Anda di halaman 1dari 39

i

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

METODE PENENTUAN NILAI KARAKTERISTIK LAHAN UNTUK


EVALUASI KESESUAIAN LAHAN

DOSEN PENGAMPU : SRI MULYANI, SP., M.Si

OLEH :

FAUZIE RAMADHAN PRATAMA

204110147

7C AGROTEKNOLOGI

PRODI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2023
6

ABSTRAK

Evaluasi lahan adalah salah satu instrumen yang biasa digunakan dalam

menilai kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian di suatu wilayah. Lahan

dapat diklasfikasikan sesuai untuk pengembangan komoditas tertentu jika secara

biofisik maupun secara sosial ekonomi tergolong sesuai. Parameter yangdigunakan

dalam menilai suatu lahan adalah karakteristik lahan. Tujuan dari makalahini adalah

untuk memberikan penjelasan mengenai metode penentuan nilai karakteristik lahan

untuk evaluasi kesesuaian lahan. karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang

mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk

keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.


i

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya

kami diberi kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi

tugas dasar-dasar perlindungan tanaman makalah yang berjudul “Metode Penentuan

Nilai Karakteristik Lahan Untuk Kesesuaian Lahan”.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi gambaran ataupun

menjadi referensi kita dalam mengenal dan mempelajari metode penentuan nilai

karakteristik lahan untuk kesesuaian lahan. Dalam makalah ini saya menyadari masih

jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan

kesempurnaan sangat kami nantikan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para

pembaca pada umumnya.

Pekanbaru, November 2023

Fauzie Ramadhan Pratama


ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii

BIODATA PENULIS ............................................................................................. iv

I. PENDAHULUAN .................................................................................................5

A. Latar Belakang .................................................................................................5

B. Rumusan Masalah .............................................................................................6

C. Tujuan Penelitian ..............................................................................................7

II. BAHAN DAN METODE .....................................................................................8

A. Tempat dan Waktu............................................................................................8

B. Bahan dan Alat .................................................................................................8

C. Metode Tugas ...................................................................................................8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................9

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 36

A. Kesimpulan .................................................................................................... 36

B. Saran .............................................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 37


iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Karakteristik Lahan Dalam Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian ..9

Tabel 2 Kelas Kemasaman pH Tanah ...................................................................... 23

Tabel 3 Tingkat Bahaya Erosi ................................................................................. 34

Tabel 4 Kelas Bahaya Banjir ................................................................................... 35


iv

BIODATA PENULIS

Nama : Fauzie Ramadhan Pratama

NPM 204110147

TTL : Selayo, 15 November 2002

Agama : Islam

No. Hp 0812-4421-7542

Alamat : Jl. Soiya, Kota Duri

Alamat Domisili : Jl. Lestari, Marpoyan Damai

Hobi : Voli

RIWAYAT PENDIDIKAN :

 SD : SDN 15 Pinggir

 SMP : SMPN 1 Pinggir

 SMA : SMAN 1 Pinggir


5

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan adalah suatu luasan di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang

meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, serta hasil kegiatan

manusia masa lalu, sekarang sampai pada tingkat tertentu mempunyai pengaruh yang

berarti terhadap penggunaan lahan oleh manusia kini dan manusia masa datang(FAO,

1976 dalam Budiyantoro, 1992). Selanjutnya pada perencanaan penggunaan lahan

pertanian harus dilakukan proses penaksiran potensi lahan untuk tujuan penelitian,

yang meliputi interpretasi dan survei bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek-

aspek lainya, sampai tingkatan mengidentifikasi dan membuat perbandingan jenis

tanaman yang diperbolehkannya.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan

tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian

lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian

lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber

daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan- masukan yang diperlukan

untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim

yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian

lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan

usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan

terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang

memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya

diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.


6

Survey tanah adalah suatu cara atau metode untuk mengevaluasi lahan guna

mendapatkan data langsung dari lapangan. Kegiatan servey terdiri dari kegiatan

lapangan, membuat analisis data, interpretasi terhadap tujuan dan membuat laporan

survey. Survey tanah menurut merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik

dan biologi di lapangan maupun di laboratorium dengan tujuan pendugaan

penggunaan lahan maupun khusus (Abdullah, 1993).

Wujud dari penggunaan lahan diantaranya untuk pertanian, pemukiman,

industri maupun untuk sarana lain baik dalam ruang lingkup fisik maupun sosial

ekonomi. Penggunaan lahan merupakan segala kegiatan manusia terhadap lahanuntuk

memenuhi sebagian dari kebutuhan hidupnya. Indonesia sebagai negara agraris dimana

sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai orang yang berkecimpung

dalam bidang pertanian, maka usaha usaha penggunaan lahan untuk keperluan

produksi untuk pertanian harus di perhatikan secara seksama dalam mencapai produksi

pertanian secara maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut yaitu peningkatan

produksi pertanian, tanaman yang akan di usahakan pada suatu lahan harus disesuaikan

dengan kelas kesesuaian lahanya. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985). Suatu usaha pertanian syarat

keberhasilanya sangat ditentukan oleh kesesuaian lahan yang menjadi media tanam.

Maka dari itu, pada kesesuaian lahan perlu untuk mengetahui metode penentuan nilai

karakteristik lahan untuk evaluasi kesesuaian lahan, agar mendapatkan kualitas lahan yang

sesuai dengan komoditas yang akan ditanam.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana

metode penentuan nilai karakteristik lahan untuk evaluasi kesesuaian lahan.


