor faktor lereng landai, kepekaan erosi sedang, dan struktur tanah
kurang baik. Adanya faktor-faktor ini tentu saja memerlukan perhatian yang
agak serius jika kita ingin mengusahakan tanah seperti pengolahan tanah
menurut kontur, strip cropping, pergiliran tanaman, pemupukan dan
pengapuran, dan pembuatan saluran saluran air. Kelas IIl, tanah pada kelas ini
mempunyai lebih banyak faktor pembatas daripada tanah pada kelas II, dan
apabila digunakan untuk usaha pertanian akan memerlukan tindakan konservasi
yan serius, yang umumnya lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun
pemeliharaannya. Faktor-faktor pembatas pada lahan kelas in dapat berupa
lereng yang agak miring, cukup peka terhadap erosi, drainase jelek,
permeabilitas tanah sangat lambat, solum dangkal kapasitas menahan air
rendah, kesuburan dan produktivitas tanah rendah dan sulit untuk diperbaiki.
Dengan adanya faktor-faktor pembatas tersebut, maka ada keterbatasan dalam
pemilihan tanaman. Tindakan-tindakan konservasi seperti strip cropping, :
pergiliran tanaman, pembuatan teras, penambahan bahan organik dan
pemupukan, merupakan tindakan yang sangat diperlukan sekali. Kelas IV,
5

tanah pada kelas ini mempunyai faktor pembatas yang lebih besar daripada
kelas III, sehingga jenis penggunaan atau jenis tanaman yang diusahakan juga
sangat terbatas. Tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang cukup curam
(159 - 309o), sehingga sangat peka terhadap erosi, drainasenya jelek, solumnya
dangkal, dan kapasitas menahan air rendah. Dengan adanya faktor-faktor
pembatas tersebut, maka apabila digunakan untuk usaha pertanian tanaman
semusim yang lebih khusus dan relatif sulit, baik dalam pelaksanaan maupun
pemeliharaannya, dibanding kelas-kelas sebelumnya. Perlu diusahakan agar
tanah selalu dalam keadaan tertutup tanaman, seperti pemberian mulsa. Kelas
V, tanah pada kelas ini terletak pada tempat yang datar atau agak cekung, selalu
basah atau tergenang air, atau terlalu banyak batu di atas permukaan tanah.
Karena itu tanah pada kelas ini tidak sesuai untuk usaha pertanian tanaman
semusim , namun lebih sesuai untuk ditanami tanaman permanen seperti
tanaman makanan ternak atau dihutankan . Kelas VI , tanah pada kelas ini
terletak pada daerah yang memiliki lereng curam , sehingga mudah tererosi atau
telah mengalami erosi yang sangat berat atau memiliki solum yang sangat
dangkal sekali . Berdasarkan hal tersebut , tanah pada kelas ini juga tidak sesuai
dijadikan sebagai lahan pertanian , namun lebih sesuai untuk vegetasi permanen
seperti padang rumput , tanaman pakan ternak atau dihutankan . Jika digunakan
untuk padang rumput, padang rumput tidak merusak penutup tanah . Sedangkan
jika digunakan untuk hutan , maka penebangan kayu harus selektif dan
mengikuti kaidah - kaidah konservasi . Kelas VII , tanah pada kelas ini terletak
pada lereng yang curam , telah tererosi , solum sangat dangkal , dan berbatu .
Karena itu , tanah ini hanya cocok ditanami dengan vegetasi permanen . Jika
digunakan untuk padang rumput atau hutan , maka harus diikuti dengan
pengelolaan yang lebih khusus dari yang diperlukan pada lahan kelas VI . Kelas
VIII , tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang sangat curam , permukaan
sangat kasar , tertutup batuan lepas atau batuan singkapan atau tanah pasir di
pantai . Karena itu tanah pada kelas ini dibiarkan pada keadaan alami di bawah
vegetasi alam ( cagar alam , hutan lindung , atau tempat rekreasi ) ( Suripin ,
2004 dalam Hermon , 2012 ) . Faktor - faktor klasifikasi pada kategori kelas
6

adalah faktor pembatas yang bersifat permanen atau sulit untuk dapat diubah .
Adapun faktor - faktor tersebut adalah : ( 1 ) lereng , ( 2 ) tekstur tanah , 3 )
permeabilitas , ( 4 ) kedalaman solum , ( 5 ) drainase , dan ( 6 ) erosi Sitorus ,
2004 dalam Hermon , 2012 ).
C. Evaluasi Tingkat Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan erat kaitannya dengan penggunaan lahan , yang
merupakan bentuk atau alternatif kegiatan usaha pemanfaatan lahan .
Penggunaan lahan diawali dengan klasifikasi kemampuan lahan untuk
mengelompokkan lahan pada kelas - kelas tertentu yang didasari oleh evaluasi
lahan . Evaluasi lahan adalah proses pendugaan ( interpretasi ) potensi lahan
untuk penggunaan lahan . Dasar pengelompokan dari evaluasi lahan adalah
kesesuaian lahan , yaitu kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu .
Kesesuaian lahan dapat dibedakan atas 2 , yaitu : ( 1 ) kesesuaian lahan aktual ,
merupakan potensi lahan yang mendasar dan ( 2 ) kesesuaian lahan potensial ,
merupakan potensi lahan untuk masa yang akan datang setelah adanya
reklamasi lahan .
Klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan atas ( Suripin , 2004 dalam
Hermon , 2012 ) :
1. Kelas I , lahan - lahan pada kelas ini dapat digarap dengan sistem irigasi
yang bagus , berproduksi cukup tinggi untuk mendukung berbagai jenis
tanaman , biaya pengelolaan lahan relatif rendah karena lahan relatif datar ,
solum tanah dalam , struktur tanah baik sehingga memudahkan penetrasi
akar tanaman , daya tahan air dalam tanah relatif tinggi , bebas dari unsur -
unsur yang bersifat racun bagi tanaman.
2. Kelas II , lahan - lahan pada kelas ini juga dapat digarap dengan sistem
irigasi yang bagus , berproduksi cukup tinggi untuk mendukung berbagai
jenis tanaman , tapi produktivitasnya masih di bawah kelas I , jenis tanaman
yang diusahakan terbatas dan biaya pengelolaan lahan relatif tinggi.
3. Kelas III , lahan - lahan pada kelas ini tergolong pada lahan marginal ( tapi
masih dapat digarap ) karena adanya faktor pembatasan tanah , topografi
7

relatif kasar dan drainase jelek sehingga kesesuaiannya cukup terbatas ,


hanya sesuai untuk jenis tanaman tertentu saja.
4. Kelas IV , lahan - lahan pada kelas ini tergolong pada lahan yang tidak dapat
digarap , tidak memiliki sistem irigasi yang bagus , dan sesuai untuk kebun
buah – buahan.
5. Kelas V , lahan - lahan pada kelas ini juga tergolong pada lahan yang tidak
dapat digarap , juga tidak memiliki sistem irigasi yang bagus , dan sesuai
untuk jenis tanaman keras.
6. Kelas VI , lahan - lahan pada kelas ini tergolong pada lahan yang tidak dapat
digarap dan hanya sesuai untuk hutan permanen .
Dalam sistem Frame Work for Land Suitability Classification of the
FAO , penelitian kesesuaian lahan bagi setiap bentuk penggunaan lahan yang
berbeda - beda dilakukan secara terpisah . Sistem ini bukan sistem yang komplet
tapi sistem ini mudah diadaptasikan atau dimodifikasikan secara lokal . Sistem
ini dapat dikembangkan oleh setiap negara sesuai dengan karakteristik fisis
yang menyusun negara tersebut ( Suripin , 2004 dalam Hermon , 2012 ) .
Struktur klasifikasi sistem FAO ( Arsyad , 1983 dalam Hermon , 2012 ) , adalah
sebagai berikut.
1. Ordo , membagi lahan menjadi Sesuai ( S ) dan Tidak Sesuai ( N ) untuk
digarap . Pada keadaan tertentu dapat dibuat ordo Sesuai Bersyarat (SN).
2. Kelas , menunjukkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo yang
dilambangkan dengan angka.
a. dalam ordo Sesuai ( S ) terdapat tiga kelas , yaitu : S1 , sangat sesuai ,
lahan tanpa faktor pembatas bagi kelangsungan produksi suatu
penggunaan lahan tertentu . S2 , agak sesuai , lahan dengan faktor
pembatas ringan yang menurunkan tingkat produksi , tetapi secara fisik
maupun ekonomis masih sesuai untuk penggunaan tertentu . S3 , hampir
sesuai , lahan dengan faktor pembatas sedang yang memengaruhi
tingkat produksi atau meningkatkan biaya produksi yang secara
ekonomis lahan ini bersifat marginal.
8

b. dalam ordo Tidak Sesuai ( N ) terdapat dua kelas , yaitu : N1 , tidak


sesuai saat ini , lahan dengan pembatas yang berat yang belum dapat
diatasi dengan teknologi yang ada pada batas - batas biaya yang wajar
sehingga membatasi kesesuaiannya pada penggunaan tertentu . N2 ,
tidak sesuai selamanya , lahan dengan pembatas bera t sehingga tidak
memungkinkan / menguntungkan untuk mengusahakan lahan tersebut .
3. Sub Kelas , pembagian kelas berdasarkan jenis faktor pembatas . Sub kelas
disimbolkan dengan huruf kecil di belakang simbol kelas . Misalnya : S2w
, S2t , S2wt ; di mana w ( pembatas kelembaban tanah , t ( pembatas
topografi)
4. Unit , pembagian sub kelas berdasarkan perbedaan satuan pengelolaan yang
diperlukan . Unit ini dilambangkan dengan angka dalam kurung . Misalnya
: S2w ( 1 ) atau S2w ( 2 ) .
Kesesuaian Lahan untuk Pertanian Beririgasi (Pengembangan Irigasi)
Kesesuaian lahan untuk pertanian beririgasi merupakan suatu metode
evaluasi untuk suatu penggunaan khusus bagi pengembangan sistem irigasi .
Pembangunan sistem pertanian beririgasi diperlukan karena hampir sepertiga
dari lahan di permukaan bumi , terutama di daerah - daerah beriklim kering dan
semi - arid kekurangan air , sehingga air merupakan pembatas utama bagi
pengembangan pertanian . Di samping itu , pembangunan sistem irigasi sangat
diperlukan untuk peningkatan intensitas penggunaan lahan di samping
meningkatkan efisiensi penggunaan air , baik untuk pertanaman palawija
maupun padi sawah ( Hermon , 2012 ) .
9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Degradasi lahan merupakan hilang suatu potensi kegunaan suatu lahan,
kehilangan atau perubahan kenampakan (features) lahan yang tidak dapat
diganti (Sitorus, 2004).
Klasifikasi kemampuan lahan adalah pengelompokan lahan ke dalam
satuan-satuan khusus menurut kemampuannya untuk penggunaan yang paling
intensif dan perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan secara terus-
menerus. Dengan kata lain, klasifikasi ini akan menetapkan jenis penggunaan
yang paling sesuai dan jenis perlakuan yang diperlukan untuk dapat digunakan
sebagai produksi pertanian secara lestari. Pada dasarnya, sistem klasifikasi
kemampuan lahan yang digunakan adalah sistem yang dikembangkan oleh
USDA. Sistem ini dilakukan dengan cara menguji nilai-nilai sifat tanah dan
lokasi terhadap seperangkat kriteria untuk masing-masing kategori melalui
proses penyaringan. Nilai-nilai tersebut pertama-tama diuji terhadap kriteria
untuk kelas lahan yang terbaik, namun jika tidak semua kriteria dapat dipenuhi,
maka lahan tersebut secara otomatis akan jatuh ke dalam kelas yang lebih
rendah (Suripin, 2004 dalam Hermon, 2012).
Kesesuaian lahan erat kaitannya dengan penggunaan lahan , yang
merupakan bentuk atau alternatif kegiatan usaha pemanfaatan lahan .
Penggunaan lahan diawali dengan klasifikasi kemampuan lahan untuk
mengelompokkan lahan pada kelas - kelas tertentu yang didasari oleh evaluasi
lahan .
B. Saran
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat di manfaat dengan baik
sebagai referensi dalam pembuatan tugas. Apabila ada kekurangan dalam
penulisan makalah kami sebagai penulis mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Dedi Hermon, Geografi Bencana Alam, ed. by Octiviena, Cetakan-1 (Jakarta:
Februari 2015, 2015)

10

Anda mungkin juga menyukai