Nama : M.KHOIRUNNAS
NIM : 200310095
Kelas : AET-1
Segala puji puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta
alam, karena Ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
ini.Dalam penulisan ini, penulis sangat banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu. Penulis secara pribadi ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Adapun laporan ini sebagai
syarat final praktikum Mata Kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis berusaha menyajikan yang terbaik
dalam laporan ini. Namun, laporan ini masih jauh dari harapan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif tetap diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya. Dengan adanya laporan ini mudah-mudahan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan pembaca untuk diamalkan ke generasi
berikutnya.
M.KHOIRUNNAS
DAFTAR ISI
i
2.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan ....................................................................... 4
2.3. Vegetasi ..................................................................................................... 5
2.4. Tanah ......................................................................................................... 7
BAB III METODOLOGI .............................................................................. 10
3.1. Tempat dan Waktu ................................................................................... 10
3.2. Bahan dan Alat .......................................................................................... 10
3.3. Prosedur Praktikum ................................................................................... 10
3.3.1. Tahap Persiapan ................................................................................ 10
3.3.2. Pengamatan Pemboran ...................................................................... 10
3.3.3. Pengamatan Profil Tanah .................................................................. 11
3.3.4. Pengamatan Tekstur Tanah ............................................................... 11
3.3.5. Pengamatan pH Tanah ....................................................................... 12
3.3.6. Penetapan Kapasitas Tukar Kation .................................................... 12
3.3.7. Penetapan C-organik ......................................................................... 13
3.3.8. Penetapan Kejenuhan Basa .............................................................. 13
3.4. Pengamatan Kemiringan Lereng (slope) .................................................. 13
3.5. Pengumpulan Data Iklim........................................................................... 14
3.6. Penentuan Jenis Penggunaan (Land Use Type) ........................................ 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 15
4.1. Hasil Pengamatan Ciri Lahan.................................................................... 15
4.2. Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan .......................................................... 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 20
5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 20
5.2. Saran .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................................... 23
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1. 1.Latar Belakang
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang
subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor
pertanian dan nonpertanian,memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya
mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat
memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan
tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan
sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan,
terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi
cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya
perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan.
Oleh sebab itu, survei sangat diperlukan dalam proses dalam berbagai
penelitian, terutama dalam proses yang dilakukan dilapangan seperti survei
pendahuluan dalam penelitian tanah ini. Oleh karena itu penyajian mengenai
berbagai hal tentang survei perlu dibahas dan diketahui lebih lanjut, terdapat
berbagai macam hal yang perlu dibahas dan diketahui dalam survei pendahuluan
untuk memudahkan dalam proses lanjutan nanti.
Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang tajam, yaitu mencari
lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan
keberhasilan produksi atau penggunaannya, sementara evaluasi kemampuan
sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-pembatas negatif, yang dapat
menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang sedang
dipertanyakan/dipertimbangkan (Sitorus, 1985 dalam Muhamad Yusuf Hidayat,
2006).
1.2. Tujuan
• Mahasiswa mampu memahami apa saja yang harus
dipersiapkan dalam kegiatan survei tanah.
• Mahasiswa mampu memahami apa saja yang harus dilakukan
dalam kegiatan pra survei di lapangan.
1.3. Manfaat
• Dapat memahami apa saja yang harus dipersiapkan dalam
kegiatan survei tanah.
1
• Dapat memahami apa saja yang harus dilakukan dalam
kegiatan pra survei di lapangan.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) sampai yang tidak sesuai (N)
(Raden et.al, 2010).
4
fisik tergolong tidak sesuai (N). Semua jenis komoditas, termasuk tanaman
pertanian, dan perikanan berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan
berproduksi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu, terdiri atas energi
radiasi, temperatur (suhu), kelembaban, oksigen, hara, dan kualitas media
perakaran yang ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah,
serta kedalaman efektif tanah (Rayes, 2007).
2.3. Vegetasi
Vegetasi dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas
tetumbuhan. Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan
yang menempati suatu ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput,
dan tundra merupakan contoh-contoh vegetasi. Analisis vegetasi adalah cara
mempelajari susunan komposisi spesies dan bentuk struktur vegetasi atau
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang diamati adalah
suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Rohman, 2001).
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan komposisi spesies dan
bentuk struktur vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi
hutan yang luas, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengancontoh,
artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat
tersebut. Dalam contoh ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah
petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan (Irwanto, 2010).
Analisis vegetasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk memperoleh data
tentang komposisi flora dan dan data kuantitatif mengenai penyebaran, jumlah dan
dominansi masing-masing jenis (Heddy, 2012). Pendapat lain menyatakan bahwa
analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan komposisi vegetasi
secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan (Sembel, 2010).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa analisis vegetasi
adalah cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai
spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung.
Adapun pengertian dari struktur vegetasi yaitu suatu organisasi
individuindividu di dalam ruang yang membentuk suatu tegakan (Sebayang,
2012). Pendapat lain mengatakan bahwa struktur vegetasi struktur vegetasi terdiri
atas 3 komponen sebagai berikut:
1. Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram
profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba
penyusun vegetasi.
2. Sebaran, horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari
suatu individu terhadap individu lain.
5
3. Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas (Mas’ud,
2009).
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat diketahui bahwa struktur vegetasi
merupakan hasil penataan ruang oleh komponen penyusun tegakan dan bentuk
hidup. Stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan melalui keadaan
diameter, tinggi serta penyebaran dalam ruang.
Sedangkan yang dimaksud dengan komposisi vegetasi merupakan susunan
dan jumlah individu yang terdapat dalam suatu komunitas tumbuhan. Komposisi
dan struktur vegeatsi salah satunya dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh
(habitat) yang berupa situasi iklim dan keadaan tanah (Sebayang,2012).
Dominansi atau luas penutupan adalah proporsi antara luas tempat yang
ditutupi oleh spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Dominansi dapat
dinyatakan dengan menggunakan luas penutupan tajuk ataupun luas bidang dasar
(Prasetyo, 2016).
Indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk
menyatakan tingkat dominansi spesies-spesies dalam suatu komunitas tumbuhan.
Spesies-spesies yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki
indeks nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang paling dominan tentu saja
memiliki indeks nilai penting yang paling besar (Prasetyo, 2016).
2.4. Tanah
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi,
yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan
bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang
merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu,
yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk,
jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yuliprianto,
2010).
Bahan penyusun tanah tersusun atas empat komponen, yaitu bahan padat
mineral, bahan padat organik, air, dan udara. Bahan padat mineral terdiri atas bibir
batuan dan mineral primer, lapukan batuan dan mineral, serta mineral sekunder.
Bahan padat organik terdiri atas sisa dan rombakan jasad, terutama tumbuhan, zat
humik, dan jasad hidup penghuni tanah, termasuk akar tumbuhan hidup
(Darusman, 2006). Air mengandung berbagai zat terlarut sehingga disebut juga
larutan tanah.
Secara umum bahan padatan menyusun sekitar 50% bahan tanah, dan 50%
lagi berupa cairan dan gas. Bahan padatan terbagi menjadi sekitar 45% bahan
mineral dan 5% bahan organik. Bahan cairan (air) dan gas (udara) secara
bersamasama dan bergantian mengisi pori-pori tanah, masing-masing dengan
kisaran 20-30% (Darusman, 2006).
6
Pada tanah yang tergenang atau dalam kondisi air berlebih, kandungan O2
bahkan dapat lebih rendah lagi. Pada kondisi anaerob (kekurangan oksigen), udara
tanah dapat mengandung gas CH4 dan H2S. Adapun kandungan gas-gas nitrogen
pada keduanya relatif sama. Selain itu udara tanah memiliki kandungan uap air
lebih tinggi daripada di atmosfir (kelembaban nisbi dapat mencapai 100%). Bahan
gas dalam tanah selain berasal dari difusi gas atmosfir juga berasal dari aktivitas
akar maupun organisma tanah (Anwar, et al., 2014).
