Disusun Oleh :
Kelompok VI
Disusun Oleh :
Kelompok VI
1. Doni NIM.1
2. Hamsan Sidik NIM.1
3. Jeki NIM.155420103
4. Nurfadilah NIM.15542010354
5. Rahmadi Candra NIM.15542010356
6. Renata NIM.1454201
7. Soleh Anshari NIM.155420103
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................... .................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Pertanian Lahan Kering ................................ 4
2.2 Potensi Lahan Kering Pada Dataran Tinggi .......................... 6
2.3 Kendala Lahan Kering Pada Dataran Tinggi ......................... 6
2.4 Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
Pada Dataran Tinggi .............................................................. 8
2.5 Strategi Pengelolaan Lahan Kering Pada Dataran Tinggi ..... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................ 20
3.2 Saran ...................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
pupuk kimia yang secara intensif telah diterapkan sejak REPELITA I pada
tahun 70-an dan berhasil memacu produksi cukup tinggi, namun juga
pula varietas unggul lokal dan kearifan teknologinya yang menjadi ciri dan
Pada saat teknologi lahan sawah relatif stagnan maka teknologi lahan kering,
kegiatan pertanian maka sangat penting pula untuk menelaah yang terkait
lapangan kerja. Struktur pertanian lahan kering ini umumnya didominasi oleh
dilakukan di lahan kering. Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah
hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara
tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah
dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada
perputaran angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa
dan perputaran angin yang searah jarum jam di daerah selatan garis
khatulistiwa.
Lahan kering iklim basah (LKIB) yaitu daerah yang memiliki curah
diperlukan tanaman untuk tumbuh adalah media tanam, air, cahaya, angin, dan
nutrisi tanaman. Semua faktor yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh
dengan baik tersebut terhambat oleh kondisi daerah lahan kering yang memiliki
agribisnis di lokasi yang mudah dilihat dan dikenal masyarakat petani. Tujuan
Litbang Pertanian. Selain itu, juga untuk menghimpun umpan balik mengenai
Kemudian menurut Hidayat dkk (2000) lahan kering adalah hamparan lahan
yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu
selama setahun. Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk
usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya
secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air
irigasi. Definisi yang diberikan oleh soil Survey Staffs (1998) dalam Haryati
(2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi
lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran
tinggi (> 700m dpl). Dari pengertian diatas, maka jenis penggunaan lahan
yang termasuk dalam kelompok lahan kering mencakup: lahan tadah hujan,
pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 300 mm.Terdapat di Jeddah,
sub-tropis.
Lahan kering iklim basah (LKIB) yaitu daerah yang memiliki curah
hujan diatas 2500 mm/tahun.
Lahan kering iklim kering (LKIK) yaitu daerah yang memiliki curah
hujan dibawah 2000 mm/tahun.
2.2 Potensi Lahan Kering Pada Dataran Tinggi
2001), Indonesia memiliki daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri atas 148 juta ha
lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%). Tidak semua lahan
kering sesuai untuk pertanian, terutama karena adanya faktor pembatas tanah
seperti lereng yang sangat curam atau solum tanah dangkal dan berbatu, atau
termasuk kawasan hutan. Dari total luas 148 juta ha, lahan kering yang sesuai
untuk budi daya pertanian hanya sekitar 76,22 juta ha (52%), sebagian besar
terdapat di dataran rendah (70,71 juta ha atau 93%) dan sisanya di dataran tinggi.
Di wilayah dataran rendah, lahan datar bergelombang (lereng < 15%) yang
sesuai untuk pertanian tanaman pangan mencakup 23,26 juta ha. Lahan
dengan lereng 15-30% lebih sesuai untuk tanaman tahunan (47,45 juta ha).
Di dataran tinggi, lahan yang sesuai untuk tanaman pangan hanya sekitar 2,07
1. Kesuburan Tanah
tanah menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin
dalam waktu 10 tahun (Brown dan Lugo 1990 dalam Suriadikarta et al.
2002). Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat kimia,
fisik, dan biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan or-
ganik tanah relatif rendah, peranannya cukup penting karena selain unsur
NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur esensial lain seperti C,
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya tanah masam, yang
kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan
mangan mendekati batas me- racuni tanaman, peka erosi, dan miskin
unsur biotik (Adiningsih dan Sudjadi 1993; Soepardi 2001). Dari luas
total lahan kering Indonesia sekitar 148 juta ha, 102,80 juta ha (69,46%)
dan bergunung cukup luas, mencapai 53,50 juta ha atau 52% dari total
2. Topografi
untuk tanaman pangan semusim dan curah hujannya tinggi. Lahan semacam
ini lebih sesuai untuk tanaman tahunan, namun ke- nyataannya banyak
diusahakan pada lahan datar bergelombang dengan lereng < 15%. Lahan
kesuburan kimiawi, tetapi juga kesuburan fisik dan biologi tanah. Hal ini
hara tanah secara berkala. Penggunaan pupuk anorganik yang tidak tepat,
ral masam, meskipun pada saat ini masih dilakukan dengan takaran rendah,
Selain menyum- bang hara yang tidak terdapat dalam pupuk anorganik,
seperti unsur hara mikro, pupuk organik juga penting untuk mem- perbaiki
sifat fisik dan biologi tanah. Lahan kering akan mampu menyediakan air dan
hara yang cukup bagi tanaman bila struktur tanahnya baik sehingga
Jenis pupuk lain yang mulai berkembang pesat adalah pupuk hayati
pemacu tumbuh dan pengendali hama, dan mikro- flora tanah multiguna.
tumbuh pucuk, kuncup bunga, dan stolon, 4) penawar racun be- berapa
et al. 2005). Hasil penelitian me- nunjukkan budi daya tanaman pangan
Erosi bukan hanya mengangkut material tanah, tetapi juga hara dan
bahan organik, baik yang terkandung di dalam tanah maupun yang berupa
input pertani- an. Erosi juga merusak sifat fisik tanah. Oleh karena itu,
keberlanjutan usaha tani pada lahan kering. Target yang harus dicapai
Jawa dan Bali. Teknik ini telah dikembangkan secara luas sejak tahun 1975
cukup disukai petani, dan juga efektif mencegah erosi dan aliran
teras gulud untuk tanah yang dangkal (< 40 cm), rorak atau teknik
berfungsi sebagai sumber pakan dan pupuk hijau atau bahan mulsa,
selalu tertutup oleh vegetasi dan/atau sisa-sisa tanaman atau serasah, juga
semusim dan tahunan pada lahan kering juga penting; makin curam
lahan kering, antara lain dengan menanam legum penutup tanah atau
terdegradasi
Pertanian lahan kering tidak memerlukan banyak air, seperti halnya budi
daya padi sawah, sementara ketersediaan lahan kering masih luas. Selain
memerlukan perencanaan dan strategi yang tepat. Adapun strategi yang dapat
Dengan cara ini, diperoleh data tentang lahan kering cadangan seluas 22,39
juta ha, yang terdiri atas 7,08 juta ha sesuai untuk tanaman pangan semusim
dan 15,31 juta ha untuk tanaman tahunan. Untuk memperoleh data yang
lebih tepat, harus digunakan peta tanah atau peta kesesuaian dan peta
penggunaan lahan dengan skala yang lebih besar, misalnya 1:50.000 atau
lebih baik lagi skala 1:25.000. Selain itu, data biofisik lahan perlu ditunjang
telah direncanakan.
sesuai dengan kondisi lahan (tanah, air, dan iklim) dan petani. Oleh karena
itu, perlu diketahui terlebih dulu karakteristik lahan dan kondisi petani agar
(1:50.000 atau 1:25.000), atau lebih detail, skala 1:10.000 atau 1:5.000.
Appraisal (PRA).
3. Diseminasi Teknologi
Penelitian padi saat ini lebih terfokus pada padi sawah, yang telah
pengembangan padi gogo jauh tertinggal. Sejalan dengan itu, minat dan
tercermin dari luas pertanaman setiap tahun yang jauh lebih rendah dari
luas lahan sawah. Ke depan, penelitian dan pengembangan pertanian
lahan kering perlu mendapat perhatian yang lebih besar, ter- masuk
pengelolaan padi gogo dan palawija sebagai bagian dari sistem usaha
peneliti tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi dalam suatu tim dari berbagai
menguntungkan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air
secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan
Lahan kering iklim basah (LKIB) yaitu daerah yang memiliki curah
Lahan kering iklim kering (LKIK) yaitu daerah yang memiliki curah
Penerapan dari lahan kering iklim basah ini terdapat pada teori
mengenai lahan kering pada dataran tinggi yang memiliki potensi besar di
Indonesia dengan jumlah daratan sekitar 188,20 juta ha, terdiri atas 148 juta ha
lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%). Dengan adanya
potensi tersebut, tak bisa dipungkiri bahwa Lahan Kering pada dataran tinggi juga
memiliki kendala diantaranya yang dipengaruhi oleh kesuburan tanah dan topografi.
kesuburan tanah, konservasi tanah dan rehabilitasi lahan. Selain teknologi, terdapat
pula strategi yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lahan kering pada dataran
tinggi, antara lain yaitu identifikasi lahan yang sesuai, seleksi teknologi tepat guna,
tentang pengeloaan lahan kering di dataran tinggi agar bisa dikelola secara
efektif dan efisien. Makalah ini meskipun menurut penulis sudah lengkap,
ini. Untuk itu penulis mohon, agar pembaca dapat memakluminya karena
Adiningsih, J.S. dan M. Sudjadi. 1993. Peranan sistem bertanam lorong (alley
cropping) dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering
masam. Risalah Seminar Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia tahun 2005. Badan Pusat
Statistik, Jakarta.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2002. Lahan kering untuk pertanian. hlm. 1 34.
Dalam A. Abdurachman, Mappaona, dan Saleh (Ed.). Pengelolaan Lahan
Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
http://googleweblight.com/?lite_url=http://fitmandia14.blogspot.com/2015/05/pen
gelolaan-lahan-kering-pada-dataran.html diakses tanggal 8 Oktober 2017
pukul 13.15
Larson, W.E. and G.J. Osborne. 1982. Tillage accomplishments and potential. In
Predicting Tillage Effects on Soil Physical Properties and Processes. ASA
Special Publ. No. 44.
Mulyani, A., Hikmatullah, dan H. Subagyo. 2004. Karakteristik dan potensi tanah
masam lahan kering di Indonesia. hlm. 132. Dalam Prosi- ding Simposium
Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pe-
ngembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Olah tanah konservasi. hlm.
189210. Dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering
Berlereng. Pusat Penelitian dan Pe- ngembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C. Xuhui. 1995. The Asian land
management of sloping lands network: Nutrient balance.
Soepardi, H.G. 2001. Strategi usaha tani agri- bisnis berbasis sumber daya
lahan. hlm. 3552. Prosiding Nasional Pengelolaan Sumber Daya Lahan
dan Pupuk Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor.