Anda di halaman 1dari 46

PERSISTENSI DAN RESIDU HERBISIDA BERBAHAN AKTIF GLIFOSAT

PADA PERKEBUNAN KOPI DI KABUPATEN BENER MERIAH

DEDI SUHERI
215411101008

PROPOSAL PENELITIAN

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKULSALEH
ACEH UTARA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Persistensi dan Residu Herbisida Berbahan Aktif Glifosat Pada
Perkebunan Kopi Di Kabupaten Bener Meriah
Nama Mahasiswa : Dedi Suheri
NIM : 215411101008
Jurusan : Budidaya Pertanian
Program Studi : Magister Agroekoteknologi

Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota

Dr.Nasruddin, S.P, M.Si Dr. Ismadi, S.P.,M.Si


NIDN. 0001017023 NIDN. 0001017024

Mengetahui,
anggota anggota

Dr.Ir. Jamidi, M.P Dr. Baidawi, S.P., M.P


NIDN. 0021057802 NIDN. 0021057802

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi Magister
Agroekoteknologi

Dr. Baidawi, S.P., M.P Dr. Laila Nazirah, S.P., M.P


NIDN. 0021057802 NIDN. 0012067605

Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat
dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan penulisan Proposal Tesis dengan judul “ Persistensi Dan Residu
Herbisida Berbahan Aktif Glifosat Pada Perkebunan Kopi Di Kabupaten Bener
Meriah” Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu
membantu perjuangan beliau dalam menegakkan kebenaran di muka bumi ini
Tesis merupakan salah satu syarat kurikulum jenjang Magister Prgram
Magister Agrokteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Malikussaleh. Penulis telah banyak mendapat bantuan baik moral maupun spiritual
dan dukungan yang berupa bimbingan, dorongan, sarana maupun fasilitas dari
berbagai pihak dalam penulisan tesis ini. OLeh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih sebeser-besarnya kepada:
1. Ayahanda dan ibunda tercinta, serta abang dan adik saya yang selalu
mengirimkan d a dan dukungan baik m ril maupun materi serta dr ngan untuk
selalu semangat kepada penulis selama menyelesaikan tesis.
2. Bapak Dr .Ismadi, S.P.,M.Si (selaku pembingbing utama) dan bapak Dr.
Nasruddin, S.P.,M.Si (selaku pembingbing kedua ) yang telah memberikan
bantuan, arahan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini.
3. Bapak Dr.Ir. Jamidi, M.P dan Bapak Dr. Badhawi, S.P.,M.P sebagai d sen
penelaah yang telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan tesis ini.
4. Bapak Pr f Dr. Herman Fithra, S.T., M.T., IPM. Selaku rekt r Universitas
Malikussaleh L hksemawe dan Ibu Dr. Laila Narizah, S.P.,M.P selaku ketua Pr
gram studi Magister Agr ek tekn l gi.
5. Kawan seperjuangan mahasiswa dan mahasiswi angkatan 2021 Program Studi
Magister Agroekoteknologi
6. Seluruh Dosen dan staf yang ada dilingkup Fakultas Pertanian Universitas
Malikussaleh.

i
ii

7. Semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, pastinya tak henti-henti
penulis sampaikan semga amal baik semua pihak mendapat balasan yang berlipat
ganda dari Allah Subhanahuwata'ala sang pencipta yang pengasih dan penyayang.
Amin ya rabaalami.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan
semoga ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi saya sendiri dan para
pembaca pada umumnya.
Bireuen, Oktober 2023

Dedi suheri
215411101009
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah........................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian............................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................. 6
1.5. Kerangka Pemikiran........................................................................... 6
1.6. Hipotesis............................................................................................ 7
BAB II TINJAUN KEPUSTAKAAN
2.1. Tanaman Kopi.................................................................................... 8
2.2. Glifosat............................................................................................... 10
2.3. Resistensi Herbisida terhadap Tanaman Kopi................................... 12
2.4. Resedu Herbisida Pada Tanah dan Tanaman Kopi............................ 14
2.5. Dampak pemakaian herbisida terhadap Kualitas Tanah.................... 19
2.6 Gulma Pada Pertanaman Kopi............................................................. 20
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 22
3.2. Alat dan Bahan................................................................................... 22
3.3. Metode Penelitian.............................................................................. 22
3.4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 31
LAMPIRAN...................................................................................................... 32

iii
DAFTAR TABEL

Nomo Judul Halaman


r

1. Suhu Dan Kelembaban Udara Kabupaten Bener Meriah Tahun 2022..... 27


2. Tinggi Wilayah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Bener Meriah......... 28
3. Kelerengan Wilayah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Bener
Meriah....................................................................................................... 28

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomo Judul Halaman


r

1. Bagan Alur Pemikiran.............................................................................. 7


2. Struktur Kimia Glifosat............................................................................ 11
3. Skema pengambilan sampel tanah........................................................... 24
4. Bagan Alur Penelitian.............................................................................. 24
5. Peta Topografi Wilayah Bener Meriah..................................................... 28

v
vi

6.
DAFTAR LAMPIRAN

Nomo Judul Halaman


r

1. Kuisioner................................................................................................... 35
2. Gambar peta.............................................................................................. 36

vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman flora, iklimnya
sangat cocok untuk tumbuh berbagai jenis tanaman. Dengan musim dan cuaca yang
cukup stabil kemudian di dukung dengan standar tanah yang subur sehingga
memiliki prospek yang cerah untuk sektor perkebunan. Sektor perkebunan memiliki
peran penting dalam meningkatkan pembangunan ekonomi disebagian negara yang
sedang berkembang salah satunya adalah Indonesia dengan julukan negara agraria
yang mayoritas penduduknya bekerja dalam bidang pertanian.
Kopi merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan penghasil devisa
negara, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku industri, penciptaan
lapangan kerja, dan pengembangan wilayah. Tanaman ini memiliki peluang pasar
yang besar di dalam negeri maupun luar negeri, dan merupakan salah satu tanaman
ekspor yang dapat meningkatkan sumber pendapatan negara. Indonesia disebut
sebagai negara yang mampu memproduksi kopi dalam jumlah besar, sehingga
menempati posisi produsen kopi keempat terbesar setelah Brazil, Vietnam, dan
Colombia. hal ini menjadi peluang besar bagi negara Indonesia untuk menjadi salah
satu negara yang dapat menghasilkan kopi ternama di dunia
Apabila dapat mengelola dengan baik maka kopi akan menjadi salah satu
pemasok devisa untuk negara. Ekspor kopi pada dasarnya memiliki peran yang
penting dalam meningkatkan devisa negara. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi
bahwa tanaman kopi memegang peranan yang cukup penting pada segi
perekonomian nasional, salah satunya dilihat melalui segi pembiayaan dan
pembangunan dapat menjadi peluang/kesempatan kerja yang dapat digunakan untuk
kesejahteraan petani dan masyarakat umum (Marhaenanto, 2015).
Aceh salah satu dari delapan Provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia
selain Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Timur, Bali, Bengkulu dan
Toraja. Aceh terdiri dari 23 Kabupaten/Kota, adapun Kabupaten yang menghasilkan
kopi adalah Gayo Lues, Aceh Tengah dan Bener Meriah, ketiga kabupaten tersebut

1
2

berada di dataran tinggi Gayo yang pada umumnya menghasilkan kopi arabika atau
yang lebih dikenal dengan kopi gayo (Mawardi, at, all., 2021).
Kabupaten Bener Meriah memiliki sebuah peluang yang cukup besar untuk
pengembangan perkebunan kopi. Untuk dapat meningkatkan hasil produksi yang
bagus petani harus melakukan pemeliharaan yang baik salah satu caranya adalah
dengan mengurangi menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat berpengaruh pada
biji kopi tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat dari penggunaan bahan
kimia adalah penolakan ekspor ke luar negeri. Untuk dapat melakukan ekspor keluar
negeri maka kopi yang dihasilkan harus memiliki kualitas yang bagus tidak
teridentifikasi mengandung bahan-bahan kimia seperti glyposate.
Seperti yang terjadi pada beberapa waktu yang lalu pada tahun 2019 kopi
gayo ditolak melakukan ekspor ke sejumlah negara bagian Eropa hal ini diketahui
melalui penelitian laboratorium internasional yang menemukan bahwa kopi gayo
terkontaminasi mengandung zat kimia jenis glifosat atau herbisida yang berasal dari
racun rumput. Akibatnya dari tidak adanya kegiatan ekspor maka harga kopi
menurun (Serambinews.com, 2019).
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Bener Meriah
mengatakan bahwa, dengan telah diterbitkannya regulasi Uni Eropa yang
menetapkan kandungan glyphosate dalam kandungan bahan konsumsi sebesar 0,01
Mg/Kg. Oleh karena itu para petani harus membatasi dan mengurangi penggunaan
bahan kimia dalam pemeliharaan tanaman kopi, supaya kegiatan ekspor tidak lagi
terganggu dan untuk menjaga agar harga kopi tetap stabil (Tribunnews.com, 2020).
Untuk dapat melakukan ekspor keluar negeri maka kopi yang dihasilkan
harus memiliki kualitas yang bagus tidak teridentifikasi mengandung bahan-bahan
kimia seperti glyposate. Glifosat adalah suatu zat aktif herbisida untuk
mengendalikan gulma, Glifosat memiliki sifat yang sistemik yang dapat masuk ke
dalam jaringan tumbuhan melalui penyerapan oleh akar tanaman, juga dapat melalui
penetrasi stomata, dimana apabila salah satu dari bagian tanaman telah menyerap zat
kimia tersebut maka seluruh bagian dari tanaman itu mulai dari akar, batang, daun
dan juga buah akan terkontaminasi zat kimia (Jamil. 2019).
Di dalam tanah, herbisida berinteraksi dengan partikel tanah dan akar
tanaman. Herbisida yang jatuh ke tanah akan diadsorpsi oleh partikel tanah, diserap
3

