Anda di halaman 1dari 26

GEOGRAFI TANAH DAN LINGKUNGAN

‘EKOLOGI TANAH’

Dosen Pengampu:

Dr. H. Sidharta Adyatma, M.Si.

Disusun Oleh:

Nur Hadhirah Nafisah

(2110115120017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURURAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan limpahan-Nya lah Saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
tentang ‘EKOLOGI TANAH’ dalam memenuhi tugas Geografi Tanah dan
Lingkungan,

Saya menyadari ssepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan Saya untuk itu
kritik dan saran yang membangun dari Bapak sangat saya Harapkan.

Akhir kata Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk
Saya, tetapi juga untuk kita semua.

Banjarmasin, 23 Februari 2022

Nur Hadhirah Nafisah


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................


DAFTAR ISI .........................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................
A. Latar Belakang .................................................
B. Rumusan Masalah .................................................
C. Tujuan Penulisan .............................................................
BAB II PEMBAHASAN .................................................
A. Tanah Sebagai Sistem Hidup .............................................
B. Rantai Makanan dalam Tanah .....................................
C. Biota Tanah …….....................................................
D. Interaksi Biota dalam Ekosistem Tanah .........................
BAB III PENUTUP …….....................................................
A. Kesimpulan ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA ….........................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tekanan pada sumber daya lahan di Indonesia terus meningkat sejalan
dengan pertambahan jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia pada
tahun 2011 berjumlah sekitar 240 juta jiwa dan pada tahun 2040 akan
mencapai sekitar 480 juta jiwa. Di sisi lain lahan pertanian semakin
menyempit akibat terjadinya konversi lahan ke non pertanian (perumahan,
jalan dan industri) (Simarmata et al., 2011; Rosenberg, 2011). Hal ini
mengakibatkan penggunaan lahan akan semakin intensif dan semakin
bertumpu pada berbagai input buatan (pupuk anorganik dan pestisida) yang
dikenal sebagai pertanian moderen (modern agriculture). Berdasarkan data
terkini dari Direktorat PDAS dan Ditjen RLPS (2007), luas areal lahan kritis
pada tahun 2000 telah mencapai 23,2 juta hektar (seluas 8,1 juta ha di dalam
kawasan hutan dan 15,1 juta di luar kawasan hutan). Pada tahun 2006 luas
areal lahan kritis telah meningkat dengan tajam dan telah mencapai luasan
77,8 juta hektar (sangat kritis 47,6 juta ha, kritis 23,3 juta ha dan agak kristis
6,9 juta ha). Di sisi lain, rehabilitasi berkisar 500.000 – 700.000 ha per tahun
sehingga tidak dapat mengimbangi laju degradasi hutan yang relatif tinggi
sekitar 1,08 – 1,5 juta ha per tahun.
Pertanian modern berkembang pesat sejak berdirinya industri pupuk
nitrogen sintesis pada pertengahan abad ke 19 dan pemakaian benih
hibrida/unggul. Kemajuan teknologi dalam bidang biokimia dan permesinan
pada pertengahan abad ke 20 mendorong implementasi mekanisasi pertanian
dengan cepat. Jika pada tahun 1900-an seorang petani hanya mampu
mensuplai makanan untuk 2,5 orang, maka pada saat ini di negara maju,
seorang petani mampu menghidupi sekitar 100 orang. Kemajuan teknologi
selama perang dunia ke II memberikan kontribusi yang nyata dalam
perkembangan pertanian, terutama dalam bidang alat dan mesin pertanian,
pupuk sintesis dan pestisida. Pada waktu itu digunakan pestisida DDT untuk
mengendalikan serangan hama oleh insekta dengan intensif (Hazell, 1985;
Hazell, 2009).
Revolusi hijau (green revolution) dengan memanfaatkan tanaman
hibrida, padi unggul, berbagai bahan kimia, irigasi dan mekanisasi dengan alat
berat diperkenalkan pada tahun 1944 di Meksiko. Keharusan untuk
meningkatkan produksi sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan
penduduk yang meningkat dengan cepat, terutama di negara berkembang
(developing countries) dengan tingkat pertumbuhan di atas 2 % per tahun.
Adanya krisis pangan yang melanda Asia pada tahun 1965, mendorong
Yayasan Ford dan Rockerfeller untuk memperkenalkan penggunaan tanaman
varietas unggul (high yielding varieties) yang telah berhasil dengan baik di
Meksiko. Pada tahun 1966, varietas unggul tersebut menyebar dengan cepat di
Asia sebagai babak baru revolusi hijau dan tanaman-tanaman tradisional atau
tanaman lokal digantikan oleh tanaman unggul (miracle grains). Hasilnya,
dalam waktu singkat produktivitas tanaman pangan berlipat ganda. Produksi
gandum di India meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu 20 tahun.
Columbia mampu meningkatkan produksi padi hingga 2 kali lipat dalam
kurun waktu lima tahun, dan di Indonesia mampu berswasembada beras pada
tahun 1983 hingga tahun 1997. (Ladha dan Reddy, 2000; Simarmata, 2002).
Keberhasilan peningkatan produksi tersebut ternyata juga diikuti oleh dampak
negatif terhadap kualitas dan kesehatan ekosistem tanah.
Biota tanah (soil organism) merupakan komponen hidup dan eksternal
dan internal. Konsekuensinya, kelimpahan organisme tanah (soil biodiversity)
berkaitan langsung dengan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan
dan perkembangan tanaman dan keberlanjutan tanah sebagai mesin produksi
atau pabrik biologis bahan pangan dan sandang. Keberlanjutan tanah sebagai
sistem hidup (living system) sangat tergantung pada manajemen biota tanah
atau ekologi tanah dan ketersediaan bahan organiknya yang meliputi
kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. (Bardgett, 2005; Barot, 2012).
Menurunnya kadar bahan organik tanah akan mempengaruhi kelangsungan
hidup dari organisme organotrof yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kehidupan organisme pada level tropik berikutnya (Ingham, 2001). Hal ini
mengakibatkan terjadinya gangguan pada rantai makanan dalam ekosistem
tanah. Dan tanah yang sehat (healthy soil) dalam waktu relatif singkat berubah
menjadi tanah sakit karena ekosistem didominasi organisme merugikan bagi
tanaman (Simarmata et al., 2011). Kondisi terkini mengindikasikan bahwa
ekosistem lahan pertanian sudah sangat mengkhawatirkan dan kritis. Hasil
kajian dengan hanya menggunakan 2 indikator kesehatan tanah (soil health
indicator) saja, yaitu kemasaman tanah (pH tanah) dan kandungan bahan
organik, ternyata sebagian besar lahan kering maupun lahan basah di
Indonesia adalah lahan bermasalah atau lahan sub optimal dan termasuk
kategori tanah sakit (sick soils). Hal ini mengakibatkan tingkat produktivitas
tanah Indonesia termasuk rendah dan cenderung terus menurun atau stagnan
walaupun sudah dipupuk dengan intensif (levelling off) (Simarmata et al.,
2011; Ingham, 2001; Ottow, 2011).
Kandungan bahan organik yang rendah akan memberikan pengaruh
yang sangat nyata pada aliran energi dan kelimpahan organisme tanah,
khususnya yang berperan sebagai mikroba pengurai atau dekomposer
(Simarmata et al., 2012; Board, 2012). Diperkirakan 90 - 95 % lahan kering
telah mengalami degradasi yang signifikan (degraded severely) dan dapat
dikelompokkan menjadi lahan marginal atau lahan sub optimal (lahan
bermasalah), bahkan sudah dapat dikategorikan sebagai tanah sakit (sick
soils). Dari sekitar 7,8 juta ha lahan sawah yang terdiri dari lahan sawah
irigasi sekitar 6,9 juta ha dan 0,9 juta ha lahan sawah rawa/pasang surut,
sekitar 5 juta hektar telah termasuk lahan sub optimal dan dapat dikategorikan
sebagai lahan sakit (Simarmata, 2011). Pemiskinan dan degradasi lahan kering
terus berjalan secara intensif sehingga saat ini kandungan bahan organiknya
termasuk rendah yaitu kurang dari 1,5 % dan sebagian besar memiliki pH
masam. Kondisi ini mengakibatkan ekosistem tanah tidak lagi melakukan
fungsi dan peranannya untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Simarmata et al., 2011).
Ekosistem tanah sehat (healthy soils) mampu melaksanakan peranan
dan fungsinya dengan baik, antara lain : (1) to provide an excellence growth
media for roots system and soil organisms, (2) regulating and partitioning
water and solute flow; filtering and buffering, degrading, immobilizing, and
detoxifying organic and inorganic materials, including industrial and
municipal by-products and atmospheric deposition; (3) storing and cycling
nutrients and other elements within the earth’s biosphere; (4) to sustain and
maintain a diverse community of soil organisms (soil biodiversity) which are
important to control plant disease, insect and weed pests, to form beneficial
symbiotic associations with plant roots; (5) to improve soil structure, water
and nutrients holding capacity; dan (6) improve crop production (Seybold et
al, 1998, Doran, 2002; Ingham, 2004).
Kunci utama dalam ekosistem tanah yang sehat adalah adanya aliran
energi dalam jaringan makanan di dalam tanah (food web) dan pasokan
substrat organik sebagai sumber energi kimia bagi organisme dekomposer
utama (primary decomposer). Organisme dekomposer memiliki peranan dan
fungsi yang khusus dalam mempertahankan kualitas tanah seperti kesuburan
fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga menjadikan tanah tersebut optimal
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Clegg dan Murray, 2002;
Coleman et al., 2004). Fungsi tanaman berperan penting dalam menghasilkan
biomassa sebagai sumber energi atau substrat melalui proses fotosintesis dan
menyediakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan
organsime tanah. Dari kegiatan tersebut nampak ada suatu hubungan yang
harmonis antara produsen, konsumen dan destruen atau pengurai dengan
faktor abiotik maupun hubungan sesama faktor biotik dalam tanah.
Komponen biotik dari ekosistem pertanian dapat dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu: (1) produsen: organisme seperti tumbuhan dan mikroba pada
proses fotosintesis; (2) konsumen: organisme yang mengkonsumsi senyawa
organik untuk memenuhi kebutuhan energinya; dan (3) destruen atau pengurai
(dekomposer) : mikroba yang merombak senyawa organik yang sudah mati
dari tanaman, hewan, limbah organik dari perkotaan maupun industri untuk
mendapatkan energi dan nutrisi melalui proses respirasi atau fermentasi
(Simarmata et al., 2012).
Dari perspektif tanaman, tanah merupakan tempat terjadinya proses
konversi hara yang terikat dalam senyawa organik maupun anorganik,
menjadi hara tersedia atau yang dapat diserap oleh tanaman. Hal ini berarti
bahwa tanah merupakan bagian pencernaan eksternal dari tanaman.
Konsenkuensinya, kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan
tanaman sangat tergantung pada kualitas dan kesehatan tanah, serta
keanekaragaman hayati (biodiversity). Penggunaan berbagai bahan kimia
seperti pestisida menyebabkan terputusnya aliran energi dan keseimbangan
ekosistem alami yang menguntungkan tanaman, oleh karena itu, manajemen
input dalam ekositem pertanian diarahkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan biodiversitas organisme menguntungkan di rhizosfir dan
pasokan substrat organik. Kunci utamanya terletak pada manajemen biota
tanah dan pasokan bahan organik tanah untuk menjamin pasokan energi,
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan maupun kualitas tanah.
Konsekuensinya, diperlukan penambahan bahan organik seperti pupuk
organik atau kompos secara reguler pada lahan pertanian agar dapat
mempertahankan kandungan bahan organik tanah dalam kisaran optimal.
Pemahaman ekologi biota dalam ekosistem pertanian merupakan kunci
utama dalam pertanian berkelanjutan atau pertanian ramah lingkungan
(environmentally friendly agriculture). Dalam buku ajar ini, disajikan dengan
ringkas kelimpahan organisme tanah meliputi jenis dan kelimpahan, peranan
dan interaksi maupun interrelasinya dalam ekosistem tanah. Manajemen biota
tanah diarahkan untuk menciptakan ekosistem yang menguntungkan bagi
pertumbuhan serta perkembangan tanaman dan meningkatkan efisiensi input
anorganik atau sintesis seperti pupuk anorganik dan pestisida.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Mengenai Tanah Sebagai Sistem Hidup!
2. Jelaskan Mengrnai Rantai Makanan dalam Tanah!
3. Jelaskan Mengenai Biota Tanah!
4. Jelaskan Mengenai Interaksi Biota dalam Ekosistem Tanah!

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Mengenai Tanah Sebaai Sistem Hidup.
2. Untuk Mengetahui Mengenai Rantai Makanan dalam Tanah.
3. Untuk Mengetahui Mengenai Biota Tanah.
4. Untuk Mengetahui Mengenai Interaksi Biota dalam Ekosistem Tanah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tanah Sebagai Sistem Hidup


Tanah merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan (non-
renewables resources) dan habitat berbagai macam biota tanah (biodiversity).
Mikroba tanah melakukan berbagai macam proses biokimia dalam ekosistem
yang sangat penting dalam menunjang produksi tanaman, kesehatan tanah dan
kesehatan lingkungan. Dalam satu hektar tanah subur bagian atas (top soil)
diperkirakan terdapat sekitar 2000 – 3000 kg fungi, 15 – 2000ton bakteri, 100
– 200 kg protozoa, 900 – 1000 kg cacing tanah, dan 1000 – 1500 kg insekta
(antropoda). Dengan demikian, tanah dapat dikategorikan sebagai sistem
hidup yang dinamis (Sullivan, 2004; NRCS, 2004; Morris dan Blackwood,
2007). Gambaran tanah secara utuh dapat dilihat dari komponen penyusun
tanah. Berdasarkan penyusun tanah dapat dikelompokkan menjadi empat
komponen, yaitu:
1) Komponen Mineral, berdasarkan ukurannya terdiri dari 3 fraksi yaitu:
pasir, debu dan liat. Pada tanah mineral menempati sekitar 45% (v/v).
2) Komponen Udara (gas), sekitar 25%.
3) Komponen Air, sekitar (25%).
4) Komponen bahan organik, sekitar 5 %.

Bagian organik tanah terdiri dari bahan organik dari sisa atau jaringan
tumbuhan yang mati dan biota tanah atau jaringan hidup.

Beragamnya biota di dalam tanah mulai dari ukuran terkecil hingga yang
besar: Bakteri, Algae, Fungi, Protozoa, Nematoda, mikro Antrophoda,
Cacing, Insekta, hewan Vertebrata dan tanaman membangun suatu rantai
makanan (food web) yang spesifik dalam suatu ekosistem (Ingham, 2001;
Paul dan Clark, 1996; Powell dan Klironomos, 2007). Oleh karena itu, jika
terjadi gangguan pada satu komponen (biota) akan mempengaruhi ekosistem
tersebut dan daya dukung sumber daya alam. Organisme tersebut tumbuh dan
berkembang di dalam tanah dan berperan penting sebagai filter dan buffer
(penyangga) alami sehingga dapat menghasilkan: air bersih, tanaman sehat
dan pergerakan air yang relatif lambat. Jaringan makanan dalam tanah sangat
penting (vital) dalam menjaga kualitas lahan dan kelestarian lingkungan.
Organisme tanah berperan dalam dekomposisi bahan organik, pupuk organik
(biologis), sisa tanaman, dan pestisida dan serta berperan penting dalam
transformasi dan siklus hara (Prescott et al., 2005; Schinner et al., 1996).

Biota tanah meningkatkan agregasi dan porositas sehingga meningkatkan


infiltrasi dan mengurangi run off atau aliran permukaan. Selain itu, organisme
tanah dapat digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan hama dan
penyakit tanaman serta merupakan makanan bagi hewan/fauna yang hidup
dipermukaan tanah. Interrelasi organisme.

Rantai makanan mempunyai peran penting untuk pertumbuhan dan


perkembangan produsen utama (primer): Tanaman, lumut, ganggang, bakteri
photosintetik yang dapat menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi
untuk memfiksasi CO2 dari atmosfir. Sebagian besar organisme tanah
medapatkan energi dan karbon dengan mengkomsumsi senyawa organik
(heterotrof atau organotrof). Setelah organisme menguraikan senyawa
kompleks atau dikomsumsi oleh organisme lain maka nutrisi akan dikonversi
dari satu bentuk ke bentuk lain dan tersedia bagi tanaman.

Ekosistem tanah yang sehat dan subur (healthy soils) mencerminkan


adanya interaksi harmonis, baik antara komponen abiotik dengan biotik,
maupun sesama komponen biotik (Pankhurst et al., 1997; Kandeler, 2007).
Komponen biotik dari suatu ekosistem dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu:

1) Produsen:organisme tumbuhan dan mikroba yang mampu menyerap


sinar matahari sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbon
melalui proses fotosintesis untuk menghasilkan biomassa organik
terjadi proses perubahan energi magnetik menjadi energi kimia yang
disimpan dalam ikatan senyawa hidro karbon atau senyawa organic
2) Konsumen:organisme yang mengkonsumsi senyawa organik untuk
memenuhi kebutuhan energinya; dan
3) Destruen atau pengurai (decomposer): mikroba yang merombak
senyawa organik yang sudah mati dari tanaman, hewan, limbah
organik dari perkotaan maupun industri untuk mendapatkan energi dan
nutrisi melalui proses respirasi atau fermentasi.

Jika proses dekomposisi berlangsung sempurna melalui respirasi aerob,


produk utamanya adalah CO2, H2 0, mineral atau hara dan energi. Mineral
berupa hara makro dan mikro yang dihasilkan melalui proses mineraliasi atau
dekomposisi merupakan makanan pokok tanaman yang dikenal sebagai hara
tanaman. Dengan demikian, pasokan substrat organik merupakan titik sentra
dalam rangkaian aliran energi dalam suatu ekosistem atau interaksi organisme
(Ingham, 2004; Simarmata, 2002).

Dekomposisi secara anaerob melalui proses fermetasi akan menghasilkan


berbagai produk antara lain berupa metabolit dan mineral penyusun bahan
organik yaitu: berupa hara makro dan hara mikro serta energi.

Eksistensi organisme (substrat) pada setiap tropik akan menentukan


kehidupan pada tropik berikutnya sehingga terdapat suatu ketergantungan atau
interaksi yang saling mempengaruhi. Konsekuensinya, jika populasi atau
substrat berkurang maka eksistensi organisme pada tropik berikutnya akan
terancam dan keseimbangan ekosistem akan terganggu (Simarmata, 2002;
Ingham 2004; Abbott dan Murphy, 2004; Lynch, 1989).

Pada ekosistem tanah yang sehat (ekosistem hutan) pasokan substrat


organik bernilai positif (input>>>output), yaitu laju suplai lebih besar
daripada dekomposisi dan memiliki siklus hara yang tertutup secara
berkesinambungan (sustainable), oleh karena itu, tidak mengherankan pada
ekosistem ini terdapat aktivitas dan biodiversitas organisme yang sangat
besar. Organisme berfungsi khusus mempertahankan kualitas tanah kesuburan
fisik, kimia secara biologi tanah. Melalui mineralisasi, humifikasi, bioturbasi
dan mengolah tanah menjadi gembur dan remah untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Sebagai umpan balik, tanaman menghasilkan
biomassa sebagai sumber energi (substrat) melalui proses fotosintesis dan
menyediakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan
organisme tanah. Dengan demikian terdapat suatu hubungan yang harmonis
antara produsen, konsumen dan destruen (pengurai). Sebaliknya, pada
ekosistem pertanian suplai dan kontinuitas bahan organik sangat terbatas
sehingga secara keseluruhan neraca bernilai negatif (input<<<output).

Berbagai aktivitas pertanian dapat mengakibatkan terjadinya perubahan


yang sangat drastis terhadap ekosistem tanah yang sehat. Pembukaan lahan
secara langsung akan memutuskan atau menghentikan pasokan substrat
organik dan perubahan iklim mikro. Pengolahan tanah dan pemupukan N
secara langsung akan meningkatkan laju proses dekomposisi bahan organik
tanah (dinamisator, aktivator dan regenerator ekosistem tanah), kepekaan
terhadap erosi dan mempengaruhi ekosistem tanah. Berkurangnya kandungan
bahan organik tanah secara langsung akan mempengaruhi kualitas tanah baik
secara kesuburan fisik, kimia maupun biologi tanah. Menurunnya kadar bahan
organik tanah akan mempengaruhi kelangsungan hidup dari organisme
organotrof yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan organisme
pada level tropik berikutnya (Ingham, 2004; Kapoor dan Mukerji, 2005).

Akibatnya akan terjadi gangguan pada rantai makanan dalam ekosistem


tanah dan tanah yang sehat, (healthy soil) dalam waktu relatif singkat, berubah
menjadi tanah sakit (ekosistem didominasi organisme merugikan bagi
tanaman) (Simarmata, 2002; Simarmata et al., 2011).

B. Rantai Makanan dalam Tanah


Ekosistem pertanian merupakan hasil karya manusia sehingga
kualitasnya sangat dipengaruhi oleh tindakan manusia pula. Pengolahan dan
pemberian input berupa pemberian pupuk organik, anorganik, dll secara
langsung akan mempengaruhi dinamika populasi organisme tanah, hilangnya
biomassa (panen) sebagai output dari sistem tersebut, juga mempengaruhi
neraca keseimbangan suplai bahan baku secara alami. Pemahaman tentang
biologi tanah dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan
mempertahankan kualitas lahan secara berkesinambungan, yaitu dengan
menitikberatkan peranan rantai makanan (food web) dalam melestarikan atau
menciptakan ekosistem yang menguntungkan pertanian melalui rekayasa
teknologi yang tepat.
Komponen hidup dari tanah terdiri dari berbagai macam jenis atau
kelompok organisme tanah yang membentuk suatu ekosistem. Dalam
ekosistem tersebut akan terdapat suatu keseimbangan yang bersifat dinamis.
Dominasi suatu populasi akan sangat tergantung pada faktor pendukung yang
menguntungkan bagi organisme tersebut. Interaksi dan interrelasi diantara
organisme tersebut merupakan suatu rantai atau jaringan hidup yang vital dan
mempengaruhi kualitas tanah (soil qualities), oleh karena itu, jaringan
makanan tersebut sangat penting dalam pengelolaan agroekosistem yang
berkelanjutan. Aplikasi berbagai bahan kimia berupa agrochemical products
memberikan pengaruh yang nyata terhadap biodiversitas biota tanah. Dampak
tersebut akan merubah keseimbangan ekosistem dan dominasi organisme
dalam jaringan makanan.
a. Jaringan Makanan dan Kesehatan Tanah
Jaringan makanan (food web) dari setiap ekosistem akan bervariasi
satu dengan yang lainnya. ekosistem lahan kering, lahan basah, hutan
dan lahan pertanian lainnya akan mempunyai jaringan makanan
spesifik. Perbedaan tersebut juga tercemin dalam proporsi populasi
bakteri, fungi dan organisme lainnya (Ingham, 2004; Sullivan, 2004;
Smith dan Collins, 2007; Yadav, 2007). Perbedaan tersebut
merupakan resultant dari:
 Tanah (jenis tanah).
 Vegetasi (jenis dan umur vegetasi).
 Faktor iklim (curah hujan, temperatur).
 Topografi.
 Manajemen pengelolaan lahan.

C. Biota Tanah
Dari perspektif biologi tanah dan lingkungan, tanah merupakan sistem
hidup yang dinamis dan dihuni oleh berbagai organisme membentuk suatu
jaringan makanan (food web) atau aliran energi. Walaupun secara
proporsional komponen biotik seperti organisme tanah dalam komponen
penyusun tanah terdapat 1 - 2% saja, tetapi tanpa kehadiran biota tanah seperti
mikro dan makroorganisme, maka tanah tersebut akan mati dan tidak
produktif. Organisme tanah tersebut merupakan aktor utama atau pelaku
dalam berbagai transformasi dan reaksi biokimia tanah. Keanekaragaman
hayati (biodiversity) berkaitan langsung dengan, kimia, fisika tanah dan
kesuburan biologis. Populasi organisme pada tanah lapisan atas (top soil)
yang subur sangat mengagumkan. Bila dibandingkan populasi makhluk
penghuni bumi lainnya, ternyata dalam beberapa gram tanah saja, jumlah
organisme sudah melampaui populasi manusia. Diperkirakan dalam satu
hektar tanah subur dengan kedalaman 15 – 10 cm terdapat sekitar 1000ton
bakteri, 1000ton actinomycetes, 2000ton buluk, 100ton algae, 200ton
Protozoa, 100ton insekta, 1000ton cacing dan 2000ton akar tanaman (Ingham,
2004; NRCS, 2004; Whalen dan Sampedro, 2010, Ottow, 2011).
Berbagai proses biokimia dan reaksi kimia terjadi di dalam tanah
berkat kehadiran organisme tanah. Misalnya mineralisasi senyawa organik
dan pengikatan atom dari unsur mineral ke dalam senyawa organik
(Immobilisasi).
Peranan organisme tersebut dalam meningkatkan kualitas dan
kesehatan tanah sangat penting dan tidak dapat digantikan secara artifisial.
Organisme yang berperan penting dalam menentukan kualitas tanah
(soil quality) dan jaringan makanan (food web) dalam tanah dapat dibagi
menjadi 6 group, yaitu:
1) Bakteri (Bacteria).
2) Jamur (Fungi).
3) Protozoa.
4) Nematoda (Nematodes).
5) Arthropoda (Arthrophods).
6) Cacing Tanah (Earthworms).
1. Bakteri
Bakteri umumnya merupakan mikroba yang paling banyak terdapat
dalam tanah (soil inhabitan) dan tidak mempunyai membran inti dan
termasuk kelompok prokariyotik. Berukuran mikroskopik yaitu sekitar 1
µm dengan bentuk kokus, batang atau spiral dan sebagian berfilamen.
Bakteri hidup berasosiasi dengan berbagai tanaman dan makhluk hidup
lainnya di dalam tanah .
Diperkirakan dalam satu sendok teh tanah subur mengandung sekitar
106 – 109 bakteri atau setara dengan bobot 2 – 4 ekor sapi per hektar.
Salah satu kontribusi bakteri terhadap tanaman adalah mensuplai unsur
hara. Beberapa spesies tertentu melepaskan nitrogen, sulfur, fosfor dan
unsur hara mikro. Spesies lainnya dengan merombak senyawa organik
menghasilkan K, P, Mg, Ca, Fe dan unsur hara lainnya.
2. Protozoa
Protozoa adalah hewan bersel tunggal yang sebagian besar berukuran
mikroskopik dan sebagian lagi termasuk makroskopik (Diameter: 5 – 500
µm). Kelompok organisme ini sangat bervariasi dalam morfologi dan
kebiasaan makan. Kendatipun demikian, organisme ini tumbuh dan
berkembang pada daerah berair atau lembab (Ingham, 2004; MSU, 2004).
Protozoa selain memangsa bakteri, juga memangsa protozoa yang lainnya
dan ada juga yang memangsa fungi serta bahan organik yang mudah larut.
3. Nematoda
Nematoda adalah cacing tidak bersegmen dengan ukuran diameter
kurang lebih 50 µm dan panjang 2,5 cm (1 inchi). Secara alami nematoda
akan terdapat di daerah atau zona yang cukup bahan makanan, yaitu
mangsa dari nematoda tersebut. Dengan demikian, nematoda pemangsa
bakteri akan terdapat disekitar perakaran (rhizosfir), pemangsa fungi akan
terkonsentrasi disekitar fungi dan pemakan akar tanaman akan terdapat
disekitar perakaran atau di dalam akar seperti parasit, sedangkan
nematoda predator akan terdapat di dalam tanah bila mangsanya cukup
banyak. Tanah pertanian umumnya mengandung nematoda < 100 ekor / 1
sendok teh tanah (kering) sedangkan tanah padang rumput berkisar 50 –
100 ekor, serta tanah hutan umumnya mengandung beberapa ratus ekor.
Karena ukurannya relatif besar dibandingkan dengan bakteri, maka
nematoda akan terdapat di dalam tanah yang bertekstur kasar atau tanah
dengan struktur remah dan organisme ini bergerak dalam selaput air
dengan ruang pori > 50 µm.
Dalam jaringan makanan di dalam tanah, kehadiran nematoda terdapat
beberapa tingkatan rantai makanan (trophic levels), yaitu pemakan
tanaman dan algae (first trophic levels), pemangsa fungi dan bakteri
(second trophic levels) dan pemangsa nematoda lainnya (higher trophic
levels).

4. Fungi (Jamur)
Fungi atau Jamur adalah sel mikroskopik yang tumbuh memanjang
seperti benang yang dikenal sebagai hifa dapat menembus diantara
partikel tanah, akar tanaman dan bebatuan. Diameter hifa hanya beberapa
µm, tetapi dapat tumbuh memanjang hingga mencapai beberapa meter.
Beberapa fungi hanya bersel satu seperti ragi (yeast). Hifa yang tumbuh
membentuk massa atau bergabung disebut sebagai mycelium atau tebal
menyerupai kawat dan disebut sebagai rhizomorphs yang tampak seperti
akar. (Ingham, 2004; NRCS, 2004). Struktur buah jamur (misalnya,
mushrooms) terdiri dari benang hifa, spora dan ada juga yang membentuk
struktur khusus seperti insang. Fungi atau jamur adalah organisme aerob
sehingga bila tanah dalam suasana anaerob akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan jamur. Habitat jamur umumnya terdapat
pada residu tanaman, kecuali jamur patogen tumbuh pada jaringan
tanaman.
5. Anthropda
Anthropoda (arthros = bersambung, podos = kaki) adalah hewan tidak
bertulang belakang (Invertebrates) sehingga pergerakannya sangat
tergantung pada kulit eksternal yang dikenal sebagai exoskleton.
Ukurannya bervariasi dari mulai mikroskopik sampai makroskopik
(beberapa inchi). Sebagian besar hama termasuk Anthropoda, termasuk
insekta antara lain: kumbang, Springtails, Laba-laba, Crustaceae, Rayap,
Tungau, Colembola, Myriapoda, Centipedes, Millipede, Kalajengking
(Ingham, 2004, NRCS, 2004; MSU, 2004; Modenke, 2004). Populasi
antropoda umumnya terkonsentrasi pada tanah lapisan atas, dan semakin
dalam populasinya semakin sedikit. Hal ini, berkaitan erat dengan
ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan yang diperlukan oleh
organisme tersebut. Pada tanah lapisan atas populasinya berkisar antara
500 – 200.000 ekor/yard (tergantung dari jenis tanah, vegetasi dan sistem
pengelolaan).
Pada umumnya anthropda penghuni tanah didominasi oleh Springtails
dan Tungau (mites) dan pada ekosistem tertentu didominasi oleh Rayap
dan Semut seperti di daerah padang pasir. Lahan pertanian umumnya
didominasi oleh springtails hewan ini berperan penting dalam
meningkatkan ketersediaan hara dan dapat memangsa fungi yang parasit
pada tanaman.
6. Cacing Tanah
Cacing tanah merupakan indikator dalam menentukan kualitas tanah.
Tanah subur umumnya dicirikan dengan tingginya populasi cacing.
Populasi cacing berkaitan erat dengan karakteristik lokalita (setempat),
yaitu ketersediaan makanan, kondisi tanah, musim dan jenis. Populasi
cacing pada tanah subur dapat mencapai hingga 300 – 1000 ekor/m2.
Tanah dikatakan subur bila mengandung sekitar 100 ekor/m2. Cacing
tanah yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas tanah (soil
quality) dan pertanian termasuk Familie Lumbricidae, meliputi genus
Lumbricus, Aporrectodea Populasi cacing akan meningkat dengan
bertambahnya kandungan bahan organik tanah.
Cacing termasuk invertebrata dan bersifat hermaprodit: Pada tanah
tropik dan daerah iklim sedang terdapat 23 famili, 700 genus dan lebih
dari 7000 species. Dengan ukuran yang sangat bervariasi dari beberapa
cm hingga lebih dari 1 m panjangnya.
D. Interaksi Biota dalam Ekosistem Tanah
a) Interaksi Menguntungkan
1. Mutualisme (symbiosis)
Mutualisme (sysmbiosis) merupakan suatu hubungan atau
interaksi antara dua populasi yang saling menguntungkan.
Dalam kerjasama ini, masing-masing memperoleh keuntungan.
Jika keuntungan tersebut berkaitan dengan ketersediaan hara
(exchange of nutrients), maka interaksi atau hubungan tersebut
dikenal sebagai sintropisme (“syntrophism”: Greek meaning:
Syn = mutual and trophe = nourishment). Mutualisme sering
dikenal sebagai simbiosis, yaitu hubungan obligat (obligate
interaction) antara dua populasi yang membentuk kerjasama
yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan
mutualistik memerlukan kedekatan fisik dan bersifat sangat
spesifik sehingga tidak dapat digantikan oleh spesies lain.
Hubungan mutualistik antara mikroorganisme menjadikan
keduanya seperti organisme tunggal dengan identitas yang
unik.
2. Komensalisme
Komensalisme merupakan bentuk interaksi yang memberi
keuntungan (positif) pada satu pihak (populasi A), tetapi pihak
lain (populasi B) tidak dirugikan atau diuntungkan.
Dalam konteks ini keuntungan disediakan oleh populasi yang
tidak dipengaruhi atau dirugikan. Komensalisme dapat terjadi
saat populasi yang tidak dipengaruhi, memanfaatkan atau
merombak suatu substrat atau memodifikasi habitat dan produk
atau hasilnya dimanfaatkan oleh biota lain. Misalnya, terjadi
perubahan habitat sehingga menjadi sesuai untuk biota yang
diuntungkan. Contoh lain adalah populasi anaerob fakultatif
menggunakan oksigen dan menurunkan tekanan oksigen
sehingga terbentuk habitat yang cocok untuk pertumbuhan
anaerob obligat. Mikroba anaerob obligat mendapatkan
keuntungan dari aktivitas organisme fakultatif dan perubahan
lingkungan, sedangkan organisme fakultatif tidak mendapat
keuntungan maupun kerugian. Sejumlah populasi mikroba
menghasilkan dan mengekskresikan faktor tumbuh, seperti
vitamin dan asam amino, yang dapat digunakan oleh populasi
lain, contoh Flavobacterium brevis mengekskresikan sistein
yang dapat digunakan oleh Legionella pneumophila di habitat
air. Dalam ekosistem tanah, sejumlah bakteri tergantung pada
produksi vitamin oleh populasi mikroba lain.
3. Protokoperasi
Proto-koperasi (Proto-cooperation) merupakan hubungan
mutualistik antara dua spesies/partner yang bersifat non
obligatori (not obligatory) sehingga dikenal juga sebagai
mutualisme fakultatif. Asosiasi proto kooperasi yang
menguntungkan dalam ekosistem pertanian antara lain adalah
(a) sinergisme antara cendawan mikoriza (CMA) dengan
tanaman legum dan rhizobium. Kehadiran mikoriza dan
rhizobium mampu memperbaiki kesuburan tanah,
meningkatkan ketersediaan dan pengambilan hara, khususnya
N dan P bagi tanaman. (b) sinergism antara mikroba pelarut
fosfat dengan legume (Phospahte Solubilize Microbe-legume
plants) and Rhizobium and (c) sinergism antara perakaran
tanaman dengan PGPR (plant growth promoting rhizobacteria)
di rhizozfir (Kloepper, 1993; Mukerji dan Manoharachary,
2006). Rhizobacteria berperan dalam menekan pertumbuhan
pathogen dan menghasilkan berbagai faktor tumbuh (pemacu
tumbuh) bagi pertumbnuhan tanaman sedangan tanaman
mengeluarkan (sekresi) berbagai macam asam organik,
karbohidrat, protein atau subtrat bagi rhizobacteria.
b) Interaksi Merugikan
1. Kompetisi
Tanah sebagai habitat berbagai macam biota dapat
menyebabkan terjadinya persaingan diantara organisme
tersebut dalam memanfaatkan ruang maupun faktor tumbuh
dan nutrisi. Berbeda dengan interaksi positif, kompetisi
mewakili hubungan negatif antara dua populasi dalam suatu
ekosistem. Kompetisi terjadi jika dua populasi menggunakan
sumber makanan dan tempat yang sama. Kompetisi dapat
terjadi di setiap sumber yang terbatas seperti karbon, N, P,
oksigen, faktor tumbuh, dan air.
2. Amensalisme
Amensalisme merupakan bentuk interaksi negatif yaitu satu
populasi mikroba menghasilkan senyawa toksin (misalnya:
antiobiotik) atau gas yang berbahaya (misalnya, ethylene,
HCN, nitrite, dan lain-lainnya) yang dapat menghambat
pertumbuhan populasi biota lain. Populasi pertama tidak
dipengaruhi oleh bahan penghambat atau dapat memenangkan
kompetisi. Isitilah antibiosis dan allelopathy digunakan untuk
menggambarkan kasus penghambatan secara kimia (chemical
inhibition). Produksi asam laktat atau senyawa sejenis bersifat
menghambat terhadap partumbuhan banyak bakteri. Populasi
penghasil dan toleransi terhadap asam laktat dengan
konsentrasi tinggi menyebabkan terjadinya perubahan habitat
menjadi merugikan bagi mikroba lain sehingga tidak tumbuh
dalam kondisi tersebut. Misalnya, E. coli tidak dapat tumbuh
dalam rumen karena keberadaan asam lemak volatile yang
dihasilkan oleh mikroba anaerobik. Produksi asam lemak oleh
mikroba pada permukaan kulit diyakini berperan dalam
menghambat kolonisasi mikroba lain pada habitat tersebut.
Diperkirakan adanya produksi asam lemak pada permukaan
kulit oleh mikroba dapat mempertahankan populasi ragi yang
redah di permukaan kulit. Demikian pula halnya, produksi
asam lemak pada daerah vagina dapat menceha infeksi
pathogen, misal Candida albicans.
3. Parasitisme
Parasitisme merupakan interaksi yang melibatkan dua jenis
organisme yang berlainan dan organisme yang kecil hidup
(parasit) dalam tumbuh organisme lain sebagai inang (host).
Aktivitas parasit tergantung penuh pada inangnya (host).
Dalam konteks ini parasit akan diuntungkan sedangkan inang
berada pada pihak yang dirugikan. Parasitisme dalam
ekosistem tanah atau komunitas banyak jumpai. Misalnya
adalah virus yang menyerang bakteri (bacteriophages), jamur
atau bakteri yang menyerang fauna tanah (orgasnime tanah),
fauna tanah yang menyerang perakaran tanaman (nematoda).
4. Predasi
Predasi merupakan bentuk hubungan dua jenis organisme yang
berbeda. Dalam konteks ini, organisme pemangsa (predator)
secara langsung membunuh dan memakan mangsanya (prey)
untuk mendapatkan energi dan nutrisi yang diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya. Predasi khususnya terjadi jika satu
organisme (disebut predator memakan organisme lain).
Biasanya interaksi predator-mangsa hanya berlangsung pada
waktu singkat dan ukuran predator lebih besar daripada
mangsa. Predasi dalam ekosistem tanah merupakan transfer
energi dalam rantai makanan (food web) dalam tingkatan
tropik (trofic level). Organisme yang berperan sebagai predator
dalam tanah sangat banyak dan beragam dari mulai yang
berukuran kecil yang yang berukuran besar. Misalnya: (1)
Jamur tanah pemangsa (predatory soil fungi), yaitu species of
Arthrobotrytis and Dactylella yang memangsa nematoda
(nematode trapping fungi), (2). Protozoa pemangsa bakteri atau
bacteriophages dapat dikategorikan sebagai predator bakteri.
Kelimpahan predator dalam tanah merukan indikator yang baik
untuk menilai tingkat kesehatan suatu ekosistem. Jika populasi
bakteri melimpah berarti substat untuk bakteri cukup tersedia
(pasokan bahan organik) dan populasi pemangsa (predator)
akan meningkat pula. Misalanya, interaksi ini terjadi antara
protozoa predator Tetrahymena pyriformis dan bakteri
Klebsiella pneumoniae sebagai mangsa. Protozoa Ciliate,
Flagellata, dan Protozoa Amoeboid merupakan predator
bakteri utama dalam ekosistem tanah. Konsumsi bakteri tanpa
pilih-pilih oleh predator protozoa disebut grazing. Bakteri yang
dimangsa akan dicerna dan kelebihan nitrogen akan
dieksresikan dalam bentuk ammonium. Ammoinum (NH4 +)
merupakan unsur hara esensil bagi tanaman. Dari perspektif
ekologi tanah, predator berperan penting dalam mengendalikan
populasi organisme, khususnya organisme pengganngu
tanaman. Pemanfaatan predator yang tepat dapat mengurangi
populasi hama yang merugikan tanaman. Penggunaan
insektisida ternyata tidak hanya membunuh organisme yang
merugikan tanaman, tetapi juga membunuh predator hama
tanaman. Akibatnya, akan mengganggu keseimbangan dan
dominasi predator dan ekoisistem pertanian. oleh karena itu,
pemanfaatan predator dalam pengendalian hama merupakan
metoda biologis yang ramah lingkungan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keberadaan serta aktivitas biota tanah dapat meningkatkan kesuburan
tanah, makrofauna tanah seperti cacing, serangga, nematoda, keong, siput,
bekicot, sangat penting peranannya dalam proses dekomposisi. Makrofauna
tanah berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah melalui perombakan materi tumbuhan dan hewan yang mati,
pengangkutan materi organik dari permukaan kedalam tanah, dan perbaikan
struktur tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. TUALAR SIMARMATA, Ir., M. (2012). Ekologi Biota Tanah. 1–120.

Ruíz, A. A. B. (2015). BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada. 3(2), 54–67.


http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf

Anda mungkin juga menyukai