7

C. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Evaluasi Kesesuaian Lahan dan menjelaskan mengenai metode penentuan nilai

karakteristik lahan untuk evaluasi kesesuaian lahan.


8

II. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu

Tugas ini dikerjakan di kos, Jl. Lestari, Kecamatan Marpoyan Damai,

Pekanbaru. Tugas ini dikerjakan selama 4 hari dimulai dari tanggal 11 – 15 November

2023

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam mengerjakan tugas ini yaitu buku dan jurnal.

Sedangkan alat yang digunakan yaitu laptop.

C. Metode Tugas

Metode dalam pengerjaan tugas yaitu studi literatur yang bersumber dari buku

dan jurnal
9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi,

misalnya: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara,

drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, ketebalan gambut, kematangan

gambut, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH tanah, C-organik, salinitas,

alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di

permukaan, dan singkapan batuan. Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari

kegiatan survei dan/atau pemetaan sumber daya lahan, karakteristik lahan dapat dirinci

dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan dan tanahnya. Data tersebut

digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan bagi komoditas tertentu.

Karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi dapat bersifat tunggal

maupun bersifat lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lain. Karenanya

dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau membandingkan lahan dengan

penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh kualitas lahan

ketersediaan air ditentukan oleh bulan kering dan curah hujan/tahun, tetapi air yang

tersedia untuk tanaman juga tergantung pada kualitas lahan lain, seperti media

perakaran (tekstur dan kedalaman efektif).

Tabel 1 Karakteristik Lahan Dalam Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian

Karakteristik Lahan Uraian


Temperatur Suhu udara rata-rata tahunan (0 C)

Curah hujan Jumlah curah hujan tahunan atau curah hujan pada masa
pertumbuhan (mm)

Kelembaban udara tingkat kebasahan udara atau jumlah uap air yang diudara
(%)
10

Draenase pengaruh laju perkolasi air kedalam tanah terhadap aerase


udara dalam tanah

Tekstur Perbandingan butir-butir pasir (0,05 – 2,0 mm); debu


(0,002 – 0,05 mm) dan liat (< 0,002 mm)

Bahan kasar Bahan yang berukuran > 2 mm (%)

Kedalaman efektif Kedalaman lapisan tanah yang dapat dimanfaatkan untuk


perkembangan perakaran tanaman (cm)

Kematangan gambut Tingkat kandungan serat. Tingkat kematangan gambut


dibedakan atas: saprik, hemik dan fibrik.
Ketebalan gambut Tebal lapisan gambut

KTK tanah Kemampuan tanah mempertukarkan kation (me/100g


tanah)
Kejenuhan basa Jumlah basa-basa terestrak NH4OAc pada setiap 100 g
contoh Tanah

pH tanah [H+ ] di dalam larutan tanah, semakin tinggi [H+], maka


nilai pH semakin masam. Semakin rendah [H+], maka nilai
pH semakin basis

C organik Kandungan karbon organic di dalam tanah (%)

Total N Total kandungan N dalam tanah (%)

P2O5 Kandungan P2O5 terestrak HCl 25% dalam tanah


(me/100g Tanah)

K2O Kandungan K2O terestrak HCl 25% dalam tanah


(me/100g tanah)
Salinitas Besarnya kandungan garam mudah larut dalam tanah
yang dicerminkan oleh daya hantar listrik (mmhos/cm)
11

Alkalinitas Besarnya kandungan sodium (Na) dapat tukar (%)

Kedalaman sulfidik Kedalaman bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah


sampai batas atas lapisan sulfidik (cm)

Lereng Kemiringan lereng (%)

Batuan dipermukaan Volume batuan yang dijumpai di permukaan tanah (%)

Singkapan batu Volume batuan yang muncul ke permukaan tanah (%)

Bahaya longsor pergerakkan masa batuan atau tanah

Bahaya erosi Jumlah tanah hilang dari suatu lahan, diprediksi


menggunakan rumus USLE (Ton/ha/tahun)
Genangan Menyatakan tinggi dan lama genangan (cm/bulan)

a) Temperatur
Temperatur merupakan data skunder yang dapat diketahui melalui BMKG. Di

tempat-tempat yang tidak tersedia data temperatur karena keterbatasan stasiun pencatat,

temperatur udara dapat diduga dari ketinggian tempat (elevasi) dari permukaan laut.

Pendugaan menggunakan rumus Braak (1928 dalam Mohr et al., 1972). Rumus Braak

tersebut adalah sebagai berikut: 26,3°C - (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6°C)

b) Curah Hujan

Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang

ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu.

Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual

biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang
12

kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan. Sedangkan secara

otomatis menggunakan alat-alat khusus yang dapat mencatat kejadian hujan setiap

periode tertentu, misalnya setiap menit, setiap jam, dan seterusnya.

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah

curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975)

mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-

turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan

kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman

pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi

zone agroklimat kedalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt &

Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni

bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat

umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian.

c) Kelembaban Udara

Data kelembaban udara dapat diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar

kelembaban udara yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili

suatu wilayah tertentu. Pengukuran kelembaban menggunakan alat-alat khusus yang dapat

mencatat kelembaban udara setiap periode tertentu, misalnyasetiap menit, setiap jam, dan

seterusnya.

d) Drainase

Kelas drainase tanah dibedakan atas 7 kelas, yaitu:

1. Cepat (excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggisampai

sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk
13

tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan adalah warna tanah homogen

tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley(reduksi).

2. Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik

tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian

tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan adalah warna tanah homogen

tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley(reduksi).

3. Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya

menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian

cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapanganadalah warna tanah

homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada

lapisan sampai ≥ 100 cm.

4. Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang

sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan.

Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan

adalah warna tanah homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna

gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50 cm.

5. Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik

agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanahbasah sampai

ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman

lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan adalah warna tanah homogen tanpa

bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai

≥ 25 cm.
14

6. Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya

menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama

sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil

tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan adalah warna tanah gley (reduksi)

dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

7. Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat

rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang

untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi

sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan adalah

tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

e) Tekstur

Bahan organik dioksidasi dengan H2O2 dan garam garam yang mudah larut

dihilangkan dari tanah dengan HCl sambil dipanaskan. Bahan yang tersisa adalah mineral

yang terdiri atas pasir, debu dan liat. Pasir dapat dipisahkan dengan cara pengayakan

basah, sedangkan debu dan liat dipisahkan dengan cara pengendapan yang didasarkan

pada hukum Stoke.

Alat: Piala gelas 800 ml, Penyaring Berkefeld, Ayakan 50 mikron, Gelas ukur 500

ml, Pipet 20 ml, Pinggan aluminium, Dispenser 50 ml, Gelas ukur 200 ml, Stop watch,

Oven berkipas, Pemanas listrik, Neraca analitik ketelitian 4 desimal.

Pereaksi: H2O2 30%, H2O2 10% H2O2 30% diencerkan tiga kali dengan air bebas

ion, HCl 2N Encerkan 170 ml HCl 37% teknis dengan air bebas ion dan diimpitkan

hingga 1, Larutan Na4P2O7 4% Larutkan 40 g Na4P2O7.10 H2O denganair bebas ion

dan diimpitkan hingga 1.


15

Cara kerja: Timbang 10,00 g contoh tanah <2 mm, masukan ke dalam piala gelas

800 ml, ditambah 50 ml H2O2 10% kemudian dibiarkan semalam. Keesokan harinya

ditambah 25 ml H2O2 30% dipanaskan sampai tidak berbusa, selanjutnya ditambahkan

180 ml air bebas ion dan 20 ml HCl 2N. Didihkan diatas pemanas listrik selama lebih

kurang 10 menit. Angkat dan setelah agak dingin diencerkan dengan air bebas ion

menjadi 700 ml. Dicuci dengan air bebas ion menggunakan penyaring Berkefield atau

dienap-tuangkan sampai bebas asam, kemudian ditambah 10 ml larutan peptisator

Na4P2O7 4%.

Pemisahan pasir

Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 50 mikron sambil

dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 500 ml untuk pemisahan

debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan ke dalam pinggan aluminium

yang telah diketahui bobotnya dengan air bebas ion menggunakan botol semprot.

Keringkan (hingga bebas air) dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam eksikator

dan ditimbang (berat pasir = A g).

Pemisahan debu dan liat

Filtrat dalam silinder diencerkan menjadi 500 ml, diaduk selama 1 menit dan segera

dipipet sebanyak 20 ml ke dalam pinggan aluminium. Filtrat dikeringkan pada suhu 105oC

(biasanya 1 malam), didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (berat debu + liat +

peptisator = B g). Untuk pemisahan liat diaduk lagi selama 1 menit lalu dibiarkan selama

3 jam 30 menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 20 ml pada kedalaman

5,2 cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam pingganaluminium. Suspensi liat
16

dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang

(berat liat + peptisator = C g).

Catatan: Bobot peptisator pada pemipetan 20 ml berdasarkan penghitungan adalah

0,0095 g. Bobot ini dapat pula ditentukan dengan menggunakan blanko. 25 adalah faktor

yang dikonversikan dalam 500 ml dari pemipetan 20 ml.

Perhitungan:

fraksi pasir = A g

fraksi debu = 25 (B - C) g fraksi liat = 25 (C - 0,0095) g

Jumlah fraksi = A + 25 (B - 0,0095) g

Pasir (%) = A / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100

Debu (%) = {25(B - C)} / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100

Liat (%) = {25 (C - 0,0095)} / {A + 25 (B - 0,0095)} x 100

Keterangan:

A = berat pasir

B = berat debu + liat + peptisator C = berat liat + peptisator

100 = konversi ke %

f) Bahan Kasar

Bahan kasar merupakan bahan modifier tekstur yang ditentukan oleh persentase

kerikil (0,2-7,5 cm), kerakal (7,5-25 cm) atau batuan (> 25 cm) pada setiap lapisan tanah.

Persentase bahan kasar dibedakan atas:

Sedikit : < 15%


17

Sedang : 15 - 35%

Banyak : 35 - 60%

Sangat banyak : > 60%

g) Kedalaman Efektif

Kedalaman Efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar

tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar.

Banyaknya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar- akar

tersebut dapat menembus tanah dan bila tidak dijumpai akar tanaman, maka kedalaman

efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Sarwono Hardjowigeno, 1995

dalam Sianaga, 2010).

Kedalaman tanah dibedakan atas:

Sangat dangkal : < 20 cm

Dangkal : 20 - 50 cm

Sedang : > 50 - 75 cm

Dalam : > 75 cm

h) Kematangan Gambut

Penentuan kematangan tanah gambut dilakukan dengan metode Von Post, yaitu

dengan cara tanah gambut diambil segenggam lalu diperas dengan telapak tangan. Serat

gambut yang tertinggal di telapak tangan diamati dan dikelompokkan berdasarkan skala

humifikasi Von Post (Soil Survey Staff, 2003).


18

Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi:

 Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan

bahanasalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan bila

diremaskandungan seratnya <15 %.

 Gambut hermik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bahan

asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas bahanseratnya 15 -

75 %.

 Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnyamasih

bisa dikenali, berwarna coklat, dan bila diremas >75 %.

i) Ketebalan Gambut

Ketebalan gambut dibedakan atas:

Tipis : < 50 cm

Sedang : 50 - 100 cm

Agak tebal : > 100 - 200 cm

Tebal : > 200 - 300 cm

Sangat tebal : > 300 cm

Penilaian kesesuaian lahan untuk parameter ketebalan gambut, selain mengacu

padakebutuhan tanaman juga didasarkan pada Keppres No 32 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung (Pasal 10) bahwa ketebalan gambut untuk pertanian dibatasi hingga

300 cm.
19

j) KTK Tanah

Koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif, sehingga dapat

menyerap kation-kation. Kation-kation dapat ditukar (dd) (Ca2+, Mg2+, K+ danNa+)

dalam kompleks jerapan tanah ditukar dengan kation NH4+ dari pengekstrak dan dapat

diukur. Untuk penetapan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, kelebihan kation penukar

dicuci dengan etanol 96%. NH4+ yang terjerap diganti dengan kation Na+ dari larutan

NaCl, sehingga dapat diukur sebagai KTK. Kation-kation dapat ditukar (Ca2+, Mg2+, K+

dan Na+) ditetapkan dengan SSA. NH4+ (KTK) ditetapkan secara kolorimetri dengan

metode Biru Indofenol.

Cara kerja: Ditimbang 2,5 g contoh tanah ukuran > 2 mm, lalu dicampur dengan

lebih kurang 5 g pasir kuarsa. Dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi

berturut-turut dengan filter pulp dan pasir terlebih dahulu (filter pulp digunakan

seperlunya untuk menutup lubang pada dasar tabung, sedangkan pasir kuarsa sekitar 2,5

g) dan lapisan atas ditutup dengan penambahan 2,5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada

sekeliling tabung diupayakan supaya sama. Siapkan pula blanko dengan pengerjaan

seperti contoh tapi tanpa contoh tanah. Kemudian diperkolasi dengan amonium acetat pH

7,0 sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 30 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur

50 ml, diimpitkan dengan amonium acetat pH 7,0 untuk pengukuran kationdd: Ca, Mg,

K, dan Na (S). Tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 ml

etanol 96% untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa

etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi

ataupompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 10%

sebanyak 50 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 50 ml dan diimpitkan dengan larutan
20

NaCl 10%. Filtrat ini digunakan untuk pengukuran KTK dengan cara destilasi atau

kolorimetri.

Pengukuran KTK dapat dilakukan dengan cara destilasi langsung, destilasi

perkolat NaCl dan kolorimetri perkolat NaCl.

Destilasi langsung

Pada cara destilasi langsung, dikerjakan seperti penetapan N-Kjeldahl tanah. Isi

tabung perkolasi (setelah selesai tahap pencucian dengan etanol) dipindahkan secara

kuantitatif ke dalam labu didih. Gunakan air bebas ion untuk membilas tabung perkolasi.

Tambahkan sedikit serbuk batu didih dan air bebas ion hingga setengah volume labu.

Disiapkan penampung untuk NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi 10 ml

asam borat 1% yang ditambah tiga tetes indikator Conway (berwarna merah) dan

dihubungkan dengan alat destilasi. Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak

10 ml ke dalam labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga

volume penampung mencapai 50–75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan

H2SO4 0,050 N hingga warna merahmuda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko

(Vb).

Destilasi perkolat

Cara destilasi perkolat dilakukan dengan memipet 10 ml perkolat NaCl ke dalam

labu didih dan tambahkan 1 ml parafin cair untuk menghilangkan buih. Selanjutnya

dikerjakan dengan cara yang sama seperti cara destilasi langsung.

Kolorimetri

Pengukuran NH4+ (KTK) dapat pula ditetapkan dengan metode Biru Indofenol.

Pipet masing-masing 0,5 ml perkolat NaCl dan deret standar NH4 + (0; 2,5; 5; 10; 15; 20
21

dan 25 m.e.l-1) ke dalam tabung reaksi. Ke dalam setiap tabung tambahkan 9,5 ml air

bebas ion. Pipet ke dalam tabung reaksi lain masing-masing 2 ml ekstrak encer dan deret

standar. Tambahkan berturut-turut larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing

sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5%, kocok dan

diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak

pemberian pereaksi ini.

Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar diperoleh

waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar

dan contoh.

Perhitungan:

Cara destilasi langsung:

KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g (2,5 g)-1 x fk

= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 40 x fk Cara destilasi perkolat:

KTK (cmol (+) kg-1) = (Vc - Vb) x N H2SO4 x 0,1 x 1.000 g (2,5g)-1 x 50 ml 10 ml-

1 x fk

= (Vc - Vb) x N H2SO4 x 200 x fk

Cara kolorimetri:

KTK (cmol (+) kg-1) = m.e. kurva x 50 ml (1.000 ml)-1 x 1.000 g (2,5 g)-1 x 0,1 x

fp x fk

= m.e. kurva x 2 x fp x fk
22

k) Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa

dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks

jerapan tanah.