akar tanaman, terdegradasi atau terbawa kedalam hingga mencapai air bawah tanah.
Efek dari herbisida tersebut tergantung pada banyak hal, selain dari sifat herbisidanya
sendiri juga pada sifat-sifat tanah seperti kadar liat, pori tanah maupun sifat kimia
dan fisik tanah. Disamping itu, karakteristik lingkungan terutama iklim dan curah
hujan sangat menentukan.
Penggunaan herbisida secara terus menerus dapat berakibat negatif bagi
lingkungan seperti pencemaran lingkungan, polusi sumber-sumber air dan kerusakan
tanah serta resistensi terhadap tanaman yang dibudidayakan dan gulma (Kurniadie,
D. 2010). Lebih lanjut Rahman, at. all., (2011) Herbisida juga mengakibatkan
tertinggalnya residu sehingga mengakibatkan keracunan pada organisme non target
dan mempengaruhi aktifitas biota tanah dan tertinggalnya residu herbisida pada
produk pertanian (Purba, 2009).
Di dalam tanah, herbisida tidak mudah terdegradasi dan terakumulasi dengan
mengikat kation tanah. Persistensi dan akumulasi herbisida di dalam tanah tergantung
pada komposisi tanah, kondisi iklim dan aktivitas mikroba. Proses tersebut terjadi
pada meristem akar di dalam tanah terbukti secara signifikan mengurangi
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman dalam menyerap nutrisi. Gangguan
terhadap serapan nutrisi pada akar, juga mempengaruhi kemampuan alami tanaman
dalam mengimbangi kekurangan nutrisi dalam jumlah sedikit.
Herbisida dapat mengurangi serapan unsur hara melalui toksisitasnya
terhadap mikroorganisme tanah yang berperan penting dalam meningkatkan
ketersediaan nutrisi melalui proses mineralisasi dan simbiosis. Glifosat berfungsi
sebagai pengikat mineral-mineral logam yang berspektrum luas dan menghentikan
kofaktor mineral logam tertentu (Cu, Fe, Mn, Ni, Zn) yang diperlukan untuk aktivitas
enzim (Huber 2010a; Huber 2010b; Helander et al. 2012).
Herbisida yang teradsorpsi ke tanah liat dan bahan organik, akan
memperlambat degradasinya oleh mikroorganisme tanah dan menyebabkan
akumulasi di tanah seiring waktu Oktavia, (2015). Dalam penelitian Wardoyo (2001),
pergerakan herbisida di dalam tanah pada tanah yang mengandung kadar liat yang
cukup besar akan cenderung menahan residu di lapisan atas karena dijerap kuat oleh
mineral liat. Watts (2009) menyatakan herbisida relatif persisten dengan residu yang
4

dapat bertahan sampai 3 tahun di dalam tanah dan jangka waktunya dipengaruhi oleh
dosis yang digunakan, faktor iklim dan jenis tanah (Inayati, 2012).
Dengan latar belakang tersebut maka perlu pengkajian penggunaan herbisida
memiliki efek samping yaitu resistensi terhadap tanaman yang dibudidayakan dan
gulma serta meninggalkan residu pada lahan/tanah yang pengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman kopi.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat rumuskan permasalahan :
1. Pemakaian herbisida secara terus-menerus dalam waktu yang lama walaupun
dosis sesuain dengan yang anjuran untuk mengendalikan gulma tetap
menyebabkan dampak negatif seperti, meracuni tanaman, organisme non target
juga mengalami keracunan serta berpotensi menyebabkan pencemaran
lingkungan.
2. Herbisida memiliki efek samping yaitu resistensi terhadapat gulma dan tanaman
itu sediri dan residu yang tertingal di dalam tanah dapat menyebabkan keracunan
pada tanaman utama, atau dapat menyebabkan pencemaran ke sumber air
terdekat. Herbisida yang jatuh ke tanah akan di deportasi oleh partikel tanah,
diserap akar tanaman, terdegradasi atau terbawa kedalam hingga mencapai air
bawah tanah yang mengakibatkan rusaknya sifat biologi, kimia dan fisik tanah
yang akhrinya ikut diserap oleh tanaman kopi dan tersimpan di bijinya.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui peta penyebaran tingkat resistensi dari pemakaian herbisida pada
tanaman kopi di Kabupaten Bener Meriah
2. Mengetahui peta penyebaran resedu dari pemakaian herbisida pada tanaman
kopi yang tinggal dalam tanah akibat pemakain herbisida di Kab. Bener
Meriah.
3. Mengetahui tingkat keseburan dan tingkat kerusakan tanah akibat pemakain
herbisida di Kab. Bener Meriah.
5

1.4. Manfaat Penelitian


Adapun hasil Penelitian diharapkan:
1. Tersediannya peta penyebaran tanaman kopi yang bebas dari pemakaian
herbisida di Kabupaten Bener Meriah
2. Hasil penelitian ini dapat berkontribusi bagi akademisi, peneliti, masyarakat
petani, praktisi dan pemerintah dalam pemakain herbisida.
3. Sebagai referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan potensi dan penerapan herbisida, sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan kajian lebih lanjut.

1.5. Kerangka Pemikiran


Permasalahan yang timbul adalah adanya dugaan kopi gayo terkontaminasi
mengandung zat kimia jenis glifosat atau herbisida yang berasal dari racun rumput
hal ini menyebabkan kopi gayo ditolak dipasar dunia khususnya di pasar Eropa. Hal
ini dikarenakan efek dari pemakain herbisida secara terus menerus dan dosis yang
kurang tepat mengakibat tertinggal resedu didalam tanah atau resedua yang terbawa
oleh air yang mengakibatkan tanaman terkontaminasi oleh zat kimia jenis glifosat
disamping itu juga rumput dan tanaman induk menjadi resisten terhadap herbisida.

Penggunaan herbisida berdampak negatif bagi ekosistem

Penggunaan herbisida berdampak negatif bagi ekosistem

resistensi resedu

Path Analisis dan Anova

Peta penyebaran
6

Gambar 1. Bagan Alur Pemikiran


1.6. Hipotesis
HO : Pemakaian herbisida tidak berpengaruh terhadap Resistensi dan Residu pada
biji kopi dan tingkat kesuburan tanah.
H1 : Pemakaian herbisida berpengaruh terhadap Resistensi dan Residu pada biji
dan tingkat kesuburan tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kopi


Kopi merupakan salah satu minuman yang paling terkenal di kalangan
masyarakat. Kopi digemari karena memiliki citarasa dan aroma yang khas. Tanaman
kopi termasuk dalam Kingdom Plantae, Sub kingdom Tracheobionta, Super divisi
Spermatophyta, Divisi Magnoliophyta, Class Magnoliopsida/Dicotyledons, Sub class
Asteridae, Ordo Rubiales, Famili Rubiaceae, Genus Coffea, Spesies Coffea arabica L
(USDA, 2002). Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon dan
termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea (Budiman, 2018).
Tanaman kopi terdiri dari jenis Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea
liberica (Alnopri, at all., 2009). Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara
beriklim tropis atau subtropis. Kopi Arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di
atas permukaan laut. Idealnya ditanaam pada ketinggian 1.200-1.950 meter. Pohon
kopi arabika berbentuk perdu, namun bila tidak dipangkas ketinggiannya bisa
mencapai 6 meter bila kondisi lingkungannya baik.
Vionita, S. (2020) lebih lanjut menambahkan tanaman kopi arabika memilki
akar tunggang yang memiliki panjang ±45-50 cm. Pada akar tunggang ini terdapat
empat sampai delapan akar samping yang menurun kebawah sepanjang 2-3 meter
(akar vertical aksial). Selain itu, banyak akar samping (akar lateral) juga yang
tumbuh secara horizontal yang memiliki panjang 2 meter berada pada kedalaman 30
cm dan bercabang merata masuk kedalam tanah. Didalam tanah yang sejuk dan
lembab, dibawah permukaan tanah, akar cabang tadi bisa berkembang lebih baik,
sedang di dalam tanah yang kering dan panas, akar akan berkembang ke bawah
(Budiman, 2018).
Daun kopi arabika berwarna hijau gelap dengan lapisan lilin mengkilap yang
berukuran relatif kecil dibanding jenis kopi lainnya, panjangnya 10-15 cm dan
lebarnya 4-6 cm yang berbentuk oval atau lonjong. Pertulangan daun menyirip, dan
memiliki satu pertulangan terbentang dari pangkal ujung hingga terusan dari tangkai
daun. Selain itu daun juga tampak mengkilap tergantung dengan spesiesnya (Najiyati dan
Danarti, 2012).

7
8

Kopi arabika akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun yang keluar dari
ketiak daun yang terletek pada batang utama atau cabang reproduksi yang terletak
pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup – kuncup sekunder dan
reproduktif yang berubah fungsi menjadi kuncup bunga kemudian berkembang
menjadi bunga secara secara serempak dan bergerombolan (Subandi, 2011).
Bunga kopi arabika memiliki Mahkota yang berukuran kecil, kelopak bunga
berwarna hijau, dan pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal
biji. Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5-7 tangkai yang berukuran pendek,
proses penyerbukan bisa terjadi antara bungan dalam satu pohon. Lamanya
perkembangan buah sejak berbunga hingga siap panen berkisar 7-9 bulan (Budiman,
2018).
Buah tanaman kopi arabika sebaiknya dipanen sebelum buah rontok ke tanah
karena jika sudah menyerap bau bauan yang ada di tanah, mutunya turun . Buah
tanaman kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian yaitu
lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (meksokarp), dan lapisan kulit tanduk
(endokarp) yang tipis dan keras. Buah kopi menghsilkan dua butir biji tetapi ada juga
yang tidak menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir biji. Biji kopi terdiri
atas kulit biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi terbentuk bulat telur, bertekstur
keras, berwarna kotor dan bulat telur (Najiyati dan Danarti, 2012).
Umumnya, Taryana, at all., (2019) menambahkan kondisi tanah di dataran
tinggi memiliki kandungan organik yang cukup banyak dan tidak terlalu banyak
terkontaminasi polusi udara. Tanaman kopi sebaiknya ditanam di tanah yang memiliki
kandungan hara dan organik yang tinggi. Rata-rata pH tanah yang dianjurkan 5-7. Jika
pH tanah terlalu asam, tambahkan pupuk Ca(PO) 2 atau Ca(PO3)2 (kapur atau dolomit).
Sementara itu, untuk menurunkan pH tanah dari basa ke asam, tambahkan urea dengan
periksa keasaman tanah dengan pH meter (Subandi, 2011).
Curah hujan mempengaruhi pembentukan bunga hingga menjadi buah. Untuk
arabika, jumlah curah hujan yang masih bisa ditolerir sekitar 1.000-1.500 mm/tahun.
Penanaman atau pembangunan perkebunan kopi di suatu daerah perlu melihat data
klimatologi daerah tersebut selama 5 tahun terakhir. Daerah yang berada di atas
ketinggian 1.000 meter dpl dan memiliki curah hujan yang baik umumnya justru
memiliki musim kering relatif pendek. Sebaliknya, tanaman kopi membutuhkan musim
9

kering yang agak panjang untuk memperoleh produksi yang optimal (Najiyati dan
Danarti, 2012).
Selain curah hujan, lingkungan memegang peranan penting untuk pembentukan
bunga menjadi buah. Kopi arabika mampu beradaptasi dengan suhu rata-rata 16-22̊ C.
Suhu harian rata-rata yang dibutuhkan tanaman kopi arabika berkisar 15-24°C
dengan curah hujan 1.200-2.200 mm per tahun. Suhu tumbuh optimalnya adalah 18-
26°C. dengan ketinggian tempat untuk perkebunan kopi arabika sekitar 1.000-2.100
meter dpl. (Alnopri, at all., 2009).

2.2. Glifosat
Salah satu bahan aktif herbisida adalah Glifosat (N- (phosphonomethyl)
glycine) yang banyak digunakan dilahan perkebunan. Penggunaan herbisida dengan
dosis besar dan terus menerus akan menimbulkan beberapa kerugian, residu herbisida
akan terakumulasi pada produk-produk pertanian, pencemaran pada lingkungan
pertanian (air, udara dan tanah), keracunan pada hewan, keracunan pada manusia
baik akut maupun kronis yang berdampak pada kematian.
Glifosat merupakan herbisida non selektif, sistemik dan purna tumbuh yang
babnyak digunakan pada lahan pertanian. Glifosat dengan nama kimia N-
(Phosphonomethyl) glicine merupaka asam organik lemah, bersifat polar sehingga
mudah larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut non polar seperti aseton, etanol
dan benzena (Christina et al., 2019).
Glifosat sebagai bahan aktif herbisisda mempunyai spectrum yang luas dalam
mengendalikan gulma (Abdul rachman et al., 1994) Herbisida ini efektif untuk
mengendalikan gulma tahunan dan setahun yang berakar dalam. Daya bunuh glifosat
lambat, tetapi hasil semprotan mudah ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya
sehingga daya bunuhnya lebih pasti. Glifosat diserap tumbuhan melalui daun
(kutikula), selajutnya disebarkan ke seluruh bagian tanaman.Translokasi herbisida
glifosat dalam tubuh tumbuhan umumnya melalui simplas, sehingga terjadi
akumulasi dibawah jaringan daun-daun muda dan jaringanmeristem, sebagian
tumbuhan melewati translokasi apoplas.
Cara kerjanya yaitu sebagi penghambat sintesis protein dan metabolisme
asam amino. Rumus bangun senyawa lifosat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
10

Gambar 2. Struktur Kimia Glifosat (Faria et al., 2018).

Faria et al., 2018, menambahkan mekanisme kerja glifosat untuk mematikan


gulma adalah dengan menghambat aktifitas enzin EPSP (5-enolpyruvyshikimat –3 –
phospate) syntase, EPSP dhasilkan dari shiikat – 3 – phospate atau
phospoenolpyruvate pada jalur asam shikimat. Enzim EPSP berperan dalam
biosintesa asam-asam amino tryptofan, phenilalanine dan tyrosine. Kehadiran
glifosat menghambat kegiatan tersebut sehingga terjadi penipisan asam-asam amino
tersebut yang dibutuhkan dalam sintesi protein pada jalur sintesis untuk pertumbuhan
(Christina et al., 2019).
Gejala klorosis pada daun muda dan titik tumbuh diikuti dengan nekrosis
terjadi pada 4 -7 hari setelah aplikasi herbisida glifosat (jenis rumputan mempunyai
sifat rentan yang tinggi) dan species yang kurang rentan terlihat nekrosisi pada hari
ke 10 – 20 setelah aplikasi herbisada glifosat. Species tumbuhan tertentu menunjukan
gejala keracunan pada daun menjadi warna merah keunguan, sedangkan spesies
tumbuhan hutan dan vegetasi tahunan lalinnya menyebabkan tunas menjadi cacat,
berwarna keputihan dan terjadi pelipat gandaan tunas-tunas (Faria et al., 2018).

2.3. Resistensi Herbisida terhadap Tanaman Kopi


Penerapan herbisida yang dilakukan secara terus-menerus dapat
menyebabkan dampak negatif, antara lain: memicu efek samping pada spesies gulma
resisten terpapar polusi residu dan meracuni tanaman, organisme non target
mengalami keracunan, kerusakan pada permukaan tanah dan sumber-sumber air
mengalami pencemaran (Sugi Purwanta, dkk 2015). Jika gulma tersebut sudah
resisten maka lebih sulit untuk dikendalikan (Purba, 2009).
11

Menurut Knezavic et al., (2017) menyatakan bahwa gulma resisten herbisida


merupakan spesies gulma yang memiliki kemampuan berkembang untuk bertahan
hidup setelah dikendalikan menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida yang sama
secara intensif dan terus menerus selama beberapa dekade terakhir akan
menghasilkan evolusi gulma resisten herbisida. Perubahan itu biasanya dalam bentuk
mutasi gen atau perubahan dalam metabolism tumbuhan yang menyebabkan
resistensi terhadap herbisida tertentu atau group herbisida dari mode of action yang
sama.
Terdapat 3 level resistensi herbisida, yaitu : (1) resistensi tunggal terjadi
ketika gulma resisten hanya satu group herbisida dan/atau satu mode of action
(misalnya resisten terhadap glifosat), (2) resistensi silang terjadi ketika gulma
resisten terhadap satu atau lebih group herbisida dengan mode of action yang sama
(misalnya resisten terhadap herbisida sulfonylurea dan imidazolinone, keduanya
termasuk dalam mode of action ALS), (3) resistensi ganda terjadi ketika gulma
resisten terhadap lebih dari dua group herbisida dan lebih dari dua mode of action
herbisida (misalnya resisten terhadap Pursuit (ALS) dan Roundup (glifosat)
(Tampubolon dan Purba, 2018a).
Hal ini sesuai dengan penelitian Chun et all. (2015), yang menyatakan bahwa
enzim EPSPS pada biotipe E. indica resisten-glifosat yang berasal dari Cina Selatan
dengan cepat merespon herbisida glifosat pada 12 jam setelah terpapar glifosat.
Ekspresi mRNA dan protein dari biotipe E. indica resisten-glifosat meningkat secara
konstan seiring meningkatnya konsentrasi glifosat. Selain itu, Chun et all. (2015)
yang menyatakan bahwa pada daun biotipe E. indica resisten-glifosat yang berasal
dari Chengdu dan Guangzhou, China mengalami penurunan kandungan klorofil
dengan jumlah yang sedikit.
Penelitian Molin et all. (2013) menyatakan bahwa peningkatan kadar asam
shikimat pada daun E. indica terpapar glifosat mengindikasi terjadi peningkatan
resistensi lima hingga delapan kali dibandingkan populasi sensitif yang berasal dar i
Washington County, Mississippi. Penelitian Tampubolon and Purba, (2018b) juga
melaporkan populasi E. indica yang berasal dari perkebunan kelapa sawit di
Kabupaten Langkat sudah resisten-glifosat pada dosis 720 g b.a.ha-1 sebesar 42,11%.
Penelitian Tampubolon et al. (2018) juga melaporkan populasi E. indica yang berasal
12

dari perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Serdang Bedagai sudah resisten-glifosat


pada dosis 720 g b.a.ha-1 sebesar 89,36% pada Tahun 2017

2.4. Resedu Herbisida Pada Tanah dan Tanaman Kopi


Herbisida merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem budidaya seperti
meningkatkan Indek Pertanaman, membantu persiapan lahan dalam skala luas,
menghemat biaya produksi dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani
(Irianto dan Johannis, 2011). Penggunaan herbisida yang meningkat secara signifikan
akhir-akhir ini tidak lepas dari usaha memenuhi permintaan akan pangan, pakan, dan
energi terutama biji-bijian.
Herbisida yang disemprotkan secara terus menerus akan meninggalkan residu
pada tanaman. Salah satunya, residu yang tertingal di dalam tanah dapat
menyebabkan keracunan pada tanaman utama, atau dapat menyebabkan pencemaran
ke sumber air terdekat (Botta et al., 2009). Di dalam tanah, herbisida berinteraksi
dengan partikel tanah dan akar tanaman. Herbisida yang jatuh ke tanah akan
diadsorpsi oleh partikel tanah, diserap akar tanaman, terdegradasi atau terbawa
kedalam hingga mencapai air bawah tanah.
Glifosat merupakan salah satu bahan aktif herbisida bersifat sistemik dan non-
selektif terhadap pengendalian gulma yang paling banyak digunakan oleh petani
terutama dalam budidaya secara berulang-ulang dalam periode yang lama dengan
dosis besar pada suatu areal dapat kemungkinan menimbulkan beberapa kerugian,
antara lain residu herbisida akan terakumulasi pada produk-produk pertanian,
pencemaran pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada
hewan, keracunan pada manusia yang berdampak buruk terhadap kesehatan (Purba,
2009).
Dalam aplikasi di lapangan, tidak semua herbisida mengenai sasaran, kurang
lebih hanya 20% herbisida yang mengenai sasaran, sedangkan 8% lainnya jatuh,
terakumulasi dan meninggalkan residu di dalam tanah dan sekitar 78% yang tepat
mengenai sasaran. Akumulasi tersebut mengakibatkan terjadinya pencemaran pada
lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun dari bahan
pestisida ini dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia (Srikandi, 2010).
13

Sifat glifosat yang sistemik dan non-selektif serta kemungkinan adanya residu
pada tanah, diduga dapat menyebabkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
terganggu, Hal ini disebabkan karena glifosat yang terjerap oleh liat sudah melebihi
kapasitas serapan glifosat, sehingga glifosat aktif didalam larutan tanah meningkat
dan akhirnya diserap oleh tanaman jagung (Wardoyo, 2001).
Srikandi, 2010 melaporkan hasil penelitianya bahwa hasil pengujian residu
herbisida pada biji kering jagung pipil jagung menunjukkan bahwa pada setiap petak
penelitian mengandung residu herbisida glifosat baik itu pada perlakuan kontrol
maupun yang lain kemungkinan disebabkan adanya aliran air hujan di lahan
penelitian. Pola distribusi residu glifosat didalam tanah tidak lepas dari pengaruh
curah hujan, sifat fisik, sifat kimia, dan lingkungan termasuk vegetasi gulma sebelum
dan setelah perlakuan serta tanamannya sendiri. Semakin tinggi curah hujan, maka
peluang daerah lain terpapar residu glifosat semakin besar (Wardoyo et al., 2001).
Konsentrasi residu herbisida yang terdapat pada petak kontrol dapat terjadi karena
tanah pada petakan tersebut berinteraksi dengan petakan lain yang diberi perlakuan
dosis. Interaksi yang dimaksud diduga berasal dari adanya aliran permukaan (run off)
yang terjadi akibat adanya aliran air yang berasal dari air hujan atau irigasi (Inayati
2012).
Lebih lanjut Oktavia, (2015), melaporkan bahwa hasil analisis residu
herbisida glifosat menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan terdapat residu glifosat.
Pada perlakuan kontrol, adanya residu glifosat diduga akibat aliran air permukaan.
Semakin tinggi dosis herbisida yang diberikan maka semakin tinggi pula residu
glifosat pada jagung pipil, hasil ini seperti penelitian Inayati (2012) yang
menunjukkan bahwa peningkatan dosis herbisida sodium bispiribak menghasilkan
peningkatan residu pada tanah, tanaman dan hasil padi.
Oktavia (2015), juga menyampaikan hasil penelitianya glifosat yang
terkandung pada sampel tanah, jerami dan beras membuktikan bahwa penggunaan
glifosat secara intensif dapat menimbulkan dampak negatif terhadap aktivitas
mikroba tanah, ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit dan residu yang
terbawa di dalam tanaman. Tingginya konsentrasi glifosat di dalam beras diduga
bahan aktif glifosat ikut pada saat teradinya translokasi hara yang dibutuhan selama
fase generatif tanamanan.
14

Kandungan residu glifosat paling tinggi ditemukan pada sampel beras


perlakuan G3 (4.5 l ha-1) sebesar 0.272 mg kg-1, nilai tersebut di atas ambang batas
maksimum residu yang telah ditetapkan oleh pemerintah yakni sebesar 0.1 mg kg-1.
Residu glifosat yang terdapat di dalam makanan tidak dalam batas aman apabila
dikonsumsi setiap hari dan dapat menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan
manusia (Nazmatullaila, 2015).
Watts (2009) menyatakan glifosat relatif persisten dengan residu yang dapat
bertahan sampai 3 tahun di dalam tanah. Hal tersebut membuktikan bahwa dosis di
atas 3 l ha-1 mengakibatkan residu lebih besar di dalam tanah. Sejalan dengan
penelitian Bergstrom et al. (2011) membuktikan bahwa 59% glifosat yang diap-
likasikan tetap bertahan selama 2 tahun di tanah liat, residu glifosat dan AMPA
terbatas pada 12 inci bagian atas tanah (top soil).
Tingkat residu herbisida di lingkungan dipengaruhi oleh berbagai faktor,
seperti suhu lingkungan, kelarutannya dalam air, serta penyerapan oleh koloid dan
bahan organik tanah. Fate dari herbisida tersebut tergantung pada banyak hal, selain
dari sifat herbisidanya sendiri juga pada sifat-sifat tanah seperti kadar liat, pori tanah
maupun sifat kimia dan fisik tanah. Disamping itu, karakteristik lingkungan terutama
iklim dan curah hujan sangat menentukan. Keberadaan residu herbisida di dalam
tanah perlu diperhatikan dalam praktek pertanian dalam kaitannya dengan upaya
pemeliharaan lingkungan (Inayati 2012).
Di dalam tanah, glifosat tidak mudah terdegradasi dan terakumulasi dengan
mengikat kation tanah. Persistensi dan akumulasi glifosat di dalam tanah tergantung
pada komposisi tanah, kondisi iklim dan aktivitas mikroba. Proses tersebut terjadi
pada meristem akar di dalam tanah terbukti secara signifikan mengurangi
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman dalam menyerap nutrisi. Gangguan
terhadap serapan nutrisi pada akar, juga mempengaruhi kemampuan alami tanaman
dalam mengimbangi kekurangan nutrisi dalam jumlah sedikit (Nazmatullaila, 2015).
Glifosat dapat mengurangi ketersediaan unsur hara dan serapan unsur hara
melalui toksisitasnya terhadap mikroorganisme tanah yang berperan penting dalam
meningkatkan ketersediaan nutrisi melalui proses mineralisasi dan simbiosis untuk
penyerapan unsur hara bagi tanaman. Glifosat berfungsi sebagai pengikat mineral-
mineral logam yang berspektrum luas dan menghentikan kofaktor mineral logam
15

