Anda di halaman 1dari 22

Proposal Penelitian

IDENTIFIKASI SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN SAWAH DI


KECAMATAN KRUENG BARONA JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

OLEH

MUHAMMAD SYAUQI
NPM. 1805108010054

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN
UNIVESITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2022
PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
Shalawat beserta salam tak lupa pula penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW. Skripsi dengan judul “Identifikasi Sifat Kimia Tanah pada Lahan Sawah di
Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar” disusun untuk memenuhi
syarat dan tugas mata kuliah skripsi di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Syiah Kuala serta untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan pada skripsi ini sehingga
perlunya kritik dan saran yang membangun agar penulisan skripsi ini lebih baik lagi.
Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sufardi, M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing
dan memberi arahan, motivasi serta ilmu yang bermanfaat dan dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
2. Ibu Dr. Ir. Hifnalisa, M.Si selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Pembimbing
Akademik yang selalu memberikan arahan, saran dan dukungannya.
3. Bapak Ir. Sugianto, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah dan Ibu Dr.
Ir. Fikrinda, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Tanah.
4. Kedua Orang Tua penulis yang sudah memberikan doa dan mendukung dalam segala
hal.
5. Abang dan Kakak penulis yang sudah memberikan doa dan dukungan khusus serta
semangat.

Banda Aceh, 25 Desember 2022

Muhammad Syauqi
DAFTAR ISI

PRAKATA.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Keadaan Wilayah Kecamatan Krueng Barona Jaya.....................................................3
2.2 Lahan Sawah................................................................................................................3
2.3 Sifat Kimia Tanah Sawah.............................................................................................5
BAB III. METODE PENELITIAN....................................................................................9
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................................9
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................................9
3.3 Metode Penelitian.......................................................................................................10
3.4 Prosedur Penelitian.....................................................................................................10
3.4.1 Tahap persiapan..................................................................................................10
3.4.2 Survei lapangan...................................................................................................11
3.4.3 Analisis laboratorium..........................................................................................11
3.4.4 Analisis secara deskriptif....................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
LAMPIRAN........................................................................................................................15
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Deskripsi lokasi titik sampling penelitian..............................................................12


Tabel 2. Parameter sifat kimia tanah....................................................................................12
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta lokasi penelitian............................................................................................9


Gambar 2. Diagram alir penelitian.......................................................................................10
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta sebaran lahan sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya........................15


Lampiran 2. Peta titik sampling...........................................................................................16
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan sawah merupakan lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya padi sawah,
baik secara berkelanjutan sepanjang tahun ataupun bergantian dengan tanaman palawija.
Berbagai macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan memiliki persediaan air yang
cukup. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau
dari tanah rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase
(Hardjowigeno et al., 2004). Lahan sawah yang semakin berkurang akibat pertambahan
penduduk dan produksi padi yang tidak maksimal membuat hal ini menjadi faktor penting
yang harus diperhatikan, salah satunya tanah sebagai media tumbuh, sehingga ketersediaan
unsur hara pada budidaya tanaman padi perlu diperhatikan agar dapat menghasilkan
produksi yang maksimal.
Ketersediaan hara yang rendah mempengaruhi produktivitas lahan sawah, karena
komposisi dan konsentrasi jenis ion di dalam tanah sangat tergantung pada sifat-sifat tanah.
Sifat tanah yang berperan penting dalam menentukan kesuburan tanah adalah sifat kimia
tanah. Selain itu, sifat kimia tanah juga merupakan salah satu indikator untuk menentukan
tingkat kemampuan lahan. Evaluasi kimia pada suatu tanah menjadi sangat penting untuk
diperhatikan dalam menentukan kemampuan lahan (Wilson et al., 2015). Dalam konsep
kesuburan tanah, untuk mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman, kemampuan
lahan dalam mensuplai unsur hara yang tersedia perlu dikaji. Unsur hara yang tersedia
merupakan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman, kelebihan unsur hara tersebut
dapat meracuni tanaman. Oleh karena itu unsur hara yang diberikan untuk tanaman padi
harus dengan jumlah cukup selama periode pertumbuhan (Syachroni, 2019).
Padi sawah merupakan komoditi yang paling banyak ditanam di Kecamatan
Krueng Barona Jaya setelah sayur-sayuran. Pada tahun 2018 luas tanam padi sawah di
Kecamatan Krueng Barona Jaya seluas 213 hektar (ha), selanjutnya pada tahun 2020 luas
tanam padi sawah menjadi 113 ha dan pada tahun 2021 luas tanam padi sawah menjadi
103 ha (BPS Aceh Besar, 2022). Pada umumnya konversi lahan sawah bersifat tidak dapat
balik (irreversible) karena berubah menjadi lahan perumahan, perkotaan, dan kawasan
industri. Konversi lahan pertanian memiliki dampak negatif terhadap luas lahan sawah
yang menyebabkan berkurangnya produksi padi (Setyorini et al., 2010). Berkurangnya luas
tanam padi sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya menyebabkan menurunnya produksi

1
padi sawah. Sejalan dengan menurunnya luas lahan sawah, produktivitas padi sawah
Kecamatan Krueng Barona Jaya juga semakin tidak menentu. Pada tahun 2021
produktivitas padi sawah Kecamatan Krueng Barona Jaya berada di angka 10,4 ton/ha.
Identifikasi sifat kimia tanah pada lahan sawah yang sudah menyusut dapat
mengoptimalkan kemampuan lahan, karena informasi yang diperoleh dapat digunakan
untuk merumuskan rencana pemupukan sesuai kebutuhan lahan sawah tersebut sehingga
meningkatkan produksi padi sawah karena unsur hara yang sesuai.
Berdasarkan latar belakang di atas maka mengidentifikasi sifat kimia tanah pada
lahan sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar sangat penting
dilakukan, mengingat belum adanya data terkait sifat kimia tanah dan kesuburan tanah
pada lahan sawah di wilayah tersebut. Data yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebagai
acuan dalam pengelolaan kesuburan tanah pada lahan sawah untuk budidaya tanaman padi
sawah agar menguntungkan dan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian
ini, yaitu bagaimanakah sifat kimia tanah pada lahan sawah di Kecamatan Krueng Barona
Jaya Kabupaten Aceh Besar.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sifat kimia tanah pada
lahan sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang sifat kimia tanah pada
lahan sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar yang dapat
digunakan sebagai data maupun acuan dalam pengelolaan lahan sawah tersebut.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Wilayah Kecamatan Krueng Barona Jaya


Kecamatan Krueng Barona Jaya merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Aceh Besar yang berbatasan langsung dengan kota Banda Aceh. Menurut BPS
Aceh Besar (2022), Kecamatan Krueng Barona Jaya terletak pada ketinggian 6 meter dari
permukaan laut (m dpl). Secara administrasi Kecamatan Krueng Barona Jaya memiliki luas
6,96 Km (696 Ha) dengan total populasi sebanyak 16.471 jiwa, 3 pemukiman dan 12
gampong. Ibukota Kecamatan Krueng Barona Jaya terletak di Cot Iri, Kecamatan Krueng
Barona Jaya berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kota Banda Aceh
Sebelah Selatan : Kecamatan Ingin Jaya
Sebelah Barat : Kota Banda Aceh
Sebelah Timur : Kecamatan Darussalam dan Kecamatan Kuta Baro
Kecamatan Krueng Barona Jaya didominasi dengan lahan sawah dan ladang.
Sebagian masyarakat Kecamatan Krueng Barona Jaya adalah petani. Namun karena letak
geografis Kecamatan Krueng Barona Jaya yang berbatasan langsung dengan Kota Banda
Aceh, seiring berjalannya waktu lahan-lahan sawah di kecamatan tersebut menjadi sasaran
pembangunan perumahan baru dikarenakan pertambahan penduduk yang terjadi terus
menerus di kawasan ibukota provinsi yaitu Kota Banda Aceh sehingga terjadinya
pergeseran pembangunan. Selain itu banyak orang yang berminat untuk menempati
perumahan baru di wilayah Kecamatan Krueng Barona Jaya dikarenakan harga yang lebih
murah daripada di Kota Banda Aceh. Pembangunan yang terus terjadi menjadikan lahan
sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya semakin berkurang setiap tahunnya, padahal
pertumbuhan penduduk terus terjadi.

2.2 Lahan Sawah


Sawah merupakan suatu sistem budidaya tanaman yang dilakukan dengan metode
penanaman secara khusus. Budidaya sawah merupakan budidaya tanaman yang paling
banyak menggunakan air. Air mempunyai banyak kegunaan dalam budidaya sawah. Air
digunakan untuk melumpurkan tanah, menggenangi petak penanaman, dan untuk dialirkan
dari satu petak ke petak yang lainnya (Notohadiprawiro, 1992). Lahan sawah terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu: (1) lahan sawah irigasi yang merupakan lahan sawah dengan
pasokan air bersumber dari jaringan irigasi, dan (2) lahan sawah non irigasi yang

3
4

merupakan lahan sawah dengan pasokan air bersumber dari air hujan atau sumber air
lainnya.
Lahan sawah merupakan aspek yang menentukan kualitas dari hasil produksi padi,
jika lahan sawah yang digunakan untuk tanaman padi memiliki kualitas yang baik maka
produksi padi juga akan baik dan meningkat. Sehingga dalam pemanfaatan lahan
memerlukan pemikiran yang paling mengguntungkan, mengingat sumber daya lahan yang
terbatas. Seiirng dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi, manusia
membutuhkan lahan untuk aktivitas nya dalam memenuhi kebutuhan dan mempertahankan
kelangsungan hidupnya, baik lahan untuk pemukiman industri, perdagangan dan jasa,
sarana prasarana, serta yang paling penting adalah makanan, sehingga memerlukan
tambahan lahan pertanian (Cindy and Wilis, 2020).
Lahan sawah mempunyai fungsi yang beragam. Multifungsi pertanian merupakan
suatu konsep yang menjabarkan berbagai fungsi eksternal pertanian selain fungsi utamanya
sebagai penghasil pangan dan serat atau barang yang tampak nyata dan dapat dipasarkan.
Selain itu lahan sawah memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat Indonesia yang
bercorak agraris, karena disamping memiliki nilai ekonomis, lahan juga memiliki nilai
sosial, dan budaya, bahkan religius. Secara fisik, lahan sawah merupakan suatu ekosistem
lahan yang relatif stabil dan mempunyai keberkelanjutan (sustainability) sangat tinggi. Hal
ini dicirikan dengan penyediaan dan peredaran hara yang lebih efisien, rendahnya
perkolasi, erosi,dan pencucian hara karena adanya lapisan tapak bajak (plow pan),
terjadinya penambahan hara secara alami dari air irigasi, dan lain-lain. Namun karena
pengelolaan lahan yang kurang tepat, lahan sawah sering mengalami penurunan kesuburan
atau produktivitas dan sering disebut dengan tanah sakit atau lelah (soil fatigue) (Kyuma,
2004).
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara
terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Tanah sawah
mencakup semua tanah yang terdapat dalam zona iklim dengan regim temperatur yang
sesuai untuk menanam padi paling tidak sekali dalam setahun. Tanah sawah merupakan
jenis tanah sebagai akibat penggenangan untuk waktu yang agak lama, sehingga terjadi
proses pemindahan senyawa besi dan mangan dari lapisan atas dan diendapkan di lapisan
bawah, proses pendataran (teracering), proses permukaan tanah yang miring dan proses
akumulasi debu (silt) oleh air irigasi pada permukaan tanah. Sifat-sifat tanah sawah
meliputi keadaan reduksi yang menyebabkan drainase buruk, adanya akumulasi sejumlah
5

senyawa besi dan mangan dan kemampuan perkolasi ke bawah. Dengan sifat-sifat tersebut
menyebabkan tanah permukaan banyak mengandung lapisan debu dan berwarna cerah
yang tebalnya sejajar dengan permukaan tanah (Rosmarkam and Yuwono, 2002).
Tanah sawah merupakan tanah yang sudah mengalami pengolahan antara lain
pelumpuran dan penggenangan. Pengolahan tanah merupakan manipulasi mekanik
terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Pengolahan yang dilakukan pada tanah sawah sudah diterapkan sejak jaman dahulu dan
telah ditetapkan sebagai budaya pertanian meskipun sekarang diaplikasikan dalam sistem
pertanian modern. Pengolahan tanah sawah memang dianggap penting, tetapi Pengolahan
secara intensif dapat menyebabkan kerusakan tanah misalnya kerusakan struktur tanah,
penurunan agregasi tanah, serta degradasi bahan organik (Alibasyah, 2001).

2.3 Sifat Kimia Tanah Sawah


Sifat kimia tanah merupakan sifat tanah yang sangat penting dalam hubungannya
dengan teknologi pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk, baik jenis, takaran, waktu
maupun cara pemupukan harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Aktivitas mikroba
tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan produktivitas lahan sawah (Ajie et
al., 2020). Lahan sawah mampu memasok unsur nitrogen melalui dekomposisi bahan
organik tanah dan fiksasi melalui proses biologi tanah (seperti melalui simbiosis ganggang
biru (Anabaena) dengan bakteri Azotobacter). Jumlah N yang dapat dijerap melalui fiksasi
bisa mencapai 30-40 kg ha-1 musim-1 tanam. Jumlah ini mampu mendukung produksi
padi sebanyak 1,5 - 2 t ha-1. Selain itu lahan sawah juga mampu memasok unsur-unsur
hara seperti basa-basa (K, Ca, dan Mg), dan silika (Si) yang terlarut dalam air irigasi.
Jumlah unsur yang dibawa melalui air irigasi untuk Ca dan Mg seringkali melebihi jumlah
yang dibutuhkan tanaman, dan untuk K dan Si, memenuhi sebagian besar kebutuhan
tanaman. Penggenangan juga meningkatkan pH tanah dan ketersediaan unsur hara seperti P
sebagai akibat dari proses reduksi dari senyawa besi-fosfat dan kelarutan besi atau
aluminium fosfat. Kemampuan lahan sawah dalam memasok unsur-unsur hara tersebut
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan kering, karena penggenangan tanah
menyebabkan pH tanah bergerak menuju keseimbangan pH netral (Setyorini et al., 2010).
Tanah yang baik dan subur adalah tanah yang mampu menyediakan unsur hara
secara cukup dan seimbang untuk dapat diserap oleh tanaman. Hal ini dapat dilihat dari
nilai produktivitas lahan, salah satunya dengan menganalisis konsentrasi unsur hara yang
terkandung di dalam tanah tersebut (Yani, 2010). Hal tersebut merupakan suatu cara untuk
6

menilai status unsur hara di dalam tanah sawah. Dalam penelitian Sakti (2009) tindakan
pengaplikasian pupuk sangat mempengaruhi ketersediaan hara tanah sawah,
pengaplikasian pupuk yang tidak sampai pada lapisan reduksi menyebabkan status
ketersediaan hara N dan K pada tanah sawah irigasi teknis dan tadah hujan tergolong
rendah, sedangkan hara P pada tanah sawah irigasi teknis dan tadah hujan tergolong sangat
rendah. Selain pengaruh pengaplikasian pupuk, run off dan pengikatan unsur hara oleh
mineral lempung dan ion dalam tanah juga diduga menjadi penyebab.
Pengelolaan tahan sawah berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan produksi padi. Teknik pengelolahan sawah, intensitas
penggunaan sawah, serta perbedaan bahan induk tanah dapat menyebabkan terjadinya
perbedaan sifat fisik dan kimia tanah (Ajie et al., 2020). Sifat kimia tanah sebagai
parameter pewakil penentu kualitas tanah adalah pH, KTK, KB, N-total, P-tersedia dan C-
organik tanah. Sifat kimia tanah sebagai penentu dan pembeda kualitas tanah adalah KTK,
N-total, P-tersedia (Arthagama and Dana, 2020).
Kandungan bahan organik tanah (C-organik) merupakan salah satu indikator
kesuburan tanah. Tanah yang mengalami kemerosotan kandungan C-organik menandakan
tanah tersebut mengalami penurunan kualitas kesuburan tanah atau degradasi kesuburan.
Bahan organik penting sebagai sumber energi jasad renik yang berperan dalam penyediaan
hara tanaman. Bahan organik menentukan kapasitas tukar kation tanah, walaupun sifat ini
tergantung pH. Tanah miskin bahan organik dan didominasi mineral liat 1:1 mempunyai
kapasitas tukar kation yang rendah, sehingga efisiensi pemupukan akan berkurang karena
sebagian besar hara mudah hilang dari lingkungan perakaran. Bahan organik juga berperan
dalam memperbaiki struktur tanah sehingga tanah mudah diolah dan dilumpurkan.
Mengingat pentingnya peranan bahan organik terhadap kesuburan fisik, kimia dan biologi
tanah, maka pemberian bahan organik merupakan bagian penting dari pelestarian
kesuburan tanah (Setyorini et al., 2010).
Akibat pengelolaan hara yang kurang bijaksana serta pengangkutan jerami sisa
panen keluar lahan, sebagian besar lahan sawah terindikasi berkadar bahan organik rendah
(C-organik <2%). Hasil kajian yang dilakukan Kasno et al., (2003) menunjukkan bahwa
dari 1.577 contoh tanah sawah di Sumatera Barat dan Selatan, Kalimantan Selatan
mencapai angka di atas 2 persen, karena tergolong tanah gambut. Sedangkan tanah sawah
di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lombok rata-rata berkadar C-organik di bawah 2 persen.
Peranan bahan organik sangat besar dalam meningkatkan kesuburan tanah, dan akan
7

menentukan produktivitas tanah. Peranan bahan organik tidak hanya berperan dalam
penyediaan hara tanaman saja, namun yang jauh lebih penting terhadap perbaikan sifat
fisik, biologi dan sifat kimia tanah lainnya seperti terhadap pH tanah, kapasiatas pertukaran
kation dan anion tanah, daya sangga tanah dan netralisasi unsur meracun seperti Fe, Al,
Mn dan logam berat lainnya (Atmojo, 2003).
Menurut Atmojo (2003) penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan
negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas tukar kation. Kapasitas tukar kation
menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation kation dan proses dekompisisi
bahan organik merupakan sumber muatan negatif tanah. Kandungan liat mempunyai
pengaruh yang sama. Semakin halus fraksi tanah, semakin luas permukaan partikel,
sehingga memiliki KTK yang semakin tinggi. Lahan sawah rata-rata memiliki tekstur
tanah yang lebih halus dibandingkan lahan tegal. Pola sebaran KTK pada lahan sawah
seiring dengan bertambahnya kedalaman mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
semakin berkurangnya kandungan bahan organik dan kandungan persentase (%) liat di
dalam tanah. Beberapa penelitian tentang pengaruh bahan organik terhadap pH tanah juga
menjelaskan tentang fenomena peningkatan pH tanah karena penambahan bahan organik
(Budianta, 1999). Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa besarnya peningkatan
pH akan sangat dipengaruhi oleh jenis dan dosis bahan organik yang diberikan.
Lahan sawah mempunyai tingkat kesuburan tanah yang relatif lebih tinggi
dibandingkan lahan kering. Pada agroekosistem lahan sawah, tanah kahat N lebih banyak
ditemui dari pada kahat P, K dan unsur lainnya karena perilaku N yang sangat mudah
hilang dari dalam tanah sawah. Sebagian besar N tanah berupa N organik baik yang
terdapat dalam bahan organik tanah maupun fiksasi N oleh mikroba tanah dan hanya
sebagian kecil (2-5 persen) berupa N anorganik yaitu dalam bentuk NH4+ dan NO3- serta
sedikit NO2- . Pada tanah sawah/ tergenang N merupakan hara yang tidak stabil karena
adanya proses mineralisasi bahan organik (amonifikasi nitrifikasi dan denitrifikasi) oleh
mikroba tanah tertentu, volatilisasi, dan perkolasi (Prasetyo et al., 2004).
Kadar N dalam tanah pada umumnya rendah, sehingga harus selalu ditambahkan
dalam bentuk pupuk atau sumber lainnya pada setiap awal tanam. Pada umumnya respon
tanaman padi terhadap pemberian pupuk N cukup tinggi. Dengan demikian petani
cenderung menggunakan N secara berlebihan. Di beberapa wilayah penggunaan pupuk
Urea mencapai 148 persen dari yang direkomendasikan dan sebaliknya penggunaan pupuk
8

P dan K relatif lebih rendah dan menurun sehingga sering tidak seimbang dengan N
(Setyorini et al., 2010).
Ketersediaan P pada tanah sawah/tergenang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi
aerob/kering, hal ini disebabkan pada kondisi anaerob terjadi pelarutan Fe (besi feri
menjadi fero) sehingga P terlepas. Survei kesuburan tanah sawah yang dilakukan di 21
provinsi menunjukkan bahwa dari 7,5 juta ha lahan sawah intensifikasi, sekitar 3 juta ha
mempunyai status hara P tinggi (dengan konsentrasi P2 O5 terekstrak HCl 25 persen > 40
mg/100 g); 3,24 juta ha mempunyai status hara P sedang (konsentrasi P2 O5 antara 20- 40
mg/100 g); dan hanya 1,3 juta ha mempunyai status hara P rendah (P2 O5 terekstrak HCl
25 persen < 20 mg/100 g) (Sofyan et al., 2000). Status hara P tanah yang tinggi diakibatkan
oleh akumulasi pemupukan P pada periode sebelumnya.
Kadar K di dalam tanah dipengaruhi oleh bahan induk tanah, pada tanah sawah
umumnya kandungan K berkisar sedang-tinggi. K dalam tanah mempunyai sifat yang
(mudah bergerak (mobile) sehingga mudah hilang melalui proses pencucian atau terbawa
arus pergerakan air. Karena itu efisiensi pupuk K biasanya rendah. Hasil survei kesuburan
tanah sawah menunjukkan bahwa sebaran status K tanah cenderung sama dengan status P
tanah. Dari luas total lahan sawah 7,5 juta ha, sekitar 3,8 juta ha (51 persen) lahan sawah
intensifikasi mempunyai status hara K tinggi (K2 O terekstrak HCl 25 persen >20
mg/100g); 2,8 juta ha (37 persen) mempunyai status K sedang (konsentrasi K2 O 10-20
mg/100g), dan hanya 0,88 juta ha (12 persen) mempunyai status K rendah (konsentrasi K2
O<10 m/100g) (Sofyan et al., 2000). Kondisi ini terjadi akibat akumulasi dari pemupukan
yang intensif dalam kurun 20-30 tahun terakhir.
BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten
Aceh Besar. Analisis sifat kimia tanah akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dan Laboratorium Penelitian Tanah dan
Tanaman Fakultas Pertanian Lama Universitas Syiah Kuala. Penelitian akan dilaksanakan
pada Juni 2023 sampai dengan Oktober 2023.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian


3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS (Global Positioning
System), cangkul, sekop, plastik, kertas label, karet gelang dan beberapa alat yang
digunakan di Laboratorium yaitu timbangan, oven, shaker, gelas ukur, tabung reaksi, botol
film, pipet tetes, pH meter, dan spektrofotometer. Bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah peta administrasi kecamatan, sampel tanah sawah, serta sejumlah bahan kimia
lainnya untuk keperluan analisis di laboratorium.

9
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei pada lahan sawah
dan analisis tanah di Laboratorium.

Pengumpulan data

Non Spasial Spasial

Literatur Penentuan titik sampling Peta administrasi


Sawah eksisting

Survei lapangan

Pengambilan sampel tanah

Analisis laboratorium

pH tanah Kb
C-Organik K-dd
N-Total K2O
P-Tersedia
KTK

Penarikan kesimpulan

Gambar 2. Diagram alir penelitian


3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan, survei lapangan,
analisis laboratorium, analisis secara deskriptif dan penarikan kesimpulan.
3.4.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan studi pustaka terkait penelitian yang akan
dilaksanakan dan pengumpulan data mengenai daerah penelitian dan penentuan lokasi
pengambilan sampel tanah dan data lain yang diperlukan selama penelitian. Titik
pengambilan sampel ditentukan berdasarkan dari luas setiap hamparan lahan sawah. Pada

10
hamparan lahan sawah yang luasnya 0 – 20 ha akan terdapat satu titik sampling, dengan 5
tempat pengambilan sampel untuk di kompositkan per titik sampling. Sedangkan untuk
hamparan lahan sawah dengan luas diatas 20 – 40 ha maka akan terdapat 2 titik sampling
dengan 5 tempat pengambilan sampel untuk dikompositkan per titik sampling, penentuan
titik sampling akan disesuaikan berdasarkan dari luasan hamparan. Jumlah seluruh titik
sampling adalah 9 titik sampling dan jumlah seluruh sampel yang diambil adalah 45
sampel. Tanah sawah dipilih secara sengaja pada kondisi tanah basah atau dilakukan pada
kondisi sawah yang sedang digunakan. Selain itu pada tahap persiapan juga disiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan selama penelitian.

3.4.2 Survei lapangan


Pada tahapan ini dilakukan pengambilan sampel berdasarkan titik sampling yang
telah ditentukan, sampel yang di ambil adalah sampel tanah terganggu dalam keadaan
sawah yang kering agar tanah sawah tidak dipengaruhi redoks. Sampel tanah diambil pada
kedalaman 0 – 20 cm dengan menggunakan bor tanah.

Tabel 1. Deskripsi lokasi titik sampling penelitian


Titik Koordinat
No Sampling Desa
X Y
1 Lampermai 95° 22' 1.977" E 5° 31' 58.087" N
2 Gladeyah 95° 21' 59.777" E 5° 32' 5.075" N
3 Gladeyah 95° 21' 41.165" E 5° 32' 22.952" N
4 Meunasah Intan 95° 21' 27.095" E 5° 32' 43.443" N
5 Miruk 95° 21' 20.375" E 5° 32' 32.347" N

3.4.3 Analisis laboratorium


Sampel tanah di analisis di Laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian
dan Laboratorium Penelitian Tanah dan Tanaman Fakultas Pertanian Lama
Universitas Syiah Kuala untuk mengetahui sifat kimia tanah. Setelah hasil analisis
laboratorium diperoleh dilakukan analisis data dan penarikan kesimpulan.
Tabel 2. Parameter sifat kimia tanah
No Parameter Metode
1 pH pH
2 C-Organik Walkey and Black
3 N- Total Kjedhal
4 P-Tersedia Bray II
5 KTK
6 Kb
7 K-dd
8 K2O
11
3.4.4 Analisis secara deskriptif
Pada tahap ini dilakukan pendeskripsian terhadap data yang telah diperoleh dari
analisis laboratorium untuk penyusunan hasil penelitian dan penarikan kesimpulan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ajie Saputra, D., E.Pakasi, S. and Ch Warouw, V., 2020. Identifikasi sifat fisik dan kimia
tanah pada lahan persawahan di Kecamatan Kotamobagu Selatan. Jural Unsrat,
pp.1–14. Winarso, B., 2012. Dinamika pola penguasaan lahan sawah di wilayah
pedesaan di Indonesia. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 12(3), pp.137–149.
Alibasyah, M, R., 2001. Efek sistem olah tanah dan mulsa jagung terhadap stabilitas
agregat dan kandungan C-Organik pada tanah ultisol pada musim ketiga. Agrista,
5(1).
Arthagama, I.D.M. and Dana, I.M., 2020. Evaluasi Kualitas Tanah Sawah Intensif dan
Sawah yang Dikonversikan untuk Kebun di Subak Kesiut Kerambitan Tabanan.
Agrotrop : Journal on Agriculture Science, 10(1), pp.1.
Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan Upaya
Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah. Sebelas
Maret University Press. Surakarta.
BPS Aceh Besar. 2021. Kecamatan Krueng Barona Jaya Dalam Angka 2021. Aceh Besar.
Badan Pusat Statistik Aceh Besar.
Budianta, D., 1999. Reclamation of an ultisol from South Sumatera using mucuna L. and
lime. Gent University.
Cindy, P, P. and Wilis, R., 2020. Analisis variasi tingkat kesuburan tanah untuk lahan
sawah di Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Buana, 4(5), pp.1003–1010.
Hardjowigeno, S. Subagyo, H. and Rayes, M. L. 2004. Morfologi Dan Klasifikasi Tanah
Sawah. Prosiding Balitbang Tanah. pp.1–28.
Hermita Putri, O. Rahayu Utami, S. and Kurniawan, S. 2019. Soil Chemical Properties in
Various Land Uses of UB Forest. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 06(01).
pp.1075–1081.
Kasno, A., Nurjaya and Setyorini, D., 2003. Status C-Organik lahan sawah di Indonesia.
In: Kongres Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) di Universitas Andalas.
Padang.
Kyuma, K., 2004. Paddy Soil Science. Kyoto University Press and Trans Pacific Press.
Notohadiprawiro, T., 1992. Sawah dalam Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Fakultas
Pertanian UPN.

Pasandaran, E., 2006. Alternatif kebijakan pengendalian konversi lahan sawah beririgasi di
Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), pp.123–129.
Pockne, S and Malcolm E Sumner. 1997. Cation and nitrogen content of organic matter
determine its soil liming potential. Soil sci.soc.am.j.61:86-92.
Prasetyo, B.H.., Adiningsih, K., Subagtono, K. and Simanungkalit, 2004. Mineralogi,
Kimia, Fisika dan Biologi Tanah Sawah.
Rahmah, S. Yusran and Umar, H. 2014. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe
Penggunaan Lahan Di Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Warta

13
Rimba. 2(1). pp.88–95.
Rosmarkam, A. and Yuwono, Nasih, W., 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta:
Kanisius.
Sakti, 2009. valuasi ketersediaan hara makro N, P dan K tanah sawah irigasi teknis dan
tanah hujan di kawasan industri Kabupaten Karanganyar. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.Surakarta
Saputra, A, D., E.Pakasi, S. and Ch Warouw, V., 2020. Identifikasi sifat fisik dan kimia
tanah pada lahan persawahan di Kecamatan Kotamobagu Selatan. Jural Unsrat,
pp.1–14.
Setyorini, D., Rochayati, S. and Las, I., 2010. Pertanian Pada Ekosistem Lahan Sawah.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sofyan, A, M., Sediyarso, Nurjaya and Suryono, J., 2000. Laporan akhir penelitian status
hara P dan K lahan sawah sebagai dasar penggunaan pupuk yang efisien pada
tanaman pangan. Bogor.
Syachroni, Sasua, H., 2019. Kajian beberapa sifat kimia tanah pada tanah sawah di
berbagai lokasi di Kota Palembang. Sylva, VIII(2), pp.60–65.
Wilson, W. Supriadi, S. and Guchi, H. 2015. Evaluasi Sifat Kimia Tanah Pada Lahan Kopi
Di Kabupaten Mandailing Natal. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera
Utara. 3(2). pp.104-299.
Yani, A., 2010. Analisis kadar hara makro dalam tanah pada tanaman agroforestri di desa
Tambun Raya Kalimantan Tengah. Jurnal Hutan Tropis, 11(30), pp.37–46.

14
15

LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta sebaran lahan sawah di Kecamatan Krueng Barona Jaya
16

Lampiran 2. Peta titik sampling

Anda mungkin juga menyukai