Tanah merupakan lapisan teratas lapisan bumi. Tanah memiliki ciri khas
dan sifat-sifat yang berbeda antara tanah di suatu lokasi dengan lokasi yang lain.
Menurut Dokuchaev (1870) dalam Fauizek dkk (2018), Tanah adalah lapisan
permukaan bumi yang berasal dari material induk yang telah mengalami proses
lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh air, udara, dan macam-macam
organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Tingkat perubahan
terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.
Menurut Bowles (1989) dalam Fauizek dkk (2018), tanah adalah campuran
partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm
sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara
sungai.
e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002
mm. Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah
yang kohesif.
f. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih
kecil dari 0,001 mm.
Klasifikasi tanah adalah pengelompokan berbagai jenis tanah ke dalam
kelompok yang sesuai dengan karakteristiknya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan
secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang
benar-benar memberikan penjelasan yang tegas mengenai kemungkinan
7
pemakainya (Das, 1995). Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan
kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang
keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data
dasar. seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya
(Bowles, 1989 dalam Adha 2014).
8
BAB III METODOLOGI
9
tangga untuk memudahkan pemeriksaan. Pengamatan dapat dimulai dengan
ketentuan sebagai berikut:
Penampang pemeriksaan harus bersih dan terang. Semua alat dan bahan
harus bersih. Jangan lakukan pengamatan setelah jam 17.00 WIB atau pada saat
hujan turun. Semprotkan sedikit air pada penampang bila dijumpai tanah yang
sangat kering. Sediakan daftar isian profil dan alat tulis menulis, catat hasil
pengamatan secara berturut-turut :
Buatlah tusukan tusukan atau congkelan-congkelan pada penampang
dengan menggunakan pisau. Bersamaan dengan itu remaslah sedikit tanah untuk
mengetahui tekstur dll, tandailah batas lapisan atau horizon. Berikan nomor dan
kedalaman masing-masing horizon serta topografinya. Amatilah dan tentukan
masing-masing horizon secara berturut-turut dari atas sampai ke bahan induknya.
Beri simbol lapisan/ horizon sesuai dengan keterangan yang didapat. Ambillah
contoh tanah pada setiap lapisan dengan cara berikut: tanah diambil dengan
menggunakan cangkul / skop sebanyak 1,0 kg dari setiap lapisan. . Contoh tanah
yang diambil harus ditengah-tengah antara batas horizon.Berikan label dan kode
pada kantong plastik sampel tanah untuk analisis laboratorium, antara lain nama
sipengambil contoh tanah, tempat, letak lapisan atau horizon apa. Contoh tanah
tersebut harus dikering anginkan dan ditumbuk halus, baru dianalisis
dilaboratorium. Setelah selesai pengamatan, tanah galian ditimbun kembali.
3.3.4. Pengamatan Tekstur Tanah
Menghaluskan sampel tanah kering udara.Menimbang 20 gram tanah
kering udara, dengan butir-butir tanah berukuran kurang dari 2 mm. Memasukkan
tanah tersebut ke dalam botol tekstur dan menambahkan 10 ml larutan Calgon
0.05% dan aquadest secukupnya. Mengocok dengan mesin pengocok selama + 5
menit. Menuangkan secara kualitatif semua isinya ke dalam silinder sedimentasi
1000 ml yang diatasnya dipasangi saringan dengan diameter lubang sebesar 0.05
mm dan membersihkan botol tekstur dengan bantuan botol semprot. Menyemprot
dengan sprayer sambil mengaduk-aduk semua suspensi yang masih tinggal pada
saringan sehingga semua partikel debu dan liat telah turun (air saringan telah
jernih). Memindahkan pasir yang tertinggal ke dalam cawan kemudian
memasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C selama 2 x 24 jam, selanjutnya
memasukkannya ke dalam desikator dan menimbangnya hingga berat pasir
diketahui. Mencukupkan larutan suspensi dalam silinder sedimentasi dengan air
destilasi hingga 1000 ml.Mengangkat silinder sedimentasi, menyumbat baik-baik
dengan karet lalu mengocok dengan membolak-balik tegak lurus 180°C sebanyak
20 kali.Menuangkan 3 tetes amyl alkohol ke permukaan suspensi untuk
menghilangkan gangguan buih yang mungkin timbul. Memasukkan hidrometer ke
dalam suspensi dengan hati-hati setelah 15 menit.
3.3.5. Pengamatan pH Tanah
Ditimbang 5 gram tanah ultisol dan 5 gram tanah Inceptisol (atau jenis
tanah yang dipraktikumkan), masing-masing tanah dimasukkan ke dalam tabung
10
plastik. Ditambahkan masing-masing 12,5 ml air destilata (H2O) dan 12,5 ml
larutan KCI 1N kedalam tabung plastik. Tabung dikocok selama 30 menit dengan
mesin pengocok dan diamkan sebentar. Ukur dengan alat pH meter.
3.3.6. Penetapan Kapasitas Tukar Kation
Sampel tanah yang telah kering angin 5 gr dimasukkan kedalam tabung
centrifuse 100 ml, kemudian ditambahkan 50 ml NH4OAc IN (pH 7,0), kocok
selama 30 menit lalu centrifuse selama 10-15 menit. Saring hasil ekstrak tersebut
kedalam labu takar 100 ml. Ukur kandungan basa-basa (K. Ca, Mg dan Na)
dengan menggunakan Atomic Adsorben Spectrotometer (AAS) danditentukan
kejenuhan basanya. Untuk pencucian NH, ditambahkan dengan 50 ml NHOAc IN
(pH 7,0) kedalam tabung centrifuse, kocok selama 30 menit, saring dan filtratnya
dibuang, kemudian cuci kembali dengan menambahkan 30 ml alkohol 96%
kedalam tabung centrifuse selama 30 menit, lakukan centrifuse, saring dan
filtratnya dibuang. Pencucian NH. dengan alcohol dilakukan beberapa kali (sekitar
3 kali) sampai bebas NH. Hal ini diketahui dengan melihat ekstraknya. Apabila
masih berwarna kuning berarti masih ada ion NH. Setelah itu ditambahkan sampel
tanah dengan NaCl 10% pH 3 sebanyak 90 ml, kocok selama 30 menit, lakukan
centrifuse, dan saring. Pindahkan ekstrak tersebut kedalam labu didih dan
ditambahkan 20 ml NaOH 40% lalu destilasi. Destilat ditampung kedalam
Erlenmeyer 250 ml yang berisi 25 ml asam borat 1,5% dan 3 tetes indikator metal
merah. Proses destilasi dihentikan jika destilat yang ditampung mencapai kira-kira
50 ml. Sebelum destilasi, destilat akan berwarna merah, setelah destilasi, destilat
akan berwarna hijau.Titrasi destilat dengan HCI 0,1 N. Titik akhir titrasi dicapai
bila warna berubah dari hijau menjadi merah. Lakukan destilasi tanpa tanah
sebagai blanko.
3.3.7. Penetapan C-Organik.
Sampel tanah 0,5 gr dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml, lalu
ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 IN, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4
pekat.Dinginkan selama 15 menit sambil diguncang.Ditambahkan 100 ml
Aquadest.Ditambahkan 0,5 ml H,PO, 85%, kemudian ditambahkan indikator BO
difenilamin 1,5 cc.Kemudian dititrasi dengan FeSO, I N sampai menjadi
perubahan warna menjadi hijau jernih. Lakukan juga untuk penetapan blanko
(tanpatanah) dengan cara dan bahan yang sama.
3.3.8. Penetapan Kejenuhan Basa
Kejenuhan basa satuannya dinyatakan dalam persen (%), yang diperoleh
dari jumlah basa total dibagi kapasitas tukar kation (KTK) dikali 100 persen.
Kejenuhan Basa (%) = (Ca+K+Mg+Na)/KTK x 100%
3.4. Pengamatan Kemiringan Lereng (slope)
Kemiringan lereng daerah penelitian memiliki kelas kemiringan yang
beragam. Pengukuran indeks kemiringan lereng dilakukan pada setiap satuan
11
lahan yang mewakili setiap lereng tertentu. Indeks Kemiringan lereng di dapat
melalui proses pengukuran kemiringan lereng menggunakan Abney level.
Kemiringan lereng yang diperoleh yaitu nilai derajat (0) sudut lereng. Sudut
derajat (0) kemiringan lereng diubah kedalam persentase (%) menggunakan rumus
tan α x 100% dan dapat diperoleh nilai sudut kemiringan lereng dalam persentase
persen (%).
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan Ciri Lahan
Tabel 1. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung (Zea mays L.)
13
Bahaya erosi sangat ringan ringan - berat -
sedang sangat
berat
Bahaya
banjir/genangan pada
masa tanam (fh) - Tinggi - - 25 >25
(cm)
- Lama (hari) - - <7 >7
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
<5 5 - 15 15 - 40 > 40
Singkapan batuan (%) <5 5 - 15 15 - 25 > 25
Tabel 2. Nilai Karakteristik Lahan pada Satuan Peta Lahan di Tanah Reuleut
Untuk Tanaman Jagung ( Zea mays L.)
Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan
karakteristik lahan
S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rata-rata (°C)
- 27,516 - -
14
Kedalaman sulfidik (cm) - - - -
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%)
- - - 20
Bahaya erosi - - ringan - -
sedang
Bahaya
banjir/genangan pada
masa tanam (fh) - Tinggi - - - -
(cm)
- Lama (hari) - - - -
Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%)
- - - -
Singkapan batuan (%) - 5 - 15 - -
15
sangat rendah
P2O5 (mg/100 g) Sedang Rendah Sangat rendah -
Tabel 4. Nilai Karakteristik Lahan pada Satuan Peta Lahan di Tanah Reuleut
Untuk Tanaman Tembakau ( Nicotiana tabacum L.)
Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan
karakteristik lahan S1 S2 S3 N
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (°C) pada
27,516 - - -
masa pertumbuhan
Ketersediaan air (wa)
Curah hujan pada masa
- - - 74,968
pertumbuhan (mm) Kelembaban -
udara (%) -
-
16
C-organik (%) 1,58 - -
Hara Tersedia (na) N
total (%)
- - 0,18 -
P2O5 (mg/100 g) - 12,17 - -
17
4.2. Penentuan Kelas Kesesuaian Lahan
Berdasarkan data tabel diatas didapatkan faktor pembatas kesesuian lahan dari
tanaman Jagung dan Tembakau Di Tanah Reuleut secara umum adalah curah
hujan, drainase, dan lereng (Nwa1;oa1,eh1). Perbaikan terhadap faktor pembatas curah
hujan diatasi pengaturan waktu tanam. Perbaikan faktor pembatas drainase
dilakukan dengan pembuatan saluran drainase. Usaha perbaikan terhadap lereng
dan bahaya erosi dapat dilakukan dengan Teknik konservasi seperti pembuatan
terasering dan menaman tanaman penutup lahan. Kesesuaian lahan potensial
termasuk dalam N sampai S1 dengan faktor pembatas curah hujan, drainase,
lereng dan bahaya erosi.
18
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Survei tanah adalah pengamatan yang dilakukan secara sistematis, disertai
dengan mendeskripsikan, mengklasifikasikan dan memetakan tanah di suatu
daerah tertentu (Brady and Weil, 2002). Faktor pembatas kesesuian lahan dari
tanaman Jagung dan Tembakau Di Tanah Reuleut secara umum adalah curah
hujan, drainase, dan lereng (Nwa1;oa1,eh1).
5.2. Saran
Pada saat melakukan praktikum diperlukan data kesesuaian lahan aktual,
kesesuaian lahan potensial, faktor pembatas dan perbaikan pada masing-masing
SLH untuk setiap komoditi yang dievaluasi supaya data yang di dapatkan akurat.
19
LAMPIRAN
20
21