tertentu (Cu, Fe, Mn, Ni, Zn) yang diperlukan untuk aktivitas enzim (Huber 2010,
Helander et., all, 2012).
Penelitian tentang glifosat di dalam tanah telah beberapa kali dilakukan
(Wardoyo, 2001; Albers et al., 2009) yang antara lain menunjukkan bahwa distribusi
glifosat di dalam tanah sangat ditentukan oleh tekstur tanah, terutama kadar liatnya.
Residu glifosat dapat mengubah beberapa sifat tanah (sifat kimia, biologi dan fisika),
semakin tinggi penambahan dosis glifosat, residu glifosat berpengaruh meningkatkan
P tersedia, dan menurunkan Fe tersedia, total mikrooeganisme, bakteri rhizobium dan
mikroorganisme pelatur P pada ketiga jenis tanah yaitu kelas tekstur tanah berpasir,
lempung dan liat pada kolom tanah di rumah kaca (nurjanah, 2003).
Nazmatullaila, (2015) menjelaskan bahwa tingginya dosis herbisida akan
menyebabkan tingginya konsentrasi herbisida dalam tanah. Konsentrasi aktif
herbisida dalam tanah sangat ditentukan oleh dosis herbisida, jenis herbisida dan
dosis kompos (kandungan C-organik tanah). Semakin tinggi dosis semakin tinggi
konsentrasi herbisida dalam tanah, tanah yang kandungan bahan organik rendah
(tanpa pemberian kompos) menghasilkan konsentrasi aktif herbisida lebih lama
dibandingkan dengan tanah yang diberikan bahan organik (Baidhawi, 2014).
Herbisida yang tidak persisten bisa diuraikan (didekomposisi) dialam menjadi
senyawa yang tidak berbahaya (detoksifikasi). Penguraian bisa berlangsung secara
kimia (fotolisis, hidrolisis) atau secara biologis oleh mikroorganisme secara hayati
namun penguraiannya membutuhkan waktu tergantung bahan organik tersebut serta
kondisi lingkungan (Djojosumarto, 2008).

2.5. Dampak pemakaian herbisida terhadap Kualitas Tanah


Pengukuran kualitas tanah di bidang pertanian hendaknya tidak hanya
terbatas pada tujuan produktivitas, sebab ternyata penekanan pada produktivitas
mengakibatkan degradasi tanah. Pada umumnya, hasil panen dipengaruhi oleh
banyak faktor yang tidak terkait dengan kualitas tanah. Kualitas tanah juga dianggap
sebagai unsur kunci pertanian berkelanjutan (Helling, 2010).
Kualitas tanah memadukan unsur fisik, kimia, dan biologi tanah beserta
interaksinya. Agar tanah dapat berkemampuan efektif, ketiga komponen tersebut
harus disertakan. Semua parameter tidak mempunyai keterkaitan yang sama pada
16

semua tanah dan pada semua kedalaman. Suatu satuan data minimum sifat tanah atau
indikator dari masing-masing ketiga unsur tanah dipilih berdasarkan kemampuannya
sebagai tanda berfungsinya kapasitas tanah pada suatu penggunaan lahan khusus,
iklim, dan jenis tanah Rahman, at all., 2011).
Bahan organik tanah merupakan indikator dari kualitas tanah, karena
merupakan sumber dari unsur hara esensial dan memegang peranan penting untuk
kestabilan agregat, kapasitas memegang air dan struktur tanah. Oleh karena itu,
bahan organik tanah erat kaitannya dengan kondisi tanah baik secara fisik, kimia, dan
biologis yang selanjutnya turut menentukan produktivitas suatu lahan Chowdhury at
all., 2008).
Bahan organik tanah sangat penting, tetapi hingga kini belum ada informasi
pengelolaan kualitas bahan organik tanah secara ekplisit dan mendasar. Salah satu
penyebabnya adalah belum adanya nilai atau ukuran kualitas bahan organik tanah
secara kualitatif yang dapat mencerminkan bioaktivitas tanah sekaligus merupakan
refleksi dari tingkat kesuburan tanah (Watts, 2009) .
Penilaian kualitas tanah dapat melalui penggunaan sifat tanah kunci atau
indikator yang menggambarkan proses penting tanah. Selain itu juga, penilaiannnya
dengan mengukur suatu perubahan fungsi tanah sebagai tanggapan atas pengelolaan,
dalam konteks peruntukan tanah, sifat-sifat bawaan dan pengaruh lingkungan seperti
hujan dan suhu (Inayati (2012). Menurut Helling (2010) Pada penilaian atau
interpretasi kualitas tanah harus mempertimbangkan proses evaluasi sumber daya
lahan berdasar fungsinya dan perubahan fungsi tanah sebagai tanggapan alami
khusus atau cekaman dan juga praktek pengelolaan. Lima fungsi tanah yaitu :
1. Menopang aktivitas biologi, keanekaragaman, dan produktivitas;
2. Mengatur dan memisahkan air dari larutan;
3. Menyaring, menyangga, mendegradasi, imobilisasi dan mendetoksifikasi bahan-
bahan organik dan anorganik, termasuk hasil samping industri dan kota serta
endapan atmosfer;
4. Menyimpan dan mendaur hara dan unsur-unsur lain dalam biosfer bumi;serta
Dampak negatif dari ketidakmampuan tanah untuk memenuhi fungsinya
adalah terganggunya kualitas tanah sehingga menimbulkan bertambah luasnya lahan
kritis, menurunnya produktivitas tanah dan pencemaran lingkungan. Dampak
17

tersebut membuat kita untuk mencari indikator dari segi tanah yang dapat digunakan
untuk memonitor perubahan kualitas tanah agar tetap memenuhi fungsinya.
Penurunan kualitas tanah akan memberikan kontribusi yang besar akan bertambah
buruknya kualitas lingkungan secara umum (Djojosumarto, 2008).
Kandungan bahan organik tanah telah terbukti berperan sebagai kunci utama
dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan
organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume
tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi
tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meningkatkan kemampuan tanah memegang
air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air
hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Huber 2010, Helander et., all,
2012).
Bahan organik mampu memperbaiki sifat kimia tanah seperti menurunkan
pH tanah, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk kelat komplek,
meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan sebagai sumber hara bagi tanaman.
Dari sifat biologi tanah, bahan organik tanah mampu mengikat butir-butir partikel
membentuk agregat dari benang hyphae terutama dari jamur mycorrhiza dan hasil
eskresi tumbuhan dan hewan lainnya (Djojosumarto, 2008).
Tingkat persistensi herbisida dalam tanah setelah aplikasi merupakan faktor
yang sangat penting untuk dijadikan masukan ketika menilai kemampuan suatu
herbisida dalam mengendalikan gulma (Afful et al., 2008). Untuk itu diperlukan
informasi tentang durasi fitoxisitas dan persistensi suatu herbisida pada tanah yang
berbeda kandungan bahan organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
persistensi herbisida metolachlor dengan berbagai dosis pada tanah yang berbeda
kandungan bahan organik.

2.6 Gulma Pada Pertanaman Kopi


Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia baik
dari segi ekonomi, ekologis, kesehatan maupun estetika. Kehadiran gulma selama
proses budidaya tidak selalu berkonotasi dengan kemampuan gulma berkompetisi
dengan tanaman dalam memperebutkan sarana tumbuh, seperti hara, air, cahaya,
maupun ruang tumbuh, tetapi gulma juga dapat merugikan petani atau perusahaan
18

agribisnis dengan cara menurunkan kualitas produk pertanian dan mengganggu


proses produksi (Pujisiswanto, 2012).
Gulma yang dominan pada tanaman kopi antara lain alang-alang
(Imperata cylindrica), grinting (Cynodon dactylon), Ottochloa nodusa dari
golongan rumput-rumputan, Cyperus rotundus, Cyperus kyllingia dari golongan
teki, dan Mikania micrantha dari golongan berdaun lebar. Gulma penting pada
pertanaman kopi menurut Tim Dosen IPB (2011) antara lain Imperata cylindrica,
Mikania micrantha, Chromolaena odorata, Mimosa pudica, Borreria alata,
Setaria plicata, Ageratum conyzoides. Dengan adanya gulma disekitar tanaman kopi
dapat menurunkan produksi. Oleh karena itu, agar diperoleh tanaman kopi produksi
tinggi di perlukan tindakan pengendalian gulma.

A. Golongan Gulma Menurut sembodo (2010) klasifikasi atau penggolongan gulma


di perlukan untuk mengenali atau mengidentifikasi gulma. Berikut ini di uraikam
tentang penggolongan gulma berdasarkan aspek tertentu.
1. Gulma Berdasarkan Morfologi.
Menurut Thirso (1994) berdasarkan morfologinya gulma dapat dibedakan
atas golongan rerumputan (Grassses), golonga teki (Sedges), golongan berdaun
lebar (Broad-Leaved) dan golongan pakis/pakuan (fem).
A. Golongan Rerumputan
Rerumputan mencakup jenis gulma yang termasuk ke dalam famili
Granmine. Selain merupakan komponen terbesar dari seluruh populasi
gulma, famili ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, distribusinya
amat luas dan mampu tumbuh pada lahan kering maupun tergenang. Gulma
yang tergolong rerumputan diantaranya ilalang (Imperata cylindrica),
pahit/pahitan (Axonupus compresus), belulang (Eluisine indica), jajagoan
(Echinochloa crusgall), lempuyangan atau jajahean ( Panicum repens),dan
lain-lain.
B. Golongan Teki-tekian.
Gulma teki meliputi semua jenis gulma yang termasuk ke dalam famili
Cypereceae. Golongan teki terdiri atas ± 4000 spesies. Contoh gulma yang
termasuk dalam golongan ini adalah : Teki (cyperus rotundus), wingi
19

(Scripus grossus), jekeng (Cyperus iria), babawangan (Eriocaulancinerum),


rumput knop (Cyperus kylingia), dan lain-lain.
C. Golongan Berdaun Lebar.
Gulma golongan berdaun lebar meliputi semua jenis gulma selain famili
Gramineae dan Cyperaceae. Gulma berdaun lebar umumnya terdiri dari
golongan Dycotelodoneae. Ciri umum gulma berdaun lebar ini adalah
ukuran daunnya lebar, tulang daun berbentuk jaringan dan terdapat tunas-tunas
tambahan pada setiap ketiak daun. Contoh gulma berdaun lebar antara
lain: bayam duri (Amaranthus spinosus), babandotan atau wedusan (Ageratum
conyzoides), saliara (Lantana camara), Kremah (Alternanthera philoxeroides),
genjer (limnocharis flava), dan sebagainya.

D. Golongan Pakisan/pakuan(Pteridophyta/Fern)
Gulma golongan pakis meliputi semua gulma yang berasal dari keluarga
pakis-pakisan, misalnya pakis kadal (Dryopteris aridus), dan pakis kinca
(Neprolespsis biserata).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Bener Meriah yang merupakan
daerah penghasil kopi yang sangat potensial di lima kecamatan yaitu Pinto Ritme
Gayo, Bandar, Permata, Timang Gajah dan Bukit dengan mengambil sampel tanah
pada perkebunan kopi milik petani sebanyak 5 titik per kecamatan untuk dilakukan
pengujian di Laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian Universitas Malikusaleh
Lhoksemawe yang akan dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Mei 2024.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang akan digunakan dalam pengambilan sampel tanah antara lain :
cetok, kantong plastik, kamera, GPS, peta kerja, pisau bayonet, meteran, ring sampel
tanah, besi penekan, palu, plastik, kertas label dan spidol, Google Earth Pro
7.3.2.5491 (64-bit), Software ArcGIS 10.3, Oven Cawan nikel, Air suling/air bersih,
Software SPSS Ver. 22 aplikasi statistik untuk uji statistik analisis jalur (path
analysis) alat-alat untuk analisis laboratorium dan alat tulis menulis.
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian antara lain sampel tanah lahan,
alcohol 70% dan 95%, aquades steril, media Nutrient Agar (NA), alumunium foil,
plastik wrap, amplop ukuran 29 x 39 cm, kapas, tissue dan lain-lain

3.3. Metode Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Bener Meriah yang merupakan
daerah penghasil kopi yang sangat potensial. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (Purposive sampling) yaitu penentuan lokasi dengan melihat kebun
kopi yang paling luas di Kabupaten Bener Meriah. Adapun lokasi penelitian berada
di lima kecamatan yaitu Pinto Ritme Gayo, Bandar, Permata, Timang Gajah dan
Bukit. Metode penelitian dilakukan dengan beberapa tahap mulai dari tahap
persiapan, survey pendahuluan, survey utama, analisis data dan penyajian hasil

20
21

1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan studi kepustakaan,
pengurusan surat izin melakukan penelitian, informasi gambaran umum daerah
penelitian meliputi data iklim, curah hujan, suhu udara dan kelerengan lahan,
menyiapkan kuisioner wawancara dan pengumpulan peta untuk mengambarkan
titik lokasi pengambilan sampel.
2. Survey Pendahuluan
Pada tahap ini melakukan kegiatan penentuan titik lokasi penelitian, observasi
secara langsung terhadap keseluruhan lokasi penelitian agar memudahkan
melakukan pengambilan sampel tanah.
3. Survey Utama
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu pengambilan sampel tanah di lima
kecamatan yang telah ditentukan yaitu kecamatan Pinto Ritme Gayo, kecamatan
Bandar, kecamatan Permata, kecamatan Timang Gajah dan kecamatan Bukit,
setiap kecamatan diambil 5 titik sampel tanah dengan jumlah total 25 titik sampel
tanah. Pengambilan sampel tanah diambil menggunakan ring sampel dari
permukaan hingga kedalaman kurang lebih 15 cm-20 cm dengan jarak 30 cm dari
tanaman utama yaitu kopi. Pengambilan sampel tanah menggunakan metode
diagonal yaitu pada setiap lahan diambil 5 titik sampel yang kemudian
dikompositkan dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai
dengan lokasi dan tempat pengambilan tanah.

Gambar 3. Skema pengambilan sampel tanah


22

Tahap Persiapan

Penentuan Kecamatan Sebagai Sampel Peta Topografi Kabupaten Bener Meriah


Data Iklim (Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban)

Survey Pendahuluan

Penentuan Lokasi dan Titik Peletakan Kuadrat

Survey Utama

Peletakan Kuadrat Sampel di lima titik per kecamatan Pengambila Sampel metode diagonal Penomoran dan pelabelan

Pengujian di Laboratorium

Analisis Data

Laporan Penyajian Hasil Penelitian

Gambar 4. Bagan Alur Penelitian


23

Sampel tanah yang didapatkan dari lapangan kemudian dibawa ke


laboratorium dan dianalisis sehingga didapatkan tingkat resedu glifosat yang ada
dalam sampel penelitian. Tahap analisis residu adalah suatu cara yang harus
dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang komposisi residu suatu pestisida
dalam suatu contoh bahan, sehingga dapat digunakan untuk mengestimasi
komposisi residu pestisida bahan tersebut. Cara tersebut meliputi tahap
pembuatan larutan standar, tahap ekstraksi yang bertujuan untuk mendapatkan
sampel yang homogen, tahap pembersihan (clean up) bertujuan untuk
menghilangkan bahan-bahan lain yang dapat mengganggu proses analisis, tahap
penetapan, dan tahap evaluasi data (Balingtan 2007 ; Komisi Pestisida 2006).
- Tahap Pembuatan Larutan Standar
Larutan standar yang digunakan adalah larutan yang dibuat dari bahan aktif
herbisida. Jenis bahan aktif herbisida yang digunakan adalah IPA glifosat 480
g l-1 (setara dengan glifosat 356 g l-1). Kemudian dibuat larutan stok standar
dengan konsentrasi 100 ppm dan untuk larutan kerja digunakan konsentrasi
sebesar 1 ppm. Larutan standar dibuat dengan melarutkan 480 g IPA glifosat
dalam 10 ml metanol, kemudian diencerkan hingga volume larutan 100 ml
sehingga diperoleh larutan standar 100 ppm.
- Tahap Ekstraksi dan Pemurnian
Ekstraksi untuk sampel tanah dilakukan setelah sampel tanah
dikeringanginkan selama kurang lebih satu hari. Masing-masing sampel tanah
diambil sebanyak 25 g Kemudian masing-masing sampel tersebut
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan diklorometan :
aseton dengan perbandingan 1:1 sebanyak 100 ml. Ekstrak tanah kemudian
disaring dengan kertas saring ke dalam labu rotavapor, kemudian dilakukan
penguapan dengan menggunakan alat rotavapor hingga tersisa ± 50 ml.
Pada tahap pemurnian (clean up), hasil ekstrak tanah yang telah dilakukan
penguapan kemudian disaring dengan menggunakan buret yang berisi Florisil
dan Na2SO4 anhidrat. Sampel hasil pemurnian kemudian diuapkan kembali
dengan menggunakan alat rotavapor hingga dihasilkan sisa larutan di dalam
labu rotavapor ± 1 ml. Sisa larutan tersebut merupakan residu herbisida.
Dinding labu dibilas dengan metanol 60%, dan disaring ke dalam tabung
24

reaksi 10 ml menggunakan kertas saring, kemudian ditera hingga 10 ml


dengan metanol 60%.

4. Analisis data dan penyajian hasil


- Penghitungan konsentrasi residu herbisida dan batas maksimum residu
Konsentrasi residu herbisida ditentukan berdasarkan hasil rekaman yang
tercatat dalam kromatografi yaitu berupa kromatogram. Cara membaca
kromatogram tersebut yaitu dengan membandingkan data retensi waktu dan
area puncak (peak area) dari herbisida sampel yang dihasilkan dalam
kromatogram dengan nilai yang mendekati data retensi waktu dan peak area
herbisida standar. Penentuan konsentrasi residu herbisida dihitung
menggunakan rumus sesuai dengan rumus dari Komisi Pestisida (2006) :

𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢 (𝑅) = 𝐴𝑐 × 𝐾𝑠 × 𝐹𝑃⁄𝐴𝑠 × 𝐵𝑐

Keterangan :
R : Konsentrasi residu (ppm) Ac : Area contoh
As : Area standar
Ks : Konsentrasi standar (ppm) FP : Faktor Pengencer (ml)
Bc : Bobot contoh (g)
Konsentrasi residu glifosat yang dihasilkan dari perhitungan di atas
dibandingkan dengan nilai batas maksimum residu (BMR) yang ditetapkan
oleh Badan Standar Nasional Indonesia yaitu 0.1 mg kg-1 (BSN 2008).

3.4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


3.4.1. Letak Admistrasi dan Geografis
Bener Meriah terletak di Dataran Tinggi Tanoh Gayo yang merupakan hasil
dari pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah, berdasarkan undang-undang nomor 41
Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh yang
diresmikan oleh menteri dalam negeri pada 7 januari 2004 , yang Ibu Kotanya Simpang
Tiga Redelong terletak antara 4’33’50” – 4’54’50” Lintang Utara dan 96’40’75” –
97’17’50” Bujur Timur yang berbatas dengan wilayah :
1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur dan Bireuen.
2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Timur
25

3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Utara
4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Tengah
Wilayah Kabupaten Bener Meriah berupa dataran tinggi dan pegunungan
dengan seluas 1.941,61 km atau 197.271,31 Ha, secara administratif Bener Meriah
memiliki 10 kecamatan antara lain: Kecamatan Bandar, Kecamatan Bener Kelipah,
Kecamatan Bukit, Kecamatan Gajah Putih, Kecamatan Mesidah, Kecamatan
Permata, Kecamatan Pintu Rimr Gayo, Kecamatan Syiah Utama, Kecamatan Timang
Gajah, dan Kecamatan Wih Pesam.
Kabupaten Bener Meriah dikenal dengan cita rasa kopinya yang mendunia
hampir 90 % dari produksi kopi daerah Bener Meriah di Ekspor ke negara-negara,
antara lain, Amerika Serikat, Jepang, dan negara Eropa lainya. Sebagian besar
budidaya tanaman kopi berada di kecamatan Bandar dan kecamatan Permata di ikuti
oleh kecamatan Bener Kelipah, Mesidah dan kecamatan Bukit. Kopi yang dihasilkan
kopi yang mempuyai kualitas kopi yang terbaik.
Gambar 5. Peta Topografi Wilayah Bener Meriah

3.4.2. Iklim
Keadaan cuaca di kabupaten Bener Meriah di pengaruhi oleh angin musim barat
dan angin misim timur. Angin musim barat berhembus antara bulan September sampai
dengan bulan april. Angin ini mendatangkan musim penghujanan, sedangkan angin
musim timur berhembus sekitar bulan juni hingga bulan agustus. Angin ini
mendatangkan musim kemarau. Menurut data statistik tahun 2022, Rata-rata, suhu udara
terdingin ada di bulan Oktober dengan suhu 19°C dan suhu udara tertinggi ada di bulan
Maret yaltu dengan rata-rata mencapai 22,5°C. Kelembapan udara berkisar antara 90,5%
hingga 91,5%. Bulan Maret, Juni dan September adalah bulan dengan rata-rata
kelembapan udara tertinggi mencapai 91,50%. Rincian suhu dan kelembaban secara rinci
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Suhu Dan Kelembaban Udara Kabupaten Bener Meriah Tahun 2022.
Suhu Udara Kelembaban Udara
Bulan
Max Min Rata-rata Max Min Rata-rata
Januari 23 18 20 92 90 91
Februari 24 19 21,5 91 90 91
26

Maret 27 18 22,5 92 91 91,5


April 22 19 20,5 91 91 91
Mei 23 20 21,5 92 90 91
Juni 21 18 19,5 92 91 91,5
July 24 18 21 92 90 91
Agustus 26 18 22 92 90 91
September 25 19 22 92 91 91,5
Oktober 20 18 19 92 90 91
November 24 18 21 92 90 91
Desember 25 19 22 92 90 91

Sumber BPS Kabupaten Bener Meriah, 2022


Dengan kondisi iklim yang demikian akan sangat berpengaruh terhadap naik
turunnya perbedaan temperatur antara musim kemarau dengan musim penghujanan
sehingga sebagian daerah ini beriklim basah dengan rata-rata hari hujan diatas 12 hari
dalam sebulan dan curah hujan 1.785 mm pertahun. Curah hujan cenderung tinggi
mencapai 13.327 mm/tahun dengan rata-rata 1.105,60 mm/bulan (BPS kabupaten
Bener Meriah, 2022).

3.4.3. Ketinggian
Pada garis besarnya daerah ini dapat digolongkan menjadi daerah dataran
rendah ( ±200 m dari permukaan laut) dearah dataran berombak ( ±200 m sampai
dengan 900 m dari permukaan laut) merupakan peralihan antara daerah dataran
rendah dan daerah dataran tinggi. Daerah dataran tinggi (±1000 m dari permukaan
laut) merupakan kawasan daerah berbukit dan sekaligus merupakan rangkaian
gugusan dari lintasan pegunungan bukit barisan. Data ketinggian wilayah per
kecamatan di Kabupaten Bener Meriah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tinggi Wilayah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Bener Meriah


N
Kecamatan Elevasi (mdpl)
O
1 Timang gajah 900-1400
27

2 Gajah putih 900-1400


3 Pintu rime gayo 900-1550
4 Bukit 1300-1400
5 Wih pesam 800-1400
6 Bandar 1300-1400
7 Bener kelipah 1300-1400
8 Syiah utama 800-1100
9 Mesidah 900-1500
10 Permata 1200-1550
Sumber : Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Bener Meriah

3.4.4. Topografi
Bener Meriah memiliki klasifikasi kelerengan yang terbagi atas kelas
kelerengan yaitu : 0 - 8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%. Berdasarkan
gambaran klasifikasi kelerengan tersebut, wilayah Bener Meriah tampak didominasi
oleh lahan berkelerengan > 40 untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 3.
Tabel 3. Kelerengan Wilayah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Bener Meriah
N Kelerengan
Kecamatan Total
o 0 – 8o 8 – 15o 15 – 25o 25 – 40o > 40o
1 Bandar 16,01 2.624,29 1.408,20 1.233,71 5.018,34 10.300,55
2 Bener Kelipah - 739,07 607,21 555,67 767,22 2.669,17
3 Bukit 261,15 3.033,35 873,89 566,16 4.787,67 9.522,22
4 Gajah Putih - 256,07 1.089,98 1.024,88 3.570,86 5.941,79
5 Mesidah - 579,78 6.964,41 8.265,00 18.206,28 34.015,47
6 Permata - 3.855,55 3.683,96 4.639,96 7.231,62 19.414,04
7 Pintu Rime - 6.811,19 6.020,73 3.909,27 7.307,65 24.048,84
8 Gayo Utama
Syiah - 2.893,89 9.681,24 17.382,37 38.510,33 68.467,83
9 Timang Gajah - 1.439,25 2.385,53 2.716,84 3.498,58 10.040,20
10 Wih Pesam - 1.936,47 2.606,55 747,84 689,61 5.980,47
Total 277,1 24.171,91 35.321,70 41.041,70 89.588, 190.400,6
6 16
28
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rachman, S., W., Hermawan & Hartono. 1994. Sistem TOT padi sawah
dengan herbisida glifosat. Prosiding Konferensi XII HIGI, Padang, 11 – 13
Juli 1994. 217 – 221.
Afful. S, C.K. Akpabli, P.O. Yeboah & S.A. Dogbe. 2008. Comparison of two
detection methods in thin layer cromatographic analysis of some herbicides in
a coastal savana soil in ghana. West African Journal of Applied Ecology 12: 1-
7.
Albers C, Banta GT, Hansen PE, Jacobsen OS. 2009. The influence of organic matter
on sorption and fate of glyphosate in soil - Comparing different soils and
humic substances. Environmental Pollution 157 (10): 2865–70

Alnopri, A., Prasetyo, P., & Genefianti, D. (2009). Penampilan Morfologi dan
Isoenzym Peroksidase Kopi Arabika Dataran Rendah. Jurnal Akta Agrosia,
12(1), 15–20.

Badan Perencanaa dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bener Meriah, Profil


Kabupaten Bener Meriah 2017.

Badan Standarisasi Nasional, 2008. Batas maksimum residu pestisida pada hasil
pertanian. SNI 7313-2008. Jakarta.

Baidhawi. 2014. Persistensi Herbisida Metolachlor Dan Pendimethalin Pada Tanah


Berbeda Kandungan Bahan Organik Jurnal IJAS, Vol 4 (2), 52–59.

BPS Kabupaten Bener Meriah. 2022. Bener meriah dalam angka. BPS Kabupaten
Bener Meriah. Bener Meriah.

Botta F, G. Lavison, G. Couturier, F. Alliot, E. Moreau-Guigon, N. Fauchon, B.


Guery, M. Chevreuil, 2009. Transfer of glyphosate and its degradate AMPA to
surface waters through urban sewerage systems. Chemosphere 77 (1): 133–9.

29
30

Budiman, H. (2018). Prospek Budidaya Kopi Tinggi: Pedoman Peningkatan Kualitas


dan Kuantitas Perkebunan Kopi. Yogyakarta: Pers Pustaka Baru.

Budi Fatria. (2020, Oktober 25). Begini upaya pemkab bener meriah meningkatkan
produktivitas dan kualitas kopi arabika gayo. Diakses dari
https://aceh.tribunnews.com/amp/2020/10/25/begini-upaya-pemkab-bener
meriah-meningkatkan-produktivitas-dan-kualitas-kopi-arabikagayo#referrer=
https://www.google.com&csi=0

Christina G., Germen, V.M., Shaffer, R.M., Lemaan, R., Louping, Z., Shappeard,L.,
& Taiolo, E. 2019. The Evidence of human exposure to glyphosate: a review.
Environtmental Health 18:2. http://doi.org/10.1186/s12940-0180435-5.

Chun Z, F Li, H Ting-ting, Y Cai-hong, C Guo-qi and T Xing-shan. 2015.


Investigating the Mechanisms of Glyphosate Resistance in Goosegrass
(Eleusine indica) Population from South China. Journal of Integrative
Agriculture. 14 (5): 909- 918. https://doi.org/10.1016/S2095- 3119(14)60890-
X.

Chowdhury A., Pradhan S., Saha M.,· Sanyal N. (2008). Dampak Pestisida Terhadap
Parameter Mikrobiologi Tanah dan Kemungkinan Strategi Bioremediasi. J.
Microbiol. 48, 114-127.

Djojosumarto, P, 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Faria, R.R., Neto, L.R., Guerra, R.F., Fereira Junia, M.F., Oliviera G.S., & Franea,
E.F., 2018. Parameters for Glyphosate In OPLS-AA Force Field. Molecular
Simulation. 1-7.
Hasyim. (2019, Oktober 28). Bijaklah Menggunakan Herbisida di Kebun Kopi.
diakses dari https://aceh.tribunnews.com/2019/10/28/bijaklah-menggunakan-
herbisida-di-kebun- kopi
31

Helander, M., I. Saloniemi, K. Saikkonen, 2012. Glyphosate in northern ecosystems.


Trends in Plant Science, pp. 1–6. Error! Hyperlink reference not valid..

Helling, C.S. 2010. The Science of Residual Herbicide. Agricultural Research


Service. p.22.

Huber, D., 2010a. What’s new in ag chemical and crop nutri-ent interactions. Fluid
Journal (Official Journal of the Fluid Fertilizer Foundation) 18 (3), Issue #69.
http://biodynamics2024.com.au...Glyphosate-101.

Huber, D., 2010b. What’s new in ag chemical and crop nutri-ent interactions- Current
update. Proceedings Fluid Fertilizer Forum, Scottsdale, AZ February 14-16,
27. Fluid Fertilizer Foundation, Manhattan, KS.
http://www.soilcursebuster.com Huber_ at_Fluid_Fert.

Irianto, M.Y dan M.L.I. Johannis. 2011. Peranan herbisida dalam sistem olah tanah
konservasi untuk menunjang ketahanan pangan. J. Gul dan Tumb Invasif Trop
2: 62-69.

Inayati, U.H. 2012. Dampak aplikasi herbisida sodium bispiribak pada tanaman padi
sawah terhadap residunya dalam tanah dan tanaman padi (jerami dan beras).
Thesis. Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Jamil, A. S. (2019). Daya Saing Perdagangan Kopi Indonesia di Pasar Global.


Agriekonomika, 8(1), https://doi.org/10.21107/agriekonomika.v8i1.4924

Knezevic SZ, A Jhala and T Gaines. Herbicide esistance and Moleculer Aspects.
Encyclopedia of Applied Plant Sciences 2nd Edition 3: 455-458. http://
dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-394807- 6.00025-3
32

Kurniadie, D. 2010. Degradation and persistence of selected herbicides in soil. In


Soemintapura,A.H & A. Karuniawan. Proceeding the First International
Seminar of Weed Science of Indonesia. November 9-11 2010. Bandung
Indonesia.

Marhaenanto, B., Soedibyo, D. W., & Farid, M. (2015). Penentuan lama Sangrai
Kopi Terhadap Variasi Derajat Sangrai Menggunakan Model Warna Rgb Pada
Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing). Jurnal
Agroteknologi,09(02), 1–10. Error! Hyperlink reference not valid.

Mawardi, I., Hanif, H., Jennifar, J., & Safaruddin, S. (2021). Penerapan Mesin
Sortasi Dalam Upaya Efesiensi Proses Produksi Kopi Gayo Sebagai Produk
Unggulan Daerah Aceh Tengah. Jurnal Bakti Masyarakat Indonesia, 3(2),
476–485. https://doi.org/10.24912/jbmi.v3i2.9400

Molin W, A Wright and V Nandula. 2013. Glyphosate- resistant Goosegrass from


Mississippi. Agronomy. 3 (2) : 474–487. https://doi.org/10.3390/
agronomy3020474

Najiyati, S. dan Danarti. 2012. Budidaya Kopi dan Pengolahan Pasca Panen. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Nazmatullaila, S. (2015). Analisis Residu Pestisida pada tomat Menggunakan


Metode Qu Ech Ers Dengan Perlakuan Sebelum dan Setelah di Cuci. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Oktavia Noradilla Dwi. (2015). Penggunaan Pestisida dan Kandungan Residu pada
Tanah dan Buah Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) (Studi di Kelompok
Tanhi Subur Jaya Desa Mojosari Kecamatan Puger Kabupaten Jember).
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
33

Pujisiswanto, H., 2012. Kajian Daya Racun Cuka (Asem Asetat) Terhadap
Pertumbuhan Gulma pada Persiapan Lahan. Jurnal Agrin. 16(1)

Purba E. 2009. Intergrated Weed Management Pada Tanaman Biotek Resisten-


Herbisida. Makalah pada Seminar Lustrum XI Fakultas Pertanian bekerja
sama dengan Monsanto Indonesia “Tanaman Transgenik Hasil Teknologi
Canggih Rekayasa Genetik untuk Pemenuhan Kebutuhan Pangan Dunia”; 17
November 2011. Medan (ID): Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara.

Rahman, A., T.K. James, M.R. Trolove & C. Dowsett. 2011. Factors affecting the
persistence ofsome residual herbicides in maize silage fields. New Zealand
Plant Protection Society (Inc.) Available at www.nzpps.org Refer to
http://www.nzpps.org/terms_of_use.htm

Sembodo, D. R. J., 2010. Gulma dan pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.


Diakses (21 April 2020).

Sugi Purwanta, Pujo Sumantoro, 2015“Budidaya Dan Bisnis Kayu Jati”, (Jakarta:
Penebar Swadaya, h.121

Subandi, S. (2011). Budidaya Tanaman Perkebunan (Bagian Tanaman Kopi). In


Buku Budidaya Tanaman Perkebunan. Perpustakaan Nasional.
http://www.uin-sgd.net
Srikandi. 2010. Hubungan antara tingkat residu pestisida dan komunitas biota tanah
pada lahan padi sawah. Thesis. Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tampubolon K and E Purba. 2018a. Konfirmasi Resistensi Eleusine indica terhadap


Glifosat pada Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Langkat. Jurnal
Pertanian Tropika 5 (2): 276–283.
34

Tampubolon K and E Purba. 2018b. Screening Single Resistance of Eleusine indica


on Oil Palm Plantation in Padang Lawas and Tapanuli Selatan Regency
Indonesia. Jurnal Natural 18 (2): 101–106. https://doi.org/10.24815/
jn.v18i2.11223

Taryana, Y., & Sugiarti, L. (2019). Pengaruh Media Tanam Terhadap Perkecambahan
Benih Kopi Arabika ( Coffea arabica L ). Jurnal Agrosains Dan Teknologi,
4(2), 64–69.
Triharso., 1994. Dasar- dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. Diakses (21 April 2020)

Vionita, S. (2020). Identifikasi Dan Karakterisasi Morfologi Tanaman Kopi (Coffe


sp) Di Kabupaten Karo. Universitas Sumatera Utara.

Watts, M., 2009. Glyphosate. Pesticide action network Asia and Pacific. 50p.
http://www.panap.netsites ...monograph_glyphosate.p.

Wardoyo SS. 2001. Distribusi herbisida glifosat dan pengaruhnya terhadap sifat
tanah serta pertumbuhan tanaman. [Disertasi].Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Wardoyo, S.S., O. Haridjaja dan Widiatmaka. 2001. Distribusi herbisida glifosat di


dalam tanah dan pengaruhnya terhadap ciri tanah serta pertumbuhan kedelai.
J. II. Pert. Indon. 10 (2): 40-45.

KUISIONER
A. Identitas Responden
1. Nama Responden :
2. Umur Responden :
35

3. Tanggal /Waktu :
4. Alamat/Tempat Tinggal :
5. Pendidikan Terakhir :
6. Status Kepemilikan Lahan :

B. Informasi kebun Kopi Responden


1. Berapa luas lahan saat ini :
2. Berapa umur tanaman kopi saat ini :
3. Varietas apa saja yang ditanam :
4. Cara pengendalian gulma pada tanaman kopi
a. Preventif
b. Mekanis
c. Kultur Teknis
d. Biologi
e. Kimia
5. Heribida apa yang sering digunakan dalam pengendalian gulma
6. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk pengendalian gulma
7. Pada umur/fase kapan saja pengendalian menggunakan herbisida dilakukan
435
2
1

1.2.3.4.5 adalah lokasi suvrey

36

Anda mungkin juga menyukai