Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIKUM

HALAMAN JUDUL
PENATAAN LAHAN UNTUK PENGGUNAAN LAHAN
TANAMAN KARET

OLEH:
RAYU ZATDRA
NIM. 2006111573

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan LaporanPraktikum Pemetaan dan Tataguna Lahan yang berjudul

“Penataan Lahan untuk Penggunaan Lahan Tanaman Karet” dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Dr. Besri Nasrul, SP, M.

Si. sebagai dosen pengampu mata kuliah Pemetaan dan Tataguna Lahan serta

kepada Bang Selo Putra Taniran sebagai Asisten Praktikum mata kuliah Pemetaan

dan Tataguna Lahan yang telah yang telah banyak memberikan bimbingan,

petunjuk, masukan dan motivasi kepada penulis sampai menyelesaikan laporan

praktikum ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

laporan akhir praktikum ini. Oleh karena itu, Penulis mengharapakan kritikan dan

usulan untuk penyempurnaan penulisan laporan praktikum ini.

Pekanbaru, 13 Juni 2023

Rayu Zatdra
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v

I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................3

II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
2.1 Tanaman Karet...............................................................................................5
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Karet.....................................................................8

III METODOLOGI................................................................................................10
3.1 Tempat dan Waktu.......................................................................................10
3.2 Alat dan Bahan.............................................................................................10
3.3 Cara Kerja....................................................................................................10

IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................12


4.1 Gambaran Wilayah Studi.............................................................................12
4.2 Penggunaan Lahan.......................................................................................16
4.3 Tanah............................................................................................................22
4.4 Tata Guna Lahan..........................................................................................24

V KESIMPULAN..................................................................................................31
5.1 Kesimpulan..................................................................................................31
5.2 Saran.............................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Peta Wilayah Studi di Kecamatan Sinaboi........................................................12

2. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sinaboi.....................................................16

3. Peta Penggunaan Tanah di Kecamatan Sinaboi.................................................22

4. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Karet di Kecamatan Sinaboi........................25


DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Desa di Kecamatan Sinaboi...............................................................................13

2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sinaboi.........................................................17

3. Kesesuaian lahan tanaman karet........................................................................26

4. Kesesuaian tanaman karet..................................................................................28


I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet (havea brasiliensis) adalah jenis tanaman tahunan dengan batang

pohon yang lurus. Dulunya pohon karet hanya terdapat di brazil, Amerika selatan.

Setelah dilakukan percobaan berkali-kali akhirnya pohon karet ini berhasil

dikembangkan di wilayah asia tenggara. Tanaman karet merupakan salah satu

komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja

dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentrasentra baru di wilayah sekitar

perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun

sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia,

Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas,

terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan

ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah

(crumb rubber) (Kartasapoetra A.G, 2004).

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, sulitnya menemkan lahan

pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan

antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna

dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk

dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan

tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan

sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang

diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti

ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya


perlunya diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan.

Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan

pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang dihasilkan dari kegiatan

survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh

pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi

keperluan tertentu.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk

menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan akan

memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan

akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Beberapa

sistem evaluasi lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan

berbagai pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter,

penjumlahan, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-

sifat lahan (Land Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian

lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang

berbasis lahan ( Kemas Ali Hanafiah, 2005).

Kecamatan Sinaboi merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Rokan

Hilir Provinsi Riau yang sarat dengan berbagai potensi daerah. Salah satu potensi

kecamatan sinaboi adalah sektor pertanian. Sektor ini dapat memberikan

kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan kecamatan sinaboi. Hal ini

diindikasikan dari banyaknya penduduk yang hidup dari bertani dan luasnya areal

pertanian. Guna memperoleh produksi pertanian yang tinggi, maka perlu

ditunjang oleh pengelolaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahan dan kelas

kesesuaian lahan . Oleh karena itu, pengelolaan usaha tani pada suatu daerah
harus mempertimbangkan kemampuan lahan dan kelas kesesuaian lahan daerah

tersebut. Akan tetapi disisi lain, informasi tentang kemampuan lahan dan kelas

kesesuaian lahan untuk berbagai tanaman di Kabupaten Rohil masih terbatas.

Tersedianya informasi tentang kemampuan lahan dan kesesuaian lahan harus

didahului dengan tersedianya data karakteristik iklim dan lahan, yang selanjutnya

dievaluasi untuk memperoleh kelas kemampuan dan kesesuaian lahan.

Perencanaan penggunaan lahan agar dapat menunjang suatu usaha tani

maka harus diketahui karakteristik lahan daerah tersebut, baik karakter fisik,

kimia maupun biologi tanah. Oleh karena itu dilakukan identifikasi karakteristik

kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kecamatan

Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada laporan akhir praktikum ini diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan tanah di wilayah studi kec. Sinaboi?

2. Apasaja syarat tumbuh tanaman karet?

3. Bagaimana kesesuaian lahan untuk tanaman Karet di kec. Sinaboi?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah maka didapat tujuan pada laporan

praktikum ini, yaitu sebagai berikut:

1. Mengetahui Keadaan Tanah di Wilayah Studi Kec. Sinaboi

2. Mengetahui Syarat Tumbuh Tanaman Karet


3. Mengetahui Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Karet di Kec. Sinaboi
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet

Tanaman karet (Havea brasiliensis) berasal dari negara Brazil. Tanaman

ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Jauh sebelum

tanaman karet ini dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti:

Amerika Serikat, Asia dan Afrika Selatan menggunakan pohon lain yang juga

menghasilkan getah. Getah yang mirip lateks juga dapat diperoleh dari tanaman

Castillaelastica (family moraceae). Sekarang tanaman tersebut kurang dimanfaat

lagi getahnya karena tanaman karet telah dikenal secara luas dan banyak

dibudidayakan. Sebagai penghasil lateks tanaman karet dapat dikatakan satu-

satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-besaran (Budiman, 2012).

Tanaman karet pertama kali dikenalkan di Indonesia tahun 1864 pada

masa penjajahan Belanda, yaitu di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi.

Selanjutnya dilakukan pengembangan karet ke beberapa daerah sebagai tanaman

perkebunan komersil. Daerah yang pertama kali digunakan sebagai tempat uji

coba penanaman karet adalah Pemanukan dan ciasem, Jawa Barat. Jenis yang

pertama kali diuji cobakan di kedua daerah tersebut adalah spesies Ficus elastica

atau karet rembung. Jenis karet Hevea brasiliensi baru ditanam di Sumatera

bagian Timur pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906 (Tim Penebar

Swadaya, 2008).

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili Euphorbiacea,

disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet

merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting sebagai sumber devisa

non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Upaya
peningkatan produktivitas tanaman tersebut terus dilakukan terutama dalam

bidang teknologi budidaya dan pasca panen (Boerhendhy, I. 2009).

Boerhendhy, I. (2009) menyatakan secara umum ada dua jenis karet, yaitu

karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet mempunyai/memiliki karakteristik

yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Saat ini karet yang

digunakan di Industri terdiri dari karet alam dan karet sintetis. Adapun kelebihan

yang dimiliki karet alam adalah: (a) memiliki daya lenting dan daya elastisitas

yang tinggi, (b) memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah,

(c) mempunyai daya aus yang tinggi, (d) tidak mudah panas (low heat build up)

dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking

resistance). Selanjutnya karet sintetis memiliki kelebihan tahan terhadap berbagai

zat kimia. Karet sintetis dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.

Tanaman karet mempunyai daya adaptasi yang sangat baik terhadap

berbagai kondisi agroklimat. Ekologi daerah asal tanaman karet (Brasil) termasuk

lingkungan hutan tropis basah yang hampir serupa dengan lingkungan hutan tropis

basah di Indonesia. Sebagian besar perkebunan karet di Indonesia terdapat di

Sumatera dan Kalimantan dengan curah hujan 1.5004.000 mm/tahun dan rata-

rata bulan kering 04 bulan/tahun. Faktor lingkungan yang dominan dalam

pengusahaan tanaman karet adalah iklim dan tanah. Curah hujan yang ideal untuk

tanaman karet berkisar antara 1.5003.000 mm/tahun dengan rata-rata bulan

kering 02 bulan (Thomas 2008). Curah hujan yang baik berkisar antara

2.0003.000 mm/tahun. Wilayah dengan jumlah curah hujan 3.0004.000 mm/

tahun tanpa bulan kering kurang baik untuk pengembangan tanaman karet karena
kelembapan tinggi, sehingga tanaman mudah terserang penyakit gugur daun

Colletotrichum (Boerhendhy, I. 2009) dan mengganggu proses penyadapan.

Tanaman karet mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam

menciptakan lingkungan yang stabil, sehingga sesuai menggantikan vegetasi

hutan tropis basah yang produktif, serta dapat dibudidayakan dengan olah tanah

minimum (minimum land clearing atau minimum tillage).

Menurut Azwar et al., (1989), energi yang dihasilkan tanaman karet,

berupa oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi

perbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, mencegah erosi dan banjir,

mengatur tata guna air, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi.

Secara alami, tanaman karet setiap tahun mengalami gugur daun yang mampu

menyuburkan tanah. Daur hidup yang demikian akan terus berulang selama satu

siklus tanaman karet, paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan

tanaman karet sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena tanaman ini

mampu berperan sebagai penyimpan dan sumber energi. Laju pertumbuhan

biomassa rata-rata tanaman karet pada umur 3–5 tahun mencapai 3550 ton bahan

kering/ha/tahun. Tanaman karet dalam satu siklus dapat mengikat CO2 udara

sebanyak 660 t/ha, atau rata-rata 23 t/ha/tahun. CO2 dapat diubah menjadi bentuk

organik penyusun jaringan tanaman seperti akar, batang, daun, biji, dan lateks.

Dengan luas pertanaman karet Indonesia sekitar tiga juta hektare, maka CO2 yang

dapat diikat mencapai 70 juta t/tahun, atau dapat mengikat emisi CO2 sedikitnya

18% (Thomas 2007).


2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Karet

2.2.1. Iklim

Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim

yaitu suhu rata – rata harian 280C (dengan kisaran 25 – 350C) dan curah hujan

tahunan rata – rata antar 2.500 – 4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari

pertahun. Pada daerah yang sering hujan pada pagi hari akan mempengaruhi

kegiatan penyadapan bahkan akn mengurangi hasil produktifitasnya. Keadaan

daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah daerah – daerah Indonesia bagian

Barat yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah

(Budiman, 2012).

2.2.2. Curah Hujan

Curah hujan yang cukup tinggi antara 2.000 – 2.500 mm setahun disukai

tanaman karet. Akan lebih baik lagi apabila curah hujan merata sepanjang tahun,

dengan hari hujan berkisar 100 – 150 HH/tahun. Jika sering hujan dipagi hari

produksi akan berkurang, hal tersebut dikarenakan jika penyadapan pada waktu

hujan kualitas lateks encer (Budiman, 2012).

2.2.3. Suhu

Daerah yang baik bagi pertumbuhan dan pengusahaan tanaman karet

terletak disekitar ekuator (katulistiwa) antara 100 LS dan 100 LU. Karet masih

tumbuh baik sampai batas 200 garis lintang. Suhu 200 dianggap sebagai batas

terendah suhu bagi karet (Boerhendhy, I. 2009).

2.2.4. Ketinggian Tempat

Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian maksimal 500

m dari permukaan laut, pada ketinggian lebih dari 500 m pertumbuhan akan
terhambat dari produksi akan kurang memuaskan. Bisa dikatakan Indonesia tidak

mengalami kesulitan mengenai area yang dapat dibuka untuk ditanami karet

hampir seluruh daerah di Indonesia karet dapat tumbuh subur (Woelan, 2005).

2.2.5. Tanah

Menurut Budiman (2012) karet sangat toleran terhadap kemasaman tanah

tanpa memandang jenis – jenis tanah, karet dapat tumbuh pada kisaran pH tanah

3.5 – 7.0. untuk pH optimum harus disesuaikan dengan jenis tanah, misalnya pada

tanah red basaltic soil pH 4.6 sangat baik bagi pertumbuhan karet. Sebagai contoh

pada tanah red basaltic soil PR 107 dan GT 1 tumbuh baik pada pH 4.5 dan 5.5.

sifat – sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut :

1. Solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih dan tidak terdapat batu-batuan.

2. Aerase dan drainase baik.

3. Remah, porus dan dapat menahan air.

4. Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir.

5. Tidak bergambut dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm.

6. Kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro.

7. Kemiringan tidak lebih dari 16%.

8. Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm.


III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat dilaksanakannya praktikum Pemetaan dan Tataguna Lahan ini yaitu

di Laboratorium Komputer, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Adapun waktu

pelaksanaan praktikum Pemetaan dan Tataguna Lahan ini yaitu mulai tanggal 2

Maret 2023 s.d. 25 Mei 2023, setiap pukul 08.00 WIB.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop/PC dan aplikasi Arcgis

10.8. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah peta

Kecamatan Sinaboi, peta sebaran tanah Kecamatan Sinaboi, peta tutupan lahan

Riau 2019, dan data kelas kesesuaian lahan tanaman tomat.

3.3 Cara Kerja

1. Aplikasi ArcGis 10.8 dibuka pada Laptop/PC.

2. Data Kecamatan Sinaboi soil (kec_sinaboi_soil ) di input pada ikon add

data.

3. Setelah itu, klik peta soil yang muncul, lalu tekan properties dan diatur

coordinat system menjadi WGS 1984 UTM Zone 47N.

4. Setelah itu pada layer kec_sinaboi_soil diklik sekali dan klik kanan pada

kursor, pilih open attribute table.

5. Kemudian diinput data kesesuaian lahan berupa kelas pH, kelas drainase,

kelas kedalaman gambut, kelas texture, kelas CEC dan kelas kesesuaian

lahan dengan cara tekan klik add field, isi nama kelas pada bagian name,

lalu pilih type text dan klik ok.


6. Setelah sudah menginput data kesesuaian lahan, diakukan penginputan

data kecamatan Sinaboi (kec),

7. Kemudian intersect pada geoprossesing antara layers kec dan

kec_sinaboi_soil.

8. Setelah itu, klik dissolve pada layer hasil intersect tadi, kemudian centang

kelas kesesuaian lahan (KLS_KESESUAIAN).

9. Kemudian, dimunculkan warna yang membedakan antar kelasnya dengan

meng-klik layer hasil dissolve tadi, klik kanan pada kursor, piih properties,

klik symbology, lalu category, dipilih unique values, dipilih pada menu

value field yaitu KLS_KESESUAIAN, kemudian klik add all values, klik

apply dan ok.

10. Kemudian, di inset pada layernya berupa judul “Peta Kesesuaian Lahan

Tanaman Karet”, Legenda, sumber data, skala, simbol arah mata angin dan

lan sebagainya.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Wilayah Studi

Pada praktikum pemetaan dan tata guna lahan ini dilakukan pembuatan

peta Penggunaan Lahan Tanaman Karet di Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan

Hilir, Provinsi Riau, dimana data yang diperoleh diolah menggunakan Aplikasi

ArcGis 10.8. Data yang diperoleh disesuaikan dengan keadaan lokasi studi dan

juga klasifikasi kesesuaian lahan yang ada.

Gambar 1. Peta Wilayah Studi di Kecamatan Sinaboi

Berdasarkan Gambar 1. Peta Wilayah Studi di Kecamatan Sinaboi diatas

maka dapat dilihat bahwa terdapat empat desa dikecamatan sinaboi diantaranya

yaitu Desa Raja Benjamu, Desa Sei Nyamuk, Desa Sinaboi dan Desa Sungai

Bakau.

Selain gambar peta wilayah studi juga terdapat tabel terkait nama-nama

desa dan beberapa keterangan lainnya terkait wilayah studi, tabel tersebut dapat

dilihat pada Tabel 1. berikut ini.


Tabel 1. Desa di Kecamatan Sinaboi
Sinaboi merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi

Riau, Indonesia. Kecamatan Sinaboi adalah Kepenghuluan yang berkembang

sangat pesat karena berbatasan langsung dengan Kota Dumai, di mana kota

tersebut berkembang sangat pesat, dan Sinaboi akan menjadi pelabuhan nusantara

utama bagi Kota Bagansiapiapi. karena Jarak dari Bagansiapiapi ke Sinaboi dapat

di tempuh perjalanan darat lebih kurang 30 km, dan itu memudahkan masyarakat

untuk berkunjung ke Kepenghuluan Sinaboi.

Kecamatan Sinaboi merupakan kecamatan yang termasuk dalam wilayah

kabupaten Rokan Hilir. Letak kecamatan Sinaboi 365 Km dari Ibu Kota Propinsi

dan 40 Km dari Ibu Kota Kabupaten Rokan Hilir. Kabupaten Rokan Hilir

memiliki luas wilayah 8.881,59 km2 atau 888.159 ha, terletak pada kordinat

101'21 BT Dilihat dari letak geografis Kecamatan Sinabos Berbatasan:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Dumai

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sinaboi

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Dumai

Kecamatan Sinaboi terdiri dari ketinggian Wilayah Kecamatan Sinaboi

dari permukaan laut adalah 10 M. Di Kecamatan Sinaboi memiliki banyaknya

curah hujan 60 mm Suhu rata-rata 34°C.


Penduduk merupkan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan unsur

untuk membangun suatu perekonomian. Tingkat perkembangan penduduk harus

diketahui sebagai pedoman dalam perencanaa keberhasilan atau kegagalan

pembangunan maupun evaluasi terhadap suatu Negara/Daerah. Selain itu

penduduk merupakan faktor penting dalam dinamika pembangunan. Karena

penduduk merupakan modal yang efektif bagi pembangunan nasional. Bila

pendudk yang besar tersebut berkualitas baik. Penduduk merupakan sumber daya

yang sangat diperlukan selain sebagai objek pembangunan juga subjek Penduduk.

Jumlah penduduk yang paling tinggi adalah pada tahun 2015-2016 yaitu sebanyak

15.462-15.568 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang terendah adalah pada

tahun 2012 yaitu sebesar 12.890. Kecamatan Sinaboi berjumlah 15.568 jiwa

dengan perincian Jumlah Laki-Laki 7.967 jiwa perempuan 7.601 jiwa dan terdapat

4080 kepala keluarga. Selain jumlah yang terdapat baku yang terdapat di kantor

Kecamatan Sinaboi ada juga penduduk Kecamatan Sinaboi yang masih belum

tercatat sehingga jumlah keseluruhan dari penduduk Kecamatan Sinaboi belum

semua terdaftar didata kependudukan Banyak faktor yang belum bias membuat

mereka tercatat sebagai penduduk asli Kecamatan Sinaboi. Antara lain tidak

memiliki surat pindah dan lain sebagianya sehingga status mereka sebatas

penumpang untuk semenatara atau pendatang tidak resmi.

Pada umumnya mata pencarian penduduk Kecamatan Sinaboi adalah

keluarga nelayan, tetapi masih ada penduduk yang memiliki profesi selain

nelayan, sebagian besar penduduk di Kecamatan Sinaboi bekerja sebagai keluarga

petani dan nelayan.


Pada tahun 1940 an Sinaboi merupakan sebuah perkampungan yang belum

dikenal masyarakat luas sehingga terdapat dua versi yang berbeda tentang nama

sebelum dinamakan menjadi Sinaboi yaitu :

1. Tokoh masyarakat melayu menceritakan bahwa dulunya sinaboi bernama

sinobus yang berarti sipenebus, karna konon ceritanya oarng luar atau para

perantau yang datang kesinaboi untuk bekerja dapat menebus atau melunasi

hutang-hutangnya dikampung.

2. Tokoh masyarakat Tionghua mangatakan bahwa dulunya Sinaboi bernama

cinabuy yang berarti cina beli, karna konon ceritanya dimasa itu sering

terjadi transaksi jual beli Ubi Jalar ( keledek ) antara orang luar dan parng

Tionghua Sinaboi

Adapun sinobus atau cinabuy bagian lautnya sebelah Utara berbatasan

langsung dengan laut atau selat malaka, sehingga pada tahun 1945 didaerah ini

mata pencaharianya beraneka ragam seperti Nelayan,Berkebun,buruh dan pekerja

semokil yang dilakukan masyarakat setempat. Selanjutnya pada tahun 1960

bahwa sinabus atau cinabuy menjadi senebui termasuk didalam kewenangan

Bangko Kabupaten Bengkalis dan sejalan perkembangan Zaman nama senebui

menjadi sinaboi dan dikenal hingga sekarang.

Pada tahun 1999 keluarlah Undang-Undang No 53 Tahun 1999 Tentang

Pembentukan Kabupaten Rokan Hilir dan Sinaboi menjadi Kecamatan Pembantu

yang terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Riau Nomor KPTS 296.A/VI/1999 tanggal 23 Juni 1999 Tentang Pembentukan

Kecamatan Pembantu Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir, yang berasal dari

Pemekaran Kecamatan Bangko dan Sinaboi menjadi Ibu Kota Kecamatan.


Sinaboi mempunyai arah tersendiri diantara berbatasan lansung dengan

Selat Malaka menurut para pemuka masyarakat yang masih hidup

diKepenghuluan Sinaboi, bahwa sejak tahun 1945 Sinaboi dengan Kota Madya

Dumai dibatasi dengan sungai alam yaitu Senepis yang mana sebelah kiri masuk

Sungai Senepis adalah Wilayah Kepenghuluan Sinaboi yang sekarang Daerah

Pemekaran Sinaboi yaitu Kepenghuluan Darussalam.

4.2 Penggunaan Lahan

Berdasarkan data yang ada maka diperoleh peta penggunaan lahan di

Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, provinsi Riau. Peta penggunaan

lahan kecamatan sinaboi ialah sebagai berikut:

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sinaboi


Pada Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Sinaboi diatas dapat

dilihat bahwasannya lahan yang digunakan untuk perkebunan ditandai dengan

warna merah muda, sedangkan lahan bewarna hijau yaitu digunakan untuk
pertanian lahan kering campuran, garis bewarna merah muda adalah sungai, garis

bewarna biru ialah jalan sedangkan lahan berwarna coklat digunakan untuk

kegiatan lainnya seperti pemukiman penduduk, lahan basah atau rawa dan lain

sebagainya. Berikut ini merupakan tabel penggunaan lahan dikecamatan sinaboi:

Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sinaboi


Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi perekonomian di

sektor pertanian. Selain penyumbang devisa negara, pertanian juga membuka

peluang usaha atau sebagai tenaga kerja bagi masyarakat di Indonesia.

Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2011 hingga 2014

sebesar 13,41%. Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan

ekonomi nasional didorong pertumbuhan dan perkembangan dari subsektor

perkebunan. Salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran

cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia adalah tanaman karet.

Provinsi Riau merupakan salah satu penghasil karet terbesar dengan

jumlah produksi hingga 367.261 ton dan luas lahan sebesar 502.906 ha.

Sebagian besar perkebunan karet yang ada di Riau dimiliki oleh petani

swadaya, yang diusahakan hanya dalam skala kecil, berbeda halnya dengan

perkebunan karet yang dimiliki oleh pemerintah ataupun pihak swasta.


Pengusahaannya dilakukan dalam skala besar dengan sistem teknologi modern.

Kabupaten Rokan Hilir merupakan salah satu daerah penghasil karet di

Provinsi Riau dengan luas lahan 26.359 ha dan produksi sebesar 23.990 ton

sehingga produktivitas karet di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 0,91 ton/ha

(Dinas Perkebunan Provinsi Riau, 2014).

Produktivitas perkebunan karet rakyat di Provinsi Riau sebesar

1,086 ton/ha sehingga tidak berbanding lurus dengan perusahaan negara yang

memiliki produktivitas sebesar 1,582 ton/ha dan swasta sebesar 1,721

ton/ha. Kondisi perkebunan karet di Provinsi Riau menggambarkan

adanya ketimpangan yang sangat jauh antara produktivitas karet milik rakyat

dan milik Negara serta Swasta. Jika menggunakan bibit unggul, setidaknya

petani bisa memperoleh produktivitas karet 1,136 ton/Ha (Budiman, 2012).

Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

industri otomotif. Karet berasal dari benua Amerika dan saat ini menyebar luas ke

seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa kolonial Belanda dan

merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan besar

bagi perekonomian Indonesia. Pusat penelitian karet Indonesia telah menghasilkan

beberapa karet klon atau karet unggul. Karet unggul tersebut mampu

menghasilkan getah hingga 2 kali lebih banyak dari kebanyakan karet lokal yang

digunakan petani. Namun secara umum produktivitas karet rakyat Indonesia saat

ini terbilang rendah, rata-rata 600 kg karet kering/hektar/tahun atau bahkan

kurang. Rendahnya produktivitas karet rakyat tersebut sebagian besar dikarenakan

kualitas bibit yang rendah minimnya pemeliharaan yang dilakukan petani dan

tingginya serangan hama penyakit.


Produktivitas karet klon jauh lebih tinggi dibanding karet lokal yang

ditanam dari biji. Namun harga bitcoin sangat mahal menyebabkan masih banyak

petani yang memilih menanam karet dari bibit cabutan atau anakan liar yang

didapat dari kebun karet milik PT London Sumatra Indonesia Tbk. (PT. Lonsum).

Ketika karet tersebut berumur 8 bulan atau ukuran batangnya sudah mencukupi

untuk diokulasi, petani mencari tenaga operator dan meminta bantuan mereka

untuk melakukan okulasi langsung karet di kebun dengan upah berkisar Rp 2.500-

Rp 3.000 per batang. Hal ini merupakan cara yang relatif aman dan terjangkau

bagi petani untuk mengembangkan kebun karet dengan modal terbatas.

Populasi tanaman karet yang dianjurkan berkisar antara 500600

pohon/ha. Dengan kisaran kerapatan tanaman tersebut, pola dan jarak tanam yang

digunakan dapat bervariasi sesuai dengan kondisi topografi lahan. Penanaman

karet pada lahan yang datar sampai kemiringan 10% dapat menggunakan jarak

tanam pagar (jarak tanam 6 m x 3 m atau populasi 555 ha). Jarak tanam lebar (6

m) dibuat searah mata angin Utara dan Selatan dan jarak tanam sempit (3 m)

mengarah ke Timur dan Barat. Dengan pola dan jarak tanam tersebut, area

pertanaman karet dapat ditanami tanaman sela pangan dan atau hortikultura.

Pada lahan berlereng 1025%, penanaman karet dapat menggunakan pola

tanam menurut kontur, yaitu dengan membuat teras bersambung untuk konservasi

lahan. Pengajiran dapat dilakukan dengan cara menentukan ajir teras bersambung,

kemudian memasang ajir dengan jarak 3 m pada teras sambung yang telah dibuat.

Apabila jarak horizontal antarteras hampir dua kali jarak tanam (12 m), perlu

dibuat teras anakan di antara kedua teras tersebut. Demikian pula apabila jarak

tanam terlalu sempit, teras yang di bagian bawah harus diputus. Ukuran lubang
tanam disesuaikan dengan bibit yang digunakan dan jenis tanah. Untuk karet yang

ditanam pada tanah PMK dengan bibit satu payung daun, dianjurkan

menggunakan lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm atau 50 cm x 50

cm x 60 cm (Boerhendhy dan Suryaningtyas 2009).

Pada perkebunan karet rakyat, karet unggul umumnya sudah menghasilkan

getah pada umur 4-6 tahun, sedangkan karet lokal pada 8 hingga 10 tahun

tergantung pada perawatan kebun. Pemanenan karet atau penyadapan dilakukan

bila batang karet telah memiliki lingkar batang minimal 45 cm pada ketinggian

100 cm dari atas permukaan tanah. Penyadapan sebaiknya dilakukan ketika 60%

dari pohon pohon karet yang ditanam sudah memiliki lingkar tersebut. Setelah

penyadapan getah atau lateks yang terkumpul diproses menjadi lembaran karet

yang disebut Slab, pengolahan ini dilakukan dengan mencampur getah cair

dengan asam format atau semut. Sebaliknya selat bermacam-macam tergantung

dari kebiasaan petani. Ketebalan slab yang dianjurkan adalah 10-15 cm.

Selanjutnya setelah karet siap untuk dijual ke pedagang pengumpul terdekat.

Pemeliharaan tanaman karet di lapangan meliputi penyulaman, pewiwilan,

pembentukan percabangan, pemupukan dengan dosis, frekuensi, cara aplikasi

yang benar, serta pengendalian gulma dan hama penyakit. Penyulaman dilakukan

bila terjadi kematian tanaman di lapangan agar populasi tanaman dapat

dipertahankan dan seragam. Bibit karet untuk sulaman digunakan bibit yang

seumur yang sudah dipersiapkan sebanyak 1520% dari populasi, atau lebih tua

dari tanaman yang disulam. Penyulaman masih boleh dilakukan sampai tanaman

karet berumur dua tahun di lapangan (TBM II). Tunas palsu pada tanaman karet

sering kali tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan mata tunas hasil okulasi.
Tunas palsu dapat menghambat pertumbuhan tunas okulasi dan bahkan

mengakibatkan mata okulasi tidak tumbuh. Oleh karena itu, tunas-tunas palsu

harus dibuang agar pertumbuhan tanaman seragam. Tunas cabang yang tumbuh di

bawah ketinggian 2,6 m dari pertautan okulasi (m dpo) harus dibuang ketika tunas

tersebut masih berwarna hijau agar tidak meninggalkan bekas luka pada batang.

Pembuangan tunas cabang bertujuan untuk memperoleh bidang sadap yang baik

(bundar, lurus, dan tegak). Di lapangan tidak jarang ditemui tanaman karet yang

mencapai tinggi 3 m dpo belum membentuk percabangan, seperti klon GT 1 dan

RRIM 600. Untuk mempercepat pertumbuhan cabang, perlu dilakukan

perangsangan percabangan. Pada kawasan DAS, khususnya di dataran tinggi yang

bermasalah dengan angin dan jamur upas karena kondisi kelembapan yang tinggi,

pembentukan cabang tanaman karet sebaiknya dilakukan dengan sistem sanggul.

Dengan sistem sanggul, batang utama tanaman karet akan tetap tumbuh ke atas

dan cabang yang dihasilkan posisinya bertingkat sehingga lebih tahan terhadap

angin dan jamur upas. Pembentukan percabangan dapat dimulai sejak tanaman

berumur 10 bulan di lapangan, apabila pada umur tersebut ketinggian tanaman

sudah mencapai minimal 2,5 m dpo (Boerhendhy dan Suryaningtyas 2009).

Umumnya petani karet di Kab. Rokan Hilir merupakan petani karet

swadaya. Petani karet swadaya rata-rata memiliki luas usahatani karetnya 1 ha

dengan pengelolaan yang sangat sederhana. Dalam aspek budidaya petani dalam

mempersiapkan lahan untuk kebun karet umumnya dengan membuka lahan

secara tradisional dengan melakukan penebangan dan membakar. Cara ini

dianggap menggunakan biaya yang murah, menggunakan bibit yang dominan

bibit lokal, dimana setelah bibit ditanam dibiarkan begitu saja tanpa
perawatan. Pemupukan dilakukan sesuai dengan kemampuan petani. Terdapat

beberapa petani yang menanam karet bersamaan dengan tanaman lainnya

seperti jengkol, petai, nangka atau tanaman kayu seperti meranti. Penyadapan

dilakukan petani setiap hari pada pagi hari dan juga tergantung pada cuaca

dengan pengumpulan hasil sadapan tiap 3 hari sekali. Petani menjual hasil

panennya umumnya kepada toke di tingkat desa atau dikenal dengan

tengkulak dengan harga jual rata-rata berkisar antara Rp 7.000 sampai Rp

8.000/kg.

4.3 Tanah

Berdasarkan data yang diperoleh maka didapatkan peta penggunaan tanah

di Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Peta penggunaan

tanah adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Peta Penggunaan Tanah di Kecamatan Sinaboi


Berdasarkan gambar 3 maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa

penggunaan tanah diwilayah sinaboi. Geomorfologi kabupaten rokan hulu dibagi


menjadi dataran, perbukitan (landai dan bergelombang), serta gunung dan

pegunungan. Wilayah rokanhulu didominasi oleh dataran dengan area cakupan

sebesar 77,35%, sedangkan perbukitan dengan cakupan 22, 64% dari luas wilayah

kabupaten dan pegunungan tidak lebih dari0,01%.

Hasil analisis jenis tanah menggunaka uji sondir berdasarkan metode

Boerhendhy, I. (2009) pada lima Titik lokasi penelitian di Kabupaten Rokan Hulu

didapatkan jenis tanah yang bervariasi dengan analisis sifat struktur tanah yang

paling keras berdasarkan kedalaman maksimal yang tidak mampu ditembus sondir

yaitu jenis tanah berbutir sangat kaku dan jenis tanah berpasir sampai lanau

kepasiran.

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet

baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah

vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,

solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara

umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah aluvial biasanya

cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada H < 3,0 dan

> pH 8,0.

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya adalah

sebagai berikut:

a. Solum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas

b. Aerase dan drainase cukup

c. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air

d. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir


e. Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm

f. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro

g. Reaksi tanah dengan pH 4,5

h. pH 6,5

i. Kemiringan tanah < 16%

j. Permukaan air tanah < 100 cm

Secara geomorfologi Kabupaten Rokan Hulu dibedakan menjadi 4 yaitu

aluvium sungai dan pantai perbukitan rendah perbukitan bergelombang dan

perbukitan glantiklin Barisan. Satuan geomorfologi pendataran aluvium sungai

dan pantai terdiri dari daratan dan meander sepanjang sungai-sungai besar dan

pantai yang umumnya berhutang lebat serta memiliki rawa dataran ini biasanya

terdiri dari endapan aluvium yakni pasir kerikil Krakal lanau dan lempung.

Satuan geomorfologi perbukitan rendah yang pada umumnya berupa

perbukitan atau timbulan rendah di antara Dataran aluvium satuan geomorfologi

ini menutupi sebagian kecil daerah terutama di daerah bagian barat laut

Kabupaten Rokan Hulu satuan ini tersusun dari endapan pasir konglomerat

Berdasarkan peta geologi kecamatan sinaboi Kabupaten Rokan Hulu dapat

disimpulkan bahwa Kecamatan Sinaboi memiliki 7 jenis batuan geologi

diantaranya batuan aluvium muda batuan aluvium tua batuan berpasir kuarsa

batuan gampingan berlumpur atau berpasir batuan galukonit batuan gunung api

tak terbedakan dan granit.


4.4 Tata Guna Lahan

Lahan merupakan suatu ruang yang digunakan oleh mahluk hidup untuk

melakukan interkasi antara faktor biotik dengan abiotik. Lahan yang digunakan

sebagai manusia untuk memenuhi kebutuhan disebut penggunaan lahan.

Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan)

manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik

material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Penggunaan lahan dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu penggunaan lahan pertanian dan non pertanian.

Penggunaan lahan pertanian misalnya perkebunan, sawah, tegalan, kebun kopi,

kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan sebagainya.

Penggunaan lahan non pertanian misalnya penggunaan lahan untuk pemukiman,

industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya.

Pada praktikum ini dilakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman

karet di Kecamatan Sinaboi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Gambar 4. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Karet di Kecamatan Sinaboi


Pada Gambar 4. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Karet di Kecamatan

Sinaboi diatas dapat dilihat dan diketahui bahwasannya di kecamatan sinaboi

terdapat dua klasifikasi kesesuaian lahan diantaranya yaitu warna cream untuk

lahan yang tidak sesuai untuk tanaman karet (N) dan warna coklat untuk lahan

yang sesuai marjinal (S3). Hal ini didasarkan pada kelas kesuaian lahan dimana

lahan yang secara actual masuk sesuai marjinal (S3) karena kekurangan unsur

hara, dapat berubah menjadi cukup sesuai (S2) atau bahkan menjadi sangat sesuai

(S1) setelah perbaikan lahan dilakukan dengan pemupukan. Berikut ini

merupakan tabel terkait kesesuaian lahan tanaman karet di kecamatan sinaboi.

Tabel 3. Kesesuaian lahan tanaman karet


Pada tingkat ordo ditunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai

untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu,dikenal ada dua ordo yaitu : Ordo S

atau Sesuai (Suitable) adalah lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan

tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya

lahannya. Penggunaan lahan tersebut akan memberi keuntungan lebih besar

daripada masukan yang diberikan. Ordo N atau tidak sesuai (not suitable) adalah

lahan yang mempunyai pembatas demikian rupa sehingga mencegah penggunaan

secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan. Lahan kategori ini yaitu tidak

sesuai untuk penggunaan tertentu karena beberapa alasan. Hal ini dapat terjadi

karena penggunaan lahan yang diusulkan secara teknis tidak memungkinkan


untuk dilaksanakan, misalnya membangun irigasi pada lahan yang curamyang

berbatu, atau karena dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang parah, seperti

penanaman pada lereng yang 17 curam. Selain itu, sering pula didasarkan pada

pertimbangan ekonomi yaitu nilai keuntungan yang diharapkan lebih kecil

daripada biaya yang dikeluarkan.

Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan

menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang

ditulis di belakang symbol ordo, dimana nomor ini menunjukkan tingkat kelas

yang semakin jelek bila makin tinggi . Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S

dan dua kelas dalam ordo N, maka pembagian serta defenisinya secara kualitatif

yaitu: Kelas S1 atau Sangat Sesuai (Highly Suitable) merupakan lahan yang tidak

mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya

mempunyai pembatas tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi

serta tidak menyebabkan kenaikan masukan yang diberikan pada umumnya. Kelas

S2 atau Cukup Sesuai (Moderately Suitable) merupakan lahan yang mempunyai

pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus

dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta

meningkatkan masukan yang diperlukan. Kelas S3 atau Sesuai Marginal

(Marginal Suitable) merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang sangat

berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus dilakukan.Pembatas

akan mengurangi produktivitas dan keuntungan. Perlu ditingkatkan masukan yang

diperlukan. Kelas N1 atau Tidak Sesuai Saat Ini (Currently Not Suitable)

merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tapi masih

mungkin untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan
sekarang ini dengan biaya yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya begitu berat

sehingga menghalangi keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka

panjang. Kelas N2 atau Tidak Sesuai Selamanya (Permanently Not Suitable)

merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak

mungkin digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.( Rayes, M. L. 2007.).

Tabel 4. Kesesuaian tanaman karet


Evaluasi Kesesuaian lahan merupakan bagian dari proses perencanaan

tataguna tanah dan juga suatu proses dalam menduga potensi lahan tertentu baik

untuk pertanian maupun non pertanian. Potensi suatu wilayah untuk suatu

pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat

fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, lereng, topografi dan persyaratan

penggunaan lahan atau syarat tumbuh tanaman.


Inti dari evaluasi kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan

yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat

yang dimiliki oleh lahan yang digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui

potensi lahan atau kelas kesesuaian untuk jenis penggunaan lahan tersebut. Dalam

evaluasi lahan perlu dipahami beberapa pengertian sebagai berikut :

1. Kemampuan lahan: adalah potensi lahan yang didasarkan atas kecocokan

lahan untuk pertanian secara umum yaitu daerah pertanian, padang rumput,

hutan dan cagar alam.

2. Kesesuaian lahan : potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk

penggunaan pertanian secara lebih khusus seperti padi sawah, tanaman

palawija, dan tanaman perkebunan.

3. Kesesuaian lahan aktual : kesesuaian lahan sebelum dilakukan perbaikan

lahan.

4. Kesesuaian lahan potensial : kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan

lahan.

5. Kesesuaian lahan fisik : kesesuaian lahan yang hanya didasarkan pada faktor-

faktor fisik lahan (sifat tanah, lereng, iklim).

6. Kesesuaian lahan ekonomi : kesesuaian lahan yang didasarkan disamping pada

faktor-faktor fisik juga didasarkan atas perhitungan ekonomi (biaya yang

dikeluarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh).

7. Karakteristik lahan : adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur besarnya

seperti lereng, pH tanah, tekstur tanah, curah hujan, kadar N, P, K, kejenuhan

basa.
Menurut Sarwono Hardjowigeno (2007), klasifikasi kesesuaian lahan

menurut metode FAO(1976) dapat dipakai untuk klasifikasi kesesuaian lahan

kuantitatif maupun kualitatif, tergantung dari data yang tersedia. Kerangka dari

system klasifikasi kesesuaian lahan ini mengenal empat kategori yaitu :

a. Ordo : menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk

penggunaan tertentu.

b. Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan.

c. Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas (penghambat) atau macam

perbaikan yang harus dijalankan dalam masing-masing kelas.

d. Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor pembatas yang

berpengaruh dalam pengelolaan suatu subkelas

Subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam

perbaikan yang diperlukan dalamkelas tersebut. Tiap kelas dapat terdiri dari satu

atau lebih subkelas, tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas itu

ditunjukkan dengan symbol misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas

kedalaman efektif (s) dapat menjadi subkelas S2s. dalam subkelas dapat

mempunyai satu, dua, atau paling banyak tiga symbol pembatas, dimana pembatas

paling dominan ditulis paling depan. Misalnya dalam subkelas S2rs maka

pembatas keadan topografi (t) adalah pembatas yang paling dominan dan

pembatas kedalaman efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan.

Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub

kelas berdasar atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada pada dalam

suatu subkelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan

mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub kelas.


V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwasannya

tanaman karet cenderung tidak sesuai untuk ditanam di kecamatan sinaboi,

kabupaten rokan hilir, provinsi riau dikarenakan didominasi kelas keseuaian lahan

(N) tidak sesuai dan (S3) sesuai marjinal. Jika ingin tetap mengolah lahan untuk

perkebunan tanaman karet tentunya perlu dilakukan pembenahan tanah seperti

pemupukan, penambahan bahan organik, pengapuran dan lain sebagainya agar

tanah di kecamatan sinaboi dapat ditumbuhi tanaman karet.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat saya berikan untuk praktikum Pemetaan dan tata

guna lahan ini ialah agar dipahami betul terkait syarat tumbuh tanaman sehingga

dapat dilakukan analisis kesesuaian lahan yang baik dan benar.


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Azwar, R., Aidi-Daslin, I. Suhendry, and S. Woelan. 2005. Quantifying genetical


and environmental factors in determining rubber crop productivity. Proc.
Ind. Rubb. Conf. and IRRDB Symp., Bogor, 1214 September 2005.

Azwar, R., N. Alwi, dan Sunarwidi. 1989. Kajian komoditas dalam pembangunan
hutan tanaman industri. Prosiding Lokakarya Nasional Hutan Tanaman
Industri Karet, Medan, 2830 Agustus 1989. Pusat Penelitian Karet,
Sungei Putih.

Boerhendhy, I. 2009. Pengelolaan biji karet untuk bibit. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 31(5): 16.

Boerhendhy, I. dan H. Suryaningtyas. 2009. Persiapan lahan dan penanaman


tanaman karet. Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet. 32 hlm.

Budiman, A. dan K. Amypalupy. 2012. Penanggulangan jamur upas di


perkebunan karet Kalimantan Selatan dengan menggunakan Antico F-96.
Warta Pusat Penelitian Karet 22(23): 6476.

Budiman, S. 2012. Perkembangan pemanfaatan kayu karet. Majalah Sasaran 1(4):


59.

Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2014. Statistik Perkebunan


Indonesia: Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta

FAO (Food and Agriculture Organization). 1976. A Framework for Land


Evaluation. FAO Soil Bulletin 52. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division.

Hardjowigeno, S. dan M. L. Rayes. 2007. Tanah Sawah Karakteristik, Kondisi


dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Bayumedia Publishing.
Malang
.
Thomas, W. 2008. Kesesuaian tanah dan iklim untuk tanaman karet. Warta
Perkaretan 27(2): 3444.

Anda mungkin juga menyukai