Kejenuhan basa = jumlah kationdd (S)/KTK (T) x 100 %

l) pH Tanah

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakan

sebagai –log[H+ ]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensiallarutan yang diukur

oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas merupakan elektrode selektif

khusus H+ , hingga memungkinkan untuk hanya mengukur potensial yang disebabkan

kenaikan konsentrasi H+ . Potensial yang timbul diukur berdasarkan potensial elektrode

pembanding (kalomel atau AgCl). Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri

atas elektrode pembanding dan elektrode gelas (elektrode kombinasi). Konsentrasi H+

yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif (aktual) sedangkan pengekstrak

KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan (potensial).

Cara kerja: Timbang 10,00 g contoh tanah sebanyak dua kali, masing-masing

dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air bebas ion ke botol yang satu (pH

H2O) dan 50 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (pH KCl). Kocok dengan mesin

pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter yang telah dikalibrasi

menggunakan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0. Laporkan nilai pH dalam 1 desimal.

 Prosedur di atas menggunakan rasio 1:5

 Rasio dapat berubah sesuai jenis contoh dan permintaan.


23

Tabel 2 Kelas Kemasaman pH Tanah

Kelas pH Tanah

Sangat Masam < 4,5

Masam 4,5 – 5,5

Agak Masam 5,6 – 6,5

Netral 6,6 – 7,5

Agak Alkalis 7,6 – 8,5

Alkalis > 8,5

m) C-Organik

Karbon sebagai senyawa organik akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga

menjadi Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intensitas warna hijau yang

terbentuk setara dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada

panjang gelombang 561 nm.

Alat-alat: Neraca analitik, Spektrofotometer, Labu ukur 100 ml, Dispenser 10 ml

Pereaksi: Asam sulfat pekat, Kalium dikromat 1 N, Larutan standar 5.000 ppm C

Dilarutkan 12,510 g glukosa p.a. dengan air suling di dalam labu ukur 1 l dan diimpitkan

Cara kerja: Cara kerja Ditimbang 0,500 g contoh tanah ukuran < 0,5 mm,

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N, lalu dikocok.

Ditambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, dikocok lalu diamkan selama 30 menit. Diencerkan

dengan air bebas ion, biarkan dingin dan diimpitkan. Keesokan harinya diukur absorbansi

larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm. Sebagai

pembanding dibuat standar 0 dan 250 ppm, dengan memipet 0 dan5 ml larutan standar
24

5.000 ppm ke dalam labu ukur 100 ml dengan perlakuan yang sama dengan pengerjaan

contoh. Catatan: Bila pembacaan contoh melebihi standar tertinggi, ulangi penetapan

dengan menimbang contoh lebih sedikit. Ubah faktor dalam perhitungan sesuai berat

contoh yang ditimbang.

Perhitungan: Kadar C-organik (%)

= ppm kurva x ml ekstrak/1.000 ml x 100/mg contoh x fk

= ppm kurva x 100/1.000 x 100/500 x fk

= ppm kurva x 10/500 x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret

standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

100 = konversi ke %

Fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

n) Total-N

Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat pekat dengan

katalis campuran selen membentuk (NH4)2SO4. Kadar amonium dalam ekstrak dapat

ditetapkan dengan cara destilasi atau spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak

dibasakan dengan penambahan larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat

oleh asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 menggunakan penunjuk Conway.

Cara spektrofotometri menggunakan metode pembangkit warna indofenol biru.

Alat-alat: Neraca analitik, Tabung digestion & blok digestion, Labu didih 250 ml,
25

Erlenmeyer 100 ml bertera, Buret 10 ml, Pengaduk magnetik, Dispenser, Tabung reaksi,

Pengocok tabung, Alat destilasi atau Spektrofotometer.

Pereaksi:

Destruksi: Asam sulfat pekat (95-97 %), Campuran selen p.a. (tersedia di pasaran) atau

Buat dengan mencampurkan 1,55 g CuSO4 anhidrat, 96,9 g Na2SO4 anhidrat dan 1,55

g selen kemudian dihaluskan.

Destilasi: Asam borat 1% Larutkan 10 g H3BO3 dengan 1 l air bebas ion; Natrium

Hidroksida 40 % Larutkan 400 g NaOH dalam piala gelas dengan air bebas ion 600 ml,

setelah dingin diencerkan menjadi 1 l; Batu didih Buat dari batu apung yang dihaluskan;

Penunjuk Conway Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan 0,150 g hijau bromkresol

(bromcresol green) dengan 200 ml etanol 96 %; Larutan baku asam sulfat 1N (Titrisol);

H2SO4 4 N Masukan 111 ml H2SO4 p.a. pekat (95-97 %) sedikit demi sedikit melalui

dinding labu labu ukur 1000 ml yang telah berisi sekitar 700 ml air bebas ion, kocok dan

biarkan menjadi dingin. Tambahkan lagi air bebas ion hingga 1000 ml, kocok; Larutan

baku asam sulfat 0,050 N Pipet 50 ml larutan baku H2SO4 1 N Titrisol ke dalam labu

ukur 1 liter. Encerkan dengan air bebas ion hingga 1 l. Atau: Pipet 12,5 ml asam sulfat 4

N ke dalam labu ukur 1 l. Diencerkan sampai 1 l dengan air bebas ion, kocok.

Kenormalannya ditetapkan dengan bahan baku boraks.

Spektrofotometri: Standar 0 Encerkan ekstrak blanko dengan air bebas ion menjadi 50

ml. Jumlah blanko yang dikerjakan disesuaikan dengan volume standar 0 yang diperlukan.

Standar pokok 1000 ppm N Timbang 4,7143 serbuk (NH4)2SO4 p.a. (yang telah

dikeringkan pada 100 o C selama 4 jam) ke dalam labu ukur 1 l. Tambahkan air bebas ion

hingga tepat 1 l dan kocok hingga larutan homogen;Standar 20 ppm N Buat dengan
26

memipet 2 ml standar pokok 1.000 ppm N ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan

dengan standar 0 hingga tepat 100 ml. Deret standar 0-20 ppm N Pipet 0; 1; 2; 4; 6; 8 dan

10 ml standar N 20 ppm masing-masingke dalam tabung reaksi. Tambahkan standar 0

hingga semuanya menjadi 10 ml. Deret standar ini memiliki kepekatan 0; 2; 4; 8; 12; 16

dan 20 ppm N. Lakukan pengocokan pada setiap pencampuran; Larutan Na-fenat

Timbang 100 gram serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil diaduk

dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 l. Setelah dingin tambahkan 125

g serbuk fenol dan aduk hingga larut. Diencerkan dengan air bebas ion sampai 1 l; Larutan

sangga Tartrat Timbang 50 gram serbuk NaOH p.a. dan dilarutkan secara perlahan sambil

diaduk dengan sekitar 500 ml air bebas ion di dalam labu ukur 1 l. Setelah dingin

tambahkan 50 g serbuk K, Na-tartrat dan aduk hingga larut. Encerkan dengan air bebas

ion sampai 1 l; Natrium hipoklorit (NaOCl) 5%

Cara kerja:

Destruksi contoh

Timbang 0,500 g contoh tanah ukuran <0,5 mm, masukan ke dalam tabung digest.

Tambahkan 1 g campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 350
o
C (3-4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4

jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas

ion hingga tepat 50 ml. Kocok sampai homogen, biarkan semalam agar partikel

mengendap. Ekstrak digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi atau cara

kolorimetri.

Pengukuran N

Pengukuran N dengan cara destilasi Pindahkan secara kualitatif seluruh ekstrak


27

contoh ke dalam labu didih (gunakan air bebas ion dan labu semprot).Tambahkan sedikit

serbuk batu didih dan aquades hingga setengah volume labu. Disiapkan penampung untuk

NH3 yang dibebaskan yaitu erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% yang ditambah

3 tetes indikator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi.

Dengan gelas ukur, tambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml ke dalam labu didih yang

berisi contoh dan secepatnya ditutup. Didestilasi hingga volume penampung mencapai

50–75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,050 N hingga warna merah

muda. Catat volume titar contoh (Vc) dan blanko (Vb).

Pengukuran N dengan spektrofotometer

Pipet ke dalam tabung reaksi masing-masing 2 ml ekstrak dan deret standar.

Tambahkan berturut-turut larutan Sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing

sebanyak 4 ml, kocok dan biarkan 10 menit. Tambahkan 4 ml NaOCl 5 %, kocokdan

diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 10 menit sejak

pemberian pereaksi ini.

Catatan: Warna biru indofenol yang terbentuk kurang stabil. Upayakan agar diperoleh

waktu yang sama antara pemberian pereaksi dan pengukuran untuk setiap deret standar

dan contoh.

Perhitungan:

Cara destilasi:

Kadar nitrogen (%) = (Vc - Vb) x N x bst N x 100 mg contoh-1 x fk

= (Vc - Vb) x N x 14 x 100 500-1 x fk

= (Vc - Vb) x N x 2,8 x fk


28

Keterangan :

Vc, b = ml titar contoh dan blanko

N = normalitas larutan baku H2SO4

14 = bobot setara nitrogen

100 = konversi ke %

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

Cara Spektrofotometri:

Kadar nitrogen (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1000 ml-1 x 100/mg contoh x fp x fk

= ppm kurva x 50 1.000-1 x 100 500-1 x fp x fk

= ppm kurva x 0,01 x fp x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar

dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.

100 = konversi ke %

fp = faktor pengenceran (bila ada)

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

o) P2O5 dan K2O Ekstrak HCL 25%


Fosfor dalam bentuk cadangan ditetapkan dengan menggunakan pengekstrak HCl

25%. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa fosfat dan kalium

mendekati kadar P dan K-total. Ion fosfat dalam ekstrak akan bereaksi dengan ammonium

molibdat dalam suasana asam membentuk asam fosfomolibdat. Selanjutnya akan bereaksi

dengan asam askorbat menghasilkan larutan birumolibdat. Intensitas warna larutan dapat
29

diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm, sedangkan kalium

diukur dengan flamefotometer.

Peralatan: Neraca analitik, Botol kocok, Mesin kocok bolak-balik, Alat sentrifus,

Tabung reaksi, Dispenser 10 ml, Pipet volume 0,5 ml, Pipet volume 2 ml, Pipet ukur 10

ml, Spektrofotometer UV-VIS, Flamefotometer

Pereaksi: HCl 25 % Encerkan 675,68 ml HCl pekat (37%) dengan air bebas ion

menjadi 1 l; Pereaksi P pekat Larutkan 12 g (NH4)6 Mo7O24.4H2O dengan 100 ml air

bebas ion dalam labu ukur 1 l. Tambahkan 0,277 g K (SbO)C4H4O6 0,5 H2Odan

secara perlahan 140 ml H2SO4 pekat. Jadikan 1 l dengan air bebas ion; Pereaksi pewarna

P Campurkan 1,06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat, pereaksi P ini harus

selalu dibuat baru; Standar induk 1.000 ppm PO4 (Titrisol) Pindahkan secara kuantitatif

larutan standar induk PO4 Titrisol di dalam ampul ke dalam labu ukur 1 l. Impitkan

dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis, kocok; Standar induk 200 ppm PO4

Pipet 50 ml standar induk PO4 1.000 ppm titrisol ke dalam labu 250 ml. Impitkan dengan

air bebas ion sampai dengan tanda garis lalu kocok; Standar induk 1.000 ppm K (Titrisol)

Pindahkan secara kuantitatif larutan standar induk K Titrisol di dalam ampul ke dalam

labu ukur 1000 ml. Impitkan dengan air bebas bebas ion sampai dengan tanda garis lalu

kocok; Standar 200 ppm K Pipet 50 ml dari standar induk 1000 ppm K ke dalam labu ukur

250 ml. Impitkan dengan air bebas ion sampai dengan tanda garis lalu kocok; Deret

standar PO4 (0; 4; 8; 16; 24; 32 dan 40 ppm) Pipet berturut turut 0; 2; 4; 8; 12; 16 dan 20

ml standar 200 ppm PO4 ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing ditambah 5 ml HCl

25% dan air bebas ion hingga tanda garis lalu kocok; Deret standar K (0; 2; 4; 8; 12; 16;

dan 20 ppm) Pipet berturut turut 0; 1; 2; 4; 6; 8; 10 ml standar 200 ppm K ke dalam labu
30

ukur 100 ml. Masing-masing ditambah 5 ml HCl 25% dan air bebas ion hingga tanda garis

lalukocok.

Cara kerja:

Timbang 2,000 g contoh tanah ukuran Timbang 2,000 g contoh tanah ukuran

<2 mm, dimasukkan ke dalam botol kocok dan ditambahkan 10 ml HCl 25% lalu kocok

dengan mesin kocok selama 5 jam. Masukan ke dalam tabung reaksi dibiarkan semalam

atau disentrifuse. Pipet 0,5 ml ekstrak jernih contoh ke dalam tabung reaksi. Tambahkan

9,5 ml air bebas ion (pengenceran 20x) dan dikocok. Pipet 2 ml ekstrak contoh encer dan

deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan

10 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Dibiarkan selama 30 menit, lalu ukur

absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Untuk kalium,

ekstrak contoh encer dan deret standar K diukur langsung dengan alat flamefotometer.

Perhitungan:

 Kadar P potensial mg P2O5 (100 g)-1

= ppm kurva x (ml ekstrak/1.000 ml) x (100 g/g contoh) x fp x (142/90) x fk

= ppm kurva x 10/1.000 x 100/2 x 20 x 142/90 x fk

= ppm kurva x 10 x 142/190 x fk

 Kadar K potensial mg K2O (100g)-1

= ppm kurva x 10 x 94/78 x fk

Keterangan:

ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar

dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.


31

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)

fp = faktor pengenceran (20)

142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5

94/78 = faktor konversi bentuk K menjadi K2O

p) Salinitas

Penetapan Daya Hantar Listrik (Salinitas), Nilai daya hantar listrik (DHL)

mencerminkan kadar garam yang terlarut. Peningkatan konsentrasi garam yang terlarut

akan menaikkan nilai DHL larutan yang diukur oleh alat menggunakanelektrode platina.

Alat-alat: Botol kocok 100 ml, Dispenser 50 ml/gelas ukur, Mesin pengocok, Labu

semprot 500 ml, Konduktometer dengan sel platina

Pereaksi: Air bebas ion yang bebas CO2: Air bebas ion dididihkan dan dinginkan

sebelum digunakan untuk membuat semua pereaksi penetapan DHL; Larutan baku NaCl

0,010 M atau KCl 0,010 M. Larutan ini memiliki daya hantar listrik sebesar 1413 μS cm-

1 Timbang 0,5844 g NaCl p.a. yang telah dikeringkan pada 105 oC selama 2 jam atau

0,7455 g KCl p.a. yang telah dikeringkan pada 110 oC selama 2 jam. Masukan ke dalam

labu ukur 1 l, larutkan dengan air bebas ion hingga 1l.

Cara kerja:

Timbang 10,00 g contoh tanah ke dalam botol kocok, tambahkan 50 ml air bebas

ion. Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Ukur DHL atau salinitas suspensi

tanah dengan konduktometer yang telah dikalibrasi menggunakan larutan baku NaCl dan

baca setelah angka mantap. Setiap akan melakukan kalibrasi dan mengukur contoh

elektroda dicuci dan dikeringkan dengan tisu. Nilai DHL dilaporkan dalam satuan dS m-1
32

menggunakan tiga decimal.

Catatan: Prosedur diatas menggunakan rasio 1:5, Rasio dapat berubah sesuai jenis contoh

dan permintaan 1 dS m-1 = 1 mS cm-1 = 1mmho cm-1 = 1.000 µS cm-1 = 1.000µmho cm-1.

q) Alkalinitas

Alkalinitas menggambarkan jumlah basa yang terkandung dalam air.

Ditetapkan berdasarkan exchangeable sodium percentage atau ESP (%), yaitu:

𝑁𝑎 𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟 ×100


ESP = 𝐾𝑇𝐾 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ

Nilai ESP sebesar 15% sebanding dengan nilai sodium adsorption ratio atau SAR

sebesar 13. SAR dapat ditentukan menggunakan persamaan sebagai berikut:

r) Kedalaman Sulfik

Karakterisitik lahan dari variabel Bahaya Sulfidik (xs) ditentukan darikarakteristik:

Kedalaman Sulfidik (cm), yaitu:

Apabila kedalaman sulfidik:

 lebih dari 100 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S1;

 antara 75 cm s/d 100 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S2;

 antara 40 cm s/d 75 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan S3; dan

 kurang dari 40 cm, maka termasuk kelas kesesuaian lahan N.


33

s) Lereng

Lereng merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi besar kecilnya

erosi di suatu tempat. Panjang lereng, kemiringan lereng dan bentuk lereng dapat

mempengaruhi tingkat erosi dan aliran permukaan. Selain itu, lereng atau kemiringan

tempat juga akan berpengaruh kepada jenis tanah yang berkembang. Pengukuran

kemiringan lahan atau lereng menggunakan alat pengukur kemiringan atau Klinometer.

Penggunaan klinometer yaitu dengan cara melihat secara langsung nilai berupa angka

pada klinometer.

t) Batuan Permukaan

Penentuan jumlah batuan permukaan dilakukan dengan cara pengamatan langsung

pada lahan penelitian. Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar di atas permukaan

tanah dan berdiameter lebih besar dari 25 cm berbentuk bulat atau bersumbu memanjang

lebih dari 40 cm berbentuk gepeng.

u) Singkapan Batuan

Singkapan adalah salah satu istilah dalam geologi yang memiliki arti bagian yang

terlihat dari bukaan batuan dasar atau deposit superfisial purba pada permukaan bumi.

Singkapan Batuan merupakan besarnya jumlah singkapan batuan ditentukan dengan cara

pengamatan secara langsung pada lahan penelitian.

v) Bahaya Longsor

Untuk mengukur atau menaksir bahaya longsor. Diperlukan beberapa variabel

diantaranya yaitu lereng, ketinggian, penggunaan lahan, bentuklahan, buffer sungai, dan

buffer jalan. Hubungan antara kemiringan lereng dengan kejadian longsor menunjukkan

bahwa longsor banyak terjadi pada kemiringan 25%-45% dengan area longsor seluas
34

78950 m2. Longsor tersebut banyak tterjadi pada kemiringan tersebut karena batuan

pennyusunnya tidak resisten sehingga proses-proses seperti pelapukan, erosi, dan longsor

terjadi secara intensif. Struktur geologi dalam lereng sangat menentukan kekakuan lereng

(Hardiyanto, 2006).

w) Bahaya Erosi

Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan

memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel

erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat

bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan

permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi

yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna

gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak.

Tabel 3 Tingkat Bahaya Erosi

Jumlah Tanah Permukaan yang Hilang


Tingkat Bahaya Erosi
(cm/tahun)
Sangat Ringan (SR) < 0,15

Ringan (R) 0,15 - 0,9

Sedang (S) 0,9 – 1,8

Berat (B) 1,8 – 4,8

Sangat Berat (SB) > 4,8


35

x) Genangan

Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X) dan

lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan

penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah

simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir) disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Kelas Bahaya Banjir

Simbol Kelas Bahaya Banjir Kedalaman Banjir (x) (cm) Lama Banjir (y)
(bulan/tahun)
F0 Tidak ada Dapat diabaikan Dapat diabaikan

F1 Ringan < 25 <1


25-50 <1
50-150 <1
F2 Sedang < 25 1-3
25-50 1-3
50-150 1-3
>150 <1
F3 Agak berat < 25 3-6
25-50 3-6
50-150 3-6
F4 Berat < 25 >6
25-50 >6
50-150 >6
>150 1-3
>150 3-6
>150 >6
36

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi,

karakteristik lahan dapat dirinci dan diuraikan yang mencakup keadaan fisik lingkungan

dan tanahnya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi lahan

bagi komoditas tertentu.

B. Saran

Penulis membutuhkan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan makalah

selanjutnya.
37

DAFTAR PUSTAKA

B. Bachtiar. 2021. Karakteristik Lahan Dan Komposisi Jenis Tanaman Penyusun


Agroforestry Di Kecamatan Sesean Kabupaten Toraja Utara. Jurnal Biologi
Makasar. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Djaenudin, D., Marwan, H., Subagjo, H., dan A. Hidayat. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 36p.

Evieti dan Sulaeman. 2009. Petunjuk Teknis Edisi 2 Analisis Kimia Tanah, Tanaman,
Air, Dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

K.M Indarti. 2017. Evaluasi Kerawanan Bencana Tanah Longsor Di Kawasan


Permukiman Di Daerah Aliran Sungai (Das) Ciliwung Hulu. Universitas Pakuan.
Bogor.

Novi, S Joko, Ishak. 2016. Identifikasi Nilai Salinitas Pada Lahan Pertanian diDaerah
Jungkat Berdasarkan Metode Daya Hantar Listrik (DHL). Jurnal Prisma Fisika.
Pontianak. Vol IV, No 02, Hal. 69-72.

Ritung, S., K. Nugroho, A. Mulyani, dan E. Suryani. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Edisi Revisi). Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Bogor. 168 hal.

Ritung S, Wahyunto. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan. Balai Penelitian Tanah.
Bogor.

Sugeng Prijono. 2013. Instruksi Kerja Pengukuran Ph, Bahan Organik, Ktk Dan Kb.
Universitas Brawijaya. Malang.

Sukarman, M. Anny. 2018. Modifikasi Metode Evaluasi Kesesuaian LahanBerorientasi


Perubahan Iklim. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor

Sulaeman, dkk. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, Dan Pupuk. Balai Penelitian
Tanah. Bogor.

Ulfia Fadilla. 2020. Identifikai Sifat Kimia Tanah Dan Lingkungan Di Lahan
Hortikultura Nagari Air Batumbuak Kabupaten Solok. Jurnal Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan dalam Perspektif Teknologi, Sosial, dan Ekonomi.
Fakultas Pertanian. Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai